DESA WISATA - TelusuRI https://telusuri.id/desawisata/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Sun, 22 Jan 2023 06:58:48 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 DESA WISATA - TelusuRI https://telusuri.id/desawisata/ 32 32 135956295 Geliat Ekowisata Desa Santuun https://telusuri.id/geliat-ekowisata-desa-santuun/ https://telusuri.id/geliat-ekowisata-desa-santuun/#respond Tue, 31 Jan 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36980 Seperti desa-desa lainnya yang sudah menjadi desa wisata, Desa Santuun ingin berkembang dan memajukan pariwisata di daerah Kabupaten Tabalong. Desa Santuun merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Muara Uya, Kabupaten Tabalong. Desanya asri,...

The post Geliat Ekowisata Desa Santuun appeared first on TelusuRI.

]]>
Seperti desa-desa lainnya yang sudah menjadi desa wisata, Desa Santuun ingin berkembang dan memajukan pariwisata di daerah Kabupaten Tabalong. Desa Santuun merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Muara Uya, Kabupaten Tabalong. Desanya asri, dikelilingi hutan dan alam yang masih hijau dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Di tengah maraknya perkembangan desa menjadi desa wisata, para pemuda Desa Santuun pun ingin membangun desanya menjadi tempat wisata yang terkenal di Kalimantan Selatan. TelusuRI berkesempatan mewawancarai salah seorang pemuda penggagas desa wisata yakni Hairul Rizky, ketua kelompok sadar wisata Desa Santuun.

Desa Santuun semula seperti desa-desa lainnya, orang-orang hidup dari bertani dan berladang. Semenjak potensi wisata desa ini mulai wara-wiri di media sosial, orang-orang mulai ramai mengunjungi desa ini, mengisi rasa penasaran akan wisata air terjun yang viral. Rizky dan kawan-kawan yang melihat fenomena ini kemudian mencoba mengelola dan mempromosikan spot-spot wisata di desa. Kemudian, seiring berjalannya waktu, semakin banyak yang tertarik mengunjunginya.

Kami mempromosikan itu (Desa Santuun) tahun 2019. Melihat potensi yang ada di sini, yang kaya akan potensi wisatanya, habis itu diposting di media sosial dan banyak orang tertarik ke sini,” ungkap Hairul.

desa santuun
Santuun yang masih asri membawa pada petualangan yang seru/Hairul Rizky

Ada sekitar 13 spot wisata yang ada di desa ini: Batu Tungku, Sungai Bura, Air Terjun HTI, Goa Batu Kumpai, Kebun Kopi, Gunung Batu Kumpai, Lok Lua, Tampirak Lokagung, Situs Peninggalan Jepang, Rukit Batu Tinggi, Riam Batu Tinggi, Bukit Pa’asahan, dan Tebing Pa’asahan.

Air Terjun HTI adalah salah satu spot yang paling sering dibicarakan orang-orang. Dengan air jernih dan ketinggian sekitar 7 meter, orang-orang dari Tanjung atau bahkan Banjarmasin rela mengunjunginya meski berjarak hampir 250 kilometer dari Ibukota Kalimantan Selatan tersebut. Air terjun ini juga menjadi pemberitaan media-media lokal dan dikatakan bahwa air terjun ini “terasa sangat nyaman sebagai tempat berenang”.

Meskipun sudah lumayan terkenal pada waktu itu, kondisi jalan menuju desa atau lokasi wisata masih tidak nyaman. Apalagi akses ke air terjun yang harus melewati jalan tanah yang berlumpur. “Sebenarnya, jalan [ke desa] tidak semua bagus, ada sekitar 80% lah, ada yang belum disemen. Kalau jarak dari Tanjung itu ke Santuun sekitar 1,5 jam, 20 menit terakhir paling yang jalannya agak rusak, banyak batu-batu,” ucap Hairul.

Inisiasi wisata di desa ini tidak lepas dari usaha anak-anak muda yang tergabung di komunitas pecinta alam setempat, Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata), dan kelompok dari KUPS (Kelompok Usaha Perhutanan Sosial). Untuk kelompok yang terakhir disebut, merupakan amanat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk desa-desa yang memiliki hutan agar mampu mengelola hutan mereka. Soal wisata di Santuun, semua pihak terlibat aktif mendukung berjalannya ekowisata. Ada sekitar 15 orang pemuda yang berkecimpung mengurus wisata di desa, dengan rentang usia 17 hingga 20-an ke atas.

Konsep ekowisata yang mereka usung adalah tidak mengizinkan adanya sampah wisata yang masuk ke dalam desa. Hal ini untuk meminimalisir desa ini dari timbunan sampah hasil wisatawan seperti di tempat-tempat wisata pada umumnya.. 

Ada cerita menarik yang disampaikan Hairul saat merintis desa ini menjadi desa wisata. “Pada saat merintis ke puncak Batu Kumpai itu, kami tidak berharap untuk orang masuk ke sini (berwisata). Kami tidak mengharapkan imbalan, tapi ada yang tidak membayar, ada juga yang membayar lebih, semisal 15 ribu, ini diberi 50 ribu. Jadi ketika kami tidak minta imbalan, orang justru memberi lebih.” 

Setelah sudah dikelola, para pengurus menetapkan karcis masuk sebesar 15 ribu rupiah, sudah termasuk tarif parkir hingga pemandu sampai ke puncak.

  • Desa Santuun
  • Tempat kemping di Santuun
  • gua

Dalam upaya membekali Hairul dan kawan-kawan pengetahuan mengelola desa wisata, mereka mendapatkan kesempatan studi banding ke Sukabumi, tepatnya Tanakita bersama Dinas Kehutanan. Selama di sana mereka mempelajari bagaimana dan apa saja yang diperlukan dalam pengelolaan desa berbasis ekowisata. Setelahnya, mereka jadi banyak tahu cara mengelola desanya.

“Pambakal (kepala desa) sampai camat sudah mendukung [wisata di Santuun].”

Rupanya baru setahun setelah dikelola, pandemi yang kala itu sedang ganas-ganasnya di Wuhan turut mendatangi negeri ini. Otomatis, sebagai tempat wisata, Desa Santuun menghentikan segala kegiatan wisata. Penutupan ini berlangsung cukup laman hingga dibuka kembali Idulfitri tahun 2022. Selama vakum dan kembali buka.

“Biasanya pencatatan kunjungan per tiga bulan. Catatan kunjungan tertinggi pada Hari Raya Idulfitri kemarin (2022), sekitar 213 orang yang ke sini,” ungkap Hairul

Pembangunan secara bertahap kemudian berlangsung demi memudahkan para wisatawan yang ingin menghabiskan waktu lebih lama di Desa Santuun. Mereka memanfaatkan rumah para warganya menjadi penginapan sederhana. Konsep seperti ini umum di desa-desa wisata, selain menguntungkan warga, juga bisa menjalin relasi yang lebih dalam dari sekedar pemilik bisnis-konsumen. 

“Kami menyediakan camping ground, atau bisa menginap di rumah-rumah warga atau di sekre, tapi yang paling utama itu disarankan camping ground. Soalnya, tempatnya dekat dan strategi untuk menuju ke wisata-wisata lain,” terang Hairul.

Kesulitan desa-desa terpencil yang ingin menjadi desa wisata sudah pasti ada di dana. Sama halnya dengan Desa Santuun yang agak kesulitan dalam dana pembangunan pariwisata, yang tentunya harus dibagi lagi dari dana penerimaan desa. 

“Kalau untuk pembangunan [desa] ini pastinya dana. Keterlambatan dana itu jadi juga terlambat pembangunan di wisatanya. Infrastruktur jalannya juga belum 100% baik untuk menuju ke tempat wisata. Kalau ada acara-acara, kita minta sponsornya ke CSR perusahaan, semisal baru-baru ini ada event kreasi bivak.” tutupnya.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Geliat Ekowisata Desa Santuun appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/geliat-ekowisata-desa-santuun/feed/ 0 36980
Festival Jerami, Pelengkap Daya Tarik Desa Wisata Banjarejo  https://telusuri.id/festival-jerami-pelengkap-daya-tarik-desa-wisata-banjarejo/ https://telusuri.id/festival-jerami-pelengkap-daya-tarik-desa-wisata-banjarejo/#respond Tue, 29 Nov 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36248 Desa Banjarejo—salah satu desa wisata di Kabupaten Grobogan—belum lama ini kembali menghelat Festival Jerami selama sepuluh hari sejak 30 September hingga 9 Oktober 2022. Ini merupakan perhelatan yang ketiga kalinya, perhelatan pertama pada tahun 2018...

The post Festival Jerami, Pelengkap Daya Tarik Desa Wisata Banjarejo  appeared first on TelusuRI.

]]>
Desa Banjarejo—salah satu desa wisata di Kabupaten Grobogan—belum lama ini kembali menghelat Festival Jerami selama sepuluh hari sejak 30 September hingga 9 Oktober 2022. Ini merupakan perhelatan yang ketiga kalinya, perhelatan pertama pada tahun 2018 dan yang kedua tahun 2019.

Festival Jerami sempat absen selama dua tahun karena pandemi COVID-19, yaitu pada tahun 2020 dan 2021. Seiring penyebaran virus corona yang mulai melandai, tahun 2022 Desa Banjarejo kembali bisa menyelenggarakannya. Kali ini, Festival Jerami #3 mengangkat tema “Peradaban Nusantara”. 

Festival Jerami merupakan festival yang di dalamnya mempertunjukkan  pelbagai patung berukuran raksasa yang terbuat dari jerami. Melimpahnya jerami seusai panen padi di Desa Banjarejo memantik ide penyelenggaraan festival ini. Sebagaimana helatan sebelumnya, pada Festival Jerami #3 kali ini juga menampilkan pelbagai patung berukuran raksasa. Ada 23 patung jerami dalam festival yang terselenggara di lapangan Desa Banjarejo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah itu.

Sesuai tema yang diusung, yakni Peradaban Nusantara, patung-patung yang ditampilkan melukiskan rangkaian perkembangan peradaban di Nusantara, sejak zaman prasejarah, zaman purba, masa kerajaan, era kolonial, hingga era modern. 

