Lya Munawaroh https://telusuri.id/penulis/lyamunawaroh/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 05 Jul 2024 07:33:52 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Lya Munawaroh https://telusuri.id/penulis/lyamunawaroh/ 32 32 135956295 Eksplorasi Mengulik Keunikan Pulau Nyamuk di Karimunjawa https://telusuri.id/eksplorasi-mengulik-keunikan-pulau-nyamuk-di-karimunjawa/ https://telusuri.id/eksplorasi-mengulik-keunikan-pulau-nyamuk-di-karimunjawa/#respond Fri, 05 Jul 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42281 Setelah empat hari kami mengeksplorasi keindahan bawah laut Pulau Karimunjawa, masih dalam rangkaian Ekspedisi Layar Biru Karimunjawa, pada Selasa (19/10/2021) kami melanjutkan perjalanan menuju Pulau Nyamuk. Dua instruktur tetap mendampingi untuk aktivitas penyelaman kami. Kami...

The post Eksplorasi Mengulik Keunikan Pulau Nyamuk di Karimunjawa appeared first on TelusuRI.

]]>
Setelah empat hari kami mengeksplorasi keindahan bawah laut Pulau Karimunjawa, masih dalam rangkaian Ekspedisi Layar Biru Karimunjawa, pada Selasa (19/10/2021) kami melanjutkan perjalanan menuju Pulau Nyamuk. Dua instruktur tetap mendampingi untuk aktivitas penyelaman kami.

Kami berangkat dari dermaga Pulau Karimunjawa menggunakan KM Bawana Nusantara 98. Kapal ini berlayar setiap pukul 13.00 WIB pada hari Senin, Selasa, Jumat, dan Sabtu, dengan rute Pulau Karimunjawa–Pulau Parang–Pulau Nyamuk. Adapun jadwal rute sebaliknya adalah hari Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu setiap pukul 17.00. Meski tidak terlalu besar, kapal dengan harga tiket Rp37.000 per orang ini memiliki fasilitas tempat duduk, toilet, televisi, dan ruang kargo untuk barang penumpang.

Eksplorasi Mengulik Keunikan Pulau Nyamuk di Karimunjawa
Tampak depan ruang nakhoda kapal KM Bawana Nusantara 98 yang mengantar kami ke Pulau Nyamuk/Lya Munawaroh

Perjalanan ke Pulau Nyamuk memakan waktu selama tiga jam. Untuk menghilangkan kejenuhan, aku berpindah ke bagian depan kapal yang merupakan area terbuka. Sewaktu akan duduk, seorang bapak paruh baya menyapaku. Setelah bertegur sapa menanyakan asal daerah dan tempat tujuanku, kami pun berbincang agak lama. 

Bapak itu bercerita kalau ia berasal dari Pulau Parang. Saat ini bekerja sebagai pegawai negeri dan sedang ingin pulang kampung. Katanya, ia sering melakukan perjalanan laut seperti ini sewaktu sekolah dulu. Cuma bedanya dahulu perjalanan keluar pulau masih sulit dan perlu biaya besar, apalagi transportasi macam kapal KM Bawana Nusantara 98 belum ada. Berdasarkan informasi, ternyata KM Bawana Nusantara baru beroperasi pada 2021. Sebelum itu, untuk menuju Pulau Nyamuk atau Pulau Parang biasanya masyarakat menyewa kapal nelayan dengan tarif mulai dari 700 ribu sampai 1 juta rupiah. 

Perjalanan kami tak terasa membosankan, karena pemandangan pulau-pulau Karimunjawa begitu memanjakan mata. Sore hari, kami akhirnya tiba di Pulau Nyamuk. Suasana dermaga saat itu sangat ramai. Terlihat banyak anak kecil melompat dan berenang dengan gembira. Banyak pula kuli panggul, hingga ibu-ibu berdaster sambil menggendong anak, yang tampak sedang menunggu kedatangan kapal.

Yang kurasakan pertama kali setibanya di pulau ini adalah keramahan warganya. Mereka menyambut sangat baik kepada para pengunjung atau pendatang. Kami dijemput salah seorang warga dengan menggunakan kendaraan motor roda tiga merek Tossa. Kami diantar menuju rumah Bu Faristiana, posko tempat kami menginap selama tiga hari kegiatan di pulau ini. Saking baiknya, beliau dengan sukarela meminjamkan rumahnya tanpa memungut biaya. Sebagai ganti kami hanya perlu memesan makanan selama kami di rumahnya.

  • Eksplorasi Mengulik Keunikan Pulau Nyamuk di Karimunjawa
  • Eksplorasi Mengulik Keunikan Pulau Nyamuk di Karimunjawa

Hanya Ada Satu Desa di Pulau Nyamuk

Seusai membereskan barang-barang, kami berkunjung ke rumah petinggi atau kepala Desa Nyamuk. Kami bermaksud meminta izin untuk melaksanakan kegiatan di desa ini. Meski sebelumnya kami telah berkomunikasi melalui telepon, tetapi sudah sepantasnya kami menemui beliau secara langsung, sekaligus agar bisa mengulik lebih dalam mengenai desa ini.

Desa Nyamuk adalah satu-satunya desa yang ada di pulau seluas 139,5 ha tersebut. Terdapat total 649 jiwa penduduk dengan 222 kepala keluarga, yang terbagi menjadi empat RT dan dua RW. Secara administrasi, Desa Nyamuk termasuk wilayah Kecamatan Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah. Desa ini berdiri sejak tahun 2011 yang merupakan pemekaran dari Desa Parang di Pulau Parang.

Desa Nyamuk dipimpin Bapak Muaziz, yang menjabat sejak 28 Desember 2020 dengan masa akhir jabatan Desember 2024. Pak Muaziz adalah petinggi pengganti dari petinggi sebelumnya yang telah meninggal. Beliau dipilih secara PAW (pemilihan antar waktu), yaitu pemilihan yang hanya melibatkan beberapa tokoh masyarakat, seperti perangkat desa, BPD, tokoh pendidikan, dan tokoh agama.

Kami sangat penasaran dengan asal mula nama Pulau Nyamuk. Atas saran Pak Muaziz, kami menemui seorang perangkat desa yang mengetahui sejarah Pulau Nyamuk. Jika mengacu informasi di internet, pulau ini dinamakan demikian karena bentuknya yang kecil seperti nyamuk. Namun, ternyata ada versi yang lain.

Dari wawancara kami bersama seorang perangkat desa, terungkap bahwa penamaan Pulau Nyamuk berasal dari singkatan “Nyantri Mukti”. Nyantri Mukti diartikan sebagai bakti seorang santri kepada gurunya. Dahulu ada seorang sunan yang menyuruh santrinya menimba ilmu di suatu pulau. Pulau yang ditempati santri tersebut kemudian dikenal dengan Pulau Nyamuk. Cerita tersebut diperkuat dengan adanya petilasan sebuah sumur wali, yang di sekitarnya terdapat makam Syekh Abdullah atau Mbah Sumur Wali.

Eksplorasi Mengulik Keunikan Pulau Nyamuk di Karimunjawa
Instalasi panel surya di Desa Nyamuk/Lya Munawaroh

Keterbatasan Fasilitas di Desa Nyamuk

Setelah mewawancarai perangkat desa, sebelum petang kami menyempatkan jalan-jalan menelusuri pulau. Para anak kecil Pulau Nyamuk sangat antusias mengantar kami ke sebuah pantai yang tak jauh dari posko. Sebelum mencapai pantai, kami melewati area panel surya yang tak terlalu luas. Panel surya inilah yang menjadi sumber listrik utama di Desa Nyamuk yang dibangun pada 2016. 

Sepetak sumber energi surya ini, tentu belum cukup memenuhi kebutuhan listrik semua warga. Penggunaannya pun masih dibatasi untuk setiap kepala keluarga, yakni hanya sebesar 1.500 kWh per bulan. Jika penggunaan habis pakai biayanya sebesar Rp90.000, sedangkan untuk pengisian ulang listrik dijadwalkan setiap pukul 14.00 WIB.

Desa Nyamuk berada di pulau terluar dari gugusan Kepulauan Karimunjawa dan berada di tengah laut lepas antara Jawa–Sulawesi. Selain keterbatasan pasokan listrik, fasilitas lainnya, seperti transportasi, pendidikan, serta kesehatan juga masih minim. Transportasi kapal yang memadai saja baru ada pada tahun 2021. Apalagi dari segi fasilitas pendidikan. Desa Nyamuk hanya memiliki satu sekolah, yaitu SDN 03 Parang. Setelah anak-anak lulus SD, mayoritas orang tua mengirim anak mereka untuk menempuh pendidikan di pondok pesantren di kota Jepara atau kota lainnya.

Untuk fasilitas kesehatan, di Desa Nyamuk hanya ada satu bidan desa dan satu bidan dari pemerintah daerah. Keadaan ini tentu menyulitkan masyarakat ketika ingin berobat. Adapun fasilitas ibadah hanya ada satu masjid dan tiga musala yang tersebar di tiga RT.

Di desa ini belum ada tempat ibadah umat agama lain, karena hampir seluruh penduduk Pulau Nyamuk beragama islam. Latar belakang sukunya beragam, mulai dari Madura, Bugis, Buton, dan Jawa sebagai mayoritas. Meskipun merupakan desa kecil, tetapi Desa Nyamuk memiliki potensi wisata yang tak kalah dengan desa lain di Kepulauan Karimunjawa. Desa Nyamuk memiliki pantai-pantai yang indah dengan panorama matahari terbit dan tenggelam.

Kata Pak Muaziz, mulai tahun 2021 pemerintah desa sudah bekerja sama dengan salah satu dosen Universitas Diponegoro untuk memetakan potensi wisata di pulau ini. Kerja sama tersebut tentu diharapkan dapat meningkatkan minat wisatawan untuk mengunjungi Desa Nyamuk.

Fakta Menarik Lainnya di Desa Nyamuk

Selama menelusuri dan mengamati Desa Nyamuk, kami menemukan fakta-fakta menarik. Selain ramah, masyarakat Desa Nyamuk juga kental dengan budaya gotong royong. Hal itu sebenarnya sudah kami amati saat di dermaga. Semua warga saling membantu dalam aktivitas bongkar muat barang ketika kapal telah tiba atau akan berangkat. Kegiatan gotong royong juga dilakukan ketika membangun tower Wifi bersama.

Fakta menarik lainnya, di desa ini kebanyakan kendaraan bermotor tidak mempunyai plat nomor. Kami berasumsi, itu karena akomodasi dari Desa Nyamuk menuju pusat pemerintahan Karimunjawa cukup jauh dan harus menyeberang beberapa kali. Sehingga mungkin saja sebagian warga desa enggan untuk mengurus syarat administrasi kepemilikan kendaraan bermotor. Alasan lainnya, bisa saja karena di desa ini kecil kemungkinan adanya kasus pencurian serta tidak adanya razia dari polisi. Mereka sering meninggalkan kunci motor mereka di motor tanpa merasa takut.

Di Desa Nyamuk hampir setiap rumah memiliki gazebo pribadi dan terpasang hammock di depan rumah. Kalau fakta yang ini tak begitu mengherankan, karena cuaca di sini ketika siang hari sangat terik dan panas. Daripada berada di dalam rumah menahan gerah, akan lebih nyaman bagi masyarakat Desa Nyamuk bercengkerama dengan keluarga atau beristirahat setelah melaut, sambil merasakan terpaan angin sepoi-sepoi.

