Dadan Abdul Majid, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/dadan-abdul-majid/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Mon, 17 Feb 2025 07:55:21 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Dadan Abdul Majid, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/dadan-abdul-majid/ 32 32 135956295 Menelusuri Kampung Naga: Sejarah yang hilang, Tradisi yang Terjaga https://telusuri.id/kampung-naga-tasikmalaya-jawa-barat/ https://telusuri.id/kampung-naga-tasikmalaya-jawa-barat/#respond Mon, 17 Feb 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=45665 Kampung Naga merupakan salah satu kampung adat yang terletak di Jawa Barat, tepatnya di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Jumlah penduduk kampung ini sekitar 271 jiwa, terdiri dari 101 kepala keluarga. Dengan populasi penduduk...

The post Menelusuri Kampung Naga: Sejarah yang hilang, Tradisi yang Terjaga appeared first on TelusuRI.

]]>
Kampung Naga merupakan salah satu kampung adat yang terletak di Jawa Barat, tepatnya di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Jumlah penduduk kampung ini sekitar 271 jiwa, terdiri dari 101 kepala keluarga. Dengan populasi penduduk yang relatif kecil, keaslian budaya Kampung Naga tetap terjaga hingga kini. Sebagai bentuk pengakuan dari pemerintah, pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN mendaftarkan dan meresmikan hak pengelola (HPL) Tanah Ulayat di Kampung Naga.

Seperti halnya Kampung Adat Kuta di Kabupaten Ciamis, Kampung Naga menjadi salah satu dari banyaknya kampung adat yang memilih untuk tetap mempertahankan adat istiadat serta warisan leluhurnya di tengah perubahan sosial yang terus berkembang. Komitmen tersebut menjadi daya tarik bagi masyarakat luar untuk bersilaturahmi, berbagi pengalaman dan memahami pandangan hidup (filosofi) masyarakat Kampung Naga.

  • Menelusuri Kampung Naga: Sejarah yang hilang, Tradisi yang Terjaga
  • Menelusuri Kampung Naga: Sejarah yang hilang, Tradisi yang Terjaga

Sejarah Kampung Naga

Sayangnya, sejarah atau asal usul Kampung Naga tidak dapat diketahui secara pasti. Berdasarkan pengakuan dari Pak Sarya selaku kepala wilayah, berbagai arsip Kampung Naga hilang pascapemberontakan DI/TII sekitar tahun 1950-an. Konon, pembakaran terjadi pada saat pemberontakan tersebut yang mengakibatkan hangusnya arsip sejarah tentang Kampung Naga.

Bahkan sampai hari ini, masyarakat Kampung Naga tidak ada yang mengetahui akan sejarah kampungnya sendiri. Mereka memilih untuk tidak menyampaikan apa pun tentang sejarah atau asal usul tentang Kampung Naga. Hal ini dilakukan demi menghindari kesalahan informasi yang dikhawatirkan menghasilkan sejarah yang keliru.

Meski demikian, terdapat cerita yang berkembang di khalayak luar tentang asal usul penamaan Kampung Naga. Berdasarkan informasi yang beredar, konon penamaan Kampung Naga berasal dari lokasinya yang berada di tebing, atau dalam bahasa Sunda disebut “dina gawir”. Kemudian istilah tersebut disingkat oleh masyarakat menjadi “na gawir”, lalu muncullah penamaan Kampung Naga (Na Gawir). Akan tetapi, menurut Pak Sarya, informasi atau cerita tersebut tidak dapat dikonfirmasi kebenarannya, karena masyarakat Kampung Naga sendiri pun tidak mengetahui sejarah asli kampung mereka.

Menelusuri Kampung Naga: Sejarah yang hilang, Tradisi yang Terjaga
Posisi rumah warga saling berhadapan agar tercipta interaksi dan kerukunan bertetangga/Dadan Abdul Majid

Larangan di Kampung Naga

Sebagai kampung adat, Kampung Naga memiliki berbagai macam larangan yang terus dipegang teguh oleh masyarakatnya, antara lain:

1. Tidak boleh memasuki “leuweung larangan”

Masyarakat Kampung Naga sangat menjaga kelestarian alam yang ada di sekitarnya, yang dibuktikan dengan adanya konsep leuweung larangan atau hutan keramat. Demi menjaga kelestarian dan keseimbangan alam (ekosistem), tanpa mengenal kompromi, tidak seorang pun diperbolehkan untuk memasuki hutan keramat, apa pun alasannya. 

