Arsenia Hokor https://telusuri.id/penulis/arsenia-hokor/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Sun, 22 Sep 2019 14:36:16 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Arsenia Hokor https://telusuri.id/penulis/arsenia-hokor/ 32 32 135956295 Kencan Pertama dengan Kota Kembang https://telusuri.id/kencan-pertama-dengan-kota-bandung/ https://telusuri.id/kencan-pertama-dengan-kota-bandung/#comments Sun, 22 Sep 2019 14:36:15 +0000 https://telusuri.id/?p=17485 Hari, bulan, dan tahun berganti. Waktu terus berjalan tanpa kenal henti. Begitu pun dengan hasrat hati ini yang ingin terus mencari jati diri. Aku mau menjadi orang yang terus berjalan, mencari dan mencari, hingga menemukan...

The post Kencan Pertama dengan Kota Kembang appeared first on TelusuRI.

]]>
Hari, bulan, dan tahun berganti. Waktu terus berjalan tanpa kenal henti. Begitu pun dengan hasrat hati ini yang ingin terus mencari jati diri. Aku mau menjadi orang yang terus berjalan, mencari dan mencari, hingga menemukan tujuan, juga keindahan-keindahan untuk dirasakan dan dikenang.

Bulan Agustus kemarin, saat libur semester, pencarian itu membawaku ke Bandung.

Semula, perjalanan ke Kota Kembang itu hendak kulakukan bersama dua orang teman. Namun sayang sekali kedua teman dekatku itu tidak jadi berangkat. Mereka punya beberapa urusan kuliah yang mesti diselesaikan. Tentu aku kecewa.

Namun, dengan berani akhirnya aku mengambil keputusan untuk pergi liburan sendirian ke Bandung. Modal uang hasil tabungan selama satu semester kurasa cukup untuk membiayai hidup dan perjalanan ke tempat-tempat wisata selama di Bandung.

Tepat tanggal 1 bulan Agustus, aku pergi ke Stasiun Lempuyangan untuk memesan tiket kereta api. Ketika di loket, betapa kecewanya aku mendapati bahwa tiket ke Bandung untuk tanggal 3 Agustus ternyata sudah terjual habis. Tapi kucoba menahan kekecewaan dan mengalihkan energi untuk memikirkan alternatif lain.

kota bandung
Lalu lintas kendaraan di kawasan Jalan Braga, Bandung via TEMPO/Subekti

Aha! Ada mesin pemesanan tiket. Aku pun bergegas menuju ke sana. Puji Tuhan, ada tiket ke Bandung untuk keberangkatan hari Selasa jam 14.00 (tiba di Bandung jam 23.10). Langsung saja kupesan tiket pulang-pergi Bandung-Yogyakarta (Rp170.000).

Kencan pertamaku dengan Bandung pun dimulai begitu aku naik kereta menuju Kota Kembang. Inilah pertama kalinya aku berangkat liburan sendirian di tanah orang, tanpa teman atau pasangan.

Begitu jam menunjukkan pukul 23.00 lewat, saat kereta pelan-pelan menggelinding menuruni perbukitan, Kota Bandung mulai kelihatan dari balik jendela. Senang sekali rasanya tiba di tujuan dengan selamat. Di stasiun, aku dijemput oleh Selvi, saudari sekampung yang sedang kuliah di ISBI Bandung.

Keliling Bandung dari pagi sampai malam

Sekitar jam 7 pagi keesokan harinya, aku dan Selvi sudah siap-siap berangkat jalan-jalan. Kami menyewa motor sehari (Rp70.000) untuk berkendara ke beberapa tempat. Karena Selvi belum terlalu hafal Bandung, kami jalan-jalan dipandu aplikasi peta.

Pertama kami pergi ke Alun-alun Bandung dan Masjid Agung, terus kami pindah ke Balai Kota Bandung. Aku suka sekali tempat yang terakhir ini, dengan pohon-pohon besar yang menjulang dan labirin kecil yang instagenik. Langit yang cerah dan udara yang bersahabat membuat kami betah di sana.

kota bandung
Warga duduk di dekat aliran kanal dari Sungai Cikapayang dekat Balai Kota Bandung via TEMPO/Prima Mulia

Baru menjelang tengah hari kami pergi ke kosan teman tak jauh dari Balai Kota Bandung untuk makan siang dan istirahat.

