Ika Soewadji https://telusuri.id/penulis/ika-soewadji/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Mon, 29 Jul 2019 04:20:26 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Ika Soewadji https://telusuri.id/penulis/ika-soewadji/ 32 32 135956295 Tanpa Disadari, Perjalanan Memberikan Saya 7 Hal Ini https://telusuri.id/manfaat-melakukan-perjalan/ https://telusuri.id/manfaat-melakukan-perjalan/#comments Fri, 20 Apr 2018 01:30:37 +0000 https://telusuri.id/?p=8175 Barangkali kamu pernah mengalami hal yang sama dengan saya; saat jalan-jalan, kadang ada masanya saya memikirkan apa yang saya dapat dari perjalanan. Waktu habis, dompet menipis, sementara badan capek dan semakin jauh dari rumah. Sekali-sekali...

The post Tanpa Disadari, Perjalanan Memberikan Saya 7 Hal Ini appeared first on TelusuRI.

]]>
Barangkali kamu pernah mengalami hal yang sama dengan saya; saat jalan-jalan, kadang ada masanya saya memikirkan apa yang saya dapat dari perjalanan. Waktu habis, dompet menipis, sementara badan capek dan semakin jauh dari rumah.

Sekali-sekali ada juga yang bertanya: “Nggak dicariin sama keluarga, Mbak?” Kalau sudah ada yang bertanya begitu, semakin dalamlah perenungan saya. Terus, apa saja, sih, manfaat yang saya peroleh dari perjalanan?

1. Menambah ilmu dan wawasan

berlari

Menelusuri pegunungan via pexels.com/Nina Uhlíková

Berjalan dari satu tempat ke tempat lain tak ubahnya seperti petualangan menyusuri labirin-labirin perpustakaan penuh buku. Bedanya, buku yang saya baca saat melakukan perjalanan bukanlah kertas yang dijilid, melainkan manusia dan kehidupannya. Buku saya tidak bisa dibalik-balik—nanti marah.

Maka melakukan perjalanan membuat wawasan saya bertambah, sebab saya mendapat banyak ilmu baru yang tak diajarkan di bangku sekolah. Perjalanan ibarat gabungan semua jurusan di universitas, sekaligus praktikum.

2. Mengajarkan untuk menjadi pribadi yang tangguh

melakukan perjalanan

Memandang cakrawala kota via pexels.com/Picjumbo

Jangan dikira jalan-jalan itu enak terus. Ada masanya kamu mesti berjubel-jubel dalam angkutan desa, tidur di dek kapal yang sedang diombang-ambingkan gelombang, atau menumpang menginap di stasiun atau terminal. Melakukan perjalanan berarti menempuh segala cobaan.

Jadi, kalau menjalani derita perjalanan saja saya sanggup, tak ada alasan bagi saya untuk tidak siap mengarungi kehidupan yang warna-warni.

3. Jadi punya banyak cerita

melakukan perjalanan

Bersama-sama dengan kawan via pexels.com/Helena Lopes

Inilah anehnya: justru derita-derita yang saya alami di jalan itulah yang akhirnya jadi cerita manis. Bayangkan kalau kamu sudah lama menekuni hobi bertualang atau melakukan perjalanan, pasti kamu punya banyak sekali hal yang bisa diceritakan. Kamu takkan pernah mengalami “dead air” saat berbincang dengan lawan bicara.

Cerita-cerita itu pun kemudian bisa saya tuliskan. Jadi, kalau di masa depan saya ingin kembali mengenang perjalanan-perjalanan lama, saya tinggal buka arsip catatan perjalanan itu. Apalagi sekarang kamu bisa mengunggahnya ke mana-mana.

4. Belajar untuk menjadi manusia yang mandiri

melakukan perjalanan

Safari via pexels.com/Rawpixel

Kadang saya bepergian dengan teman-teman. Tapi tak jarang juga saya melakukan perjalanan sendirian. Kalau sudah begitu, kemandirian saya sebagai manusia menjadi sangat diuji.

