Gandi Sugandi, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/gandi-sugandi/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Sat, 25 Dec 2021 06:54:56 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Gandi Sugandi, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/gandi-sugandi/ 32 32 135956295 Ada Apa di Situ Mustika, Banjar, Jawa Barat https://telusuri.id/ada-apa-di-situ-mustika-banjar-jawa-barat/ https://telusuri.id/ada-apa-di-situ-mustika-banjar-jawa-barat/#respond Sun, 19 Dec 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=31512 Banyak nama Banjar dan variannya yang menunjukkan nama tempat. Seperti Kabupaten Banjar di Kalimantan Selatan yang beribu kota Banjarmasin, Kabupaten Banjarnegara di Jawa Tengah, atau nama kecamatan seperti Kecamatan Banjaran di Kabupaten Bandung, atau bahkan...

The post Ada Apa di Situ Mustika, Banjar, Jawa Barat appeared first on TelusuRI.

]]>
Banyak nama Banjar dan variannya yang menunjukkan nama tempat. Seperti Kabupaten Banjar di Kalimantan Selatan yang beribu kota Banjarmasin, Kabupaten Banjarnegara di Jawa Tengah, atau nama kecamatan seperti Kecamatan Banjaran di Kabupaten Bandung, atau bahkan nama desa seperti Desa Banjarsari Kabupaten Ciamis, dan lain sebagainya. Seperti di Kalimantan Selatan, di Jawa Barat pun ada Kota Banjar, hasil pemekaran dari Kabupaten Ciamis. Zaman dahulu, Banjar menjadi bagian dari Kerajaan Galuh.

Beberapa waktu lalu, saya mengikuti satu kegiatan di Situ Mustika yang dikelola Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Banjar Utara, Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ciamis yang secara administratif termasuk Kelurahan Karangpanimbal, Kecamatan Purwaharja, Kota Banjar. 

Dari laman Wikipedia berjudul Kota Banjar, status Banjar berkali-kali berubah. Dari 1937 sampai tahun 1940 sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Ciamis, dari tahun 1941 sampai dengan 1 Maret 1992 menjadi ibukota Kawedanan di Kabupaten Ciamis. Dari tahun 1992 sampai dengan tanggal 20 Februari 2003 menjadi kota administratif dan mulai 21 Februari 2003 menjadi kota yang berdiri sendiri.

Saat ini Kota Banjar memiliki 4 kecamatan yaitu Kecamatan Banjar, Kecamatan Pataruman, Kecamatan Purwaharja, dan Kecamatan Langensari. 

Tempat parkir dan tempat pertemuan terbuka
Tempat parkir dan tempat pertemuan terbuka/Gandi Sugandi

Saya bersama enam orang rekan, yakni Deny, Ndan, Aep, Yusuf, dan Neulis berangkat dari Kota Bandung pukul 19.00. Jalanan cukup lengang. Kendaraan dilajukan santai oleh Yusuf. Rancaekek, Cicalengka, Nagreg, Malangbong, Ciawi, Tasik, pun terlewati.

Tiba di alun-alun Ciamis menjelang tengah malam. Beberapa toko, penjual makanan kaki lima masih buka. Beberapa pemuda juga tampak sedang mengobrol di bangku tembok taman dan di depan pertokoan. Suasana temaram oleh lampu-lampu jalan penerangan umum melarutkan suasana. Berenam sepakat untuk makan di kaki lima, 4 porsi nasi goreng dan 2 mi kuah ayam suwir dengan total biaya Rp78 ribu. Makan malam-malam di kota yang dikunjungi, rasanya lebih enak. Di 6 piring, tak sebutir nasi pun, dan sesendok kuah pun yang tersisa. Habis tandas. 

Usai ngobrol-ngobrol seraya merokok—kecuali Neulis—sekira habis dua batang, perjalanan diteruskan. Jalan raya dari Ciamis menuju Banjar relatif lurus, beraspal mulus. Kami tiba di hotel Mutiara Kota Banjar sekitar pukul 1 pagi. Kami berlima lalu beristirahat di 3 kamar. Neulis menempati 1 kamar. Sementara Ndan menginap di rumah saudaranya, masih di Kota Banjar.