Saat sudah agak sore, kami melanjutkan perjalanan ke Curug Cimahi yang ternyata lumayan jauh dari Kota Bandung. Perlu waktu satu jam bagi kami untuk berkendara ke sana.

Untuk masuk kawasan Curug Cimahi, kami menebus tiket seharga Rp20.000 per orang. Tapi sayang sekali waktu kami tiba air tidak mengalir dari curug itu. Makanya kami hanya beberapa menit di sana dan segera berlalu ke tujuan berikutnya, yakni Dusun Bambu.

Dusun Bambu hanya lima belas menit perjalanan dari Curug Cimahi dan tiket masuknya sedikit lebih mahal (Rp30.000 per orang). Di tempat ini suhu lebih rendah dan dingin air sebelas-dua belas dengan es. Tapi pemandangan di Dusun Bambu begitu indah. Banyak sekali sudut yang bagus untuk difoto.

Berjalan kaki, kami mengelilingi areal Dusun Bambu. Kami lewat rumah-rumah kayu di atas air, Taman Bunga Arimbi, taman bermain anak-anak, restoran, Rumah Kelinci, dan pojok-pojok lain yang tak kalah menarik. Lama sekali kami foto-foto di sana, sampai-sampai tak sadar bahwa hari mulai gelap. Saat pulang, kami mesti berjuang menahan dingin yang menusuk tulang.

Mampir ke Kawah Putih dan kebun teh

Capek setelah keliling-keliling seharian, keesokan harinya aku dan Selvi sepakat untuk istirahat sampai sore. Malam harinya baru kami pergi menikmati suasana Kota Bandung di malam hari. Kami sempat mampir ke Jalan Asia-Afrika untuk melihat-lihat bangunan tua, seperti Gedung Konferensi Asia-Afrika dan Gedung Merdeka.

Hari ketiga, Jumat, kami berangkat ke Kawah Putih. Perjalanan ke kawah legendaris ini lumayan jauh, melewati tanjakan dan turunan, dan menembus desa dan hutan. Sepanjang perjalanan, udara terasa sejuk dan kabut masih menyelimut.

Perkebunan Teh Gambung, Ciwidey via TEMPO/Anwar Siswadi

Setiba di parkiran Kawah Putih, kami estafet naik angkutan lain menuju puncak kawah.

Senang sekali rasanya ketika akhirnya menyaksikan dengan mata kepala sendiri wujud Kawah Putih setelah melewati perjalanan panjang. Di sana, dengan masker di mulut dan hidung untuk melindungi organ pernapasan dari belerang, kami foto-foto dan menikmati suasana selama beberapa jam.

Merasa cukup, kami pun undur diri dari Kawah Putih. Lucunya, ketika di parkiran, saat membuka aplikasi peta, kami tak sengaja menemukan lokasi perkebunan teh di daerah Ciwidey. Kami pun mengubah rencana. Sebelum kembali ke Bandung, kami mampir dulu ke perkebunan teh sekadar untuk menyantap mi rebus panas dan minuman segar.

Hari terakhir berkencan dengan Bandung

Tak terasa aku sudah empat hari saja di Bandung. Waktu kencanku dengan Parijs van Java pun hampir berakhir.

Sebelum pulang, aku menyempatkan diri mampir ke rumah keluarga di Jatinangor. Ditemani beberapa orang saudara—setelah mampir ke Gedung Sate dan Monumen Pancasila—aku ke Jatinangor naik DAMRI. Untuk ke Jatinangor, bus itu lewat jalan tol yang diapit hamparan sawah hijau. (Aku juga sempat sekelebat melihat kampus-kampus elite di Bandung, seperti Unpad dan IPDN.)

