Burung Indonesia https://telusuri.id/penulis/burungindonesia/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Wed, 26 Jul 2023 08:17:47 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Burung Indonesia https://telusuri.id/penulis/burungindonesia/ 32 32 135956295 Mangrove Popayato: Berbagi Manfaat bagi Manusia dan Hewan https://telusuri.id/mangrove-popayato-berbagi-manfaat-bagi-manusia-dan-hewan/ https://telusuri.id/mangrove-popayato-berbagi-manfaat-bagi-manusia-dan-hewan/#respond Wed, 26 Jul 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39432 Selain memiliki hutan yang sangat luas, Indonesia juga memiliki kawasan mangrove sekitar 3,31 juta hektare. Hutan mangrove seluas itu diperkirakan dapat menyerap karbon sebanyak 33 miliar ton. Hal ini menjadi sedikit angin segar di tengah...

The post Mangrove Popayato: Berbagi Manfaat bagi Manusia dan Hewan appeared first on TelusuRI.

]]>
Selain memiliki hutan yang sangat luas, Indonesia juga memiliki kawasan mangrove sekitar 3,31 juta hektare. Hutan mangrove seluas itu diperkirakan dapat menyerap karbon sebanyak 33 miliar ton. Hal ini menjadi sedikit angin segar di tengah perubahan iklim yang makin menjadi-jadi. Selain dapat memiliki manfaat dalam skala nasional, keberadaan hutan mangrove juga memiliki manfaat secara lokal. Khususnya bagi masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.

Bagi masyarakat yang ada di Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, hutan mangrove menjadi tempat yang kaya akan manfaat. Di kecamatan tersebut, terdapat tiga desa yang sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup dari menangkap ikan. Etnis yang dominan tinggal di sini adalah Bajo, Bugis, Gorontalo, Kaili, dan Sangihe.

Mangrove Popayato: Berbagi Manfaat bagi Manusia dan Hewan
Foto udara permukiman warga yang berdampingan dengan hutan mangrove Popayato/Made Chandra

Selain sebagai pemutar roda perekonomian, masyarakat juga menggunakan hasil tangkapan tersebut untuk konsumsi pribadi. Tak hanya ikan, beberapa biota laut yang banyak penduduk dapatkan antara lain kerang, teripang, udang, dan kepiting bakau. Bahkan mereka turut memanfaatkan kayu, buah-buahan, dan tanaman obat dari mangrove untuk kebutuhan sehari-hari. Menurut penduduk setempat, ada beberapa jenis mangrove yang berguna sebagai pembersih mata, obat muntaber, obat anak, sampai dengan mengolahnya menjadi bedak bagi perempuan yang akan menikah.

Kondisi mangrove yang kian baik membuat masyarakat setempat memanfaatkan bagian buah dengan mengolahnya ke berbagai jenis makanan, seperti dodol, kue, sirup, dan stick. Sementara untuk keperluan nelayan, kulit mangrove bisa menjadi pewarna pukat dan penghilang bau amis pada ikan. Kawasan tersebut juga memiliki potensi besar untuk mengelolanya menjadi wisata edukasi mangrove dan budidaya ikan dengan metode karamba jaring apung. Bahkan ada kawasan tertentu, seperti Dusun Mangrove, yang penduduknya menjadikan permukimannya sebagai tempat prosesi adat Tibba Anca (upacara adat tolak bala).

Rumah bagi banyak burung

Hutan mangrove yang ada di Popayato menjadi habitat bagi berbagai keanekaragaman hayati, salah satunya burung. Menurut survei Burung Indonesia pada 2023, terdapat setidaknya 32 spesies burung di kawasan tersebut. Beberapa di antaranya adalah cekakak sungai (Todiramphus chloris), cangak merah (Ardea purpurea), blekok sawah (Ardeola speciosa), kekep babi (Artamus leucorynchus), gagak kampung (Corvus macrorhynchos), pergam laut (Ducula bicolor), dan punai gading (Treron vernans). Jumlah pakan yang cukup, yaitu kepiting, ikan, kerang, udang, dan teripang, mendukung banyaknya keberadaan burung-burung itu.

