Eunike Dewanggasani, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/eunike-dewanggasani-w-s/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Mon, 27 Jun 2022 14:55:08 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Eunike Dewanggasani, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/eunike-dewanggasani-w-s/ 32 32 135956295 Mengunjungi Bandung Zoological Garden Kala Pandemi https://telusuri.id/mengunjungi-bandung-zoological-garden-kala-pandemi/ https://telusuri.id/mengunjungi-bandung-zoological-garden-kala-pandemi/#respond Sat, 21 May 2022 01:22:00 +0000 https://telusuri.id/?p=33730 Sebagai seorang perantau yang tinggal di tengah Kota Bandung, pemandangan gedung-gedung tinggi dan gemerlap lampu jalan sudah menjadi makanan sehari-hari. Setelah hampir dua tahun menjalani kehidupan serba from home, saya tiba-tiba terpikirkan untuk melepas penat...

The post Mengunjungi Bandung Zoological Garden Kala Pandemi appeared first on TelusuRI.

]]>
Sebagai seorang perantau yang tinggal di tengah Kota Bandung, pemandangan gedung-gedung tinggi dan gemerlap lampu jalan sudah menjadi makanan sehari-hari. Setelah hampir dua tahun menjalani kehidupan serba from home, saya tiba-tiba terpikirkan untuk melepas penat sejenak dengan berkunjung ke Bandung Zoological Garden.

Bandung Zoological Garden

Tempat yang memiliki nama resmi Bandung Zoological Garden ini terletak dekat dengan Universitas ITB.  Gerbangnya persis berada di sebelah jalan raya yang ramai dilewati kendaraan umum.

Saat itu, saya dan teman memutuskan untuk berangkat memakai taksi daring dari indekos. Dengan mudah kami meletakkan titik tujuan di Gerbang 1.  Ternyata Gerbang 1 yang berada di bagian belakang kebun binatang sudah lama tidak digunakan. Alhasil, kami berdua harus berjalan naik tangga setelah sebelumnya melewati rumah-rumah pemukiman di bagian belakang kebun binatang.

Walau harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk naik dan berjalan sekitar 100 meter, setidaknya kami bisa melewati trotoar luas yang teduh. Pohon-pohon menjulang di daerah sekitar ITB ini membuat udara yang kami hirup lumayan sejuk, walaupun udara ini bercampur dengan asap polusi kendaraan.

Trotoar yang sepi dan lumayan luas ini lumayan untuk dijadikan background foto.  Saya sempat memotret graffiti bergambar Canon, anjing asal Aceh yang ceritanya sempat ramai di media sosial beberapa bulan lalu.

Grafitti canon di tembok Bandung Zoological Garden/Eunike Angga

Tetap Ramai Meski Pandemi

Begitu masuk, pandangan saya langsung tertuju ke tempat parkir yang ternyata penuh oleh mobil-mobil pribadi dan bus-bus pariwisata. Keluarga dan rombongan sekolah memadati Bandung Zoological Garden kala itu. Seorang petugas keamanan menyapa kami dengan ramah dan menginstruksikan bahwa semua pengunjung wajib memindai QR code PeduliLindungi sebelum masuk ke area kebun binatang.

Setelah memindai saya dan teman memasuki area kebun binatang untuk membeli tiket masuk sebesar Rp50.000 per orang. Saat itu Bandung Zoological Garden sedang bekerjasama dengan PMI, sehingga kami harus menambahkan biaya Rp10.000 untuk donasi. Tiket yang didapatkan berbentuk gelang kertas dengan QR code yang harus kami pindai pada pintu masuk.

Bertemu dengan Para Binatang

Saya tidak menyangka kalau area Bandung Zoological Garden ternyata luas. Teman saya yang sudah bertahun-tahun tidak berkunjung ke sini menyarankan untuk menjelajahi isi kebun binatang dari ujung ke ujung supaya kami tidak berputar-putar.  Di sini, banyak binatang yang bisa ditemui secara langsung tanpa pagar pembatas.

