Irfani Prabaningrum, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/irfani-prabaningrum/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Wed, 12 May 2021 07:25:38 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Irfani Prabaningrum, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/irfani-prabaningrum/ 32 32 135956295 Melawat ke Makam Kehormatan Belanda https://telusuri.id/melawat-ke-makam-kehormatan-belanda/ https://telusuri.id/melawat-ke-makam-kehormatan-belanda/#respond Tue, 11 May 2021 21:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=27905 Akhir tahun lalu, saya mengikuti kegiatan walking tour bersama Jakarta Good Guide yang beberapa tahun terakhir dikenal sebagai komunitas penyedia layanan tur berjalan kaki mengelilingi beberapa titik bersejarah di ibukota. Tour yang disediakan berbasis pay-as-you-wish...

The post Melawat ke Makam Kehormatan Belanda appeared first on TelusuRI.

]]>
Akhir tahun lalu, saya mengikuti kegiatan walking tour bersama Jakarta Good Guide yang beberapa tahun terakhir dikenal sebagai komunitas penyedia layanan tur berjalan kaki mengelilingi beberapa titik bersejarah di ibukota. Tour yang disediakan berbasis pay-as-you-wish dengan pemandu yang telah mengantongi lisensi dari Dinas Pariwisata DKI Jakarta.

Semasa pandemi ini, Jakarta Good Guide sempat vakum namun belakangan aktif kembali dengan pembatasan peserta, pelaksanaan protokol kesehatan sesuai dengan anjuran pemerintah dan durasi kegiatan yang dipersingkat. Umumnya peserta dibatasi hanya kurang lebih tiga puluh peserta, meski seringkali peserta yang sudah mendaftar tidak hadir pada hari pelaksanaan kegiatan. Kali ini, kami berkunjung ke Ereveld Menteng Pulo yang terletak selemparan batu dari Mall Kota Kasablanka. 

Nisan sesuai agama yang dipeluk/Irfani Prabaningrum (foto disamarkan)

Ereveld Menteng Pulo merupakan salah satu dari tujuh makam kehormatan Belanda di Indonesia. Nyaris 25.000 korban perang pada masa Perang Dunia II di Asia Tenggara dan selama masa revolusi dimakamkan di tujuh makam kehormatan Belanda yang berada di Pulau Jawa.

Awal mulanya, mereka dimakamkan di 22 makam kehormatan Belanda yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, atas permohonan pemerintah Indonesia setelah penyerahan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 60-an, makam kehormatan Belanda dipusatkan di Pulau Jawa. 

Sejujurnya, saya tidak pernah membayangkan akan mendapat kesempatan untuk menyambangi Ereveld. Tiap kali berkunjung ke Mall Kota Kasablanka hanya bisa melihat saja. Nah, rupanya Ereveld bisa dikunjungi untuk umum setiap hari dari pukul 07.00 – 17.00 WIB. Gerbangnya nampak tertutup namun bukan berarti eksklusif. Pengunjung dapat menekan bel yang berada di samping pagar, kemudian menunggu petugas membukakan pintu. 

Sehari-hari ada mbak Wulan dan beberapa pegawai lainnya yang bertugas di Ereveld Menteng Pulo. Kalau naik motor atau mobil bisa parkir di depan Ereveld, pintu gerbangnya terletak di depan Kelurahan Menteng Atas.  Oh ya, sebelum memasuki Ereveld juga harus mengisi buku tamu untuk dokumentasi bagi yayasan.

Kini Ereveld hanya tersisa tujuh kompleks pemakaman meliputi Ereveld Menteng Pulo dan Ereveld Ancol di Jakarta, Ereveld Kalibanteng dan Ereveld Candi di Semarang, Ereveld Leuwigajah dan Ereveld Pandu di Bandung serta Ereveld Kembang Kuning di Surabaya.

Ereveld yang berada di bawah Yayasan Makam Kehormatan Belanda (Oorlogsgravenstichting) bertujuan untuk merawat peninggalan sejarah Indonesia-Belanda dan memastikan agar korban peperangan dan cerita dibaliknya mendapat pengakuan selayaknya. 

Columbarium di Samping Gereja Simultan/Irfani Prabaningrum

Makam di Ereveld ini selain rapi, juga sangat toleran akan keberagaman agama. Nisan yang ada di Ereveld disesuaikan dengan agama yang dipeluk para korban. Ada beragam jenis nisan, salah satunya nisan yang berbentuk salib untuk laki-laki Kristen, salib berukir untuk perempuan Kristen, bintang untuk orang Yahudi dan polos untuk orang Buddha. Sementara pada adapula nisan untuk Muslim (tentara KNIL) yang bentuknya seperti nisan-nisan pada umumnya di Indonesia serta serta nisan untuk pemakaman masal.

