Ahmad Amirul Sir Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Mon, 05 Feb 2024 08:03:03 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Ahmad Amirul Sir 32 32 135956295 Jelajah Kolaka: Sejuknya Makam Sangia Nibandera https://telusuri.id/jelajah-kolaka-sejuknya-makam-sangia-nibandera/ https://telusuri.id/jelajah-kolaka-sejuknya-makam-sangia-nibandera/#respond Mon, 05 Feb 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41089 Beberapa waktu lalu saya berkesempatan mengunjungi salah satu cagar budaya nasional di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Letaknya sekitar 15 kilometer ke arah selatan dari ibu kota kabupaten. Sebagai informasi, Kabupaten Kolaka adalah sebuah daerah yang...

The post Jelajah Kolaka: Sejuknya Makam Sangia Nibandera appeared first on TelusuRI.

]]>
Beberapa waktu lalu saya berkesempatan mengunjungi salah satu cagar budaya nasional di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Letaknya sekitar 15 kilometer ke arah selatan dari ibu kota kabupaten. Sebagai informasi, Kabupaten Kolaka adalah sebuah daerah yang terletak di tenggara jazirah Pulau Sulawesi. Kabupaten ini merupakan eks Kerajaan Mekongga yang berdiri sejak abad XIII.

Sebelum menuju ke lokasi yang ingin saya kunjungi, saya sempat belanja beberapa kue tradisional di Pasar Raya Mekongga, sentra ekonomi di Kabupaten Kolaka. Saya membeli kue pukis (masyarakat lokal menyebutnya buroncong) dan beberapa ikat buras—sejenis lontong yang diikat dengan tali rafia. Dari sana, saya kemudian berkendara dengan sepeda motor menuju ke arah selatan, tepatnya ke Desa Tikonu, Kecamatan Wundulako.

Mampir Sejenak di Simpang Tiga 19 November

Setelah berkendara kurang lebih lima menit, saya tiba di Simpang Tiga 19 November. Tempat ini merupakan lokasi yang cukup bersejarah dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Saat itu, tentara Netherlands Indies Civil Administration (NICA) berangkat dari Kendari hendak mengambil tawanan di Pomalaa (letaknya 20 kilometer ke arah selatan), yang saat itu menjadi rebutan para pasukan karena eksistensi nikel yang ditemukan oleh E. C. Abendanon pada 1909.

Di simpang tiga tersebut para pemuda Kolaka bertempur melawan para tentara NICA pada 19 November 1945. Saat ini, tepat di tengah simpang tiga dibangun Tugu Perjuangan 19 November. Bagian puncaknya berdiri patung pejuang yang mengepalkan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya memegang bambu runcing yang ujungnya telah terikat bendera merah putih. Di bawah ornamen pejuang itu, terukir relief yang menggambarkan kronologi peristiwa perjuangan 19 November. Sayang, kondisi tugu tersebut saat ini bisa dibilang kurang terawat.

Saya kemudian belok kanan ke arah selatan. Setelah berkendara kurang lebih tujuh menit, saya berada di sebuah pertigaan dengan gapura bertuliskan “SANGIA NIBANDERA”. Uniknya tulisan ini tidak tepat berada di tengah, melainkan sedikit menjorok ke kanan. Motif-motif khas Mekongga menghiasi tiang-tiang gapura.

Tepat di sebelah kanan gapura tersebut, tampak beberapa kios jajanan berjejer di ujung taman. Di tengah taman itu, juga berdiri sebuah tugu yang di puncaknya bertengger patung burung elang berukuran cukup besar yang membentangkan sayap. Adapun di bawahnya terdapat beberapa patung lain berukuran sedang, yaitu dua patung manusia duduk bersila dengan sebuah buku terbuka di hadapan keduanya, dan patung yang membidik sesuatu menggunakan bambu runcing. Di bagian depan taman, tepat di sudut pertigaan, tersusun tulisan dengan warna biru dan merah yang menjadi penanda tempat itu. “Wisata Jajanan Sangia Nibandera”.

Kawasan Cagar Budaya Nasional

Saya memutuskan melanjutkan perjalanan menuju destinasi yang hendak saya kunjungi dengan melewati gapura tadi. Menurut informasi yang saya dapat, setelah melewati gapura ini, saya hanya perlu lurus menelusuri jalan hingga menemukan jalan tidak beraspal dan belok ke kiri. Saya berkendara dengan berpedoman informasi tersebut. 

