Brigita Novenda, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/brigitanovenda/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 29 Mar 2022 08:35:07 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Brigita Novenda, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/brigitanovenda/ 32 32 135956295 Belajar Membuat Video Bersama Bram Aditya https://telusuri.id/belajar-membuat-video-bersama-bram-aditya/ https://telusuri.id/belajar-membuat-video-bersama-bram-aditya/#respond Thu, 06 May 2021 09:18:45 +0000 https://telusuri.id/?p=27852 Rangkaian kelas Sekolah TelusuRI dan Hore Hutan masih berlanjut. Kali ini topik yang diusung yakni videografi. Melalui video kita bisa membuat momen yang direkam jadi lebih bermakna. Mulai dari kebutuhan personal hingga kebutuhan untuk ngonten...

The post Belajar Membuat Video Bersama Bram Aditya appeared first on TelusuRI.

]]>
Rangkaian kelas Sekolah TelusuRI dan Hore Hutan masih berlanjut. Kali ini topik yang diusung yakni videografi. Melalui video kita bisa membuat momen yang direkam jadi lebih bermakna. Mulai dari kebutuhan personal hingga kebutuhan untuk ngonten di media sosial.  Video bisa jadi media yang tepat untuk menyampaikan sebuah cerita. Di kelas ini, Bram Aditya membagikan tips-tips nya dalam membuat sebuah video yang baik dan benar. 

Basic insight untuk pemula

Untuk dapat membuat konten dalam bentuk video, hal dasar yang harus kamu punya adalah kemampuan untuk mengatur kamera. Mungkin terdengar mudah, namun kebanyakan orang justru melewati hal penting ini.

Kamu bisa memulai dengan memperhatikan aperture atau jumlah cahaya yang masuk ke kamera. Sering kali orang berpikir, bukaan lensa yang besar seperti F1 berarti lebih bagus daripada F22, padahal belum tentu.

Shutter speed, yang mengatur seberapa banyak tiap frame akan terekspos dengan cahaya. Kamu bisa mempelajari shutter speed melalui kamera film 35mm. Standar shooting di Indonesia adalah dengan menggunakan 25 FPS, dimana artinya setiap 1 detik terdapat 25 frame/foto. Ketika shooting dengan 25 FPS, maka shutter yang digunakan adalah 1/50. Selanjutnya ketika shooting dengan 50 FPS, maka shutter yang digunakan adalah 1/100.

Teori ini disebut 180 degree rule yang banyak orang lewatkan ketika membuat video. Menerapkan 180 degree rule akan memberikan efek seperti mata manusia yang selalu dipakai oleh seorang profesional. Shooting dengan 50 FPS paling aman dilakukan, ketika kamu berniat untuk memberikan efek slow motion atau speed up.

Apakah wajib untuk selalu menerapkan 180 degree rule? Tentu tidak, kamu bisa melanggar 180 degree rule ketika kamu membutuhkan ketajaman gambar tanpa efek “blur.”

ISO, sensitivitas sensor kamera dengan cahaya. Setiap kamera seperti RED, CANON, SONY, APRI, dan yang lainnya; pada dasarnya punya rated ISO yang harus dipahami. Efeknya apa sih kalau misalkan kita tidak menggunakan ISO di kisaran rated ISO yang dimiliki kamera? Tentu, gambar yang muncul mungkin nanti akan banyak distorsi, seperti granny/bintik. Jadi gunakan rated ISO sesuai dengan jenis kamera agar kita bisa merasakan performers terbaik dari kamera tersebut. 

Kamera dengan harga Rp5 juta sampai yang harganya Rp500 juta memiliki setting yang sama. Jadi, ketika kamu bisa mengendalikan kamera harga Rp2,5 juta dengan mode manual, sudah pasti bisa menggunakan RED Scarlet dengan harga Rp500 juta. 

Lensa, mata dari kamera. Setiap lensa sendiri memiliki arti, karakter dan keperluan yang berbeda. Memahami karakter lensa dan focal lensa itu penting untuk menyampaikan apa yang akan kita tampilkan di film.

Menurut Bram, ada beberapa jenis lensa dan penggunanya. Berikut penjelasan singkatnya.

  1. Wide angle lens (11-34 mm). Dengan lensa lebar, foreground dan background akan terasa berjauhan. Jenis lensa ini cocok digunakan untuk landscape dan master shot atau wide shot, namun tidak cocok untuk shoot orang, karena akan menimbulkan efek ketarik di wajahnya. 
  2. Medium lens (35-85 mm). Lensa ini paling mirip dengan mata manusia. Berdasarkan penelitian mata manusia setara dengan lensa 50mm. 
  3. Telephoto (100-200mm). Cocok untuk close up. Ketika kamu menggunakan focal length makin besar maka akan mendapatkan efek “shallow depth of field” atau bokeh.

Ketika kamu ingin mengambil sebuah objek tapi lingkungannya banyak yang kotor dan nggak ingin kalian ambil, coba lah untuk mundur dan gunakan lensa yang lebih panjang, maka kamera akan lebih mengeliminasi kiri kanan tapi mendekatkan depan dan belakang.

Bram Aditya punya tips untuk memfoto orang sebaiknya jangan menggunakan lensa yang wide, karena mempunyai efek melebar sehingga terlihat lebih besar dan lebar manusianya. 

Syuting itu ada rumusnya

Bram Aditya membagikan teori untuk mempermudah kamu ketika ingin memulai shooting. Rumus E=mc² yang dimiliki Albert Einstein juga berlaku di dalam proses shooting. Apa sih artinya? E sendiri berarti establish, m adalah master, dan c adalah cover. Jadi ketika di lapangan, kamu cukup ingat rumus ini.  

Contoh establish dari suatu adegan yang berada di dalam gedung yakni, berupa gambar gedung dari lingkungan luar. Sedangkan master, yakni gambar 3 orang di dalam gedung yang sedang berdiskusi. Lalu, untuk cover; kita bisa mengambil gambar berupa ekspresi, wajah, dan tangan— yang di ambil secara close up

Kesimpulannya, establish yang diambil dengan cara wide shot ingin menjelaskan dimana adegan dalam sebuah film itu terjadi, dengan kata lain latar atau lingkungan. Master bisa di rekam dengan medium shoot untuk memperjelas objek atau situasi dari aktor. Sedangkan cover adalah pendukung yang lebih banyak untuk di zoom

Jenis-jenis angle

Ada beberapa jenis angle yang dipaparkan oleh Bram yakni high angle dan low angle. Pengalaman Bram Aditya mengerjakan proyek dari UNICEF, high angle sangat dihindari dalam merekam anak-anak.