Pemakaman massal diperuntukkan untuk kejadian luar biasa seperti adanya peristiwa pertempuran besar sehingga terjadi penumpukan jenazah dan jenazah tidak dikenali satu per satu. Ada pula jenazah yang tidak dikenali lalu pada nisan tertulis ‘onbekend‘ artinya adalah tidak bernama.

Saat itu saya baru tahu kalau istilah beken itu serapan dari bahasa Belanda yang menunjukkan arti ternama atau populer. Selain bentuk nisan yang variatif, pada bagian belakang nisan dilengkapi dengan nomor yang diperuntukkan untuk mengetahui kolom dan baris lokasi nisan sehingga peziarah lebih mudah menemukan makam yang ingin diziarahi. Terdapat katalog yang tersedia di area penerimaan tamu, sehingga peziarah juga dapat mencari nomor dari makam yang ingin dikunjungi.

Bagian Dalam Gereja Simultan/Irfani Prabaningrum

Ereveld dilengkapi pula dengan Gereja Simultan yang tidak digunakan sebagai tempat peribadatan seperti gereja pada umumnya, namun bisa digunakan untuk peringatan seluruh agama. Di samping gereja, ada pula Columbarium yang menyimpan abu jenazah tentara Belanda yang gugur dan dikremasi pada masa penjajahan Jepang.

Di dekat Columbarium ada kaca patri yang merefleksikan hubungan baik antara Belanda dengan Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan dua orang yang saling berpegangan dimana salah satu orang tersebut menggunakan blangkon yang mencirikan orang Indonesia (Jawa pada khususnya) sementara satunya merupakan orang Belanda. 

Yayasan Makam Kehormatan Belanda menyediakan jasa peletakan bunga bagi keluarga korban perang. Keluarga korban yang umumnya saat ini berada di Belanda atau belahan bumi lainnya bisa memesan rangkaian bunga dan menyematkannya di makam yang dimaksud.

Umumnya keluarga korban memesan jasa ini ketika hari ulang tahun korban atau hari peringatan lainnya. Yayasan ini juga menyediakan jasa organisir perjalanan ziarah untuk keluarga korban maupun kerabat lainnya ke makam-makam kehormatan Belanda yang terdapat di Indonesia (Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya) maupun Thailand dan Myanmar.

Namun sayangnya, semakin ke sini peziarah yang mengunjungi Ereveld makin sedikit. Salah satunya disebabkan makin jauhnya keterkaitan hubungan kekerabatan dengan korban.

Legal standing Ereveld menjadi lemah apabila peziarah berkurang atau bahkan tidak ada lagi yang berkunjung, karena tujuan Ereveld adalah mengenang para korban perang. Ereveld sendiri berdiri di tanah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, meski manajemen dari pihak Kerajaan Belanda. Sehingga, Ereveld membuka diri untuk umum dengan harapan agar eksistensi Ereveld tetap lestari.

Cerita ini juga saya dedikasikan untuk merawat ingatan akan sejarah kelam masa lampau dan mengajak serta kalian untuk berkunjung ke makam kehormatan Belanda.

The post Melawat ke Makam Kehormatan Belanda appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/melawat-ke-makam-kehormatan-belanda/feed/ 0 27905
Mencuri Waktu ke Kawah Kelimutu https://telusuri.id/mencuri-waktu-ke-kawah-kelimutu/ https://telusuri.id/mencuri-waktu-ke-kawah-kelimutu/#respond Fri, 03 Jul 2020 05:15:26 +0000 https://telusuri.id/?p=22829 Ada yang mengganjal rasanya jika ke Flores tapi tidak mampir ke Kelimutu, gunung dengan tiga kawah yang terbentuk akibat aktivitas vulkanis. Karena warna air setiap kawah berbeda, danau ini dikenal sebagai Danau Triwarna. Nama Kelimutu...

The post Mencuri Waktu ke Kawah Kelimutu appeared first on TelusuRI.

]]>
Ada yang mengganjal rasanya jika ke Flores tapi tidak mampir ke Kelimutu, gunung dengan tiga kawah yang terbentuk akibat aktivitas vulkanis. Karena warna air setiap kawah berbeda, danau ini dikenal sebagai Danau Triwarna. Nama Kelimutu sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa setempat, yakni “keli” yang memiliki arti “gunung” dan “mutu” yang berarti “mendidih.”

Gunung Kelimutu dapat ditempuh dalam waktu sekitar satu jam dari pusat kota Ende. Bila hendak menanti matahari terbit di puncak gunung, biasanya wisatawan menginap di Moni, sebuah desa di kaki Gunung Kelimutu. Banyak moda transportasi yang bisa mengantarkan kita ke sana, entah kendaraan umum atau sewaan.