Adanya burung-burung di hutan mangrove memiliki dampak langsung dan tidak langsung bagi lingkungan sekitar. Tak hanya berperan sebagai pengendali hama, tetapi juga membantu peningkatan produktivitas lahan. Kenaikan produktivitas ditopang oleh hasil pencernaan burung yang memakan hewan laut, seperti ikan, udang, dan lain-lain.

Penduduk setempat menganggap keberadaan beberapa burung sebagai sinyal datangnya fenomena alam. Sebagai contoh, munculnya burung teterra (istilah dalam bahasa Bajo) adalah pertanda bahwa ikan cakalang akan banyak muncul di perairan Torosiaje. Kemudian burung elang hitam mengindikasikan adanya ikan tuna dan lumba-lumba; burung pergam laut—dalam bahasa setempat bernama poteang—menjadi alarm jika wilayah perairan Teluk Tomini hendak memasuki musim angin barat.

  • Mangrove Popayato: Berbagi Manfaat bagi Manusia dan Hewan
  • Mangrove Popayato: Berbagi Manfaat bagi Manusia dan Hewan
  • Mangrove Popayato: Berbagi Manfaat bagi Manusia dan Hewan
  • Mangrove Popayato: Berbagi Manfaat bagi Manusia dan Hewan

Upaya bersama menghadapi ancaman

Meski memiliki nilai keragaman burung dan ekonomi yang tinggi, kawasan mangrove tersebut juga memiliki ancaman di depan mata. Perusakan hutan mangrove secara progresif oleh manusia, serta dampak dari perubahan iklim, berpotensi mengancam ekosistem alam dan hajat hidup banyak orang di pesisir Teluk Tomini. Minimnya integrasi antara inisiatif lokal dan pihak eksternal dalam perlindungan hutan mangrove memperburuk kondisi tersebut.

Menurut data Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Provinsi Gorontalo, area mangrove di provinsi tersebut mengalami kerusakan mencapai 67 persen. Penyebab kerusakan tersebut umumnya karena alih fungsi lahan menjadi tambak. Pihak yang melakukan aktivitas ini berasal dari luar kampung maupun desa. Akibatnya keberadaan biota laut, seperti kepiting bakau dan teripang, makin berkurang populasinya. Hal ini sangat disayangkan, karena Kabupaten Pohuwato merupakan daerah yang memiliki kawasan mangrove paling luas di Gorontalo.

Pada dua dekake lalu, kawasan hutan mangrove memiliki potensi keanekaragaman hayati yang tinggi. Kepiting bakau, teripang, udang, ikan somasi (kakap bangkaw), ikan baronang, ikan kerapu, ikan belanak, ikan kuasi (bahasa Bajo) masih sangat melimpah. Demikian juga dengan potensi keragaman spesies burung, yang 20 tahun lalu mudah terlihat dan sangat kaya. Kondisi mangrove yang masih bagus dan perairan yang belum tercemar mendukung keadaan saat itu.

Melihat itu, masyarakat setempat terus berupaya untuk melakukan konservasi dan restorasi kawasan mangrove agar kelestariannya tetap terjaga. Ikhtiar ini juga sebagai bentuk antisipasi perubahan iklim, yang akan mengancam penghidupan alam dan ekonomi masyarakat pesisir di Teluk Tomini.

Teks: Kukuh Akhfad
Foto: Made Chandra


Tulisan ini diikutsertakan dalam kampanye “TelusuRI Sungai dan Mangrove Indonesia” untuk memperingati Hari Mangrove Internasional 26 Juli dan Hari Sungai Nasional 27 Juli


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mangrove Popayato: Berbagi Manfaat bagi Manusia dan Hewan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mangrove-popayato-berbagi-manfaat-bagi-manusia-dan-hewan/feed/ 0 39432
Hutan Harapan: Harta Karun Hutan Dataran Rendah Terakhir Sumatra https://telusuri.id/hutan-harapan-harta-karun-hutan-dataran-rendah-terakhir-sumatra/ https://telusuri.id/hutan-harapan-harta-karun-hutan-dataran-rendah-terakhir-sumatra/#respond Wed, 26 Jul 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39416 Minggu kedua di bulan Juni, menjelang matahari terbenam, Eki Aprilia Resdiyanti Devung dan tiga temannya bersiap menuju Sungai Meranti. Peralatan penelitian tersimpan di dalam tas dan bersiap-siap untuk menyalakan senter kepala. Suara jangkrik bersahut-sahutan seakan...