Mengambil gambar dari atas kepada anak-anak akan menggambarkan bahwa anak itu tidak mempunyai power. Sebaliknya, ketika mengambil sebuah objek dari bawah atau low angle, akan membuat objek tersebut terlihat powerfull

Selanjutnya ada eye level, yaitu mengambil gambar sesuai dengan tinggi objek tersebut. Misal mengambil objek anak-anak, kamu bisa jongkok agar setara dengan mereka.

Belajar teori 180 degree rule

Ketika shooting, kamera tidak boleh berpindah lebih dari 180 derajat. Seperti halnya ketika mengambil gambar dua orang yang sedang mengobrol, maka eye contact akan tepat jika kamera tidak melebihi framing 180 derajat. 

Jangan memotong gambar dan audio secara bersamaan, ketika ingin lebih dinamis sebaiknya hindari menstimulasi indera pendengaran dan penglihatan dalam waktu yang sama. Tips nya adalah dengan menggunakan teknik L-Cut atau J-Cut. L-Cut adalah waktu dimana video sudah muncul, tapi audionya belum, dan J-Cut adalah sebaliknya. 

Hal yang nggak kalah penting lainnya adalah suara. Suara sendiri ada tiga bagian yaitu dialog, efek suara, dan musik. Kadang orang hanya fokus mengambil gambar saja dan mengabaikan suara, padahal ketika kita mau untuk memasukan audio asli ke dalam video, seseorang yang menonton video kita akan merasa hadir ke dalam video tersebut. 

Pentingnya tahap praproduksi

Cangkupan kerja seorang videografer sebenarnya sudah dimulai dari tahap praproduksi. Bahkan bisa dikatakan tahap praproduksi adalah 50 persen dari keseluruhan proses kerja. Sering kali orang tidak menganggap tahap ini secara serius. Padahal ketika seseorang bisa menyelesaikan tahap ini dengan baik dan benar, berarti sudah melakukan 50 persen pekerjaannya. Jadi nanti ketika sudah berada di lokasi, kamu hanya tinggal mengikuti alur yang sudah di siapkan di tahap praproduksi. 

Bisa dibilang melewatkan tahap praproduksi berarti melewatkan tahap desain dalam pembuatan rumah. Pastikan storyline sudah disetujui oleh klien pada tahap ini.

“Satu hal yang membuat storyline penting adalah ketika kamu malas untuk mengedit, tinggal ikutin aja tuh storyline, atau ketika kita berhalangan, kita bisa kasih kerjaan kepada teman karena kita sudah punya storyline.” Bram menjelaskan.

Berceritalah melalui video

Membuat video tanpa ada cerita, tanpa ada storytelling,  bisa dilakukan oleh semua orang. Padahal, yang membuat video kita hidup adalah cerita. Oleh karenanya, ada 3 layer dalam penyutradaraan yang harus diikuti.

Di layer pertama ada storytelling yaitu menceritakan seluruh kisah dalam bentuk gambar. Lalu experience, memberikan pengalaman menonton pada penonton. Dan yang terakhir adalah perspective, yaitu menawarkan sebuah sudut pandang baru pada penonton. 

“Bikin film itu kuncinya adalah ‘to makes people believe’ membuat orang jadi percaya, contohnya dalam film Avengers, nggak mungkin kan seseorang punya kekuatan untuk bisa terbang dll, tapi karena narasinya bagus, penceritaannya bagus, semua elemen bekerja dengan baik, akhirnya kita jadi percaya.” Kata Bram. 

Untuk membuat film, kamera tidak boleh menjadi masalah utama. Setiap tahun, kamu akan disuguhi oleh berbagai macam produk baru yang menawarkan berbagai kelebihan kamera yang paling terbaru. Padahal untuk membuat film kuncinya adalah kreativitas yang sudah kita buat di tahap praproduksi.

Bram Aditya sendiri tidak mempunyai background pendidikan perfilman, tapi bisa membangun karir di bidang ini. Jadi buat kamu yang baru ingin memulai untuk terjun ke dunia videografi dan membuat konten dengan bentuk video, bisa banget untuk memulai itu semua dari sekarang, karena tidak ada kata terlambat kalau kita mau belajar.

The post Belajar Membuat Video Bersama Bram Aditya appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/belajar-membuat-video-bersama-bram-aditya/feed/ 0 27852
Belajar Fotografi bersama Arbain Rambey https://telusuri.id/belajar-fotografi-bersama-arbain-rambey/ https://telusuri.id/belajar-fotografi-bersama-arbain-rambey/#respond Thu, 08 Apr 2021 07:18:44 +0000 https://telusuri.id/?p=27555 Saat ini, memotret menjadi hal yang sangat mudah untuk dilakukan. Karena kemajuan zaman, semua orang bisa menghasilkan foto yang bagus hanya dengan bermodal kamera ponsel. Tak jarang, kualitas kamera ponsel ada yang melebihi kualitas kamera...

The post Belajar Fotografi bersama Arbain Rambey appeared first on TelusuRI.

]]>
Saat ini, memotret menjadi hal yang sangat mudah untuk dilakukan. Karena kemajuan zaman, semua orang bisa menghasilkan foto yang bagus hanya dengan bermodal kamera ponsel. Tak jarang, kualitas kamera ponsel ada yang melebihi kualitas kamera full frame keluaran tahun 2000-an. Berbeda dari zaman kamera film, dari satu roll film isi 36, bisa jadi foto yang berhasil hanya 10 buah saja. Sekarang, dengan mode auto pada kamera, kita bisa menghasilkan gambar bagus, cukup sekali klik. Canggih, memang!