Patung Jerami Gajah Mada
Patung Gajah Mada, salah satu tokoh di era kejayaan Majapahit/Badiatul Muchlisin Asti

Patung Dewi Sri

Beberapa patung yang ditampilkan di antaranya merupakan replika dari fosil, karakter dewa-dewi, tokoh kerajaan, karakter hewan, kendaraan, dan aneka bentuk lainya. Salah satu patung yang tampak menonjol karena berukuran paling besar di antara patung-patung jerami lainnya adalah patung Dewi Sri—simbol kemakmuran dalam mitologi Jawa karena sosoknya yang lekat dengan mitos asal mula terciptanya tanaman padi. 

Patung Dewi Sri memiliki tinggi 7 meter dan lebar 2,5 meter. Tampak kokoh dan cantik, sehingga sepertinya patung ini paling banyak dijadikan sebagai spot atau latar foto oleh para pengunjung.  Selain patung Dewi Sri, ada juga patung Gajah Mada. Dalam historiografi Nusantara, Gajah Mada merupakan sosok panglima perang dan mahapatih yang sangat populer di era kejayaan Kerajaan Majapahit.  Sosok Gajah Mada populer dengan Sumpah Palapanya.

Dewi Sri Jerami
Berpose dengan latar belakang patung Dewi Sri/Badiatul Muchlisin Asti

Ada juga replika kereta kencana yang merupakan kereta kuda yang dulu jamak dijadikan sebagai alat transportasi andalan kaum bangsawan, di masa kerajaan maupun di masa kolonial. Ada juga pelbagai patung dengan karakter hewan seperti gajah, banteng, ular, dan tikus, rusa, dan lainnya. Berbagai patung atau replika fosil juga ditampilkan serta replika sepeda motor, monas, dan lain sebagainya.   

Pelbagai patung dan replika yang ditampilkan semuanya berbahan dasar jerami. Membuatnya tentu membutuhkan kemampuan seni tinggi, di samping juga menelan biaya yang tak sedikit. Untuk membuat 23 patung yang ditampilkan dalam Festival Jerami #3 menghabiskan setidaknya 10 ton jerami dan biaya mencapai puluhan juta rupiah.

Pesta Rakyat 

Festival Jerami #3 Desa Wisata Banjarejo tidak sekedar festival yang “menyulap” melimpahnya jerami menjadi aneka patung yang indah—yang menarik untuk dilihat, akan tetapi sepertinya juga didesain menjadi semacam “pesta rakyat”.

Oleh pihak panitia, perhelatan ini dilengkapi dengan aneka acara pendukung yang menjadi magnet bagi masyarakat luas untuk berkunjung dan menikmati pelbagai hiburan yang ditampilkan, selain tentu saja melihat dan mengambil dokumentasi dengan latar aneka patung jerami. Festival ini memang tidak gratis. Pengunjung harus membeli tiket. Tapi sepadan dengan hiburan yang disuguhkan. Pengunjung bisa memilih sendiri jenis hiburan yang dipilih sesuai yang agenda. Selama sepuluh hari,  panitia memang menampilkan aneka hiburan yang berbeda setiap harinya.

Seperti pada pembukaan festival, panitia menghadirkan Abah Lala—penyanyi dan pencipta lagu yang tengah naik daun karena popularitas lagu ciptaannya Ojo Dibandingke yang viral setelah dinyanyikan penyanyi cilik Farel Prayoga.  

  • Patung gajah jerami
  • Festival Jerami
  • Sepeda motor jerami

Di hari-hari selanjutnya, berturut-turut panitia menghadirkan penyanyi cover lagu yang juga lagi naik daun, Maulana Ardiansyah, dan juga Farel Prayoga—penyanyi cilik yang viral setelah sukses “menggoyang” Istana Negara. Dan masih banyak lagi hiburan lain yang ditampilkan.

Sayang, di balik riuh dan gempita masyarakat menikmati Festival Jerami #3 Desa Wisata Banjarejo, cuaca nampak sedang tidak bersahabat. Hujan yang sering mengguyur menjadi kendala tersendiri. Selain menjadi ‘penghalang’ sebagian masyarakat untuk datang, juga menjadikan lapangan tempat festival becek.

Namun, dengan segenap kelebihan dan kekurangannya, Festival Jerami #3 merupakan contoh baik (best practice) sebuah desa yang berhasrat menggeliatkan roda ekonomi melalui sebuah daya tarik wisata berupa festival berbasis kearifan lokal (local wisdom).  

Festival Jerami ini bisa menjadi pelengkap daya tarik Desa Banjarejo—yang telah dikukuhkan sebagai desa wisata pada 2016 lalu, setelah pada Senin, 15 Agustus 2022, dua museum berbasis situs purbakala yaitu Museum Banjarejo dan Museum Situs Gajahan Sendang Gandri yang berada di Desa Banjarejo diresmikan oleh Bupati Grobogan, Sri Sumarni.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Festival Jerami, Pelengkap Daya Tarik Desa Wisata Banjarejo  appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/festival-jerami-pelengkap-daya-tarik-desa-wisata-banjarejo/feed/ 0 36248
Titin Riyadiningsih: Memajukan Wisata dari Desa https://telusuri.id/titin-riyadiningsih-memajukan-wisata-dari-desa/ https://telusuri.id/titin-riyadiningsih-memajukan-wisata-dari-desa/#respond Thu, 01 Sep 2022 09:00:27 +0000 https://telusuri.id/?p=34899 Bagi sebagian anak muda, bekerja di kota-kota besar adalah impian yang harus dicapai. Gaji yang tinggi, jenjang karir yang menjanjikan, hingga fasilitas dan sarana yang lengkap membuat banyak anak muda memilih meninggalkan kampung halamannya demi...

The post Titin Riyadiningsih: Memajukan Wisata dari Desa appeared first on TelusuRI.

]]>
Bagi sebagian anak muda, bekerja di kota-kota besar adalah impian yang harus dicapai. Gaji yang tinggi, jenjang karir yang menjanjikan, hingga fasilitas dan sarana yang lengkap membuat banyak anak muda memilih meninggalkan kampung halamannya demi mencapai ambisi dan hidup, yang katanya akan lebih makmur Berbeda dengan Titin Riyadiningsih, dia lebih memilih untuk kembali ke kampung halamannya untuk mengabdi dan menjadikan desanya berdaya sebagai desa wisata.

Titin Riyadiningsih (Instagram_titinriyadiningsih)
Titin Riyadiningsih via Instagram/titinriyadiningsih

Malam itu, Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021 yang digelar pada Desember 2021 mengumumkan Desa Wisata Sumberbulu sebagai peraih Juara 1 dalam kategori souvenir. Terpancar rasa tidak percaya dalam diri Titin dan teman-temannya. Perjuangannya selama ini akhirnya membuahkan hasil yang signifikan sekaligus membuktikan pada semua orang bahwa sebuah desa bisa berkembang dengan usaha yang tekun. Malam itu bakal menjadi malam yang akan dikenangnya seumur hidup.

Bagaimana bisa seseorang dengan latar belakang kesehatan gigi, beralih peran menjadi penggagas desa wisata dan sukses membawa perubahan bagi masyarakatnya? 

Awal Mula Perjuangan

Assesment lapangan dan sertifikasi desa wisata berkelanjutan di Desa Sumberbulu (Instagram_titinriyadiningsih)
Assesment lapangan dan sertifikasi desa wisata berkelanjutan di Desa Sumberbulu via Instagram/titinriyadiningsih

Jauh sebelum Desa Sumberbulu gegap gempita merayakan keberhasilan mereka, ada masa-masa perjuangan panjang yang menjadi kenangan Titin. Sekembalinya dari kuliah Higiene Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Titin sempat bekerja di klinik selama satu tahun sebelum memutuskan pulang ke Sumberbulu untuk kemudian mengembangkannya sebagai desa wisata. 

“Semasa kuliah di Jogja sering bantuin teman pengabdian masyarakat, sering bantu teman penelitian juga, melihat ke Desa Wisata Pentingsari gitu kan.” 

Dirinya kemudian melihat potensi wisata di Sumberbulu yang belum pernah dikelola, padahal orang-orang seringkali datang ke Sumberbulu. Namun karena tidak adanya pengelolaan, akhirnya hanya berakhir sebatas kunjungan tanpa adanya dampak ke masyarakat sekitar.  Gairahnya yang timbul karena seringkali kerja lapangan, berinteraksi dengan masyarakat, jalan-jalan, membuatnya berpikir untuk menjadikan desanya berkembang layaknya desa-desa lainnya yang sudah lebih dahulu menjadi desa wisata.

Pada tahun 2018, dirinya bersama teman-temannya kuliah dan karang taruna menganalisis apa saja potensi yang ada di desa dengan metode SWOT, dan juga mewawancarai masyarakat tentang arah pembangunan di desa tersebut. Selesai kegiatan tersebut, didapatlah gambaran besar untuk arah pembangunan Sumberbulu sebagai desa wisata.

Titin banyak merujuk ke Desa Pentingsari sebagai contoh yang paripurna sebuah desa wisata. “Pentingsari kan kulturnya hampir sama dengan di Sumberbulu, meski di sana—Pentingsari dekat dengan lereng Merapi yang menjadi pendukungnya. Tapi yang terkuat di sana adalah sumber daya manusianya.”

“Setelah dirunut dan analisa SWOT, ternyata potensi dan kultur Sumberbulu hampir sama dengan di Pentingsari.”

Segera setelah permasalahan dan tujuan berhasil dipetakan, Titin dan kawan-kawan mendatangi para tokoh masyarakat untuk mempresentasikan terkait kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Tidak disangka, paparan Titin disambut antusias sebagian masyarakat yang menyatakan siap untuk membangun desa secara bersama-sama, meskipun ada sebagian yang ragu apakah ini akan berjalan dengan mulus.

Dengan niat baik membangun desa, tidak serta merta semuanya mau menerima ide terobosan Titin. Titin yang sebelumnya dikenal tidak pernah mengikuti kegiatan karang taruna di desa tiba-tiba muncul dengan ide-ide desa wisata. Setahun pertama, perjuangan meyakinkan warga desa banyak menguras pikiran dan tenaga. Salah satu perjuangan yang paling diingatnya adalah pencarian rumah yang diproyeksikan akan menjadi rumah tinggal untuk wisatawan. Selama 3 bulan, Titin dan teman-temannya mendapati hanya lima rumah yang bersedia.

“Buat apa sekolah tinggi-tinggi tapi sekarang masih nganggur, masih ngalor ngidul,” ucap salah seorang warga, yang masih membekas di benaknya. 