Memberi makan jerapah/Eunike Angga

Ada pula sebuah lapangan yang ditubumbuhi rerumputan, penuh dengan zebra. Pembatas antara zebra dan pengunjung hanya berupa semak-semak. Pengunjung bisa memberi makan pada jerapah atau rusa dengan membayar biaya lebih, tentunya.

Di bagian lain, ada binatang yang diletakkan di dalam kandang dengan tembok pembatas yang lumayan tinggi. Di setiap kandang akan ada pintu yang hanya bisa diakses oleh para petugas untuk berinteraksi langsung dengan para hewan.

Satu-satunya akuarium di Bandung Zoological Garden/Eunike Angga

Hanya ada satu akuarium berisi air yang dihuni oleh ikan. Sisanya adalah akuarium kosong yang dibiarkan berdebu. Ada daerah kolam-kolam yang dipenuhi berbagai jenis kura-kura, serta daerah khusus yang berisi reptil.  Di dekat gerbang 1 ada skybridge yang bisa dilalui untuk melihat seluruh kebun binatang dari ketinggian. Dari sana, pengunjung juga bisa melihat puma dan cheetah yang memanjat dan tidur siang di batang-batang pohon.

Kolam kura-kura/Eunike Angga

Diskusi dengan Sahabat

Dalam kunjungan ini, saya mendapatkan dua ilham baru melalui percakapan bersama teman. Pertama, standar manusia yang salah penerapan.  Saat melihat beruang-beruang dalam kandang, kami berdua mengasihani beruang tersebut karena tanah kandang mereka becek dan dinding pembatasnya dipenuhi lumut.

Kandang beruang madu/Eunike Angga

“Seharusnya itu dibersihkan,” kata saya.

“Iya, kalau hujan kan semua jadi kotor,” timpal teman saya.

Kami berdua berjalan pergi untuk mengunjungi kandang unggas, ketika tiba-tiba saya berpikir, “Bukankah keadaan hidup di hutan kurang lebih sama seperti yang kita lihat tadi?” Saya berbincang lagi dengan teman saya dan kami berdua sepakat kalau obrolan tadi kami lontarkan karena kami memasang standar manusia untuk hidup para beruang tersebut. Rumah yang nyaman bagi kami adalah tempat yang hangat, bersih, dan tertutup. Hal ini mungkin berlaku untuk kucing, anjing, atau hewan peliharaan lain; namun tidak bisa berlaku untuk hewan liar.

Gajah/Eunike Angga

Kedua, kami setuju bahwa seharusnya gajah tidak dipakai sebagai alat transportasi.  Hati saya remuk ketika melihat bahwa pengunjung bisa membayar untuk berkeliling kawasan dengan menaiki punggung gajah. Kami berdua tahu fakta bahwa tubuh dan struktur tulang gajah tidak dirancang untuk menjadi pengangkut benda atau manusia. Banyak organisasi pecinta hewan yang melarang keras praktek gajah yang dijadikan alat transportasi, miris rasanya melihat praktek ini masih terus berjalan sampai sekarang, bahkan di kebun binatang.

Saturday Well Spent

Setelah selesai menjelajahi seluruh isi kebun binatang, kami kembali ke air mancur yang berada di tengah-tengah kebun binatang untuk rehat sejenak. Kami menonton sebentar sekumpulan anak muda yang sepertinya sedang rekaman dance cover K-Pop di tempat itu.