The post Hutan Harapan: Harta Karun Hutan Dataran Rendah Terakhir Sumatra appeared first on TelusuRI.

]]>
Minggu kedua di bulan Juni, menjelang matahari terbenam, Eki Aprilia Resdiyanti Devung dan tiga temannya bersiap menuju Sungai Meranti. Peralatan penelitian tersimpan di dalam tas dan bersiap-siap untuk menyalakan senter kepala. Suara jangkrik bersahut-sahutan seakan menyambut kedatangan mereka ketika mulai memasuki hutan. Mahasiswa Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu bersiap meneliti keanekaragaman amfibi di Hutan Harapan.

Sayup-sayup terdengar suara katak dan kodok di tengah riuhnya suara jangkrik. Keempat mahasiswa tersebut dengan saksama mendengarkan sumber suara katak di antara rimbun dedaunan dan tumpukan serasah. Cuaca yang cerah memudahkan langkah mereka bergerak di dalam hutan untuk mencari sumber suara itu. Sekitar pukul sembilan, Eki melihat seekor katak mini di antara tumpukan serasah, yang ciri-ciri fisiknya belum tertulis dalam buku panduan identifikasi jenis amfibi.

Secara perlahan-lahan, Eki mendekati katak tersebut lalu mengangkatnya dengan tangan kosong. Ia menuturkan, “Panjang katak ini kurang dari dua sentimeter dan kami tidak menemukan deskripsi fisiknya di buku panduan.”

Perempuan berusia 22 tahun itu segera menempatkan katak mini ke dalam kantong plastik spesimen sementara dan membawanya ke kamp Hutan Harapan. Mungkinkah katak mini ini jadi temuan baru bagi dunia? Eki dan teman-temannya pun memutuskan untuk mengirim temuan tersebut ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Bogor.

Hutan Harapan: Harta Karun Hutan Dataran Rendah Terakhir Sumatra
Kegiatan trekking menelusuri jalur gajah di Hutan Harapan/hutanharapan.id

Eki dan teman-temannya berada di kawasan yang menguntungkan

Hutan Harapan seluas hampir seratus ribu hektar ini merupakan surganya keanekaragaman hayati di Sumatra. Burung Indonesia, Royal Society for Protection of Birds (RSPB), dan BirdLife International mendirikan konsesi restorasi ekosistem pada 2008. Pendirian konsesi merupakan upaya untuk memulihkan kawasan tersebut dari ancaman degradasi. Pembentukan PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) untuk mengelola konsesi dan saat ini memiliki sekitar 170 karyawan.

Walaupun menghadapi berbagai tekanan, seperti pembalakan liar, perambahan, dan kebakaran, sebagian besar Hutan Harapan masih tertutup oleh hutan dataran rendah yang lebat. Dipterocarpaceae, potion tinggi yang tumbuh ke arah langit hingga ketinggian enam puluh meter, mendominasi pemandangan. Di kanopi pepohonan itu, owa-owa bernyanyi dengan merdu. Burung-burung cantik nan langka silih ganti hinggap dan menetap. Tak Ingin beranjak dari kawasan hutan. Sejauh ini teridentifikasi 307 spesies burung di Hutan Harapan, di antaranya sempidan yang langka, rangkong, pentis kumbang, dan burung paruh kodok.

Sementara di bawah pohon, harimau Sumatra mencari mangsa dan tapir memberi makan anaknya. Keberlangsungan flora dan fauna tersebut tidak dapat terpisahkan dari keberadaan sumber air. Air adalah garis kehidupan hutan ini dengan empat sungai mengalir ke dalamnya. Dua sungai utama, Meranti dan Kapas, berasal dari luar konsesi dan meluncur seperti ular berwarna cokelat keemasan dari barat ke selatan. Dua yang lebih kecil, Kandang dan Lalan, berasal dari batas-batas konsesi dan berkelok-kelok ke arah timur. Sebagian besar publik dan masyarakat sekitar tidak mengetahui daerah tangkapan air di Hutan Harapan ini.