Fakta selanjutnya, masyarakat Desa Nyamuk dalam mengakses internet sangat bergantung pada WiFi. Itu karena hanya jaringan seluler yang kuat, seperti Telkomsel yang memiliki sinyal di desa ini. Setiap rumah di desa ini pasti memiliki WiFi, tetapi ada juga WiFi umum yang dipasang di Balai Desa Nyamuk. Namun, kabarnya dalam kurun waktu terdekat provider Telkomsel akan dibangun dan dikembangkan di Pulau Nyamuk. 

Hal penting selanjutnya yang membuatku kagum adalah desa ini bersih dan asri. Selama kami mengelilingi desa, hampir setiap halaman rumah warga sangat bersih dan hampir tidak ada satu helai daun di teras rumah. Padahal ada banyak pohon tumbuh subur di depan rumah. Sesuatu yang sederhana, tetapi sangat hebat karena belum tentu bisa diterapkan oleh kami sebagai mahasiswa yang bergelar pencinta alam.

Fakta terakhir, karena dikelilingi oleh lautan luas, Desa Nyamuk menyimpan hasil laut melimpah. Tak heran jika mayoritas penduduk bekerja sebagai nelayan. Meskipun begitu, beberapa penduduk juga ada yang berkebun dan beternak. Selain hasil laut, kondisi tanah desa ini juga sangat subur. Beberapa tumbuhan dapat tumbuh baik, seperti mangga, kelapa, dan tanaman rambat lainnya. 

Setiap sisi Desa Nyamuk memang unik dan menarik. Kekhasan potensi dan keramahan warga desa bisa menarik minat pengunjung untuk singgah di pulau ini dengan tujuan berlibur atau melakukan kegiatan sosial. Berbagai upaya juga masih terus dilakukan oleh pemerintah setempat dan penduduk sekitar untuk membuat desa ini lebih maju lagi.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Eksplorasi Mengulik Keunikan Pulau Nyamuk di Karimunjawa appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/eksplorasi-mengulik-keunikan-pulau-nyamuk-di-karimunjawa/feed/ 0 42281
Menjelajah Hutan Indrakila, Sisi Barat Gunung Ungaran https://telusuri.id/menjelajah-hutan-indrakila-sisi-barat-gunung-ungaran/ https://telusuri.id/menjelajah-hutan-indrakila-sisi-barat-gunung-ungaran/#respond Wed, 15 May 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41925 Semenjak aku bergabung di unit kegiatan mahasiswa (UKM) pencinta alam kampusku, kegiatan pendakian yang aku lakukan tidak lagi sekadar trekking di jalur pendakian biasa, mendirikan tenda, lalu pulang. Lebih dari itu, pendakian yang dilakukan biasanya...

The post Menjelajah Hutan Indrakila, Sisi Barat Gunung Ungaran appeared first on TelusuRI.

]]>
Semenjak aku bergabung di unit kegiatan mahasiswa (UKM) pencinta alam kampusku, kegiatan pendakian yang aku lakukan tidak lagi sekadar trekking di jalur pendakian biasa, mendirikan tenda, lalu pulang. Lebih dari itu, pendakian yang dilakukan biasanya sekaligus membuka jalur baru yang belum ada ataupun menjelajah jalur yang paling sepi dan sudah lama tidak dilalui oleh para pendaki. Bukan tanpa maksud apa-apa, melainkan bertujuan untuk melatih keterampilan ilmu navigasi serta skill survival kami di alam bebas.

Gunung yang sering kami jadikan tempat latihan adalah Gunung Ungaran. Jika biasanya para pendaki melalui jalur pendakian Mawar, Gedong Songo, Promasan, atau Perantunan, kami justru memilih Indrakila. Mungkin tidak terkenal di kalangan para pendaki, tetapi jalur tersebut cukup sering dilalui warga untuk berburu dan dijadikan tempat latihan bagi para kelompok pencinta alam. 

Dimulai dari Dukuh Indrakila

Jalur pendakian Indrakila berada di Dukuh Indrakila, Desa Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Kami menuju Indrakila menggunakan mobil bak untuk menampung sepuluh orang personel tim beserta peralatan. Dari kampus kami, perjalanan memakan waktu sekitar 45 menit. Jalan menuju dukuh lumayan sempit dan hanya cukup dilalui satu kendaraan roda empat, sehingga kami harus berhati-hati terutama saat melewati jalan yang berkelok-kelok dan menanjak. 

Titik awal pendakian jalur ini adalah rumah kepala dukuh yang berada paling ujung dan tidak bisa dijangkau dengan kendaraan roda empat. Kami harus berjalan kaki sejauh 400 meter dari lokasi pemberhentian terakhir di mana kendaraan bisa parkir. Memang tidak jauh, tetapi medan yang langsung menanjak tajam membuat kami sedikit terengah-engah. Sesampainya di sana, kami meminta izin kepada kepala dukuh untuk melakukan pendakian. 

“Hati-hati, ya. Kalau hujan jalannya licin. Selalu utamakan keselamatan,” pesannya setelah memberi kami izin. Kami pun mengangguk patuh dan berterima kasih.

Untuk meregangkan otot-otot kami, terlebih dahulu kami melakukan pemanasan. Kemudian dilanjutkan dengan orientasi medan untuk menentukan titik koordinat awal perjalanan yang akan kami lalui. Meski dengan GPS bisa saja kami mengetahui koordinat dengan mudah, tetapi kali ini kami harus menggunakan peta manual dengan dibantu kompas. Beres menentukan koordinat, tak lupa kami berdoa bersama sebelum melangkahkan kaki memasuki hutan Indrakila.

Menjelajah Hutan Indrakila, Sisi Barat Gunung Ungaran
Menjelajah rimbunnya hutan Indrakila/Lya Munawaroh

Perubahan Rencana

Di awal pendakian, medan yang kami lalui berupa jalan setapak yang sering dilewati warga dengan vegetasi berupa kebun kopi. Setengah jam kami berjalan, kami istirahat sejenak selama lima menit. Manajemen perjalanan seperti ini kami lakukan secara berkala untuk menjaga kondisi fisik supaya tidak mudah lelah. 

Di sela-sela istirahat, kami kembali melaksanakan orientasi medan. Lantas kami melakukan resection untuk mengetahui sampai mana perjalanan kami dan medan seperti apa yang akan kami lewati selanjutnya. Saat resection kami membidik dua objek berupa punggungan dan tower yang terlihat menggunakan kompas. Dengan begitu kami bisa mengetahui titik koordinat lokasi kami pada peta. Agar lebih akurat, kami mencocokkan koordinat hasil resection dengan GPS yang kami bawa.

Setelah satu jam perjalanan, kami memasuki kawasan vegetasi berupa pohon pinus dengan medan jalan setapak yang semakin menanjak. Kami terus menyusuri jalan setapak yang telah kami plotting sebelumnya. Namun, ternyata itu adalah jalan buntu dan yang kami temui malah semak belukar. Kami segera berkumpul dan mengeluarkan peta, lalu merapatkan rencana perubahan jalur pendakian.

Menjelajah Hutan Indrakila, Sisi Barat Gunung Ungaran
Briefing singkat perubahan jalur pendakian/Lya Munawaroh

“Punggungan ini sepertinya daerah Curug Lawe,” tunjuk Mas Hardi (pendamping tim pendakian) pada punggungan sebelah kanan jalur yang kami plotting. Ia pun bertanya dan meminta kami mengambil keputusan, “Kalau kita teruskan jalan ke atas punggungan ini harus babat jalur. Jadi, kalian mau babat jalur ke atas atau pindah punggungan?”

Akhirnya setelah briefing singkat, kami memutuskan untuk pindah punggungan karena mempertimbangkan waktu dan kondisi fisik tim. Itu berarti kami harus menuruni bukit dulu sebelum naik ke punggungan di sebelah kanan. 

Kami sedikit kesulitan berjalan kala menuruni bukit yang lumayan curam. Ditambah dengan tekstur tanah yang gembur membuat kami beberapa kali terperosok saat menginjakkan kaki. Kami semakin dalam menuruni bukit hingga akhirnya kami sampai di lembahan dan menemukan sungai. 

Menjelajah Hutan Indrakila, Sisi Barat Gunung Ungaran
Foto bersama sebelum menyantap makan siang di tepi sungai/Lya Munawaroh

Sebelum melanjutkan perjalanan, kami beristirahat sebentar untuk mengisi perut dan melaksanakan salat Duhur. Kami membuka satu per satu bekal yang kami bawa lalu menggelarnya di tanah untuk dijadikan satu.

Makan siang kali ini begitu syahdu, ditemani kicauan burung dan suara gemericik air sungai. Embusan angin menggerakkan dedaunan pohon-pohon yang menjulang tinggi, terasa begitu sejuk kala menerpa tubuh. Seusai makan dan salat, kami mengisi botol-botol kami dengan air sungai sebagai bekal melanjutkan perjalanan. Tujuan kami adalah Promasan, desa terakhir di kaki Gunung Ungaran.

Menuju Kebun Teh Promasan

Kondisi medan setelah menyeberangi sungai lebih sulit daripada sebelumnya. Selain jalur yang semakin terjal, terdapat banyak pohon tumbang yang menyulitkan pendakian. Pun semak belukar di kanan-kiri jalur bisa saja melukai tangan atau kulit sehingga kami harus berhati-hati. Ada kalanya kami melewati medan di samping jurang yang mengharuskan kami tetap fokus supaya tidak celaka.

Menjelajah Hutan Indrakila, Sisi Barat Gunung Ungaran
Perjalanan menuju Kebun Teh Promasan/Lya Munawaroh

Tak berselang lama kami sampai di tempat yang sedikit terbuka dengan terdapat satu pohon besar menjulang. Ternyata tempat ini adalah Pos 4 jalur Indrakila. Pos ini lumayan luas, setidaknya bisa muat untuk 5–7 tenda dome. Terdapat sisa-sisa kayu bakar bekas api unggun dan tercecer beberapa sampah plastik. Di jalur pendakian yang sepi masih ada saja pendaki bandel yang meninggalkan sampah.

Kami beristirahat sejenak meluruskan kaki sambil menyantap camilan untuk menambah energi. Karena kami yakin setelah ini medan akan semakin berat dan menguras fisik. Benar saja, kala beberapa meter kami berjalan, medan berubah menjadi bukit yang curam dengan tanah gembur yang tertutup dedaunan kering. Kami harus berpegangan pada rumput atau tanaman di setiap sisi jalur agar bisa menapakkan kaki dengan tegak.

Usai tiga jam berjalan, kami akhirnya tiba di kebun teh Promasan. Pemandangan luar biasa menyambut kami. Pesona Gunung Ungaran yang dikelilingi hamparan hijau kebun teh dan langit biru di atasnya merupakan perpaduan yang sempurna. Seakan kelelahan kami membelah hutan Indrakila sebelumnya menguap begitu saja saat melihatnya.

Puas berfoto dengan latar lanskap Gunung Ungaran, kami bergegas menuju salah satu rumah warga yang sudah akrab dengan kami. Beliau adalah Pak Min, rumahnya berada tepat di samping rumah Pak RT. Di rumah Pak Min kami mengistirahatkan tubuh sejenak, kemudian beranjak ke Sendang Promasan untuk membersihkan diri. Sendang ini memiliki mata air yang jernih dan sering digunakan para pendaki untuk mengisi air sebagai bekal mendaki serta membilas badan.

Sebenarnya berdasarkan informasi di situs Candi Promasan, sendang tersebut bernama Sendang Pengilon. Namun, karena terletak di dekat Candi Promasan sehingga lebih dikenal dengan Sendang Promasan. Malam itu kami menginap di rumah Pak Min dan menghabiskan waktu dengan mengevaluasi perjalanan kami hari itu dan mempersiapkan kegiatan untuk esoknya.