Pukul 18.00 peluit kepala stasiun melepas kepergian kereta dari Bandung ke Yogyakarta. Kota Kembang pun menjauh seolah disembunyikan senja. Aku seperti tak sanggup mengucapkan selamat tinggal pada Bandung dan kenangan-kenangannya. Tapi, apa daya, aku mesti kembali ke Kota Istimewa… demi masa depan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kencan Pertama dengan Kota Kembang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kencan-pertama-dengan-kota-bandung/feed/ 1 17485
ASEAN Contemporary Dance Festival 2019 https://telusuri.id/asean-contemporary-dance-festival/ https://telusuri.id/asean-contemporary-dance-festival/#respond Fri, 19 Jul 2019 19:07:26 +0000 https://telusuri.id/?p=15144 Pada pertengahan abad ke-20, tari kontemporer (contemporary dance) mulai berkembang menjadi genre tari dominan. Dari Amerika Serikat dan Eropa, genre ini menyebar ke seluruh dunia, termasuk wilayah Asia Tenggara. Tanggal 13 Juli 2019 lalu, sebuah...

The post ASEAN Contemporary Dance Festival 2019 appeared first on TelusuRI.

]]>
Pada pertengahan abad ke-20, tari kontemporer (contemporary dance) mulai berkembang menjadi genre tari dominan. Dari Amerika Serikat dan Eropa, genre ini menyebar ke seluruh dunia, termasuk wilayah Asia Tenggara.

Tanggal 13 Juli 2019 lalu, sebuah festival tari kontemporer diadakan di Yogyakarta. Acara berjudul ASEAN Contemporary Dance Festival itu menampilkan kelompok tari dari 10 negara ASEAN, yakni Malaysia, Singapura, Thailand, Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Indonesia.

Yogyakarta dipilih sebagai panggung sebab kota ini sudah sejak lama berkontribusi positif terhadap perkembangan seni dan kebudayaan, tidak hanya untuk Indonesia namun juga untuk kawasan Asia Tenggara. Pada Sidang Menteri-menteri Kebudayaan se-ASEAN ke-8 tahun lalu, Yogyakarta bahkan ditetapkan sebagai Kota Budaya ASEAN (ASEAN City of Culture) untuk periode 2018-2020.

Mengenal budaya negara-negara ASEAN

ASEAN Contemporary Dance Festival diselenggarakan di Auditorium Driyarkara, Universitas Sanata Dharma mulai jam 7 malam. Tarian pembuka dipersembahkan oleh penampil dari Indonesia yang dengan apik menerjemahkan kisah keseharian ibu-ibu penjual jamu.

asian contemporary dance festival
Seniman tari dari Indonesia tampil di depan latar Gunung Bromo/Arsenia Hokor

Sebagaimana delegasi Indonesia yang terinspirasi dari budaya lokal, rombongan dari negara-negara lain juga membawa kekhasan budaya mereka masing-masing.

Brunei, misalnya, menampilkan tarian tradisional berjudul “Wangmalagalai”; Kamboja membawakan tari kontemporer berjudul “The Garuda”; sementara seniman Indonesia mempersembahan “Raga-Raga” yang penarinya meliuk-liuk memakai topeng di depan latar berupa keindahan alam Indonesia.

Selain menonton aksi para seniman tari, ASEAN Contemporary Dance Festival juga jadi ajang yang pas bagi publik dalam negeri untuk lebih mengenal negara-negara tetangga Indonesia di  kawasan Asia Tenggara.

Acara festival tari kontemporer ini ditutup dengan tarian hasil kolaborasi dengan sema negara di ASEAN. Terakhir, sebelum acara ditutup, seorang berdiri di lampu sorot sambil mengibarkan bendera ASEAN.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post ASEAN Contemporary Dance Festival 2019 appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/asean-contemporary-dance-festival/feed/ 0 15144
Mudik Lebaran ke Kampung Orang https://telusuri.id/mudik-lebaran-ke-kampung-orang/ https://telusuri.id/mudik-lebaran-ke-kampung-orang/#respond Mon, 10 Jun 2019 16:56:11 +0000 https://telusuri.id/?p=14513 Masa-masa mudik lebaran telah tiba. Teman-temanku, khususnya yang merayakan Hari Raya Idul Fitri, sedang bersiap untuk segera pulang ke daerah asal masing-masing. Aku sendiri tidak pulang ke kampung halaman, meskipun kuliah libur selama tiga minggu....

The post Mudik Lebaran ke Kampung Orang appeared first on TelusuRI.

]]>
Masa-masa mudik lebaran telah tiba. Teman-temanku, khususnya yang merayakan Hari Raya Idul Fitri, sedang bersiap untuk segera pulang ke daerah asal masing-masing.

