Chusnul Chotimah, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/chusnul-chotimah/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Mon, 27 Jun 2022 15:11:59 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Chusnul Chotimah, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/chusnul-chotimah/ 32 32 135956295 Berkuda di Ngulahan Park https://telusuri.id/berkuda-di-ngulahan-park/ https://telusuri.id/berkuda-di-ngulahan-park/#respond Fri, 10 Jun 2022 02:35:00 +0000 https://telusuri.id/?p=34005 Ngulahan Park berada di Ngulahan, Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Saat itu, aku bersama keluarga menaiki motor menuju ke tempat yang baru dibuka bulan Maret – April  2022 lalu ini. Kami melewati jalan...

The post Berkuda di Ngulahan Park appeared first on TelusuRI.

]]>
Ngulahan Park berada di Ngulahan, Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Saat itu, aku bersama keluarga menaiki motor menuju ke tempat yang baru dibuka bulan Maret – April  2022 lalu ini. Kami melewati jalan yang tidak begitu berkelok, suasana tampak astri, hijau. Membuat mata terbelalak keluar menikmatinya.

Ku amati banyak sekali rombongan keluarga yang turut serta dalam mengunjungi tempat ini, mulai dari naik motor, rombongan bermobil, naik kereta-keretaan, dan Tossa. Terlihat jelas wajah pengunjung yang antusias karena rasa penasarannya. Ngulahan Park buka pada pukul 08.00-17.00, biaya parkirnya Rp5.000 untuk sepeda motor.

Kartu parkir Ngulahan Park/Chusnul Chotimah

“Baru buka Mbak, sebelum puasa. Tapi selalu ramai tanpa sepi pengunjung,” kata seorang ibu penjual sosis bakar yang merupakan penduduk asli sana. Maklum, dengan suasana syahdunya; hamparan sawah yang menghijau, serta berada di bawah bukit menambah saya semakin nyaman di sini. Sebuah potret kehidupan, bahwa manusia juga ingin meluapkan rasa jenuh setelah beraktivitas atau sekadar berjalan jauh sejenak dari rumitnya pikiran yang tak bertepi.

Gapura Desa Ngulahan Park/Chusnul Chotimah

Setelah memasuki gapura “Selamat Datang di Desa Ngulahan” pengunjung seorang bapak parkir menyambutku. Ia membantu memarkirkan kendaraan. Kemudian, sebelum berkeliling, pengunjung bebas memilih beristirahat sejenak di gazebo atau kursi batu yang tersusun rapi di lapangan. Sambil beristirahat, pengunjung bisa sambil menikmati hilir mudik hewan yang di sana, ada burung unta atau rombongan burung merak dengan bulunya yang sangat menarik. Di tengah lapangan juga terlihat kolam ikan buatan dengan pancuran kecil. 

Terbilang masih muda dibanding wisata lainnya, tempat didirikan oleh desa setempat dan dikelola oleh desa. Ku amati daya tariknya terletak pada aktivitas berkuda. Pengunjung rela mengantri untuk menjajalnya.

Pengunjung berpose sambil naik kuda/Chusnul Chotimah

“Lebih dari 100, Mbak, yang rela antri untuk menaiki kuda dalam sehari,” kata penjaga tiket kuda. Kuda berkeliling mengelilingi kawasan wisata dengan sangat santai. Pengunjung tak perlu takut, karena disediakan pendamping. Sedang pengunjung yang menaiki kuda bisa menikmati suguhan wisata yang ada.

Rasa penasaranku menghampiri. Lalu aku keluarkan kocek Rp15.000 untuk mencoba aktivitas menunggang kuda, meski antre tapi tak masalah. Menaiki kuda terasa seperti sedang menjalani setiap drama kehidupan. Meskipun jalan yang begitu mulus, tetap saja ada rasa takut tersendiri. Takut nanti akan terjatuh, takut kalau di tengah jalan ada halangan dan rintangan. Namun, semua hanya ketakutan belaka yang harus kita yakini. Bahwa sesuatu yang ditakuti, kalau yakin dan percaya pasti semua akan berhasil. Yang terpenting saat kuda melaju, kita tetap berpegang tangan yang erat.