2. Tidak boleh membuang limbah rumah tangga langsung ke sungai

Untuk menjaga kebersihan aliran Sungai Ciwulan, masyarakat tidak boleh membuang limbah rumah tangga secara langsung ke sungai. Sebagai solusi, limbah tersebut harus dibuang terlebih dahulu ke kolam-kolam yang ada di sana. Masing-masing kolam tersebut memiliki beberapa tumbuhan yang mampu menyerap zat berbahaya yang dapat mencemari air sungai, salah satunya adalah tumbuhan eceng gondok. Setelah melalui penyaringan alami ini, limbah rumah tangga tersebut baru dialirkan ke aliran sungai.

3. Tidak boleh menggunakan listrik

Tidak ada satu pun warga Kampung Naga yang diperbolehkan untuk menggunakan listrik. Menurut Pak Sarya dan salah satu anggota masyarakat di sana, larangan ini bertujuan untuk menghindari berbagai risiko yang ditimbulkan dari adanya pemakaian listrik, di antaranya kebakaran akibat korsleting listrik serta mencegah perubahan gaya hidup masyarakat. Soal perubahan gaya hidup, mereka khawatir muncul kelas-kelas sosial tertentu yang berpotensi menimbulkan kesenjangan sosial.

Itulah beberapa larangan yang penulis ketahui setelah berkunjung dan bersilaturahmi dengan salah satu anggota masyarakat Kampung Naga. Larangan-larangan tersebut dikenal dengan istilah “pamali”, yang merupakan konsep sakral bagi masyarakat Kampung Naga. Pamali berfungsi sebagai alat kontrol sosial yang menjadikan warga masyarakatnya tunduk dan patuh pada aturan adat (social of control).

  • Menelusuri Kampung Naga: Sejarah yang hilang, Tradisi yang Terjaga
  • Menelusuri Kampung Naga: Sejarah yang hilang, Tradisi yang Terjaga

Tradisi Kampung Naga

Dalam masyarakat adat, tradisi merupakan elemen penting yang patut dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Sebab, tradisi tersebutlah yang dapat memperkuat ikatan sosial antaranggota masyarakat (kohesi sosial). Di Kampung Naga, salah satu tradisi yang masih lestari hingga kini adalah Hajat Sasih.

Hajat Sasih merupakan upacara adat yang diselenggarakan setiap dua bulan sekali, yang berarti dalam setahun masyarakat Kampung Naga merayakan enam kali upacara adat tersebut. Berdasarkan penuturan Pak Sarya, waktu-waktu pelaksanaan Hajat Sasih adalah bulan Muharram (berkaitan dengan tahun baru Islam), bulan Rabiulawal (berkaitan dengan kelahiran atau maulid Nabi Muhammad saw.), pertengahan bulan dalam kalender Hijriah, penyambutan bulan suci Ramadan, penyambutan datangnya Syawal, dan Zulhijah (bulan penutup dalam kalender Hijriah).

Saat pelaksanaan Hajat Sasih, penduduk laki-laki melakukan ziarah kubur, sementara kaum perempuan menyiapkan makanan dan hidangan nasi untuk disantap secara bersama-sama. Setelah prosesi selesai, seluruh masyarakat Kampung Naga berkumpul di bale (balai). Selanjutnya melaksanakan doa bersama sebagai bentuk syukur kepada Tuhan, lalu secara bersama-sama menyantap hidangan yang telah dipersiapkan sebelumnya. 

Hajat Sasih tidak hanya memperkuat hubungan vertikal antara manusia dan Tuhannya. Tradisi ini juga menjadi sarana silaturahmi untuk mempererat hubungan antarsesama anggota masyarakat Kampung Naga.

Menelusuri Kampung Naga: Sejarah yang hilang, Tradisi yang Terjaga
Bangunan balai tempat berkumpul warga/Dadan Abdul Majid

Kesetaraan Sosial dan Sistem Pendidikan di Kampung Naga 

Stratifikasi sosial merupakan penggolongan masyarakat ke dalam kelas-kelas tertentu secara bertingkat. Wujud dari stratifikasi ini yaitu adanya kelas bawah, menengah, dan atas. Pada masyarakat modern, stratifikasi ini sangat jelas wujudnya dalam bentuk perbedaan gaya hidup dan sumber daya ekonomi yang mencolok. 