Kemudian, ada beberapa pertanyaan muncul. Beberapa diantaranya adalah, foto yang bagus itu foto yang seperti apa? Apakah karya foto kita bisa bermanfaat untuk orang lain?

Di kelas “Hore Hutan x Sekolah TelusuRI” yang bertajuk “Photography Class,” Arbain Rambey memaparkan dasar-dasar fotografi hingga tips memotret supaya gambar yang dihasilkan ciamik. Kelas dibuka oleh Arbain dengan memperlihatkan sebuah foto termahal di dunia.

Mengenal foto sebagai sebuah seni dan guna

Foto karya Rhein II by Andreas Gursky diatas, adalah foto termahal di dunia. Berhasil dilelang dengan harga lebih dari 4,3 juta dolar. Lalu, tidakkah kita berpikir kenapa foto ini bisa terjual dengan harga begitu tinggi?

Arbain menyampaikan bahwa secara garis besar foto terbagi menjadi dua kategori, yaitu foto seni dan foto guna. Foto karya Andreas tersebut, termasuk dalam kategori foto seni yang dinilai secara objektif tergantung pada siapa yang menyukainya dan siapa yang menjualnya.

Lain lagi dengan foto guna. Foto guna terbagi menjadi tiga jenis yakni foto dokumentasi, foto informasi, dan foto industri. Ketiganya dapat dengan mudah kita pelajari. Misalnya saja foto dokumentasi yang dihasilkan ketika melakukan sebuah perjalanan.

Kita bisa memotret detail-detail arsitektur sebuah candi, pemandangan alam, aktivitas masyarakat, hingga ragam kuliner. Kita bisa memotretnya, menjadikannya sebuah dokumentasi lengkap yang barangkali bisa diterbitkan menjadi sebuah buku atau tayang di media cetak dan media online. Pada akhirnya foto-foto tersebut terangkum menjadi sebuah foto informasi. Lain lagi jika foto-foto tersebut digunakan sebagai materi iklan pariwisata sehingga mempunyai nilai komersial. Foto industri, Arbain menyebutnya. Nah, fotografi perjalanan bisa masuk dalam kategori ini. 

Fotografi dan perjalanan

Arbain menyebut, foto yang paling banyak dicari orang saat ini adalah foto bertema kuliner, lanskap, dan budaya. Jadi, ketika melakukan perjalanan dan menemukan hal-hal unik, jangan lupa untuk mengabadikannya. Bisa saja, foto yang kita buat bermanfaat untuk orang lain dan menjadi referensi untuk perjalanan mereka.

Menurut Arbain, salah satu foto yang selalu dicari oleh banyak orang dan mudah dijual adalah foto lanskap. Foto-foto yang diambil pada zaman Belanda kebanyakan merupakan foto lanskap, foto-foto itu kini mencuri perhatian banyak orang. Arbain mengatakan, “kadang foto yang ambil di perempatan rumah saat ini bisa menjadi foto yang sangat berharga ketika 10 tahun mendatang.”

Salah satu yang dicontohkan Arbain adalah kisah Jongkie Tio. Ia memotret Kota Semarang dari tahun 70-an, kini semua karya fotonya dikumpulkan dan dijadikan buku, membuat masyarakat Semarang yang sudah hidup dari tahun 70-an bisa bernostalgia. Siapa sangka kan, foto-foto tersebut bisa menjadi sebuah karya yang berdampak untuk orang lain.

Tips memotret dari Arbain Rambey

Ambil dari dua format, vertikal dan horizontal.

Arbain Rambey pun membagikan banyak tips di kelas ini. Misalnya saja, ketika kita ingin memotret objek yang dianggap menarik, sebaiknya mengambil foto dengan dua format, format vertikal dan format horizontal. Menurutnya, jika kita hanya satu format foto saja, kita hanya punya pilihan untuk memotong foto tersebut, menyesuaikan dengan kebutuhan. Dengan begitu, akan banyak objek yang hilang.

Tidak perlu menunggu momen terbaik

Arbain menambahkan, saat melihat sebuah objek menarik, hal yang harus dilakukan adalah langsung memotretnya. Tidak perlu berpikir panjang dan menunggu momen yang pas. Waktu dimana kita terus mengikuti momen sambil menekan tombol shutter kamera secara berulang adalah kesempatan dimana bisa menemukan foto terbaik yang kadang-kadang kita tidak tahu kapan terjadi.

Jepret dengan sudut pandang berbeda

Saat melihat dua foto di atas, kita bisa memberikan dua cerita berbeda. Foto pertama dengan angle dari atas dan fokus pada kain tenun menceritakan tentang keindahan kain tenun itu sendiri. Di foto kedua, kita bisa bercerita kisah di balik kain tenun yang mahal ada penenun kain dengan hidup sederhana. Harus diingat bahwa fotografi menyangkut apa yang ingin kita ceritakan, bukan masalah foto harus tajam atau apapun.

Foto traveling yang menyeluruh

Jika kita sedang berkunjung ke sebuah tempat, dan ingin menceritakannya secara menyeluruh, pastikan untuk memotret setiap detail yang ditemu seperti masyarakat, kegiatan masyarakat, hingga suasana di tempat tersebut. Tujuannya, ketika orang melihat foto-foto kita, orang tersebut bisa merasakan apa yang kita rasakan ketika berada di tempat tersebut. 

Mengenal white balance dan pilih waktu yang tepat untuk memotret

White balance adalah akurasi warna foto yang dihasilkan. Sebuah tempat akan jauh lebih indah ketika dipotret pada pagi hari. Maka dari itu ketika traveling jangan malas untuk bangun pagi. Ketika jam sudah melewati pukul 8, cahaya matahari akan menjadi lebih terang dan kurang bagus untuk momen memotret.

Gunakan Filter

Filter dapat merubah rasa sebuah  foto. Menggunakan filter sah-sah saja dilakukan, karena menggunakan kamera yang berbeda pun akan menghasilkan suasana foto yang berbeda. Beberapa filter yang sering digunakan saat memotret adalah filter CPL yang dapat membuat pantulan pada air berkurang. Misal ketika ingin memotret ikan koi di dalam kolam, pastika menggunakan filter CPL agar ikan lebih terlihat dari permukaan air.