Aku sendiri tidak pulang ke kampung halaman, meskipun kuliah libur selama tiga minggu. Liburan begini, tiket ke NTT kemungkinan mahal—dan kenyataannya memang demikian. Maka, untuk mengisi waktu, aku memilih untuk melakukan perjalanan ke tempat lain. Bolehlah dibilang mudik, meskipun bukan ke kampung sendiri.

Kota yang kupilih adalah Semarang. Tanggal 31 Mei 2019 kemarin, aku “mudik bareng” ke Ibu Kota Jawa Tengah itu bersama sahabat dekatku, Mersi Kelen. Kami ke sana naik skuter Mio yang dipinjamkan seorang kawan yang mudik ke Sulawesi.

mudik lebaran
Berfoto di Lawang Sewu/Arsenia Hokor

Dengan bekal nasi dan mi goreng yang sudah dipersiapkan dari jam 4 pagi, kami berangkat dari Jogja selewat jam 5. Karena baru kali ini naik motor ke Semarang, kami mengandalkan Google Maps untuk navigasi.

Perjalanan lumayan lancar. Jam 5.15 kami sudah masuk Magelang dan singgah sebentar di pom bensin. Hawa masih begitu dingin. Meskipun sudah melengkapi diri dengan jaket, masker, dan sarung tangan, dingin masih tetap saja menerobos ke badan. Aku jadi sering bersin-bersin. Tapi tak mengapa. Perjalanan ini seru. Apalagi sepanjang perjalanan ke Semarang kami beberapa kali berpapasan dengan rombongan-rombongan yang mudik lebaran “beneran.”

Sekitar jam 7.30 kami tiba di Ambarawa. Mumpung di Ambarawa, kami sempatkan diri untuk mampir ziarah ke Patung Bunda Maria Assumpta. Lucunya, entah kenapa, susah sekali untuk ke sana. Meskipun sudah mengikuti Maps, kami toh nyasar juga. Mungkin memang belum rezeki. Tapi, saat sudah putar balik untuk melanjutkan perjalanan ke Semarang, tiba-tiba Mersi menepuk pundakku dan menunjuk spanduk bergambar patung Bunda Maria serta arah jalannya.

Setelah mengikut arah di spanduk, akhirnya kami tiba juga di Patung Bunda Maria. Lama kami di sana—foto-foto, makan pagi, keliling-keliling menelusuri tempat doa, dan berdoa pada Bunda Maria. Lalu, setelah jarum jam menunjuk 9.30, kami kembali melaju di jalanan.

Kumpul bareng teman-teman sekampung di kampung orang

Aku dan Mersi tiba di Semarang sekitar tengah hari. Selama di Kota Lumpia, kami akan menginap di kos saudari sepupuku. Namun, alih-alih langsung ke tempat sepupuku, kami mampir dulu ke Lawang Sewu. Seru sekali rasanya menelusuri ruang demi ruang yang ada di bangunan bersejarah dari zaman baheula itu.

Selepas dari Lawang Sewu, kami melanjutkan perjalanan ke kos sepupuku yang cuma terpaut sekitar 27 km dari sana. Akhirnya, kami bisa istirahat.

mudik lebaran
Nongkrong di Tugu Muda/Arsenia Hokor

Kos sepupuku menjadi ramai selepas berbuka puasa. Kerabat dan teman sekampung mulai berdatangan. Lalu, aku dan Mersi diajak ke Tugu Muda. Di sana kami nongkrong, foto-foto, dan bercengkerama. Gembira sekali rasanya bisa berkumpul dengan kerabat dan teman di perantauan. Malam terasa jadi tak begitu dingin, hiruk-pikuk kota jadi terasa tidak begitu menjengkelkan.

Tak terasa sudah jam 1 pagi. Enggan rasanya untuk pulang. Namun, berhubung kami sudah menyusun rencana untuk menelusuri beberapa tempat wisata di Semarang esok hari, kami pun menyudahi pertemuan.