Namun, hal tersebut tidak berlaku di Kampung Naga. Rumah-rumah dengan bentuk dan bahan yang seragam tertata dengan rapi, seolah mencerminkan kesetaraan sosial di antara warganya. Selain itu, hal tersebut juga menjadi bukti bahwa masyarakat Kampung Naga tidak terpengaruh oleh kemewahan hidup, serta tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan kesederhanaan dalam kehidupan sehari-hari.

Kesederhanaan mereka tergambar dari batasan penggunaan teknologi modern, wajib memanfaatkan sumber daya alam secara tepat guna dan tidak eksploitatif, serta tidak adanya penggunaan listrik. Dampaknya, tidak memunculkan kelas sosial atau perbedaan gaya hidup yang mencolok di masyarakat. Selain itu, setiap dua bangunan rumah di Kampung Naga harus dibangun secara berhadapan untuk memudahkan interaksi antarwarga. Maka tidak berlebihan jika keseragaman mereka mencerminkan kesetaraan, sedangkan kedekatan mereka menegaskan pentingnya kebersamaan dan keakraban. 

Berbeda dengan Kampung Baduy Dalam, warga Kampung Naga tidak dilarang untuk menempuh pendidikan formal. Mereka bebas bersekolah, tetapi tetap diajarkan untuk tidak melupakan adat istiadat dan berbagai kearifan lokal yang mereka miliki. Bahkan mereka berharap, pendidikan yang diperoleh warganya dapat membantu dalam melestarikan dan mengembangkan warisan budaya yang sudah ada.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menelusuri Kampung Naga: Sejarah yang hilang, Tradisi yang Terjaga appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kampung-naga-tasikmalaya-jawa-barat/feed/ 0 45665
Melihat Koleksi Keris di Museum Keris Nusantara https://telusuri.id/melihat-koleksi-keris-di-museum-keris-nusantara/ https://telusuri.id/melihat-koleksi-keris-di-museum-keris-nusantara/#respond Mon, 24 Oct 2022 22:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=35776 Keris merupakan jenis senjata tajam yang memiliki bentuk unik dan dapat dengan mudah dibedakan dari senjata tajam yang lainnya. Hampir seluruh masyarakat indonesia mengetahui apa itu keris, terlebih pada masyarakat Jawa. Konon dalam bahasa Jawa,...

The post Melihat Koleksi Keris di Museum Keris Nusantara appeared first on TelusuRI.

]]>
Keris merupakan jenis senjata tajam yang memiliki bentuk unik dan dapat dengan mudah dibedakan dari senjata tajam yang lainnya. Hampir seluruh masyarakat indonesia mengetahui apa itu keris, terlebih pada masyarakat Jawa. Konon dalam bahasa Jawa, keris merupakan singkatan dari mlungker-mlungker kang isa ngiris, yang artinya berkelok-kelok tetapi tetap bisa digunakan untuk mengiris atau membelah. Karena kita tahu, ciri khas dari keris itu sendiri adalah bentuknya yang unik, berkelok-kelok dan kebanyakan memiliki corak di bagian tubuhnya. 

Seperti senjata pada umumnya, keris terbagi menjadi tiga bagian. Ada pegangan keris atau yang disebut dengan hulu, kemudian ada bilah keris (tubuh) atau yang disebut dengan wilah, dan ada sarung keris atau yang disebut dengan wirangka. Tetapi, yang menjadi pembeda adalah bentuk dan berbagai motif yang menjadi ciri khas dari sebuah keris. Untuk motif dalam tubuh keris disebut sebagai pamor.

  • peta persebaran keris di asia
  • Pola pamor keris

Mayoritas masyarakat menilai keris merupakan senjata tajam yang memiliki kekuatan magis, sehingga keberadaannya sangat dijaga dan dihormati. Meskipun mungkin pada hari ini fungsi dari keris itu sendiri, sedikit banyaknya telah mengalami pergeseran, yaitu sebagai pelengkap pakaian adat pada masyarakat Jawa. 

UNESCO telah mengakui keris sebagai warisan budaya dunia tak benda pada 2005 silam. Maka berdirinya museum khusus keris adalah sebagai upaya pelestarian agar eksistensinya tetap ada di lintas generasi. Salah satunya yakni Museum Keris Nusantara yang berada di Kota Solo.