Kontras bangunan Apartemen dan pepohonan/Eunike Angga

Selama berjalan-jalan tadi, pengunjung masih bisa melihat gedung-gedung apartemen yang menjulang tinggi dari balik pohon-pohon di kebun binatang. Pemandangan dua hal kontras antara tanaman dan balok beton ini rasanya seperti sebuah ironi: hutan ini tidak lebih dari sebuah taman buatan di antara kota yang modern. Well, setidaknya hewan-hewan di sini hidup dengan aman dan bisa mengedukasi banyak orang

Tips Saat Berkunjung ke Bandung Zoological Garden

Berikut adalah beberapa tips dari saya bagi mereka yang ingin berkunjung ke Bandung Zoological Garden,

1. Selalu sedia payung. Cuaca di Bandung terkadang tidak menentu. Ketika kami berjalan-jalan di kebun binatang, sempat turun hujan sebentar.  Beruntung kami berdua masing-masing membawa payung sehingga tidak harus berebut tempat berteduh yang jumlahnya sangat terbatas.

2. Pakai baju panjang atau bawa lotion anti nyamuk. Karena seluruh kebun binatang dipenuhi oleh pohon-pohon dan berbagai jenis tanaman, gigitan nyamuk adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Beruntung teman saya membawa minyak oles yang lumayan bisa meredakan gatal akibat nyamuk.

3. Makan sebelum datang. Kalau tidak ingin mengeluarkan budget lebih selain tiket masuk, ada baiknya datang dengan keadaan kenyang karena harga makanan dan minuman di dalam kebun binatang lebih mahal dibandingkan harga di luar.

4. Pakai alas kaki yang nyaman. Pakailah yang enak dibuat berjalan dalam waktu yang lama.  Namun kalau malas berjalan dan sanggup membayar lebih, di dalam ada jasa penyewaan golf cart yang bisa dipakai.

5. Jangan mengeluh mengenai harga tiket. Saya sering sekali melihat ulasan di internet yang mengeluhkan harga tiket yang mahal. Menurut saya pribadi, harga yang ditetapkan pihak pengelola sudah cukup baik.  Ingat, ada banyak hal yang harus dibiayai dalam suatu kebun binatang: biaya makan hewan, biaya kebersihan, perawatan kesehatan hewan, listrik, air, dan gaji para karyawan.  Kalau bisa memberi lebih, tidak ada salahnya pengunjung ikut memberi makan para binatang di lokasi-lokasi yang sudah disediakan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mengunjungi Bandung Zoological Garden Kala Pandemi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mengunjungi-bandung-zoological-garden-kala-pandemi/feed/ 0 33730
Mengunjungi Taman Safari Prigen Semasa Corona https://telusuri.id/mengunjungi-taman-safari-prigen-di-kala-pandemi/ https://telusuri.id/mengunjungi-taman-safari-prigen-di-kala-pandemi/#respond Thu, 29 Jul 2021 01:54:00 +0000 https://telusuri.id/?p=28760 Sabtu 15 Mei 2021 lalu saya dan keluarga mengunjungi Taman Safari Jawa Timur yang terletak di Prigen, Pandaan. Berhubung saya berdomisili di Sidoarjo, pergi ke Pandaan bukanlah sesuatu yang rumit. Lewat jalan tol, dalam waktu sekitar satu...

The post Mengunjungi Taman Safari Prigen Semasa Corona appeared first on TelusuRI.

]]>
Sabtu 15 Mei 2021 lalu saya dan keluarga mengunjungi Taman Safari Jawa Timur yang terletak di Prigen, Pandaan. Berhubung saya berdomisili di Sidoarjo, pergi ke Pandaan bukanlah sesuatu yang rumit. Lewat jalan tol, dalam waktu sekitar satu jam kami sudah bisa sampai di pintu gerbang gading gajah ikonik Taman Safari yang lokasinya berada di pinggir jalan raya. Dari sini, kami masih harus menempuh jarak lima kilometer lagi untuk masuk ke dalam kawasan Taman Safari Prigen.

Taman Safari Prigen/Eunike Dewanggasani

Karena minggu itu adalah long weekend, bisa ditebak bahwa akan ada banyak pengunjung yang datang ke taman wisata ini. Kemacetan sudah menyambut kami sekitar satu kilometer dari gerbang penjualan tiket masuk. Hanya ada dua jalur untuk mobil, dan semua mobil harus maju merambat pelan-pelan karena antrian yang panjang.