Kerja keras baru saja dimulai. Selama dua tahun awal, perjuangan tersebut merupakan perjuangan yang benar-benar berat karena semua berangkat dari nol. “Berkat kegigihan teman-teman dan bagaimana kita mencari peluang untuk menjadi desa wisata, belajar ke desa wisata yang lain, analisis desa yang sudah menjadi desa wisata, sampai tahun 2019 kita akhirnya memproklamirkan diri sebagai desa wisata.”

Jalan itu Terbuka

Dirinya sempat terpikir untuk menyerah, apalagi melihat teman-teman kuliahnya yang memilih jalan hidup yang lebih mudah dibanding dirinya. “Udah lah, ngapain,” jerit pikirannya yang sudah mulai meronta untuk berpindah haluan. Untungnya dia dikelilingi oleh teman-teman yang tetap bersamanya meskipun keadaan lagi susah. Dirinya dan teman-teman mencari berbagai cara untuk pendanaan desa. Mereka sempat berjualan baju bekas yang keuntungannya kemudian digunakan untuk mempercantik desa seperti beli bak sampah dan membangun gapura.

Kepala desa pun sebenarnya tidak merestui berdirinya Sumberbulu sebagai wisata. Tetapi kegigihan Titin untuk mengikuti berbagai pelatihan dan seminar yang diadakan oleh Dinas Pariwisata membuatnya memiliki relasi yang cukup kuat dan luas, alhasil Titin berhasil mendapatkan pendampingan dari Kementerian Pariwisata pada 2019. Hal tersebut cukup mampu mendorong kepercayaan diri dan dukungan masyarakat desa meski belum 100%. 

“Kita tidak memaksa masyarakat untuk berubah menjadi desa wisata, kita memberikan bukti kepada mereka bahwa Sumberbulu itu sebenarnya bisa menjadi desa wisata.”

Untuk menambah promosi dan minat, Titin dan teman-teman juga mencetak brosur dan menitipkannya pada dinas terkait untuk disebarkan. Juga, promosi ke sekolah dan instansi untuk menambah jumlah kunjungan. 

Titin juga mengajak masyarakat desa untuk kunjungan ke Desa Pentingsari, untuk melihat langsung bagaimana pengelolaan desa wisata dan bertukar pengalaman dalam manajemen desa wisata. “Sepulang dari Pentingsari ada perubahan lagi gitu. Dari lima homestay sekarang sudah 48 homestay yang bergabung dengan kita.” Sekarang, untuk menambah personel homestay, Titin cukup menghubungi lewat ponsel, tidak lagi seperti dulu yang harus door to door.

Salah satu yang menonjol dari Desa Sumbernbulu adalah souvenirnya (Instagram_titinriyadingingsih)
Salah satu yang menonjol dari Desa Sumbernbulu adalah souvenirnya via Instagram/titinriyadiningsih

“Alhamdulillah, sudah banyak perubahan,” ucapnya.

Lanskap Sumberbulu yang didominasi persawahan menjadikan masyarakatnya agraris dengan hasil alam berupa beras, jagung, singkong, ketela dan lain sebagainya. Sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai petani atau buruh tani. Seperti yang kita tahu, nasib petani Indonesia tidaklah mujur. Dari sekian panjang alur ekonomi pemasaran suatu komoditi, petanilah yang seringkali mendapat banyak kerugian dibanding yang lainnya. Menjadi desa wisata, salah satu tujuannya adalah memperbaiki taraf hidup masyarakat agar ada kecakapan selain dari bertani.

Sertifikasi sebagai desa wisata yang berkelanjutan pun sudah diterima Sumberbulu yang langsung diserahkan oleh Menteri Pariwisata, Sandiaga Uno. Sebelumnya, pengelola desa wisata diberikan pelatihan dan arahan untuk menjadi desa wisata berkelanjutan. Persiapan yang dilakukan terkait birokrasi tidak hanya secara fisik, tetapi juga perlu melengkapi dokumen yang jumlahnya mencapai 174 buah yang terdiri dari beberapa kategori: kelembagaan, ekonomi, sosial-budaya, kelestarian lingkungan. Selama seminggu mereka berusaha untuk memenuhi syarat dokumen tersebut dan juga assessment dari ahli pariwisata. 

Puncak Tapi Bukan Penghabisan 

Pada malam ADWI 2021, Titin dan kawan-kawan diundang ke Jakarta oleh Kementerian Pariwisata. Mereka juga mendapat pesanan berupa lukisan 7×4 meter yang dilukis oleh teman-teman Sumberbulu untuk ikut serta dipamerkan. Di akhir acara, mereka tidak hanya memboyong satu piala, tapi juga berhasil mendapatkan sertifikat desa wisata berkelanjutan yang berlaku selama tiga tahun. 

“Momen di mana kita kemarin diundang ke Jakarta, menerima sertifikat dan menjadi juara 1 kategori souvenir, membuat saya sendiri tuh nggak percaya sampai saat ini bisa sampai di titik itu. Dari hal kecil yang saya lakukan bareng teman-teman di Sumberbulu, sekarang sudah bernilai banyak untuk masyarakat yang ada di Sumberbulu.”

“Karena kembali lagi yang kita kejar semuanya dari awal itu bukan serta merta uang, tapi bagaimana caranya kita bisa mewadahi masyarakat lebih tahu, lebih paham bahwa tantangan ke depan itu lebih banyak, tidak hanya kita sekedar hidup di desa,” tambahnya. 

Sekarang Titin sudah menjabat sebagai direktur Bumdes di Desa Pendem dan perannya di Sumberbulu sudah beralih menjadi penasihat. Sudah saatnya penyelenggaraan desa wisata dikaderisasi dengan baik agar kesempatan belajar dan berkembang selalu ada bagi generasi muda. Titin sekarang lebih banyak berada di balik layar untuk memberi arahan.

Semakin menjamurnya desa wisata berarti semakin banyak yang ingin berkecimpung masuk mengurus desa dan segala kelebihannya wisatanya. Hal itu bagus, mengingat pemerintah juga mencanangkan pembangunan nasional berkelanjutan yang dimulai dari desa. Titin mengingatkan kepada siapapun yang ingin terjun mengurus desa wisata untuk jangan berfokus kepada materi tapi fokuslah pada pembangunan masyarakat atau lingkungan. Pola pikir yang berfokus pada materi akan menjerumuskan para pengelola pada langkah yang terbatas. 

“Kalau diniatkan untuk memperbaiki lingkungan, memperbaiki pola pikir masyarakat, secara otomatis akan bertahap naik. Memang butuh proses, niat, perjuangan, komitmen, konsistensi,” paparnya. “Dengan adanya desa wisata, perubahan dalam segi pemikiran, ekonomi, dan pendidikan itu berubah drastis. Karakter masyarakat akan terbentuk secara otomatis.”


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Titin Riyadiningsih: Memajukan Wisata dari Desa appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/titin-riyadiningsih-memajukan-wisata-dari-desa/feed/ 0 34899
Dewa Emas, Transformasi Menuju Desa Wisata Terpadu https://telusuri.id/dewa-emas-transformasi-menuju-desa-wisata-terpadu/ https://telusuri.id/dewa-emas-transformasi-menuju-desa-wisata-terpadu/#respond Mon, 06 Jun 2022 02:30:37 +0000 https://telusuri.id/?p=33908 Desa Kemasan merupakan salah satu dari dua belas desa di Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali yang mulanya tak jauh berbeda dengan desa lain di sekitarnya. Desa ini memiliki topografi dataran rendah berupa area persawahan dengan masyarakat...

The post Dewa Emas, Transformasi Menuju Desa Wisata Terpadu appeared first on TelusuRI.

]]>
Desa Kemasan merupakan salah satu dari dua belas desa di Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali yang mulanya tak jauh berbeda dengan desa lain di sekitarnya. Desa ini memiliki topografi dataran rendah berupa area persawahan dengan masyarakat bermata pencaharian utama sebagai petani padi. Namun menjadi desa yang disebut-sebut sebagai ibu kota Kecamatan Sawit—lantaran di desa ini letak Kantor Kecamatan Sawit berada—membuat banyak perkembangan terjadi di Desa Kemasan

Seiring  bertambahnya waktu dan berkembangnya zaman, masyarakat Kemasan mulai tersadar akan pentingnya pembangunan desa. Hingga kini Desa Kemasan menjadi desa yang tumbuh dengan konsep desa wisata.

Gapura Dukuh Mungup/Rosla Tinika S

Pembangunan Desa wisata Kemasan berawal dari pemikiran para masyarakat yang merasa jika daya pariwisata Kemasan Sawit perlu dikelola dengan baik. Tujuannya adalah untuk menciptakan kenyamanan sekaligus meningkatkan taraf perekonomian seluruh lapisan masyarakat Kemasan. Sebagai realisasi rencana pembangunan Desa Kemasan maka dibentuklah Dewa Emas sebagai konsep Desa Wisata Kemasan.

Masyarakat Kemasan pun mengerti, tentunya membangun suatu desa tidaklah secepat membalikan telapak tangan, karena perlu melalui proses panjang dengan sinergitas masyarakat untuk melakukan setiap projek pembangunan desa. Pembangunan Kawasan Wisata Dewa Emas bermula dari beberapa dukuh yang menjadi sentra Dewa Emas. Hingga pada bulan April 2014, objek wisata Desa Kemasan telah membuka diri untuk khalayak umum.

Bak gayung bersambut, gagasan pembangunan Dewa Emas disokong oleh pemerintah pusat yang meneken Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang mengatur regulasi suntikan dana desa yang pertama kali dikucurkan pada tahun 2015. Setelah mendapat dana insentif, pembangunan semakin meningkat hingga pada Juli 2016 pengelolaan Dewa Emas berada di bawah naungan BUMDes Karya Lestari Manunggal (Kalem).

Kantor pemerintah Desa Kemasan/Rosla Tinika S

Tidak sekadar membangun wisata, masyarakat Desa Kemasan juga berkonsentrasi untuk mewujudkan wisata edukasi bagi para pengunjung, khususnya anak-anak. Dengan memaksimalkan sumber daya yang ada di desanya, dibangunlah aneka fasilitas yang mampu menjadi daya tarik Dewa Emas. Di desa ini terdapat pelbagai wisata yang dapat dinikmati setiap pengunjung yang berdatangan. Mulai dari wisata edukasi, wisata alam, hingga wisata kuliner patut dicoba para wisatawan karena mungkin tak dapat dijumpai di tempat lain. Dewa Emas juga menawarkan paket mancakrida (outbound) untuk anak-anak yang dapat direservasi melalui situs web resminya desawisatakemasan.com lama sosial medianya.