Tiba di lokasi, suasana sudah benar-benar beruba

Usai sarapan pagi, pukul 08.00 WIB, kami berangkat. Setelah sekitar 20 menit, di Jalan Raya Banjar—Ciamis, berbelok kanan menuju Situ Mustika. Lokasi tidak jauh. Namun bila dari arah Bandung berbelok ke kiri.

Tiba di lokasi, suasana sudah benar-benar berubah. Terakhir kali saya berkunjung tahun 1989 saat masih SMP kelas 3, ikut bapak dan rombongan kantor memancing. Di kiri kanan setelah pertigaan jalan menuju lokasi, suasana masih sunyi sepi, ciri khas hutan. Seram. Keadaan situ dibiarkan alami, belum—katakanlah—dibenahi secara serius profesional sebagai tempat tujuan wisata. Warung pun belum ada. Namun belum usai memancing, saya ingin pulang duluan. Saya kurang suka memancing. Waktu itu saya berpikir, apa asyiknya memancing. Kesal. Meskipun tentunya bagi penghobi mancing, kenikmatan memancing, dengan beribu cerita, adalah tiada tara.

Plang Situ Mustika
Plang Situ Mustika/Gandi Sugandi

Kini Situ Mustika dengan tarif masuk yang terjangkau, benar-benar telah dibenahi. Mulai masuk lingkungan ini, di satu tanah cukup tinggi sebelah kanan, ada tulisan besar berwarna hijau daun pisang berisi urutan huruf SITU MUSTIKA—sebagai sambutan selamat datang bagi pengunjung. Jalan di selingkungan lokasi sudah beraspal. Telah ada beberapa warung makanan dan minuman.

Situ Mustika sebagai tempat tujuan wisata sudah ideal. Ada dua tempat parkir cukup luas. Pepohonan seperti dari jenis jati, pinus, ketapang, bungur dan sebagainya, dengan tajuk-tajuknya menjadi penyejuk. Lokasi ini menjadi tujuan wisata semua umur. Ada wahana outbond dan perahu bebek sebagai sarana mengitari situ. Ada jaring untuk merayap. Ada jembatan gantung sebagai jalan menuju pulau kecil di tengah Situ Mustika—dan terdapat gazebo.

Plang Imbauan
Plang Imbauan/Gandi Sugandi

Untuk remaja dan dewasa yang hendak mengadakan pertemuan untuk pelatihan atau berdiskusi, ada ruang terbuka dan beratap. Untuk yang sedang menempuh pendidikan, tempat ini dapat menjadi tempat penelitian flora dan fauna. Untuk penggemar bunga jenis anggrek, ada taman anggrek dengan berbagai jenis—baru dibangun tahun 2020. 

Bagi penggemar sepeda dan motor trail, tempat ini asyik menjadi jalur. Bagi pramuka atau yang hobi kemping, tempat ini juga nyaman. Malah pemancing, selalu rutin berkunjung. Untuk makan-makan sekeluarga, botram (makan bersama), tentulah nikmat.

Berdasarkan keterangan Ade, petugas pengelola Wisata Alam Situ Mustika, Situ Mustika adalah situ alami, bukan situ buatan, yang sudah ada semenjak dahulu. Sumber airnya berasal dari enam mata air, mata air yang familiar bernama Mata Air Mustika, nama yang sama dengan nama situ. Mulai dibuka secara resmi oleh Perum Perhutani pada tahun 1985.

Melalui pesan singkat, penulis menanyakan yang lebih detail tentang Situ Mustika kepada Dede Nandang yang akrab dipanggil Bah Oyon dari Perguruan Silat Adeng Gilang Kencana Banjar. Namun Bah Oyon menyarankan agar langsung saja menemuinya, untuk kemudian mengantar ke kasepuhan di Cisaga Banjar. Tetapi apa daya, penulis berkesempatan ke Situ Mustika pun karena kedinasan, tidak ada waktu luang. 

Sungguh, kesejukan udara segar bersih dan keindahan lingkungan alam sangat terasa di Situ Mustika.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu
!