Protokol kesehatan yang dijalankan secara tertib

Sebelum masuk ke gerbang penjualan tiket, ada petugas di sebelah kanan dan kiri mobil yang bertugas mengecek suhu tubuh setiap penumpang yang ada di dalam kendaraan. Mereka juga memastikan bahwa setiap orang menggunakan masker.

Selain itu, terdapat bilik khusus yang akan menyemprot setiap bagian luar mobil dengan cairan desinfektan. Pemberlakuan protokol kesehatan ini tentu berperan penting dalam mencegah penyebaran COVID-19.  Selain itu, hal ini membuat setiap pengunjung merasa lebih aman dan tenang.

Setelah petugas menghitung jumlah orang di dalam mobil, mereka akan langsung memberitahu jumlah biaya yang harus dibayar. Biaya ini sudah termasuk biaya parkir mobil.  Kalau tidak membawa uang cash yang cukup banyak, pengunjung bisa menggunakan layanan pembayaran lain seperti kartu debit.

Safari yang dipenuhi keramaian

Setelah membayar, mobil-mobil akan langsung diarahkan masuk menjelajahi area safari. Di sini, kami dapat melihat berbagai macam hewan herbivora dan karnivora hidup di kawasan hutan penangkaran. Jalan pada rute safari cukup lebar, cukup untuk dua mobil dalam satu jalur.

Sayang, kemacetan tidak bisa dihindari karena banyak pengunjung yang berhenti cukup lama untuk memberi makan kepada hewan-hewan yang berada di pinggir jalan. Terkadang, mobil juga tidak bisa maju karena ada hewan yang sedang menyebrang jalan. Suara bising dari klakson mobil akhirnya menjadi suara latar perjalanan safari hari itu.

Di rute terakhir, terdapat kami bisa memberi makan gajah dan jerapah. Jika tertarik, pengunjung bisa membeli apel dan wortel yang telah disediakan. Petugas yang berjaga akan pelan-pelan mengarahkan gajah dan jerapah untuk mendekati mobil.

Tersedia layanan memberi makan gajah/Eunike Dewanggasani

Antusiasme pengunjung mencoba wahana

Setelah keluar dari area safari, kami masuk ke area wahana-wahana yang berisi kebun binatang dan tempat bermain. Karena ramainya pengunjung, mencari tempat parkir adalah sebuah permainan keberuntungan. Area parkir yang dekat dengan wahana sudah penuh, sehingga kami harus berkendara agak jauh ke belakang untuk mendapat tempat parkir.

Ketika masuk ke area wahana, sudah disediakan banyak tempat cuci tangan portable lengkap dengan sabun dan papan instruksi cuci tangan. Booth tempat menjual makanan juga ramai diserbu pengunjung. Karena tiket masuk yang dibeli di awal sudah termasuk tiket terusan untuk wahana, banyak anak-anak yang berlarian kesana kemari mencoba berbagai macam atraksi. Sebut saja bombom car, kursi terbang, mini roller coaster.  Semua penuh oleh antrian orang-orang yang hendak naik.

Karena di gerbang tiket umumnya pengunjung masuk menggunakan harga tiket normal—yang nantinya akan diberi gelang kertas berwarna merah—di dalam taman terdapat beberapa atraksi yang hanya bisa diakses gratis untuk pemilik gelang kertas berwarna hitam—yang harga tiketnya lebih mahal. Untuk bisa menikmatinya, pengunjung dengan gelang merah harus merogoh kocek tambahan.