Pintu masuk kolam renang dan resto/Rosla Tinika S

Kolam Renang dan Resto di Dukuh Mungup

Dewa Emas memiliki beberapa kolam renang dengan kolam utama yang berada di timur Umbul Tirtomulyo atau lebih tepatnya di sebelah barat Pendopo Dewa Emas—yang senantiasa akan menyambut wisatawan. Pendopo tersebut sekaligus menjadi landmark Desa Kemasan.

Di kolam yang terdiri dari dua bagian yakni di bagian barat memiliki kedalaman kurang lebih satu meter dengan dasar keramik serta di bagian timur dengan kedalaman sekitar dua meter dengan dasar kolam berupa tanah dan  batuan yang dapat digunakan pengunjung untuk ciblon maupun keceh. Dengan tiket masuk Rp3.000 setiap pengunjung dapat berenang sekaligus bermain air. Di kolam renang Dewa Emas juga terdapat resto yang menjajakan makanan khas Desa Kemasan.

Kebun Asman Toga Sahwahita/Rosla Tinika S

Pertanian Padi di Dukuh Maron

Di Dukuh Maron, setiap pengunjung dapat merasakan langsung bagaimana menjadi seorang petani tradisional. Ada berbagai aktivitas yang dapat dilakukan seperti ngluku atau membajak sawah, menanam padi, hingga belajar cara merawat tanaman yang menjadi panganan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia tersebut.

Pembuatan Jenis Roti di Dukuh Tangkisan

Pengunjung dapat pula belajar mengolah roti di Dukuh Tangkisan. Tidak perlu khawatir apabila tidak mengerti takaran setiap bahan yang digunakan karena akan ada pemandu yang mengajarkan untuk membuat beragam jenis roti.

Lahan Kangkung dan Pengolahan Sampah Terpadu di Dukuh Kemasan

Di Dukuh Kemasan terdapat perkebunan kangkung air yang  menjadi destinasi wisata. Kangkung sengaja dibudidayakan oleh warga sebagai sajian khas yang dapat dinikmati para pengunjung di Resto Dewa Emas. Selain itu, di dukuh ini juga terdapat pengolahan sampah terpadu yang merupakan representasi dari kesadaran masyarakat Desa Kemasan dalam memiliki pola hidup bersih dan sehat.

Kampung Lukis dan Tari di Dukuh Karanggayam

Bisa dibilang Dukuh Karangayam merupakan gudangnya para seniman Dewa Emas. Seniman dan seniwati Dukuh Karangayam akan mengajarkan setiap pengunjung untuk belajar berkesenian mulai dari melukis hingga menari. Meski berada di ujung timur dan utara desa, tidak membuat masyarakat Dukuh Karangayam abai untuk turut berkontribusi membangun desa. Karena jaraknya cukup jauh dari pusat kegiatan Dewa Emas, peserta outbound yang ingin belajar melukis dapat menggunakan kereta kelinci yang disediakan oleh pengelola Dewa Emas. Pemandu akan mengantar peserta outbound dan sesampainya di sanggar lukis maupun sanggar tari, para seniman akan memandu para pengunjung yang hendak belajar.

Petunjuk Desa Wisata Kemasan di Simpang Jalan Solo-Jogja, Perbatasan Boyolali, Sukoharjo, dan Klaten/Rosla Tinika S

Pembuatan Jamu di Dukuh Tegalsono

Jamu yang sudah menjadi minuman tradisional di Indonesia juga dapat ditemukan di Desa Kemasan, tepatnya di Dukuh Tegalsono. Tidak hanya merasakan cita rasanya, tetapi juga dapat melihat sekaligus turut serta dalam mengolah jamu.

Akses Menuju Desa Kemasan

Jalan menuju Desa  Kemasan mudah diakses. Melalui jalan raya Solo-Jogja, tepatnya di Persimpangan Sanggung dapat berbelok ke arah barat–belok kiri jika dari arah Yogyakarta atau belok kanan jika dari arah Surakarta. Jaraknya hanya 3 km dari persimpangan yang berada di perbatasan tiga wilayah-Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Klaten. Selepasnya akan ada petunjuk arah  yang sengaja dipasang oleh Disporapar Kabupaten Boyolali untuk memudahkan pengunjung di berbagai titik hingga menuju Desa Kemasan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Dewa Emas, Transformasi Menuju Desa Wisata Terpadu appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/dewa-emas-transformasi-menuju-desa-wisata-terpadu/feed/ 0 33908
Bermalam di Kawasan Wisata Mandeh https://telusuri.id/bermalam-di-kawasan-wisata-mandeh/ https://telusuri.id/bermalam-di-kawasan-wisata-mandeh/#respond Thu, 24 Mar 2022 01:47:00 +0000 https://telusuri.id/?p=33067 Jam sudah menunjukan pukul 19.00, sebentar lagi waktu shalat Isya tiba, saya dan keluarga  masih saja berada di jalan perbukitan bibir pantai. Sinyal telekomunikasi yang hilang timbul sedikit menghambat langkah untuk menemukan penginapan. Azzahra yang...

The post Bermalam di Kawasan Wisata Mandeh appeared first on TelusuRI.

]]>
Jam sudah menunjukan pukul 19.00, sebentar lagi waktu shalat Isya tiba, saya dan keluarga  masih saja berada di jalan perbukitan bibir pantai. Sinyal telekomunikasi yang hilang timbul sedikit menghambat langkah untuk menemukan penginapan. Azzahra yang sudah mulai merengek pertanda lelah. Jelas saja, saya berangkat dari rumah pukul delapan pagi. Mulanya saya ingin menginap di Kota Painan, sekitar 40 menit lagi dari titik berada saat ini. Google Maps yang akan mengantarkan ke Kota Painan pun harus bertarung untuk mendapatkan koneksi. Seisi mobil, mama, papa, adik, Azzahra, Aydas, dan saya sudah sangat lelah. Mau tak mau saya harus memutuskan untuk bermalam di pinggir pantai Kawasan Mandeh ini.

“Halo, iyaa Pak?” Suara dibalik telepon menjawab panggilan Aydas. Sebuah cottage yang sudah sempat dua kali dihubungi untuk menawar harga. Mereka menawarkan harga yang cukup tinggi, sedangkan hari sudah malam dan saya hanya punya waktu sedikit untuk menikmati tempat ini. Sebetulnya jika menginap di suatu penginapan, akan masuk jam berapapun harganya pasti sama, namun saya merasa untuk rate harga di Sumatera Barat penginapan ini terlalu mahal. Akhirnya, Aydas dan suara di balik telepon itu deal dengan harga yang dikurangi sedikit saja. Tak mengapa yang penting saya dan keluarga bisa melepas lelah serta mengisi perut yang juga sudah mulai kelaparan. 

Sembari menyiapkan makanan, penjaga cottage yang menyebut namanya Nia bercerita bahwa Flads Beach Cottage ini mulanya bangunan milik pribadi. Cottage hanya berpenghuni ketika pemiliknya pulang ke Sumatera Barat saja. Namun, pemilik cottage yang berada di salah satu pantai  di Desa Sungai Nyalo ini kemudian menyewakannya melalui aplikasi WhatsApp dan telepon.

Cottage tempat menginap/Atika Amalia

Bangunan semi permanen dua lantai ini berdiri kokoh menghadap ke laut, menatap pemandangan indah laut teduh setiap hari seakan semua beban masalah lenyap. Pengunjung pun ditempatkan di lantai dua sementara penjaga cottage tinggal di lantai bawah. Tersedia dua kamar dengan masing-masing tiga kasur lengkap dengan AC di dalam kamar, satu ruang TV, satu dapur lengkap dengan alat dapurnya, dan satu kamar mandi yang memiliki pemanas air. Pada depan cottage terdapat selasar letter L yang menghadap ke arah laut dilengkapi dengan bangku santai. Jika dibandingkan dengan menginap di hotel, memilih cottage dengan dua kamar seperti ini adalah pilihan yang tepat saat bepergian bersama keluarga besar. 

Belum banyak orang mengetahui tentang wisata Mandeh yang berlokasi di Kecamatan Koto IX Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Setelah Presiden Jokowi berkunjung ke sini, Mandeh semakin terkenal. Potensi pariwisatanya disejajarkan dengan wisata bahari seperti Bali dan Raja Ampat. 

View dari cottage ke laut/Atika amalia

Kawasan Wisata Mandeh (KWM)  memiliki luas sekitar 18.000 hektare, terdiri dari tiga nagari dan tujuh desa  perpaduan perbukitan dengan keindahan teluk yang dihiasi dengan gugusan pulau-pulau kecil pada bagian tengah Teluk Carocok Tarusan. Selain pantai, KWM punya wisata pulau, hutan mangrove, dan air terjun untuk ditelusuri. Jauh sebelum Kawasan Wisata Mandeh dikenal, mulanya masyarakat menggunakan akses laut untuk mencapai desa, namun kini sudah terdapat jalur darat beraspal yang memudahkan wisatawan untuk berkunjung. Berbagai sarana dan prasarana penunjang juga mudah ditemukan. 

Pagi pun tiba, penat mulai hilang. Saya dan keluarga duduk di selasar sambil menikmati pemandangan. Tentu pemandangan ini tak pernah saya jumpai di keseharian. Saya yang seorang perantau melewatkan pagi dengan kemacetan ibukota, sedangkan mama yang selama ini tinggal di Payakumbuh menikmati pagi di kota yang tenang. Namun, pagi ini kami menatap langit dan laut yang sama, menghirup udara segar tepi pantai. 

Pemandangan yang jarang saya lihat/Atika Amalia

Nia yang menyajikan sarapan pagi itu bercerita tentang Kawasan Wisata Mandeh. Ia bilang,  banyak sekali tempat wisata yang sangat mungkin untuk dikunjungi. Beberapa diantaranya yakni  Puncak Jokowi atau Puncak Paku berganti nama sejak kunjungan Presiden Joko Widodo ke sini. Ini berada di lajur jalan utama di Kawasan Taman Bahari Mandeh. 