Burung merak yang bisa berfoto dengan pengunjung/Chusnul Chotimah

Bukan itu saja, di Ngulahan Park juga ada kebun binatang mini dengan berbagai jenis binatang, seperti monyet, burung kakak tua, dan lainnya. Burung kakak tua juga berkicau meramaikan kebun binatang. Sedangkan monyet seakan sedang beratraksi ketika pengunjung melihat secara langsung. Untuk burung merak dan burung unta tidak dikandang, jadi pengunjung bisa berinteraksi secara langsung.

Kolam renang Ngulahan Park/Chusnul Chotimah

Setelah itu, sorot mataku tertuju pada keluarga yang terlihat bahagia. Mereka membawa tikar kemudian menggelarnya sebagai alas. Keluarga tersebut bercengkrama serta menyantap bekal bersama. Bagi yang tidak membawa bekal dari rumah, para penjual sudah turut menjajakan dagangannya di sepanjang jalan. Mulai dari rujak, aneka sosis, es dan lain sebagainya. Jika merasa belum puas setelah keliling berkuda dan kebun binatang mini, pengunjung juga berenang di kolam yang tersedia. Di sini juga tersedia pusat oleh-oleh.  Harganya terjangkau. Pengunjung bisa membelinya di depan gapura masuk.

Waktu seakan bergerak cepat, langit begitu gagahnya serta mentari yang begitu terangnya. Lapangan yang dibuat untuk berteduh pengunjung, berubah menjadi panas. Pengunjung harus mencari tempat untuk berteduh. “Tempat ini cocok untuk anak-anak, mereka bisa bermain serta mengenal beragam jenis hewan. Namun, karena jumlah kunjungan meningkat beberapa waktu terakhir, pengunjung lain bisa mencari mencari waktu yang tepat untuk berkunjung supaya lebih nyaman,” kata seorang pengunjung dengan dua orang anak. 

Akhirnya setelah berkeliling, kami memutuskan untuk pulang dan melanjutkan perjalanan kembali.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Berkuda di Ngulahan Park appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/berkuda-di-ngulahan-park/feed/ 0 34005
Sebuah Petualangan di Bukit Gading https://telusuri.id/sebuah-petualangan-di-bukit-gading-rembang/ https://telusuri.id/sebuah-petualangan-di-bukit-gading-rembang/#respond Thu, 02 Dec 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=31133 Saat itu, langsung ku iyakan ketika keluarga mengajak untuk pergi menjenguk saudara ke pedesaan. Bukan tanpa sebab, aku memang rindu menyaksikan pemandangan hijau, menghabiskan waktu yang jauh dari hiruk pikuk kota. Berangkat pagi sudah kami...

The post Sebuah Petualangan di Bukit Gading appeared first on TelusuRI.

]]>
Saat itu, langsung ku iyakan ketika keluarga mengajak untuk pergi menjenguk saudara ke pedesaan. Bukan tanpa sebab, aku memang rindu menyaksikan pemandangan hijau, menghabiskan waktu yang jauh dari hiruk pikuk kota. Berangkat pagi sudah kami rencanakan. Begitu juga dengan rencana naik ke Bukit Gading selepas menjenguk saudara. Ada rasa penasaran, seperti apa pemandangan dari atas bukit tersebut.

Semula kami melewati hamparan sawah yang serba hijau, serta deretan pohon jati yang berjejer rapi. Langit pun seakan turut serta mendampingi kami karena cuaca cerah tapi tetap berhawa dingin pegunungan. Laju sepeda motor harus benar-benar kuat untuk naik ke atas. Jalan terus menanjak meski sedikit berkelok-kelok, namun karena aspal begitu mulus, perjalanan menjadi lancar hari itu.

Sembari menikmati pemandangan yang ada, nyiur melambai di setiap tepian jalanan, rumah-rumah khas di bawah perbukitan yang tampak saling tindih satu sama lain. Sampailah kami pada gapura anyaman bambu yang bertuliskan “Selamat Datang Desa Pakis. Tepatnya, di Desa Pakis, Kecamatan Sale, Kabupaten Rembang”.

Gapura Desa Pakis
Gapura Desa Pakis/Chusnul Chotimah

Setelah beberapa menit, tibalah kami di rumah saudara. Di sana, kami berbincang-bincang cukup lama, lalu saling melontarkan niat untuk pergi ke puncak Bukit Gading. Saudara saya menyambut dengan antusias, apalagi dari kejauhan sudah terlihat Bukit Gading dengan berkibar Bendera Merah Putih yang berdiri dengan tegaknya di puncak.