Buat komposisi

Arbain juga menyampaikan, jJangan lupa untuk memasukkan unsur setempat dalam mengambil sebuah objek. Memanfaatkan lingkungan agar gambar yang sobat pejalan ambil lebih menarik dan suasana pada gambar tersebut lebih terbangun. Misal ingin memotret sebuah gedung tua, ambillah foto bersama dengan pohon-pohon yang ada di sekitar gedung, agar suasana “lampau” lebih terlihat. 

Arbain menekankan bahwa fotografi saat ini bukan masalah teknik lagi, karena semua orang pada dasarnya bisa untuk memotret.

Salah satu motivasi seseorang membeli kamera adalah untuk dibawa traveling, mereka ingin merekam perjalanan yang akan dilakukan. Kalau kamu?

The post Belajar Fotografi bersama Arbain Rambey appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/belajar-fotografi-bersama-arbain-rambey/feed/ 0 27555
“Storytelling Class” bersama Hannif Andy https://telusuri.id/storytelling-class-bersama-hannif-andy/ https://telusuri.id/storytelling-class-bersama-hannif-andy/#respond Sat, 20 Mar 2021 07:31:34 +0000 https://telusuri.id/?p=27439 Rangkaian kelas yang diadakan oleh Sekolah TelusuRI kolaborasi dengan Hore Hutan tidak sampai pada kelas “Basic Skill for Content Creator” saja. Minggu lalu, kelas kedua bertajuk “Storytelling” diselenggarakan dengan penyampaian materi oleh Hannif Andy, pencerita...

The post “Storytelling Class” bersama Hannif Andy appeared first on TelusuRI.

]]>
Rangkaian kelas yang diadakan oleh Sekolah TelusuRI kolaborasi dengan Hore Hutan tidak sampai pada kelas “Basic Skill for Content Creator” saja. Minggu lalu, kelas kedua bertajuk “Storytelling” diselenggarakan dengan penyampaian materi oleh Hannif Andy, pencerita dari Insan Wisata.

Cerita bisa menjadi langkah awal seseorang dapat terhubung dan mendapatkan inspirasi satu sama lain. Namun, tidak semua cerita itu menarik. Materi, pemilihan kata, dan pesan yang disampaikan akan mempengaruhi ketertarikan orang lain terhadap cerita kita. Penceritaan, storytelling, sebuah seni bercerita yang dapat menyentuh, menggerakan, dan menginspirasi orang lain. 

Mengapa cerita atau bercerita itu penting? 

Bercerita bukan hanya membuat tulisan yang bagus, diksi yang memikat, dan panjang. Ada pesan yang disampaikan melalui cerita, entah itu dalam bentuk lisan atau tulisan.

— Hannif Andy

Hannif mengawali kelas dengan pertanyaan mengapa bercerita itu penting. Katanya, sebelum kita belajar bagaimana menjadi seorang pencerita yang baik, lebih dulu kita harus tua pentingnya sebuah cerita.

Pertama, sebagai manusia, kita mempunyai kapasitas yang terbatas dalam mengingat suatu memori, tidak semua memori bisa kita rekam. Dengan adanya cerita, kita bisa memperpanjang ingatan. Kita juga bisa menuangkannya ke dalam tulisan, agar bisa tetap mengingatnya meskin lima atau sepuluh tahun sudah berlalu.

Kedua, kita bisa mewariskan sejarah dan pengetahuan. Tanpa tulisan dan penulis, maka sejarah tidak akan bisa tersampaikan. 

Ketiga, cerita merupakan media untuk menyampaikan pesan. Banyak cerita yang bisa menggugah hati nurani kita, menggerakkan empati yang kita punya karena sebuah cerita yang kita baca, tersematkan sebuah pesan. Pesan inilah yang menjadi kekuatan sebuah cerita, akankan cerita itu mempunyai dampak atau tidak.

Keempat, dengan bercerita kita juga bisa mengajak orang lain untuk menikmati apa yang bisa kita rasakan secara langsung. Kita bisa membagikan pengalaman liburan ke Semarang, ke media sosial, atau website pribadi kita. Dengan bercerita ke dalam wadah yang tersedia, kita bisa membuat orang lain merasakan pengalaman yang sama dengan apa yang kita rasakan. 

Dan yang terakhir, dengan bercerita akan ada manfaat ekonomi yang dirasakan. Kita bisa menulis cerita tentang desa wisata yang ternyata dari tulisan tersebut membuat banyak orang juga ingin berkunjung ke desa wisata yang kita kunjungi. Secara tidak langsung, tulisan kita membuat perputaran dana di desa wisata. Selain itu, kita bisa menjadikan aktivitas menulis sebagai profesi yang bermanfaat. 

Belajar bercerita melalui Boon Pring 

Boon Pring merupakan kawasan hutan bambu yang terletak di Sanankerto, Malang. Boon berarti anugerah, dan pring berarti bambu. Ceritanya, masyarakat di Sanankerto dulu banyak yang putus sekolah dan pengangguran. Lalu mereka mulai berpikir untuk membuka lapangan pekerjaan dari hutan bambu yang ada di sekitar. Mereka kemudian memanfaatkan limbah dari hutan bambu untuk dijadikan kerajinan yang memiliki nilai jual.

Dari sedikit penggalan cerita di atas, kita bisa belajar bahwa ketika membuat sebuah cerita, tidak hanya sisi keindahan saja yang dituangkan. Namun, kita bisa menggali lebih dalam ada masalah apa di sana, bagaimana masyarakat kemudian melihat peluang, bagaimana masyarakat jatuh bangun dalam memulai desa wisata, dan mencoba ragam inovasi untuk mengembangkan desa. Hal-hal seperti itu lah yang membuat tulisan kita mempunyai kesan yang lebih dalam. 

Kesulitan terbesar dalam menuliskan cerita

Semua orang punya cerita, dan pada dasarnya semua orang juga dapat bercerita. Yang menjadi permasalahan adalah mau nggak sih kita bercerita?