Selain itu juga terdapat berbagai wisata pulau diantaranya Pulau Taraju, Pulau Setan atau sutan, Pulau Sironjong Besar, Pulau Sironjong Ketek, Pulau Marak, Pulau Kapo–kapo, dan satu pulau yang cukup terkenal bagi turis mancanegara yaitu Pulau Cubadak. Luasnya mencapai 40 hektare, memiliki ombak yang tenang, fasilitas resort bintang lima terdiri dari 15 bungalow dengan daya tampung sekitar 35 orang. Aktivitas lain yang bisa dilakukan di pulau yakni snorkling, diving, dan berkeliling pulau menggunakan perahu. 

Dari cerita Nia, kami bisa berkunjung ke Pantai Sungai Nyalo, Puncak Paku atau Puncak Jokowi alih-alih menghabiskan waktu di cottage. Nia juga bercerita, jika hendak membeli ikan, ia hanya menghubungi nelayan via telepon, esok pagi setelah pulang melaut, kapal nelayan akan singgah di pinggir cottage untuk mengantarkan ikan-ikan segar. Sayang sekali, saya dan keluarga tidak mempunyai banyak persiapan untuk menginap jadi kami tidak bisa untuk bakar-bakar ikan. 

Usai sarapan, saya mengajak keluarga untuk turun ke pantai bermain air sembari melihat hewan-hewan laut yang berada disekitar. Matahari semakin tinggi, menjadi pengingat untuk saya bahwa harus segera berkemas dan melakukan perjalanan selanjutkan. Siang itu, saya dan keluarga kembali bertolak ke Kota Padang. Semoga suatu saat nanti bisa kembali berkunjung untuk menikmati sajian wisata lainnya yang ada di Kawasan Wisata Mandeh.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Bermalam di Kawasan Wisata Mandeh appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bermalam-di-kawasan-wisata-mandeh/feed/ 0 33067
Menyusuri Alam dan Budaya Desa Wisata Tinalah https://telusuri.id/menyusuri-alam-dan-budaya-desa-wisata-tinalah/ https://telusuri.id/menyusuri-alam-dan-budaya-desa-wisata-tinalah/#respond Wed, 22 Dec 2021 07:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=31767 Dewasa ini, desa wisata semakin menjamur di Indonesia. Satu per satu masyarakat mulai mengelola potensi desa. Banyak ragam yang ditonjolkan oleh desa wisata sebagai jenama mereka; ada yang promosikan pesona alamnya, ada yang dengan hasil...

The post Menyusuri Alam dan Budaya Desa Wisata Tinalah appeared first on TelusuRI.

]]>
Dewasa ini, desa wisata semakin menjamur di Indonesia. Satu per satu masyarakat mulai mengelola potensi desa. Banyak ragam yang ditonjolkan oleh desa wisata sebagai jenama mereka; ada yang promosikan pesona alamnya, ada yang dengan hasil kerajinannya, ada yang dengan keunikan budayanya. Desa wisata di Jawa, khususnya Yogyakarta seakan tidak pernah kehabisan pesona untuk unjuk gigi. Salah satunya adalah Desa Wisata Tinalah.

Alam yang hijau dan udara dingin khas pegunungan, dikelilingi Pegunungan Menoreh dan Sungai Tinalah, desa ini berada di Kabupaten Kulon Progo, Kecamatan Samigaluh, Desa Purwoharjo. Desa ini secara resmi menjadi desa wisata pada 2013 dengan memakai jenama Dewi (Desa Wisata) Tinalah. Berdasarkan situs resmi Desa Tinalah, nama tersebut diberikan untuk menggambarkan sosok sahabat yang memberikan kenyaman dan ketenangan, yang akhirnya juga menjadi motto desa yakni pesona alam dan budaya.

Dewi Tinalah
Kawasan Dewi Tinalah/Galuh Fahmi

Secara resmi, desa ini menyediakan paket wisata yang bisa pengunjung pilih, sesuai dengan maksud dan keinginan pengunjung. Kalau mau santai-santai sambil menikmati semliwir angin dari Menoreh kamu bisa memesan Paket Camping Jogja. Kalau mau ada aktivitas fisik dan sedikit menantang kamu bisa memilih Paket Outbound Jogja. Kalau untuk ramai-ramai sambil berdiskusi dan makrab organisasi bisa dicoba Paket Makrab Jogja.

Salah satu wisata alam yang terkenal di Tinalah adalah Goa Sriti. Goa Sriti memang tidak seterkenal Goa Pindul, yang sudah lebih dahulu dikenal masyarakat banyak namun goa ini memiliki sejarah yang panjang. Konon saat Perang Diponegoro, goa ini digunakan sebagai tempat persembunyian pasukan Diponegoro, sekaligus tempat pelantikan Diponegoro sebagai sultan dengan nama Sultan Abdul Hamid. Goa Sriti punya ruang cukup luas untuk dimasuki beberapa orang, namun sedikit pengap dan gelap.

Untuk penyuka wisata sejarah, wisatawan bisa berkunjung ke salah satu tempat bersejarah yang ada di Desa Tinalah, yakni Rumah Sandi. Rumah Sandi merupakan salah satu saksi bisu perjuangan Indonesia pada masa Agresi Militer Belanda ke-2 yang berperan dalam menyebarkan informasi perjuangan kepada luar negeri. Meskipun sempat mengalami kerusakan, rumah ini telah dipugar dan difungsikan sebagai museum untuk mengenang perjuangan bangsa. 

  • Dewi Tinalah
  • Dewi Tinalah
  • Dewi Tinalah

Matahari pagi memang terlihat menyenangkan untuk dilihat, apalagi dari daerah ketinggian. Gardu pandang di Desa Tinalah yakni Puncak Kleco. Puncak Kleco merupakan salah satu tempat favorit di Desa Tinalah untuk melihat matahari terbit. Kita bisa melihat pemandangan Wates, Jogja, dan Pegunungan Menoreh dari atas sini yang kadang masih diselimuti kabut tipis.

“Sebelum menjadi desa wisata, masyarakat kebanyakan menjadi petani, peternakan, pengrajin mebel kayu , atau berjualan,” ungkap Galuh Fahmi, salah seorang pengelola Desa Tinalah. 

“Setelah menjadi desa wisata, banyak masyarakat terlibat sebagai pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif, seperti menjadi pemandu wisata, penyedia homestay, penyedia kuliner,” lanjutnya.

Menjadi desa wisata itu bukan hanya menjadikan desa sebagai tempat pertunjukkan, tetapi lebih dari itu dapat kita lihat perekonomian desa semakin maju, masyarakat menjadi tulang punggung pergerakan wisata desa. Desa menjadi lebih terbangun dengan label “desa wisata”, banyak pikiran yang menjadi terbuka akan pentingnya aktualisasi diri di tengah modernisasi. Maklum, kemajuan teknologi tidak bisa kita pungkiri turut andil menyebarkan dampak positif menjadi desa wisata.

Desa Tinalah, ungkap Fahmi, sudah menjadi ruang kolaborasi lintas generasi baik generasi muda maupun tua. Generasi muda yang energik diberikan ruang tampil, tantangan, serta tanggung jawab untuk keberlangsungan kegiatan desa wisata.  Para pemuda diberikan kesempatan untuk menjadi pemandu wisata, pemandu outbound, pelatihan desa wisata, dan pengembangan konten kreatif di berbagai media daring.

TelusuRI melihat Desa Tinalah keluar sebagai pemenang pada Anugerah Desa Wisata 2021 kategori desa digital. Program yang digagas Kemenparekraf ini berhasil memicu desa-desa untuk semakin kreatif menemukan ruang untuk melabeli diri mereka dengan label wisata. Dalam salah satu artikel di situs Kemenparekraf, ada empat tingkatan desa wisata yaitu: rintisan, berkembang, maju, dan mandiri. Desa Tinalah sendiri masuk pada kategori.

Galuh mengungkapkan apa yang ingin dicapai oleh desanya lima tahun kedepan. “Rencana pengembangan desa wisata lima tahun ke depan dengan semakin banyaknya partisipasi masyarakat di desa, akan disosialisasikan ke masyarakat dan melibatkan berbagai kelompok-kelompok masyarakat seperti seni budaya, PKK, Karang taruna dan UMKM.”

Kedepannya akan lebih banyak diadakan paket homestay yang ada di Desa Tinalah untuk memberikan kesempatan lebih kepada para masyarakat untuk bisa berpartisipasi lebih dalam kegiatan desa wisata. Perkembangan dan perencanaan ini patut kita syukuri, terlebih Indonesia berhasil melewati masa krisis akibat COVID-19 yang menghantam perekonomian negeri.

Desa Tinalah, berdasarkan penilaian dari Kemenparekraf merupakan desa wisata yang masih berkembang, yang artinya desa ini mempunyai potensi dan sudah mulai dikembangkan secara serius. Masih ada beberapa tahap yang harus dikembangkan guna mencapai desa wisata mandiri. Penambahan fasilitas, kegiatan, dan juga kelengkapan tentu akan menambah semarak wisata di desa ini, tetapi yang lebih penting adalah bisa tetap menjaga desa wisata yang berkelanjutan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu
!

The post Menyusuri Alam dan Budaya Desa Wisata Tinalah appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menyusuri-alam-dan-budaya-desa-wisata-tinalah/feed/ 0 31767
Desa Muncar dan Kopi Temanggung https://telusuri.id/desa-muncar-dan-kopi-temanggung/ https://telusuri.id/desa-muncar-dan-kopi-temanggung/#respond Sat, 27 Nov 2021 11:30:00 +0000 https://telusuri.id/?p=31449 Kopi adalah jantung Temanggung, sama halnya dengan tembakau, kedua tanaman ini menjadi legenda hidup Temanggung dan komoditas utama para petani Temanggung. Kopi Temanggung merupakan salah satu produk yang berhasil dikembangkan oleh Belanda pada abad ke-17....

The post Desa Muncar dan Kopi Temanggung appeared first on TelusuRI.

]]>
Kopi adalah jantung Temanggung, sama halnya dengan tembakau, kedua tanaman ini menjadi legenda hidup Temanggung dan komoditas utama para petani Temanggung. Kopi Temanggung merupakan salah satu produk yang berhasil dikembangkan oleh Belanda pada abad ke-17.