Pergi sendirian menuntut saya untuk bisa mengambil keputusan dan menanggung semua risikonya. Tapi, di lain sisi, saya juga belajar untuk menjadi lebih cermat dan memperhatikan setiap langkah yang saya ambil.

5. Menjadi pribadi yang lebih terbuka

melakukan perjalanan

Menyaksikan matahari dari padang rumput via pexels.com/Victor Freitas

Secara tak disadari, melakukan perjalanan juga jadi semacam terapi bagi saya untuk menjadi manusia yang lebih berani, terbuka, namun menghargai orang lain. Pada akhirnya, tiga hal itu pula yang biasanya membantu saya melewati masa-masa sulit di perjalanan.

Gara-gara keberanian, keterbukaan, dan respek terhadap orang lain, saya jadi merasakan bagaimana tinggal bersama warga atau menumpang moda-moda transportasi tak biasa. Akhirnya, karakter-karakter itu juga keluar ketika saya berada di kota sendiri.

6. Dapat “crash course” tentang dinamika kehidupan dan bagaimana menikmatinya

melakukan perjalanan

Di tebing pinggir laut via pexels.com/Rawpixel

Bepergian dari satu tempat ke tempat lain, dari satu budaya ke budaya lain, memberi wawasan baru pada saya tentang kehidupan dan dinamikanya. Bertemu banyak orang dari berbagai latar belakang juga membuat saya menjadi pribadi yang lebih bersyukur.

Tapi, crash course tentang dinamikan kehidupan ini hanya akan bisa kamu dapatkan kalau kamu melihat sekitar. Kalau hanya sibuk dengan dirimu sendiri—dan followers-mu di media sosial—kamu takkan punya waktu untuk merenungkan apa yang kamu lihat.

7. Mengajarkan untuk menghargai alam

berjemur di pantai

Pasir putih, laut biru via pexels.com/Riccardo Bressciani

Jalan-jalan membuat saya sadar bahwa kita—umat manusia—tinggal di satu rumah yang sama, yakni Bumi. Jadi, mau tak mau kita harus belajar untuk menghargai alam, rumah kita sendiri.

Tak terasa, saya mulai cermat menggunakan listrik dan air. Selain itu, karena menyadari bahwa membuang sampah di Bumi sama saja seperti membuang sampah di beranda sendiri, saya jadi berkomitmen untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Jadi, jangan ragu-ragu melakukan perjalanan!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Tanpa Disadari, Perjalanan Memberikan Saya 7 Hal Ini appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/manfaat-melakukan-perjalan/feed/ 2 8175
Kembali ke Baduy Dalam https://telusuri.id/perjalanan-ke-cibeo-baduy-dalam/ https://telusuri.id/perjalanan-ke-cibeo-baduy-dalam/#respond Sat, 10 Mar 2018 03:43:28 +0000 https://telusuri.id/?p=7214 Rasanya saya takkan pernah lelah menyusuri setiap sudut pertiwi. Selalu ada senyum di mana pun saya singgah, selalu saja ada sambutan yang ramah, misalnya ketika saya bertualang ke Baduy Dalam bersama tiga orang kawan hari itu....

The post Kembali ke Baduy Dalam appeared first on TelusuRI.

]]>
Rasanya saya takkan pernah lelah menyusuri setiap sudut pertiwi. Selalu ada senyum di mana pun saya singgah, selalu saja ada sambutan yang ramah, misalnya ketika saya bertualang ke Baduy Dalam bersama tiga orang kawan hari itu.

Sekitar setengah tujuh pagi saya sudah tiba di stasiun, menunggu Rasyid di sekitar peron nomor 5 dan 6. Sementara dengan dua kawan lagi saya berjanji bertemu di Stasiun Rangkasbitung, dengan Rasyid, teman dari Kediri, saya akan berjumpa di Stasiun Tanah Abang.