Kita bisa mengawali proses bercerita dengan menuliskan apa yang kita tahu dan alami. Bayangkan ada seorang anak kecil yang sedang bermain sepeda. Di jalan, ia bertemu dengan teman baru, dan ketika dia pulang, dia akan menceritakan apa yang dia lihat dan yang dia alami kepada orang tuanya. Bercerita sesederhana itu, kita dapat memulainya dengan hanya mengulang hal-hal yang sudah kita lihat tadi, kepada orang lain. 

Di tahap yang lebih tinggi, kita bisa menuangkan banyak hal ke dalam tulisan kita, tidak hanya sesuatu yang bisa kita lihat saja. Hal-hal seperti sejarah (tentang legenda, cerita rakyat, asal mula daerah, profesi masyarakat, adat istiadat, dsb) juga bisa ceritakan karena setiap daerah pasti mempunyai kisah menarik dan unik.

Potensi lain yang bisa dituangkan ke dalam tulisan adalah arsitektur/bangunan. Mungkin ketika melihat sebuah bangunan kesannya biasa-biasa saja, namun ketika kita mau menelusurinya lebih dalam, barangkali bisa mendapatkan cerita di balik bangunan tersebut. Misalnya, mengapa bangunan tersebut dibangun di daerah itu, gaya bangunan memiliki arti apa, dan banyak hal bisa kita eksplorasi.

Kuliner juga salah satu topik yang cukup menarik. Kita bisa menulis tentang hidangan khas yang bisa dinikmati dan hanya ada ditempat yang kita kunjungi, dan memberikan rekomendasi kepada pembaca. Topik-topik lain yang bisa kita ceritakan yakni nilai lokal dari sebuat tempat, manusia atau sosok inspiratif, hingga kerajinan tangan dari tempat yang kita kunjungi.

Membuat cerita perjalanan

Salah satu poin penting ketika kita bercerita (dalam bentuk tulisan misalnya), jangan lupa untuk menuangkan pesan yang menjadi refleksi bagi diri kita sendiri dan juga pembaca. Cerita yang membekas di benak pembacanya, akan membuat mereka berempati dan berpikir, bahkan mungkin bisa mengubah hidup pembacanya. Oleh karenanya, kita perlu mempersiapkan beberapa hal sebelum bercerita tentang perjalanan. Hannif pun memberikan beberapa jurus yang bisa kita pakai saat akan menulis perjalanan.

Ketika ingin melakukan sebuah perjalanan, minimal kita harus tahu tentang destinasi yang dikunjungi. Kemudian niatkan untuk silaturahmi dan menggali lebih banyak pengetahuan. Bertanya disaat merasa penasaran, berhenti saat sudah mendapat jawaban. Perhatikan etika, bahasa, dan alat yang kita gunakan dan terakhir catat/rekam dan segera tuliskan. 

Memanfaatkan lima indera sebagai media yang dapat membantu kita untuk memahami dunia yang bisa kita tuangkan dalam tulisan. Menggunakan indera pengecap ketika ingin menulis tentang kuliner, indera peraba untuk mendeskripsikan tekstur dari sebuah kerajinan, dan lain sebagainya.

Hannif melanjutkan, melakukan riset dan mencari tahu di awal itu sangat penting. Jangan sampai momen penting yang harusnya bisa kita nikmati justru kita lewatkan, dari hal yang paling dasar, seperti memeriksa musim, ritual yang ingin kita lihat diadakan bulan apa. Sehingga kita tidak sia-sia setelah sampai tujuan.

Ketika melakukan perjalanan pun, kita harus menyiapkan cukup waktu. Jangan terburu-buru untuk pulang, boleh jadi ada sesuatu yang menarik setelahnya. Maka dari itu, nikmatilah perjalanan dengan santai.

Tips untuk memulai bercerita

Ketika kita memutuskan untuk mulai bercerita, pastikan untuk banyak membaca, sehingga kita dapat memperkaya sudut pandang dan perbendaharaan kata. Karena tanpa disadari, saat banyak membaca, kosakata yang dipunya juga semakin kaya.

Beri ruang kepada orang lain untuk tampil di dalam ceritamu. Jangan melulu menceritakan diri kita. Jangan memberikan panggung untuk diri kita sendiri. Carilah sosok inspiratif yang bisa menginspirasi diri kita sendiri dan orang lain. Masukkan nilai-nilai perjuangan dan edukasi. Akan banyak hal-hal yang membuat kita termotivasi dengan bertemu banyak orang yang bisa menginspirasi orang lain.

Tuliskan dan bagikan, supaya orang lain bisa membaca dan berkomentar. 

Dan terakhir hal paling penting yang perlu diingat adalah tidak ada tulisan yang buruk selama kita menuliskannya dari hati.

Alur penceritaan a la Hannif Andy

Hal pertama yang dilakukan Hannif ketika bercerita adalah mencari konflik. Kita harus tau kira-kira masalah yang ada apa saja, lalu kita harus mencari klimaksnya dimana. Titik puncak masalah yang terjadi itu apa, dan solusi atas masalah tersebut. Lalu, jangan lupa berikan kesimpulan, biasanya berisi tentang pesan yang ingin disampaikan untuk diri sendiri maupun pembaca. 

Selama kelas berlangsung, Hannif Andy banyak membagikan kisah-kisah dibalik tulisan yang ia buat. Ada banyak pembelajaran yang bisa kita ambil, misalnya tentang bagaimana tulisannya dapat menginspirasi orang lain, sehingga dapat menciptakan aksi yang positif.

Nah, untuk kamu yang ketinggalan kelas kedua Hore Hutan x Sekolah TelusuRI ini, simak selengkapnya melalui rekaman video di bawah ini ya.


Hore Hutan x Sekolah TelusuRI: Storytelling Class merupakan kelas diskusi kolaborasi antara Hutan Itu Indonesia dan TelusuRI.

The post “Storytelling Class” bersama Hannif Andy appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/storytelling-class-bersama-hannif-andy/feed/ 0 27439
Langkah Awal Menjadi Seorang Content Creator https://telusuri.id/basic-skill-for-content-creator/ https://telusuri.id/basic-skill-for-content-creator/#respond Wed, 10 Mar 2021 09:17:02 +0000 https://telusuri.id/?p=27333 Di penghujung bulan Februari kemarin, Sekolah TelusuRI berkolaborasi dengan Hore Hutan—sebuah program dari Hutan Itu Indonesia, mengadakan webinar dengan tema “Basic Skill for Content Creator”. Acara ini menghadirkan Yovita Ayu, seorang travel influencer sebagai narasumber....