Bagian sepi dalam Taman Safari

Zona Australia yang sepi/Eunike Dewanggasani

Di dalam taman, area kebun binatang seperti taman burung, taman ular, dan baby zoo harus diraih melalui jalan naik dan jaraknya lumayan jauh. Mungkin karena faktor ini, banyak yang memutuskan untuk tidak mengunjungi area tersebut. Lantas, area tersebut lebih sepi dibandingkan daerah bawah yang dipenuhi atraksi dan permainan.

Di ujung taman terdapat area bernama Zona Australia. Terdapat shuttle bus yang melakukan antar jemput dari area ramai menuju ke Zona Australia. Pun ada layanan yang memudahkan agar pengunjung tidak lelah. Zona ini terbilang sangat sepi, tak banyak pengunjung yang singgah.

Seperti namanya, Zona Australia adalah tempat tinggal hewan-hewan khas dari benua Australia. Di area kanguru, kami bisa berinteraksi langsung dengan mamalia tersebut. Di depan pintu gerbang terdapat booth penjual makanan. Nantinya pembeli akan diberi mangkok berisi makanan kanguru dan dapat diberikan kepada hewan-hewan tersebut di dalam taman.

Aquatic Land, favorit keluarga

Berkebalikan dengan Zona Australia, Aquatic Land adalah tempat yang ramai dipenuhi oleh pengunjung khususnya mereka yang datang bersama anak-anak. Didesain mirip sebuah kapal, Aquatic Land menampilkan berbagai macam hewan air non-ikan seperti berang-berang, anjing laut, dan penguin.

Penguin adalah atraksi utama yang menarik minat banyak anak-anak. Di sini, kami bisa melihat pinguin dari atas atau dari bawah melalui kaca yang memperlihatkan bagian dalam kolam. Sama seperti wisata safari, di sini juga disediakan layanan berbayar untuk memberi makan penguin. Perbedaan yang paling mencolok adalah dikenakannya kuota pemberian makanan, sehingga pengunjung harus menunggu giliran yang agak lama jika ingin memberi ikan kepada para penguin di kolam.

Pinguin sebagai atraksi utama Aquatic World/Eunike Dewanggasani

Pandemi tidak menghalangi seseorang untuk menikmati seluruh layanan dan fasilitas yang disediakan oleh Taman Safari Prigen. Semua pengunjung tertib menggunakan masker, dan layanan hand sanitizer serta bilik cuci tangan tersedia di mana-mana. Jika ingin melepas kepenatan sejenak dari kehidupan kota, silahkan berkunjung ke taman ini.  Namun, tetap ingat untuk selalu memperhatikan protokol kesehatan dan menjaga diri.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mengunjungi Taman Safari Prigen Semasa Corona appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mengunjungi-taman-safari-prigen-di-kala-pandemi/feed/ 0 28760
Mutiara Selatan dan 14 Jam Dalam Kesendirian https://telusuri.id/mutiara-selatan-dan-14-jam-dalam-kesendirian/ https://telusuri.id/mutiara-selatan-dan-14-jam-dalam-kesendirian/#respond Tue, 25 May 2021 01:13:00 +0000 https://telusuri.id/?p=28157 Semenjak SMA, tidak pernah terpikirkan dalam benak saya untuk merantau jauh demi menempuh pendidikan tinggi.  Nyatanya, Tuhan berkehendak lain dengan menempatkan saya di Bandung, kota terbesar ketiga di Indonesia yang berada di Jawa Barat. “Itu...

The post Mutiara Selatan dan 14 Jam Dalam Kesendirian appeared first on TelusuRI.

]]>
Semenjak SMA, tidak pernah terpikirkan dalam benak saya untuk merantau jauh demi menempuh pendidikan tinggi.  Nyatanya, Tuhan berkehendak lain dengan menempatkan saya di Bandung, kota terbesar ketiga di Indonesia yang berada di Jawa Barat.

“Itu mah nggak jauh,” cibir orang-orang.  “Wah, lumayan jauh ya!”  Ada beragam komentar yang sering kali bertentangan tiap kali seseorang mengetahui lokasiku berkuliah.  Betul sih, memang Bandung dan Surabaya masih berada dalam pulau yang sama.  Aksesnya pun mudah, lewat darat atau udara bisa dijalani.