Museum Keris Nusantara 

Museum Keris Nusantara berada di Jalan Bhayangkara No. 2, Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, Jawa Tengah. Di sini terdapat berbagai macam jenis keris termasuk segala informasi tentangnya yang sangat bermanfaat dan tentu jarang diketahui oleh masyarakat. Museum keris tersebut berdiri sejak tahun 2013 dan diresmikan oleh Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia, pada tahun 2017 lalu.

Mengutip dari laman resmi pemerintah Surakarta, Museum Keris Nusantara ini memiliki empat lantai, yang mana setiap lantainya memiliki nama berbeda. Lantai satu bernama wedharing wacana yang kurang lebihnya terdiri dari pintu utama, tempat pembelian tiket, penitipan barang, serta ruang informasi. Lantai dua, purwaning wacana, terdiri dari ruang perpustakaan, restorasi keris, bermain anak, hingga ruang pamer. Lantai tiga, cipta adi luhung, terdiri dari ruang diorama pembuatan keris dan tempat beristirahat. Dan terakhir, lantai empat merupakan lantai di mana kita bisa melihat dan menggali informasi tentang berbagai koleksi keris yang tersedia. Lantai empat sekaligus menjadi tempat untuk penyimpanan berbagai artefak keris.1

Meskipun terbagi ke dalam beberapa lantai, pengunjung tetap bisa melihat keris yang tersedia di setiap lantainya. Berdasarkan informasi, museum ini mengoleksi kurang lebih sekitar 409 keris dengan berbagai jenis dan ukuran. Selain itu, adanya diorama pembuatan keris, membuat pengunjung serasa kembali ke masa lalu, saat ketika masyarakat masih sangat dekat dengan senjata keris. 

Jadwal dan Tiket Kunjungan

Museum Keris Nusantara ini buka mulai dari hari Selasa sampai hari Minggu, sementara untuk hari Senin museum ini tidak beroperasi/tutup. Jam kunjungan mulai dari pukul 09.00 sampai pukul 15.00. Harga tiketnya pun variatif.

Untuk hari kunjungan, museum ini memiliki dua kategori, yaitu hari libur dan hari biasa, keduanya memiliki harga tiket yang cukup berbeda. Misalnya, pada hari libur pengunjung umum dikenakan tarif sebesar Rp10.000, pelajar Rp7.500, pelajar pemegang KIA Rp5.000, rombongan umum minimal 50 orang sebesar Rp7.500/orang, rombongan pelajar minimal 50 orang sebesar Rp5.000/orang, dan untuk wisatawan asing dikenakan tarif Rp20.000. Sedangkan pada hari-hari biasa, pengunjung umum dikenakan tarif sebesar Rp7.500, pelajar Rp5.000, pelajar pemegang KIA Rp4.000, rombongan umum minimal 50 orang Rp5.000/Orang, rombongan pelajar minimal 50 orang Rp4.000/orang, dan untuk wisatawan asing sebesar Rp15.000.

Sementara itu, pengunjung ingin memanfaatkan ruang pertemuan, bisa menyewa dengan tarif sesuai jam dan kategori. Ada jam siang dan ada jam malam, ada kategori umum dan ada kategori sosial. Masing-masing jam serta kategori tersebut memiliki harga yang cukup berbeda. Untuk kategori umum yang akan memanfaatkan ruang pertemuan pada siang hari bisa mengeluarkan biaya sebesar Rp1.500.000, sedangkan pada malam hari dikenakan biaya sebesar Rp2.000.000. Sementara untuk kategori sosial, pemanfaatan ruang pertemuan pada siang hari dikenakan biaya sebesar Rp1.000.000, sedangkan malam hari dikenakan biaya sebesar Rp1.500.000. 

Aturan Berkunjung

Demi menciptakan keamanan dan ketertiban di Museum Keris Nusantara, berdasarkan pengalaman penulis ketika berkunjung pada tanggal 6 Agustus 2022, terdapat dua aturan yang harus pengunjung patuhi. Pertama, pengunjung dilarang berkeliling dengan membawa tas. Pihak museum menyediakan loker yang siap pakai untuk pengunjung untuk menyimpan barang bawaan termasuk tas. Sementara aturan yang kedua, pengunjung dilarang memotret berbagai benda di sana dengan menggunakan flash atau sinar. Artinya, pengunjung hanya dapat mengambil gambar dengan keadaan tanpa sinar kamera atau alat pembantu pencahayaan (flash). 