The post Langkah Awal Menjadi Seorang Content Creator appeared first on TelusuRI.

]]>
Di penghujung bulan Februari kemarin, Sekolah TelusuRI berkolaborasi dengan Hore Hutan—sebuah program dari Hutan Itu Indonesia, mengadakan webinar dengan tema “Basic Skill for Content Creator”. Acara ini menghadirkan Yovita Ayu, seorang travel influencer sebagai narasumber.

Kalau bicara tentang pertumbuhan dunia digital, beberapa tahun belakangan ini istilah content creator muncul sebagai salah satu aspek pendukung. Nggak cuma sekedar membuat konten, content creator acap kali punya pengaruh cukup besar untuk “mempengaruhi” orang lain dan memunculkan peluang bisnis. Bahkan, nggak sedikit anak muda yang menjadikan content creator sebagai karir utama. 

Untuk teman-teman yang ingin mendalami profesi content creator dan menghasilkan konten-konten menarik, Yovita Ayu punya beberapa tips yang bisa yang bisa teman-teman ikuti. Simak ya!

Memulai dengan Personal Branding Canvas

Sebelum membuat konten, hal pertama yang harus diketahui adalah mengetahui “siapa aku sebenarnya?” Untuk membantu menjawab pertanyaan ini, kita bisa mengisi Personal Branding Canvas yang dibagikan oleh Yovita saat kelas berlangsung.

Personal Branding Canvas
Personal Branding Canvas/Yovita Ayu

Mula-mula, kita jawab dulu bagian “siapa diri kamu?” Untuk menjawabnya, bisa dimulai dengan mengungkapkan hal-hal yang paling umum tentang diri kita seperti pekerjaan, lalu beralih ke hal-hal yang lebih personal seperti kepribadian, keseharian, minat, dan lainnya.

Yovita mencontohkan deskripsi mengenai “diri” seperti yang Rangga dan Cinta kisahkan pada film “Ada Apa dengan Cinta?”.

Cinta: “Saya adalah seorang pekerja lepas di bidang penulisan dan produksi film. Saya adalah seorang yang selalu ingin belajar, suka dengan hal baru, dan bertemu orang. Sehari-hari, saya menulis content untuk berbagai brand untuk media sosial atau website, dari rumah bersama kucing saya. Saya suka buku fiksi, sketching, and all about kocheng!

Atau seperti,

Rangga: “Saya adalah seorang aktivis lingkungan. Sehari-hari, saya mengurus operasional dari sebuah perusahaan non profit yang bergerak di isu lingkungan di Indonesia. Saya suka dengan fotografi, backpacking, dan sejarah Indonesia. Saya tidak suka ketidakadilan, lingkungan yang terbengkalai banyak sampah, dan orang-orang yang tidak toleransi satu sama lain.”

Lalu untuk lebih mengenal diri sendiri kita juga harus menjawab pertanyaan, “apa keahlian dan hobi kamu?” Coba telusuri lebih dalam ke diri sendiri, apa keahlian atau hobi yang paling kamu banggakan dan ingin kamu bagikan ke orang lain. Dan apakah keahlian atau hobi kamu bisa berguna untuk orang lain. 

Sebagai contoh nih, “Saya suka dengan fotografi, khususnya berkaitan dengan alam dan budaya. Saya bisa dan suka mengaitkan sejarah Indonesia dan dunia dengan peradaban kita hari ini. Saya suka sharing ilmu dan cerita dengan teman-teman saya.”

Jabarkan manfaat apa yang bisa didapatkan orang lain dari hobi kita. Misalnya, dengan hobi makan—kamu bisa merekomendasikan menu makanan enak dari suatu tempat, yang bisa memudahkan orang untuk memilih menu apa yang akan mereka makan. Sama halnya dengan hobi-hobi yang lain.  

Setelah mengetahui keahlian atau hobi yang ingin dibagikan, kamu juga harus tau bahwa kamu punya nilai (value). Nilai sangat dibutuhkan dalam aspek membangun diri, sehingga kamu tahu bahwa nilai itu yang akan selalu ada dan akan selalu kamu bawa dalam semua hal yang kamu lakukan.

Contoh nilai yang ada dalam diri Rangga adalah petualangan, keindahan, pengetahuan, spiritualitas, dan bermanfaat. Kamu bisa mengeksplorasi lebih banyak lagi mengenai nilai tentang “diri” versi kamu. Ketika kamu punyai nilai, hal ini tidak hanya bermanfaat untuk sekedar membuat konten saja, namun juga bermanfaat di kehidupan kamu secara umum. 

Personal Branding Canvas

Untuk mengenal diri sendiri, kadang kita juga butuh orang lain untuk ikut memberikan pendapatnya tentang diri kita. Maka, kita harus menjawab pertanyaan “apa sih yang dikatakan orang lain tentang kamu?”

Kalau versi Cinta, dia bilang “Katanya, saya itu bisa jadi pendengar yang baik untuk teman-teman saya. Katanya, saya itu ceriwis dan berisik kalau sudah kenal dengan orang. Katanya, saya itu punya selera humor yang receh.”

Dan dalam hal ini, kita cukup untuk mendengar sesuatu yang positif-positif aja, yang negatif bisa kita simpan dan jadikan motivasi untuk lebih baik kedepannya. Dengan ungkapan positif, teman-teman bisa menemukan versi diri yang akan teman-teman bagikan kepada audience.

Lalu poin selanjutnya adalah pencapaian. Jadi kamu bisa mulai dengan menjawab pertanyaan “hal apa yang ingin kamu raih dalam hidup ini? Bisa untuk diri kamu sendiri atau untuk orang lain.”

Nah kalau Rangga sendiri, dia bilang “Saya ingin menjadi sosok yang bisa mengangkat keindahan alam Indonesia dan pentingnya kelestarian alam, menginspirasi orang-orang untuk kenal dan bisa ikut mendukung aksi sadar lingkungan, melalui fotografi.”