Tentang kawan Rasyid, Kelas Inspirasi Magelang adalah ajang yang mempertemukan kami. Kebetulan kami satu rombongan belajar (rombel). Kami juga sempat ngobrol banyak, salah satunya tentang impian Rasyid untuk mengunjungi Baduy. Saya pun berjanji menemaninya.

baduy dalam

Anak-anak Baduy Luar/Ika Soewadji

Rasyid mengabarkan via WhatsApp bahwa ia juga sudah tiba di stasiun dan bergerak ke tempat saya. Pagi itu stasiun sesak. Maklum, saat orang sibuk berangkat kerja, saya dan Rasyid malah meninggalkan pekerjaan untuk liburan ke luar Jakarta.

Kereta berangkat. Perjalanan Jakarta-Rangkasbitung dengan Commuter Line berlangsung sekitar dua jam. Persawahan hijau menghampar sepanjang jalur kereta.

Setiba di Stasiun Rangkasbitung jam 10.20 kami segera keluar mencari sarapan. Saya punya langganan warung Sunda yang makanannya enak dan harganya terjangkau, tak jauh dari stasiun.

baduy dalam

Foto bersama di Ciboleger/Ika Soewadji

Selepas makan saya memberi kabar ke Umar dan Dewi, dua kawan yang semestinya menunggu kami di stasiun. Ternyata Umar kesiangan—otomatis telat. Akhirnya saya dan Rasyid duduk di depan minimarket sambil menunggu zuhur. Jam setengah dua Umar dan Dewi berkabar bahwa mereka sudah tiba. Saya dan Rasyid langsung bergegas menemui mereka.

Perjalanan menuju Baduy Dalam

Kawan-kawan sudah lengkap. Kami buru-buru naik angkot merah dari samping rel menuju Terminal Aweh, sebab elf Aweh-Ciboleger terakhir berangkat pukul 14.30.

Tepat jam dua kami tiba di terminal. Benar saja, itu elf terakhir. Kalau telat, sebenarnya masih ada ojek ke Ciboleger. Tapi pasti mahal. Karena isinya baru empat orang, elf itu masih ngetem selama beberapa waktu. Namun tak berapa lama elf itu berangkat walaupun hanya berisi delapan penumpang. Terminal Aweh-Ciboleger sekitar 2 jam. Jalurnya naik-turun, berliku, dengan pemandangan khas pedesaan.

Ayah Idong dan Rasyid/Ika Soewadji

Setiba di Ciboleger, kami disambut Ayah Idong dan Sarim yang sudah menunggu kami dari pagi di rumah Pak Agus. (Untungnya saya sudah mengabarkan ke Pak Agus kalau kami akan telat datang.)

Menunggu kawan-kawan salat asar, saya melengkapi kebutuhan logistik untuk 3 hari 2 malam di Baduy Dalam. Beres packing, kami berkumpul dan berdoa terlebih dahulu untuk kelancaran perjalanan.

Kami pun mengayunkan langkah pertama dari perjalanan panjang ke Cibeo yang menempuh jarak 9,2 kilometer itu (5-6 jam perjalanan). Logistik dan beberapa bahan makanan dibawakan oleh Ayah Idong dan Sarim, sisanya kami bawa dengan ransel masing-masing.

baduy luar

Danau berpagar pohon-pohon rumbia/Ika Soewadji

Kami mesti melewati Baduy Luar untuk registrasi dan melaporkan akan berapa lama tinggal di Baduy Dalam.

Saya jalan paling belakang sambil mengawasi tiga kawan di depan. Bagi Umar dan Rasyid, trekking seperti ini sudah jadi hal biasa. Namun tidak bagi Dewi. Gadis Belitung yang sedang menyelesaikan skripsi di salah satu perguruan tinggi negeri di Ciputat itu belum terbiasa. Dari belakang saya menyemangatinya dan, juga, membantu membawakan ranselnya.