Menelusuri tempat-tempat menarik di Semarang

Satu hari berlalu begitu cepatnya. Matahari pun kembali datang membawa hari baru, Sabtu yang indah. Ketika alarm ponsel berbunyi jam 8 pagi, kami bergegas bangun dan bersiap-siap untuk ke Ungaran, ke tempat kaka sepupuku. Dari sana, kami akan ke Eling Bening di Ambarawa.

mudik lebaran
Beningnya pemandangan di Eling Bening/Arsenia Hokor

Eling Bening memang sedang ngehits. Dari tempat ini kamu bisa berenang di kolam atau menyantap hidangan lezat di restoran sambil mengangumi keindahan alam. Kabar baiknya, kamu hanya perlu membayar Rp20.000/orang untuk menebus tiket.

Karena letaknya agak jauh dari Semarang, perjalanan ke Eling Bening lumayan lama. Tapi rasa capek karena perjalanan itu mendadak hilang begitu mataku menyaksikan pemandangan indah di sana—persawahan hijau dan gunung-gunung yang menjulang. Kami betah sekali di sana dan baru pulang ke Semarang menjelang tengah hari.

Keesokan harinya, Minggu, 2 Juni 2019, kami mampir ke Grand Maerakaca dan Kelenteng Sam Poo Kong.

mudik lebaran
Sam Poo Kong/Arsenia Hokor

Grand Maerakaca atau Kampung Laut terpaut sekitar 27 menit dari Semarang. Tempat ini tenar karena punya banyak spot instagenik. Selain itu di sini kamu juga bisa naik perahu keliling danau atau jalan kaki menelusuri hutan bakau.

Dari Grand Maerakaca, kami ke Kelenteng Sam Poo Kong. Seru sekali foto-foto di sini, sebab nuansa bangunannya yang kental budaya Tionghoa sangat unik dan menarik untuk dijadikan latar. Di sini kami sempat foto-foto bareng dengan orang-orang yang mengenakan baju khas Tionghoa.

Malam harinya kami mampir ke Kota Lama Semarang yang penuh bangunan tua. Suasananya mengingatkanku pada kawasan Malioboro yang selalu ramai oleh wisatawan.

mudik lebaran
Menelusuri hutan bakau Grand Maerakaca/Arsenia Hokor

Dari Kota Lama, kami pindah ke CitraGrand yang penuh anak muda dan anggota klub motor. Ramai sekali. Menariknya, di sini ada semacam lapangan rumput yang indah tempat para pengunjung bisa duduk-duduk santai dan tentu saja foto-foto. Kami nongkrong di CitraGrand sampai larut malam.

Kembali ke Yogyakarta

Keesokan harinya kami kembali ke Yogyakarta, setelah menghabiskan waktu 4 hari 3 malam di Semarang. Berat rasanya berpisah dengan para kerabat dan teman—pengobat rindu terhadap kampung halaman—yang menemani kami selama di Semarang.

Meskipun singkat, liburan mudik lebaran kali ini sangat menyenangkan. Sampai sekarang pun aku masih belum bisa move on dari suasana serta pemandangan indah di destinasi-destinasi wisata yang sempat kami datangi di Semarang.

Tahun depan, semisal kamu tak bisa mudik, mungkin kamu juga bisa coba caraku: mudik lebaran ke kampung orang.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mudik Lebaran ke Kampung Orang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mudik-lebaran-ke-kampung-orang/feed/ 0 14513
Menelusuri Timor dari Kupang sampai ke Soe https://telusuri.id/pantai-kolbano-timor-tengah-selatan/ https://telusuri.id/pantai-kolbano-timor-tengah-selatan/#comments Mon, 08 Apr 2019 16:00:40 +0000 https://telusuri.id/?p=13062 Liburan pun tiba. Aku diajak kaka bepergian ke tempat yang jauh dari kota. Kami melewati beberapa desa, kota, dan kabupaten, dimulai dari Kota Kupang, terus sampai ke Atambua (perbatasan Indonesia dan Timor Leste), kemudian kembali...

The post Menelusuri Timor dari Kupang sampai ke Soe appeared first on TelusuRI.

]]>
Liburan pun tiba. Aku diajak kaka bepergian ke tempat yang jauh dari kota. Kami melewati beberapa desa, kota, dan kabupaten, dimulai dari Kota Kupang, terus sampai ke Atambua (perbatasan Indonesia dan Timor Leste), kemudian kembali ke Kupang. Perjalanan kami lakukan selama 4 hari 3 malam menggunakan sepeda motor yang kami kemudikan bergantian.