The post Ada Apa di Situ Mustika, Banjar, Jawa Barat appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/ada-apa-di-situ-mustika-banjar-jawa-barat/feed/ 0 31512
Petilasan di Aliran Sungai Citarum Lama https://telusuri.id/petilasan-di-aliran-sungai-citarum-lama/ https://telusuri.id/petilasan-di-aliran-sungai-citarum-lama/#respond Wed, 29 Sep 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30672 Sungai Citarum, sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Barat. Aliran airnya dibendung tiga kali untuk mengairi Waduk Saguling di Kabupaten Bandung Barat, Waduk Cirata di tiga Kabupaten: Bandung Barat, Cianjur, dan Purwakarta serta Waduk Jatiluhur...

The post Petilasan di Aliran Sungai Citarum Lama appeared first on TelusuRI.

]]>
Sungai Citarum, sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Barat. Aliran airnya dibendung tiga kali untuk mengairi Waduk Saguling di Kabupaten Bandung Barat, Waduk Cirata di tiga Kabupaten: Bandung Barat, Cianjur, dan Purwakarta serta Waduk Jatiluhur di Kabupaten Purwakarta.

Khusus di Waduk Saguling, aliran Sungai Citarum yang dibendung berada di Desa Baranangsiang, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Aliran sungai itu dibelokkan menuju surge tank untuk kemudian dikeluarkan lagi di Sang Hyang Tikoro. Namun aliran Sungai Citarum yang tidak dialiri air itu tidak benar-benar kering, masih terairi dari rembesan-rembesan dan mata air-mata air di tepi Sungai Citarum. Titik-titik aliran Sungai Citarum yang dikeringkan malah menjadi memiliki pesona tersendiri, antara lain Sang Hyang Heuleut dan Cikahuripan. 

Saat penulis bersama rekan mengunjungi lokasi Sang Hyang Heuleut dan Cikahuripan beberapa waktu lalu, lokasi Sang Hyang Heuleut rupanya berada di ujung hutan, sedangkan Cikahuripan beberapa kilometer lagi, namun berbeda lokasi.

Sang Hyang Heuleut
Sang Hyang Heuleut

Sang Hyang Heuleut

Bila titik pemberangkatan dari Bandung, setelah sekitar 35 km, akan menemukan pertigaan Saguling di sebelah kiri, kemudian berbelok kiri yang berupa pasar yang hanya buka hari Senin, Rabu, dan Jumat. Beberapa kilo meter kemudian, melewati jalan beraspal, di kiri dan kanan terdapat hamparan perkebunan karet milik PT Perkebunan VIII. Usai hamparan perkebunan karet, akan melewati hutan mahoni, hutan jati, hutan pinus, dan hutan lainnya. Kehijauan daun-daunnya memanjakan mata. Setelah itu, jalan mulai berliku-liku dan menanjak, hingga tiba pula di lokasi bernama Batu Aki sebagai jalan masuk menuju Sang Hyang Heuleut. Di Batu Aki, kendaraan roda dua dan empat bisa parkir. Untuk melepas penat, ada beberapa warung yang berdiri, bisa minum kopi atau kelapa muda.

Untuk menuju Sang Hyang Heuleut, kita harus mempersiapkan mental. Lokasinya lumayan jauh, tetapi tentunya tidak sejauh menuju puncak gunung. Untuk menuju ke sana, harus berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang membelah hutan. Meskipun cukup jauh, suasana bernuansa, terkadang panas, terkadang rindang, namun tegakan pepohonan dapat memanjakan dan menyegarkan mata. Mengingat untuk sampai di tujuan harus berkali-kali menuruni turunan curam, wisata ini lebih cocok untuk kalangan remaja dan dewasa.

Namun bila enggan berjalan kaki, tempat wisata yang dikelola Perhutani BKPH Rajamandala KPH Bandung Selatan bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Qurotta A’yun yang diketuai Djedjen, pengunjung dapat menggunakan jasa ojek setempat dengan tarif variatif sampai menjelang satu turunan curam. Kemudian kembali berjalan kaki sampai di tepi Sang Hyang Heuleut. Secara administratif, Sang Hyang Heuleut termasuk Desa Rajamandala Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat.

