Morgen Indriyo Margono, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/author/morgen-indriyo-margono/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Thu, 19 Jan 2023 06:20:45 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Morgen Indriyo Margono, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/author/morgen-indriyo-margono/ 32 32 135956295 Wayang Windu Pangalengan, Wisata Favorit Baru di Bandung Selatan https://telusuri.id/wayang-windu-pangalengan-wisata-favorit-baru-di-bandung-selatan/ https://telusuri.id/wayang-windu-pangalengan-wisata-favorit-baru-di-bandung-selatan/#respond Tue, 22 Jun 2021 01:10:00 +0000 https://telusuri.id/?p=28392 Berwisata ke Bandung Selatan, terkadang mengesalkan. Meski COVID-19 masih jadi pandemi saat ini, tak jarang kepadatan untuk menuju Ciwidey di akhir pekan masih terasa. Meski pemandangan di Ciwidey segar dipandang, namun kepadatan jelang lokasi seringkali...

The post Wayang Windu Pangalengan, Wisata Favorit Baru di Bandung Selatan appeared first on TelusuRI.

]]>
Berwisata ke Bandung Selatan, terkadang mengesalkan. Meski COVID-19 masih jadi pandemi saat ini, tak jarang kepadatan untuk menuju Ciwidey di akhir pekan masih terasa. Meski pemandangan di Ciwidey segar dipandang, namun kepadatan jelang lokasi seringkali menurunkan mood setelah sampai di tempat wisata yang dituju.

Seiring perjalanan waktu sejak masa pandemi COVID-19, tumbuh pula ragam wisata baru. Kemeriahan Ciwidey malah saat ini bergeser agak ke Timur. Tetangga kecamatannya, Pangalengan saat ini mulai jadi primadona, setelah sejumlah wisata alam dikembangkan secara serius, ada Point Sunrise Cukul, ada pula Wayang Windu Panenjoan.

Wayang Windu Panenjoan indah saat cerah dan berkabut

Wayang Windu Panenjoan adalah wisata alam, berupa hamparan kebun teh. Posisinya persis di ketinggian 1800 DPL. Menjadi puncak tertinggi dari Perkebunan Teh Kertamanah, Pangalengan. Karena berada di ketinggian ini lah, cuaca mudah berubah, faktor tekanan udara dan kelembabannya berbeda dengan di dataran rendah.

Wayang Windu Panenjoan

Saat cerah sunrise,  bisa jadi sejam kemudian turun kabut tebal. Begitu pula saat kabut turun, bisa jadi hujan rintik tiba-tiba datang. Namun demikian, jangan percaya kalau ada orang bilang Wayang Windu Panenjoan hanya asyik dinikmati saat cerah. Ternyata berada di lokasi ini saat gerimis sekalipun sangat berbeda suasananya.

Saat cerah, ketika matahari pagi baru muncul, memandang sisi barat, Gunung Malabar nampak  gagah berdiri. Sementara di bawah, tidak jauh dari puncak Perkebunan Teh Kertamanah terlihat kepulasan asap dari Geothermal Gunung Wayang. Pemandangan asap membumbung tinggi dari geothermal akan menjadi lebih dramatis saat kabut turun.

Ketika kabut turun pun, saat masih tipis, pohon-pohon tinggi diantara tanaman teh akan terlihat seperti siluet diantara kabut putih. Ini justru menjadi pemandangan yang eksotis. Apalagi ketika kabut masih tipis, putihnya kabut dan asap dari geothermal menjadi pemandangan indah tersendiri karena gradasi warna yang dimunculkannya.

Suasana di Wayang Windu Panenjoan

Ketika kita sudah berada di lokasi, tidak hanya pemandangan yang memanjakan mata, kita juga bisa berolahraga. Buat kamu yang suka gowes, ada track panjang yang  bisa kamu susuri. Kamu juga bisa sewa ATV untuk jelajahi sudut-sudut Wayang Windu Panenjoan.

Berkabut

Soal camilan tidak perlu khawatir, di sini ada kantin. Setidaknya bisa menghangatkan tubuh dengan kopi atau mie rebus yang bisa dipesan dan disantap di bagian atas paseban kantin. Kalau mau bawa makanan sendiri juga boleh, karena tidak ada larangan membawa makanan. Hanya saja, please dong sampahnya disimpan pada tempat yang sudah ada. Agak kesal juga sih melihat oknum pengunjung yang lempar buang sampah sembarangan. Untunglah ditegur masih mau pungut, walaupun wajah orang tersebut kemudian memerah dan manyun.