Dengan rata-rata ketinggian dataran berkisar 500 mdpl, Temanggung memang tempat yang cocok untuk mengembangkan tanaman-tanaman dataran tinggi seperti kopi, tembakau, teh maupun sayur-sayuran seperti kentang, wortel, dan lain sebagainya. Begitu pula Muncar, desa yang terletak di ujung Kabupaten Temanggung ini juga menahbiskan diri sebagai produsen kopi terbaik di Temanggung.

Sofiyudin menjemur kopi di para-para/TelusuRI

Desa Muncar dengan luas wilayah 984 ha, membawahi 9 dusun yang terbagi lagi menjadi 9 RW dan 40 RT, dengan kondisi geografis berupa perbukitan. Desa Muncar bukanlah desa yang baru berdiri kemarin sore, konon desa ini sudah berdiri sejak zaman Mataram Kuno. Awal berdirinya desa ini adalah akibat pertikaian Ki Ageng Ari Anak dan Ki Ageng Kari Nongko, yang berperang menggunakan pasukan elang Jawa dan tikus. Salah satu makam tertua yang ada di desa ini terdapat di Dusun Muncar Lor. Temanggung memang pernah menjadi pusat peradaban Mataram Kuno, maka tak heran kalau umur desa ini sudah mencapai ratusan tahun.

Sofi Ahmad, salah satu penggerak Desa Muncar menceritakan kepada TelusuRI bagaimana perjuangan dia dan tim dalam membangun Temanggung, khususnya Desa Muncar. Sebagai penduduk asli Temanggung, Sofi berkeinginan untuk mensejahterakan daerahnya. “Salah satu program unggulan desa yang kita kembangkan adalah kopi, pariwisata, ekonomi kreatif, dan perikanan,” jelasnya. 

Meskipun sudah terkenal sebagai produsen kopi semenjak dahulu, namun kopi Temanggung belum bisa bersaing secara nasional. Perlahan-lahan Sofi dan timnya mulai meningkatkan kualitas SDM Temanggung, khususnya Desa Muncar. Varian utama kopi produksi Desa Muncar adalah robusta. Selain itu, ada pula arabika Muncar adalah kopi single origin premium yang diproduksi hanya sekitar 3 ton per tahun. Sedangkan robusta masih menjadi andalan Muncar untuk produksi fine coffee.

Sebuah usaha merawat kopi ini sama dengan merawat manusia; perlu ketelatenan dan pemenuhan unsur-unsur yang baik agar menghasilkan kopi dengan cita rasa yang baik juga. Proses produksi kopi dimulai ketika pemberian pupuk dan penyiraman yang baik, diusahakan menggunakan pupuk organik yang tidak mencemari tanah, karena Temanggung sendiri tanahnya sudah banyak tercemar oleh pupuk kimia-perlakuan ini yang coba diterapkan para petani di Muncar.

Tanaman kopi yang sudah berbuah, dipetik ketika warna merah agar buah kopi berada pada kondisi terbaik dengan aroma dan cita rasa telah terpadu sehingga hasil akhirnya, kopi yang dihasilkan bermutu tinggi. Kopi dipetik searah jarum jam agar tidak menghasilkan getah berlebih. Setelah kopi dipetik dan dikumpulkan, buah kemudian disortir untuk memilah buah yang berkualitas bagus dan buah yang cacat. Kemudian dimulailah proses pengelupasan pericarp (kulit dan daging buah) dan seed (biji). Pengelupasan bisa menggunakan dua metode: pertama metode basah yang mana buah kopi direndam dengan air kurang lebih 12 jam, kemudian dikupas untuk menghilangkan kulit dan daging buah. 

Sedangkan metode kering, buah hanya dijemur tanpa dibasahkan terlebih dahulu. Untuk menjaga standar, buah kopi tidak dijemur di jalanan, melainkan di suatu tempat bernama drying room dengan berbagai lot untuk memisahkan aneka buah kopi berdasarkan waktu petiknya. Waktu panen yang biasa terjadi pada bulan Juli-Agustus, green bean  baru akan tersedia pada desember. Pembuatan kopi membutuhkan waktu yang panjang, semakin lama masa endap, maka after taste kopi akan semakin muncul.

Green bean yang sudah siap kemudian memasuki tahap roasting yang pertama yaitu  membuang kadar air yang masih ada di green bean. Mesin roasting yang disediakan oleh Astra dalam sebuah mini pabrik yang dikelola bersama. Fase roasting disesuaikan dengan kebutuhan, bisa menggunakan metode light roast, medium roast, dark roast. Kemudian resting  biji untuk mendapatkan hasil terbaik. Setelah melewati berbagai tahapan diatas, produk siap dikemas dan dipasarkan. Perlu diingat kekhasan kopi Temanggung adalah after tastenya yang berasa tembakau dengan sentuhan aren dan vanili. 

Kopi tidak hanya menjadi komoditas, tetapi juga sebagai atraksi wisata. Untuk mengangkat nilai kopi Desa Muncar, pada 2019 diselenggarakan event Festival Panen Raya Kopi Sang Intan Merah Bumi Phala dan lomba tarung seduh barista tingkat Jateng dan DIY yang berhasil menarik animo masyarakat luas untuk berkunjung ke Desa Muncar dan menikmati langsung keindahan alam Muncar. 

Agenda rutin lainnya yang diselenggarakan tiap tahun meliputi upacara desa seperti Suronan, Sadranan, Wiwit Kopi, dan Padi Dewi Sri. Acara-acara seperti ini diharapkan akan terus menyedot pengunjung untuk mengunjungi Desa Muncar. Tantangan terberat tentu saja adalah jarak yang jauh dari kota hingga sinyal yang buruk, tetapi semua itu tidak mengurangi usaha untuk memperkenalkan Desa Muncar lebih jauh.

Potensi wisata yang ada di Desa Muncar memang beragam. Alam, produk budaya, dan wisata buatan membentuk kawasan wisata yang tidak hanya indah, tapi juga memiliki nilai. Para penduduk dan fasilitator juga mulai mengelola berbagai sumber daya alam yang ada disekitar seperti Curug Lawe, Keindahan Curug Lawe dengan hutan tropisnya memang sudah terkenal sebelum desa ini menjadi desa wisata. Begitu pula dengan Lembah Blawong, tempat yang tepat untuk menikmati matahari pagi sembari memandang gunung-gunung yang berjajar dengan rapi. 

kopi desa muncar
Curug Lawe di Desa Blawong/TelusuRI

Jembatan sawah, yang ikonik dari Desa Muncar, pada awalnya dibangun untuk menarik kalangan muda-mudi agar bersedia meluangkan waktunya mengunjungi Desa Muncar, sembari mengenalkan sekaligus mempromosikan produk utama Desa Muncar; kopi.  Jembatan ini didirikan di tengah sawah tanpa merubah fungsi sawah yang ada. Banyak anak muda yang menjadikannya spot untuk berfoto ria dan julukan yang orang-orang berikan kepada Muncar ketika mereka melihatnya secara langsung adalah “Balinya, Jawa Tengah”.

Desa Muncar juga memfasilitasi para pengunjung yang datang dengan menawarkan paket-paket wisata seperti sunrise camp Lembah Blawong, lunch picnic at Curug Lawe, atau sunset picnic at Jembatan Sawah. Ketersediaan paket ini didasari untuk melakukan pelayanan maksimal kepada para pengunjung Desa Muncar agar sekiranya puas hati dan berkesan. Potensi yang diberikan Tuhan kepada masyarakat Desa Muncar begitu besar, hendaknya dimanfaatkan sebaik mungkin dengan menjaga keberlangsungan wisata yang selaras dengan alam. Para pengelola berkomitmen untuk tidak menyajikan Desa Muncar sebagai wisata massal yang akan memperburuk lingkungan dan sulit untuk dikendalikan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

The post Desa Muncar dan Kopi Temanggung appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/desa-muncar-dan-kopi-temanggung/feed/ 0 31449
Ayam Gecok dan Sepenggal Cerita dari Cikakak https://telusuri.id/ayam-gecok-dan-sepenggal-cerita-dari-cikakak/ https://telusuri.id/ayam-gecok-dan-sepenggal-cerita-dari-cikakak/#respond Sun, 31 Oct 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=31193 Seorang laki-laki paruh baya mulai menghentakkan alu, diikuti oleh dua orang ibu-ibu. Alunan gejog lesung menyambut kehadiran kami sore itu di Desa Wisata Cikakak. Terdengar begitu harmonis. Saya kerap menemui pertunjukan gejog lesung ketika berkunjung...

The post Ayam Gecok dan Sepenggal Cerita dari Cikakak appeared first on TelusuRI.

]]>
Seorang laki-laki paruh baya mulai menghentakkan alu, diikuti oleh dua orang ibu-ibu. Alunan gejog lesung menyambut kehadiran kami sore itu di Desa Wisata Cikakak. Terdengar begitu harmonis. Saya kerap menemui pertunjukan gejog lesung ketika berkunjung ke desa-desa wisata, meski tak semua menyuguhkannya sebagai penyambutan pengunjung. Namun tentu saja, nada yang dihasilkan berbeda-beda antara satu desa dengan desa lainnya.

“Silahkan mencoba, Mbak!” ujar bapak paruh baya tersebut. Saya dan Hanif—rekan perjalanan kala itu—pun mengambil alih dua buah alu, memegangnya dengan erat, lalu mengikuti petunjuk dari beliau. Sore itu, suara jegog lesung kami memecah kesunyian Pendopo Pakoso, tempat yang menjadi pusat seni dan budaya desa ini.

Usai mengeluarkan cukup banyak tenaga untuk menghentakkan alu, kami berbincang sejenak mengenai Desa Wisata Cikakak yang baru kali pertama kami kunjungi ini sembari berjalan kaki menuju Azacraft—pusat souvenir dan oleh-oleh Desa Wisata Cikakak. Di sana, Pak Bahrudin dan pemilik ruang menyuguhkan hidangan utama yang sejak dari Purwokerto memenuhi isi pikiran.

Sejujurnya, dua hal yang membuat saya tertarik datang mendadak ke sini yakni karena ayam gecok—yang kata Pak Bahrudin sangat enak—dan juga karena penasaran dengan sentra ciu Cikakak—yang belakangan lebih dikenalkan sebagai “tirta brahma”. Saya ceritakan nanti kenapa nama baru ini muncul.

