Nindias Nur Khalika, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/nindias/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Thu, 06 Jul 2023 10:46:05 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Nindias Nur Khalika, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/nindias/ 32 32 135956295 Only Yesterday: Perjalanan Dua Masa ala Studio Ghibli https://telusuri.id/only-yesterday-perjalanan-dua-masa-ala-studio-ghibli/ https://telusuri.id/only-yesterday-perjalanan-dua-masa-ala-studio-ghibli/#respond Fri, 07 Jul 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39242 Desa selalu menarik perhatian Taeko Okajima sejak ia masih kecil. Ada alasan khusus mengapa ia merasa seperti itu. Taeko dan keluarganya berasal dari Tokyo. Mereka besar dan tinggal di sana. Ketika teman-temannya berlibur ke desa,...

The post Only Yesterday: Perjalanan Dua Masa ala Studio Ghibli appeared first on TelusuRI.

]]>
Desa selalu menarik perhatian Taeko Okajima sejak ia masih kecil. Ada alasan khusus mengapa ia merasa seperti itu. Taeko dan keluarganya berasal dari Tokyo. Mereka besar dan tinggal di sana. Ketika teman-temannya berlibur ke desa, ia hanya bisa merengek ke ibunya meminta hal yang sama. Namun, mereka menolak permintaan itu karena memang tidak punya kerabat di desa yang bisa dikunjungi.

Selang belasan tahun, tepatnya di tahun 1982, Taeko akhirnya punya kesempatan untuk pergi ke desa. Ia datang untuk menemui keluarga suami Nanako, kakaknya. Taeko cuti selama 10 hari demi ikut memanen bunga safflower. Kala itu ia sudah berusia 27 tahun, bekerja di salah satu perusahaan di Tokyo, jomlo, dan belum menikah. Tak disangka, perjalanan tersebut justru mendatangkan banyak memori kala Taeko kecil, tepatnya ketika dia masih sekolah di tahun 1966.

Isao Takahata, salah satu sutradara Studio Ghibli, menggarap kisah Taeko tersebut dalam film berjudul Only Yesterday berdasarkan manga bikinan Hotaru Okamoto dan Yuko Tone. Ada dua cerita dalam film ini: Taeko saat berusia 10 tahun dan 27 tahun. Kisah Taeko kecil diambil Isao dari manga, sedangkan ia membuat cerita sendiri untuk Taeko versi dewasa. Only Yesterday rilis tahun 1991 di Jepang. Di waktu yang sama, film ini sukses menjadi box office di sana.

  • Only Yesterday: Perjalanan Dua Masa ala Studio Ghibli
  • Only Yesterday: Perjalanan Dua Masa ala Studio Ghibli

Cerita Beda Dimensi Waktu yang Menarik

Meski ada cerita beda dimensi waktu, Isao bisa menjahit keduanya menjadi satu kisah utuh. Porsi cerita Taeko versi kecil dan dewasa pas. Kedua kisah itu saling melengkapi sehingga mampu menjelaskan siapa Taeko.

Di awal, Only Yesterday memang berjalan lambat. Namun, hal itu bukan masalah karena Isao pelan-pelan menyeret penonton untuk mengenal Taeko lebih jauh lewat cara tersebut.

Dari segi visual, sang sutradara menyajikan gambar yang memiliki karakteristik berbeda. Warna gambar di cerita Taeko kecil lebih lembut, sedangkan visual Taeko versi dewasa lebih tegas. Hal ini tentu membantu penonton dalam membedakan latar waktu penceritaan kisah Taeko.

Keahlian Studio Ghibli dalam menggarap alam dalam bentuk visual juga memanjakan mata dan menambah daya tarik Only Yesterday. Bentang sawah, hutan, aliran air sungai, dan hamparan bunga safflower tampak hidup di film ini.

Only Yesterday: Perjalanan Dua Masa ala Studio Ghibli
Pemandangan desa tempat Taeko memetik bunga safflower via IMDb/Studio Ghibli

Memori sebagai Penggerak Cerita yang Penting

Only Yesterday selanjutnya menyuguhkan hal menarik lain. Memori yang muncul bukan hanya sekadar pemanis saja, malah menjadi penggerak cerita yang penting. 