Angkutan umum banyak, sebab akses menuju Gunung Kelimutu berada di jalan nasional yang menghubungkan Ende dan Maumere. Kendaraan umum hanya akan mengantar sampai persimpangan menuju Gunung Kelimutu, sementara kendaraan sewaan bisa membawamu sampai atas. Moda transpor yang terakhir disebut ini memang jauh lebih nyaman—dan bisa menghemat waktu.

Seekor monyet liar di trek menuju puncak Gunung Kelimutu/Irfani Prabaningrum

Berhubung saya dan rekan-rekan berada di Ende untuk urusan pekerjaan, Kawah Kelimutu baru sempat kami datangi di hari terakhir, pagi hari sebelum penerbangan ke lokasi proyek selanjutnya, Kupang.

Awalnya, saya kurang yakin kami bisa pergi ke Kawah Kelimutu dalam waktu yang lumayan sempit begitu. Saya khawatir waktu kami tidak akan cukup untuk melakukan perjalanan bolak-balik dari Ende ke kawasan Taman Nasional Kelimutu ditambah trekking ke Danau Triwarna. Selain itu, saya juga tidak cukup percaya diri karena tidak melakukan persiapan fisik dan tak membawa perlengkapan yang memadai. Kebiasaan saya yang tak pernah membawa jaket juga membuat saya takut akan kena hipotermia di atas sana. Namun, sopir kami, yang sudah biasa membawa tamu ke Kawah Kelimutu, cukup percaya diri dengan keterbatasan waktu maupun persiapan kami yang serba mendadak itu. Semoga tidak ada hal lain yang menghambat perjalanan kami.

Perjalanan itu sebenarnya tak berlangsung lama. Tapi waktu terasa lambat karena saya pusing akibat jalan yang meliuk-liuk seperti ular. Rupanya tidak hanya saya saja yang menderita, rekan-rekan saya juga. Muka mereka pucat menahan mual. Untungnya, pemandangan di kanan-kiri bisa mengalihkan perhatian.

Danau Tiwu Ata Polo dan Tiwu Nuwa Muri Koo Fai/Irfani Prabaningrum

Sesampai di tempat parkir, kami langsung berjalan menyusuri jalur menuju Kawah Kelimutu. Matahari muncul perlahan-lahan dan sinarnya pelan-pelan menghangatkan tubuh saya yang hanya berlapis baju tipis. Rupanya jalur menuju kawah tidaklah seterjal yang saya bayangkan. Beberapa jalur sudah diberi bata beton sementara sisanya masih tanah yang dipadatkan. Masih banyak hewan yang dapat kami lihat sepanjang jalan, dari burung-burung yang ribut berkicau hingga kawanan monyet liar.

Kemudian kami melihat dua danau pertama di sebelah kanan, yakni Tiwu Nuwa Muri Koo Fai dan Tiwu Ata Polo. Meskipun berbeda, nuansa warna kedua danau itu serupa, yakni biru kehijauan. Ketika itu, akhir September tahun lalu, Tiwu Nuwa Muri Koo Fai cenderung biru telur asin, sementara Tiwu Ata Polo cenderung kehijauan. Sebelumnya, warna Tiwu Ata Polo merah. Perubahan musimlah yang membuatnya berganti warna. Danau Tiwu Nuwa Muri Koo Fai dipercaya sebagai persemayaman roh anak-anak muda, sementara Danau Tiwu Ata Polo adalah tempat bagi roh orang yang jahat.

Tangga menuju puncak Gunung Kelimutu/Irfani Prabaningrum
Tiwu Ata Mbupu/Irfani Prabaningrum

Danau ketiga kami jumpai di sisi kiri di setapak menuju puncak. Namanya Tiwu Ata Mbupu, airnya berwarna hijau gelap, dan dipercaya sebagai tempat arwah orang tua.

Kami harus melewati anak tangga yang jumlahnya tidak sedikit. Namun lelah tak terasa karena kami sibuk melihat pemandangan, yakni padang rumput yang sebagian tanahnya terbuka dan menunjukkan jenis tanah pasiran khas bentanglahan vulkanik.

Di puncak, banyak wanita desa yang menjajakan makanan dan minuman seperti Pop Mie dan kopi. Ada pula yang menyewakan kain tenun khas Flores. Tak peduli sedang musim liburan atau tidak, mereka tiap hari menjemput rezeki ke Kelimutu. Mereka berangkat dini hari agar sampai di puncak ketika matahari terbit, sehingga wisatawan yang mengejar matahari terbit dapat pula menikmati dagangan yang mereka jual. Kemudian mereka turun siang hari sebelum kabut menyelimut.

Memang jarak antara tempat parkir dan kawah tidak terlalu jauh, hanya sekitar setengah jam jalan kaki dengan kecepatan standar. Namun tetap saja saya sangat salut dengan kegigihan mereka.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mencuri Waktu ke Kawah Kelimutu appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mencuri-waktu-ke-kawah-kelimutu/feed/ 0 22829