EVENTS - TelusuRI https://telusuri.id/events/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Wed, 25 Jun 2025 15:07:29 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 EVENTS - TelusuRI https://telusuri.id/events/ 32 32 135956295 Skopos Vibes: Eksplorasi Visual dan Cahaya Para Seniman Belakang Panggung https://telusuri.id/skopos-vibes-eksplorasi-visual-dan-cahaya-para-seniman-belakang-panggung/ https://telusuri.id/skopos-vibes-eksplorasi-visual-dan-cahaya-para-seniman-belakang-panggung/#respond Mon, 16 Jun 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=47455 Jumat, 28 Februari 2025. Langit belum sepenuhnya gelap saat halaman Bentara Budaya Yogyakarta mulai dipenuhi cahaya yang menari. Dari kejauhan, cahaya-cahaya lembut mulai memantul ke layar putih, menyusun satu demi satu bentuk yang abstrak, hidup,...

The post Skopos Vibes: Eksplorasi Visual dan Cahaya Para Seniman Belakang Panggung appeared first on TelusuRI.

]]>
Jumat, 28 Februari 2025. Langit belum sepenuhnya gelap saat halaman Bentara Budaya Yogyakarta mulai dipenuhi cahaya yang menari. Dari kejauhan, cahaya-cahaya lembut mulai memantul ke layar putih, menyusun satu demi satu bentuk yang abstrak, hidup, dan berubah-ubah. Udara dipenuhi suasana yang nyaris sakral: sebuah percampuran antara ekspektasi, eksperimentasi, dan keheningan yang penuh perhatian.

Di sinilah Skopos Vibes digelar, suatu ajang eksplorasi seni visual berbasis layar yang diinisiasi oleh Skopos Lab—sebuah kolektif seni yang fokus pada eksplorasi visual dan cahaya. Dalam pertunjukan ini, cahaya bukan sekadar efek atau elemen pendukung seperti pentas pada umumnya, melainkan sebagai bahasa. Di tangan para seniman, cahaya menjelma menjadi suara yang bisa “berbicara”, mengungkap, bahkan menggugat. Ini bukan sekadar pertunjukan, melainkan sebuah pernyataan: bahwa para penata cahaya dan visual, yang selama ini tersembunyi di balik layar, pantas berdiri di garis depan sebagai seniman utuh.

Skopos Vibes: Eksplorasi Visual dan Cahaya Para Seniman Belakang Panggung
Pertunjukan oleh Cholsverde yang mengeksplorasi bayangan/Inggar Dwi Panjalu

Wayahe Cah Mburi Tampil

Dalam dunia seni pertunjukan, posisi penata cahaya dan visual sering kali dianggap sebagai pelengkap. Mereka tidak berada di pusat perhatian, padahal merekalah yang menciptakan atmosfer, mengarahkan nuansa, bahkan menjadi visualisasi dan perpanjangan emosi dari sebuah pertunjukan agar bisa dirasakan penonton.

Skopos Vibes mencoba membalik cara pandang itu. Acara ini memberikan ruang yang penuh bagi kerja-kerja visual untuk tampil sebagai pengalaman utama, bukan sekadar penunjang. Wayahe cah mburi tampil—waktunya orang-orang di belakang panggung unjuk diri.

Acara ini menghadirkan nama-nama seniman muda, yakni Jansen Goldy, Shapek, Kanosena, Mailani Sumelang, Cholsverde, Kelompok Dibalik Tonil, Deva x Cici, dan Neat Project. Masing-masing menampilkan eksplorasi yang unik: dari visual coding yang mengubah baris-baris program menjadi pola-pola dinamis, menggerakkan benda, menumpahkan cairan, mengatur proyektor, menciptakan bayangan—semuanya dilakukan secara langsung, tanpa rekayasa pascaproduksi.

Beberapa seniman juga menjadikan tubuh mereka sebagai objek eksplorasi. Para seniman ini memadukan teknologi lama dan baru. Di satu sisi, mereka menggunakan proyektor OHP—alat visual klasik dari masa lalu—untuk menciptakan tekstur, distorsi, dan bayangan yang hidup. Di sisi lain, mereka memanfaatkan proyektor digital, visual coding, dan live mapping yang canggih. Pertemuan keduanya menciptakan estetika yang segar dan tak terduga—sebuah jembatan antara nostalgia dan inovasi.

Jansen dan Shapek, misalnya. Mereka menggunakan visual coding dua dimensi yang kemudian diproyeksikan menggunakan proyektor digital, sedangkan Mailani Sumelang menggunakan proyektor OHP  untuk mengeksplorasi bayangan yang lebih tajam dari berbagai objek: mika, plastik, tangan, bahkan cairan. Adapun di sisi yang lain, Deva Listianto dan Cici menggunakan tubuh mereka sebagai media.

Skopos Vibes: Eksplorasi Visual dan Cahaya Para Seniman Belakang Panggung
Pertunjukan oleh Mailani Sumelang yang memadukan menggunakan proyektor OHP yang dipadukan dengan seni rupa (gambar)/Inggar Dwi Panjalu

Alih-alih menyuguhkan tontonan pasif dan satu arah, Skopos Vibes menciptakan pengalaman multisensori yang mengajak penonton untuk mengalami pertunjukan secara langsung. Penonton dan penampil berpadu dalam sebuah ruang yang tak lagi kaku. Ini bukan pertunjukan satu arah; ini adalah dialog antara medium, antara seniman dan penonton, antara teknologi lama dan baru.

Beberapa karya terasa meditatif, dengan alur cahaya yang mengalir lambat. Yang lain memanfaatkan intensitas suara dan kilatan cahaya untuk membangun ketegangan. Semua ini dilakukan secara langsung—tanpa filter, tanpa edit. Menunjukkan bahwa kerja penata visual dan cahaya bukan sekadar pascaproduksi, melainkan performa langsung yang dilakukan dengan penuh presisi dan intuisi.

Bagi sebagian orang, ini bisa jadi membingungkan dan asing. Tapi justru dalam kebingungan itu, kita diajak untuk melihat ulang bagaimana sebuah pertunjukan bisa bekerja. Bahwa tidak semua harus naratif, tidak semua harus memiliki plot. Bahwa bunyi, cahaya, dan gerak bisa berdiri sendiri sebagai bentuk ekspresi, dan punya keajaiban panggungnya tersendiri. 

Skopos Vibes: Eksplorasi Visual dan Cahaya Para Seniman Belakang Panggung
Pertunjukan oleh Deva dan Cici yang mengekplorasi tubuh dan visual mapping/Inggar Dwi Panjalu

Makna Baru dari Skopos Vibes

Apa yang dilakukan Skopos Lab lewat acara ini bukan hal remeh. Ia mendobrak struktur dan hierarki dalam seni pertunjukan yang selama ini menganggap kerja teknis sebagai “di belakang”. Dalam sebuah pementasan konvensional, penata cahaya dan visual adalah nama-nama yang biasanya disebut di bagian akhir. Kalaupun disebut, mereka dianggap pelayan artistik, bukan pencipta artistik.

Acara ini menjadi ajang pembuktian bahwa kerja-kerja visual bukan hanya soal teknis. Ia menuntut kepekaan, intuisi, bahkan visi estetika yang kuat. Menata cahaya bukan hanya soal “menerangi” aktor, melainkan tentang menyusun ruang emosional. Membuat visual bukan hanya soal “memperindah” latar, melainkan juga tentang menciptakan pengalaman yang membekas. Skopos Vibes #1 menyuarakan sesuatu yang lebih dalam: sebuah tuntutan akan eksistensi. Pengakuan bahwa para penata visual dan cahaya adalah seniman. Bahwa kerja mereka tidak kalah kompleks dan kreatif dibanding sutradara atau aktor. Dan bahwa mereka juga berhak atas ruang untuk berbicara, berkarya.

Lebih dari sekadar pertunjukan, Skopos Vibes menjadi sebuah bentuk intervensi budaya. Ia menghadirkan kemungkinan baru tentang bagaimana kita memahami dan menghargai sebuah karya pertunjukan dari segala aspek. Ia menunjukkan bahwa di balik kilatan cahaya dan gerak visual, ada seniman yang selama ini bekerja dalam diam—dan diamnya mereka bukan berarti tanpa suara.

Seperti cahaya yang menyusup lewat celah-celah gelap, para seniman di Skopos Vibes menunjukkan bahwa seni bisa lahir dari ruang-ruang yang tidak terlihat. Mereka membuat kita kembali bertanya: siapa yang sebenarnya menciptakan pengalaman teatrikal yang emosional? Siapa yang menggerakkan imajinasi penonton?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Skopos Vibes: Eksplorasi Visual dan Cahaya Para Seniman Belakang Panggung appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/skopos-vibes-eksplorasi-visual-dan-cahaya-para-seniman-belakang-panggung/feed/ 0 47455
Siaran Pers: Verified Champions Indonesia dan IKLIM Serukan Aksi Iklim melalui Musik dan Cerita https://telusuri.id/siaran-pers-verified-champions-indonesia-dan-iklim-serukan-aksi-iklim-melalui-musik-dan-cerita/ https://telusuri.id/siaran-pers-verified-champions-indonesia-dan-iklim-serukan-aksi-iklim-melalui-musik-dan-cerita/#respond Fri, 30 May 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=47272 Sekelompok musisi, kreator konten, dan pelaku budaya berkumpul di Bali baru-baru ini. Sebuah langkah kolaboratif sebagai pesan penting untuk Indonesia, bahwa seni bisa menginspirasi masyarakat beraksi mengatasi krisis iklim yang kian melanda bumi. Sejak lama,...

The post Siaran Pers: Verified Champions Indonesia dan IKLIM Serukan Aksi Iklim melalui Musik dan Cerita appeared first on TelusuRI.

]]>
Sekelompok musisi, kreator konten, dan pelaku budaya berkumpul di Bali baru-baru ini. Sebuah langkah kolaboratif sebagai pesan penting untuk Indonesia, bahwa seni bisa menginspirasi masyarakat beraksi mengatasi krisis iklim yang kian melanda bumi.


Sejak lama, Bali dikenal sebagai salah satu daerah pelopor gerakan lingkungan untuk kepedulian iklim di Indonesia. Hal ini timbul salah satunya karena berangkat dari keresahan terhadap masifnya turisme massal (overtourism), yang kemudian berdampak dan membebani keberadaan alam maupun budaya. Selain inisiatif musisi dan seniman lokal, salah satu kebijakan pemerintah yang patut diapresiasi adalah terbitnya Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018. Peraturan yang berlaku sejak 1 Juli 2019 ini memuat larangan penggunaan plastik sekali pakai, seperti kantung plastik, sedotan, dan polistirena (styrofoam).

Namun, aksi iklim tidak cukup semata bicara soal sains dan kebijakan, tetapi juga pentingnya membangun cerita yang menggugah. Di Pulau Dewata, sekelompok musisi, kreator konten, dan budayawan membuktikan pesan iklim yang paling kuat kerap datang melalui alunan lagu dan lirik musik, pengalaman hidup, dan budaya sehari-hari. 

Di bulan Mei ini, jaringan Verified Champions1 di Indonesia berkolaborasi dengan IKLIM (Indonesia Climate Communications, Arts and Music Lab) untuk menggaungkan betapa musik dan storytelling bisa mempengaruhi pemahaman publik terhadap krisis iklim. Di ajang ini Robi Navicula dan para inisiator IKLIM berbagi pengalaman betapa gerakan budaya bisa meningkatkan kesadaran akan isu iklim dengan cara yang relevan secara emosional dan lokal.

“Seni dan musik itu masuk langsung ke hati. Ketika kita berbicara mengenai isu iklim dalam lirik dan pertunjukkan, itu bukan lagi edukasi—tetapi sudah jadi seruan untuk sadar dan beraksi,” ujar Gede Robi Supriyanto, vokalis dan gitaris Navicula yang juga aktivis lingkungan. Band beraliran musik grunge asal Bali tersebut dikenal karena kerap berkecimpung di dunia aktivisme sosial dan lingkungan.

“Kita tidak hanya menyanyikan lagi, kita membangun gerakan,” tambah pria yang akrab disapa Robi Navicula itu.

Para peserta Verified Champions mewawancarai Robi Naviculo di studio (kiri) dan foto bersama dengan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Klungkung Ni Made Sulistiawati/Dokumentasi Verified Champions Indonesia

Storytelling sebagai ruh gerakan sadar iklim

Alih-alih menggunakan bahasa-bahasa sains yang rumit, pendekatan dengan gaya bercerita atau storytelling justru lebih ampuh untuk membangun ikatan individu maupun kelompok sosial terhadap isu perubahan iklim. Menurut EcoAmerica, sebuah organisasi nonprofit yang berbasis di Washington dan San Fransisco, storytelling lebih memungkinkan fakta-fakta seputar iklim menjadi dekat dan relevan.2 Salah satunya melalui ekspresi seni, baik itu film, musik, atau pertunjukan kebudayaan lainnya.