Adegan sewaktu Taeko berada di kereta menuju Yamagata jadi buktinya. Di scene ini, Taeko bertanya-tanya mengapa ingatan saat ia kelas 5 SD terus muncul. Taeko lalu menyimpulkan bahwa usia 10 tahun adalah waktu ketika ia mengalami perubahan dalam hidup. Keadaan itu tidak berbeda dengan kondisinya saat ia berumur 27 tahun. Memori-memori tersebut, menurut Taeko, hadir agar ia merenungi hidupnya kembali.

Perjalanan ke desa di Only Yesterday lantas jadi ajang Taeko mengenang masa lalu sekaligus menavigasi hidupnya saat ini. Ia kerap bertanya dan menjawab. Jawaban yang Taeko dapatkan tidak ia peroleh sendiri. Tak jarang Taeko mendapatkannya ketika sedang mengobrol dengan tokoh lain. 

Di Only Yesterday, ia kerap berbicara banyak hal dengan Toshio, sepupu suami Nanako. Dalam obrolan itu, Isao menyelipkan pemikiran-pemikiran Toshio dan Taeko yang membuat film ini tak hanya menampilkan cerita yang usang: tokoh utama jatuh cinta dengan pria lokal saat ia berlibur. Lebih dari sekadar jatuh cinta, Taeko berusaha mengenal dirinya kembali dan hal ini terbilang tidak mudah.

Mengapa tidak mudah? Alasannya karena apa yang terjadi di masa lalu sangat mungkin berpengaruh pada kehidupan Taeko saat ini dan efek itu kadang tak selalu disadari.

Only Yesterday: Perjalanan Dua Masa ala Studio Ghibli
Taeko dan Toshio via IMDb/Studio Ghibli

Kisah Taeko adalah Fase Hidup Semua Orang

Terlihat di Only Yesterday, salah satunya adegan ketika Taeko, Toshio, dan Naoko mengobrol di atas bukit. Taeko kecil hidup di dalam keluarga yang memiliki figur ayah sangat kuat. Hampir segala keputusan terakhir ditentukan sang ayah.

Taeko bercerita bahwa dirinya pernah diminta jadi aktor cilik di drama kampus. Ia sangat ingin ikut, tetapi ayahnya melarang. Taeko dewasa ingat betul akan kejadian ini. Meski begitu, ia hanya menganggapnya sebagai peristiwa lucu. 

Toshio yang mendengarkan kisah itu pun tidak setuju dengan pendapat Taeko. Ia berkata, “Semua ayah, baik orang Tokyo ataupun orang desa, kupikir sama saja. Ketika SMA dulu, aku sangat ingin tinggal di Tokyo. Aku bahkan menulis surat ke sepupuku bagaimana sekolah di sana. Aku menyerah. Tapi bagiku itu sangat mengganggu ketika orang lain pulang ke rumah membual tentang hidup di Tokyo.”

Pada akhirnya, penonton Only Yesterday akan mudah merasa akrab dengan Taeko karena ceritanya berkutat pada fase yang semua orang rasakan. Meski begitu, ada hal baru yang Isao berikan lewat karakter, pengalaman, dan pemikiran tokoh lain dalam film. Masing-masing dari mereka memiliki pandangan sendiri terhadap hidup yang membantu Taeko—juga penonton—menjernihkan pikiran.


Judul Film: Only Yesterday
Sutradara: Isao Takahata
Produser: Toshio Suzuki
Produksi: Studio Ghibli
Tahun: 1991
Penulis Naskah: Hotaru Okamoto, Yuuko Tone, David Freedman
Pemain: Miki Imai, Toshiro Yanagiba, Yoko Honna
Sinematografi: Hisao Shirai
Genre: Animasi, Drama, Roman
Durasi: 1 jam 59 menit


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Only Yesterday: Perjalanan Dua Masa ala Studio Ghibli appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/only-yesterday-perjalanan-dua-masa-ala-studio-ghibli/feed/ 0 39242
Eat Pray Love: Cerita Penulis Amerika di Tiga Negara https://telusuri.id/eat-pray-love-cerita-penulis-amerika-di-tiga-negara/ https://telusuri.id/eat-pray-love-cerita-penulis-amerika-di-tiga-negara/#respond Thu, 29 Jun 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39123 Beberapa hal mungkin akan orang lakukan jika ia tengah merasa tak keruan hati atau pikirannya. Khusus Elizabeth Gilbert, ia rela menghabiskan uang yang dia miliki untuk hidup selama satu tahun di luar negeri.  Penulis sekaligus...

The post Eat Pray Love: Cerita Penulis Amerika di Tiga Negara appeared first on TelusuRI.