Para pesepeda Bandung dan sekitarnya, di akhir pekan sering kali ke sini. Kalau dari luar Pangalengan untuk menuju lokasi, stamina memang harus prima. Jangankan dengan sepeda, dengan sepeda motor saja, bolak-balik Bandung Pangalengan cukup melelahkan dengan jaraknya yang 60 km sekali jalan.

Bukan perjalanan yang mudah

Pemandangan kebun teh

Saat menuju lokasi, setelah lepas Banjaran kita akan terhibur dengan jalan yang meliuk-liuk. R4 dan R2 jenis kecil tentu sangat menikmati karena pemandangan di sela-sela perkampungan yang dilewati cukup membuat kita menahan lelah, dengan suasana yang memanjakan mata. Beberapa penjaja kuliner tradisional warungan juga dengan mudah kita temukan, sehingga kita bisa istirahat sejenak untuk sekedar mengisi perut karena perjalanan dari jalan provinsi menuju lokasi masih sangat jauh.

Patokan yang paling mudah untuk mengarah ke lokasi adalah Banjaran. Melalui Jalan Raya Banjaran Pangalengan, ada dua indikator yang harus diingat. Pertama pertigaan Cimaung, yang ke dua Desa Cikalong.

Pertigaan Cimaung sangat terkenal, karena  menjadi akses menuju Gunung Puntang. Selepas Cimaung, kalian akan melewati desa Cikalong. Nah, selepas Desa Cikalong kalian akan menemukan pertigaan Kertamanah. Dijamin pertigaan ini tidak akan terlewat karena cukup besar dan ada tugu serta tulisan besar Perkebunan Teh Kertamanah.

Di pertigaan tersebut tekuk kiri, masuk ke arah perkebunan teh. Jangan senang dulu, setelah melalui 52 km perjalanan Bandung Kertamanah, di GPS kita bisa lihat, untuk menuju ke lokasi masih ada 10 km perjalanan harus ditempuh. Jalannya makin lama, makin menanjak. Sebagian sudah dibeton, sementara sebagian lagi jalanan berbatu kecil. Untuk pengendara roda dua tentu harus berhati-hati saat riding di jalan yang masih berbatu.

Untuk yang baru pertama kali menuju lokasi, setiba di Pertigaan Kertamanah, umumnya girang, karena dikira sudah mau sampai. Nyata 10 km menuju lokasi, perasaan lama banget. Oleh karenanya harus siap fisik dan juga mental. Terutama buat anak mall, pasti kaget dah. Tapi perjalanan mengasyikan kok. Kanan kiri hutan pinus, hutan heterogen dan juga hamparan teh. Perkampungan hanya ada jelang pemandian air panas, dan juga komplek pegawai perkebunan.

Di sisa perjalanan 10 km, kalian bisa rehat di beberapa spot untuk sekedar ngemil di warung, atau minum bandrek yang dijajakan warga. Kalau masih pagi, bisa juga mampir di Pemandian Air Panas Cibolang. Atau mau trekking dulu ke Kawah Wayang Windu yang jadi pusat geothermal? Nah kalau mau mampir sana sini di dekat lokasi, tentu perjalanan harus dilakukan sepagi mungkin, biar nggak nanggung berpetualang jauhnya.

The post Wayang Windu Pangalengan, Wisata Favorit Baru di Bandung Selatan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/wayang-windu-pangalengan-wisata-favorit-baru-di-bandung-selatan/feed/ 0 28392
Pantai Indrayanti, Gunung Kidul, Seharusnya Jadi Tempat Favorit https://telusuri.id/pantai-indrayanti-gunung-kidul/ https://telusuri.id/pantai-indrayanti-gunung-kidul/#respond Sat, 05 Jun 2021 01:05:00 +0000 https://telusuri.id/?p=28216 Pantai Indrayanti terletak di Desa Tepus, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul. Untuk menuju ke lokasi, dari Kota Yogyakarta, kita menuju ke Wonosari, Kota Kecamatan yang menjadi Ibukota Kabupaten Gunung Kidul.  Apabila kita sudah sampai di...

The post Pantai Indrayanti, Gunung Kidul, Seharusnya Jadi Tempat Favorit appeared first on TelusuRI.

]]>
Pantai Indrayanti terletak di Desa Tepus, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul. Untuk menuju ke lokasi, dari Kota Yogyakarta, kita menuju ke Wonosari, Kota Kecamatan yang menjadi Ibukota Kabupaten Gunung Kidul. 

Apabila kita sudah sampai di Wonosari, lajukan kendaraan sampai di Jalan Sugiyopranoto. Selepas pertigaan Jalan Sugiyopranoto Jalan Pramuka, tekuk kanan ke arah Jalan Baron. Jalan ini sangat panjang, membentang sampai nyaris di pesisir Pantai Selatan Gunung Kidul. 