Walaupun melelahkan, perjalanan menjelajahi hutan Indrakila tetap asyik dan seru. Dari perjalanan ini kami bisa menjelajah medan yang belum pernah kami lalui dengan mengandalkan ilmu navigasi yang telah kami pelajari. Medan yang tidak mudah justru semakin membuat kami terlatih dan meningkatkan kemampuan kami.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menjelajah Hutan Indrakila, Sisi Barat Gunung Ungaran appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menjelajah-hutan-indrakila-sisi-barat-gunung-ungaran/feed/ 0 41925
Dari Sungai Klawing ke Serayu, Mengarung Tanpa Ragu https://telusuri.id/dari-sungai-klawing-ke-serayu-mengarung-tanpa-ragu/ https://telusuri.id/dari-sungai-klawing-ke-serayu-mengarung-tanpa-ragu/#respond Mon, 12 Feb 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41127 Sejak dulu sungai telah memiliki peran penting dalam perkembangan peradaban manusia. Pada masa lalu, sungai bukan hanya memiliki peran vital sebagai sumber air untuk kehidupan manusia sehari-hari, melainkan juga sebagai jalur perdagangan dan transportasi. Kini...

The post Dari Sungai Klawing ke Serayu, Mengarung Tanpa Ragu appeared first on TelusuRI.

]]>
Sejak dulu sungai telah memiliki peran penting dalam perkembangan peradaban manusia. Pada masa lalu, sungai bukan hanya memiliki peran vital sebagai sumber air untuk kehidupan manusia sehari-hari, melainkan juga sebagai jalur perdagangan dan transportasi. Kini peran sungai menjadi bertambah menjadi tempat olahraga dan rekreasi yang menarik. 

Wisata olahraga dan rekreasi di sungai telah memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat modern. Penggabungan antara menikmati keindahan alam dengan aktivitas olahraga yang seru, dapat membangun hubungan yang lebih dekat antara manusia dan sungai. Arung jeram merupakan salah satu aktivitas olahraga sekaligus rekreasi dengan memanfaatkan aliran sungai, yang saat ini cukup populer.

Di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, salah satu sungai yang dimanfaatkan sebagai destinasi wisata arung jeram adalah Sungai Klawing. Sungai terbesar di Purbalingga ini berhulu di Gunung Slamet dan Pegunungan Serayu Utara. Sungai ini mengalir di sepanjang Kabupaten Purbalingga dan bermuara di Sungai Serayu, Kabupaten Banyumas. Pada April 2021 lalu, sebuah kesempatan menarik bagiku bisa mengarungi sungai ini beserta sungai muaranya.

Menuju Basecamp Sungai Klawing

Suatu siang, sebuah mobil bak yang diberi rangka bambu dengan terpal menutupi sisi-sisinya sudah bertengger di depan basecamp kami. Kendaraan inilah yang akan kami gunakan menuju Purbalingga. Di dalam mobil, gulungan perahu karet serta peralatan lainnya sudah tertata rapi. Sekarang tinggal menunggu beberapa personel tim yang baru selesai salat Jumat dan juga sebagian lainnya yang mengambil barang bawaan di kos.

Tepat pukul 16.00 WIB, saat tim sudah lengkap barulah kami bisa berangkat. Perjalanan kali ini terasa sangat lama dan membosankan. Selama perjalanan kami harus berada di mobil yang tertutup terpal dan berdesak-desakan. Suasana yang pengap dan tak bisa melihat pemandangan sekitar, membuat kami tidak bisa melakukan apa pun selain tidur. Pukul 21.00 akhirnya penderitaan di dalam mobil itu selesai. Kami telah sampai di basecamp Klawing.

Basecamp Klawing terletak di sebelah utara kota Purbalingga. Tepatnya di Desa Onje RT 02 RW 03, Kecamatan Mrebet, Purbalingga. Begitu turun dari mobil, sebuah perkampungan sepi adalah pemandangan pertama yang kami jumpai. Beberapa hari sebelumnya, kami telah mengabari pihak basecamp Klawing bahwa personel pengarungan kali ini jumlahnya banyak. Kami direkomendasikan untuk menyewa salah satu rumah warga sebagai tempat menginap. 

Setelah bertegur sapa sebentar dengan pemilik rumah, sebagian dari kami berangkat menuju Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Banyumas untuk mengambil perahu. Kami bersyukur, berkat bantuan kenalan kami dari mahasiswa pecinta alam (mapala) di Purwokerto, kami bisa mendapat pinjaman perahu. Tentu hal ini sangat menguntungkan karena menghemat anggaran biaya sewa perahu. 

Sungai Klawing yang Surut

Esok hari, waktu pengarungan tiba. Aku sudah tidak sabar ingin merasakan sensasi mendebarkan tatkala perahu melewati jeram. Namun, sayangnya aku mengarung pada kloter kedua, yang merupakan pengarungan dengan pemetaan sungai. Sedangkan pengarungan pertama hanyalah survei saja. Ya, sudahlah. Sepertinya melanjutkan tidur lagi sembari menunggu giliran juga tak masalah.

Sekitar pukul 10.00 pengarungan pertama baru selesai. Meski begitu, kami tidak bisa langsung mengarung kembali. Karena pengarungan kedua targetnya pemetaan jeram Sungai Klawing, jadi kami harus melihat terlebih dahulu hasil survei yang telah didapat. Selanjutnya merapatkan rencana pemetaan yang akan dilakukan, seperti jeram mana saja yang akan dipetakan, titik-titik yang rentan bahaya, serta pembagian tugas masing-masing personel tim.

Tepat pukul 11.00 kami memulai pengarungan kedua. Kami berangkat menuju start pengarungan, yaitu Jembatan Jl. Raya Banjarsari. Kira-kira hanya 15 menit dari basecamp Klawing. Sewaktu tiba di sana, aku sedikit terkejut saat melihat sungai yang mengalir di bawah jembatan.

Lah, sungainya kok surut?” ucapku saat melihat banyak batu di sepanjang penampang sungai. Sewaktu briefing pemetaan tadi, aku hanya melihat titik-titik jeram di peta yang ditunjukkan oleh tim survei. Aku belum sempat melihat hasil foto pada pengarungan pertama, sehingga aku sedikit kecewa tatkala melihat Sungai Klawing pertama kali. Ah, mungkin nanti di pertengahan sungai arusnya makin deras. Aku mencoba menghibur diri sendiri.

Dari Sungai Klawing ke Serayu, Mengarung Tanpa Ragu
Kegiatan pemetaan Sungai Klawing yang sedang surut/Lya Munawaroh

Kelaparan saat Mengarung

Seperti biasa, sebelum pengarungan kami pemanasan dulu di tepi sungai. Usai pemanasan, kami tidak bisa langsung menaiki perahu. Kami harus melakukan lining lebih dulu, yaitu teknik membawa perahu dengan cara menuntun perahu saat medan di sungai tidak bisa diarungi. Cukup jauh kami melakukan lining, hingga mencapai bagian sungai yang tidak terdapat batu. Kami pun mulai mengarung dan berhenti saat sampai di jeram yang telah ditandai sebelumnya.

Beberapa personel berbagi tugas untuk mendapatkan data-data berupa lebar sungai, panjang jeram, jarak antarjeram, kedalaman jeram, gradien (kemiringan jeram), dan kuat arus jeram. Kegiatan pengambilan data ini berulang pada setiap jeram yang telah kami tandai. Kondisi sungai yang debitnya kecil memudahkan kami melakukan pemetaan. Namun, di sisi lain kami juga kesulitan dalam mengarung. 

Kondisi Sungai Klawing waktu itu memang sedang surut karena curah hujan yang menurun. Sepanjang sungai kami menemukan banyak stopper, penghalang atau penghambat dalam suatu pengarungan, biasanya berupa bebatuan besar yang muncul di tengah-tengah sungai. Namun, di Sungai Klawing ini tidak hanya batuan besar, tetapi juga banyak batu kecil juga muncul di permukaan akibat sungai yang surut. Tak jarang perahu kami mengalami wrap (tersangkut).

Waktu terus berjalan. Pukul 13.00 kami seharusnya sudah istirahat dan makan. Akan tetapi, saat itu kami masih memetakan jeram keempat dari total tujuh jeram. Lokasi kami juga masih jauh dari jembatan, tempat teman kami menunggu untuk menyerahkan makan siang kami. Kami semua sudah mulai kelelahan. Terik matahari dan perut yang kosong membuat kami tidak fokus. 

Kami sangat kelaparan, tetapi dalam kondisi seperti ini biar bagaimanapun pemetaan harus diselesaikan. Kami pun melanjutkan pemetaan setelah mengganjal perut dengan makan beberapa camilan yang ada di dry bag. Sore hari, kami baru saja sampai di jeram terakhir. Tak lama setelahnya kami akhirnya sampai di titik finish pengarungan, yaitu basecamp Sungai Klawing. 

Ada kejadian lucu saat di finish point. Salah satu perempuan dari kami terjatuh dari perahu. Ia terlihat agak kesusahan berenang menepi. Kemudian satu laki-laki dari kami turun ingin membantu, tetapi saat ingin berenang menghampiri ternyata air sungai hanya sepinggangnya saja. 

Ia berkata, “Ini loh cuma sepinggang airnya, nggak usah berenang. Sini jalan aja!” Kami semua pun tertawa. Ada-ada saja temanku itu, padahal arus airnya juga tidak terlalu deras.

Rencana Dadakan Mengarungi Sungai Serayu

Malam hari setelah mengolah data hasil pemetaan, kami merasa data yang kami peroleh sudah cukup sehingga tidak perlu melakukan pemetaan ulang. Oleh karena itu, esok hari kami memutuskan untuk mengarungi sungai lainnya yang dekat dengan Sungai Klawing. Ini benar-benar rencana yang sangat mendadak, tetapi kami tetap mempersiapkan kebutuhan pengarungan dengan baik. Kami mulai mencari tahu karakter sungai yang akan diarungi dan tak terkecuali mengecek prakiraan cuaca besok. 

Sungai terdekat dari Purbalingga tentunya adalah Serayu. Muara Sungai Klawing ini membentang dari timur laut ke barat daya sejauh 181 km. Hulu sungai ini berasal dari lereng Gunung Prau di wilayah Dieng, Wonosobo. Mata airnya dikenal sebagai Tuk Bima Lukar. Total daerah aliran sungai Serayu mencapai luas 4.375 km² dengan banyak anak sungai. 

Sekitar pukul 03.00 kami semua telah bangun dan bersiap-siap untuk berangkat menuju Sungai Serayu, Banjarnegara. Kami semua menaiki pick-up dan siap memulai perjalanan. Tidak lupa sebelumnya kami berpamitan lebih dulu kepada pemilik rumah, dan melakukan checking alat supaya tidak ada yang tertinggal. 

Perjalanan ke Serayu ternyata cukup jauh. Sepanjang perjalanan lebih banyak kami gunakan dengan gantian tidur. Melakukan pemetaan Sungai Klawing yang sedang surut cukup melelahkan bagi kami. Sesampainya di titik start Sungai Serayu, kami segera menurunkan perahu dan peralatan lalu melakukan pemanasan.

Setelah itu cukup lama kami menunggu guide yang akan mendampingi kami. Untuk bisa mengarungi Sungai Serayu, kami harus didampingi oleh satu guide dengan biaya jasa sebesar Rp150.000 dalam satu kali pengarungan. 