Seiring waktu, setiap sungai telah mengembangkan jaringan anak sungai, rawa, dan vegetasi teplannya sendiri. Bukan hanya satwa liar karismatik, seperti harimau, gajah, dan beruang madu yang mencari perlindungan di daerah lembap ini; ratusan spesies juga bergantung pada tangkapan air untuk keberlangsungan hidup mereka. Bangau storm, bangau paling langka di dunia, terlihat di pepohonan bengkok di dataran banjir. Tidak kurang dari sepuluh spesies raja udang menghuni sungai dan danau.

Hutan Harapan: Harta Karun Hutan Dataran Rendah Terakhir Sumatra
Burung raja udang punggung merah (Ceyx rufidorsa)/hutanharapan.id)

Daerah tangkapan air bukanlah domain eksklusif para peneliti

Lebih dari dua dekade Musadat (43) terpesona oleh makhluk kecil yang menjadikan Hutan Harapan sebagai rumah mereka. Sebagai staf ekowisata di PT REKI, ia memimpin tur di sepanjang hutan yang berawa dan banjir selama safari malam.

“Ada satwa yang menghabiskan seluruh hidupnya hanya pada satu pohon,” jelasnya sambil memeriksa lubang di batang yang ditumbuhi bromeliad, “ambil contoh katak kayu manis. Warnanya kecokelatan dengan titik-titik putih di sekujur tubuhnya yang halus. Suaranya khas seperti mencuit berulang dan kemudian berhenti sejenak. Sangat sulit ditemukan.”

Selama safari malam, Musadat secara teratur bertemu kijang, kancil, musang, dan rusa. Mereka datang untuk minum di anak sungai atau mencari makan di vegetasi yang subur. Pada siang hari, lebih banyak lagi penghuni hutan bermunculan: primata, burung, serta sejumlah besar kupu-kupu dan capung dengan warna-warna yang sangat cerah. Reptil juga sering menyimpan air.

Musadat akrab dengan 71 spesies yang ditemukan di Hutan Harapan, seperti king cobra, kura-kura kaki gajah, cecak terbang, dan biawak air tawar. Banyak keanekaragaman hayati yang bersembunyi di bawah air. Sebanyak 123 spesies ikan teridentifikasi selama survei pada 2018. Spesies ikan tersebut adalah endemik Sumatra. Sungai Meranti dan Kapas tidak banyak memperlihatkan kekayaan spesies ini karena mendung sepanjang tahun. Di sisi lain, sungai Lalan, sumber tadah hujan di tengah hutan, memiliki air yang sangat jernih dan menjadi tempat nongkrong kesukaan Musadat.

Hutan Harapan: Harta Karun Hutan Dataran Rendah Terakhir Sumatra
Salah satu spesies ikan di sungai Hutan Harapan/hutanharapan.id

Kualitas air sebagai penyebab melimpahnya aneka spesies

Suhu dan pH air menunjukkan kondisi optimal anak pertumbuhan kehidupan akustik,” kata Kepala Departemen Enviro, Research, and Development PT REK Elva Gemita. Perempuan lulusan S-2 konservasi University of Kent, Inggris ini menginstruksikan timnya untuk memantau sungai-sungai, yang pengambilan sampelnya berasal dari perairan dangkal sungai Kandang, dan juga Kapas yang terkadang bisa mencapai kedalaman 15 meter.

“Kami berencana melakukan penelitian tentang capung dalam waktu dekat. Capung juga merupakan indikator kualitas air yang sangat baik,” terang Elva.

Vegetasi di zona inti Hutan Harapan tetap utuh, khususnya cabang-cabang daerah tangkapan air menunjukkan keanekaragaman hayati yang tinggi. Namun, ketika sungai Latan dan Kandang memasuki konsesi zona mata pencaharian, hutan riparian telah digantikan oleh tanaman pangan dan pohon kelapa sawit.

“Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap populasi satwa dan juga meningkatkan erosi tanah yang menyebabkan banjir,” kata Elva. Di hilir, tempat pertemuan sungai Kapas dan Meranti, banjir bisa menjadi bencana besar bagi puluhan ribu keluarga yang tinggal di perkotaan Sumatra Selatan. Oleh karena itu Elva menekankan perlunya segera memulai perlindungan dan rehabilitasi bantaran sungai.

Hutan Harapan: Harta Karun Hutan Dataran Rendah Terakhir Sumatra
Julang emas (Aceros undulatus) bertengger di pohon tinggi/hutanharapan.id

Suku Batin Sembilan

Penemuan katak mini oleh Eki menginspirasi lebih banyak orang untuk menjelajahi keanekaragaman hayati di Hutan Harapan. Tim peneliti lain baru-baru ini memasuki wilayah terpencil di Hutan Harapan dan menemukan empat spesies amfibi yang baru bagi sains. Penulisan deskripsi empat spesies tersebut masih berlangsung.

Masih banyak spesies lain yang memerlukan penelitian lebih lanjut, seperti kupu-kupu, capung, dan makhluk kecil lainnya. Tak menutup kemungkinan untuk jenis mamalia atau burung endemik yang belum teridentifikasi masuk dalam daftar spesies baru. Tantangan terbesar saat ini adalah melindungi Hutan Harapan agar spesies seperti katak mini tidak punah sebelum sempat ditemukan.

Kelompok Batin Sembilan nomaden berkelana di sepanjang sungai Meranti, tempat penemuan spesies katak baru oleh Eki dan timnya. Kehidupan mereka tidak dapat dipisahkan dari air. Konon nama “Batin Sembilan” berasal dari sembilan sungai yang membelah wilayah adat mereka. Masing-masing keluarga dari tiga kelompok Batin Sembilan nomaden itu mengikuti ritme arus, naik dan turun menurut musim. Para wanita mengumpulkan rotan jernang dan damar dari pohon Dipterocarpaceae yang mereka temukan di antara sebaran kerikil di tepi sungai dan menjualnya di pasar lokal. Para pria memancing atau berburu dengan tombak. Ikan seluang dan ikan gabus adalah sumber makanan dan protein utama yang mudah mereka dapat. Lebih jauh ke timur, di tepi sungai Lalan, orang Batin Sembilan telah menetap dan membudidayakan ubi jalar, ubi, dan pisang.

Modot (23) dan Dul (30) termasuk dalam kelompok ini. Mereka juga merupakan anggota komunitas patroli yang bekerja dengan PT REKI untuk melindungi Hutan Harapan dari perambahan. Di waktu senggang, mereka memancing dan mengumpulkan rotan yang tumbuh di sepanjang danau. “Sungai adalah sumber kehidupan kami, Batin Sembilan,” kata Modot, “makanan dan air minum kami berasal dari sungai. Dulu kami minum langsung dari sungai menggunakan daun-daun besar dari pepohonan di hutan. Sekarang kami harus merebusnya dahulu,” kenang Modot sembari tersenyum.

Bagi Modot, Lalan adalah tempat yang istimewa karena begitu damai dan tenteram. “Ketika saya masih kecil, saya pernah melihat harimau minum dari sungai ini. Pengalaman itu sepertinya tidak akan terulang lagi, tetapi saya masih melihat beruang, rusa, dan burung besar minum di sungai Lalan,” tutur Modot. Dul yang duduk di samping mengangguk setuju dengan ceritanya.

“Hewan-hewan itu seperti kito, mereka butuh air samo seperti kito,” tegas Dul.

Teks: Joren Vanderhorst dan Hospita Yulima S.
Foto: Hutan Harapan (hutanharapan.id)


Tulisan ini diikutsertakan dalam kampanye “TelusuRI Sungai dan Mangrove Indonesia” untuk memperingati Hari Mangrove Internasional 26 Juli dan Hari Sungai Nasional 27 Juli


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Hutan Harapan: Harta Karun Hutan Dataran Rendah Terakhir Sumatra appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/hutan-harapan-harta-karun-hutan-dataran-rendah-terakhir-sumatra/feed/ 0 39416