]]>
Beberapa hal mungkin akan orang lakukan jika ia tengah merasa tak keruan hati atau pikirannya. Khusus Elizabeth Gilbert, ia rela menghabiskan uang yang dia miliki untuk hidup selama satu tahun di luar negeri. 

Penulis sekaligus jurnalis tersebut melakukan perjalanan ke tiga negara, yakni Italia, India, dan Indonesia. Perceraian lalu konflik dengan teman kencannya menjadi pemicu Elizabeth memutuskan pergi sejenak dari kehidupannya di Amerika Serikat. Ia sungguh berharap trip itu membuatnya bisa menemukan apa yang sebenarnya ia inginkan. Sebuah harapan yang mulanya mendapat keraguan oleh sahabatnya, Delia.

Pengalaman Elizabeth di tiga negara tadi ia tuangkan dalam buku memoar berjudul Eat, Pray, Love: One Woman’s Search for Everything Across Italy, India, and Indonesia. Tahun 2006, buku itu rilis dan tak sedikit pembaca yang menyukainya. Sambutan luar biasa atas karyanya juga Elizabeth dapatkan di Amerika Serikat. 

Sutradara Ryan Murphy kemudian menggarapnya menjadi sebuah film dengan judul Eat Pray Love di tahun 2010. Julia Roberts menjadi pemeran utama tokoh Elizabeth. Aktris Indonesia Christine Hakim juga bermain di film tersebut. Kala itu, proses syuting yang berlangsung di Bali sempat menyedot perhatian media serta masyarakat. Sampai-sampai ada rute wisata healing ala film Eat Pray Love.

Latar Belakang Perjalanan Elizabeth

Adegan pertemuan Elizabeth dengan dukun bernama Ketut Liyer membuka film ini. Laki-laki berumur satu abad itu meramal bahwa Elizabeth akan menikah dua kali, kehilangan uang yang banyak, dan bakal kembali ke Bali untuk mengajari Ketut Liyer bahasa Inggris. Di sini, petunjuk tentang Elizabeth yang akan melakukan perjalanan lain di masa depan muncul. 

Namun, alih-alih terpikat oleh adegan awal ini, scene ketika Elizabeth menyampaikan maksudnya bahwa ia ingin pergi ke Italia, Indonesia, dan India pada Delia justru menarik perhatian. Di depan sahabatnya itu, Elizabeth berkata bahwa ia selalu bersama orang lain, sehingga dirinya sulit mengetahui apa yang sebenarnya ia inginkan. 

“Sejak usia 15 tahun aku telah bersama laki-laki atau putus hubungan dengan pria. Aku belum pernah memberikan waktu pada diriku barang dua minggu untuk hanya berurusan dengan diri sendiri,” katanya.

Setelah adegan di atas selesai, penonton bisa menyimpulkan bahwa perubahan jadi topik penting dalam Eat Pray Love. Tak hanya sekadar tampak, perubahan di film ini semestinya dijabarkan dengan jelas serta dalam. Tujuannya agar penonton bisa memahami apa yang Elizabeth alami juga rasakan sebelum dan selama ia melakukan perjalanan ke tiga negara.

Eat Pray Love: Cerita Penulis Amerika di Tiga Negara
Negara yang dituju Elizabeth pertama kali adalah Italia/IMDb

Perubahan Tokoh Utama yang Kurang Jelas dan Dalam

Di Eat Pray Love, Elizabeth memang berusaha mencari jawaban atas pertanyaan besar yang ia punya sebelum tiba di Italia, India, serta Indonesia. Sayangnya, film ini menjawab pertanyaan tersebut dengan buru-buru sehingga hasilnya terkadang terasa kurang jelas dan dalam.

Contohnya ada pada adegan Elizabeth menyantap pizza Neapolitan langsung di Kota Napoli bersama temannya, Sofi. Ide makan bareng itu sebenarnya datang dari Elizabeth. Ia berkata bahwa pizza bisa jadi kata yang pas untuk menggambarkan siapa dirinya.

“Hei, Sofi. Ini Liz. Ayo, kita ke Napoli. Kurasa kataku adalah pizza,” ujarnya lewat telepon.

Ada apa dengan pizza? Kenapa Liz mengaitkan dirinya dengan pizza? Rasa penasaran pun sempat muncul. Namun, kata-kata Elizabeth di adegan makan pizza ini terasa tak menjawab apa-apa. 