Menginap di rumah Ayah Idong di ladang

Hari mulai gelap dan headlamp saya nyalakan. Hawa dingin mulai datang ditiup angin kencang. Saya sempat berhenti untuk memakai jaket. Akhirnya kami melewati jembatan bambu, tanda bahwa kami akan segera menempuh tanjakan terjal ke Baduy Dalam.

Saat beristirahat, saya diberi opsi oleh Ayah Idong: melanjutkan perjalanan ke rumah di Cibeo atau menginap di rumah ayah yang lain, yakni di ladang selepas tanjakan ini. Saya dan kawan-kawan memilih tidur di ladang, sebab saat itu sudah gelap, angin lumayan kencang, dan kami juga sudah lelah.

baduy dalam

Foto bersama di jembatan bambu/Ika Soewadji

Tanjakan yang bikin ngos-ngosan itu—yang herannya tak bikin kapok meskipun sudah tiga kali saya melewatinya—berakhir. Di langit, bintang bertaburan. Akhirnya kami tiba di rumah Ayah Idong. Ambu, istri Ayah Idong, menyambut kami dengan ramah. Sanan, anak mereka, sudah tidur.

Saya ikut membantu ambu di dapur untuk menyiapkan makan malam. Tiga kawan lain mengambil air untuk salat isya. Tak berapa lama makan malam terhidang. Kami makan bersama dengan menu nasi, sayur, dan telur dadar. Sederhana, namun nikmat.

Selepas makan kami bercengkerama dengan ayah dan keluarga sambil menyeruput teh hangat dan menyantap pisang yang sengaja dipanen kemarin. Saat malam makin larut, saya minta izin untuk istirahat, mengumpulkan tenaga untuk ke Cibeo keesokan harinya.

baduy dalam

Menenun kain dari bahan alami/Ika Soewadji

Kokok ayam membangunkan saya. Hari sudah pagi. Jam di ponsel menunjukkan pukul 4.30. Karena sudah subuh, saya membangunkan Rasyid dan kawan-kawan untuk ambil air.

Melanjutkan perjalanan ke Cibeo

Di dapur, ambu sudah menyalakan api untuk menanak nasi yang akan kami santap sebelum berangkat ke Cibeo. Kemudian, bersama dua anak ayah dan ambu yang lainnya, Darnita dan Pulung, kami bersama-sama menikmati sarapan.

Perlu waktu satu jam bagi kami untuk mencapai rumah ayah di Cibeo. (Itu pun termasuk mampir ke ladang kakek, mertua Ayah Idong, yang sedang panen nangka.) Tuhan menganugerahi Baduy Dalam berbagai kekayaan alam. Makanan, semuanya ada.

baduy dalam

Perempuan Baduy sedang menumbuk padi/Ika Soewadji

Setelah mencicipi nangka, kami pamit dan melanjutkan perjalanan ke Cibeo. Tak berapa lama kami tiba di rumah ayah, menyimpan ransel, kemudian mandi. Tempat mandi laki-laki dan perempuan dibedakan. Perempuan di atas—yang ada pancuran—sementara laki-laki di sungai.

Buat saya, sensasi mandi di Baduy Dalam amat berbeda. Kenapa saya bilang begitu? Karena mandi di sini tidak memakai sabun dan sampo. Sikat gigi pun diganti siwak.

Selepas mandi badan terasa segar. Usai bersih-bersih, kami menuju balai rakyat untuk bersilaturahmi dengan warga Baduy Dalam lainnya yang sedang membuat atap dan bermain angklung. Mereka sangat ramah. Sayang sekali saya tak ingat nama mereka satu per satu, kecuali Juli Amir, Pulung, dan beberapa orang lainnya.

Cibeo, Cikertawarna, dan Cikeusik

Beranjak sore, kami pamit pulang kepada warga Cibeo. Dalam perjalanan kembali ke rumah ayah, kami menjumpai banyak buah-buahan hutan. Ayah mengambil duren dan buah kupa, sementara saya memetik nanas yang tumbuh di jalur trekking (tentu saja seizin ayah). Buah-buahan itu akan kami jadikan bekal untuk perjalanan pulang esok hari.