Awal-awal berkuliah, orang tua saya selalu berusaha menyediakan fasilitas termudah dan terbaik bagi saya untuk melaksanakan pindahan dari rumah ke kos.  Mereka selalu menyarankan saya untuk menggunakan pesawat.  Saya masih ingat, tahun 2017 harga satu tiket pesawat ekonomi dari bandara Juanda ke bandara Husein Sastranegara masih tergolong terjangkau, setara dengan kursi eksekutif kereta api yang ditambah 200 atau 300 ribu.

Memang rasanya sangat efisien.  Dari Surabaya ke Bandung, saya hanya perlu duduk selama satu setengah jam.  Pemandangan yang saya dapatkan dari jendela pesawat pun sangat ciamik dan tentunya, instagramable.  Rasanya seperti menggunakan ‘pintu kemana saja’ milik Doraemon, karena perpindahan jarak panjang ditempuh sangat singkat.  Rasanya seperti sedang main ke kabupaten sebelah untuk sementara.

Tahun 2018, terjadi pengurangan kuota penerbangan dari Surabaya ke Bandung.  Tidak hanya itu, bandara Kertajati yang hampir rampung akan menjadi destinasi utama datangnya pesawat domestik.  Akibatnya, harga pesawat melonjak naik.  Saya tidak ingin menjadi beban, sehingga akhirnya hingga saat itu dan sampai sekarang, menolak untuk menggunakan pesawat apabila harus pergi ke Bandung atau pulang ke Surabaya.  Kereta jelas jauh lebih terjangkau dibandingkan tiket pesawat.

Ada banyak pilihan kereta yang memiliki jadwal tetap antara Jawa Timur dan Jawa Barat, bahkan sampai Jakarta.  Namun entah mengapa, saya dari dulu selalu naik Mutiara Selatan.  Padahal, ada kereta lain yang rute pemberhentiannya lebih sedikit.

“Kamu pulangnya gimana?”  Pertanyaan ini selalu rutin diajukan kepada saya setiap kali semester pembelajaran hendak berakhir.  “Biasa, South Pearl.”  Jawab saya.  Kereta ini selalu berangkat sekitar pukul 6 sore dari stasiun Bandung.  Bagi saya yang tidak suka bangun pagi, jam ini memberikan rasa nyaman sehingga saya tidak terburu-buru.  Walaupun, memang saya harus berangkat satu jam lebih awal agar tidak terjebak macet di jam-jam pulang kantor.

Swafoto Dalam Kereta/Eunike Dewanggasani

“Perjalanan berapa lama sih kalau naik kereta?”  Ini adalah pertanyaan kedua setelah orang menanyakan moda transportasi yang saya gunakan untuk mudik.  “Empat belas jam.”  Jawaban ini akan menerima respon yang rata-rata sama: kaget dan takjub.  Bagi mereka yang belum pernah bepergian jarak jauh dengan kereta, 14 jam mungkin terasa sangat panjang.  Bagi saya, itu hanya sebatas angka saja.  Tubuh saya sudah terlatih selama tiga tahun belakangan untuk menghabiskan waktu sebanyak itu di dalam gerbong kereta.

Maret tahun lalu, saya pulang ke rumah dan menjalani masa-masa lockdown selama hampir setengah tahun di Surabaya.  Saya sempat kembali ke Bandung, lalu pulang kembali ke Surabaya Desember tahun lalu.  Terhitung sudah lima bulan sejak kali terakhir saya menginjakkan kaki di peron stasiun.