Ia justru sibuk menasihati Sofi yang khawatir berat badannya naik, karena menyantap makanan asal Italia tersebut. Percakapan keduanya pun seakan-akan ada secara tiba-tiba. Tidak ada pengalaman sebelum dan selama perjalanan yang bisa dibandingkan terkait pizza yang Elizabeth pilih menjadi katanya. Padahal, kata tersebut menggambarkan siapa dirinya.

Eat Pray Love: Cerita Penulis Amerika di Tiga Negara
Elizabeth saat berada di India/IMDb

Spiritualisme yang Kurang Detail

Perjalanan di India juga tak luput dari kesan terburu-buru. Trip di negara ini bertujuan untuk menjadi semacam perjalanan spiritual bagi Elizabeth. 

Sang sutradara hanya menampilkan secara sekilas sisi spiritual Elizabeth sebelum memulai perjalanannya ke tiga negara. Scene yang kentara menunjukkan hal ini adalah ketika ia berdoa meminta petunjuk, sebab pernikahannya tengah di ujung tanduk. Ada pula perkataan Elizabeth yang mengaku pada Sofi bahwa meditasi—aktivitas yang ia ketahui dari teman kencannya yang seorang guru yoga—membantunya merasa tenang.

Di India, Elizabeth tinggal di sebuah ashram dan bertemu dengan Richard. Meski awalnya saling sindir, mereka kemudian menjadi dekat. Elizabeth menceritakan niatnya datang ke ashram agar merasa damai. Richard lalu banyak memberikan wejangan. 

Namun, perjalanan Elizabeth menyelami sisi spiritualnya di India tak jauh dari aktivitas mendengarkan nasihat, saran, dan pemikiran Richard akan problem yang mereka alami. Tak banyak adegan yang menunjukkan proses Elizabeth menemukan jawaban dari pertanyaan yang ia punya lewat caranya sendiri. Baik sebelum dan selama perjalanan di India, penjabaran sisi spiritual Elizabeth kurang jelas. Karena itu, kesan terburu-buru pun tak terhindarkan.

Eat Pray Love: Cerita Penulis Amerika di Tiga Negara
Elizabeth bertemu dengan pria bernama Felipa saat di Bali, lalu mereka jatuh cinta/IMDb

Makna “Love” Masih Dangkal

Serupa dengan dua perjalanan sebelumnya, trip di Bali juga tak luput dari masalah. Elizabeth sempat menyinggung soal pernikahannya dengan sang mantan suami yang tak bertahan lama. Menurutnya hal itu terjadi karena mereka menikah terlalu muda, sehingga masing-masing belum dewasa. 

Dari perkataan ini, perjalanan di Bali seharusnya dapat menunjukkan pengalaman yang membuat Elizabeth menjadi sosok yang berbeda. Di samping itu, Ryan Murphy mestinya mengeksplorasi lebih jauh kepribadian seperti apa yang Elizabeth inginkan dalam relasi romantis. 

Namun, sang sutradara tidak mengolah hal tersebut lebih jauh. Bagian “love” di film ini tak hanya mudah ditebak, tetapi juga kurang memiliki makna yang dalam. Kisah di Pulau Dewata pun pada akhirnya terasa seperti film romantis ala Hollywood kebanyakan. Ketakutan Elizabeth akan cinta baru, yang dapat mengganggu keseimbangan dirinya, bisa terkikis jika ia lebih tahu apa yang ia inginkan dan butuhkan. Sayangnya, hal itu tidak tergarap maksimal di Eat Pray Love.


Judul Film: Eat Pray Love
Sutradara: Ryan Murphy
Produser: Dede Gardner
Produser Eksekutif: Jeremy Kleiner, Brad Pitt, Stan Wlodkowski
Produksi: Columbia Pictures, Plan B Entertainment
Tahun: 2010
Penulis Naskah: Ryan Murphy, Jennifer Salt, Elizabeth Gilbert
Pemain: Julia Roberts, Javier Bardem, James Franco, Viola Davis, Billy Crudup, Richard Jenkins
Sinematografi: Robert Richardson
Genre: Biografi, Drama, Roman
Durasi: 74 menit


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Eat Pray Love: Cerita Penulis Amerika di Tiga Negara appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/eat-pray-love-cerita-penulis-amerika-di-tiga-negara/feed/ 0 39123
The Last Forest: Perjalanan Panjang Orang Yanomami Melindungi Hutan Amazon https://telusuri.id/the-last-forest-perjalanan-panjang-orang-yanomami-melindungi-hutan-amazon/ https://telusuri.id/the-last-forest-perjalanan-panjang-orang-yanomami-melindungi-hutan-amazon/#respond Mon, 17 Apr 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=38349 Amazon kaya akan banyak hal. Kawasan hutan hujan yang terletak di sembilan negara Amerika Selatan ini—Brasil, Kolombia, Peru, Venezuela, Ekuador, Bolivia, Guyana, Suriname, dan Guyana Prancis—menjadi rumah 30 persen dari total spesies di dunia.  Ratusan...