Begitu guide datang, kami briefing sebentar. Ternyata kami belum boleh mengarung, karena harus menunggu wisatawan lain agar bisa mengarung bersama. Sambil menunggu, guide sempat mengajari kami teknik menyeberangi sungai berarus. Beliau melatih kami mendayung melawan arus dengan memanfaatkan jeram yang tidak terlalu jauh dari start pengarungan.  

Sekitar 15 menit menunggu, akhirnya perahu wisatawan yang amat banyak itu pun tiba. Kami segera menaiki perahu. Semua personel dibagi menjadi dua kelompok dan menempati dua perahu yang berbeda. Untuk perahu pertama harus bersama guide. Perahu kami sudah mulai memasuki arus utama (mainstream) sungai. Jeram pertama yang kami lalui adalah jeram standing waves yang cukup tinggi. 

Dari Sungai Klawing ke Serayu, Mengarung Tanpa Ragu
Jeram standing waves Sungai Serayu yang menantang/Lya Munawaroh

Kami harus tetap fokus agar tidak terjatuh dari perahu. Tak hanya jeram pertama, tetapi juga banyak jeram di sungai Serayu yang sangat menantang. Sudah setengah perjalanan, kami melihat jeram yang tidak boleh dilalui karena sangat bahaya dan di jeram tersebut terdapat undercut. Undercut merupakan cerukan yang relatif dalam pada suatu sungai akibat arus sungai yang menghantam dinding tebing atau batu.

Hampir setengah jam perjalanan dan jeram-jeram yang cukup deras telah kami lewati, akhirnya kami tiba di titik pemberhentian, yaitu “The Pikas”. Setelah itu kami segera menaikkan perahu kami dan bersiap menuju titik awal kembali. Sesampainya di lokasi awal, karena hari sudah mulai siang kami menyempatkan mengisi perut dengan membeli makan siang di sekitar titik start.

Selepas makan, kami hendak melakukan pengarungan untuk yang kedua kalinya. Namun, guide kami tidak bisa mendampingi. Sungguh disayangkan karena pengarungan Sungai Serayu ini sangat seru dan menantang. Debit sungai cukup besar dan berarus deras. Setiap jeramnya yang berjarak cukup dekat antar jeram begitu memacu adrenalin. Meskipun sangat singkat, pengarungan kali ini tetap memiliki kesan tersendiri bagi kami. 

Setiap pengarungan, baik di sungai yang sama ataupun berbeda, pasti menghadirkan cerita dan kesan masing-masing. Cerita dan kesan itulah yang memberikan pengalaman tak terlupakan. Entah di Sungai Klawing atau Sungai Serayu, kami akan terus mengarung tanpa ragu.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Dari Sungai Klawing ke Serayu, Mengarung Tanpa Ragu appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/dari-sungai-klawing-ke-serayu-mengarung-tanpa-ragu/feed/ 0 41127
Menyelam di Karimunjawa: Pulau Menjangan Kecil (2) https://telusuri.id/menyelam-di-karimunjawa-pulau-menjangan-kecil-2/ https://telusuri.id/menyelam-di-karimunjawa-pulau-menjangan-kecil-2/#respond Wed, 03 Jan 2024 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=40797 Pulau Menjangan Kecil adalah tujuan kedua penyelaman kami di Kepulauan Karimunjawa. Pulau ini tidak kalah menarik dengan Pulau Cemara. Saat menuju ke sana gerimis kembali mengiringi perjalanan kami. Ombak pun jadi lebih besar dari sebelumnya....

The post Menyelam di Karimunjawa: Pulau Menjangan Kecil (2) appeared first on TelusuRI.

]]>
Pulau Menjangan Kecil adalah tujuan kedua penyelaman kami di Kepulauan Karimunjawa. Pulau ini tidak kalah menarik dengan Pulau Cemara. Saat menuju ke sana gerimis kembali mengiringi perjalanan kami. Ombak pun jadi lebih besar dari sebelumnya. Meskipun begitu, eksplorasi kami tidak mungkin kami akhiri. 

Instruktur kami mengatakan jika cuaca seperti ini masih aman. Hal itu juga setelah mempertimbangkan dari kemampuan tim yang telah menempuh lima kali log dive sebelumnya.

Semesta seperti merestui. Lagi-lagi ketika mendekati pulau hujan mereda dan cuaca menjadi sedikit cerah. Perjalanan menuju Pulau Menjangan Kecil tidak begitu lama, mungkin hanya sekitar 30 menit dari Pulau Cemara.

Menyelam di Karimunjawa: Pulau Cemara (1)
Berteduh di dalam kapal saat gerimis mengguyur dalam perjalanan ke Pulau Menjangan Kecil/Lya Munawaroh

Briefing Sebelum Penyelaman

Ketika kapal berhenti dan ABK menancapkan jangkar, kami sudah dibuat terkesima dengan keindahan terumbu karang yang bisa dilihat dari atas kapal. Kalau seperti ini, dengan snorkeling saja kami sudah bisa melihatnya cukup jelas. Namun, mungkin feel-nya sangat berbeda ketika berada sejengkal lebih dekat dengan terumbu karang yang megah itu. Kami tetap ingin menyelam dan mengeksplorasi lebih dalam lagi perairan Pulau Menjangan Kecil ini. 

Segera kami setting peralatan selam masing-masing dan turun ke air sesuai arahan dari instruktur. Sudah menjadi hal wajib, sebelum menyelam kami melakukan briefing terlebih dahulu.

Begitu masuk ke air, ombak laut tiada henti mengombang-ambingkan tubuh kami sehingga kami saling menjauh dan kesulitan berkumpul untuk melakukan briefing. Setelah berusaha saling mendekatkan diri, akhirnya briefing baru bisa dilakukan. 

Briefing diperlukan untuk mencapai kesepakatan mengenai lama waktu penyelaman kali ini, berapa kedalaman maksimal perairan, serta apa saja yang mungkin akan kami temui di bawah nanti. Instruktur kami juga mewanti-wanti agar menjaga buoyancy (daya apung) dengan baik supaya tidak menabrak dan merusak karang.

  • Menyelam di Karimunjawa: Pulau Menjangan Kecil (2)
  • Menyelam di Karimunjawa: Pulau Menjangan Kecil (2)

Panorama Bawah Laut Pulau Menjangan Kecil

Kondisi bawah air di Pulau Menjangan Kecil ini sangat berbeda jika dibandingkan sekitar dermaga Karimunjawa, tempat kami menyelam sehari sebelumnya. Di diving spot Pulau Menjangan Kecil, dasar perairan bukan lagi pasir ataupun lumpur, tetapi berupa terumbu karang yang beraneka jenis dan warna serta memiliki ukuran yang besar-besar. 

Sedikit berbeda dengan Pulau Cemara, di diving spot Pulau Menjangan Kecil ini kami langsung dihadapkan pada terumbu karang yang megah. Baru lima meter menyelam kami sudah menemukan terumbu karang yang besar dengan aneka biota dan ikan-ikan yang hidup di sekelilingnya. 

Di pulau ini terdapat beberapa jenis karang hidup, seperti Acropora, Porites, Turbinaria, dan Montipora. Akan tetapi, kebanyakan karang yang sering ditemukan adalah berjenis Acropora divaricata dan Acropora formosa. Karang-karang tersebut relatif tumbuh lebih besar dan berwarna cokelat kemerahan. 

Sungguh kami merasa seolah berada di dunia lain. Apa pun yang kami saksikan terlihat menakjubkan. Ketika sudah menyaksikan keindahan bawah laut Pulau Cemara dan Pulau Menjangan Kecil, rasanya penyelaman kami ketika di dermaga Karimunjawa menjadi tidak ada apa-apanya. Begitu berbeda, mulai dari visibilitas, suhu, dan biota bawah air. 

  • Menyelam di Karimunjawa: Pulau Menjangan Kecil (2)
  • Menyelam di Karimunjawa: Pulau Menjangan Kecil (2)

Visibilitas di diving spot Pulau Cemara dan Pulau Menjangan Kecil tergolong lebih jernih daripada di dermaga. Di sana juga masih bersih dan tidak tercemar oleh limbah hasil aktivitas manusia. Suhu perairan saat itu juga terasa lebih dingin daripada, mungkin karena cuaca sehabis hujan. Meskipun begitu, penyelaman kami di dermaga juga menjadi penyelaman kami yang tak terlupakan, karena berawal dari sanalah kami merasakan pengalaman first log dive kami. 

Penyelaman kami lakukan selama 30 menit dengan kedalaman rata-rata 15 meter. Begitu naik ke permukaan salah satu dari kami mengeluh telinganya agak sakit. Dia juga terlihat mengalami mimisan.

Peristiwa tersebut memang bisa saja terjadi setelah menyelam. Kemungkinan disebabkan gagalnya equalizing saat menyelam. Equalizing adalah proses penyeimbangan tekanan di sekitar tempat kita menyelam dengan tekanan di tubuh kita. Equalizing bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti mencubit hidung layaknya membuang ingus, menelan ludah, ataupun menggerakkan rahang.

Equalizing harus dilakukan dengan baik sebelum menambah kedalaman saat menyelam. Risiko yang akan terjadi ketika gagal equalizing bisa saja membuat gendang telinga pecah atau pembuluh darah sinus pada hidung pecah. Dalam kasus mimisan sering kali disebabkan oleh barotrauma sinus (perbedaan tekanan pada sinus). Bisa juga terjadi karena lapisan hidung mengering, sehingga sensitif terhadap tekanan saat mencubit hidung sewaktu equalizing

Tips Menyelam di Kepulauan Karimunjawa

Diving atau menyelam memang bukanlah olahraga yang mudah untuk dilakukan. Mulai dari segi peralatan yang tergolong mahal dan juga risiko yang menyertainya tidak main-main. Namun, tidak perlu khawatir jika kamu ingin memulai belajar menyelam. Saat ini sudah banyak dive center di yang menawarkan paket-paket dive tour di beberapa pulau eksotis, termasuk Pulau Karimunjawa. 

Paket-paket wisata tersebut memiliki tarif berkisar Rp900.00—1.500.000 per satu hingga dua orang. Fasilitas yang didapatkan meliputi biaya kapal, dive equipment, makan siang, guide bersertifikat, dokumentasi, dan sebagainya. Paket dive tour tersebut bahkan boleh diikuti oleh peserta yang belum bersertifikat menyelam.

Meski banyak kemudahan yang ditawarkan oleh paket wisata, alangkah baiknya bila memilih paket yang memberi asuransi juga. Hal tersebut dapat mencegah dan mengantisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan dan rencana. 

Ada beberapa tips untuk kamu yang ingin belajar menyelam. Walaupun akan melakukan penyelaman dengan agen wisata, akan lebih baik jika mempelajari terlebih dahulu mengenai ilmu dasar penyelaman, seperti peralatan, bahaya-bahaya menyelam, dan hal-hal yang dihindari ketika menyelam. Tidak hanya itu, tetapi juga syarat untuk menyelam harus menguasai kompetensi air, seperti kemampuan berenang dan menggunakan alat selam sederhana (skin dive). 

Memiliki kompetensi air saja belum cukup. Tak kalah pentingnya juga mesti memenuhi syarat kesehatan sebagai penyelam, di antaranya harus benar-benar sehat dan tidak boleh memiliki penyakit sinusitis akut, darah tinggi, vertigo, dan beberapa penyakit lainnya yang memiliki risiko tinggi. Lebih baik memeriksakan diri ke dokter terlebih dahulu untuk mengetahui apakah diperbolehkan melakukan penyelaman atau tidak. Selanjutnya jika sudah lolos kompetensi air dan lolos syarat sehat untuk menyelam, ikutilah semua arahan instruktur. Ingat baik-baik dan praktikkan arahan-arahan tersebut ketika menyelam.