Perasaanku menggebu, jiwa petualanganku terpancing maju. Rasanya tak sabar ingin segera naik ke puncak bukit itu. “Hati-hati kalau ke sana ya,” pesan mereka.

Kadang kala, basecamp penuh dengan jejaran kendaraan bermotor, penuh sesak.

Biasanya orang berkunjung ke Puncak Gading untuk camping, menghabiskan malam di sana sembari menanti terbitnya matahari. Tentu berbeda dengan kami yang memang tidak mempunyai rencana untuk menginap. Sehingga siang pun, kami jabani untuk terus melanjutkan perjalanan.

Basecamp Bukit Gading
Basecamp Bukit Gading/Chusnul Chotimah

Bukit Gading mempunyai ketinggian 526 mdpl, namun tak menggoyahkan kami untuk melihat panorama alam dari sana. Saudara saya yang berasal dari sekitar tempat tersebut juga turut serta, ia berperan sebagai penunjuk jalan. Kami berjalan bersama anak-anak kecil, mereka bersemangat, aku pun tak mau kalah.

Awalnya kami mulai perjalanan dari basecamp. Basecamp adalah tempat pertama dimulai untuk para pendaki. Di basecamp tersedia makanan serta minuman untuk para pengunjung yang mau naik ke atas bukit. Basecamp yang berbentuk seperti rumah adat Minangkabau itu tampak begitu syahdu dengan tatanan meja dan kursi yang rapi. Terlebih lagi, dibingkai oleh pemandangan alam.

Kami menghabiskan sekitar 30 menit untuk naik ke puncak bukit. Waktu yang cukup panjang, karena selama perjalanan kami banyak berhentinya. sejenak mengamati pemandangan sekitar, yang begitu memanjakan mata. Banyak pohon yang berbuah seperti durian dan nangka. Ada juga pohon kapas yang riup terbawa ayunan angin. Jalannya masih berupa batu-batu besar, harus berhati-hati saat berpijak. Kemiringannya beragam, perlahan kami melewatinya satu per satu. 

Dalam sebuah perjalanan kita juga harus jaga sikap dan jaga lisan. begitu pula saat perjalanan ini, kami berhati-hati baik dalam berjalan maupun bertindak dan berkata supaya tidak terjadi hal yang aneh-aneh.

Tak terasa, kami tiba di puncak. 

Di atas Puncak
Pesan di Bukit Gading/Chusnul Chotimah

Dari atas, aku memandangi keindahan alam yang begitu elok. Hamparan sawah terlihat luas. Panorama kecamatan di sekitar Sale pun terlihat sangat jelas di atas puncak. Dari puncak aku pandangi basecamp yang berada di bawah tadi. Lalu pandangan beralih ke bendera yang berkibar tertiup angin.

Tak lupa aku mengabadikannya dalam jepretan kamera. Saatnya swafoto!

Sebuah perjalanan yang mengajarkanku tentang titian pendakian. Harus yakin pada setiap proses yang terjal, namun akan terbayar saat tiba di puncak. Begitu pula, dengan sebuah mimpi yang meninggi. Ketika mempunyai mimpi janganlah takut, ketika lelah bisa berhenti dan jangan pernah menyerah atau balik arah. Tetap semangat untuk naik ke puncak. Segala yang kamu inginkan pasti akan tercapai. Semesta ikut mengamini. Tabik!

Aku melihat masih ada bekas api unggun. Ternyata semalam ada rombongan yang camping di Bukit Gading ini. Memang suasana di sini bisa menjadi healing terbaik itu seseorang yang diburu kepenatan. Sekadar refreshing melihat alam yang kaya akan makna kehdupan.

Kami pun ikut mengabadikan momen di atas puncak, sembari makan bekal dan memandangi ada gunung yang masih menjulang tinggi dan pohon-pohon rindang yang menari mengikuti alunan angin. Mentari seakan mengerti, tidak terlalu menyengat kulit ini. Suasana yang tenang, sejuk, dan jauh dari keramaian membuat ingin tidak turun dari puncak.