Baru-baru ini saya memang punya ketertarikan akan proses pembuatan minuman alkohol, ciu salah satunya. Saya bahkan sempat mengunjungi Bekonang dengan membawa rasa penasaran bagaimana proses pengolahan ciu di sana. Namun sayangnya, saya tak berani mengetuk satupun rumah produksi ciu. Seorang teman berkata, “Kalau nggak ada kenalan di Bekonang, nggak usah ke sana. Nanti kenapa-napa.” Rasa takut kemudian menggelayuti meski rasa penasaran membuncah. Akhirnya, waktu itu saya keluar dari kawasan Bekonang tanpa membawa cerita. 

Saatnya mencicipi ayam gecok

Sambil menyendok sepiring nasi, Mas Andi yang adalah carik sekaligus penggiat wisata di Desa Wisata Cikakak mulai menceritakan kisah-kisah menarik. Dimulai dari proses pembuatan ayam gecok yang rasanya sangat cocok dengan lidah saya.

“Ayam gecok menjadi salah satu kuliner khas di sini, kerap disajikan pada pembukaan acara adat maupun hajat. Terbuat dari bahan utama ayam kampung yang ditumbuk dan dibakar, lalu disiram santan kelapa lengkap dengan bumbu yang dibakar juga,” jelasnya.

Menariknya, santan yang digunakan untuk membuat ayam gecok tidak dimasak bersama dengan ayam di atas panggangan api. Santan dibuat dari kelapa parut yang disiram air panas, tidak direbus lagi setelahnya, langsung dituangkan ke dalam ayam yang sudah dibumbui. Aromanya makin terasa sedap karena diolah dalam tembikar.

Desa Wisata Cikakak
Ayam gecok dan sayur pendampingnya/Mauren Fitri

Rasanya yang gurih menjadi lebih nikmat ketika memakannya bersama dengan oseng kuncar dan juga orek taoge muda. Kedua hidangan ini terasa pedas. Pas dengan kuah ayam gecok yang asin.

Tidak ada penolakan dari lidah saya yang baru kali pertama memakan oseng kuncar. Renyah karena dimasak tidak terlalu matang. Orek taogenya juga tampak familiar baik dari segi rasa maupun bentuk. Awalnya saya mengira ini adalah tempe kering, tetapi setelah dilihat lebih dekat, ternyata taoge muda yang dibalut kecap dan gula jawa. Bumbu warnanya merata. Kriuk-kriuk, renyah, rasanya pedas manis.

Selain ayam gecok, di sini kita juga bisa menyantap nasi penggel, makanan yang dibagikan setelah dilangsungkannya upacara adat. Nasi penggel dipercaya membawa berkah karena mendapatkan doa dari tokoh adat setempat. Sayangnya, saat itu kami tak mencicipinya.

Setelah perut terisi penuh, saya melihat ragam oleh-oleh. Deretan kepala kera menggantung di tembok, beberapa diletakkan pada rak kayu. Kera memang menjadi salah satu ikon desa ini. Jika di Desa Sangeh, Bali, ada Monkey Forest, di sini ada Taman Kera. Kera ekor panjang hidup berdampingan dengan masyarakat di area hutan sekitar pemukiman penduduk. “Di sini terdapat tradisi Rewanda Bojana (pemanggilan kera), tradisi masyarakat sekitar untuk memberi makan kera berupa gunungan hasil bumi. Acaranya diadakan setiap tahun, ” ujar Mas Andi. Selain kepala kera yang terbuat dari batok kelapa, ada pula kerajinan lain seperti besek bambu, piring bambu, dan juga bunga hias.

Perjalanan singkat dilanjutkan ke rumah sebelah yang menjadi Basecamp Kelompok Wanita Tani (KWT) untuk melihat pembibitan sayuran dan menengok dapur pembuatan wajik kethek, salah satu kuliner yang kerap dijadikan oleh-oleh.

Setelahnya, kami singgah ke Masjid Soko Tunggal yang menjadi destinasi wisata religi, melihat ramahnya kera-kera di sekitar masjid, mampir ke pesarehan Kyai Tholih yang merupakan leluhur Desa Cikakak dan pendiri Masjid Saka Tunggal, serta berkunjung ke Rumah Adat Juru Kunci (Juri Kunci Lebak, Juru Kunci Tengah, dan Juru Kunci Nduwur) yang berada dalam satu kawasan.

Kementerian dalam negeri Ditjen PMD menetapkan Desa Cikakak yang terletak di Kabupaten Banyumas menjadi desa adat dalam program Pilot Project Pelestarian Adat Istiadat dan Budaya Nusantara tahun 2011. Oleh karenanya wajar saja jika kita bisa menelusuri banyak hal di sini. Mulai dari alam, adat, budaya, hingga kuliner.

Terus, jadi ke dapur “tirta brahma” nggak?

Jadi dong! Tapi akan saya ceritakan pada lain kesempatan, ya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

The post Ayam Gecok dan Sepenggal Cerita dari Cikakak appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/ayam-gecok-dan-sepenggal-cerita-dari-cikakak/feed/ 0 31193
Cerita di Balik Desa Wisata Sumberbulu, Karanganyar https://telusuri.id/cerita-di-balik-desa-wisata-sumberbulu-karanganyar/ https://telusuri.id/cerita-di-balik-desa-wisata-sumberbulu-karanganyar/#respond Thu, 14 Oct 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30977 Namanya Sumberbulu, sebuah dusun yang berada di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Desa Pendem Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar. Hawa Sumberbulu adem, serasa di antara dua dunia, tak terlalu dingin dan tak terlalu panas. Konon nama...

The post Cerita di Balik Desa Wisata Sumberbulu, Karanganyar appeared first on TelusuRI.

]]>
Namanya Sumberbulu, sebuah dusun yang berada di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Desa Pendem Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar. Hawa Sumberbulu adem, serasa di antara dua dunia, tak terlalu dingin dan tak terlalu panas. Konon nama Sumberbulu dinamakan sesuai dengan salah satu sumber air di desa ini, yang mengalir dibawah pohon bulu. Sumber air inilah yang menghidupi masyarakat dan akhirnya menjadi sebuah desa dengan nama Sumberbulu.  Sumberbulu yang awalnya hanya desa biasa, mulai berdikari sebagai desa wisata di bawah kerjasama para pemuda.

Titin Riyadiningsih begitu bersemangat menceritakan sedikit kisah dari Sumberbulu kepada saya. Titin, sapaan akrabnya adalah seorang manajer Desa Wisata Sumberbulu. Perintisan desa ini sebagai desa wisata diawali pada 2017. Karang taruna dan para pemuda desalah yang memulai kegiatan berwisata pada desa ini. Para pemuda berdiskusi dengan para mahasiswa yang sempat KKN di desa ini, membicarakan bagaimana cikal bakal desa ini berdiri menjadi desa wisata. Teman-teman Titin semasa kuliah juga turut menyumbangkan pikiran dan menggali potensi dan identifikasi dari Desa Sumberbulu. Semangat para pemuda ini demi membangun desanya patut diacungi jempol. Dua tahun berjalan, secara resmi, desa ini dikukuhkan pada 2019 oleh perangkat desa.

Titin, yang berlatar belakang mahasiswa kesehatan gizi, menyukai kegiatan organisasi sebagai sarana pengembangan diri. Awal mula ketertarikannya dalam pengembangan desa sewaktu mengikuti temannya penelitian di salah satu desa wisata di Yogyakarta. Diskusi dan bertukar pikiran dengan temannya yang jurusan sosiologi, mulai membuka matanya pada dunia pariwisata, utamanya pensejahteraan masyarakat. Desa Pentingsari, dimana temannya melakukan penelitian, adalah desa yang menjadi inspirasinya, karena menurutnya keadaan yang hampir sama dengan desanya sendiri. “Tempat kita hampir benar-benar sama dengan Pentingsari, dari masyarakatnya, gotong royongnya ada, SDM dan lain lain juga sama, kenapa di tempat saya sendiri belum bisa dikembangkan,” ungkapnya. 

Diskusi lainnya, antara lain dengan pihak Pariwisata UGM yakni Pak Desta, bersama teman-teman lainnya, meyakinkan mereka untuk terus belajar mengembangkan desanya. “Karena saya kuliah di Yogya, sering ke berbagai desa wisata, di Yogya aja bisa, kenapa di tempat saya tidak bisa,” katanya. Itulah yang memotivasinya untuk mengembangkan desanya sebagai desa wisata.

Desa Sumberbulu menitik beratkan pada community based tourism, upaya ini dimaksudkan untuk membawa pola pikir yang segar pada masyarakat desa dan juga pengunjung. Pengunjung yang berasal dari berbagai macam tempat, dengan terciptanya wisata yang dekat antar masyarakat dan pengunjung akan dapat saling belajar bagaimana memahami keberagamaan dan memaknai kebersamaan. Desa Sumberbulu menawarkan ragam wisata seperti kegiatan pertanian organik, bio gas, peternakan, outbound, kerajinan, dan kesenian. Saat pagebluk merebak, mereka mengembangkan jamu-jamu tradisional yang diproduksi oleh mereka sendiri. Inisiatif masyarakat inilah yang membuat desa ini terus bertahan.

Selain itu, bentang alamnya terdapat 6 sendang yang mengalir jernih sebagai sumber air desa. Tak jauh dari desa, terdapat gua yang saat ini belum bisa difungsikan sebagai atraksi wisata. Analisis dari Jejaring Desa Wisata (Jadesta) oleh Kemenparekraf menempatkan Sumberbulu dalam kategori maju dengan nilai 38,85. Baru-baru ini Sumberbulu juga masuk dalam 50 besar desa wisata dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) yang diselenggarakan oleh Kemenparekraf untuk mengapresiasi para pelaku pariwisata khususnya di bidang desa wisata.

Kesulitan tentunya banyak ditemui dalam memulai sesuatu yang baru, begitupun yang dialami oleh Titin. Sumber daya manusia yang tidak merata adalah titik terberat yang harus dirubah. Titin mengungkapkan latar belakang masyarakat desa yang bermacam-macam membuatnya harus berpikir keras dan meyakinkan mereka; ide desa wisata itu adalah perubahan yang bermanfaat.

Lambat laun, pola pikir masyarakat yang tadi sempat menolak, pelan-pelan mulai menerima pariwisata sebagai bagian dari kegiatan mereka. ”Kita sampai pada detik ini karena pengelola desa wisata, dan kekompakan masyarakat dengan kita (pengurus) alhamdulillah sudah mengikuti kita,” paparnya.