Di sisi lain, cerita juga dianggap bisa menumbuhkan empati seseorang—bahkan masyarakat dalam skala luas—terhadap pentingnya kesadaran pada masalah global yang mendera bumi. Para pegiat seni selaku komunikator iklim bisa berbagi cerita, membangkitkan motivasi, hingga mendorong audiens mereka untuk ikut berperan mencari solusi dalam menghadapi perubahan iklim.

Begitu pun Verified for Climate dan IKLIM, yang mempunyai keyakinan serupa bahwa storytelling adalah kunci untuk menyambungkan masyarakat dengan fakta, dan menginspirasi aksi-aksi iklim. Lebih konkret, para Verified Champions menggunakan platform sosial media populer seperti TikTok untuk menceritakan isu iklim yang penuh harapan, bernuansa personal, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Sementara IKLIM menggunakan musik, seni, dan ritual budaya demi mendapatkan hubungan emosional yang kuat dengan alam.

“Kami percaya perubahan iklim tidak hanya isu lingkungan, tetapi juga isu budaya,” ujar Saraswati dari IKLIM, yang juga bekerja di Kopernik. “Tradisi, seni, dan nilai spiritual yang kita punya bisa memandu kita mengatasi krisis iklim. Tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara emosional dan kebersamaan.”

Pendekatan itu dibuktikan di Festival Semarapura yang berlangsung pada 28 April–1 Mei 2025 di Klungkung, Bali Timur. Festival tahunan ini menampilkan pertunjukan musik, pameran kreatif yang melibatkan UMKM kriya maupun kuliner, hingga narasi sadar iklim, yang semuanya berakar dari identitas Bali. Selain tarian pembuka Taksu Buana, sejumlah agenda seru lainnya juga memeriahkan festival, seperti Semarapura Run Ecotourism, atraksi budaya, tur desa wisata, hingga parade kesenian khas Klungkung.

Selain merayakan warisan budaya Bali, dalam festival yang dibuka di Monumen Ida Dewa Agung Jambe—dulu bernama Monumen Puputan Klungkung—para Verified Champions bergabung dengan masyarakat setempat untuk mengeksplorasi persinggungan antara budaya, pariwisata, dan keberlanjutan untuk menghadapi desakan tantangan ekologis. Tujuh kreator konten Tiktok terdaftar yang telah terverifikasi sebagai Verified Champions, yaitu Vania Herlambang (Puteri Indonesia Lingkungan 2018), Ikbal Alexander (pendiri Kertabumi Recycling Center), Cynthia Suci Lestari (pendiri Lyfe with Less), Vanessa Budihardja (instruktur fitness Bali), Rafael Deus (kreator pelawan misinformasi lingkungan), Widia Anggia Vicky (kreator konten zero waste dari rumah), dan Dheamyra Aysha (kreator advokasi tata kota). 

Ni Made Sulistiawati, S.H., M.H., Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Klungkung, menyatakan Festival Semarapura merupakan contoh nyata bahwa tradisi dan inovasi dapat bersatu untuk membangkitkan kesadaran dan aksi iklim. Kolaborasi antara kreator muda dan tokoh budaya membawa energi baru dalam upaya keberlanjutan aksi iklim, khususnya di Bali. “Acara seperti ini mengingatkan kita bahwa menjaga lingkungan bukan hal yang terpisah dari budaya—justru menjadi bagian dari jati diri kita,” ujarnya.

Kegiatan produksi konten oleh salah satu kreator Verified Champions saat festival (kiri) dan kemeriahan pertunjukan musik sebagai bagian dari Festival Semarapura 2025/Dokumentasi Verified Champions

Suar optimisme dari para Verified Champions

Meski latar belakang masing-masing Verified Champions berbeda, tetapi visi aksi iklim tetap sama, yakni menyuarakan ajakan dan harapan tentang kepedulian iklim. Mereka mendokumentasikan dan memproduksi konten digital yang menyoroti solusi iklim lokal. Terutama berangkat dari ruang kreatif hingga inisiatif keberlanjutan berbasis komunitas.

Dalam kacamata ASEAN Community-based Climate Action, masyarakat atau komunitas lokal sebagai Non Party Stakeholders (NPS) dalam aksi iklim secara global. Peran dan partisipasi aktif komunitas sangat penting untuk melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim di tingkat tapak. Termasuk di antaranya aksi digital kolaboratif oleh para kreator konten tersebut.

Melalui platform media sosial, cerita-cerita yang diangkat pun kini dengan mudah tersebar bahkan viral—dalam artian positif. Ini membuktikan bahwa pesan iklim yang berakar pada kebanggaan budaya dan kearifan lokal mampu menjangkau dan menyentuh khalayak yang luas.

Vania Herlambang, yang konsisten aktif menyuarakan isu-isu lingkungan, menyampaikan impresinya terhadap program ini. “Sangat mengesankan melihat bagaimana musik dan cerita komunitas bisa membuka hati orang terhadap isu iklim,” ujar perempuan yang kini menetap di Bali itu. Ia menambahkan, hal terpenting dari sebuah konten digital adalah kejujurannya, sementara visual yang ‘wah’ hanya nomor kesekian.


  1. Verified for Climate adalah inisiatif global dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Purpose, yang didukung oleh TikTok, Fortescue, dan Rockefeller Foundation. Dari semula diluncurkan sebagai respons untuk menangkal pandemi COVID-19, kini meluas dengan memberdayakan para penyampai pesan terpercaya—mulai dari ilmuwan hingga musisi—untuk berbicara secara autentik tentang perubahan iklim melalui narasi yang kreatif dan relevan secara budaya. Verified for Climate bertujuan melawan misinformasi dan disinformasi, serta membangun gerakan aksi iklim yang inklusif. Dengan jaringan global yang mencakup Indonesia, Brasil, Spanyol, Uni Emirat Arab, dan Inggris, Verified Champions telah menjangkau lebih dari 875 juta penonton melalui narasi yang autentik berlandaskan budaya.Mulai dari tradisi keagamaan dan festival jalanan hingga kuliner dan musik, para champion mengubah pengalaman sehari-hari menjadi percakapan penting tentang perubahan iklim. ↩︎
  2. EcoAmerica, “Connecting on Climate: A Guide to Effective Climate Change Communication”, Center for Research on Environmental Decisions, Earth Institute of Columbia University (2014), 42. ↩︎

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Siaran Pers: Verified Champions Indonesia dan IKLIM Serukan Aksi Iklim melalui Musik dan Cerita appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/siaran-pers-verified-champions-indonesia-dan-iklim-serukan-aksi-iklim-melalui-musik-dan-cerita/feed/ 0 47272
Siaran Pers: “Do It Yourself Trails”, Ajak Anak-Anak Bertualang ke Museum-Museum di Jakarta https://telusuri.id/siaran-pers-do-it-yourself-trails-ajak-anak-anak-bertualang-ke-museum-museum-di-jakarta/ https://telusuri.id/siaran-pers-do-it-yourself-trails-ajak-anak-anak-bertualang-ke-museum-museum-di-jakarta/#respond Fri, 23 May 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=47164 Museum Kesejarahan Jakarta, bekerja sama dengan Museum Ceria, menghadirkan program “Do It Yourself Trails”. Sebuah program publik yang dirancang khusus untuk anak-anak dan keluarga. Program ini akan diadakan setiap Sabtu, mulai dari Mei hingga Juli...

The post Siaran Pers: “Do It Yourself Trails”, Ajak Anak-Anak Bertualang ke Museum-Museum di Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
Museum Kesejarahan Jakarta, bekerja sama dengan Museum Ceria, menghadirkan program “Do It Yourself Trails”. Sebuah program publik yang dirancang khusus untuk anak-anak dan keluarga. Program ini akan diadakan setiap Sabtu, mulai dari Mei hingga Juli 2025 di empat museum yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta, yaitu Museum Sejarah Jakarta, Museum Prasasti, Museum Joang 45, dan Museum MH Thamrin.

Keempat museum tersebut memiliki daya tariknya masing-masing. Dilansir dari berbagai sumber, berikut profil singkat setiap museum:

1. Museum Sejarah Jakarta

Museum Sejarah Jakarta juga dikenal dengan nama Museum Fatahillah. Museum ini terletak di kawasan Kota Tua, dengan gaya arsitektur klasik renaissance. Museum berusia lebih dari tiga abad tersebut dulunya dibangun sebagai markas administrasi Perusahaan Hindia Timur (VOC). Koleksi Museum Sejarah Jakarta antara lain mencakup peninggalan-peninggalan kolonial di Batavia, replika peninggalan masa kerajaan Tarumanegara dan Pajajaran, hasil penggalian arkeologi, dan banyak lagi.

2. Museum Prasasti

Keunikan Museum Prasasti atau Museum Taman Prasasti adalah konsepnya yang terbuka (outdoor) dengan koleksi-koleksi prasasti nisan kuno serta miniatur makam khas dari provinsi-provinsi di Indonesia. Mulanya, museum ini merupakan pemakaman umum Kebon Jahe Kober yang dibangun sejak 1795 oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk area pemakaman orang-orang Eropa.

3. Museum Joang 45

Sebelum menjadi museum, Museum Joang 45 atau Gedung Joang 45 adalah bangunan Hotel Schomper yang dibangun pada 1920–1938 oleh warga keturunan Belanda, L. C. Schomper. Sempat beralih kepemilikan semasa pendudukan Jepang, selanjutnya gedung ini mengisi sejarahnya sebagai salah satu saksi bisu perjuangan era kemerdekaan Republik Indonesia. Koleksi yang dipamerkan mencakup lukisan dan diorama seputar peristiwa kemerdekaan, arsip-arsip sejarah hingga koleksi lainnya.

4. Museum MH Thamrin

    Sebelum menjadi museum, gedung yang dibangun sejak abad ke-20 ini dulunya adalah rumah milik Meneer de Haas, seorang berkebangsaan Belanda. Fungsinya adalah tempat menyimpan buah-buahan impor hingga tempat pemotongan hewan, yang hasilnya diperuntukkan bagi sejumlah instansi Hindia Belanda di Batavia. Pada tahun 1927, gedung tersebut dibeli dan direnovasi oleh Mohammad Hoesni (MH) Thamrin, lalu dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan, politik, dan perjuangan kemerdekaan. Kemudian keluarga MH Thamrin menghibahkannya menjadi museum, dengan koleksi-koleksi yang mengenang kehidupan Pahlawan Nasional tersebut.

    Ragam kegiatan anak-anak dengan activity book selama di museum

    Program “Do It Yourself Trails” menawarkan cara baru dan menarik bagi anak-anak untuk menjelajahi museum. Setiap anak akan diberikan activity book yang berisi berbagai kegiatan seru, seperti teka-teki, kegiatan art & craft, dan menyelesaikan suatu misi yang harus diselesaikan di dalam museum.

    Melalui program ini, anak-anak diajak untuk belajar sejarah sambil berpetualang dan berinteraksi langsung dengan koleksi museum. “Do It Yourself Trails” bertujuan untuk meningkatkan minat anak-anak terhadap sejarah dan museum, memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan dan tak terlupakan, serta membangun memori masa kecil bersama keluarga di museum.

    Para orang tua mendampingi anak-anaknya selama berkegiatan di museum

    “Kami sangat senang melihat antusiasme dan kegembiraan anak-anak dalam mengikuti program ini,” ujar Esti Utami, Kepala UP Museum Kesejarahan Jakarta. “Orang tua juga memberikan respon yang sangat positif dan berharap akan ada lebih banyak program serupa di museum. Ini menjadi motivasi bagi kami untuk terus berinovasi dalam menyajikan konten edukatif yang menarik bagi keluarga.”

    Menurut Kartika Aryani, orang tua dari salah satu peserta, program ini sangat bagus untuk anaknya yang berusia 7 tahun. “Programnya seru. Anak saya sangat excited, dia sampai adu cepat dengan peserta lain dalam menyelesaikan misi yang diberikan”.

    “Do It Yourself Trails” tidak hanya memberikan pengalaman belajar yang unik, tetapi juga mempererat hubungan antara orang tua dan anak melalui kegiatan bersama. Program ini diharapkan dapat menjadi alternatif kegiatan akhir pekan yang edukatif dan menyenangkan bagi keluarga di Jakarta.

    Masyarakat umum dapat mendaftar secara gratis selama program berlangsung. Pendaftaran akan dibuka satu minggu sebelum acara melalui laman Instagram UP Museum Kesejarahan Jakarta dan Museum Ceria.

    Kontak Media:
    Danang Aryo Nugroho
    Public Relation Museum Ceria
    0822 1388 1227

    Dokumentasi oleh Museum Ceria


    Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
    Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

    The post Siaran Pers: “Do It Yourself Trails”, Ajak Anak-Anak Bertualang ke Museum-Museum di Jakarta appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    https://telusuri.id/siaran-pers-do-it-yourself-trails-ajak-anak-anak-bertualang-ke-museum-museum-di-jakarta/feed/ 0 47164
    Simpang Belajar 2025: Melestarikan Pangan Lokal melalui Konten Media Sosial https://telusuri.id/simpang-belajar-2025-melestarikan-pangan-lokal-melalui-konten-media-sosial/ https://telusuri.id/simpang-belajar-2025-melestarikan-pangan-lokal-melalui-konten-media-sosial/#respond Tue, 13 May 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=46902 Sebanyak 15 orang muda Manggarai Barat, baik yang sebelumnya menjadi peserta Simpang Belajar: Co-creation for City Vision tahun 2024 maupun komunitas Lino Tana Dite, berpartisipasi aktif pada Workshop Content Creation and Gastronomy Movements (WCGM) atau...