Karena panjangnya, bila pertama kali menuju ke Pantai Indrayanti, seolah tidak sampai-sampai selama di Jalan Baron.  Tapi sepanjang Wonosari sampai Jalan Baron, kalian akan disuguhi pemandangan yang indah terutama ketika melaju pagi-pagi benar. Sebetulnya indah juga saat sore, hanya jangan terlalu sore deh kalau mau ke Pantai Indrayanti. Nanti dijelasin di bawah alasannya ya. 

Jalan Baron akan berakhir di wilayah Citepus. Ujungnya di Pertigaan Jalan Baron, Jalan Saptosari Citepus. Di situ kalian belok kiri. Selepas Pantai Krakal sekira 2 km kalian akan sampai di Pantai Indrayanti. Kondisinya bagus. Hanya saja kalian harus berhati-hati dengan tanjakan, turunan dan tikungan tajam.  Jalan yang membentang sejauh 19,9 km dari pertigaan Jalan Sugiyopranoto ini tidak bisa diestimasikan berapa waktu tempuhnya, tergantung kepiawaian pengemudi saat berkendara di jalan yang menurutku cukup sulit.

Sekitar 10 km jelang lokasi pemandangan bukit-bukit kapur dan karang di kanan kiri jalan sudah tampak. Kita juga akan menembus hutan heterogen dan juga hutan jati. Rasanya sejak Baron sampai pantai, perkampungan tidak begitu banyak. Inilah sebabnya, aku sarankan kalau ke Pantai Indrayanti kalian tidak pulang malam. 

Aku ngalamin benar agak kikuk dengan gelapnya jalan, setelah pulang dari pantai ini selepas pukul 18.00 WIB. Jalanan sepi. PJU  sejak pantai sampai kurang lebih 10 km setelahnya tidak nampak. Sebaiknya kalian pun tidak pergi ke sana dengan taksi online, karena bisa sampai saat pergi, belum tentu dapat taksi online saat pulang dari pantai. Apalagi selepas pukul 16.00 WIB.

Pantai Indrayanti Sangat Indah dan Bersih

Pantai Indrayanti/Morgen Indriyo Margono

Tiba jelang pantai, kita akan melihat sederetan villa dan cottage, yang nampak sepi saat kami kunjungi 6 April lalu. Pantai  tampak samar terlihat dari jalan, karena deretan resto, kedai, toko, dan warung. Di antara resto kedai dan warung itu, ada  sejumlah gang untuk menuju ke pantai.

Cukup mencengangkan sih sesaat setelah muncul di ujung gang itu. Hamparan pasir  putih membentang sekira 700 meter dengan ujung kanan kiri tebing cukup tinggi menjulang. Di atas tebing, baik di Timur maupun di Barat ada spot selfie dan beberapa gazebo untuk beristirahat sambil memandang ke laut lepas.

Di pasir pantai selepas teras rumah makan atau resto, ada bangku-bangku dan meja yang disiapkan bila pengunjung ingin bersantap di pantai.  Dari pantai kalau kita berfoto dengan sudut tertentu, gambar yang dihasilkan malah akan terasa seperti di Bali.

Pasir putihnya bersih, tidak ada sampah, karena pengelola akan memberikan denda pada pengunjung yang membuang sampah sembarangan. Itulah nilai plus dari pantai ini. Keindahannya terjaga dan pengunjungnya pada awal pekan itu, bisa dibilang sepi. Berbeda dengan pantai-pantai lain yang saat hari kerja pun cukup ramai.

Keramaian Pantai Indrayanti/Morgen Indriyo Margono

Itu juga yang barangkali menjadi alasan, kenapa aktivitas niaga baik kuliner maupun souvenir sudah tutup pada pukul 18.00 WIB. Kami berlima, aku, istri, anak, adik dan driver mobil yang kami sewa menjadi pengunjung terakhir yang pulang lepas pukul 18.00 WIB. Driver kami, Pak Bono mimik wajahnya seperti kikuk. Entah ada cerita yang disembunyikan, atau memang khawatir pada kami yang baru muncul dari pantai ke tempat parkir pukul 18.15 WIB, sementara sejak pukul 17.50 WIB sudah tidak ada satupun pengunjung di pantai.

Seharusnya Bisa Jadi Tempat Wisata Favorit

Pantai Indrayanti memiliki pesona yang  khas. Dua bukit karangnya yang mengapit pantai, kebersihannya,  rimbunan hutannya di utara jalan, bila dikembangkan dan di tata ulang, bisa jadi lebih cantik dari kondisi yang sudah baik saat ini.