Dalam olahraga selam dikenal istilah “never dive alone”, artinya menyelam tidak boleh dilakukan sendirian. Saat menyelam kita harus memiliki buddy (partner menyelam). Jika baru pertama kali menyelam maka harus ada instruktur yang mendampingi. Penyelaman harus dilakukan sesuai arahan instruktur.

Menyelam di Karimunjawa: Pulau Menjangan Kecil (2)
Penyelaman tidak boleh dilakukan sendirian dan harus memerhatikan buddy/Lya Munawaroh

Kita harus mendengar dan mengamati baik-baik arahan dari instruktur. Jangan sampai terlalu asyik menikmati keindahan bawah laut, malah menyelam secara terpisah dari instruktur. Selain instruktur, perlu juga saling memerhatikan buddy supaya terhindar dari risiko hilang terseret arus.

Pada dasarnya menyelam merupakan kegiatan yang dilakukan bukan di dunia kita. Menyelam dilakukan di tempat yang mana tubuh kita tidak diciptakan untuk terus bertahan di dalamnya. Akan tetapi, semua itu dapat dipelajari dan dilakukan pembiasaan sesuai prosedur yang benar untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Jadi, buat kamu yang baru memulai belajar menyelam, jangan pernah takut mencoba. Semuanya bisa dipelajari jika kita bersungguh-sungguh. 

Selamat menyelam, jangan lupa menyelam di Kepulauan Karimunjawa!

Referensi

Dasika, Lomar. (2011). Pentingnya Equalizing. Diakses dari https://lomardasika.blogspot.com/ pada 11 November 2023.
Denny, Megan. (2022).Vertigo and Vomiting While Diving. Diakses dari https://blog.padi.com/ pada 11 November 2023.
Nurridha, Luthfa. (2019). 7 Spot Diving Terbaik di Karimunjawa. Diakses dari https://review.bukalapak.com/travel/diving-di-karimunjawa pada 11 November 2023.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menyelam di Karimunjawa: Pulau Menjangan Kecil (2) appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menyelam-di-karimunjawa-pulau-menjangan-kecil-2/feed/ 0 40797
Menyelam di Karimunjawa: Pulau Cemara (1) https://telusuri.id/menyelam-di-karimunjawa-pulau-cemara-1/ https://telusuri.id/menyelam-di-karimunjawa-pulau-cemara-1/#respond Tue, 02 Jan 2024 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=40787 Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah, memiliki banyak diving spot yang menyajikan keindahan bawah laut yang mengagumkan. Delapan diving spot yang terkenal adalah Pulau Menyawakan, Pulau Menjangan Kecil, Pulau Cemara, Pulau Cilik, Pulau Tengah, Karang Torpedo, Tanjung...

The post Menyelam di Karimunjawa: Pulau Cemara (1) appeared first on TelusuRI.

]]>
Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah, memiliki banyak diving spot yang menyajikan keindahan bawah laut yang mengagumkan. Delapan diving spot yang terkenal adalah Pulau Menyawakan, Pulau Menjangan Kecil, Pulau Cemara, Pulau Cilik, Pulau Tengah, Karang Torpedo, Tanjung Gelam, dan Pulau Menjangan Besar.

Dari delapan lokasi penyelaman terpopuler itu, saya bersama tim Ekspedisi Layar Biru Karimunjawa menyelam di Pulau Cemara dan Pulau Menjangan Kecil. Sebuah kesempatan yang menyenangkan dan tak terlupakan, karena bisa mengeksplorasi keindahan bawah laut di dua tempat tersebut. 

Menyelam di Karimunjawa: Pulau Cemara (1)
Dermaga Pulau Karimunjawa/Lya Munawaroh

Persiapan Peralatan

Eksplorasi bawah laut kami lakukan pada hari ketiga dari seluruh rangkaian jadwal kegiatan Ekspedisi Layar Biru Karimunjawa, yaitu 18 Oktober 2021. Aktivitas penyelaman tetap didampingi oleh dua instruktur.

Kami rencananya berangkat dari penginapan pukul 07.00 WIB, dengan menyewa satu kapal nelayan untuk rombongan kami yang berjumlah 12 orang. Kami mendapat harga sewa Rp750.000 dengan dua ABK (anak buah kapal). Menurut Pak Zaenal, pemilik Penginapan Gemilang, harga segitu sebenarnya termasuk mahal. Ada kapal yang lebih murah kalau mau mencari persewaan lagi.

Oh, ya. Kami menginap di tempat Pak Zaenal berkat rekomendasi dari senior. Kami mendapat tarif murah meriah, yaitu Rp80.000 per hari untuk satu kamar. Bahkan sekamar boleh diisi dua orang atau lebih.

Sebelum berangkat, berbagai peralatan kami siapkan. Baik itu peralatan selam maupun kebutuhan lain, seperti P3K, peralatan masak, dan logistik. Peralatan masak digunakan untuk memasak air hangat yang akan kami minum sebagai penghangat tubuh setelah menyelam.

Menyelam di Karimunjawa: Pulau Cemara (1)
Membawa peralatan selam dan logistik yang akan diangkut ke kapal/Lya Munawaroh

Sedari pagi kami sudah mulai membawa peralatan ke dermaga. Keberangkatan agak terlambat karena adanya kesalahpahaman dengan orang dari persewaan tabung selam. Situasi ini mengharuskan kami mencari persewaan tabung selam yang lain saat itu juga. 

Hari ini kami berencana melakukan dua kali log dive di dua pulau yang berbeda. Oleh karena itu kami harus membawa persediaan tabung selam yang cukup. Dua tabung untuk masing-masing orang dan dua tabung lagi sebagai cadangan.

Meskipun dadakan, kami bersyukur masih ada persewaan tabung selam yang memiliki stok. Segera semua peralatan dan barang bawaan kami tata sebaik mungkin di kapal. Peralatan selam ditata dalam posisi tidur untuk menghindari risiko alat terjatuh dari kapal. Tak lupa semua penumpang juga wajib memakai pelampung atau BCD (Buoyancy Control Device) selama naik kapal. 

Menyelam di Karimunjawa: Pulau Cemara (1)
Menata peralatan selam di kapal/Lya Munawaroh

Menuju Pulau Cemara 

Awal perjalanan kami diiringi awan mendung dan gerimis kecil. Saat itu kami tetap optimis mungkin nanti cuaca akan berubah cerah. Akan tetapi, tatkala kapal sudah menjauh dari Pulau Karimunjawa, gerimis berubah menjadi hujan deras dan sesekali bunyi gemuruh terdengar. Angin berembus sedikit lebih kencang dan air laut berombak lebih besar menggoyangkan kapal kami. 

Gejolak alam memberikan pengalaman tak terlupakan sekaligus menegangkan. Kami berada di tengah lautan luas dengan cuaca tidak bersahabat. Kami berdoa semoga tidak terjadi apa-apa dan cuaca kembali cerah agar penyelaman dapat dilakukan. Dalam kegiatan penyelaman cuaca menjadi hal penting dan perlu dipertimbangkan. Apalagi bagi pemula, sehingga penyelaman sebaiknya dilakukan ketika cuaca cerah dan tidak ada hujan. 

Menyelam di Karimunjawa: Pulau Cemara (1)
Cuaca mendung saat menuju Pulau Cemara/Lya Munawaroh

Ketika kapal mendekati Pulau Cemara, kami bersyukur karena hujan mereda. Kami makin optimis cuaca bakal cerah setelahnya. Setelah menempuh tiga jam perjalanan, akhirnya kapal kami berhenti dan berlabuh tak jauh dari Pulau Cemara.

Dari atas kapal kami bisa melihat sebuah pulau yang tampak sepi dan masih begitu asri. Hamparan pasir putih dan birunya laut begitu memanjakan mata. Tak perlu berlama-lama kami segera setting peralatan selam. Lalu seperti biasa, melakukan pemanasan air terlebih dahulu untuk beberapa saat dengan skin dive. 

Keindahan Bawah Laut Pulau Cemara

Dari permukaan air kami bisa melihat berbagai jenis karang di bawah sana. Sungguh kami tidak sabar untuk melihatnya lebih dekat. Keinginan tersebut adalah suatu hal pasti karena selanjutnya kami langsung melakukan penyelaman.

Penyelaman kali ini dilakukan secara bersamaan. Semua personel melakukan log dive dalam satu waktu. Meski mengalami sedikit masalah dengan peralatan kami, yaitu ada satu tabung selam yang mengalami kebocoran, tetapi penyelaman tetap berlanjut setelah mengganti tabung. 

Ketika penyelaman dari kapal, entry yang biasanya digunakan adalah teknik entry back roll. Akan tetapi, kami tidak melakukannya untuk menghindari benturan antara tabung dengan lambung kapal. Back roll adalah salah satu teknik entry atau masuk ke dalam air. Tabung selam yang digunakan akan menabrak permukaan air dahulu demi menahan benturan ke badan kita secara langsung. Teknik ini termasuk menjadi favorit para penyelam. 

Menyelam di Karimunjawa: Pulau Cemara (1)
Briefing sebentar sebelum menyelam/Lya Munawaroh

Setelah semua personel tim turun ke air, kami melakukan briefing sebentar. Kemudian instruktur menggerakkan ibu jari dan jari telunjuk membentuk huruf “O”. Ia bertanya kepada kami, “Apakah semua aman?”

Kami membalasnya dengan memberi isyarat serupa tanda bahwa kami siap menyelam. Tangan kiri kami sudah menekan deflator, sementara tangan kanan memberi isyarat untuk turun. Penyelaman dalam tim harus selalu melihat dan menunggu masing-masing buddy (partner menyelam). Setelah seluruh personel tim sampai dasar baru kami bisa melakukan eksplorasi. 

Eksplorasi kami lakukan di sebelah kanan dari pemberhentian kapal. Kami begitu terpukau dengan keanekaragaman karang dan biota laut di diving spot Pulau Cemara ini. Depth gauge menunjukkan kami berada di kedalaman 11 meter dari kedalaman maksimal 17 meter. Pada kedalaman ini terdapat beberapa jenis ikan yang kami lihat, antara lain ikan badut (Amphiprion ocellaris), ikan ekor kuning (Caesio cuning), Abudefduf sexfasciatus, Caesio xanthonota, Hemiglyphidodon plagiometopon, dan Pomacentrus moluccensis.

Menyelam di Karimunjawa: Pulau Cemara (1)
Keindahan biota bawah laut di perairan Pulau Cemara/Lya Munawaroh

Bukan hanya ikan, melainkan juga beberapa biota lain tidak kalah menarik. Berbagai bentuk karang tampak menakjubkan, bahkan terdapat gugusan karang besar dan begitu indah. Rata-rata karang di Pulau Cemara berjenis Acropora dengan bermacam morfologi, mulai dari tipe bercabang (branching), padat (massive), merayap (encrusting), daun atau lembaran (foliose), meja (tabulate), jamur (mushroom), serta menjari (digitate). Karang-karang tersebut memiliki aneka warna, seperti putih, kuning, biru, dan beberapa warna keemasan. 