Setiap perjalanan dalam kereta memiliki kesannya masing-masing.  Walaupun melewati pemandangan dan stasiun yang sama, orang-orang yang saya temui dalam perjalanan tidak pernah sama.  Perasaan yang menghantui hati ini juga selalu berubah.  Terkadang saya emosional dan menggunakan waktu dalam kereta untuk menangis tersedu-sedu.  Saya sudah tidak peduli dengan pandangan orang, toh mereka tidak kenal saya.  Ada pula saya merasa sangat gembira dan bersemangat.  Pun juga masa-masa saya ingin tenggelam dalam pikiran sendiri, atau masa-masa bertukar cerita dengan orang asing yang duduk di samping saya.

Sudah sekitar satu tahun ini saya memilih untuk duduk di kursi paling depan (atau paling belakang), kursi one-seater yang tidak memiliki kursi pasangan.  Dengan begitu, saya lebih leluasa untuk bermain telepon genggam atau makan.  Tidur pun lebih nyaman dan saya bisa menggunakan dua lubang kontak charger untuk diri sendiri.  Empat belas jam akan saya habiskan dengan melihat indahnya pemandangan di luar jendela, seringkali sembari merenungi makna kehidupan.  Tiap perjalanan spesial karena selalu memiliki catatan perjalanan dan pemikiran yang unik.

Orang bilang, “Enjoy the journey, not the destination.” Ah, bagi saya keduanya sama-sama layak untuk dinikmati.  Setengah hari yang saya habiskan dari pagi hingga pagi lagi adalah sebuah waktu untuk berada dalam ketenangan.  Rasanya seperti memiliki waktu berduaan dengan diri sendiri.

Saya tidak tahu kapan bisa kembali ke Bandung.  Perjalanan terakhir menggunakan Mutiara Selatan bulan Desember lalu masih saya ingat dengan jelas tiap detailnya.  Saya takjub dengan perubahan baru stasiun Bandung yang tampak seperti bandara dengan adanya boarding line dan eskalator.  Punggung saya memikul tas punggung yang penuh dengan barang bawaan, koper di tangan kanan dan tas tangan berisi makanan di tangan kiri.  Mungkin tulisan ini juga sebagai bentuk pengakuan dosa saya.  Ya, saya melakukan satu hal terlarang Desember lalu, yaitu menyelundupkan penumpang gelap bersama dengan saya.

Kkobugi Dalam Pangkuan Di Kereta/Eunike Dewanggasani

Namanya Kkobugi.  Nama tersebut hanyalah terjemahan bahasa Korea untuk ‘kura-kura’.  Saya mengadopsinya karena ia ditelantarkan oleh salah seorang penghuni di kos saya.  Saya tidak sampai hati kalau harus meninggalkannya di kosan sendirian tanpa ada orang yang memeliharanya.  Berhubung saya sudah pernah punya pengalaman memelihara amfibi, saya mengadopsinya dan memutuskan untuk ikut membawanya ke Surabaya.

Kkobugi tentu saja mabuk karena akuarium kecilnya yang saya selundupkan di tas tangan terus bergoyang-goyang akibat getaran dari laju kereta.  Saya akhirnya mengeluarkan dia dari akuarium dan memangkunya di perut sembari menutup tubuhnya dengan jaket.  Selain agar dia tidak kedinginan akibat AC di dalam gerbong, hal ini supaya keberadaannya tidak diketahui juga.

Ah, begitu banyak episode dan kejadian-kejadian yang selalu berkesan di setiap perjalanan saya dengan South Pearl ini.  Seperti peristiwa Kkobugi ini dalam perjalanan terakhir saya.  Saya rindu Bandung dan rindu perjalanan yang biasa saya lalui untuk sampai di Tanah Pasundan tersebut, namun saya tidak tahu kapan akan merasakan hal itu lagi.Until then, South Pearl.  Sampai jumpa di petualangan berikutnya, mungkin nanti di masa yang akan datang.

The post Mutiara Selatan dan 14 Jam Dalam Kesendirian appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mutiara-selatan-dan-14-jam-dalam-kesendirian/feed/ 0 28157