Berpotret di atas puncak
Berpotret di atas puncak/Chusnul Chotimah

Setelah lama beristirahat, kami pun turun dari puncak. Jangan lupa membawa sampah bekas makanan kita. Setelah rasa puas kami terbayar. Jalan turun

Setelah lama beristirahat, kami turun dari puncak. Tak lupa, membawa sampah bekas makanan. Kami berjalan dengan hati-hati, karena kalau tidak, bisa saja terpeleset ke dalam jurang. Pelan-pelan kami menurunkan kaki satu demi satu. Tak lupa tetap bekerja sama satu sama lain. Setelah sampai di batuan-batuan yang besar-besar hujan mulai mengguyur. Hujan membawa keberkahan, semua tampak subur dan hijau.

Meskipun hujan, kami tetap melanjutkan perjalanan untuk turun, sesekali berhenti untuk berteduh.Sampailah kami ke basecamp pertama perjalanan tersebut. Rumah saudara sudah terlihat. Petualangan ini mempunyai filosofi, yaitu tetap bersyukur apa yang telah dimiliki dan segalanya memang perlu diperjuangkan. Janganlah berbalik arah sebelum naik ke puncak.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

The post Sebuah Petualangan di Bukit Gading appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/sebuah-petualangan-di-bukit-gading-rembang/feed/ 0 31133
Berjejak di Jembatan Merah Mangrove https://telusuri.id/berjejak-di-jembatan-merah-mangrove/ https://telusuri.id/berjejak-di-jembatan-merah-mangrove/#respond Sat, 26 Jun 2021 01:36:00 +0000 https://telusuri.id/?p=28400 Tepat setelah seminggu berkutat dengan pekerjaan, aku ditemani teman perempuan, Putria namanya—untuk melepaskan penat. Memang pekerjaan sekarang masih belum kembali normal seperti sebelum terjadi pandemi. Namun, tetap harus dikerjakan dengan sebagaimana mestinya. Hari Minggu, aku...

The post Berjejak di Jembatan Merah Mangrove appeared first on TelusuRI.

]]>
Tepat setelah seminggu berkutat dengan pekerjaan, aku ditemani teman perempuan, Putria namanya—untuk melepaskan penat. Memang pekerjaan sekarang masih belum kembali normal seperti sebelum terjadi pandemi. Namun, tetap harus dikerjakan dengan sebagaimana mestinya.

Hari Minggu, aku mendapatkan informasi bahwa sekarang wisata yang akan ku kunjungi ini sudah banyak dilakukan renovasi. Sebenarnya sudah pernah berkunjung ke objek wisata itu, maklum agak dekat dari rumah sekitar 30 menit sudah sampai. Namun, tetap tidak menggoyahkan tekadku untuk mengintip keindahan alam itu.

Menurutku melepas penat yang baik adalah berkunjung ke destinasi wisata alam yang akan membuat mata menjadi lebih segar. Alhasil benar sekali, kami tiba di Taman Konservasi Hutan Mangrove (Jembatan Merah Mangrove), tepatnya di Desa Pasar Banggi, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Kalau kalian ingin berkunjung tidak jauh dari jalan raya. Rembang yang terkenal akan potensi pesisirnya ini membuat orang dari berbagai kota rela mendatangi wisata laut, termasuk Jembatan Merah Mangrove ini. Selain wisata Karang Jahe Beach, Jembatan Merah Mangrove ini mempunyai daya tarik tersendiri.

Gapura Pintu Masuk Wisata

Dari jalan raya kalian bisa naik mobil atau motor untuk berkunjung ke sana, nanti disambut oleh sebuah tulisan “Jembatan Merah Mangrove”. Wisata JMM (Jembatan Merah Mangrove) ini tiketnya sangat terjangkau, hanya merogoh kocek Rp5.000 untuk parkir sepeda motor, maklum kami ke sana naik motor.

Kalau mobil setahuku sekitar Rp10.000 saja. Setelah itu harus berjalan setapak dulu, di samping kanan kiri disambut oleh tambak (kolam di tepi laut yang diberi pematang untuk memelihara ikan, biasanya ikan bandeng dan udang, ada juga garam) yang amat memesona cantiknya. 

Tiket Parkir dan Donasi

Di masa pandemi ini yang hanya selalu dihadapkan pada layar datar, pasti sangat bersyukur melihat pemandangan yang sangat asri nan hijau itu. Semesta mendukung, cukup terang juga perjalanan waktu itu, langit yang begitu cerahnya, matahari yang begitu gagahnya memancarkan sinar terbaiknya dan tak membuat para pengunjung untuk patah semangat agar bisa sampai ke gapura “Selamat datang di Jembatan Merah Mangrove.”