Tiba di sana, saya menikmati senja sambil membuatkan Sarim dan Sanan kapal-kapalan. Kami juga sempat main kejar-kejaran. Bermain bersama kedua anak kecil ini saya jadi merasa bahwa kebahagiaan itu sesungguhnya sederhana. Suasana seperti itulah yang selalu saya rindukan dari Baduy.

baduy dalam

Bulir-bulir padi/Ika Soewadji

Malam terakhir di Baduy Dalam, kami berdiskusi dengan ayah tentang urang Kenekes, sebutan bagi orang Baduy Dalam. Urang Kanekes cenderung menggunakan pakaian berwarna putih polos—tapi ada juga yang memakai warna hitam—yang disebut dengan jamang sangsang, merujuk pada cara baju tersebut dipakai.

Baju jamang sangsang dikenakan dengan cara disangsangkan ke badan, tak ada kancing maupun saku. Semua dijahit tangan. Bahannya dari alam, yakni pintalan kapas asli yang diperoleh dari hutan. Sebagai bawahan, orang Baduy Dalam memakai sarung warna hitam atau biru tua yang dililit di pinggang. Pakaian Baduy juga dilengkapi dengan ikan kepala dari kain putih sebagai pembatas rambut, yang disebut telekung.

baduy dalam

Padi sedang dijemur/Ika Soewadji

Ada tiga kampung di Baduy Dalam yang masih berpegang teguh pada adat dan tradisi, yakni Cibeo, Cikertawarna, dan Cikeusik. (Tentu saja di ketiga kampung Baduy Dalam tersebut pelancong tak diizinkan memotret dan menggunakan bahan-bahan kimia.) Namun, tiga kali ke Baduy, saya selalu menginap di Cibeo.

Belajar soal kehidupan dari “urang Kanekes”

Masyarakat Baduy Dalam hidup berdampingan dengan alam, gemar jalan (tanpa alas) kaki. Makanya orang Baduy Dalam ramping-ramping. Mereka tidak mengenakan perhiasan emas. Rumah mereka pun sederhana. Orang Baduy Dalam minum dengan gelas bambu dan makan dengan daun pisang tanpa sendok. Sebagai tambahan, mereka juga tidak makan daging kambing.

baduy dalam

Rumah khas Baduy/Ika Soewadji

Kepala suku Baduy Dalam disebut pu’un. Tugasnya menentukan masa tanam dan panen, menerapkan hukum adat, dan mengobati mereka yang sakit. Di Baduy Dalam ada masa ketika mereka tak boleh dikunjungi, yakni “kawalu.” Saat kawalu orang Baduy Dalam berpuasa dan menjalankan ritual, berdoa pada Tuhan agar negara ini tenteram dan aman. Kawalu berlangsung selama tiga bulan.

Sistem pertanian urang Kanekes juga unik. Kebetulan sekali pas saya ke sana sedang musim tanam. Mereka tidak banyak mengubah ladang, semua dilakukan secara sederhana.

Urang Kanekes bermukim di sekitar Pegunungan Kendeng (300-600 mdpl) di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Rangkasbitung, Banten. Mereka berkomunikasi dengan bahasa Sunda, percaya Nabi Adam, dan memeluk Sunda Wiwitan yang merupakan ajaran turun-temurun dari leluhur.

baduy dalam

Kawan seperjalanan ke Baduy Dalam/Ika Soewadji

Pagi pun tiba. Saya bangun, membantu ambu memasak sarapan pagi, nasi goreng dan telur ceplok. Selepas sarapan kami akan diantarkan kembali ke Ciboleger. Saya sempatkan mengajak ambu untuk ke jembatan bambu buat foto bersama.

Perjalanan pulang terasa istimewa. Kami diantar seluruh anggota keluarga Ayah Idong kecuali Pulung. Saya juga diberi ambu sawi dari ladang sebagai oleh-oleh untuk dimasak di rumah.