Membaca tulisan yang kucari di Google, saking penasarannya pada kondisi sepi pada senja hari, bisa kita dapatkan info bahwa pengelolanya dilakukan secara bersama oleh para pemilik usaha di tempat tersebut. Pemerintah daerah setempat tidak terlibat dalam pengelolaannya. Gosipnya sih Pemda setempat sempat mutung, karena berubahnya nama pantai dari Pantai Pulang Syawal jadi Pantai Indrayanti yang diabadikan dari nama pionir pengelola rumah makan di pantai tersebut. Padahal jika saja ada keterlibatan pemerintah, kondisinya selain akan lebih baik, potensinya pun akan berkembang sehingga semakin diminati oleh wisatawan sebagai tempat berlibur.

Tidak hanya di pantai, sepanjang jalan Baron menuju ke lokasi, memiliki potensi untuk wisata adventure. Untuk menginap pun rasanya memiliki nuansa yang berbeda dengan pantai lainnya yang sudah eksis di Gunung Kidul. Untuk makan pun, di pantai ini harganya ramah di kantong.  Berkisar antara Rp18 sampai Rp30 ribuan. Kecuali seafood ya. Tahu sendiri kan harga seafood bagaimana. Eh jangan lupa, kalau ke sini coba  nasi goreng kerangnya. Mak nyussss.

The post Pantai Indrayanti, Gunung Kidul, Seharusnya Jadi Tempat Favorit appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pantai-indrayanti-gunung-kidul/feed/ 0 28216
Menyusuri Curug Tenjong di Kampung Santri Ciharashas https://telusuri.id/menyusuri-curug-tenjong-di-kampung-santri-ciharashas/ https://telusuri.id/menyusuri-curug-tenjong-di-kampung-santri-ciharashas/#respond Tue, 16 Feb 2021 18:30:00 +0000 https://telusuri.id/?p=27077 Hari kedua berada di Desa Ciharashas. Waktu masih menunjukkan pukul 4 pagi, namun aktivitas di Pesantren Al Mutaqin tempat menginap saya dan pendamping Desa Ciharashas sudah mulai bergeliat. Para santri melaksanakan kegiatan harian, sebagian diantaranya...

The post Menyusuri Curug Tenjong di Kampung Santri Ciharashas appeared first on TelusuRI.

]]>
Hari kedua berada di Desa Ciharashas. Waktu masih menunjukkan pukul 4 pagi, namun aktivitas di Pesantren Al Mutaqin tempat menginap saya dan pendamping Desa Ciharashas sudah mulai bergeliat. Para santri melaksanakan kegiatan harian, sebagian diantaranya menyiapkan pelaksanaan sholat subuh berjamaah. Sebagian lagi bersiap untuk kegiatan Jumsih (Jumat bersih-bersih). Pada sebuah sudut, beberapa santri pria berkemas, mempersiapkan barang-barang yang akan dibawanya untuk melakukan perjalanan bersama saya menuju Curug Tenjong (sebagian masyarakat menyebut pula dengan Curug Enjong). 

Sembari menunggu Pak Japar Sidik datang, saya dan Pak Iman Saepulloh selaku Pimpinan Ponpes Al Mutaqien, beserta para pendamping desa, sarapan pisang goreng ditemani secangkir kopi. Kades Ciharashas datang tidak lama kemudian dibarengi Bendahara Bumdes, Kang Ajid.

Setelah semua siap, kami pun berangkat menuju Curug Tenjong. Kades Ciharashas mengingatkan kami agar bersabar di jalan karena medannya yang sulit dan jalan setapak menuju ke lokasi berada di lereng jurang curam.

Untuk menuju ke Curug Tenjong ada dua jalan setapak yang bisa ditempuh. Pertama dari sisi utara, jalan ditempuh dari ponpes menuju pesawahan yang kami kunjungi sehari sebelumnya. Setelah sampai di pesawahan, tekuk ke kiri untuk menuju  ke selatan. Jalannya cukup terjal, kemiringan lereng sekira 70 derajat sehingga jalan setapak yang dibangun disesuaikan dengan kontur lereng, tidak banyak  yang dibuat vertikal.

Meski jalan setapak horizontal melawan kecuraman lereng, namun jalan tersebut tidak lebar sehingga mata perlu waspada pada pijakan kaki. Ini terbukti saat perjalanan pulang saya sempat salah pijakan dan nyaris terperosok ke jurang, namun beruntung masih ada pepohonan kuat yang bisa dijadikan tumpuan tangan saat tergelincir sehingga bisa menyelamatkan diri.

Jalan berliku menuju Curug Tenjong

  • Curug Tenjong
  • Curug Tenjong

Jalur ke dua yakni jalan dari sisi selatan aliran sungai menuju ke Curug Tenjong. Jalur ini ditempuh dari ujung jalan lama menuju Ke Bendungan Cirata. Jalan yang dulunya beraspal ini, sekarang menjadi kebun dan pesawahan. 300 meter pertama trek masih lurus, hanya saja kita harus melalui jalan setapak dan tegalan sawah. Setelahnya, jalan mulai turun, melewati lereng yang sama curamnya dengan jalur selatan.