    The post Simpang Belajar 2025: Melestarikan Pangan Lokal melalui Konten Media Sosial appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    Sebanyak 15 orang muda Manggarai Barat, baik yang sebelumnya menjadi peserta Simpang Belajar: Co-creation for City Vision tahun 2024 maupun komunitas Lino Tana Dite, berpartisipasi aktif pada Workshop Content Creation and Gastronomy Movements (WCGM) atau Lokakarya Pembuatan Konten dan Gerakan Gastronomi pada 21–23 April 2025 di Labuan Bajo, Manggarai Barat. Kegiatan ini dipimpin oleh Pamflet Generasi (Pamflet) dan bekerja sama dengan Rombak Media, sebagai Konsorsium Simpul Pangan yang merupakan bagian dari program Urban Futures—program global lima tahunan yang diinisiasi oleh Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Humanis).

    Lokakarya kali ini berfokus pada peningkatan pemahaman orang muda terkait produksi konten-konten seputar pangan, pemanfaatan media sosial, dan kegunaannya dalam gerakan gastronomi lokal. Media sosial masih dianggap sebagai wadah kampanye untuk menggugah kesadaran warganet atas isu-isu gastronomi, yang beberapa waktu belakangan hampir selalu mendapat tempat perbincangan di lini masa maya.

    Kegiatan Simpang Belajar tahun ini merupakan momentum untuk mengakselerasi produksi konten-konten media sosial oleh orang muda yang membicarakan sistem pangan lokal. Masifnya audiens media sosial di kalangan Gen Z dan Milenial merupakan peluang besar bagi orang muda mendorong perubahan dengan media digital.

    Melalui WCGM, peserta diharapkan mampu menyusun narasi kampanye tentang isu pangan lokal secara kreatif dan bernuansa positif di media sosial, khususnya Instagram. Selain itu, kegiatan pembuatan konten bertujuan untuk menguatkan kesinambungan antara visi kota berkelanjutan yang telah dirumuskan dalam lokakarya sebelumnya, dengan kemampuan produksi konten media sosial yang berdampak. 

    Simpang Belajar 2025: Melestarikan Pangan Lokal melalui Konten Media Sosial
    Elisabeth Ester Umbu Tara (Ete) memberi materi di sesi pertama lokakarya/Dokumentasi Simpang Belajar

    Cerita dan media sosial sebagai ruh dari sistem pangan

    Sesi pembuka di hari pertama kegiatan diawali dengan pemaparan materi oleh Ester Elisabeth Umbu Tara selaku fasilitator. Perempuan kelahiran Kupang yang akrab disapa Ete itu merupakan pendiri komunitas Bapalok (Bacarita Pangan Lokal), sebuah wadah yang bertujuan mengarsipkan dan mendokumentasikan tanaman pangan khas berbagai daerah melalui tulisan, fotografi, hingga bentuk audiovisual lainnya, dengan salah satu fokus pada pemberdayaan perempuan.

    Terbagi dalam dua segmen, alumnus Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana Kupang membahas lima materi seputar pembuatan konten dan pemanfaatannya untuk mengampanyekan sistem pangan lokal. Pada segmen pertama, Ete berbagi materi tentang cara mencari ide konten, melakukan riset yang terarah, dan menyusun naskah yang efektif pun menarik. Di segmen ini pula Ete memberikan pemahaman mengenai aspek-aspek yang menjadi kesatuan dalam gastronomi, yaitu budaya, sejarah, teknik memasak, pemilihan bahan, penyajian, dan interaksi sosial. Ia menegaskan dalam satu jenis pangan bisa melahirkan banyak ide konten dari berbagai sisi, sehingga seorang kreator konten tidak akan kehabisan bahan.

    Lalu di segmen kedua, Ete membantu peserta memahami teknik-teknik dasar fotografi dan videografi untuk kebutuhan visual konten, serta pengenalan platform CapCut dan Canva sebagai alat pendukung populer dan praktis untuk produksi dan editing konten—terutama berbasis perangkat mobile yang lebih mudah dijangkau peserta.

    Dalam kacamata Ete, teknik pembuatan konten dan medium yang digunakan memang penting. Namun, ia juga menekankan narasi dan pesan yang ingin disampaikan dalam visual yang dibuat juga tak kalah krusial. Sebab, itu akan menentukan proses pengumpulan ide, riset, konsep, dan cara mengemas konten yang ingin dibuat. 

    Simpang Belajar 2025: Melestarikan Pangan Lokal melalui Konten Media Sosial
    Mardhatillah Ramadhan (Han) menyampaikan materi seputar pengelolaan akun media sosial/Dokumentasi Simpang Belajar

    Pada sesi selanjutnya, Mardhatillah Ramadhan sebagai narasumber memaparkan materi tentang pengelolaan akun media sosial dan strategi pengelolaan konten. Pria yang biasa disapa Han itu berpengalaman menjadiSocial Media Specialist di TelusuRI, media perjalanan dan pariwisata Indonesia di bawah naungan Rombak Media. Sebagai pemantik, Han menggali preferensi peserta lokakarya soal ragam media sosial yang sering digunakan dan jenis konten-konten yang disukai. Di antara jenama media sosial yang ada, Instagram dan fitur-fitur di dalamnya menjadi fokus utama pembahasan, karena akan menjadi medium kerja pembuatan konten sebagai keluaran yang diharapkan dari peserta selama lokakarya.

    Han membeberkan keunggulan Instagram, terutama fitur reels (video). Untuk saat ini reels Instagram jadi favorit karena memiliki jangkauan luas ke audiens, sehingga memudahkan untuk meningkatkan engagement dan tidak harus membutuhkan pengikut (followers) banyak supaya viral. Dampaknya akan lebih hemat biaya promosi produk-produk konten yang dihasilkan.

    Kemudian Han berbagi tips strategi mengelola akun media sosial, agar narasi maupun pesan dalam konten-konten kampanye pangan lokal bisa tersampaikan secara optimal ke audiens. Mulai dari perlunya memerhatikan struktur publikasi konten (menyiapkan visual, caption, profil akun lengkap, dan konten-konten awal yang menarik), rutin mengunggah konten secara berkala, interaksi dengan akun Instagram yang relevan dan sedang ramai dibicarakan, memahami statistik konten (insight), hingga pemasangan iklan berbayar.

    Di luar aspek teknis, Han menekankan pentingnya melihat kembali tujuan awal pembuatan akun agar topik dan produksi konten fokus sehingga memikat audiens. Ia menyampaikan, berdasarkan data penggunaan media sosial tahun 2024 oleh Databoks Katadata.co.id, seperti dikutip Radio Republik Indonesia,  tercatat 191 juta pengguna media sosial di Indonesia pada tahun tersebut, yang menjadi potensi audiens besar untuk diraih. Hal lain yang tidak kalah utama untuk diperhatikan adalah mau memulai dengan konten-konten sederhana, selalu terbuka peluang kolaborasi, dan konsisten.

    Dari materi ruang yang disampaikan oleh Ete dan Han, peserta kemudian dibagi menjadi empat kelompok kecil. Di akhir setiap sesi Ete dan Han, tersedia ruang untuk latihan dan presentasi dari masing-masing kelompok, serta menyiapkan tema konten untuk kunjungan liputan di lapangan pada hari kedua kegiatan. 

    Berburu konten bersama The Kitchen Garden dan Lompong Cama

    Setiap kelompok memiliki fokus liputan dan target konten masing-masing. Keempat kelompok tersebut terbagi ke dua lokasi sasaran, yaitu The Kitchen Garden dan Lompong Cama, yang terletak di Labuan Bajo, Manggarai Barat.

    The Kitchen Garden (TKG) yang didirikan dan dikelola Chef Michael merupakan restoran sekaligus inisiator gerakan yang menumbuhkan kesadaran akan pentingnya identitas budaya dan gastronomi lokal di Labuan Bajo. Adapun Lompong Cama yang didirikan oleh Citra Kader, seorang chef dan pegiat pangan lokal, merupakan tempat makan terbatas (melalui reservasi) yang mengajak pengunjung mempelajari metode bercocok tanam, mengolah hasil kebun berisi komoditas lokal menjadi makanan siap santap, hingga mengelola sisa bahan pangan menjadi kompos. Keduanya sama-sama berupaya mengusung masakan khas Manggarai sebagai hidangan utama.

    Bersama pendampingan Chef Michael, Kelompok 1 berfokus pada dojang sebagai bagian dari preservasi pangan lokal, sedangkan Kelompok 4 mengambil angle sejarah dan pengolahan dojang dengan konsep dari kebun ke meja makan atau from farm to table. Di TKG, acara diawali dengan pemaparan profil dan filosofi restoran oleh Chef Michael. Ia menekankan bahwa pelestarian wilayah Labuan Bajo atau Manggarai Barat tidak hanya tentang alam atau Komodo, tetapi juga manusia dan pangan lokal sebagai bagian dari ekosistem itu sendiri. 

    Chef Michael juga mengajak dua kelompok melakukan aktivitas tur kebun, demo masak, dan pengambilan dokumentasi tambahan (footages) untuk mencukupi kebutuhan produksi konten masing-masing kelompok. Dalam penjelasannya, ia berusaha menghidupkan kembali kuliner tradisional setempat yang sempat hilang, seperti tibu, manuk cuing, nasi kolo, tapa kolo, dan dojang dengan pendekatan yang berbeda. Pengunjung TKG tidak hanya sekadar makan, tetapi juga mendapat cerita dan pengalaman edukasi maupun pertukaran budaya.

    Simpang Belajar 2025: Melestarikan Pangan Lokal melalui Konten Media Sosial
    Sebagian peserta menyaksikan dan merekam proses memasak saat kunjungan ke The Kitchen Garden/Dokumentasi Simpang Belajar

    Di lain tempat, Citra Kader mendampingi Kelompok 2 yang mengulik kempalo, serta Kelompok 3 yang fokus pada ikan kombong kuah asam dan manfaatnya bagi gizi tubuh. Kempalo merupakan bahan makanan berbahan dasar beras ketan yang diimpor dari Sulawesi, sedangkan kombong merupakan sejenis ikan laut lokal yang memiliki nilai gizi tinggi.

    Sebelumnya Citra mengajak kedua kelompok mengunjungi Pasar Rakyat Batu Cermin untuk mewawancarai sejumlah pedagang dan belanja sejumlah bahan baku masakan untuk dibawa ke Lompong Cama. Saat kunjungan di pasar, Citra menjelaskan bahwa langkah pertama untuk memahami pangan lokal adalah terlebih dahulu mengenal pasar tradisional. Kemudian di Lompong Cama, peserta diajak berdiskusi, melihat pengelolaan sampah organik dan anorganik, pemeliharaan kambing untuk produksi pupuk kandang, pemanfaatan daun kering, berkeliling kebun yang ditanami berbagai macam bunga dan buah, demo masak, serta mengumpulkan bahan konten.

    Usai mengumpulkan bahan konten di lapangan, selanjutnya setiap kelompok mulai melakukan finalisasi produksi konten berdasarkan tema dan angle yang dipilih. Kecuali Kelompok 1 yang hanya membuat satu video reels (karena jumlah anggota lebih sedikit), tiga kelompok lainnya akan membuat satu video reels dan satu feed (seri foto atau carousel). Ketentuan khusus untuk reels, durasi video yang dikerjakan minimal 30 detik dan maksimal satu menit. Seluruh karya peserta akan diunggah pada Instagram @gandengpangan dengan menggunakan fitur tag dan collaboration post dengan akun masing-masing peserta.

    Pada hari ketiga, setiap karya yang dibuat oleh masing-masing kelompok dibedah oleh Ete dan Han. Kedua fasilitator tersebut membuka ruang diskusi, memberi masukan, melakukan kurasi naskah, audio, dan visual, serta meninggalkan catatan untuk setiap progres kerja yang dicapai oleh keempat kelompok. Selanjutnya peserta masing-masing kelompok menyelesaikan produksi konten dan mempresentasikan materi konten yang sudah dibuat, lalu mendapatkan penilaian.

    Simpang Belajar 2025: Melestarikan Pangan Lokal melalui Konten Media Sosial
    Sejumlah peserta melakukan pembuatan konten saat kunjungan lapangan ke Lompong Cama/Dokumentasi Simpang Belajar

    Kesan dan harapan

    Sejumlah peserta menyampaikan kesannya terhadap lokakarya pembuatan konten dan gerakan gastronomi lokal selama tiga hari kegiatan. Erin, nama panggilan ​​Berta Ertin dari Kelompok 3 mengungkap banyaknya pengetahuan baru yang didapatkan, terutama soal pembuatan konten. 