Jalan-jalan ke Baduy Dalam mengajarkan saya banyak hal tentang kejujuran dan kesederhanaan hidup, bagaimana menyatu dengan alam, serta kearifan lokal.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kembali ke Baduy Dalam appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/perjalanan-ke-cibeo-baduy-dalam/feed/ 0 7214
Apa yang Saya Dapatkan setelah Ikut Kelas Inspirasi Blora? https://telusuri.id/setelah-ikut-kelas-inspirasi-blora/ https://telusuri.id/setelah-ikut-kelas-inspirasi-blora/#comments Tue, 16 Jan 2018 02:30:06 +0000 https://telusuri.id/?p=5728 Ceritanya, setelah dua hari terdampar di Pacitan, Jawa Timur, pagi-pagi sekali tanggal 16 November 2017 kemarin berangkatlah saya ke Blora, Jawa Tengah. Perjalanan panjang. Soalnya saya mesti transit di Solo dan Purwodadi sebelum bisa mencapai...

The post Apa yang Saya Dapatkan setelah Ikut Kelas Inspirasi Blora? appeared first on TelusuRI.

]]>
Ceritanya, setelah dua hari terdampar di Pacitan, Jawa Timur, pagi-pagi sekali tanggal 16 November 2017 kemarin berangkatlah saya ke Blora, Jawa Tengah. Perjalanan panjang. Soalnya saya mesti transit di Solo dan Purwodadi sebelum bisa mencapai Blora.

Yang mengesankan adalah sewaktu perjalanan Solo-Purwodadi. Bus Rela yang saya tumpangi barangkali mendapatkan namanya dari kerelaannya untuk ngebut, seolah-olah penumpang yang diangkutnya adalah kambing bukannya manusia. Hujan deras semakin menguji iman saya—atap bis bocor.

kelas inspirasi

Para murid memamerkan hasil karya mereka/Rifky Akbar

Dari Purwodadi ke Blora jalannya sudah lumayan bagus. Hanya saja bis itu jalannya lambat seperti keong. Rasa lelah dan kantuk bikin saya cepat bosan. Begitu magrib tiba, akhirnya saya dan rekan tiba di tujuan. Kami diturunkan di dekat Alun-Alun Blora.

Tapi, ngapain saya jauh-jauh ke Blora?

Kecanduan ikut Kelas Inspirasi

Jauh-jauh ke Blora, tujuan saya adalah untuk berpartisipasi dalam Kelas Inspirasi. Buat yang baru pertama kali dengar soal Kelas Inspirasi, dapatlah saya jelaskan secara singkat.

Kelas Inspirasi adalah kegiatan yang memfasilitasi para profesional untuk berbagi pengalaman dan inspirasi tentang profesi mereka kepada siswa sekolah. Harapannya, para siswa akan punya lebih banyak alternatif cita-cita, serta menjadi lebih termotivasi untuk memiliki mimpi yang besar. Yang saya ikuti kali ini, Kelas Insprasi Blora, akan berbagi dengan para siswa di sebelas sekolah dasar (SD) di Blora.

kelas inspirasi

Anak-anak selalu senang melihat foto-foto yang tersimpan dalam kamera/Rifky Akbar

Banyak hal menarik yang saya temui saat terjun ke dunia Kelas Inspirasi. Selain pengalaman, saya juga mendapat wawasan baru, inspirasi baru, dan keluarga baru. Tentu saja—ini yang buat saya paling menyenangkan—saya juga melihat keindahan-keindahan baru. Tak semata keindahan alam, melainkan juga keindahan-keindahan lain yang ikut menghiasi roda kehidupan.

Kelas Inspirasi bagai candu bagi saya. Banyak kearifan lokal baru yang saya temui, juga senyum dan keramahan anak-anak serta penduduk setempat—semua yang, terus terang, tidak saya temui di kota.