The post The Last Forest: Perjalanan Panjang Orang Yanomami Melindungi Hutan Amazon appeared first on TelusuRI.

]]>
Amazon kaya akan banyak hal. Kawasan hutan hujan yang terletak di sembilan negara Amerika Selatan ini—Brasil, Kolombia, Peru, Venezuela, Ekuador, Bolivia, Guyana, Suriname, dan Guyana Prancis—menjadi rumah 30 persen dari total spesies di dunia. 

Ratusan jenis mamalia dan reptil, ribuan macam ikan, burung, serta hewan amfibi bertebaran di sana. Spesies tanaman dan pohonnya lebih banyak lagi.

Menurut Mongabay, Amazon memiliki 40.000 jenis tanaman serta 16.000 spesies pohon. Lebih dari setengah volume hutan hujan bumi terdapat di Amazon. Ada pula basin Amazon, yang menjadi sistem drainase terbesar dan menunjang kehidupan hutan hujan terbesar di dunia tersebut.

Namun, penemuan “kekayaan” lain berupa emas menciptakan keadaan baru yang tidak menyenangkan. Penambangan logam mulia berskala kecil maupun besar telah terjadi di Amazon. Hal ini menimbulkan masalah berantai. Tak hanya bagi keanekaragaman hayati di hutan, tetapi juga kehidupan masyarakat adat seperti Yanomami. Suku asli yang tinggal di utara Brasil hingga selatan Venezuela.

Pada 1986, demam pertambangan bahkan membuat 20 persen anggota suku Yanomami meninggal dunia dalam kurun waktu tujuh tahun.

Poster film The Last Forest
Poster film dokumenter karya Luiz Bolognesi dengan judul berbahasa Latin (IMDb) dan Inggris (Metacritic)

Penyajian Visual Cerita Konflik Secara Artistik

Di film The Last Forest, ketegangan antara masyarakat adat Yanomami dan penambang emas di hutan Amazon menjadi sorotan. Film dokumenter yang pertama kali tayang tahun 2021 itu dibuat oleh Luiz Bolognesi. Sutradara sekaligus penulis naskah kelahiran Brasil. Pada tahun yang sama, The Last Forest mendapat nominasi di Berlinale Documentary Award dan menang dalam Panorama Audience Award di Berlin International Film Festival.

Dalam durasi 1 jam 16 menit, The Last Forest mampu menceritakan semua elemen penting: siapa suku asli Yanomami, bagaimana cara mereka hidup, seperti apa kehidupan serta cara mereka bertahan tatkala penambang emas masuk hutan, dan bagaimana kompleksitas hidup suku asli Yanomami usai penambangan marak terjadi di Amazon.

Pendekatan observasi film ini mampu menjahit adegan demi adegan secara apik. Saking halus jahitannya, menonton The Last Forest ini terasa seperti melihat film fiksi. Visualnya pun artistik dan menarik perhatian.

Luiz Bolognesi berhasil menunjukkan bahwa perubahan lingkungan yang terjadi akibat penambangan berpengaruh ke segala level. Tak hanya di lingkup terkecil seperti keluarga, tetapi juga mencakup seluruh anggota komunitas Yanomami.

Yawarioma, The Last Forest
Yawarioma, roh jahat yang menggoda suami salah satu perempuan Yanomami di film The Last Forest/IMDb

Kita bisa melihat cerita salah satu perempuan Yanomami yang mengaku kehilangan suaminya. Orang pintar (shaman) yang ia mintai pendapat lantas memberi jawaban menusuk hati. Ia mengatakan penyebab pasangannya tak kembali, salah satunya karena tergoda roh jahat bijih logam atau mineral bernama Yawarioma. Selama ini sang suami menjadi satu-satunya lelaki yang memenuhi kebutuhan makan keluarga dengan cara berburu.

Perempuan itu lalu memutar otak. Ia berusaha membuat kerajinan keranjang agar dapurnya tetap menyala. Kerajinan itu nantinya akan memperoleh kompensasi berupa imbalan makanan. Akan tetapi, tidak jelas makanan seperti apa yang akan ia dapatkan.  