    “Yang saya dapatkan dari kegiatan Simpang Belajar ini adalah bagaimana cara kita membuat konten yang lebih baik,” kata peserta yang pernah menjadi administrator akun Neo Historia Indonesia (2019) itu. “Ini juga akan membantu proses pengarsipan atau dokumentasi pangan lokal di Manggarai Barat.”

    Senada dengan Erin, Petrus Budi Handoyo yang akrab disapa Petu pun sejatinya memiliki banyak kesan mendalam terhadap lokakarya yang diikuti. “Tapi [ada] satu kesan yang paling menempel di pikiran saya, yaitu ilmu baru yang saya dapatkan, seperti pengeditan video. Sebelumnya pengeditan video yang saya lakukan tidak semenarik yang orang (audiens) inginkan.”

    Anggota dari Kelompok 4 itu menambahkan, ada manfaat tambahan yang ia peroleh, terutama berkaitan dengan usaha pribadinya—Kedai Wae Nanggom—yang baru berjalan empat bulan. “Manfaat dari kegiatan Simpang Belajar sangat berdampak bagi saya. Ke depannya saya bisa mengubah pola pikir [pembuatan video], mulai dari penulisan naskah dan pengeditan video agar sesuai harapan orang (audiens).”

    Maria Oktaviani Simonita Budjen, anggota Kelompok 1, menyampaikan kesannya soal dinamika yang terjadi selama kelas (materi ruang). “Saya disatukan dalam kelompok dengan teman-teman yang punya pengalaman dan skill yang berbeda, [sehingga] saya dapat banyak sekali hal baru dari mereka,” kata Ani.

    Selama tiga hari kegiatan, Ani dan kelompoknya melatih diri untuk mengasah soft skill dan rasa percaya diri saat berdiskusi dan presentasi bersama. “Dan juga tentu saja field trip-nya. Kita diarahkan ke tempat-tempat yang punya ide cerita luar biasa, yang bisa mengangkat kembali cerita tentang pangan lokal yang ada di Manggarai Barat.”

    “Harapannya, lokakarya ini dapat mendukung partisipasi bermakna dari kawan-kawan muda untuk pangan yang berkelanjutan. ‘Bermakna’ di sini berarti bahwa dengan bekal peningkatan kapasitas membuat konten, ke depannya kawan-kawan di Manggarai Barat sendirilah yang menentukan narasi dan gencar mengampanyekan pangan lokal kepada khalayak luas,” ujar Wilsa Naomi, Manajer Proyek Konsorsium Simpul Pangan dari Pamflet Generasi.

    Lokakarya di Manggarai Barat bukanlah akhir, melainkan baru sebagai awal untuk harapan pelestarian pangan lokal di masa depan. Upaya tersebut tidak berhenti di The Kitchen Garden maupun Lompong Cama, tetapi terus bergulir di tangan orang-orang mudanya.

    Foto sampul: modul kegiatan Simpang Belajar 2025/Dokumentasi Simpang Belajar


    Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
    Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

    The post Simpang Belajar 2025: Melestarikan Pangan Lokal melalui Konten Media Sosial appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    https://telusuri.id/simpang-belajar-2025-melestarikan-pangan-lokal-melalui-konten-media-sosial/feed/ 0 46902
    Road to ARTJOG 2025: Hadir Dahulu di Surabaya bersama Jompet Kuswidananto dan Ayos Purwoaji https://telusuri.id/road-to-artjog-2025-hadir-dahulu-di-surabaya-bersama-jompet-kuswidananto-dan-ayos-purwoaji/ https://telusuri.id/road-to-artjog-2025-hadir-dahulu-di-surabaya-bersama-jompet-kuswidananto-dan-ayos-purwoaji/#respond Tue, 22 Apr 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=46738 Jelang pelaksanaan pameran rutin tahunan pada Juni mendatang di Jogja National Museum, Yogyakarta, ARTJOG terlebih dahulu singgah di Surabaya melalui program Road to ARTJOG 2025, setelah tahun lalu hadir di Jakarta. Program ini menggandeng Jompet...

    The post Road to ARTJOG 2025: Hadir Dahulu di Surabaya bersama Jompet Kuswidananto dan Ayos Purwoaji appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    Road to ARTJOG 2025: Hadir Dahulu di Surabaya bersama Jompet Kuswidananto dan Ayos Purwoaji
    Poster utama ARAK-ARAK: Midnight Haze and The Drifting Flocks/ARTJOG

    Jelang pelaksanaan pameran rutin tahunan pada Juni mendatang di Jogja National Museum, Yogyakarta, ARTJOG terlebih dahulu singgah di Surabaya melalui program Road to ARTJOG 2025, setelah tahun lalu hadir di Jakarta. Program ini menggandeng Jompet Kuswidananto, seniman asal Yogyakarta, dan Ayos Purwoaji, penulis dan kurator asal Surabaya. Pameran bertajuk ARAK-ARAK: Midnight Haze and The Drifting Flocks akan berlangsung mulai 19 April hingga 3 Mei 2025 di Pasar Tunjungan, Surabaya.

    “Kota Surabaya kami pilih sebagai bagian dari perjalanan Road to ARTJOG bukan hanya karena sejarah panjang yang dimiliki kota ini, tetapi juga sebagai bentuk penghargaan kepada publik Surabaya yang selama ini telah menjadi bagian dari perjalanan dan pertumbuhan ARTJOG,“ ungkap Heri Pemad, pendiri sekaligus Direktur Utama ARTJOG.

    Pameran Arak-Arak: Midnight Haze and The Drifting Flocks merupakan kali pertama Jompet Kuswidananto berpameran di Kota Pahlawan. Ia menempatkan 21 karya pada lantai tiga Pasar Tunjugan yang telah lama terbengkalai, dengan luas lebih dari 1.700 m2. Momen ini sekaligus menjadi sarana perjalanan lintas waktu melalui karya-karya yang lahir dalam rentang 2001-2025. Jompet juga menciptakan sejumlah karya baru yang terinspirasi langsung dari dinamika sejarah perjuangan dan kehidupan masyarakat di Surabaya.

    Tentang ARTJOG

    ARTJOG adalah salah satu agenda seni rupa kontemporer berskala besar di Indonesia. Sebelumnya terlahir dengan nama Jogja Art Fair (JAF) pada 2008, kemudian pada 2010 berganti sebagaimana dikenal saat ini. Perhelatan ini bersifat terbuka dan konsisten berinovasi dan berevolusi, baik dari segi gagasan maupun bentuk. Inklusivitas ini membuat kehadiran ARTJOG selalu dinanti-nanti setiap tahunnya oleh berbagai kalangan. Tidak hanya pegiat seni, tetapi juga publik dalam lingkup global.

    Keberadaan ARTJOG berperan penting bagi ekosistem seni rupa. Sebab, setiap pelaksanaannya menjadi pemantik bagi ruang-ruang independen, galeri, dan komunitas di Yogyakarta dan kota di sekitarnya dalam membuat pameran dan kegiatan seni.

    Mengemas perhelatan seni rupa kontemporer menjadi tontonan yang populer sekaligus menjadi sarana pendidikan, ARTJOG  juga berhasil menjadi katalisator dalam mengembangkan aspek pariwisata berbasis seni. Dalam praktiknya, ARTJOG juga selalu memberikan warna baru pada setiap tahunnya. Melakukan kolaborasi dan membuka pandangan baru bersama para pegiat seni untuk menciptakan ruang-ruang yang lebih luas dan berdampak bagi khalayak dalam berbagai aspek. 

    ARTJOG 2025 – Motif: Amalan

    ARTJOG berkolaborasi dengan Hendro Wiyanto, seorang kurator dan penulis yang berbasis di Jakarta. Ia menjadi anggota tim kurator dari 2023 hingga 2025 dan menggagas tema ‘Motif’. Setelah ‘Motif: Lamaran’ di tahun 2023 dan ‘Motif: Ramalan’ pada tahun 2024, tahun ini ARTJOG sampai pada bagian akhir dari trilogi ‘Motif’, yaitu ‘Motif: Amalan’.

    Tema tersebut mengeksplorasi pertanyaan apakah seni dan praktik seni dapat dipahami sebagai tindakan baik atau amalan. ‘Motif: Amalan’ menata ulang pandangan konvensional nilai seni, yang sering kali mengedepankan nilai estetika. ARTJOG 2025 mendorong eksplorasi peran seni di luar batasan ‘Dunia Seni’, serta mempertimbangkan nilai praktik seni sebagai bentuk kebaikan kepada masyarakat yang lebih luas. 

    ARTJOG Motif: Amalan akan diselenggarakan pada 20 Juni–31 Agustus 2025 di Jogja National Museum, Yogyakarta dengan melibatkan 48 seniman dewasa dalam program pameran serta 44 anak dan remaja dalam program ARTJOG Kids. ARTJOG tahun ini juga akan menghadirkan dua karya seniman komisi, yaitu Anusapati (Yogyakarta) dan REcycle EXPerience (Bandung). Selain itu, hadir pula tiga special project, yaitu Murakabi Movement (Yogyakarta), Ruang Rupa (Jakarta), dan Devfto Printmaking Institute (Bali). Tak hanya pameran seni rupa, ARTJOG juga menawarkan berbagai pengalaman menikmati dan merayakan seni melalui program pendukung, seperti Love🤟ARTJOG, performa•ARTJOG, Curatorial Tour, Meet The Artist, dan Jogja Art Weeks. 

    Informasi untuk Pengunjung

    Road to ARTJOG 2025 – ARAK-ARAK: Midnight Haze and The Drifting Flocks
    Seniman: Jompet Kuswidananto 
    Penulis: Ayos Purwoaji
    Tanggal pelaksanaan: 19 April–3 Mei 2025
    Lokasi: Pasar Tunjungan, Lantai 3,  Jl. Tunjungan No. 30, Genteng, Surabaya

    Jam Operasional:
    Sabtu, 19 April 2025, pukul 19.00–2.00 WIB
    Minggu, 20 April–Sabtu, 3 Mei 2025, pukul 10.00–22.00 WIB (kunjungan terakhir pukul 21.00 WIB)

    Tiket Masuk:
    Rp45.000,00/orang (Tiket single Road to ARTJOG Surabaya)
    Rp90.000,00/orang (Tiket bundle Road to + ARTJOG 2025–Motif: Amalan di Jogja National Museum, Yogyakarta)
    Tiket dapat dibeli langsung di lokasi (nontunai) atau melalui www.artjog.id 

    Narahubung:
    Athia Alamanda (Surabaya) | +62 812 3511 3644 | artchemist.info@gmail.com 
    Amelberga Astri P. (Yogyakarta) | +62 818 0274 0296 | publikasi.artjog@gmail.com 
    Informasi lebih lanjut bisa dicek berkala di Instagram @artjog.id dan X @artjog


    (Foto sampul oleh ARTJOG)


    Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
    Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

    The post Road to ARTJOG 2025: Hadir Dahulu di Surabaya bersama Jompet Kuswidananto dan Ayos Purwoaji appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    https://telusuri.id/road-to-artjog-2025-hadir-dahulu-di-surabaya-bersama-jompet-kuswidananto-dan-ayos-purwoaji/feed/ 0 46738
    Siaran Pers Simpang Belajar 2025: Workshop Content Creation and Gastronomy Movements https://telusuri.id/siaran-pers-simpang-belajar-2025/ https://telusuri.id/siaran-pers-simpang-belajar-2025/#respond Fri, 18 Apr 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=46696 Setelah sukses menyelenggarakan Simpang Belajar: Co-creation for City Vision pada November 2024, Konsorsium Simpul Pangan kembali menghadirkan Simpang Belajar dalam bentuk lokakarya lanjutan bertajuk Workshop Content Creation and Gastronomy Movements atau Lokakarya Pembuatan Konten dan...

    The post Siaran Pers Simpang Belajar 2025: Workshop Content Creation and Gastronomy Movements appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    Setelah sukses menyelenggarakan Simpang Belajar: Co-creation for City Vision pada November 2024, Konsorsium Simpul Pangan kembali menghadirkan Simpang Belajar dalam bentuk lokakarya lanjutan bertajuk Workshop Content Creation and Gastronomy Movements atau Lokakarya Pembuatan Konten dan Gerakan Gastronomi. Kegiatan ini dipimpin oleh Pamflet Generasi (Pamflet) dan bekerja sama dengan Rombak Media, sebagai bagian dari program Urban Futures–program global lima tahunan yang diinisiasi oleh Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Humanis).

    Lokakarya ini digelar secara luring pada Senin hingga Rabu, 21–23 April 2025 di Labuan Bajo, Manggarai Barat. WCGM akan melibatkan partisipasi aktif orang muda Manggarai Barat yang sebelumnya telah mengikuti lokakarya Simpang Belajar: Co-creation for City Vision, serta orang muda dari komunitas Lino Tana Dite.