Karena jalan yang relatif ekstrem itulah, saya tidak berani sambal mendokumentasikan perjalanan. Baik Kamera DSLR maupun ponsel saya simpan agar fokus pada pijakan dan juga siap siaga mengawasi teman di depan agar tetap berjalan pada jalurnya.

Setelah menyeberang sungai, kira-kira 300 meter sebelum tiba di Curug Tenjong, kita akan bertemu dengan persimpangan jalan. Persimpangan jalan ini mempertemukan jalur dari selatan dan utara.

Setelahnya, jalan masih dalam keadaan menurun. 50 meter sisanya bahkan jalan setapak lebih ekstrem. Dinding jurang di sisi utara tempat kita berjalan merupakan batuan keras, umumnya basah karena rembesan mata air yang muncul dari batuan yang bercampur tanah, sehingga jalan yang sebagian landasannya adalah batu menjadi basah dan sebagian lagi becek.

Untuk melihat jelas Curug Tenjong, kita harus menuruni lereng rendah sekitar 10 meter. Hanya saja jalan untuk turun cukup sulit, bila terpeleset, taruhannya adalah kamera jatuh. Saya memilih berdiri di  8 meter terakhir. Meski harus mencari titik yang pas, sejumlah dokumentasi masih bisa dibuat di sini.

Curug Tenjong diapit dua lereng searah aliran sungai. Lereng ini ditumbuhi pepohonan keras, cukup rindang. Tidak ada tempat yang terlalu landai berumput untuk sekedar duduk-duduk memandang air terjun.

Sejauh ini, belum ada pengunjung luar desa yang datang ke sini. Warga setempat pun, ke sini hanya untuk mencari rumput liar untuk ternak.  Kalaupun ada yang sengaja berekreasi, tidak setiap minggu ada orang yang sengaja berkunjung. Itulah sebabnya, sepanjang perjalanan, terutama di persimpangan setapak yang digambarkan di muka sampai di lokasi, penuh dengan rumput liar.

Namun, inilah keasyikannya. Jalan menantang,  jurang dalam, suasana agak gelap karena rerimbunan pohon besar menambah keseruan perjalanan menuju Curug Tenjong, yang tingginya sekira 50 sampai 70 meter ini. 

  • Curug Tenjong
  • Curug Tenjong
  • Curug Tenjong

Para santri yang mengantar kami nampak girang setibanya di curug, apalagi jalan yang kami lalui cukup berat. Kegembiraan mereka tersirat dari senyuman saat berfoto bersama. Mereka naik ke atas curug beramai-ramai sampai di posisi tengah, berpose di sana. Dua santri malah berhasil ke puncak Curug Tenjong. Tidak kalah dengan para santri, Kades Ciharashas mulai beraksi. Ia turut pula naik sampai di tengah-tengah curug. Sejurus kemudian ia terlihat sudah merayapi batuan yang licin.

Guyuran air terjun yang cukup deras tidak mematahkan semangatnya untuk berdiri lebih dekat dengan Curug Tenjong. Semua yang menyaksikan adegan tersebut cukup kaget. Setelah berjuang melawan kepungan air deras yang seolah menghadangnya untuk naik ke atas, Kades Japar sidik sudah berada di puncak air terjun bersama Kang Ajid. Sambutan riuh pun kemudian pecah diantara suara batu yang tertimpa aliran air terjun.

Kami pulang dengan gembira, karena perjalanan pergi dan pulang berhasil kami lewati.

The post Menyusuri Curug Tenjong di Kampung Santri Ciharashas appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menyusuri-curug-tenjong-di-kampung-santri-ciharashas/feed/ 0 27077
Bertandang ke Kampung Santri Ciharashas https://telusuri.id/bertandang-ke-kampung-santri-ciharashas-1/ https://telusuri.id/bertandang-ke-kampung-santri-ciharashas-1/#comments Tue, 16 Feb 2021 09:30:00 +0000 https://telusuri.id/?p=27064 33 Kilo meter dilalui dari Cimahi, Kamis, 11 Februari tepat pukul 10.15 saya tiba di Kantor Desa Ciharashas, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Cuaca panas siang itu, membuat perjalanan saya yang didampingi Pendamping...

The post Bertandang ke Kampung Santri Ciharashas appeared first on TelusuRI.