Jangan khawatir, di Jembatan Merah Mangrove ini selama pandemi pengunjung diminta untuk tetap menerapkan protokol kesehatan dengan baik. Para pengunjung tetap harus memakai masker dan disediakan tempat cuci tangan sebelum memasuki area wisata.  

Sembari melangkahkan kaki, mataku tertuju pada deretan warung yang menjajakan dagangannya. Para penjual juga amat ramah pada pengunjung, masih sangat kental dengan adat tegur sapa. Penjual memasarkan dagangannya, berupa jajanan dan minuman. Ketika pengunjung haus, mereka bisa langsung mampir sekadar membeli air mineral atau makan sambil ngobrol asyik dengan memandangi hamparan tambak yang membuat mata takjub untuk memandang.

Tak terasa langkah ini sudah tepat sampai di gapura ”Selamat Datang Jembatan Merah Mangrove.” Di samping kiri ada kotak donasi seikhlasnya saja. Sebagai dana perawatan untuk perbaikan. Lalu pengunjung boleh masuk dan disambut oleh hijaunya mangrove. Derap kaki menginjakan ke jembatan merah sangat takjub, lebih luas daripada pertama kali berkunjung  ke sana. Rimbun sekali untuk mangrovenya. Tempatnya sangat tertata dan bersih, banyak disediakan tong sampah. Jadi pengunjung boleh membawa bekal makanan dan minuman serta membuang sampahnya pada tong sampah yang disediakan. 

Warna merah pada jembatan serta kanan kiri dikelilingi oleh tumbuhan mangrove yang hijau, membuat banyak pengunjung untuk berswafoto genik dan bergaya ala-ala selebgram. Tapi tak apa, semua itu demi mendokumentasikan jepretan pribadi. Bahkan banyak fotografer atau vlogger yang berburu foto “cantik” pemandangan yang menarik. Demi untuk mengenalkan wisata lokal yang amat indah itu.

Area Swafoto

Mataku berkeliaran memandangi seisi wisata Jembatan Merah Mangrove, banyak pasangan muda-mudi yang berkunjung, ada juga dengan teman dan sahabat, bahkan, juga keluarga yang lengkap dengan menikmati keindahan itu. Terlebih lagi banyak komunitas yang singgah untuk menikmati pesona destinasi wisata itu. Waktu itu, komunitas sepeda pun turut ikut  andil menikmati panorama mangrove.

Aku telusuri sekitar jembatan mangrove, memang benar sudah dilakukan renovasi yang sangat bagus, bertambah luas, membuat wajah baru pada destinasi wisata ini, banyak jembatan yang dibuat persimpangan, tempat swafoto dengan bergaya ngehits era sekarang. Keindahan yang sangat kentara dengan perpaduan antara pantai, mangrove beserta gazebo membuat segalanya menjadi menarik.

Disediakan gazebo, sebagai tempat untuk bercengkrama bersama pasangan, anak, sanak saudara serta rekan kerja. Tak ketinggalan para traveler dan fotografer membidik foto dengan sangat semangat untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Sesekali mereka beristirahat di gazebo untuk memikirkan angel mana yang akan dibidik.

Setelah kami lanjutkan langkah menelusuri bagian-bagian lainnya, ada yang membuat terasa unik, yaitu berjualan di atas perahu yang dekat dengan ujung mangrovenya. Tempat yang sangat strategis melihat keindahannya itu, bagaimana tidak, melihat ke depan adalah pantai, sedangkan menengok ke belakang adalah untaian jembatan yang merah merekah diikuti rimbunnya mangrove yang hijau membentang. Serta bisa menikmati minuman dan jajanan dengan asyik. Perlu dicoba bagi yang ingin berkunjung ke sana.

Kini, destinasi wisata waktu bukanya belum normal seperti biasanya. Jembatan Merah Mangrove ini sekarang hanya buka hari Sabtu dan Minggu. Meskipun demikian, masih banyak yang rela berdatangan untuk bisa melihat keindahannya. Semoga pandemi segera usai, biar segala kikuk, bisa jadi ingar bingar. Segala yang sulit bisa termudahkan serta segala yang belum baik bisa menjadi baik.

The post Berjejak di Jembatan Merah Mangrove appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/berjejak-di-jembatan-merah-mangrove/feed/ 0 28400