    Siaran Pers Simpang Belajar 2025:
Workshop Content Creation and Gastronomy Movements

    Kampanye narasi sistem pangan lokal berkelanjutan

    Seiring berkembangnya teknologi digital dan internet, media sosial menjadi alat yang sangat efektif dalam mempromosikan, mengampanyekan, dan mengadvokasikan berbagai isu sosial, termasuk sistem pangan lokal berkelanjutan. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 20241 menunjukkan, pengguna internet terbanyak berasal dari kalangan usia muda dengan rincian 87,02% Gen Z (12–27 tahun) dan 93,17% Milenial (28–43 tahun). Empat platform media sosial yang paling banyak digunakan antara lain Facebook, Instagram, Youtube, dan Tiktok. Hal ini menunjukkan potensi besar anak muda dalam mendorong perubahan melalui media digital.

    Melalui lokakarya ini, peserta dilatih untuk mengembangkan narasi kampanye yang positif terkait isu pangan lokal, serta mengemasnya dalam bentuk konten kreatif di media sosial, khususnya Instagram. Kegiatan ini juga bertujuan untuk menguatkan kesinambungan antara visi kota berkelanjutan yang telah dirumuskan dalam lokakarya sebelumnya, dengan kemampuan produksi konten media sosial yang berdampak.

    Pada Simpang Belajar sebelumnya, 15 orang muda yang menamai kelompoknya “Uma Lestari,” berkolaborasi melakukan pemetaan potensi dan masalah seputar pangan di sekitar tempat tinggal mereka, membayangkan sistem pangan perkotaan yang mereka impikan, dan merencanakan inisiatif aksi lebih konkret untuk mewujudkan visi kota Manggarai Barat: “Selaras Alam, Budaya, Manusia”. Visi tersebut menggambarkan fokus aspirasi untuk memadukan tiga elemen utama—alam, budaya, dan manusia—melalui pangan. Dampak yang diharapkan bisa menjadikan Manggarai Barat memiliki sumber pangan yang berkelanjutan, melindungi identitas lokal melalui pelestarian tradisi pangan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui ekosistem pangan yang inklusif dan inovatif.

    Pada lokakarya kali ini, menghadirkan fasilitator utama, Ester Elisabeth Umbu Tara, pendiri komunitas Bapalok (Bacarita Pangan Lokal), yang aktif dalam pengarsipan pangan lokal dan pemberdayaan perempuan, di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.

    Agenda kegiatan

    Selama tiga hari pelaksanaan, peserta akan mengikuti rangkaian sesi produktif dengan pendampingan fasilitator lokal. Pada hari pertama (21/4), peserta akan diajak untuk mengenal kembali proses dan tahapan pembuatan konten media sosial sebagai bagian dari gerakan pangan dan gastronomi. Dalam praktiknya, peserta dilatih untuk mengeksplorasi ide dan riset, menulis naskah, pembuatan konten audiovisual, penyuntingan, hingga publikasi dan pengelolaan akun media sosial. 

    Pada hari kedua (22/4), peserta diajak mengunjungi dua inisiatif kuliner lokal yakni, Lompong Cama dan The Kitchen Garden, yang dikenal karena upayanya memperkenalkan kembali masakan tradisional Manggarai Barat dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal, di tengah arus modernisasi dan perubahan iklim. Di lokasi ini, peserta akan praktik langsung untuk membuat konten media sosial, baik berupa video pendek maupun fotografi, sesuai minat dan rencana kelompok masing-masing.

    Bahan-bahan hasil perekaman lapangan tersebut kemudian disusun untuk menjadi konten yang utuh. Di hari ketiga (23/4), para peserta kemudian melakukan presentasi hasil konten kepada fasilitator dan narasumber untuk mendapatkan masukan sebelum dipublikasikan melalui media sosial. Setiap hasil karya peserta nantinya akan diunggah dan berkolaborasi dengan akun Instagram @gandengpangan.

    Foto sampul: Demonstrasi memasak bahan pangan lokal di Lompong Cama/Dokumentasi Simpang Belajar


    1. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, “Survei Penetrasi Internet Indonesia 2024”, https://survei.apjii.or.id/survei/group/9. ↩︎

    Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
    Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

    The post Siaran Pers Simpang Belajar 2025: Workshop Content Creation and Gastronomy Movements appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    https://telusuri.id/siaran-pers-simpang-belajar-2025/feed/ 0 46696
    Liburan Akhir Tahun ke AMEX 2024 Museum Sonobudoyo https://telusuri.id/amex-2024-museum-sonobudoyo-yogyakarta/ https://telusuri.id/amex-2024-museum-sonobudoyo-yogyakarta/#respond Tue, 11 Feb 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=45604 Di Yogyakarta, selain Malioboro dan Keraton Jogja yang jadi destinasi wisata favorit turis, Museum Sonobudoyo juga sebenarnya tidak kalah menarik untuk dikunjungi. Apalagi setiap akhir tahun Museum Sonobudoyo mengadakan pameran yang bernama Annual Museum Exhibition...

    The post Liburan Akhir Tahun ke AMEX 2024 Museum Sonobudoyo appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    Di Yogyakarta, selain Malioboro dan Keraton Jogja yang jadi destinasi wisata favorit turis, Museum Sonobudoyo juga sebenarnya tidak kalah menarik untuk dikunjungi. Apalagi setiap akhir tahun Museum Sonobudoyo mengadakan pameran yang bernama Annual Museum Exhibition (Amex).

    Museum Sonobudoyo merupakan museum negeri di bawah naungan Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Museum ini mempunyai fungsi mengelola koleksi-koleksi sarat nilai budaya dan sejarah. Selain itu Sonobudoyo juga memiliki tugas untuk mengumpulkan, merawat, pengawetan, melaksanakan penelitian, pelayanan pustaka, bimbingan edukatif kultural serta penyajian benda koleksi. Lokasi museum berada di pusat kota Yogyakarta, tepatnya Jalan Trikora/Pangurakan No. 6, berdekatan dengan keraton dan Malioboro.

    Museum Sonobudoyo menyimpan 10 jenis koleksi, yang meliputi: Koleksi Geologi, Koleksi Biologi, Koleksi Etnografi, Koleksi Arkeologi, Koleksi Numismatika, Koleksi Historika, Koleksi Filologika, Koleksi Seni Rupa, Koleksi Teknologika, dan Koleksi Keramologika. Museum buka setiap hari Selasa–Minggu pukul 08.00–21.00 WIB. Adapun harga tiket masih relatif terjangkau dan terbagi menjadi dua kategori. Tiket domestik dewasa Rp10.000 dan anak-anak Rp5.000, sedangkan wisatawan mancanegara Rp20.000.

    Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika mengunjungi pameran AMEX 2024 lalu. Pertama, pameran menerapkan sistem “one way”, jadi para pengunjung tidak boleh keluar lewat pintu masuk. Kedua, para pengunjung harus menjaga kebersihan. Ketiga, dilarang untuk menyentuh setiap koleksi yang dipamerkan. Keempat, dilarang untuk mengambil gambar menggunakan kamera flash.

    • Liburan Akhir Tahun ke AMEX 2024 Museum Sonobudoyo
    • Liburan Akhir Tahun ke AMEX 2024 Museum Sonobudoyo

    AMEX 2024

    AMEX merupakan pameran tahunan yang diselenggarakan dalam rangka memperingati hari jadi Museum Sonobudoyo, yang jadi wujud aksi museum dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya. AMEX 2024 bertajuk “Meet The Myth: From Mythology to Art and Sustainability” dan berlangsung pada 6 November–31 Desember 2024 di Gedung Pamer Saraswati selama jam operasional museum. Untuk melihat pameran hanya perlu menunjukkan tiket masuk museum.

    AMEX kali ini berupaya mengeksplorasi figur-figur mitologi berupa makhluk yang eksistensinya dikisahkan dalam folklor, legenda, dan fabel. Figur mitologi tersebut dihadirkan dalam imajinasi dan dalam berbagai wujud karya seni baik klasik, kontemporer, maupun modern. Di dalamnya memuat aspek-aspek simbolik karena sering ada suatu mitos di dalamnya. Melalui pameran ini Museum Sonobudoyo menghadirkan berbagai bentuk visualisasi figur mitologi berdasarkan koleksi yang ada di dalam museum. 

    Selain visualisasi figur mitologi dalam karya seni, AMEX 2024 juga bertujuan untuk mengajak pengunjung belajar mengenai peran, fungsi, dan nilai budaya mitologi yang mempunyai nilai-nilai simbolik dalam tatanan kehidupan masyarakat. Selain itu perlu digarisbawahi juga bahwa pameran ini menyinggung aspek “sustainability” yang menyangkut isu-isu ekologi dan kelestarian alam. Tanpa disadari, keberadaan mitos yang ada pada kehidupan masyarakat sering kali bertautan dengan pentingnya menjaga alam, lingkungan, dan kesinambungan hubungan manusia dengan alam. Dalam konteks “cultural sustainability”, pameran ini hadir sebagai sebuah upaya berkelanjutan untuk pemeliharaan dan pelestarian warisan budaya.

    Pameran ini dihadirkan dengan konsep kekinian sehingga tidak akan membuat para pengunjung merasa bosan. Tata letak pameran diatur secara khusus dan beberapa ruang dilengkapi dengan teknologi proyeksi video mapping. Di setiap ruangan juga ada pemandu yang siap memberikan penjelasan lebih lanjut kepada setiap pengunjung.

    Liburan Akhir Tahun ke AMEX 2024 Museum Sonobudoyo
    Video mapping AMEX 2024/Imam Basthomi

    Garuda dan Lambang Negara

    Di ruangan pertama, tersaji figur mitologi burung garuda. Garuda merupakan figur mitologi yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia karena menjadi lambang negara. Berdasarkan infografis di pameran ini, dijelaskan bahwa garuda merupakan lambang dunia dan kelahiran. 

    Pada berbagai karya seni garuda digambarkan berwujud setengah manusia dan setengah burung raksasa. Figur garuda ini juga banyak jenisnya, di antaranya Garuda Wisnu Kencana, Jatayu, dan Wilmana. Dalam perkembangannya, figur garuda memberikan pengaruh dalam hal kesenian di Indonesia. Kita dapat menemukan figur-figur garuda dalam berbagai macam bentuk kesenian, baik versi yang klasik maupun modern. 

    Istana Garuda di IKN merupakan contoh nyata bahwa figur garuda dimanfaatkan dalam seni arsitektur di era modern seperti sekarang. Melalui AMEX kali ini, para pengunjung juga dapat belajar sejarah tentang perjalanan dan latar belakang Indonesia menggunakan garuda sebagai lambang negara dalam bentuk infografis yang menarik dan mudah untuk dipahami.

    Liburan Akhir Tahun ke AMEX 2024 Museum Sonobudoyo
    Lambang negara, Garuda Pancasila/Imam Basthomi

    Mitologi Naga

    Di ruangan berikutnya dipaparkan mengenai figur mitologi naga. Naga merupakan figur mitologi yang sering kali muncul dalam berbagai tradisi dan kebudayaan di dunia. Dalam konteks Nusantara, kisah naga banyak dijumpai dalam tradisi lisan (folklor) yang ada di masyarakat.

    Dijelaskan bahwa figur naga dalam konteks Nusantara biasanya dipakai sebagai analogi morfologi alam. Dalam pengertian lainnya, naga dijadikan simbolisasi penyebab terjadinya peristiwa alam dan asal usul terjadinya suatu tempat (wilayah). Mitologi naga juga dijadikan alasan pelaksanaan ritual atau upacara tradisional masyarakat.

    Kisah-kisah mengenai naga terkadang juga berisi pesan moral yang berkaitan dengan pedoman hidup masyarakat, termasuk dalam menjaga keseimbangan alam. Visual naga sendiri sering dijumpai dalam berbagai bentuk seni dan ornamentasi. Beberapa contoh yang ditampilkan antara lain Naga Antaboga, Naga Basuki, dan Naga Taksaka.

    Ragam koleksi figur mitologi di AMEX 2024, di antaranya Ganesha, makara, dan naga/Imam Basthomi

    Figur Zoomorfik dan Antropomorfik

    Di ruangan berikutnya disajikan figur-figur mitologi selain garuda dan naga yang tertuang dalam karya seni lainnya. Figur-figur ini banyak ditemukan dalam folklor dan beberapa divisualisasikan dalam wujud hibridisasi. Contohnya saja makara yang biasanya ada pada bangunan candi. Makara berarti naga laut yang visualnya berupa wujud hibrida dari gajah-buaya-rusa dan di belakangnya berupa hewan air, seperti ikan atau naga. Peran makara pada bangunan candi dianggap sebagai tolak bala (musibah atau marabahaya).

    Selanjutnya ada Ganesha yang dikenal sebagai dewa pengetahuan dan kecerdasan. Ganesha sering divisualisasikan bertubuh manusia dan berkepala gajah. Visual Ganesha tidak hanya dijumpai dalam seni arca atau patung, tetapi juga dapat dijumpai dalam lambang suatu institusi formal maupun nonformal.

    Selain Ganesha dan makara, pameran ini juga menampilkan mitologi hibrida lainnya, seperti Rusa Bersayap, Singa Ambara, Paksi Naga Liman, Phoenix, Flying Mermaid, Barong dan Rangda, Malekat Lindhu, dan Bedawang Nala.