]]>
33 Kilo meter dilalui dari Cimahi, Kamis, 11 Februari tepat pukul 10.15 saya tiba di Kantor Desa Ciharashas, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Cuaca panas siang itu, membuat perjalanan saya yang didampingi Pendamping Desa Kecamatan Cipeundeuy, Yudistira Gumantri cukup berkeringat. Namun demikian ada kebahagiaan dalam hati karena kepenasaran soal Kampung Santri Ciharashas akan terbayar di hari itu.

Mampir di Kantor Desa Ciharashas, kami berdua mendapat penjelasan panjang lebar soal Kampung Santri Ciharashas yang tidak lama lagi akan dijadikan kawasan wisata. Kepala Desa Ciharashas, Japar Sidik menuturkan, ia bermimpi bahwa kelak Pesantren Al Mutaqien selain menghasilkan santri yang bersumber daya agama baik, juga bisa berdaya secara ekonomi dengan beragam pelatihan yang diadakan.

Ia juga berharap Pesantren Al Mutaqien akan menjadi kawasan wisata religi yang dapat menarik minat pengunjung karena selain mendapatkan sentuhan rohani, mereka akan mendapat pelatihan SDM, baik itu bahasa maupun pelatihan lainnya.

Keliling Kampung Santri Ciharashas

Mengunjungi Kampung Santri Ciharashas yang ada di Kampung Tugu pada siang hari, kami berkesempatan melihat langsung aktifitas santri menjelang dzuhur. Yang tidak pernah kami bayangkan adalah pondok pesantren dengan 229 santri tersebut akan mendukung terciptanya sebuah kawasan desa wisata.

Setelah sholat Ashar berjamaah, pimpinan Pondok Pesantren Al Mutaqien, Iman Saepuloh  mengajak kami melihat salah satu titik destinasi wisata di Kampung Tugu. Ini artinya ada keseriusan pondok pesantren untuk mensinergikan antara wisata religi dan wisata alam. Sore itu kami menuju bentangan sawah yang berundak. Sebagian padinya ada yang sudah dipanen, sebagian lagi sedang masa tanam.

  • kampung ciharashas
  • kampung ciharashas
  • kampung ciharashas
  • kampung ciharashas

Sawah ini berada kurang lebih 600 meter dari pondok pesantren. Namun, ketika berkeliling pesawahan tersebut, bentangan jalan untuk trekking mengelilingi undakan jika diukur jaraknya bisa lebih dari 1 km. Sepanjang pematang terdapat beberapa titik yang disediakan untuk wisatawan berswafoto.

Tak kalah asyik untuk dipandang, di barat laut berdiri dengan gagah tembok Bendungan Cirata. Letaknya berada diantara dinding pegunungan yang cukup curam. Di sudut lain, warna biru memancar dari langit di balik Waduk Cirata. Segala yang ada ini, membuat saya dan rombongan berlama-lama dalam menikmati sore. Bahkan saat matahari hampir tergelincir di ufuk barat, kami masih betah di sana.

Persis di ujung pesawahan, jurang membelah sekaligus menjadi pembatas Kampung Tugu  dan Kampung Ciharashas. Jurang tersebut tampaknya cukup curam, kami estimasikan sekitar 100 meter dalamnya. Sebagian tebing berwujud bebatuan dengan warna hitam, yang jika kamu memanjatkan akan tampak seperti pemandangan dalam film Cliffhanger.

Di dasar jurang mengalir Sungai Cileuleuy, bila ditarik ke barat daya dari poisi kami berdiri, di bawahnya mengalir Curug Enjong. Sayangnya, sore itu bukan waktu yang tepat untuk meneruskan perjalanan ke Curug Enjong. Selain tidak ada jalan untuk menuruni tebing, untuk menuju ke sana juga harus memutar jauh dari rute kami. Jadi, kami urungkan niat ke sana sore itu.

Jelang magrib, kami beristirahat sembari berdiskusi banyak soal rencana pembangunan beberapa titik di Kampung Santri Ciharashas yang akan ditujukan sebagai tempat wisata. 

Pikiran saya melayang jauh, mengkhayalkan nikmatnya makan siang di saung yang berada di sawah sawah, dengan menyantap tawes goreng crispy yang menjadi makanan unggulan, yang sempat kami santap siang hari sebelumnya. Lamunan saya terpecah saat adzan magrib berkumandang, memanggil para santri di pesantren tempat kami menginap.

Remaja berusia belasan tahun bergegas mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat magrib berjamaah. Setelahnya, sambil bersantap malam, kami mendengar lantunan musik hadrah, mengiringi lantunan puji-pujian yang menggema di sudut timur pesantren. Acara berlangsung sampai menjelang isya.