Benar saja, sekitar 50 meter setelah mendapati jalan berbatu, sebuah plang mengarahkan saya menuju destinasi. Entah karena alasan apa jalanan aspal ini tidak sampai hingga ke tempat yang saya tuju. Plang berwarna hijau itu berdiri tepat di sebelah kanan jalan yang berbatasan langsung dengan hutan. Selain ke tujuan saya, plang tersebut juga mengarahkan ke destinasi lainnya, yakni Sekolah Alam Kongga Tikonu. Sayangnya, waktu saya tidak cukup untuk mengunjungi dua destinasi sekaligus.

Beberapa saat berselang tibalah saya di tempat tujuan. Pagar tembok dan besi berwarna merah dengan bis putih mengelilingi. Di tengahnya terdapat gapura dengan warna yang senada, yang di atasnya bertuliskan  “CAGAR BUDAYA NASIONAL MAKAM SANGIA NIBANDERA”. Kawasan ini merupakan kompleks pemakaman raja-raja Mekongga, salah satunya Bokeo Ladumaa yang bergelar Sangia Nibandera.

Saya melihat dua ornamen pedang khas Mekongga di puncak gapura. Tepat setelah gapura di dalam area makam, terdapat Masjid Nur Ladumaa yang beratap biru dan dinding hijau cerah dengan kombinasi kuning lemon pada tiang.

Di seberang masjid saya mendapati sebuah pendopo berarsitektur lokal dengan pagar besi. Pendopo ini bisa disebut dengan pendopo luar, karena letaknya yang agak berjauhan dengan makam utama. Pendopo ini seringkali digunakan untuk kegiatan masyarakat. Selain pendopo luar, juga terdapat pendopo yang dibangun tepat di sekitar makam yang seringkali digunakan untuk ritual adat. Namun, sayangnya saat dikunjungi oleh penulis, pendopo sedang dalam proses renovasi.

Jelajah Kolaka: Sejuknya Makam Sangia Nibandera
Area makam utama Sangia Nibandera/Ahmad Amirul Sir

Makam Utama Sangia Nibandera

Saya lalu berjalan lebih jauh mendekati areal makam utama. Sebuah sungai kecil mengalir di dekatnya. Usai menyeberangi jembatan, saya kembali mendapati pendopo dengan arsitektur seperti yang tampak di depan masjid. Pohon-pohon dan suasana hutan kemudian menyelimuti kawasan utama destinasi ini, sehingga pengunjung akan merasakan hawa yang sangat sejuk. Jika beruntung, suara serangga hutan juga akan terdengar.

Makam utama Sangia Nibandera berada di atas tumpukan batu dan dikelilingi pagar besi dan tiang berhiaskan motif khas Mekongga. Dua pohon berukuran besar, yang diperkirakan berusia ratusan tahun menjadi penanda makam utama. Tepat di samping makam utama juga terdapat makam-makam lain yang terletak sangat berdekatan dengan pohon-pohon berukuran besar dengan usia tak jauh berbeda. Makam-makam tersebut merupakan kerabat dan keluarga Sangia Nibandera.

Menariknya, destinasi cagar budaya ini tidak hanya tentang makam saja. Tepat di samping makam utama terdapat guci peninggalan Dinasti Ming yang dipagari dengan pagar besi. Menurut kepercayaan masyarakat Mekongga, guci itu dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit kulit. Uniknya, guci dari era Sangia Nibandera tersebut akan terisi banyak air saat musim kemarau dan cukup kering di musim penghujan.

Makam Sangia Nibandera dapat menjadi destinasi wisata religius dengan suasana sejuk, sebab berada di area hutan yang dilindungi oleh masyarakat setempat. Destinasi ini akan cukup ramai dikunjungi menjelang Ramadan dan lebaran, tetapi jauh lebih minim pengunjung di hari-hari biasa.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Jelajah Kolaka: Sejuknya Makam Sangia Nibandera appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/jelajah-kolaka-sejuknya-makam-sangia-nibandera/feed/ 0 41089
Jelajah Kolaka: Riwayat Gedung Nasional dan Rumah Kontrolir yang Dilumat Zaman https://telusuri.id/jelajah-kolaka-riwayat-gedung-nasional-dan-rumah-kontrolir-yang-dilumat-zaman/ https://telusuri.id/jelajah-kolaka-riwayat-gedung-nasional-dan-rumah-kontrolir-yang-dilumat-zaman/#respond Tue, 12 Sep 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39825 Matahari bersinar cukup cerah. Hari itu saya kembali ke kota kelahiran, Kolaka, ibu kota kabupaten yang terletak di jazirah tenggara Pulau Sulawesi. Perasaan bahagia perlahan timbul melihat perkembangan Kolaka yang cukup pesat. Perkembangan terbaru yang...