    • Liburan Akhir Tahun ke AMEX 2024 Museum Sonobudoyo
    • Liburan Akhir Tahun ke AMEX 2024 Museum Sonobudoyo

    Mitologi sebagai Personifikasi dan Alegori

    Dari AMEX 2024, para pengunjung bisa mempelajari bahwa figur mitologi sering dipakai untuk personifikasi atau penggambaran kekuatan atau fenomena alam. Selain itu juga bisa digunakan sebagai alegori atau sebuah simbol untuk menyampaikan pesan. Misalnya saja, ada figur Bedawang Nala yang berupa kura-kura raksasa, yang sering diasosiasikan dengan peristiwa gempa bumi dan tsunami.

    Melalui pameran ini pengunjung juga dapat mengetahui bahwa mitos selalu berkaitan dengan isu-isu pelestarian alam, menciptakan harmoni dan kesinambungan antara warisan budaya dan tantangan lingkungan. Mitos secara tidak langsung menjadi media konservasi alam yang harus diperhatikan.

    AMEX 2024 sukses menghadirkan instalasi artistik kontemporer berupa figur-figur mitologi sebagai bentuk reimajinasi dan reinterpretasi. Adanya ruangan dengan beberapa instalasi artistik juga menjadi media interaktif bagi para pengunjung. Para pengunjung di akhir ruangan juga bisa memproduksi hasil imajinasi atau fantasi mengenai figur mitologi dalam bentuk karya seni. 

    Sebagai pelengkap acara, pihak Museum Sonobudoyo juga menghadirkan berbagai kegiatan pendukung, seperti seminar, workshop, talkshow, tur kuratorial untuk umum dan difabel, serta kelas kuratorial. 


    Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
    Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

    The post Liburan Akhir Tahun ke AMEX 2024 Museum Sonobudoyo appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    https://telusuri.id/amex-2024-museum-sonobudoyo-yogyakarta/feed/ 0 45604
    Majelis Al-Lobyu dan Jalan Lain Menyanyikan Puisi https://telusuri.id/majelis-al-lobyu-dan-jalan-lain-menyanyikan-puisi/ https://telusuri.id/majelis-al-lobyu-dan-jalan-lain-menyanyikan-puisi/#comments Thu, 26 Dec 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=44776 Kumandang Magrib hari itu (23/11/2024) membawa serta kabut dan keheningan. Seakan mengingatkan Festival Kolaborasi Fakultas Bahasa Seni dan Budaya Universitas Negeri Yogyakarta (FBSB UNY) 2024 untuk sejenak mengambil jeda. Sebab, hujan deras kian menipis, perlahan...

    The post Majelis Al-Lobyu dan Jalan Lain Menyanyikan Puisi appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    Kumandang Magrib hari itu (23/11/2024) membawa serta kabut dan keheningan. Seakan mengingatkan Festival Kolaborasi Fakultas Bahasa Seni dan Budaya Universitas Negeri Yogyakarta (FBSB UNY) 2024 untuk sejenak mengambil jeda. Sebab, hujan deras kian menipis, perlahan menjelma gerimis hingga menyisakan renyai saja. 

    Pembawa acara mengajak genap penonton untuk istirahat, sholat, dan makan (ishoma). Setelah ini Majelis Al-Lobyu tampil. Alangkah baiknya kalau kita mendirikan salat dulu, katanya. 

    Diam-diam saya teringat malam menjelang larut yang tidak begitu jauh. Sekitar tiga hari sebelumnya, di Pendopo Tedjokusumo FBSB. Ada beberapa anak kecil sedang bermain game daring sambil mengepulkan asap rokok. Terka saya, mereka adalah bocah-bocah Karangmalang sini.

    Saat saya goda dengan ancaman melaporkan kepada orang tua mereka, bocah-bocah itu santai saja. Kami sudah boleh merokok, kok, Mas—begitu alasannya. Kalau boleh, kenapa merokok di sini, bukannya di rumah, tanya saya. Bosan, Mas, jawab mereka enteng.

    Di situ, saya anjurkan mereka untuk datang ke acara Festival Kolaborasi beberapa hari lagi. Tetapi di luar dugaan, mereka menjawab, “Halah, paling juga gitu-gitu aja.”

    Malam menjelang larut. Langit sepi bintang, digantikan titik-titik rokok bocah-bocah Karangmalang yang berbaris seperti seribu kunang-kunang.

    Majelis Al-Lobyu dan Jalan Lain Menyanyikan Puisi
    Penampilan Majelis Al-Lobyu. Kami Al-Lobyu, kalian Allobyutu!/Abdillah Danny

    Majelis Al-Lobyu: Sejarah Singkat untuk Napas yang Semoga Panjang

    Irsyad Qalbi adalah mahasiswa Sastra Indonesia semester lima. Asalnya dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Jauh-jauh dia datang demi menimba ilmu. Sungguh semangat yang patut kita jadikan teladan.

    Pagi itu dia masih terlelap tidur saat panitia menghubunginya untuk berkumpul di Pendopo Tedjokusumo. Ini terkait Festival Kolaborasi, kata mereka.

    Maka begitu bangun, dengan segenap ketegaan dia memaksa Astrea tuanya membelah jalanan Godean menuju kampus. Di sana, sudah ada mahasiswa-mahasiswa lain. Di situlah Irsyad tahu, sekali ini KMSI (Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia) akan berkolaborasi dengan HIMA PBSI (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), dan UKMF Al-Huda (ini semacam takmir masjid fakultas begitu).

    Singkatnya, Irsyad bersama Sasmita Musik (salah satu divisi dalam KMSI), yang beberapa kali memproduksi musikalisasi puisi, akan disuruh berkolaborasi dengan PBSI dan Al-Huda. Pihak panitia Festival Kolaborasi tentu akan mensponsori penuh proses musikalisasi puisi yang telah direncanakan itu, terlepas akan mengerjakan ulang (remastered) atau menciptakan yang baru nantinya. Meski ini adalah kolaborasi yang melompat-lompat, Irsyad cenderung menyikapinya sebagai tantangan, serta sesekali jebakan.

    Di situlah Irsyad menghubungi saya, begitu pula kawan-kawan lainnya. Sehingga terhitung proyek tersebut beranggotakan sekitar dua puluhan orang.

    Secara tidak langsung dan malu-malu, kami mengangkat Irsyad menjadi semacam ketua regu. Irsyad yang terlihat sudah capek dengan hal-hal seperti ini, mau-mau saja. Dia lantas membagi proses kami menjadi: (1) pemilihan puisi, (2) pembedahan puisi, dan (3) pengerjaan lagu.

    Setelah proses diskusi yang alot, kami menyetujui untuk memproduksi musikalisasi puisi yang baru. Terpilihlah dua pilihan puisi: Taharah (Soni Farid Maulana) dan Nisan (Chairil Anwar). Berlanjutlah kami membedah puisi tersebut bersama-sama, guna menyepakati bentuk seperti apa yang mesti dilakukan nantinya.

    Proses tersebut berlangsung kurang lebih satu setengah bulan. Di sela-sela kepadatan itu, beberapa kali terjadi kesalahpahaman, sehingga bentuk hadrah yang telah kami sepakati sebelumnya terkendala di alat. Alhasil, karena ada koneksi menuju Ponpes Al-Munawwir, alat-alat pun dipinjam dari sana. Untuk hal itu, kami ucapkan terima kasih banyak kepada Kang Muj dan segenap keluarga besar komplek Madrasah Huffadh 2, Al-Munawwir.

    Saat Festival Kolaborasi kurang sepekan lagi, kami baru menyadari suatu hal yang luput. Adalah nama grup yang belum kami pikirkan. Beberapa nama sempat muncul, seperti “Nurul FBSB”, “Mafia Puisi”, hingga disepakatilah suatu nama, yakni “Majelis Al-Lobyu”.

    Di hari acara, saat jeda Magrib, saya pandangi satu per satu penonton. Ada kawan, saudara, dan beberapa kerabat. Tetapi hati saya baru sumringah ketika bocah-bocah Karangmalang tempo hari ikut menonton, meski di pojok agak belakang.

    Maka langsung saja, begitu selesai ishoma, Majelis Al-Lobyu mulai beraksi. Pembawa acara berteriak, “Takbir!” yang kemudian diikuti “Allahu Akbar” oleh para penonton.

    • Majelis Al-Lobyu dan Jalan Lain Menyanyikan Puisi
    • Majelis Al-Lobyu dan Jalan Lain Menyanyikan Puisi

    Sebuah Jalan Lain

    Sebenarnya, mungkin telah ada banyak jenis grup musik maupun solois yang menyanyikan puisi. Mulai dari folk hingga rap, semuanya nyaris lengkap.

    Sebagai pembuka, dinyanyikanlah Taharah (Soni Farid Maulana) dengan format gitar, gitar listrik, keyboard, floor, simbal, satu vokalis utama, dua backing, serta darbuka. Secara sengaja kami membagi lagu menjadi semacam tiga babak. Untuk mendengarnya lebih lanjut, silakan pula mengunjungi pranala ini.

    “Hati yang karam ke dasar malam, betapa sulit dijangkau!”

    Kemudian hadrah. Hadrah, atau beberapa orang menyebutnya dengan format Al-Habsyi: empat rebana, satu darbuka, satu bas, satu tam, satu vokalis utama, dan tiga backing, adalah sungguh hal yang cukup menarik. Dengan konsep yang matang dan pertimbangan yang setengah main-main setengah serius, puisi Nisan dari Chairil Anwar menapaki nada-nada selawat yang tak asing di telinga khalayak. Dibantu oleh pembagian lirik yang telah dilakukan di awal, penonton ikut bernyanyi sambil mengeja pelan-pelan. Untuk mendengarnya lebih lanjut, silakan pula mengunjungi pranala ini.

    “Bukan kematian benar menusuk kalbu!”

    Saat malam benar-benar telah larut, sementara lampu-lampu masih mengerlipkan cahayanya untuk para penampil lain, saya melipir menuju Pendopo Tedjokusumo. Di sana saya menyalakan rokok pertama saya di hari itu. Sembari menikmati turunnya keringat dari pelipis yang perlahan-lahan mencium bumi.

    Majelis Al-Lobyu dan Jalan Lain Menyanyikan Puisi
    Bocah-bocah Karangmalang, kaliankah itu?/Abdillah Danny

    “Mas!” 

    Bocah-bocah Karangmalang itu. Mereka menghampiri saya, tetap dengan rokoknya. Mereka menebar senyum, sambil meminta rokok saya yang kebetulan lebih enak. Seakan senyuman tersebut adalah pembatalan untuk “Halah, paling juga gitu-gitu aja”-nya kemarin hari.


    Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
    Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

    The post Majelis Al-Lobyu dan Jalan Lain Menyanyikan Puisi appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    https://telusuri.id/majelis-al-lobyu-dan-jalan-lain-menyanyikan-puisi/feed/ 1 44776
    Menyambut Inisiatif Orang Muda Bandung dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Perkotaan https://telusuri.id/menyambut-inisiatif-orang-muda-bandung-dalam-mewujudkan-ketahanan-pangan-perkotaan/ https://telusuri.id/menyambut-inisiatif-orang-muda-bandung-dalam-mewujudkan-ketahanan-pangan-perkotaan/#comments Fri, 13 Dec 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=44560 Sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, Bandung memiliki tantangan serius untuk mencukupi kebutuhan pangan lokal warganya. Betapa tidak, sejumlah data statistik menunjukkan perlunya intervensi dan gebrakan besar yang bersifat kolaboratif untuk mengatasi persoalan tersebut. Kota...

    The post Menyambut Inisiatif Orang Muda Bandung dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Perkotaan appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    Sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, Bandung memiliki tantangan serius untuk mencukupi kebutuhan pangan lokal warganya. Betapa tidak, sejumlah data statistik menunjukkan perlunya intervensi dan gebrakan besar yang bersifat kolaboratif untuk mengatasi persoalan tersebut.

    Kota berpenduduk sekitar 2,5 juta jiwa pada tahun 2022 itu (BPS Kota Bandung, 2023), dengan populasi terbesar penduduk berusia produktif antara 15–29 tahun (mencapai 24%), harus menggantungkan pasokan sumber pangan segar yang aman dikonsumsi sebanyak 96% dari daerah luar Bandung (Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bandung, 2022). Baik dari provinsi di Jawa maupun luar Jawa. Jenis pangan itu antara lain tanaman pangan dan hortikultura (beras, buah-buahan, sayuran, palawija, rempah-rempah), hasil peternakan (telur, daging, susu), serta hasil perikanan (ikan segar dan ikan asin).

    Selanjutnya tersisa hanya kurang dari 4% saja total kebutuhan pangan yang sanggup dipenuhi dari hasil produksi pertanian lokal. Penyebabnya antara lain ketersediaan lahan pertanian yang sangat kecil, yakni 807,11 hektare, atau hanya 4,8% dari total luas wilayah Kota Bandung yang mencapai 167,31 km2. Angka ini bisa terus menurun akibat konversi lahan untuk pembangunan nonpertanian dan lambatnya regenerasi petani (BPS Kota Bandung, 2023).