Itulah sedikit informasi mengenai Museum Keris Nusantara yang berada di Kota Solo. Penulis berharap, tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah termasuk tempat yang memiliki kekayaan informasi mengenai warisan budaya bangsa tetap eksis dan mendapat perawatan sebagaimana mestinya. Karena kelak, generasi muda yang akan datang patut mengenal dan mengetahui kekayaan bangsanya sendiri.


 1 Primasasti, Agnia. 2022. Mengenal Sejarah Keris Melalui Museum Keris Solo. Surakarta.go.id., 24 Februari 2022, dilihat 12 Agustus 2022.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Melihat Koleksi Keris di Museum Keris Nusantara appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/melihat-koleksi-keris-di-museum-keris-nusantara/feed/ 0 35776
Cerita dari Kampung Adat Kuta, Ciamis https://telusuri.id/cerita-dari-kampung-adat-kuta-ciamis/ https://telusuri.id/cerita-dari-kampung-adat-kuta-ciamis/#respond Fri, 03 Jun 2022 02:49:51 +0000 https://telusuri.id/?p=33907 Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentu sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup suatu masyarakat. Banyak sekali perubahan yang terjadi oleh perkembangan hal tersebut, baik itu segi sosial, ekonomi, maupun budaya. Namun, tidak sedikit pula masyarakat...

The post Cerita dari Kampung Adat Kuta, Ciamis appeared first on TelusuRI.

]]>
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentu sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup suatu masyarakat. Banyak sekali perubahan yang terjadi oleh perkembangan hal tersebut, baik itu segi sosial, ekonomi, maupun budaya. Namun, tidak sedikit pula masyarakat yang masih bertahan dengan berbagai kebiasaan yang sudah menjadi warisan dari leluhurnya, salah satunya adalah Kampung Adat Kuta.

Petuah Adat Kuta/Dadan Abdul Majid

Kampung Adat Kuta berlokasi di Kabupaten Ciamis, tepatnya di Dusun Kutasari, Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis. Kampung tersebut sangat menghormati dan menjaga apa yang telah diwariskan oleh leluhurnya pada zaman dahulu. Mereka masih memegang dan mempraktikan adat istiadat/tradisi yang dimiliki meskipun di era modern. Karena kental akan kearifan lokalnya, Kampung Adat Kuta ini menjadi salah satu desa wisata yang berada di Kabupaten Ciamis. Tidak sedikit orang yang pernah melakukan kunjungan serta melakukan sebuah penelitian ke daerah tersebut. Bahkan ketika penulis berkunjung, tepatnya pada tanggal 5 Mei 2022, ada beberapa masyarakat luar yang juga sedang melakukan kunjungan.

Nama Kuta sendiri merupakan serapan dari kata Mahkuta/Mahkota atau kepangkatan. Mengapa demikian? Sebab menurut sesepuh adat Kuta, banyak sekali orang memiliki pangkat tertentu setelah sebelumnya tinggal di sana, atau setidaknya pernah berkunjung dan melakukan ziarah ke makam keramat yang berada di sana. Pada awalnya, Kampung Adat Kuta ini merupakan tempat yang akan menjadi lokasi pendirian Kerajaan Galuh pada masa Prabu Permadikusuma. Namun, dikarenakan lokasi yang tidak strategis dan luas yang tidak memadai, akhirnya pendirian Kerajaan Galuh tersebut dibatalkan dan dialihkan ke daerah lain. Meskipun begitu, masyarakat adat Kuta meyakini beberapa alat dan peninggalan bahan untuk pendirian Kerajaan Galuh masih ada di daerah tersebut.

Selain dari penamaan dan asal usul sejarahnya yang cukup menarik, kampung adat tersebut masih sangat kuat akan tradisi dan budayanya, salah satunya adalah budaya “pamali”. Pamali merupakan suatu hal yang tabu atau tidak boleh dilanggar oleh anggota masyarakat. Pamali menjadi sebuah amanah bagi masyarakat agar bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, atau mana yang boleh dan mana yang tidak boleh untuk dilakukan. Boleh dikatakan bahwa Kampung Adat Kuta ini merupakan sebuah kampung yang memiliki beragam larangan. Hal ini tercermin dari cerita kebiasaan dan pola kehidupan masyarakatnya.