Penyelaman selama setengah jam kali ini tak begitu terasa. Kami sempat enggan untuk naik ke permukaan. Namun, eksplorasi harus tetap berlanjut, karena kami percaya ada surga bawah air lainnya di Kepulauan Karimunjawa.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menyelam di Karimunjawa: Pulau Cemara (1) appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menyelam-di-karimunjawa-pulau-cemara-1/feed/ 0 40787
Serunya “Rock Climbing” di Tebing Pantai Siung https://telusuri.id/serunya-rock-climbing-di-tebing-pantai-siung/ https://telusuri.id/serunya-rock-climbing-di-tebing-pantai-siung/#respond Sat, 30 Dec 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=40347 Matahari masih belum terbit ketika aku bangun tidur. Angin laut selatan menyambut. Begitu sejuk. Suasana masih terasa sunyi. Kali ini aku sedang berada di Pantai Siung, Desa Purwodadi, Tepus, Gunungkidul. Pantai ini selain populer dengan...

The post Serunya “Rock Climbing” di Tebing Pantai Siung appeared first on TelusuRI.

]]>
Matahari masih belum terbit ketika aku bangun tidur. Angin laut selatan menyambut. Begitu sejuk. Suasana masih terasa sunyi.

Kali ini aku sedang berada di Pantai Siung, Desa Purwodadi, Tepus, Gunungkidul. Pantai ini selain populer dengan keindahan lautnya dan pasir putihnya, juga dikenal kompleks tebingnya yang jadi tempat favorit para pemanjat. Masih bagian dari kawasan karst Gunung Sewu, tebing di Pantai Siung ini membentang luas. Memiliki 250 jalur panjat dengan ketinggian bervariasi, mulai dari 6 sampai 12 meter. Ada berbagai blok pemanjatan di sini yang diberi nama huruf abjad—dari A hingga K.

Akses Menuju Pantai Siung

Perjalanan ke Pantai Siung terbilang mudah karena jalannya sudah beraspal bagus. Aku bersama tim pemanjatan baru tiba di sana dini hari, setelah menempuh perjalanan empat jam dari Semarang. Kami sempat bergantian tidur sebentar usai briefing kegiatan pemanjatan dan menata peralatan untuk kegiatan esok hari.

Kami berencana melakukan pemanjatan selama dua hari. Selama waktu tersebut, kami menyewa salah satu rumah warga untuk dijadikan basecamp. Basecamp yang kami tempati cukup sederhana, berupa rumah panggung yang terbuat dari kayu. Kami diizinkan menggunakan ruangan tanpa dinding di sebelah warung pemilik rumah untuk menyimpan peralatan dan tempat tidur.

Prosedur berkegiatan panjat tebing di Pantai Siung terbilang mudah. Cukup memberikan surat izin ke pengelola setempat dan membayar biaya masuk kawasan wisata, seperti pengunjung pantai lainnya. Tarif wisata Pantai Siung sangat terjangkau. Per orang hanya perlu membayar Rp5.000, sedangkan biaya parkir roda dua dikenakan Rp3.000—5.000, dan roda empat Rp10.000—20.000. Dengan biaya tersebut, kami sudah bisa melakukan aktivitas pemanjatan sepuasnya.

Serunya Rock Climbing di Tebing Pantai Siung
Salah satu lokasi panjat tebing di Pantai Siung/Lya Munawaroh

Artificial Climbing di Tebing Pantai Siung

Setelah pemanasan di tepi pantai, kami bergegas menuju lokasi pemanjatan. Jaraknya sekitar 15 menit dari basecamp. Jalannya melewati sela-sela antara rumah warga. Lalu mendekati tebing berupa jalan setapak selebar satu meter dan sedikit menanjak. Aku tidak tahu pasti tebing yang kami gunakan di blok apa, tetapi di depannya terdapat campground yang cukup luas dan terapit oleh dua tebing. 

Hari pertama kami targetkan untuk pemanjatan artificial, yaitu teknik pemanjatan dengan memanfaatkan pengaman alam (natural anchor). Kami menggunakan alat pengaman sisip, seperti sling, prusik, stopper, hexa, dan friend sebagai tambatan atau tumpuan, dengan cara menyelipkan peralatan tersebut ke celah atau lubang yang ada pada tebing. Pemanjatan dengan cara ini memang cukup rumit daripada pemanjatan di tebing yang sudah terpasang pengaman buatan. Meskipun membutuhkan waktu yang lebih lama, tetapi sensasi yang didapat juga lebih menantang.

Salah satu dari kami memasang pengaman sisip lebih dahulu. Kemudian dua orang memasang pengaman tali yang akan kami gunakan untuk vertical photography. Sisanya menata peralatan dan memasang flysheet. Usai jalur pemanjatan dibuat, tiba giliranku mencoba jalur tersebut. Namun, tak semudah yang kukira. Aku hanya bisa sampai setengah jalur. Sembari aku memanjat, ada seorang yang bertugas memotret dari ketinggian menggunakan single rope technique (SRT), yaitu teknik meniti satu tali menggunakan alat ascending (alat untuk menaiki tali) dan descending (alat menuruni tali).

Serunya Rock Climbing di Tebing Pantai Siung
Pemanjatan artificial/Ferdian Restu Kelana

Setelah memanjat, kini giliran aku yang memotret. Akan tetapi, hasilnya kurang memuaskan. Temanku sempat mengomel karena foto saat dirinya memanjat tidak ada yang bagus. Aku memang belum bisa mengambil momen dengan baik.

Ketika vertical photography, aku harus menyesuaikan posisiku pada tali yang kunaiki, dengan posisi temanku yang sedang memanjat. Ketika itu posisiku lebih tinggi dan jaraknya lebih jauh dari temanku. Meskipun fitur zoom kamera bisa diatur, tetapi hasilnya malah terhalang tebing. Ya, memotret dari ketinggian tidaklah mudah. Selain membutuhkan keahlian memotret, juga harus lihai menyesuaikan diri pada tali lintasan.

Menunggu Hujan Reda

Karena bertepatan hari Jumat, menjelang Zuhur para personel laki-laki bersiap-siap melaksanakan salat Jumat. Masjid terdekat di daerah Pantai Siung jaraknya lumayan jauh, karena pantai ini sendiri terletak agak jauh dari jalan utama. Oleh sebab itu, mereka harus bersiap lebih awal. Sedangkan kami personel perempuan bertugas menjaga peralatan. Ada juga yang mengambil makan siang. 

Namun, tiba-tiba langit mendung dan tak lama kemudian hujan turun. Awalnya cuma gerimis, tetapi lama-lama menjadi deras. Aku bersama Ika berlindung di bawah flysheet dan mengamankan peralatan kami. Cukup lama kita berdua menunggu teman yang mengambil makan, sampai kemudian mereka datang dengan menggunakan jas hujan. Satu setengah jam berlalu, personel laki-laki sudah kembali dari salat Jumat. Hujan yang belum berhenti memaksa kami menghentikan sementara kegiatan pemanjatan. 

Beruntung sekitar pukul tiga sore hujan reda. Kami pun melanjutkan pemanjatan artificial bagi personel yang belum memanjat. Tepat pukul lima sore kami telah menyelesaikan target pemanjatan pada hari pertama. Kami bergegas kembali ke basecamp untuk mandi dan mempersiapkan pemanjatan esok hari. 

Serunya Rock Climbing di Tebing Pantai Siung
Proses menuruni tali setelah praktik SRT/Lya Munawaroh

Keindahan Pantai Siung dari Puncak Tebing

Malam hari setelah briefing, aku sudah dibikin overthinking dengan rencana senior kami. Dia menargetkan kami dapat melakukan pemanjatan alpine style, yaitu teknik pemanjatan yang tidak terhubung dengan basecamp. Jadi, seluruh peralatan harus dibawa saat memanjat.

Pasalnya teknik pemanjatan tersebut dilakukan secara berkelompok dan membutuhkan keahlian tali temali maupun memanjat yang baik. Aku takut tidak bisa mencapai target seniorku. Namun, akan jadi penyesalanku jika aku tidak berani mencoba. Sebab begitu mencoba rasanya di luar bayanganku dan tidak sesulit yang aku pikirkan.

Sebelum praktik di tebing langsung, kami diberi materi oleh senior kami mengenai cara-cara pembuatan simpul yang akan digunakan. Setelah itu, kami mencoba praktik di tebing bagian bawah, sekaligus simulasi teknis pemanjatan masing-masing tim. Tim pemanjatan sudah dibagi menjadi tiga kelompok kecil yang terdiri dari tiga orang. Aku tergabung di kelompok dua, terdiri dari aku, Lukman, dan Yulyas. 

Tiga orang dalam satu kelompok mempunyai peran masing-masing. Ada pemanjat pertama atau leader yang bertugas memasang pengaman, lalu pemanjat kedua bertugas mem-belay pemanjat ketiga, dan pemanjat terakhir bertugas melepas semua pengaman yang telah terpasang. 

Kelompok pertama sudah melakukan praktik lebih dulu, selanjutnya tiba giliran kelompokku. Lukman memasang pengaman sisip untuk membuat jalur pemanjatan lebih dulu. Setelah Lukman mencapai teras atau pitch pertama dan memasang anchor (pengaman), giliran Yulyas yang memanjat dengan di-belay oleh Lukman dari atas dan juga olehku dari bawah. Saat Yulyas sampai di pitch pertama, baru giliranku memanjat sekaligus melepas semua pengaman jalur panjat yang telah dipasang. 

Awalnya aku mengira akan sulit, karena kemarin saja aku tidak bisa menyelesaikan pemanjatan artificial. Namun, ternyata jalur yang ini cukup mudah. Aku jadi bersemangat sambil tersenyum kesenangan karena bisa memanjat dengan lancar.

“Lya, gimana jalurnya? Susah nggak?” tanya Ika dari bawah tebing ketika aku sampai di pitch pertama. 

“Wah, mudah sekali, Ka! Lebih mudah ini daripada manjat di wall climbing” teriakku dari atas. Memang dasar aku, dikasih mudah sedikit sudah merasa sombong.

Pemanjatan kelompokku berlanjut sampai di pitch kedua dengan menggunakan teknik yang sama seperti pitch pertama. Di pitch kedua ini, aku terpukau melihat hamparan lautan dengan ombak bergulung-gulung. Di ujung sana terlihat birunya langit menyatu dengan birunya laut. Sangat indah. 

Pemandangan dari puncak tebing tentu jauh lebih indah. Begitu sampai, aku tiada henti melihat ciptaan Tuhan yang sangat menakjubkan. Dari sini, aku bisa melihat deretan tebing-tebing lain yang mengelilingi Pantai Siung, gulungan ombak yang terpecah ketika menabrak tebing, juga deretan warung serta para pengunjung di tepian pantai. Ah, indahnya! Andai aku tidak harus kembali untuk menyerahkan alat kepada kelompok pemanjat ketiga, aku enggan untuk turun.

Serunya Rock Climbing di Tebing Pantai Siung
Tim pemanjat perempuan/Lya Munawaroh

Menjemput Senja

Menjelang sore, kelompok tiga baru mulai memanjat. Sembari menunggu mereka selesai, aku membereskan peralatan yang telah dipakai. Aku memutuskan berkeliling di sekitar tebing, karena aku bosan menunggu. Kawasan tebing Pantai Siung memang sangat luas. Banyak juga spot foto menarik di tepian tebing. Sekalipun tidak dari atas tebing, pemandangan yang terlihat sudah sangat memanjakan mata. 

Sekitar pukul lima sore, kelompok tiga sudah mencapai puncak tebing. Seorang senior mengajak, “Ayo, naik lagi. Foto bareng di atas.”

Lah, kok naik lagi? Lewat mana?” tanyaku.

“Jalur belakang, dong,” jawabnya.

Lho, ternyata ada jalur belakangnya, toh? Tadi kenapa susah-susah alpine style dari depan? Aku tertawa saja. Ternyata untuk jalur belakang, kami harus berjalan melalui salah satu celah tebing dahulu, lalu memanjat tebing yang tadi dipanjat dari sisi sebaliknya.