    Kondisi alam turut memengaruhi stabilitas pasokan pangan di Bandung. Riset Adib (2014) mencatat curah hujan yang tinggi pada tahun 2010 menyebabkan hilangnya 30% pasokan sayuran segar untuk kota ini. Bencana hidrometeorologi lanjutan, yakni banjir, menghambat alur distribusi dan aksesibilitas pasokan pangan ke masyarakat.

    Di tengah kondisi itu, Kota Bandung juga menghadapi dampak perubahan iklim yang memengaruhi kestabilan pasokan pangan. Pada tahun 2010, tingginya curah hujan menyebabkan hilangnya 30% pasokan sayuran untuk kota ini (Adib, 2014). Distribusi pangan juga terhambat oleh masalah banjir, terutama di bagian selatan kota, yang sering terjadi dan mengganggu aksesibilitas. Selain itu, inflasi sebesar 7,45% pada Desember 2022 telah meningkatkan harga barang pokok, memperburuk daya beli masyarakat dan menambah tekanan pada akses pangan (BPS Kota Bandung, 2023).

    Tekanan lain datang dari pengolahan sampah yang belum optimal. Sebanyak 44,52% sampah perkotaan di Bandung berasal dari limbah makanan, mulai dari limbah rumah tangga, pasar, perhotelan, hingga limbah makanan kedaluwarsa yang terbuang begitu saja. Angka ini sekitar 3,88% lebih tinggi dari rata-rata nasional (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2022). Padahal pengeluaran masyarakat Kota Bandung untuk makan cukup besar dan terjadi peningkatan setiap tahunnya. Jika tidak dikelola dengan baik, masalah-masalah tersebut bisa mengancam kegiatan perekonomian dan ketahanan pangan Kota Bandung.

    Untuk itu perlu langkah progresif dan tepat sasaran agar penyediaan sumber pangan lokal tidak terus terjatuh dalam jurang krisis. Tingginya minat orang muda terhadap bisnis dan gerakan kemasyarakatan, ketersediaan lokapasar digital, hingga keterbukaan pada kolaborasi lintas sektor di hulu–hilir mesti disambut baik.

    Inisiatif-inisiatif yang bermula dari lingkup kecil, tetapi bisa berdampak besar telah menunjukkan bukti konkret secara perlahan. Orang-orang muda muncul bak tunas pemberi harapan.

    Fokus kegiatan Seni Tani menggarap lahan-lahan tidur di kawasan perkotaan menjadi kebun sayur produktif untuk menunjang
    ketahanan pangan/Dokumentasi Seni Tani

    Inisiatif ketahanan pangan berbasis masyarakat

    Persoalan pemenuhan kebutuhan pangan lokal di Kota Bandung mengundang orang-orang muda bergerak. Salah satu yang populer adalah Seni Tani, sebuah kelompok orang muda yang diinkubasi atau diberdayakan dari Komunitas 1000Kebun. Seni Tani berfokus menghidupkan kembali lahan-lahan pertanian perkotaan yang “tertidur” alias tidak produktif di kawasan Arcamanik, khususnya Kelurahan Sukamiskin. 

    Gerakan tersebut muncul dengan konsep Community Supported Agriculture (CSA), yang menghasilkan produk pertanian ramah lingkungan secara kolektif. Program CSA berupaya mengembangkan sistem pasar pangan lokal secara adil, menghubungkan konsumen dan petani tanpa sekat, hingga melakukan edukasi dan praktik pertanian berkelanjutan untuk generasi muda. Generasi muda di Bandung menjadi kelompok yang paling diperhatikan, mengingat tingginya tingkat depresi akibat pengaruh media sosial dan kesulitan ekonomi selama pandemi COVID-19 lalu.

    Berdasarkan riset Pertiwi dkk (2021), pada Agustus 2020, dari 647 responden remaja usia 14–18 tahun di Kota Bandung, sebanyak 58,74 mengalami kecemasan sebagai bentuk kondisi psikologi negatif akibat pandemi COVID-19. Dari jumlah itu, 32,15% di antaranya mengalami depresi sedang atau berat. Mereka mengalami tekanan psikologis yang berat akibat adanya kebijakan pembatasan interaksi dan adaptasi kebiasaan baru oleh pemerintah. Sementara BPS Kota Bandung (2021) menyatakan adanya kenaikan tingkat pengangguran terbuka di kalangan muda (angkatan kerja di atas 15 tahun) di kota tersebut selama pandemi. Dari 105.067 orang (8,16%) pada 2019, meningkat menjadi sebanyak 147.081 orang (11,19%) pada 2020.

    Kondisi itu termasuk yang melandasi lahirnya gerakan berbasis orang muda oleh Seni Tani. Setidaknya ada tiga aspek yang diperjuangkan Seni Tani, yaitu lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dari sisi lingkungan, Seni Tani mengubah lahan tidur di kawasan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) Arcamanik menjadi kebun pertanian organik. Lalu dari segi sosial, Seni Tani melibatkan orang muda dan komunitas setempat untuk mendapatkan pelatihan urban farming dan menyediakan akses pangan lokal dan sehat. Terakhir di aspek ekonomi, para petani muda kota yang tergabung dalam Seni Tani mendapatkan kepastian pendapatan dari hasil tani mereka dengan pendekatan sistem CSA atau Tani Sauyunan.

    Contoh komoditas sayur organik hasil panen dari kebun-kebun yang dikelola Seni Tani maupun petani muda mitra
    di Kota Bandung/Dokumentasi Seni Tani

    “Sauyunan” bermakna kebersamaan, yang berarti sistem ini akan mendekatkan petani dan masyarakat secara langsung. Sampai dengan Oktober 2024, 189 orang warga Kota Bandung telah menjadi anggota CSA-Tani Sauyunan. Sejak Januari 2021, gerakan ini telah menggarap 913 m2 lahan tidur, mengolah 12.046 kg sampah dapur dan halaman, menghasilkan 6.023 kg kompos, dan memproduksi 1.934 kg sayuran sehat.

    Inisiatif hebat dari orang muda tersebut disambut positif oleh AKATIGA, lembaga penelitian nonprofit yang berdiri sejak tahun 1991 dan didirikan oleh sekelompok peneliti ilmu sosial Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan International Institute of Social Studies Den Haag (ISS). Lembaga ini bergerak dengan tiga fokus kegiatan: penelitian sosial, monitoring dan evaluasi program-program pembangunan, serta rekomendasi kebijakan.

    Sebagai upaya memastikan kelestarian sistem CSA oleh Seni Tani, kedua pihak kemudian sepakat membangun Konsorsium Paguyuban Pangan (PUPA) dengan program utama penguatan kapasitas komunitas dalam mengembangkan sistem pangan lokal Kota Bandung secara berkelanjutan. Dalam rilis resminya, AKATIGA meyakini CSA Tani Sauyunan sebagai peluang orang-orang muda untuk menciptakan lingkungan sosial, politik, dan ekonomi; yang memungkinkan orang muda memiliki akses dan kontrol lebih besar terhadap sumber daya penghidupan berkelanjutan di perkotaan.

    Konsorsium ini adalah bagian dari program Urban Futures yang didukung oleh Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Humanis). AKATIGA berupaya mendukung perkembangan CSA Tani Sauyunan melalui kerangka riset dan advokasi kebijakan. Harapannya, kemudian mendorong ruang kebijakan yang dapat memfasilitasi sistem berbasis komunitas tersebut sebagai alternatif untuk memperkuat sistem pangan berkelanjutan di Kota Bandung.

    Dalam pernyataan resminya di acara peluncuran Urban Futures di Pendopo Kota Bandung (8/3/2024), Vania Febriyantie, pendiri Seni Tani, menganggap Seni Tani bagaikan doa yang diaminkan lewat program Urban Futures. Baginya, sangat penting untuk mengenal asal makanan, siapa yang menanam, dan bagaimana cara menanam agar menimbulkan empati pada sepiring makanan yang tersaji. Ia berharap bisa berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menjaga ketahanan pangan di Kota Bandung secara berkelanjutan.

    Program CSA-Tani Sauyunan menghubungkan distribusi produk sayuran antara petani dengan pemesan (pasar)
    secara langsung/Dokumentasi Seni Tani

    Gandeng tangan untuk ketahanan pangan Bandung

    AKATIGA dan Seni Tani tidak bisa berjalan sendirian. Langkah progresif lewat bingkai Konsorsium PUPA perlu kawalan tangan multipihak untuk menjamin keberlanjutan. Sebab, pertumbuhan populasi penduduk merupakan keniscayaan. Kian banyak orang yang harus dicukupi kebutuhan pangan dan nutrisinya. Pun perubahan iklim terus menggerus bumi, menimbulkan ketidakpastian dalam sistem pertanian masyarakat. Butuh banyak tangan orang muda untuk saling bergandengan mewujudkan ketahanan pangan perkotaan.

    Urban Futures menjadi salah satu medium untuk mewujudkan itu. Program global lima tahun (2023–2027) tersebut berfokus pada sistem pangan perkotaan, kesejahteraan golongan muda, dan aksi iklim. Di Indonesia, selain Manggarai Barat, pelaksanaan program yang dikelola Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Humanis) dengan dukungan mitra, jaringan, dan pakar lokal tersebut juga berlangsung di Bandung. Acara kick-off Urban Futures Bandung berlangsung pada 5–6 Maret 2024 di Pendopo Kota Bandung. Sejumlah pemangku kepentingan hadir. Mulai dari Yayasan Humanis, Pemerintah Kota Bandung, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung, hingga pelaksana program Urban Futures di Bandung, seperti RISE Foundation dan Konsorsium KOPAJA. 

    Dalam keterangannya melalui portal berita Pemerintah Provinsi Jawa Barat (8/3/2024), Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Kota Bandung Eric M. Attauriq menyambut positif kegiatan tersebut. Ia menyebut kolaborasi tidak hanya penting untuk mendukung ketahanan pangan, tetapi juga memberi kemudahan akses pangan berkelanjutan, beragam, dan bergizi. Baginya, Urban Futures sangat relevan dengan budaya kreatif yang dimiliki orang muda Kota Bandung dalam melakukan transformasi sistem pangan yang inklusif dan berkelanjutan.

    Di sisi lain, Kepala DKPP Kota Bandung Gin Gin Ginanjar mengungkapkan rasa syukurnya karena, Kota Bandung mendapat kesempatan menyelenggarakan kegiatan Urban Futures. Ia menyebut kegiatan ini merupakan buah dari upaya Pemerintah Kota Bandung dalam menggalakkan program Buruan Sae, sebuah program pertanian perkotaan (urban farming) terintegrasi yang ditujukan untuk menanggulangi ketimpangan permasalahan pangan di Kota Bandung. Program ini mengajak masyarakat memanfaatkan pekarangan atau lahan yang ada untuk berkebun memenuhi kebutuhan pangan di lingkup keluarga.

    Pernyataan dari perwakilan pemerintah daerah tersebut menunjukkan komitmen dan dukungan pada ikhtiar mewujudkan kemandirian pangan lokal, termasuk mengakomodasi peluang kolaborasi dengan inisiatif-inisiatif komunitas setempat. Tujuannya adalah agar Kota Bandung tidak bergantung pada wilayah lain.

    Direktur Eksekutif Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial, Tunggal Pawestri menyampaikan apresiasi terhadap Pemerintah Kota Bandung. Kota Kembang ini terpilih sebagai kolaborator berkat sejumlah prestasi serta rekam jejak aktivasi Pemerintah Kota Bandung dalam upaya menjaga ketahanan pangan. Lebih lanjut, Tunggal Pawestri mendorong generasi muda untuk menjadi aktor transformasi ketahanan pangan di masa depan.

    Maka terbitnya Perda Kota Bandung Nomor 3 Tahun 2024 tentang Pelayanan Bidang Pangan, Pertanian dan Perikanan, yang berimplikasi mendorong peningkatan produksi pangan lokal, perlu diterjemahkan lebih teknis ke dalam peraturan-peraturan turunan. Tujuannya, payung-payung hukum tersebut akan melindungi upaya peningkatan produksi pangan lokal berbasis masyarakat, memastikan akses pangan secara sehat dan aman, serta mencari bibit orang-orang muda lainnya sebagai garda terdepan dalam peningkatan produksi dan ketahanan pangan lokal di Kota Bandung. 