Hutan Larangan via Mongabay Indonesia//Donny Iqbal

Hutan Keramat

Hutan keramat atau larangan merupakan kawasan yang sangat dijaga dan dilindungi oleh masyarakat adat Kuta. Masyarakat tidak diperbolehkan untuk mengambil atau memanfaatkan apapun yang berada di kawasan tersebut. Dalam menjaganya, pamali memiliki peran yang sangat penting. Melalui hal tersebut, masyarakat diberi amanah agar bisa menjaga dan melestarikan hutan tersebut. Siapapun yang melanggar maka hukum alam atau karma akan segera menghampirinya. Sebagaimana Ki Warja mengatakan dalam analoginya, “Siapapun yang memakan cabai, maka dia akan merasakan pedasnya.”

Selain hutan larangan, masyarakat adat Kuta tidak berani untuk mengeksploitasi alam. Justru mereka sangat menjaganya agar terjadi keseimbangan untuk keberlangsungan suatu kehidupan. Artinya, bagaimana manusia memberi kehidupan kepada alam, maka alam pun akan memberi kehidupan kepada manusia. Sehingga di sana alamnya masih asri dan terawat dengan baik.

Kalpataru/Dadan Abdul Majid

Tidak salah pada tanggal 5 Juni tahun 2002 yang bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia, Kampung Adat Kuta dianugerahi Kalpataru oleh Presiden Republik Indonesia sebagai bentuk penghargaan atas dedikasinya menyelamatkan lingkungan.

Larangan Membangun Rumah dari Tembok

Rumah warga/Dadan Abdul Majid

Ketika berkunjung ke Kampung Adat Kuta, kita tidak akan melihat satupun bangunan rumah yang terbuat dari tembok atau rumah modern seperti di kota-kota besar. Semua rumah warga adat kuta terbuat dari bahan dasar kayu dan bambu. Hal ini karena Kampung Adat Kuta melarang masyarakatnya untuk membangun rumah dari tembok. Pun dalam membangun rumah, satu bidang tanah tidak boleh diisi lebih dari dua bangunan, dan dalam prosesnya tidak boleh membangun rumah sembarangan atau di mana saja.

Selain bahan dasar yang harus dari kayu dan bambu, bentuk rumahnya harus persegi panjang yang di dalamnya terbagi menjadi dua ruangan. Ruangan pertama sebagai dapur dan penyimpanan beras, dan ruangan kedua sebagai kamar dan tempat menjamu tamu. Selain itu, posisi tempat tidur harus sejajar dengan penyimpanan beras, sementara dapur harus sejajar dengan ruang tamu.

Larangan ini telah diwariskan secara turun temurun dan wajib dihormati oleh masyarakat. Siapa yang melanggarnya, maka dikhawatirkan akan mendapat sebuah musibah. Percaya atau tidak, hal tersebut sudah dirasakan oleh masyarakat adat Kuta. Menurut Ki Warja selaku sesepuh adat Kuta, konon pernah ada warga yang merasa dirinya punya uang dan akhirnya membangun rumah dari tembok. Namun tidak lama setelah rumah selesai, sang pemilik rumah meninggal dunia. Kejadian tersebut semakin menguatkan larangan yang dipegang oleh masyarakat Kuta dalam prosesi pembangunan rumah.

Larangan Memakamkan Jenazah

Masyarakat adat kuta tidak diperbolehkan untuk menggali tanah, baik itu untuk keperluan air sumur maupun untuk pemakaman jenazah. Hal ini dikarenakan, masyarakat meyakini bahwa tanah adat Kuta merupakan tanah yang suci. Sehingga, di sana kita tidak akan menemukan tempat pemakaman umum (TPU). Karena ketika salah satu anggota masyarakatnya meninggal, mereka akan membawa dan menguburkannya di daerah lain dengan jarak yang lumayan jauh.

Upacara Adat dan Kesenian

Masyarakat Kampung Adat Kuta memiliki beberapa upacara adat yang masih sering dilaksanakan pada bulan Safardalam kalender Hijriah, yaitu hajat nyuguh dan sedekah bumi. Hajat Nyuguh dilakukan oleh seluruh anggota masyarakat di mana acara puncaknya melakukan arak-arakan dengan membawa tandu yang telah berisikan makanan hasil bumi. Kemudian diakhiri dengan doa bersama sebagai bentuk syukur atas rezeki yang telah dilimpahkan.