Sementara setelah isya, saya diajak pimpinan pesantren menuju rumah kepala desa. Warga sudah berkumpul di sana sebab acara rutin tawasulan senantiasa digelar pada Kamis malam. Acara tersebut semakin menggenapkan istilah Kampung Santri karena tidak hanya warga pesantren, namun kepala desa, dan warga di Kampung Tugu, serta aktivitas sehari-harinya memang religius namun sangat terbuka dengan perkembangan zaman dan teknologi. 

  • kampung ciharashas
  • kampung ciharashas
  • kampung ciharashas

Selepas tawasulan, warga berserta kepala desa kembali berdiskusi tentang pembangunan kawasan desa wisata. Perbincangan sangat hangat karena saya dan warga saling berbagi pendapat bagaimana kampung santri bisa mewujudkan keinginan tersebut, sementara potensi alam dan warga desanya sangat mumpuni.

Sehabis diskusi yang hangat itu, kami kembali ke pesantren. Di sana masih terlihat beragam aktivitas menarik dilakukan para santri, mulai dari mengulas kembali apa yang mereka dapatkan selama belajar, sampai kegiatan ngaliwet untuk merekatkan persaudaraan para santri.

Sambil menyaksikan kegiatan mereka, pikiran saya sudah melayang, membayangkan bagaimana perjalanan esok hari melihat potensi wisata lain di Desa Ciharashas, yaitu Curug Enjong. Ini juga yang membuat saya ingin beristirahat dengan segera menyelesaikan tulisan ini.

The post Bertandang ke Kampung Santri Ciharashas appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bertandang-ke-kampung-santri-ciharashas-1/feed/ 1 27064
Jaga Kesehatan dengan Jalan Kaki di Kebun Teh Sukawana https://telusuri.id/jaga-kesehatan-dengan-jalan-kaki-di-kebun-teh-sukawana/ https://telusuri.id/jaga-kesehatan-dengan-jalan-kaki-di-kebun-teh-sukawana/#respond Mon, 25 Jan 2021 10:10:11 +0000 https://telusuri.id/?p=26574 Imunitas menjadi kata kunci untuk menjaga kesehatan di semasa pandemi COVID-19. Selain faktor konsumsi, olahraga menjadi aktivitas yang disarankan agar kita tetap bugar. Jalan kaki atau trekking, adalah salah satu olahraga yang baik untuk menjaga...

The post Jaga Kesehatan dengan Jalan Kaki di Kebun Teh Sukawana appeared first on TelusuRI.

]]>
Kebun Teh Sukawana

Kebun Teh Sukawana/Foto: Morgen Indriyo Margono

Imunitas menjadi kata kunci untuk menjaga kesehatan di semasa pandemi COVID-19. Selain faktor konsumsi, olahraga menjadi aktivitas yang disarankan agar kita tetap bugar. Jalan kaki atau trekking, adalah salah satu olahraga yang baik untuk menjaga kesehatan, terutama dari sisi motorik.

Banyak pilihan untuk berjalan kaki, bisa di track atletik yang ada di lingkungan komplek. Kalau mau lebih menantang sambil menghirup udara segar, bisa dilakukan di alam bebas. Pilihan saya kali ini adalah Kebun Teh Sukawana di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.

Kebun Teh Sukawana

Kebun Teh Sukawana/Foto: Morgen Indriyo Margono

Akses ke Kebun Teh Sukawana

Menuju ke lokasi kebun teh ini, bisa ditempuh dari beberapa rute. Yang pertama melalui Curug Layung. Kamu bisa mulai trekking di Pertigaan Komando ke arah Dusun Bambu, kemudian masuk ke lokasi wisata Curug Layung. Dari Curug Layung lalu naik tebing di sisi utara untuk kemudian mengikuti jalan setapak yang akan menuntun  sampai di Sukawana.  Estimasi dari Pertigaan Komando sampai ke lokasi, dengan jalan santai, sekitar 120 menit.

Untuk rute kedua, kamu bisa masuk dari Curug Tilu Leuwi Opat. Dari lokasi Curug Putri, Curug paling ujung lokasi wisata Curug Tilu Leuwi Opat, lalu naik ke tebing utara untuk kemudian mengikuti jalur jalan setapak ke arah timur. Di ujung jalan yang menanjak, akan bertemu persimpangan jalan setapak. Bila belok ke kiri kamu akan menuju ke Curug Layung sementara ke kanan akan menuju Kebun Teh Sukawana. Estimasi waktu sekitar 120 menit berjalan kaki.

Rute ke tiga yakni dengan mengambil jalur Patrol. Dari Pertigaan Patrol di Pasar Parongpong, kamu bisa langsung menuju ke Kebun Teh Sukawana dengan estimasi waktu berjalan kaki sekitar 120 menit.