The Last Forest juga turut menampilkan Davi Kopenawa Yanomami, seorang shaman dan juru bicara suku Yanomami. Ia tergolong sangat vokal memperjuangkan hak masyarakat adat.

Davi menunjukkan keberanian sejak awal hingga akhir film. Ia bersama para lelaki Yanomami, misalnya, berusaha mengusir orang kulit putih yang ingin menambang. Davi berpesan agar tidak tergiur dengan apa pun yang penambang berikan. Sebab aktivitas itu bisa berdampak serius bagi lingkungan tempat mereka tinggal.

Davi Kopenawa Yanomami, The Last Forest
Davi Kopenawa Yanomami, shaman dan juru bicara masyarakat adat Yanomami/IMDb

Keberanian Suku Yanomami Melawan Pertambangan

Dari dua kisah sorotan sang sutradara, selanjutnya berhasil memperlihatkan peran signifikan masyarakat adat dalam menjaga hutan beserta isinya. Yanomami, yang telah hadir sebelum Brasil dan Venezuela berdiri, berusaha hidup berharmoni dengan alam. Mereka tidak mengusik hutan, sungai, tanaman, maupun satwa liar di sana.

Tak hanya itu. The Last Forest juga memancing penonton untuk mempertanyakan komitmen pemerintah. Sejauh mana pemerintah menjamin kelangsungan hidup orang-orang Yanomami lewat dua cerita tokoh utamanya. Bagaimanapun, mereka tak bisa menyelesaikan problem ini sendiri.

Kegigihan Davi mengawal isu pertambangan emas menandakan minimnya kemauan politik pemerintah dalam menjamin hak suku asli tersebut. Keteguhan ini diperlihatkan dalam sejumlah scene. Di antaranya Davi mengatakan bahwa penambangan membuat lingkungan mereka tercemar merkuri. Ia menasihati orang-orang Yanomami agar tidak menerima kehadiran para penambang. Pemakaian logam berat buat mencari emas dapat mengganggu kesehatan mereka.

Di akhir film, Luiz Bolognesi menyuguhkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan awal. Jawabannya ringkas, tetapi tegas dan jelas. Penonton mungkin bertanya-tanya mengenai kebijakan pemerintah. Namun, tak perlu khawatir bingung. Sang sutradara memberikan konteks riil, yaitu tentang sejauh mana sebuah negara menjamin kelangsungan hidup orang-orang Yanomami. 

The Last Forest sudah sepantasnya dilihat banyak penonton. Lewat film ini, Luiz Bolognesi sanggup membuat penonton mengikuti perjalanan panjang masyarakat adat dalam menjaga rumahnya. Hutan Amazon tak hanya penting bagi suku Yanomami, tetapi juga kita dan orang-orang yang hidup di luar komunitas tersebut.

Referensi:
Mongabay, The Amazon Rainforest: The World’s Largest Rainforest, https://rainforests.mongabay.com/amazon/


Judul Film: The Last Forest
Judul Asli: A Űltima Floresta
Sutradara: Luiz Bolognesi
Produser Eksekutif: Ana Saito, Daniela Antonella Aun
Produksi: Gullane and Buriti Filmes
Tahun: 2021
Penulis Naskah: Luiz Bolognesi, Davi Kopenawa
Pemain: Davi Kopenawa, Daucirene Yanomami, Ehuana Yaira Yanomami
Sinematografi: Pedro J. Márquez
Genre: Drama, Dokumenter
Durasi: 74 menit


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post The Last Forest: Perjalanan Panjang Orang Yanomami Melindungi Hutan Amazon appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/the-last-forest-perjalanan-panjang-orang-yanomami-melindungi-hutan-amazon/feed/ 0 38349
The Elephant Whisperers: Kisah Mereka yang Cinta pada Gajah https://telusuri.id/the-elephant-whisperers-kisah-mereka-yang-cinta-pada-gajah/ https://telusuri.id/the-elephant-whisperers-kisah-mereka-yang-cinta-pada-gajah/#respond Mon, 10 Apr 2023 09:00:57 +0000 https://telusuri.id/?p=38247 Ada kesamaan antara Bomman dan Bellie yang tak dimiliki orang lain. Mereka saling mencintai. Keduanya pun memutuskan buat menikah meski umur tak lagi muda. Bomman dan Bellie juga sama-sama menyukai gajah. Pekerjaan mereka bahkan tak...