Kalau kamu tidak punya misi atau tujuan, nanti apa yang kamu lakukan tidak akan bisa terarah.

Ketika semua poin sudah dijawab sesuai dengan apa yang ada dalam diri kamu, kamu bisa membangun sebuah Personal Branding Statement, dengan rumus sebagai berikut:

“Aku adalah seorang ( #1 + #5 ) yang percaya bahwa ( #4 ) itu penting agar dapat menjadi ( #6) di dunia ini.”

Dan last but not least, baru deh kamu bisa membuat konten yang ingin kamu bagikan ke dunia maya, berdasarkan Personal Branding di atas.  

Dan satu hal yang nggak kalah penting adalah,

“All good thoughts and ideas mean nothing without action.” — Yovita Ayu

Personal Branding Canvas

Storytelling is the key

Setelah teman-teman sudah memutuskan konten yang akan digarap, ada satu tips yang nggak kalah penting yaitu story atau cerita. Storytelling is the key.

“Kalian bercerita, karena konten yang visual banget tapi nggak ada alur ceritanya, nggak ada captionnya, sama aja bohong. Kosongan. Orang bakal bingung dengan apa yang ingin kamu sampaikan,” jelas Yovita.

Membuat konten dengan visual menarik emang penting, tapi ceritanya jauh lebih penting. Dan menulis adalah salah satu skill yang dibutuhkan untuk membuat konten.

Membuat perencanaan (planning)

Tips selanjutnya adalah membuat perencanaan. Hal ini perlu banget dilakukan karena akan berpengaruh pada berjalannya konten yang akan dibuat. Fungsi dari perencanan sendiri adalah agar konten yang sudah kita buat dapat terarah, apik, dan punya waktu untuk produksi.

Yovita bilang, “Semua dalam hidup jika tidak direncanakan akan buyar.” Hal tersebut juga berlaku kalau kita akan membuat konten, sehingga segala sesuatunya tidak saling bertabrakan. Hari ini kita bikin konten apa, besok apa, harus beda, dan sebisa mungkin menyesuaikan dan memanfaatkan momen yang sedang ada.

Teman-teman bisa menggunakan aplikasi seperti UN UM untuk membantu membuat perencanaan konten yang akan diunggah ke media sosial supaya tampilan visualnya lebih apik. Tapi perlu diingat, plan without execution is nothing.

Production and Editing.

Zaman sekarang, membuat sebuah konten nggak butuh alat-alat mahal dan ribet. Sebagai pemula, kamu bisa ngonten dengan hanya bermodal ponsel dan beberapa aplikasi pendukung, seperti; untuk foto kamu bisa pakai Lightroom, Snapseed, VSCO, Tezza, dsb; untuk video, bisa menggunakan Inshot, FilmoraGO,  Adobe Premiere Rush, dsb.

Kalau kamu ingin membuat konten yang lebih terlihat efek-efek grafis seperti quotes, infografis, kamu bisa menggunakan Unfold, Canva atau Story Art. 

Riset

Kita juga perlu research kapan waktu yang pas untuk mengunggah konten yang sudah kita buat ke media sosial. Karena konten yang bagus jika ditayangkan di waktu yang tidak tepat akan terlewat oleh banyak orang.

Kamu juga bisa menggunakan hashtag yang relevan dengan konten yang dibuat, karena banyak orang yang mencari sesuatu dengan menggunakan hashtag

Feedback

Sesekali, kita juga butuh feedback dari audience, maka jangan ragu untuk menggunakan fitur-fitur seperti QnA, atau Polling. Kita bisa nanya ke audience, kita-kira mereka lebih suka A atau B, atau bisa sharing tentang hal apapun, agar kita juga punya insight baru dan lebih mengenali karakter audience kita. 

Ada peserta yang bertanya ke Yovita, “Bagaimana caranya agar kita mampu untuk tetap bertahan dan memberikan konten yang tidak mainstream?”

Saran dari Yovita, “Kita bisa memulai dengan research, dengan research kita bisa tau kebutuhan audience seperti apa, kalian tetap bisa menemukan keunikan kalian, kalau kalian nggak berhenti untuk ngulik dengan cara apapun.”

Jadi untuk kamu yang ingin jadi content creator, keep update dengan segala hal yang terjadi di luar sana, jangan berhenti saat sudah menentukan personal branding. Ini hanyalah langkah awal, langkah selanjutnya yakni bisa survive dengan konsep konten yang dibuat dan tidak berhenti untuk terus mengeksplorasi dan berinovasi, tapi selalu memegang keunikan yang sudah kamu punya. Selamat mencoba!


Hore Hutan x Sekolah TelusuRI: Basic Skill for Content Creator merupakan kelas diskusi kolaborasi antara Hutan Itu Indonesia dan TelusuRI.

The post Langkah Awal Menjadi Seorang Content Creator appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/basic-skill-for-content-creator/feed/ 0 27333
Sampah Kita yang Tak Terlihat: Jejak Karbon https://telusuri.id/sampah-kita-yang-tak-terlihat-jejak-karbon/ https://telusuri.id/sampah-kita-yang-tak-terlihat-jejak-karbon/#respond Mon, 15 Feb 2021 12:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=27041 Di akhir minggu kedua Februari kemarin, TelusuRI bincang-bincang dengan Jessica Novia, founder dari Carbon Ethics dan Carbon Ecotrip di segmen #NgobrolBareng. Pada sesi kali ini, kami banyak membahas tentang sampah tak terlihat yang kerap kali...

The post Sampah Kita yang Tak Terlihat: Jejak Karbon appeared first on TelusuRI.

]]>
Di akhir minggu kedua Februari kemarin, TelusuRI bincang-bincang dengan Jessica Novia, founder dari Carbon Ethics dan Carbon Ecotrip di segmen #NgobrolBareng. Pada sesi kali ini, kami banyak membahas tentang sampah tak terlihat yang kerap kali dilupakan, yakni jejak karbon.

Untuk kamu para pejalan, traveling memang jadi satu hal mengasyikkan. Namun, sadar nggak sih kalau aktivitas traveling kita ternyata menghasilkan jejak karbon yang berkontribusi dalam pemanasan global dan perubahan iklim?