Sebenarnya tidak perlu menggunakan alat panjat sudah bisa karena jalurnya tidak sulit dan seperti menaiki batuan karang biasa. Namun demi keamanan, kami tetap memakai helm, harness, dan kostel. Kami juga tetap harus berhati-hati karena batuannya sedikit lancip.

Kalau dari sisi belakang, mungkin butuh waktu sekitar 10 menit untuk sampai puncak. Waktu kami tiba, kami sempat menikmati suasana senja sore itu sebentar. Sayangnya, langit kembali mendung sehingga kami buru-buru berfoto sebelum makin gelap. Syukurlah masih sempat dapat foto bagus.

Tebing Pantai Siung memang sangat cocok bagi penyuka kegiatan panjat. Banyak mahasiswa pencinta alam (mapala) dan klub panjat dari berbagai daerah mengunjungi Pantai Siung. Mereka menjadikan tebing ini sebagai tempat latihan rutin, karena banyaknya jalur pemanjatan yang memiliki ketinggian dan kesulitan bervariasi. Ditambah aksesnya yang mudah. Meskipun lumayan jauh dari pusat kota dan sangat sulit mendapat sinyal, tetapi justru itu membuat suasana terasa lebih tenang.

Referensi:

Alvina. (2021). Tebing Siung: Jalur Panjat dengan Bonus Pemandangan Indah. Diakses pada 7 November 2023, https://gegama.geo.ugm.ac.id.
Wikipedia. (2023). Pantai Siung. Diakses pada 8 Februari 2023, https://id.wikipedia.org/wiki/Pantai_Siung.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Serunya “Rock Climbing” di Tebing Pantai Siung appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/serunya-rock-climbing-di-tebing-pantai-siung/feed/ 0 40347
Mengarungi Derasnya Jeram Sungai Comal Pemalang https://telusuri.id/mengarungi-derasnya-jeram-sungai-comal-pemalang/ https://telusuri.id/mengarungi-derasnya-jeram-sungai-comal-pemalang/#respond Fri, 03 Nov 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39996 Kali kedua aku melakukan kegiatan arung jeram adalah di Sungai Comal. Sungai terbesar yang melintasi Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Sungai ini berhulu di Pegunungan Serayu Utara, tepatnya di Gunung Slamet. Membentang melalui tujuh wilayah kecamatan...

The post Mengarungi Derasnya Jeram Sungai Comal Pemalang appeared first on TelusuRI.

]]>
Kali kedua aku melakukan kegiatan arung jeram adalah di Sungai Comal. Sungai terbesar yang melintasi Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Sungai ini berhulu di Pegunungan Serayu Utara, tepatnya di Gunung Slamet. Membentang melalui tujuh wilayah kecamatan di Pemalang dan panjang sekitar 109,18 km. 

Pada awalnya aku merasa pengarungan ini akan berjalan seperti biasa. Tetap seru dan menyenangkan sebagaimana pengarungan pertamaku di Sungai Elo dan Progo setahun sebelumnya. Namun, ternyata pengarungan di Sungai Comal memberikan kesan dan pengalaman tak terlupakan. 

Sungai Comal telah menjadi salah satu destinasi wisata alam di Pemalang, sehingga tidak sulit menemukan operator arung jeram. Waktu itu kami menggunakan jasa Arus Comal Rafting yang beralamat di Jalan Raya Moga, Randudongkal KM 02, Kebanggan, Moga, Pemalang. Dari Semarang kami menggunakan mobil bak selama empat setengah jam menuju basecamp Arus Comal. karena kami tidak lewat jalan tol. Kami pun sampai di basecamp sudah lewat tengah malam.

Pemetaan Awal

Esoknya, selepas Subuh kami segera ganti baju dan sarapan. Berdasarkan kesepakatan briefing semalam, target kami hari ini adalah survei darat dan melakukan pengarungan sekaligus pemetaan jeram Sungai Comal.

Kami segera menyiapkan peralatan yang akan digunakan. Karena kami sudah membawa satu set perahu, kami hanya perlu menyewa satu set perahu tambahan milik Arus Comal Rafting. Kami cukup membayar sebesar Rp300.000,- per set perahu untuk satu hari. Harga tersebut sudah termasuk pelampung, dayung, dan helm yang masing-masing berjumlah enam buah. 

Beres dengan peralatan, kami melakukan pemanasan untuk meregangkan otot-otot kami. Pemanasan sangat penting untuk kegiatan fisik yang menguras tenaga, karena kami akan berjalan kaki menyusuri pinggiran Sungai Comal. 

Kami membagi personel yang terdiri dari 13 orang menjadi tiga tim untuk penyusuran sungai. Masing-masing tim terdiri dari empat orang, lalu ada seorang lagi yang bertugas untuk mobilitas dengan menggunakan mobil. 

Adapun tujuan survei darat adalah untuk mengetahui kondisi jeram Sungai Comal dan menentukan jeram-jeram mana saja yang harus kami petakan. Penyusuran sungai kami lakukan di sepanjang jalur pengarungan pendek Sungai Comal sejauh 6 km, yang dimulai dari start point Jembatan Tegalharja dan finish point di Jembatan Pikaco. Sedangkan untuk pengarungan panjang Sungai Comal sejauh 9 km dengan start point yang sama dan finish point di Bendungan Mejagong. 

Mengarungi Derasnya Jeram Sungai Comal Pemalang
Foto bersama di finish point/Lya Munawaroh

Nyaris Hanyut Terseret Arus

Aku masuk tim kedua yang bertugas menyusuri bagian tengah sungai. Kami berjalan di pinggiran sungai yang berupa persawahan, bebatuan, hingga tebing. Awal penyusuran terasa biasa saja. Namun, aku sedikit ngeri melihat derasnya aliran sungai serta bebatuan di mana-mana.

Kami terus berjalan hingga menemukan pinggiran sungai berupa tebing tinggi. Kami yang berada di sebelah kiri sungai harus menyeberang agar bisa melanjutkan perjalanan. Seniorku menyeberang lebih dulu dengan berenang. Kemudian disusul dua temanku dan aku yang terakhir.

Aku sedikit ragu-ragu untuk menyeberang karena takut terbawa arus. Lama berpikir sampai akhirnya seniorku berteriak menyuruhku untuk cepat. Tidak ada pilihan lain. Aku harus segera masuk ke sungai. Aku sudah berusaha sekuat tenaga berenang ke pinggir, tetapi arus yang cukup deras terus menyeretku hingga aku berpegangan pada batu besar yang ada di tengah sungai. 

“Mas, bantuin…,” kataku dengan muka memelas. 

Saat itulah kami menyadari ternyata kami tidak membawa rescue rope (tali untuk penyelamatan). Aku masih gemetaran kalau harus berenang lagi meskipun sudah mendekati tepian sungai. Setidaknya kalau ada rescue rope aku hanya harus memegang tali dan ditarik oleh temanku, tetapi saat ini tidak terbawa.

Akhirnya seniorku menemukan sebuah kayu lumayan panjang untuk menolongku. Namun, aku tetap harus berenang lagi supaya bisa menjangkau kayunya. Dengan takut-takut aku akhirnya berenang lagi dan menangkap kayu tersebut. Syukurlah, aku masih selamat. 

Kami pun kembali melanjutkan penelusuran. Untung jalurnya sudah tidak sesulit tadi. Tak lama kami sudah mencapai target jarak penelusuran, lalu kami berjalan menuju jalan raya untuk menunggu penjemputan. 

Mengarungi Derasnya Jeram Sungai Comal Pemalang
Foto bersama sebelum pengarungan Sungai Comal/Lya Munawaroh

Pengarungan pertama

Berdasarkan hasil survei masing-masing tim, kami telah menetapkan plot jeram-jeram yang akan kami petakan. Alat pemetaan sudah siap, perahu sudah dipompa dan siap meluncur untuk pengarungan. Basecamp Arus Comal berada tepat di bawah Jembatan Tegalharja sehingga start point pengarungan kami adalah dari basecamp ini.

Awal pengarungan kami melewati jeram welcome, jeram yang sangat menantang layaknya air terjun mini. Arusnya begitu deras. Aliran air yang menuruni celah dua batu besar di kanan dan kiri bisa saja membalikkan perahu jika skipper (pengendali perahu dalam arung jeram) tidak pandai bermanuver.

Dan benar saja, perahu pertama kami terbalik. Perahu kedua, yaitu perahuku belum bisa mengarung karena menunggu perahu pertama kembali normal. Setelah normal, kini saatnya perahuku merasakan jeram welcome. 

“Dayung cepat!” seru skipper perahuku sembari bermanuver.

Sambil mendayung aku berteriak ketika perahu kami dihantam air, menabrak batu di sisi kanan. Untungnya perahu mendarat dengan mulus setelah melewati jeram. Bikin deg-degan, tetapi sangat seru. Perahu kami terus melaju mengikuti arus mainstream (arus utama) sungai. Jeram-jeram selanjutnya makin membuat ketagihan. Karakter Sungai Comal ini terdapat banyak stopper (batuan penghalang) berupa pillow, yakni batuan yang tidak timbul ke permukaan dan masih bisa dilewati aliran air; serta cushion, yaitu batuan sungai yang membelah aliran sungai karena timbul di permukaan sungai. Penampang sungai tidak terlalu lebar, sehingga saat mengarung skipper harus lihai bermanuver agar perahu tidak nge-flip (terbalik). 

Derasnya arus membuat kami sedikit kewalahan untuk berhenti sebentar memarkir perahu dan melakukan pemetaan sungai. Mbak Mila sebagai deskriptor juga kesulitan menggambar di atas perahu yang terus terombang-ambing menabrak batu. Belum lagi, hasil yang telah digambar malah basah terkena cipratan air. Baru saat tiba di rest area perahu kami bisa menepi. Kemudian kami memutuskan melanjutkan pengarungan tanpa melakukan pemetaan. Tak jadi masalah, karena itu malah membuat kami lebih menikmati pengarungan yang sangat menantang. 

Tanpa sadar ternyata kami sudah sampai di finish point pengarungan di Jembatan Pikaco. Di sana ternyata telah ramai. Selain penuh dengan orang-orang yang berfoto di jembatan bercat pelangi itu, tepat di sisi kanan sungai juga terdapat sebuah kafe yang banyak pengunjung. 

Mengarungi Derasnya Jeram Sungai Comal Pemalang
Mencatat hasil pemetaan jeram Sungai Comal/Lya Munawaroh

Pemetaan Sungai Comal

Karena target pemetaan kami belum terpenuhi, kami mengubah rencana melakukan pemetaan dengan susur sungai. Setelah istirahat, kami segera berangkat.

Beberapa data yang kami ambil saat pemetaan meliputi lebar sungai, panjang jeram, jarak antar jeram, kedalaman dan kecepatan arus jeram, dan gradien (kemiringan jeram). Data ini berguna untuk mengidentifikasi grade jeram di Sungai Comal. Kami saling berbagi tugas dalam mengumpulkan data. Ada yang bertugas sebagai penggambar, pencatat data, pengukur kedalaman dan arus, serta pengukur gradien dengan menggunakan klinometer. Ada juga sebagai compass man (pemegang kompas). Pengukuran dengan kompas ini diperlukan untuk menentukan lebar sungai jika kami tidak bisa mengukur secara manual karena medan yang tidak memungkinkan.