The post The Elephant Whisperers: Kisah Mereka yang Cinta pada Gajah appeared first on TelusuRI.

]]>
Ada kesamaan antara Bomman dan Bellie yang tak dimiliki orang lain. Mereka saling mencintai. Keduanya pun memutuskan buat menikah meski umur tak lagi muda. Bomman dan Bellie juga sama-sama menyukai gajah. Pekerjaan mereka bahkan tak jauh dari hal yang berkaitan dengan gajah. Bomman adalah seorang mahout sedangkan Bellie bekerja sebagai pengasuh anak gajah. 

Gajah, bagi Bomman dan Bellie, bagaikan anak kecil yang punya perasaan serta cerdas. Mereka menganggap hewan tersebut tak hanya sekadar binatang. Gara-gara hal ini, keduanya tak keberatan ketika Departemen Kehutanan Tamil Nadu meminta mereka merawat dua ekor anak gajah yatim piatu. Bomman dan Bellie membesarkan Raghu juga Ammu di Theppakadu Elephant Camp, salah satu kamp gajah tertua di Asia yang dibangun 140 tahun yang lalu di India.

The Elephant Whisperers
Bomman, Bellie, Raghu, dan Ammu via IMDb

Keseharian Bomman dan Bellie mengasuh Raghu serta Ammu jadi cerita utama film berjudul The Elephant Whisperers. Film yang dirilis tahun 2022 tersebut disutradarai oleh Kartiki Gonsalves, pembuat film dokumenter sekaligus fotografer alam dan satwa liar asal India. Di tahun 2023, The Elephant Whisperers memperoleh nominasi di ajang penghargaan Academy Awards. Ia pun berhasil memenangkan piala Oscar untuk kategori film dokumenter pendek terbaik.

Sebagai fotografer alam dan satwa liar sekaligus sutradara dokumenter, kemahiran Kartiki dalam menyajikan gambar keseharian Bomman serta Bellie dalam medium film pantas diapresiasi. Ia bisa memotret bagaimana keduanya hidup berdampingan dengan alam dan para satwa. Salah satu adegan yang menunjukkan hal ini adalah scene ketika Bomman mengambil madu di dalam hutan. Suara Bellie yang muncul sebagai narasi menjelaskan bahwa hutan memang menjadi sumber kehidupan mereka. Akan tetapi, mereka tetap ikut menjaganya dengan tidak mengambil lebih dari apa yang dibutuhkan.

Dalam film ini, berbagai macam satwa liar yang hidup di sekitar Theppakadu Elephant Camp ditunjukkan oleh Kartiki. Ekspresi mereka secara detail tertangkap kamera lewat pengambilan shot ukuran close up. Selain itu, Kartiki juga menampilkan lanskap hutan lengkap dengan pemandangannya yang berubah seiring bergantinya waktu. Elemen penting yang mesti ditonjolkan di film ini, yakni hutan, satwa, serta manusia ditampilkan Kartiki lewat visual yang menawan. Tiga unsur tersebut harus diperlihatkan sebab Bomman dan istrinya adalah bagian dari komunitas Kattunayakan. 

The Elephant Whisperers
Bomman adalah bagian dari masyarakat adat Kattunayakan yang bekerja sebagai mahout via IMDb

Kattunayakan merupakan masyarakat adat yang hidup salah satunya di negara bagian Tamil Nadu di India. Hutan adalah rumah mereka dan keberadaan satwa baik liar bukanlah hal asing bagi Bomman juga Bellie. Masyarakat adat ini menggantungkan hidupnya dari apa-apa yang bisa diperoleh dari hutan. Oleh karena itu, hutan berikut satwa sangat penting bagi Bomman, sang istri, juga anggota komunitas Kattunayakan lainnya.

Di samping perkara visual, pilihan Kartiki buat mengangkat kisah Bomman dan Bellie turut menarik perhatian. Berkat ketelatenan mereka, anak gajah yatim piatu bernama Raghu serta Ammu bisa bertahan hidup walau terpisah dari kawanannya. Tak mudah mengasuh binatang berusia terlampau muda apapun spesiesnya. Mereka membutuhkan orang tuanya. Keduanya bagaikan pusat dunia si anak sebab ia merawat dan mengajarinya bagaimana cara untuk hidup.  