Saya salut dengan keinginan para pemuda desa yang pulang kembali ke desa dan membangun bersama. Pemuda-pemuda desa yang merantau, ketika mereka mau kembali ke desa, mereka akan dibekali pelatihan untuk menjadi operator tur. Karang taruna berperan sentral dalam menjembatani berbagai kegiatan anak-anak desa seperti latihan menari dan pemilihan putra-putri Sumberbulu. Kegiatan diskusi antar pemuda desa juga tak kalah menarik, sembari terus berbenah mengenai rencana desa. Titin menegaskan pentingnya keberlanjutan desa wisata pada generasi muda karena merekalah yang akhirnya mewarisi semua kegiatan yang ada di Desa Sumberbulu. Bahkan yang di perantauan tetap bisa memberi kontribusi kepada desa mereka secara daring.

Pagebluk memang memberi dampak terhadap industri pariwisata, tak terkecuali Sumberbulu. Para pengelola Desa Sumberbulu malah menggiatkan diri belajar dari berbagai platform yang diadakan oleh dinas terkait. Inovasi dan buah pikiran selama masa pagebluk tentu saja tidak terhenti, akhirnya lahirlah Kafe Toya Wening yang kesemuanya memanfaatkan para pemuda desa. Jamu-jamu yang sempat disinggung sebelumnya, adalah produk dari pagebluk yang diproduksi oleh ibu-ibu desa. “Respon pasar bagus, jumlah ibu-ibu yang mengikuti program pengolahan jamu juga bertambah, jamu yang dihasilkan selain seduh juga ada jamu celup seperti teh celup.”

5 tahun sudah desa wisata ini berjalan, seiring dengan sumber daya manusia yang semakin maju, pagebluk sudah dihadapi dengan sigap, Desa Sumberbulu sekarang sedang bersiap menghadapi tantangan berikutnya; menyambut antusiasme pariwisata pasca pagebluk. Antusiasme dari masyarakat Indonesia nampak memuncak, meski PPKM masih diterapkan di berbagai daerah di Indonesia, beberapa tempat sudah mulai dipadati dan beberapa tempat sudah membuka pintu untuk wisatawan. 

Harapan adalah harapan, Titin juga berharap kedepannya, sumber daya manusia selalu menjadi perhatian lebih dari pemerintah lebih dari sekedar pengucuran dana. Titin menilai nyawa desa wisata itu berada pada sumber daya manusia yang berdikari dan terlatih. Pelatihan dan pendampingan terus menerus sangat diperlukan untuk kelangsungan pariwisata di desa, apalagi Indonesia ingin membangun negeri dimulai dari desa. Ekonomi yang baik berasal dari sumber daya manusia yang baik juga, bukan?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

The post Cerita di Balik Desa Wisata Sumberbulu, Karanganyar appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/cerita-di-balik-desa-wisata-sumberbulu-karanganyar/feed/ 0 30977
Desa Wisata Ngargoretno, Wisata Alam dengan Kearifan Lokal https://telusuri.id/desa-wisata-ngargoretno-wisata-alam-dengan-kearifan-lokal/ https://telusuri.id/desa-wisata-ngargoretno-wisata-alam-dengan-kearifan-lokal/#respond Thu, 26 Aug 2021 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30212 Membahas Magelang berarti membicarakan keindahan alamnya, yang terpaku bersama gunung-gunung di sekitarnya. Andong, Menoreh, Merapi, Merbabu, Telomoyo, dan gunung lainnya ikut menghiasi Kabupaten yang berdekatan dengan Yogyakarta ini. Berdasarkan website pemerintah kabupaten Magelang, kata Magelang...

The post Desa Wisata Ngargoretno, Wisata Alam dengan Kearifan Lokal appeared first on TelusuRI.

]]>
Membahas Magelang berarti membicarakan keindahan alamnya, yang terpaku bersama gunung-gunung di sekitarnya. Andong, Menoreh, Merapi, Merbabu, Telomoyo, dan gunung lainnya ikut menghiasi Kabupaten yang berdekatan dengan Yogyakarta ini. Berdasarkan website pemerintah kabupaten Magelang, kata Magelang berasal dari Glangglang pada prasasti POH dan Mantyasih yang ada pada masa pemerintahan Dyah Balitung. Menurut legenda dulu wilayah Magelang merupakan daerah hutan (alas) Kedu yang dibuka oleh Panembahan Senopati untuk memperluas wilayah perkampungan. Niat sang panembahan memperoleh tantangan dari raja jin yang tidak ingin wilayahnya diganggu. Singkat cerita, sang panembahan berhasil mengalahkan raja jin dengan siasat atepung temugelang yang dalam perjalanannya menjadi Magelang.

Meskipun banyak teori asal usul kata Magelang, semuanya sepakat bahwa Magelang adalah daerah dengan pemandangan yang indah. Kamu pasti tahu dong Candi Borobudur—candi budha terbesar di dunia, atau Punthuk Setumbu yang berlatar Candi Borobudur dikelilingi hutan, atau kamu juga pasti tahu Dusun Butuh Kaliangkrik yang viral karena mirip dengan desa di Himalaya. Selain destinasi populer seperti contoh di atas, Magelang juga punya desa wisata yang masih asri dan enak untuk dikunjungi, yakni Desa Wisata Ngargoretno.

Desa Ngargoretno terletak di Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Terdiri dari 6 dusun antara lain; Selorejo, Wonokerto, Wonosuko, Tegalombo, Karangsari, Sumbersari. Dari kejauhan nampak barisan Pegunungan Menoreh yang hijau, terpaut 7 km dari Borobudur yang populer sebagai destinasi utama di Magelang.

Desa ini menobatkan diri sebagai desa wisata pada 2016 dengan konsep community based tourism yang memberdayakan masyarakat sebagai tulang punggung utama pemain wisata. Dalam pengelolaan hasil alamnya, Ngargoretno menerapkan tiga konsep; sehat tani, sehat masyarakat, dan sehat produk. Pengelolaan berdasarkan masyarakat ini didasari akan keharusan sebuah komunitas mampu memenuhi ekonomi mereka tanpa bergantung kepada pihak lain.

Seperti kebanyak desa wisata lainnya, Ngargoretno menawarkan nilai edukasi untuk para pengunjungnya, disamping pemandangan alamnya yang memang menjual. Ada pelbagai produk wisata edukasi yang bisa pengunjung nikmati semisal edukasi pertanian, peternakan kambing etawa, peternakan lebah madu, pengolahan kopi marmer merah, pembibitan teh, serta pengolahan gula aren. Dengan memahami alur pertanian, diharapkan bisa memicu pengunjung untuk belajar lebih lanjut mengenai pertanian dan mempraktekannya.

Deswita Ngargoretno
Deswita Ngargoretno via Instagram/deswita_ngargoretno

Kambing etawa dikenal sebagai penghasil susu kambing terbaik. Di desa ini, olahan susu kambing etawa menjadi sajian yang harus dinikmati setiap pengunjung. Pengunjung bahkan bisa diajarkan cara memerah susu kambing dengan benar. Susu kambing memang terasa lebih cair daripada susu sapi yang lebih kental, tetapi fakta nutrisi membuktikan bahwa kandungan kalsium dan magnesiumnya lebih tinggi. Susu kambing juga cocok untuk orang yang lagi diet. 

Budaya, sudah tentu menjadi komoditas desa wisata yang dipertunjukkan, apalagi di Jawa Tengah yang terkenal dengan adat kerato yang kental. Ngargoretno menawarkan berbagai atraksi budaya semacam Kuda Lumping, Bangilun, Gamelan, Dolanan Bocah, Kerajinan Bambu Wulung, Batik Ngargoretno, dan Budi Pekerti Jawa. 

Desa Ngargoretno juga menampilkan atraksi kesenian Bangilun yang dipentaskan dengan syair sholawat yang diiringi rebana, serta pemain yang mengenakan kemeja putih dan celana hitam, serta aksesoris lainnya. Kesenian ini merupakan kesenian Islam-Jawa yang merupakan jalan dakwah para penyiar Islam di kalangan masyarakat Jawa Tengah. Moral kehidupan juga menjadi pesan yang disampaikan oleh kesenian ini.

Ada pula Batik Ngargoretno yang terkenal dengan sebutan Batik Kere Blirik Gendis.  Dinamakan kere karena dulu sang kreator, Widiharto, memproduksi batik ini dengan biaya yang terbatas. Mencanting pada kain batik kere dilakukan dengan cara zig-zag, berbeda dengan cara mencanting pada batik biasa. Batik ini terdapat beberapa motif yang terinspirasi dari alam sekitar desa; ada Lereng Menoreh, daun bambu, bukit marmer merah, dan lainnya. Usaha batik ini dirintis oleh Widhi yang ingin membangun desanya lebih baik. 

Atraksi alam lain yang terkenal adalah wisata batu marmer. Museum Wisata Alam Marmer Menoreh, terkenal akan batu marmer merah yang hanya ada dua di dunia, Italia dan Desa Ngargoretno. Secara swadaya sejak 2016, warga beserta BUMDes mengelola lahan seluas 70 hektar kawasan batu marmer merah. Sebagian sudah ditambang terlebih dahulu dan 50 hektar sisanya dijadikan lahan wisata. Perusahaan sempat mengincar marmer merah untuk ditambang lebih lanjut, tetapi perlawanan warga desa akhirnya mencegah mereka merusak lebih lanjut.

Ada gua purba yang bisa mengantarkan petualangan kamu menjelajahi dalam pegunungan Menoreh. Pada ketinggian 630 mdpl, kamu bisa menjelajahi gua dengan kedalaman sekitar 20 meter dengan tinggi ruang berkisar 2 meter. Akses menuju gua juga sudah dipermudah para penduduk lokal dengan membuatkan anak tangga.

Atas kerjasama para penduduk, mereka telah berhasil membangkitkan Ngargoretno sebagai salah satu destinasi wisata di Magelang. Dengan kelola yang sepenuhnya ada pada mereka, kebebasan menentukan arah pariwisata harusnya lebih fleksibel. Kalau kamu suatu saat mengunjungi Magelang, jangan hanya singgah di Borobudur ya, mampir juga ke Desa Ngargoretno yang akan menyambutmu dengan ramah.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Desa Wisata Ngargoretno, Wisata Alam dengan Kearifan Lokal appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/desa-wisata-ngargoretno-wisata-alam-dengan-kearifan-lokal/feed/ 0 30212