Rasanya, keringat yang keluar dan rasa lelah dapat langsung terobati saat Sang Hyang Heuleut sudah tampak di depan mata. Batu-batu sungai yang besar di tengah dan pinggir sungai menyambut, juga tebing-tebing cadas yang tinggi di kiri-kanan sungai. Di sini, ada pula warung-warung yang berdiri.

Namun untuk menuju bagian sungai yang dalam, harus meniti beberapa batu besar lagi. Tiba di bagian sungai yang dalam itu, bila pengunjung ingin berenang, pihak pengelola sudah menyediakan perlengkapan sewa seperti pakaian renang, rompi pelampung, juga ban-ban dalam.

Di sela-sela menikmati pesona keindahan Sang Hyang Heuleut, Ketua LMDH Djedjen mengajak ke satu petilasan yang jarang diketahui orang. Menurutnya, petilasan ini pernah dikunjungi oleh orang-orang dari jauh seperti dari Banten, Jakarta, Bandung, Bogor bahkan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Menurut Djedjen pula, pada zaman dulu, orang tua biasa dipanggil dengan sebutan Sang Hyang atau Eyang. Ada pun Eyang-Eyang yang ada di Sang Hyang Heuleut adalah Eyang Anom (Eyang Muda) dan Eyang Tua (Eyang Sepuh). Bila sedang ‘kebetulan’, pengunjung pun bisa bertemu dengan salah satu atau kedua Eyang tersebut yang berpakaian khas zaman dahulu. 

Eyang-eyang yang ‘berada’ di petilasan itulah yang memberitahu Djedjen dan memberi dorongan agar Sang Hyang Heuleut lebih dikembangkan lagi menjadi tempat wisata. 

Djedjen juga menuturkan, wisata ini mulai dirintis 2015 akhir, kini lebih berkembang karena didukung Perum Perhutani dan Pemda Kabupaten Bandung Barat. Meskipun begitu, Djedjen mengatakan bahwa sehubungan masih COVID-19, Sang Hyang Heuleut belum dibuka untuk melayani pengunjung.

Cikahuripan
Cikahuripan

Cikahuripan

Cikahuripan tidak jauh dari Sang Hyang Heuleut, namun harus keluar lagi, naik menuju Batu Aki untuk kemudian melalui jalanan beraspal melewati hutan pinus dan mahoni serta perkampungan yang luas.

Setelah tiba di satu pertigaan, berbelok kanan karena berbelok kiri menuju Waduk Saguling. Bila di satu warung terpampang baligo Cikahuripan, berhenti, kemudian menuju jalan setapak di seberang warung. Di pinggir warung ini, ada lahan parkir yang cukup luas.

Usai melewati sepetak kebun, mulailah menyusuri aliran sungai Citarum yang kering. Untuk sampai di Cikahuripan memerlukan waktu berjalan kaki sekitar 10-20 menit. Di Cikahuripan ada green canyon yang berupa tebing cadas yang tinggi sebagai pinggir sungai. Para pengunjung bisa naik rakit. Untuk tempat swafoto pun, pemandangan yang ada sangat menunjang. Saat musim hujan, berair keruh namun saat musim kemarau berair jernih. Cikahuripan termasuk Desa Baranangsiang Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung Barat dan berkali-kali dipakai syuting film.

Mata Air di Dasar Sungai
Mata Air di Dasar Sungai

Usai puas menikmati Green Canyon, Djedjen mengajak ke tiga mata air, yaitu Mata Air Ibu, Mata Air Bapak, dan satu mata air yang keluar dari batu cadas di dasar sungai. “Tiga mata air itu jarang diketahui orang berikut khasiat-khasiatnya. Bagi yang mempercayai dan meyakininya, bisa menemui kuncen setempat. Pada malam-malam dan bulan-bulan tertentu, orang-orang banyak yang berdatangan,” ujarnya.

Meskipun begitu, Djedjen kemudian menegaskan karena masih pandemic COVID-19, wisata ini pun belum dibuka oleh pemerintah. Jadi, para penggemar wisata alam harus bersabar dahulu. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Petilasan di Aliran Sungai Citarum Lama appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/petilasan-di-aliran-sungai-citarum-lama/feed/ 0 30672