Sementara sedekah bumi adalah menyembelih hewan ternak lalu kemudian dikubur di area tertentu. Setelah itu, masyarakat melakukan makan bersama di atas tanah dan tidak boleh memakai kursi atau alas sebagai tempat untuk duduk. Kedua tradisi ini memiliki makna tersendiri bagi masyarakat adat Kuta. Di samping sebagai ajang silaturahmi, tradisi tersebut bermakna sebagai bentuk syukur serta tolak bala. Dalam pelaksanaannya, tradisi tersebut selalu diiringi oleh berbagai macam kesenian yang ada di sana. Salah satunya adalah gondang buhun, terbang, dan juga rengkong.

Selain beberapa hal di atas, masih banyak lagi keunikan yang berada di Kampung Adat Kuta seperti masih kuatnya budaya gotong royong serta ramahnya warga masyarakat dapat memberi pelajaran dan penyegaran kepada kita yang umumnya hidup di tengah-tengah kecepatan dan ketatnya persaingan. Kita sebagai manusia harus tetap memiliki rasa kebersamaan serta kerendahan hati terhadap sesama. Sebab, manusia merupakan makhluk yang lemah yang tidak bisa memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya hanya dengan seorang diri. 

Terlepas dari semuanya, setiap kampung adat selalu memiliki konsep hidup yang sangat menarik untuk kita pelajari. Bagaimana mereka mengintegrasikan hubungan antara Tuhan, manusia dan juga Alam. Cara pandang dan nilai hidup yang telah mereka sepakati dapat membentuk keseimbangan dan sebuah harmonisasi kehidupan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Cerita dari Kampung Adat Kuta, Ciamis appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/cerita-dari-kampung-adat-kuta-ciamis/feed/ 0 33907
Wisata Edukasi Situs Purbakala Cipari https://telusuri.id/wisata-edukasi-situs-purbakala-cipari/ https://telusuri.id/wisata-edukasi-situs-purbakala-cipari/#comments Mon, 11 Apr 2022 06:12:23 +0000 https://telusuri.id/?p=33321 Situs Purbakala Cipari berlokasi di Kelurahan Cipari, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Situs ini secara resmi telah menjadi salah satu objek wisata yang memiliki nilai edukasi bagi masyarakat. Pada mulanya, Situs Purbakala Cipari merupakan...

The post Wisata Edukasi Situs Purbakala Cipari appeared first on TelusuRI.

]]>
Situs Purbakala Cipari berlokasi di Kelurahan Cipari, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Situs ini secara resmi telah menjadi salah satu objek wisata yang memiliki nilai edukasi bagi masyarakat. Pada mulanya, Situs Purbakala Cipari merupakan area yang menjadi tempat pemukiman masyarakat. Konon, di area tersebut diperkirakan pernah mengalami dua kali masa pemukiman, yaitu pada masa akhir Neolitikum dan pada masa awal pengenalan bahan perunggu. 

Berdasarkan informasi, salah satu warga menemukan Situs Purbakala Cipari  sekitar tahun 1971/1972. Kemudian masyarakat, arkeolog, dan juga pemerintahan melakukan penggalian bersamaan. Setelah dilakukan penggalian dan perbaikan, pada tahun 1978 situs tersebut diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan dinyatakan sebagai warisan sejarah yang memenuhi kriteria sebagai Cagar Budaya Tingkat Jawa Barat. Situs ini dilindungi oleh Undang-Undang No 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. 

Hingga saat ini, Situs Purbakala Cipari sering dikunjungi oleh masyarakat, termasuk pelajar dari pelbagai daerah yang memiliki keinginan untuk belajar dan mengenal pelbagai peninggalan sejarah secara langsung. Bahkan, ketika saya berkunjung pada tanggal 13 Maret 2022 lalu, suasana cukup ramai, banyak yang berkunjung hari itu. Dengan penuh penasaran mereka menggali informasi yang tersedia di sana.