Kebun Teh Sukawana

Perjalanan menuju Kebun Teh Sukawana/Foto: Morgen Indriyo Margono

Ketiga rute ini semuanya menantang, tidak ada yang mudah. Namun, kondisi jalan naik turun dengan kontur jalan rata-rata berbatu membuat banyak pesepeda dan pegiat motor dan mobil offroad melalui rute Patrol. 

Saat saya menuju ke Sukawana akhir tahun lalu, rute yang saya ambil adalah melalui Curug Layung. Lepas dari obyek wisata Curug Layung, untuk meneruskan ke Sukawana dikenakan tarif Rp10.000 per orang.

Jalannya lumayan sulit, berupa jalan setapak dengan kiri lereng bukit bertanaman keras, sementara di kanan jurang yang 30 meter di bawahnya mengalir sungai dari Curug Layung menuju Curug Tilu Leuwi Opat.

20 menit berjalan kaki kita akan menemukan turunan yang cukup curam. Harus ekstra hati-hati di musim hujan karena sangat licin. Setelah melewatinya, kita akan menemukan hutan pinus dengan papan petunjuk menuju Sukawana, Curug Tilu Leuwi Opat, Curug Layung dan Ciwangun Indah Camp.

Kebun Teh Sukawana

Camping di Kebun Teh Sukawana/Foto: Morgen Indriyo Margono

Bikin betah

Sampai saat saya menulis, tidak diketahui secara pasti luas dari kebun teh yang berada di naungan PTPN VIII ini. Meski demikian, menelusuri kebun teh di sisi barat saja sampai menuju pabrik pengolahan tehnya perlu waktu dua jam lebih.

Kebun teh memanjang dari perbatasan Curug Tilu Leuwi Opat sampai lereng Burangrang di sebelah barat dan lereng Tangkuban Perahu di sebelah timur. Pengunjung umumnya menggelar tea walk sampai lereng Tangkuban Perahu atau Burangrang dan kemudian kembali ke bawah. 

Di antara tanaman teh, di Sukawana, tampak banyak tanaman keras lainnya. Pinus dan cemara pun tumbuh di beberapa titik. Inilah yang membuat pengunjung betah berlama-lama di sini karena ketika panas, masih ada tempat berteduh untuk sekedar ngopi dan menikmati cemilan yang dibawa dari rumah. Selain itu, aroma daun teh dan sejumlah pohon besarnya bisa menjadi terapi yang menyegarkan saat kondisi mood sedang tidak baik.

Kebun Teh Sukawana

Oleh-oleh/Foto: Morgen Indriyo Margono

Habis trekking bawa pulang teh sebagai oleh-oleh

Bila ambil dari jalur Curug Layung dan kembali ke kota melalui jalur Patrol, di beberapa titik yang kamu lewati kamu bisa beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan. Yang paling asyik adalah menikmati bala-bala hangat ditemani teh asli petikan para petani.

Rasanya pasti beda dengan teh kemasan. Terutama aromanya yang sangat pekat menusuk hidung. Terlepas dari teh hitam atau teh hijau, diminum manis atau tawar, teh olahan kooperasi perkebunan setempat sangat nikmat diminum di lokasi yang lumayan dingin.

Kamu juga bisa membeli teh olahan ini. Di sepanjang jalan, ada dua titik yang menjajakan teh olahan koperasi karyawan perkebunan. Tehnya per kemasan dibandrol dengan harga Rp20.000. Dalam kemasan tidak tertera berapa gram. Tapi dikonsumsi setiap hari pun, setengah bulan terakhir tehnya masih tersisa ¾ kemasan. 

Yang saya beli pada akhir tahun lalu adalah teh hijau. Teh yang dipercaya banyak orang bisa merampingkan tubuh. Teh ini harus disimpan di tempat yang kering, agar tetap terjaga aromanya. Semakin lama di simpan di tempat yang kering dan tidak terkena matahari langsung, akan semakin tajam aromanya saat diseduh. 

Teh memang dipercaya memiliki khasiat yang luar biasa. Sejumlah kandungannya, flavonoid, alkaloid, dan katekin dipercaya dapat mengikis kolesterol, kadar gula berlebih dan menurunkan resiko penyakit cardiovascular

Saya yang sempat terkena serangan jantung ringan imbas penyumbatan pembuluh darah jantung oleh kolesterol pada tahun 2013, pernah disarankan mengkonsumsi teh hitam untuk meluruhkan penyumbatan tersebut. Terbukti 8 tahun terakhir mengkonsumsi teh secara rutin, kondisi Kesehatan jantung saya berangsur menjadi lebih baik. Bila tahun 2015, jalan 100 meter saja masih megap-megap, saat ini sudah tidak pernah mencari alasan untuk berkata tidak, saat diajak trekking, meski belasan kilometer sekalipun.