Hari pertama kami menginap di sebuah desa yang terpisah sembilan kilometer dari kota. Desa itu berada di tengah hutan, belum mendapatkan aliran listrik dari kota. Penduduk desa itu sangat ramah dan hidup mereka sangat sederhana. Setelah menginap semalam di sana, keesokan paginya kami melanjutkan perjalanan ke Atambua.

pantai kolbano
“Selfie” di perbatasan Indonesia-Timor Leste/Arsenia Hokor

Perjalanan itu sangat jauh dan melelahkan, melewati pegunungan dan perdesaan. Namun, rasa lelah itu tak terasa sebab sepanjang perjalanan kami menyaksikan pemandangan-pemandangan menawan. Lalu, tahu-tahu saja kami sudah tiba di kota perbatasan, Atambua.

Sore itu kami duduk di dermaga, menikmati matahari terbenam yang indah sambil menyantap makanan yang kami beli sebagai bekal perjalanan. Dari dermaga, kami beranjak ke rumah keluarga kenalan kaka untuk beristirahat.

“Gurun pasir” di Pantai Oetune/Arsenia Hokor

Malam pun berlalu dan pagi datang dijemput mentari. Aku dan kaka pun bersiap-siap, kemudian pamit pada tuan rumah untuk melanjutkan perjalanan ke perbatasan Indonesia dan Timor Leste.

Di perbatasan, kami hanya berfoto-foto sebentar kemudian kembali memacu sepeda motor ke tujuan selanjutnya, yakni Soe, Ibu Kota Kabupaten Timor Tengah Selatan. Di “Kota Membeku” itu air begitu dingin seperti es. Kami hanya menginap semalam di Soe. Keesokan paginya kami kembali ke arah Kupang.

Singgah di Pantai Kolbano

Dalam perjalanan pulang ke Kupang, kami sempatkan untuk piknik ke tempat-tempat wisata di Soe, yakni Air Terjun Oehala, Taman Rekreasi Bu’at, Pantai Oetune (yang di sana ada hamparan pasir seperti gurun di Mesir), dan Pantai Kolbano.

pantai kolbano
Pantai Kolbano/Arsenia Hokor

Pantai Kolbano adalah primadona Kabupaten Timor Tengah Selatan. (Dari Kupang, jaraknya sekitar 135 kilometer.) Menuju ke sana, kami melewati desa yang berhadap-hadapan dengan hamparan sawah hijau yang indah. Kalau dihitung-hitung, barangkali kami menghabiskan waktu satu sampai dua jam menelusuri jalanan itu.

Rasa lelah, capai, haus, dan lapar seketika buyar ketika akhirnya kami melihat pemandangan Pantai Kolbano. Tidak seperti pantai-pantai lain yang biasanya dihiasi pasir, pesisir Pantai Kolbano penuh batu halus yang sangat indah dan unik. Air lautnya berwarna biru seperti langit.

pantai kolbano
Matahari terbenam di Timor/Arsenia Hokor

Tapi tidak mudah untuk bisa menyaksikan pemandangan itu. Selain harus berkendara lama, kami juga mesti mendaki dari bawah ke puncak berbatu (yang membuatku sadar bahwa hidup seperti roda yang berputar, kadang berada di bawah dan terkadang di atas). Di puncak itu, selain berfoto selfie, kami terpana mengagumi keindahan Pantai Kolbano. Kami terlena sampai-sampai tak sadar bahwa sudah terlalu lama di sana. Padahal, hari itu juga kami mesti kembali ke Kupang.

Sudah larut malam saat kami akhirnya tiba di Kupang dan mengistirahatkan badan di rumah. Perjalanan beberapa hari melintasi beberapa kota dan kabupaten di Pulau Timor itu pun akhirnya usai.

Liburanku pun juga berakhir. Waktunya untuk kembali kuliah. Keesokan harinya, aku diantarkan kaka ke Bandara El Tari untuk kembali ke Yogyakarta via Surabaya. Kenangan piknik di tempat-tempat indah itu masih terbayang-bayang dalam ingatan. Aku begitu menikmatinya dan merasa bersyukur atas apa yang sudah diciptakan oleh Yang Maha Kuasa.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menelusuri Timor dari Kupang sampai ke Soe appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pantai-kolbano-timor-tengah-selatan/feed/ 1 13062