Mendongengkan keindahan Indonesia dari barat hingga timur

Kelas Inspirasi yang saya ikuti kali ini diadakan di Banjarejo, salah satu kecamatan di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Sebagian besar penduduk Kecamatan Banjarejo bekerja di sektor pertanian.

Saya dapat kesempatan berbagi inspirasi di kelas 1, 3, dan 6 di SDN 1 Sembongin. Mengajar anak-anak dari kelas yang berbeda membuat saya mendapatkan pengalaman yang berbeda-beda pula. Namun, di setiap kelas saya selalu disambut dengan meriah.

Terus apa yang saya sampaikan di Kelas Inspirasi Blora kemarin?

Sebagai acuan, saya biasanya menyampaikan materi dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan, yakni: Siapakah aku? Apa profesiku? Apa yang dilakukan profesiku setiap hari saat bekerja? Di mana aku bekerja? Apa peran/manfaat dari profesiku di masyarakat? Bagaimana menjadi aku?

kelas inspirasi

Foto bersama para murid/Rifky Akbar

Untuk pembuka, saya lebih banyak memberikan motivasi agar mereka lebih tekun membaca dan belajar agar bisa meneruskan sekolah, terutama buat mereka yang sudah duduk di kelas 6.

Lalu mulailah saya bercerita tentang profesi saya sebagai travel blogger. Ditemani Piko, boneka tangan yang selalu saya bawa, saya mendongengkan keindahan Indonesia dari barat hingga timur. Saya juga memperlihatkan foto dan memutar video perjalanan yang saya lakukan bersama kawan-kawan.

Saya perkenalkan mereka dengan cara membaca peta, dengan nama-nama ibukota provinsi beserta letaknya, dengan rumah adat, rumah ibadah, dan lain-lain. Melihat antusiasme anak-anak itu saat menyerap materi, keinginan untuk memajukan pendidikan Indonesia pun semakin terpupuk dalam diri saya.

Bukan membagi inspirasi, tapi berbagi inspirasi

Ada tiga tahapan penting dalam penyelenggaraan Kelas Inspirasi, yakni briefing, hari inspirasi, dan refleksi. Briefing dan hari inspirasi sudah lewat. Sekarang tinggal tahapan terakhir yakni refleksi. Refleksi Kelas Inspirasi Blora Sesi 1 kami adakan di Pendopo Bupati Blora tanggal 18 November 2017.

Pada sesi refleksi, relawan dapat membagikan apa yang dialami dan inspirasi apa yang diperoleh selama mengajar siswa SD. Sesi ini menjadi penting dilakukan untuk tetap menjaga semangat dan antusiasme relawan dalam berkontribusi di dalam dunia pendidikan Indonesia.

kelas inspirasi

Menggantung cita-cita setinggi-tingginya/Rifky Akbar

Setiap kali berbagi di Kelas Inspirasi, saya merasa justru sayalah yang diinspirasi oleh semangat belajar dan rasa ingin tahu “murid-murid” yang saya ajar.

Tapi, selesai refleksi, kami tidak langsung pulang ke kota masing-masing. Di malam terakhir, kami dibawa dengan truk Satpol PP melintasi jalan gelap diapit hutan jati menuju Pendopo Samin.

Bagi kamu yang belum tahu, Samin adalah komunitas di Blora yang terkenal dengan kemandiriannya. Selain itu, orang Samin juga sangat cinta lingkungan. Mereka hanya mau menebang pohon yang mereka tanam sendiri. Mereka sangat memegang teguh kejujuran serta tidak menebar permusuhan antarsesama makhluk hidup.

Begitulah. Banyak sekali yang saya dapat dari Kelas Inspirasi Blora. Semoga saya berkesempatan untuk ikut berbagi inspirasi di daerah-daerah lain di penjuru Indonesia.

The post Apa yang Saya Dapatkan setelah Ikut Kelas Inspirasi Blora? appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/setelah-ikut-kelas-inspirasi-blora/feed/ 4 5728