    Referensi:

    Adib, M. (2014). Pemanasan Global, Perubahan Iklim, Dampak, dan Solusinya di Sektor Pertanian. BioKultur, Vol.III/No.2/Juli–Desember 2014, hal. 420–429. https://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-bkbbfe09eddcfull.pdf.
    Badan Pusat Statistik Kota Bandung. (2020). Kota Bandung dalam Angka 2020. Diakses dari https://bandungkota.bps.go.id/id/publication/2020/04/27/0a1cfa49906db067b3fb7e5e/kota-bandung-dalam-angka-2020.html.
    Badan Pusat Statistik Kota Bandung. (2021). Kota Bandung dalam Angka 2021. Diakses dari https://bandungkota.bps.go.id/id/publication/2021/02/26/2fb944aeb2c1d3fe5978a741/kota-bandung-dalam-angka-2021.html.
    Badan Pusat Statistik Kota Bandung. (2023). Kota Bandung dalam Angka 2023. Diakses dari https://bandungkota.bps.go.id/id/publication/2023/02/28/13fdfc9d27b1f2c450de2ed4/kota-bandung-dalam-angka-2023.html.
    Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bandung. (2022). Rencana Strategis (Renstra) Perubahan Kota Bandung 2018–2023. Diakses dari https://ppid.bandung.go.id/storage/ppid_pembantu/informasi_setiap_saat/dS2XItXwdwGYkIrVET4EaaEYPawo6S1qeq4FFWUZ.pdf.
    Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2022). Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional. SIPSN. Diakses dari https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/.
    Pertiwi, S. T., Moeliono, M. F., dan Kendhawati, L. (2021). Depresi, Kecemasan, dan Stres Remaja selama Pandemi Covid-19. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol. 6, No. 2, September 2021. DOI: http://dx.doi.org/10.36722/sh.v6i2.497.

    Foto sampul: Inisiatif orang muda peduli sistem pangan berkelanjutan lewat gerakan Seni Tani di Kota Bandung, Jawa Barat/Dokumentasi Seni Tani


    Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
    Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

    The post Menyambut Inisiatif Orang Muda Bandung dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Perkotaan appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    https://telusuri.id/menyambut-inisiatif-orang-muda-bandung-dalam-mewujudkan-ketahanan-pangan-perkotaan/feed/ 1 44560
    Antusiasme Orang Muda Sukseskan Lokakarya Pangan Lokal Berkelanjutan “Simpang Belajar” di Manggarai Barat https://telusuri.id/antusiasme-orang-muda-sukseskan-lokakarya-pangan-lokal-berkelanjutan-simpang-belajar-di-manggarai-barat/ https://telusuri.id/antusiasme-orang-muda-sukseskan-lokakarya-pangan-lokal-berkelanjutan-simpang-belajar-di-manggarai-barat/#respond Wed, 04 Dec 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=44353 Urban Futures, yang dikelola oleh Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Humanis), baru saja menyelesaikan gelaran lokakarya pangan lokal berkelanjutan dengan judul “Simpang Belajar”. Kegiatan yang berlangsung pada pada 11–14 November 2024 ini mengajak 15 orang...

    The post Antusiasme Orang Muda Sukseskan Lokakarya Pangan Lokal Berkelanjutan “Simpang Belajar” di Manggarai Barat appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    Urban Futures, yang dikelola oleh Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Humanis), baru saja menyelesaikan gelaran lokakarya pangan lokal berkelanjutan dengan judul “Simpang Belajar”. Kegiatan yang berlangsung pada pada 11–14 November 2024 ini mengajak 15 orang muda memetakan potensi dan masalah seputar pangan di sekitarnya, membayangkan sistem pangan perkotaan yang mereka impikan, dan merencanakan inisiatif aksi yang dapat mereka lakukan untuk mencapai visi tersebut. Kehadiran Dicky Senda dari komunitas Lakoat Kujawas sebagai fasilitator dan Musfika Syam dari Videoge Arts & Society sebagai co-fasilitator memberikan perspektif baru dan memperkaya diskusi selama lokakarya Simpang Belajar.

    Kenalkan Konsep Lodok Lingko

    Lokakarya Simpang Belajar berlangsung secara hybrid selama empat hari, sebab fasilitator menghadapi tantangan tak terduga akibat erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki. Dicky Senda bersama Pamflet mengikuti kegiatan secara daring dari Denpasar, Bali, sedangkan Rombak Media bersama peserta berada di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

    Fasilitator membuka sesi dengan memperkenalkan sistem Lodok Lingko pada hari pertama. Lingko merupakan sistem pertanian tradisional yang dirancang seperti jaring laba-laba. Penerapannya pada dinamika “Simpang Belajar” kali ini adalah peserta punya wilayah Lodok (di dalam) yang digunakan untuk merancang visi atau tujuan mereka mengikuti kelas ini; cicing (bagian luar) menjadi representasi kontribusi peserta, meliputi pengalaman dan keterampilan apa saja yang mereka bawa ke dalam kelas; sedangkan garis pemisah digunakan untuk meletakkan aturan bersama selama kegiatan yang sudah disepakati oleh seluruh peserta.

    Peserta lokakarya membentuk plano kecil di hari pertama (kiri) dan plano besar di hari kedua untuk mempelajari sistem Lodok Lingko yang diperkenalkan Dicky Senda sebagai fasilitator/Dokumentasi Simpang Belajar

    Fasilitator juga memantik diskusi dengan mengajak peserta mengasosiasikan diri sebagai sebuah bahan pangan. Mereka lalu berkelompok, dan masing-masing kelompok memilih satu bahan pangan yang mewakili identitas para anggota. Tiga bahan pangan terpilih yang dijadikan sebagai nama kelompok yakni kelor, cabai, dan kelapa kemudian menjadi bahan diskusi mulai perjalanannya dari kebun hingga berada di atas piring makan kita. Selain itu, peserta juga mendiskusikan permasalahan, peluang, dan solusi dari masing-masing bahan tersebut.

    Dari sesi ini, penulis sekaligus aktivis pangan, Dicky Senda menyimpulkan bahwa sistem pangan lokal adalah refleksi kompleksitas ekologi, sosial, budaya, dan politik. Kondisi ekologis memengaruhi jenis pangan lokal, sedangkan kebijakan politik memengaruhi harga dan ketersediaannya. Selain itu, Indonesia  yakni menjadi negara pembuang makanan terbesar kedua di dunia sekaligus memiliki angka stunting ketiga tertinggi di Asia. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan strategi bersama melalui gerakan pangan lokal yang terintegrasi, dengan fokus pada membangun kesadaran untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya pangan lokal secara berkelanjutan.

    Masih menggunakan pendekatan lokal untuk memantik diskusi antarpeserta, Dicky Senda membawa konsep “Asam di Mbeliling, ikan di Papagarang, ketemunya di Warloka”. Pasar Warloka yang berlokasi di pesisir Desa Warloka, sekitar 17 km atau 30 menit berkendara ke arah selatan dari Luwansa Beach Resort, Labuan Bajo, merupakan salah satu pasar tertua yang masih menerapkan sistem barter. Setiap hari Selasa, masyarakat pesisir dan pegunungan bertemu dan membawa potensi pangan masing-masing untuk ditukar, misalnya ikan dari masyarakat pesisir ditukar dengan sayur dari masyarakat pegunungan. Jika di Warloka orang-orang bertukar pangan, maka di Simpang Belajar, peserta yang terdiri dari berbagai latar belakang ini dapat bertukar ilmu untuk membayangkan dan mewujudkan sistem pangan perkotaan yang mereka impikan.

    Dicky Senda, pegiat pangan lokal dan pendiri komunitas Lakoat Kujawas di Mollo, Timor Tengah Selatan, mengisi materi ruang secara daring/Dokumentasi Simpang Belajar

    Kunjungan Lapangan ke Lompong Cama, Maggotnesia, dan Kolektif Videoge

    Selepas mengikuti sesi dalam ruangan bersama Dicky Senda, esoknya (12/11/2024) para peserta terbagi menjadi tiga kelompok dan mengadakan kunjungan lapangan ke tempat berbeda, yakni Lompong Cama, Maggotnesia, dan Kolektif Videoge. Di Lompong Cama, peserta mempelajari metode bercocok tanam, cara mengolah hasil kebun menjadi makanan siap santap, serta mengelola sisa bahan pangan menjadi kompos bersama Citra Kader, seorang chef sekaligus pegiat pangan di Labuan Bajo. Citra juga mengajak peserta berdiskusi mengenai pengaruh krisis iklim di daerah pesisir Manggarai Barat terhadap tanaman pangan.

    Antusiasme Orang Muda Sukseskan Lokakarya Pangan Lokal Berkelanjutan "Simpang Belajar" di Manggarai Barat
    Citra Kader (paling kanan) mendemonstrasikan cara mengolah dan memasak hasil kebun di Lompong Cama kepada para peserta lokakarya Simpang Belajar/Dokumentasi Simpang Belajar

    Peserta yang mengunjungi Maggotnesia menggali wawasan tentang pengolahan sampah organik dan budidaya larva maggot untuk mengurai limbah sampah makanan bersama Royen Aquilinus, inisiator Maggotnesia. Harapannya, lewat kunjungan ini peserta dapat memperoleh wawasan tentang manajemen sampah organik yang menjadi alternatif solusi lingkungan yang dapat diterapkan di wilayah masing-masing, khususnya Labuan Bajo yang memproduksi sampah organik dari aktivitas pariwisata.

    Sementara itu, peserta yang berkunjung ke Videoge mempelajari praktik pengarsipan pangan bersama Aden Firman, pendiri Kolektif Videoge. Aden berbagi wawasan dan kiat tentang bagaimana Videoge melakukan praktik pengarsipan pangan yang melahirkan sebuah buku berjudul Resep Tetangga: Kumpulan Resep Masakan Warga Pesisir Labuan Bajo. Tidak hanya itu, peserta juga mengikuti aktivitas tur kampung dan tur dapur untuk mengenali potensi dan riwayat kampung setempat, bertemu dengan warga yang beraktivitas di industri pangan rumahan, dan belajar tentang praktik pangan lokal, yakni memasak ikan menggunakan resep suku Bajo dan suku Bugis.

    Antusiasme Orang Muda Sukseskan Lokakarya Pangan Lokal Berkelanjutan "Simpang Belajar" di Manggarai Barat
    Peserta mengunjungi Maggotnesia untuk belajar pengolahan limbah makanan, terutama sampah organik dan budidaya larva maggot/Dokumentasi Simpang Belajar

    Refleksi Kegiatan dan Rencana Sistem Pangan Berkelanjutan

    Pada penghujung kegiatan, Dicky Senda mengajak peserta berefleksi dengan cara menggambar porsi makan di atas kertas. Ternyata, sebagian besar peserta menggambar nasi. Dicky Senda lantas menyoroti bagaimana isu kelangkaan pangan lokal itu dipengaruhi oleh banyak hal, di antaranya durasi pengolahan, akses ke pangan lokal yang semakin sulit, perubahan iklim dan zaman, serta adanya inovasi makanan modern.

    Selain itu, Dicky juga meminta peserta untuk kembali melihat Lodok Lingko yang dibuat di hari pertama. Tujuannya mencari tahu, apakah ada beberapa perkembangan setelah mengikuti sesi selama empat hari. Dengan bekal tersebut, peserta lantas merancang visi kota yang sudah ada supaya benar-benar terlaksana sesuai slogan “Manggarai Barat: Selaras Alam, Budaya, Manusia”.

    Antusiasme Orang Muda Sukseskan Lokakarya Pangan Lokal Berkelanjutan "Simpang Belajar" di Manggarai Barat
    Tur kampung dan tur dapur bersama Videoge di Labuan Bajo/Dokumentasi Simpang Belajar

    Tutup Kegiatan dengan Kesan Pesan

    Pamflet dan Rombak Media menutup rangkaian Simpang Belajar dengan berbagi kesan dengan peserta. Salah satu peserta, Ani, mengungkapkan rasa terima kasih dan semangatnya, “Terima kasih atas fasilitasi selama empat hari. Dari awal mulai, banyak sekali wawasan yang saya peroleh. Saya mempunyai ide membuat program [seputar pangan] baru, dan semoga ini terus berjalan untuk mengingatkan kita bahwa kita punya banyak hal yang bisa dilakukan.”

    Dicky Senda selaku fasilitator pun menyampaikan harapannya, “Silakan teman-teman diskusikan lebih lanjut, tidak harus selesai malam ini, mungkin nanti teman-teman akan dapat insight tiba-tiba yang menginspirasi dan bisa menjadi ciri identitas atau nama dari koalisi atau komunitas ini.” Dengan begitu, harapannya koneksi yang terjalin antarpeserta tidak terputus.

    Wilsa, selaku perwakilan dari Pamflet, juga berharap para peserta tetap saling terkoneksi. Sehingga wawasan yang didapat dalam kegiatan tersebut pada akhirnya bisa dituangkan dalam bentuk komunitas atau lainnya.

    Foto sampul: Peserta lokakarya bersama Citra Kader (dua dari kiri), seorang chef dan pegiat pangan lokal Labuan Bajo menunjukkan masakan siap santap yang bahannya berasal dari hasil kebun Lompong Cama/Dokumentasi Simpang Belajar


    Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
    Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

    The post Antusiasme Orang Muda Sukseskan Lokakarya Pangan Lokal Berkelanjutan “Simpang Belajar” di Manggarai Barat appeared first on TelusuRI.

    ]]>
    https://telusuri.id/antusiasme-orang-muda-sukseskan-lokakarya-pangan-lokal-berkelanjutan-simpang-belajar-di-manggarai-barat/feed/ 0 44353