The post Jelajah Kolaka: Riwayat Gedung Nasional dan Rumah Kontrolir yang Dilumat Zaman appeared first on TelusuRI.

]]>
Matahari bersinar cukup cerah. Hari itu saya kembali ke kota kelahiran, Kolaka, ibu kota kabupaten yang terletak di jazirah tenggara Pulau Sulawesi. Perasaan bahagia perlahan timbul melihat perkembangan Kolaka yang cukup pesat. Perkembangan terbaru yang saya dengar adalah pembangunan smelter nikel oleh PT Indonesia Pomalaa Industrial Park di Pomalaa, kurang lebih 20 km ke arah selatan dari Kolaka.

Saya mencoba menelusuri jejak-jejak masa lalu kota kelahiran saya. Saya berkendara dengan sepeda motor ke arah Tugu Kakao di pinggiran Pantai Kolaka yang menjadi landmark kota ini.

Jelajah Kolaka: Riwayat Gedung Nasional dan Rumah Kontrolir yang Dilumat Zaman
Penampakan Gedung Nasional dan rumah kontrolir Belanda terlihat dari Jalan R. A. Kartini/Ahmad Amirul Sir

Saksi Bisu Berdirinya Republik dan Kabupaten Kolaka

Sebelum sampai ke Tugu Kakao, sebuah gedung bergaya lokal klasik dengan atap berhamburan bekas terbakar menarik perhatian saya. Beberapa lembar seng yang telah berkarat terpaku di bagian depan gedung. Letaknya di sebelah kiri ruas Jalan R. A. Kartini menuju Tugu Kakao, tepat setelah jembatan. Gedung itu menghadap ke barat. Tepat di hadapan gedung itu, berdiri sebuah rumah bergaya kolonial klasik. Sebuah pemandangan yang sangat kontras.

Tembok setinggi 2—3 meter mengelilingi gedung dan rumah itu, dengan monumen berwarna merah dan putih setinggi kurang lebih 3—5 meter, berdiri menghadap ke utara di ujung halaman kedua rumah. Saya kemudian duduk di undakan monumen dan mencoba mengingat kembali kaitan rumah dan gedung tersebut dengan Kolaka di masa lalu. Seingat saya, ada ornamen Garuda Pancasila di puncak monumen ini. Miris, ornamen itu telah raib hingga tak berbekas. 

Jelajah Kolaka: Riwayat Gedung Nasional dan Rumah Kontrolir yang Dilumat Zaman
Kondisi beranda Gedung Nasional yang tertutup seng/Ahmad Amirul Sir

Ah, saya ingat! Berdasarkan literatur yang saya baca beberapa tahun silam, rumah bergaya kolonial klasik itu adalah rumah controleur (kontrolir) Belanda di zaman kolonial. Adapun gedung di hadapannya adalah tempat berkantor kontrolir yang menjabat. Tatkala masa revolusi kemerdekaan, pemerintah kemudian mengambil alih rumah dan gedung tersebut. Masing-masing berubah menjadi rumah jabatan kepala pemerintahan Kolaka dan kantor pemerintahan bernama Gedung Nasional.

Masih dari literatur yang sama, Gedung Nasional ini merupakan tempat proklamasi kemerdekaan di Kolaka pada 17 September 1945. Proklamasi di Kolaka memicu peristiwa serupa di berbagai daerah di Sulawesi Tenggara. Pembangunan monumen merah putih bertujuan untuk mengenang peristiwa bersejarah tersebut. Di sinilah bendera merah putih untuk pertama kalinya berkibar.