Biaya masuk kawasan pun relatif murah, hanya dengan mengeluarkan uang sebesar Rp4.000,00 untuk tiket masuk per orang, dan hanya membayar biaya untuk parkir khususnya kendaraan roda dua. Pas kesana beberapa waktu lalu, saya mengabeberapa peninggalan yang bisa kita lihat dan gali informasinya, 

1. Batu Peti 

Batu peti/Dadan Abdul

Menurut salah seorang pemandu, batu peti ini merupakan titik lokasi yang pertama kali ditemukan sebelum dilakukannya penggalian secara keseluruhan. Batu peti berbentuk seperti makam pada umumnya. Di sini, terdapat dua batu peti yang lokasinya berdekatan. Di dalam batu peti tersebutlah ditemukan pelbagai peralatan masyarakat pada zaman dahulu, dari mulai kendi, piring, kapak batu, kapak perunggu, gelang batu, dan lain sebagainya. 

2. Batu Temu Gelang

Batu temu gelang/Dadan Abdul

Batu yang tersusun secara rapi dan berbentuk lingkaran menjadi alasan kenapa lokasi ini bernama batu temu gelang. Di sini terdapat dua batu temu gelang, yang satu memiliki bentuk lingkaran sempurna, sementara yang satunya lagi berbentuk lebih besar dan sedikit oval atau lonjong.

Pada masanya, batu temu gelang sering dipakai sebagai tempat bermusyawarah dan pelaksanaan upacara adat oleh masyarakat yang bermukim di sini Bahkan menurut pemandu yang menemani saya mengelilingi kawasan ini, sampai sekarang orang-orang atau masyarakat yang masih memiliki kaitan erat dengan situs tersebut. Salah satunya suku Baduy yang sering menggunakan batu temu gelang sebagai tempat berkumpul ketika ada acara tertentu.

3. Batu Menhir

Batu menhir merupakan salah satu batu dengan bentuk menjulang dan posisinya berada paling atas dibanding pelbagai bentukan dari batu yang lain. Konon, karena masyarakat pada zaman dahulu masih mempraktikan animisme dan dinamisme, batu tersebut diyakini sebagai tempat bersemayamnya roh nenek moyang dan roh orang yang telah meninggal. Karena itu, batu menhir dibuat lebih tinggi dari pada yang lain sebagai simbol penghormatan. Selain itu, batu menhir ini merupakan batu yang dijadikan sebagai tempat praktik pemujaan. 

4. Batu Altar 

Batu altar/Dadan Abdul

Tidak banyak yang bisa penulis sampaikan mengenai batu yang satu ini selain bentuknya yang mirip seperti batu menhir. Hanya saja posisinya lebih rendah dibanding batu menhir. Merujuk salah satu artikel, batu altar ini memiliki fungsi yang sama dengan batu menhir, yaitu sebagai tempat praktik pemujaan terhadap nenek moyang. 

5. Kapak Batu, Kapak Perunggu, Gelang Batu, Kendi, Piring, dan lain sebagainya

Kapak batu dan peninggalan lainnya/Dadan Abdul

Dengan melihat pelbagai peralatan ini semakin mendorong kita untuk membayangkan tentang pola kehidupan masyarakat pada zaman dahulu. Masyarakat yang konon sangat bergantung pada alam dan memiliki alat-alat yang cenderung masih sederhana. 

Itulah beberapa peninggalan yang akan kita temui ketika berkunjung ke situs purbakala tersebut. Saya merekomendasikan Situs Purbakala Cipari untuk kamu yang senang mengenal, mempelajari, dan menggali perihal sejarah. 

Dengan mengunjunginya kita bisa melihat dan mengenal pelbagai peninggalan masyarakat pada zaman dahulu. Setidaknya, melalui pengamatan secara langsung kita dapat membayangkan bagaimana kebiasaan dan pola kehidupan masyarakat pada masa itu. Sebuah masyarakat yang bisa dikatakan masih sederhana dan mungkin belum mengenal pelbagai teknologi canggih seperti yang ada sekarang, tetapi mereka mampu untuk memenuhi pelbagai macam kebutuhan dalam hidupnya. 

Situs Purbakala Cipari menjadi objek wisata yang memiliki sisi edukasi yang cukup baik. Semoga situs ini tetap mendapatkan perawatan yang baik agar bisa bertahan dan tetap menjadi kekayaan bangsa indonesia. Selain itu, agar kelak generasi mendatang bisa mengenal dan mempelajari pelbagai peninggalan masyarakat pada zaman dahulu atau nenek moyangnya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Wisata Edukasi Situs Purbakala Cipari appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/wisata-edukasi-situs-purbakala-cipari/feed/ 1 33321