Bumi sudah mengalami krisis iklim

Perlu disadari, beberapa tahun belakangan ini cuaca sering kali nggak menentu. Baru-baru ini, dari hampir semua media memberitakan banjir yang menggenangi daerah-daerah hijau. Karena banjir, petani jadi gagal panen. Belum lagi gelombang tinggi yang membuat para nelayan sulit mendapat ikan. Akibatnya, kalau kita mau melihat lebih jauh keluar, krisis iklim ini dampaknya kemana-mana mulai dari ekonomi, sosial, kesehatan, dsb. Krisis iklim ini bisa terjadi tak lain karena adanya jejak karbon yang terus meningkat setiap tahunnya.

Jejak karbon sendiri adalah emisi atau sampah yang kita hasilkan dari kegiatan atau aktivitas kita sehari-hari. Contoh yang simple aja deh, misalkan kita buka ponsel dan nonton hal-hal yang lagi viral, karena seru kita tidak sadar kalau baterai ponsel habis dan harus diisi ulang. Pada saat kita nge-charge, kita menggunakan listrik, yang pada dasarnya listrik berasal dari batu bara yang dibakar dan menghasilkan karbon dioksida.

Tanpa disadari, emisi karbon muncul dari aktivitas sesederhana ini. Hanya saja, kembali lagi, kita nggak menyadarinya. Kalau terus dibiarkan, kerusakan alam dan bencana diprediksi akan lebih sering dijumpai.

Traveler juga penyumbang emisi karbon terbesar

Kata Jessica, ilmuwan mulai berkoar-koar kepada warga dunia kalau kita sudah tidak punya waktu lagi untuk menyelamatkan bumi. Waktu aman kita cuman sampai 2030, sekitar 9 tahun lagi. Dari semua itu, traveler adalah penyumbang 8% emisi karbon sedunia. Angka delapan mungkin terlihat kecil, tapi dampaknya besar banget.

Setiap perjalanan yang kita lakukan selalu menghasilkan jejak karbon. Jejak karbon ini bisa berasal dari perjalanan menggunakan pesawat yang semakin jauh jarak tempuhnya, semakin besar karbon yang dihasilkan hingga penggunaan transportasi darat lain.

Nggak hanya itu, ketika melakukan perjalanan, kita juga suka banget yang namanya wisata kuliner. Aktivitas yang kita sukai ini juga tanpa sadar menghasilkan jejak karbon.

Yang bisa kita lakukan untuk mengurangi jejak karbon

Jessica sebagai founder dari Carbon Ethics dan Carbon EcoTrip punya tagline yang bisa banget kita terapkan sebagai upaya “tebus dosa”. “Reduce what you can, offset what you can’t”, kurang-kurangin apa yang bisa, dan tebus apa yang kita nggak bisa.

Jessica Novia
Jessica Novia/Istimewa

Kita bisa mengurangi karbon mulai dari hal sederhana, misalnya dengan memilih makanan yang akan kita konsumsi dari daging sapi, daging ayam, sama sayuran. Daging merupakan makanan dengan penghasil emisi karbon tertinggi, oleh karenanya kita bisa mulai mengurangi konsumsi jenis makanan ini. Alternatifnya, kita bisa memilih sayur sebagai penyumbang emisi karbon terendah untuk dikonsumsi lebih banyak Dengan begitu kita sudah menerapkan upaya yang pertama yaitu “reduce what you can, offset what you can’t,” jelas Jessica. 

Lalu, ‘tebus apa yang kita nggak bisa’ ini maksudnya apa sih?

Nah, kalau lagi traveling tentu kita akan menggunakan transportasi baik darat, laut, maupun udara. Nggak mungkin kan mau jalan kaki dari Jakarta sampai Bali, misalnya.

Traveling dengan mengendarai alat transportasi ini yang nggak bisa hindari. Oleh karenanya, wajib kita tebus karbon-karbon yang dihasilkan. Untuk upaya tebusnya, kita bisa menanam pohon.

“Dari segi biologi, pohon yang ada disekitar kita akan membutuhkan CO2 untuk berfotosintesis, karbon akan menuju batang dan oksigen akan dilepaskan kembali, dunia sudah punya sistematika yang begitu luar biasa”, tutur Jessica. 

Carbon Ecotrip sendiri punya beberapa rangkaian yang dilakukan sebelum pergi traveling bersama para pejalannya. Yang pertama, pastikan kita membawa botol minum sendiri, lalu bawa tas yang bisa digunakan sebagai pengganti plastik, lalu selalu memilih makanan lokal selama traveling berlangsung.

Jessica bilang, kita harus melihat teliti memilih makanan yang akan dimakan. Jangan sampai memilih makanan yang bahan-bahannya berasal dari luar daerah karena membutuh transportasi dengan bahan bakar lebih untuk mengantar bahan-bahan makanan tersebut.

Lalu yang terakhir adalah planting yang berkolaborasi dengan masyarakat lokal.

Harapan kedepan untuk para pejalan

Di Indonesia peraturan tentang jejak karbon belum terlihat jelas, namun sudah seharusnya kita memiliki ambisi untuk berkontribusi dalam menangani krisis iklim dan pemanasan global. Oleh karenanya Jessica mengajak kamu, para pejalan, untuk ikut ambil andil dan merencanakan perjalanan dengan lebih baik untuk mengurangi timbulnya sampah-sampah tak terlihat dari aktivitas perjalanan.

“Kita punya andil yang besar untuk mengurangi jejak karbon, kita punya Kalimantan yang disebut paru-paru dunia, tapi sayangnya tidak dijaga. Kita harus punya ambisi yang jelas dan aksi yang jelas.” pungkas Jessica.


Sampah Kita merupakan sebuah tajuk untuk berbagi pengalaman refleksi tentang sampah. Sampaikan cerita dan refleksimu soal sampah, bagikan tips dan kiat menyelesaikannya di telusuri.id/sampahkita.

Sampah Kita didukung oleh Lindungi Hutan dan Hutan Itu Indonesia.

The post Sampah Kita yang Tak Terlihat: Jejak Karbon appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/sampah-kita-yang-tak-terlihat-jejak-karbon/feed/ 0 27041