Pemetaan berjalan cukup lancar, meski kadang kami mendapat sedikit kendala saat pengukuran lebar sungai. Pada pertengahan jalur pengarungan, kami menemukan anak sungai di sisi kanan aliran utama. Tidak terlalu lebar, tetapi arusnya lumayan deras. Saat itu dari kejauhan terlihat langit tiba-tiba mendung, lalu tak lama gerimis turun di tempat kami. Cuaca seperti ini terlalu berisiko untuk melanjutkan pemetaan. Meskipun di tempat kami gerimis bisa saja di hulu sungai sudah hujan deras dan membuat sungai meluap. Sesuai prediksi, kami melihat anak sungai tadi sudah meluap. Air sungai menjadi berwarna cokelat dan mengalir lebih deras. Kami buru-buru menjauhi sungai dan memutuskan melanjutkan pemetaan esok harinya.

Malamnya kami cek kondisi cuaca untuk esok hari di aplikasi mountain forecast. Prediksinya cuaca cerah. Namun, kami tetap harus waspada. Satu dari kami siaga memantau anak sungai yang kemarin banjir.

Pemetaan kami lanjutkan hingga sudah mendapat data jeram kedelapan. Kami kembali menemukan medan yang mengharuskan kami menyeberang. Kami berjalan perlahan menggunakan teknik penyeberangan lurus dan saling berpegangan satu sama lain agar tidak terbawa arus. Selesai menyeberang, kami kembali melanjutkan pemetaan, hingga sampailah kami di jeram terakhir mendekati finish

Mengarungi Derasnya Jeram Sungai Comal Pemalang
Menyeberangi sungai dengan saling berpegangan tangan satu sama lain/Lya Munawaroh

Kami berhasil memetakan 10 dari 18 jeram pada pengarungan pendek Sungai Comal. Berdasarkan hasil pemetaan, pada jeram 1, jeram 2, jeram 3, dan jeram 8 terdapat hole (pusaran air yang besar dan berputar-putar) yang disebabkan adanya arus sungai yang kuat melewati pillow. Ada pula jeram standing wave (aliran air seperti ombak) yang dapat ditemukan di jeram 2, jeram 7, jeram 8, dan jeram 9. Jeram ini menjadi favorit para wisatawan.

Usai pemetaan kami kembali ke basecamp Arus Comal dan melanjutkan pengarungan kedua. Pada pengarungan kedua kami benar-benar menikmati keseruan rafting di Sungai Comal. Tidak terjadi lagi perahu terbalik karena kami sudah belajar bermanuver di pengarungan pertama. 

Rafting atau arung jeram di Sungai Comal memang sangat memacu adrenalin dan menguji keberanian. Aliran airnya yang jernih dan udaranya yang sejuk membuat tubuh terasa segar. Pun pemandangan di sisi kanan dan kiri sungai yang masih asri berupa hutan pinus, persawahan, dan tebing tinggi memanjakan mata. Belum lagi jeram-jeramnya yang sangat menantang, sangat seru dan menyenangkan layak untuk dicoba. 

Harga paket rafting di Sungai Comal biasanya bergantung pada jarak pengarungan. Untuk pengarungan panjang berkisar Rp 150.000—200.000 per orang. Selain paket rafting, setiap operator wisata biasanya juga menyediakan paket dokumentasi, outbound, hingga camping ground.

Jadi, kapan kamu rafting ke Sungai Comal?

Referensi:

Sukmah, Fenti. (2023). Rafting Di Sungai Comal, Wisata Pemalang Yang Bikin Ketagihan. Diakses 21 September 2023 dari https://www.nativeindonesia.com/rafting-di-sungai-comal/.
Wikipedia. (2015). Sungai Comal. Diakses 11 Juli 2023 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Comal.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mengarungi Derasnya Jeram Sungai Comal Pemalang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mengarungi-derasnya-jeram-sungai-comal-pemalang/feed/ 0 39996
Menelusuri Gua Sibodak di Purworejo https://telusuri.id/menelusuri-gua-sibodak-di-purworejo/ https://telusuri.id/menelusuri-gua-sibodak-di-purworejo/#respond Tue, 20 Jun 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39016 Keindahan bumi dapat kita nikmati dengan berbagai cara. Jika kamu senang menikmati alam dari ketinggian, maka kamu bisa naik gunung atau melakukan panjat tebing. Kalau tertarik pada sensasi kedalaman bawah air, kamu bisa menyelam. Mau...

The post Menelusuri Gua Sibodak di Purworejo appeared first on TelusuRI.

]]>
Keindahan bumi dapat kita nikmati dengan berbagai cara. Jika kamu senang menikmati alam dari ketinggian, maka kamu bisa naik gunung atau melakukan panjat tebing. Kalau tertarik pada sensasi kedalaman bawah air, kamu bisa menyelam. Mau menikmati keindahan alam di atas permukaan air, tersedia olahraga arung jeram. Dan apabila kamu lebih suka menikmati keindahan di bawah permukaan tanah, maka kegiatan menelusuri gua (caving) adalah pilihannya.

Bagi kamu penyuka kegiatan caving, saya memiliki referensi tempat yang menyimpan banyak keindahan di perut bumi. Namanya Gua Sibodak, salah satu gua di kawasan karst Pegunungan Menoreh, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Gua ini terletak di Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing.

Selain Sibodak, di kawasan karst tersebut juga ada gua-gua lain seperti Gua Seplawan, Gua Temanten, Gua Sekantong, Gua Gong, Gua Nguwik, dan masih banyak lagi. Untuk menuju Gua Sibodak diperlukan waktu tempuh selama tiga jam dari Kota Semarang. 

Perjalanan ke Desa Donorejo

Kali ini saya bersama teman-teman berkesempatan menjelajahi dan memetakan gua tersebut. Pemetaan ini kami lakukan sebanyak enam orang yang terdiri dari empat perempuan (saya, Mula, Yulyas, dan Ika) serta dua laki-laki (Ferdian dan Andi).

Perjalanan ke Purworejo kami tempuh dengan mobil pick up dan satu sepeda motor. Kami menggunakan mobil untuk memuat berbagai peralatan yang bisa saya bilang cukup banyak, karena mengingat penelusuran kali ini berupa gua vertikal. Logam-logam pengaman mendominasi peralatan dan juga berbagai tali, seperti karmantel, prusik, dan webbing. Tidak lupa pula peralatan pemetaan, yaitu kompas, laser distance, dan alat tulis.

Jalan menuju Desa Donorejo cukup sempit meskipun sudah beraspal, sehingga kami harus hati-hati. Apalagi jalanan basah akibat hujan yang mengiringi perjalanan kami.

Setelah menempuh perjalanan selama tiga jam, kami akhirnya sampai di basecamp Mbah Cokro. Mbah Cokro merupakan seorang juru kunci yang rumahnya tidak jauh dari Gua Sibodak. Biasanya rumah beliau sering dipakai menginap oleh orang-orang yang ingin berkegiatan di Gua Sibodak ataupun Gua Temanten.

Pada hari itu kebetulan ada dua organisasi mahasiswa pencinta alam (mapala) yang juga melakukan kegiatan serupa dan menginap di rumah Mbah Cokro. Oleh karena itu kami direkomendasikan menginap di rumah anaknya Mbah Cokro. Setibanya di sana, kami langsung menurunkan alat-alat dari pick up dan menatanya. Tak membutuhkan waktu lama, kami melanjutkan makan malam bersama.

Seusai makan malam kami melakukan briefing untuk kegiatan pemetaan keesokan harinya. Kami menyusun beberapa rencana mengenai cara dan teknik-teknik dalam pemetaan. Meskipun sebelumnya kami telah melakukan survei lapangan dan juga survei dari beberapa orang yang pernah ke Gua Sibodak, kami tetap mempertimbangkan berbagai kemungkinan jalur yang bisa kami buat. Tak lupa, kami juga melakukan penggambaran skema rigging yang akan kami lakukan. Rigging adalah kegiatan membuat lintasan menggunakan tali untuk menuruni gua vertikal.

Menelusuri Gua Sibodak di Purworejo
Proses pemetaan di dalam Gua Sibodak/Lya Munawaroh

Keanekaragaman Hayati di Gua Sibodak

Keesokan harinya, sekitar pukul 07.00 WIB, kami menuju ke Gua Sibodak untuk melakukan pemetaan. Keinginan kami melakukan pemetaan pagi hari agar selesai lebih awal gagal, karena masih ada mapala lain yang belum selesai melakukan penelusuran. Cukup lama kami menunggu mereka selesai, hingga akhirnya pukul 10.30 kami baru bisa menggunakan gua tersebut.

Tak berlama-lama kami segera melakukan rigging untuk turun ke dasar gua. Meskipun sempat terjadi hujan, kami tetap melakukan pemetaan secara perlahan. Gua ini tergolong aman ketika terjadi hujan dan tidak pernah banjir, sehingga kami tidak terlalu khawatir.

Di mulut gua, kami sudah disuguhi keindahan lubang seperti sumur yang dirambati tanaman hijau. Setelah menuruni gua dan menelusuri bagian horizontal di dalamnya, kami semakin terkagum-kagum pada ornamen-ornamen gua yang autentik.

Setelah semua personel tim turun, kami segera melaksanakan pemetaan. Kami memetakan Gua Sibodak dengan teknik bottom to top, yaitu teknik pemetaan gua vertikal yang kami lakukan dari bawah atau dasar gua menuju ke atas gua. Kami memetakan bagian horizontal terlebih dahulu. 

Beberapa bagian Gua Sibodak ini terdiri dari beberapa chamber besar yang di atasnya terdapat kelelawar dalam jumlah yang tidak sedikit. Gua ini memiliki banyak stalaktit yang masih hidup. Ada juga rembesan air, asalnya dari air hujan yang masuk melalui mulut gua.

Di dalam Gua Sibodak juga terdapat satu percabangan lorong ke bagian kanan gua. Di sana kami menemukan flow stone yang memukau. Tidak lupa, selain pemetaan kami juga mengambil dokumentasi ornamen-ornamen Gua Sibodak dan beberapa biota yang ada, seperti kelelawar, katak, dan beberapa jenis serangga.

Pemetaan dapat terlaksana lumayan mudah dengan menggunakan peralatan laser distance, karena kami tidak harus mengukur secara manual. Tidak terbayang jika harus mengukur dengan cara manual, pastinya pemetaan akan terasa lebih lama. Berdasarkan pemetaan yang kami lakukan dengan 14 stasiun, kami memperoleh data bahwa panjang lorong horizontal gua sebesar 52,7 meter dan panjang bagian vertikal setinggi 28 meter. 

Menelusuri Gua Sibodak di Purworejo
Salah satu biota di Gua Sibodak/Lya Munawaroh

Potensi Kegiatan Minat Khusus di Gua Sibodak

Gua Sibodak di Purworejo tergolong sebagai gua yang cukup aman bagi pemula. Meskipun begitu, kegiatan penelusuran gua vertikal tetaplah berbahaya. Para penggiat susur gua harus mengikuti prosedur dan membawa peralatan yang benar untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan.

Kami berharap hasil dari kegiatan pemetaan Gua Sibodak ini bisa bermanfaat. Selain itu data yang kami himpun juga menjadi referensi bagi masyarakat sekitar dan para penikmat caving yang akan melakukan kegiatan di Gua Sibodak ini. 

Selalu ada cara untuk menikmati keindahan bumi, jika kita mau mensyukuri dan memelihara keindahan tersebut. Termasuk di dalam kegelapan sekalipun, kita masih bisa melihat keindahan yang tersembunyi di bawah perut bumi.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menelusuri Gua Sibodak di Purworejo appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menelusuri-gua-sibodak-di-purworejo/feed/ 0 39016