Jelajah Kolaka: Riwayat Gedung Nasional dan Rumah Kontrolir yang Dilumat Zaman
Rumah kontrolir jika terlihat dari samping pada 2016/Google Maps

Gedung Nasional dan rumah kontrolir Kolaka bukan hanya menjadi saksi bisu perjuangan kemerdekaan masyarakat Kolaka, melainkan juga berdirinya Kabupaten Kolaka. Sebab pada akhir 1959, rumah kontrolir Kolaka menjadi tempat pertama terdengarnya kabar tentang resminya Kolaka sebagai daerah otonom tingkat II (kabupaten).

Beberapa bulan kemudian, tepatnya 29 Februari 1960, Jacob Silondae kemudian dilantik di Gedung Nasional oleh Andi Pangerang Pettarani (Gubernur Sulawesi saat itu) sebagai Bupati Kolaka pertama. Gedung Nasional pun beralih fungsi sebagai kantor kepala daerah dan rumah kontrolir berganti menjadi rumah jabatan bupati. Hal ini berlangsung hingga pertengahan era Orde Baru. Setelah itu belum ada catatan khusus yang membahas mengenai gedung dan rumah bersejarah ini.

Nasibnya Kini

Sembari menikmati suasana sore yang memanjakan diri, saya berselancar di internet mengenai status gedung dan rumah ini. Saya menemukan sebuah artikel berita tentang pengambilalihan kedua bangunan bersejarah itu oleh pemerintah daerah Kolaka.

Berdasarkan literatur yang saya baca, Drs. H. S. Manomang, Bupati Kolaka saat itu, pada 1985 memindahkan pusat pemerintahan Kolaka ke tempat kantor bupati yang saat ini berdiri. Pemindahan tersebut mengorbankan lokasi kantor bupati sebelumnya. Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan kemudian mengambil alih rumah jabatan bupati lawas tersebut. Hal ini bersangkutan dengan eksistensi Pelabuhan Penyeberangan Kolaka yang berada tepat di belakang rumah kontrolir Kolaka. Oleh Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Gedung Nasional dan rumah kontrolir ini kemudian beralih fungsi menjadi loket dan terminal penumpang Pelabuhan Penyeberangan Kolaka.

Jelajah Kolaka: Riwayat Gedung Nasional dan Rumah Kontrolir yang Dilumat Zaman
Kantor Bupati Kolaka saat ini/Ahmad Amirul Sir

Pada tahun 1995, Kementerian Perhubungan kemudian merenovasi tempat tersebut dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya. Lalu lima tahun kemudian Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan mengalihkan pengelolaan beserta seluruh aset pelabuhan ke PT Angkutan Sungai, Danau, dan Pelabuhan (ASDP) Indonesia Ferry.

Saya termenung. Pemerintah daerah (pemda) sejak 2016 telah merencanakan pengambilalihan lokasi bersejarah ini, tetapi sayangnya sulit terealisasi. Sebab PT ASDP Indonesia Ferry tidak ingin melepas lokasi tersebut walaupun sarat nilai sejarah Kolaka. Sempat ada perkembangan terbaru, bahwa PT ASDP Indonesia Ferry akan memberi hak kelola kepada pemda. Namun, sayangnya belum ada perubahan yang signifikan. Bahkan Gedung Nasional sempat mengalami bencana kebakaran di bagian atapnya beberapa bulan lalu. Penamaan “Gedung Nasional” sendiri saat ini tersemat pada gedung serbaguna yang terletak di area kantor Kelurahan Latambaga. Jaraknya sekitar 50 meter ke arah utara dari monumen merah putih.

Sebagai generasi muda Kolaka, saya sangat prihatin melihat gedung dan rumah bersejarah tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik. Padahal eksistensinya selama hampir ratusan tahun berperan besar terhadap perkembangan Kolaka saat ini. Berbagai peristiwa bersejarah lahir. Sekarang bangunan-bangunan sarat makna itu tak terurus, layaknya rumah kosong yang dianggap angker oleh masyarakat sekitar.

Referensi

Hafid, Anwar, dkk. 2009. Sejarah Daerah Kolaka. Bandung: Humaniora.
Nurlaela, Anwar. 2021. Sejarah Pelabuhan Penyeberangan Kolaka di Kabupaten Kolaka (1970-2019). Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah. 6(2): 228-238.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Jelajah Kolaka: Riwayat Gedung Nasional dan Rumah Kontrolir yang Dilumat Zaman appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/jelajah-kolaka-riwayat-gedung-nasional-dan-rumah-kontrolir-yang-dilumat-zaman/feed/ 0 39825