The Elephant Whisperers
Bomman dan Raghu via Netflix

Raghu serta Ammu yang kehilangan sosok orang tua pun bergantung pada Bomman serta Bellie. Di film ini, hal tersebut ditunjukkan oleh Kartiki dengan jelas dan dekat. Dari pagi hingga malam, pasangan suami istri itu kerap menghabiskan waktu dengan Raghu dan Ammu. Mereka memberi susu juga makan, memandikan, serta mengajak bermain. Saat malam, keduanya membuat api unggun di dekat kandang anak gajah asuh mereka. Usaha ini pun akhirnya tak sia-sia. Bomman dan Bellie jadi pasangan pertama di India bagian selatan yang berhasil membesarkan gajah yatim piatu.

Namun, keberhasilan tersebut tak membuat film ini menganggap kehidupan paling baik untuk gajah adalah bersama manusia. Sebaliknya, lewat pernyataannya di The Elephant Whisperers, Bellie menilai kehidupan gajah yang terbaik justru bersama kawanannya di alam liar. Keadaan tak ideal, entah gara-gara konflik dengan manusia atau perubahan iklim, membuat orang seperti Bomman serta Bellie mesti turun tangan. Hal ini mereka lakukan agar nyawa binatang yang terlantar itu dapat diselamatkan.

Di samping urusan di atas, cerita tentang Bomman yang menganggap Tuhan dan gajah adalah satu jadi hal lain yang menarik dari The Elephant Whisperers. Ia melihat gajah setara dengan Tuhan. Karena itu, Bomman memperlakukan binatang tersebut sama seperti ketika ia melayani Tuhan. Keyakinan ini kemungkinan besar tak terlepas dari agama Hindu yang dianutnya. Dalam agama tersebut, ada dewa berkepala gajah bernama Ganesha yang dipuja oleh hampir seluruh kasta di India. Ia adalah dewa yang dihormati sebelum ritual sakral dimulai.

Apa yang jadi keyakinan Bomman tersebut menunjukkan bagaimana kepercayaan jadi alasan masyarakat adat bisa hidup berdampingan dengan satwa liar. Praktik itu tak hanya terjadi di Theppakadu Elephant Camp. BBC, misalnya, pernah melaporkan adanya peningkatan populasi harimau di Cagar Alam BRT di kawasan Ghats Barat, India antara tahun 2010 hingga 2014. Organisasi Survival International lantas menyebut faktor yang memungkinkan hal ini terjadi adalah karena adanya kepercayaan suku asli Soliga yang menganggap harimau sebagai dewa.

Terlepas dari kurangnya pembahasan tentang problem yang membuat anak gajah terpisah dari kawanannya, The Elephant Whisperers perlu buat ditonton. Hal ini karena ia dapat menunjukkan perjalanan panjang masyarakat adat dalam merawat salah satu penghuni hutan yang kian tergusur dari rumahnya sendiri, yakni gajah.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post The Elephant Whisperers: Kisah Mereka yang Cinta pada Gajah appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/the-elephant-whisperers-kisah-mereka-yang-cinta-pada-gajah/feed/ 0 38247
Wild: Upaya Memulihkan Diri di Alam Liar Amerika https://telusuri.id/wild-upaya-memulihkan-diri-di-alam-liar-amerika/ https://telusuri.id/wild-upaya-memulihkan-diri-di-alam-liar-amerika/#respond Sat, 25 Mar 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=37565 Cheryl Strayed merasa kehilangan semuanya. Ibu yang menjadi pusat semestanya meninggal karena kanker. Setelah itu, pernikahan dengan sang suami kacau sebab ia selingkuh berkali-kali. Suaminya tak dapat menoleransi tingkah Cheryl sehingga mereka bercerai. Dia juga...

The post Wild: Upaya Memulihkan Diri di Alam Liar Amerika appeared first on TelusuRI.

]]>
Cheryl Strayed merasa kehilangan semuanya. Ibu yang menjadi pusat semestanya meninggal karena kanker. Setelah itu, pernikahan dengan sang suami kacau sebab ia selingkuh berkali-kali. Suaminya tak dapat menoleransi tingkah Cheryl sehingga mereka bercerai. Dia juga sempat mengonsumsi obat-obatan serta hamil tanpa tahu siapa laki-laki yang menjadi ayah dari anaknya. 

Semua kejadian itu lantas mendorongnya untuk melakukan perjalanan sendirian melintasi Pacific Crest Trail (PCT) selama tiga bulan di tahun 1995. PCT adalah jalur pendakian yang membentang dari wilayah California, Oregon, hingga Washington di Amerika Serikat. Lewat trip tersebut, Cheryl berharap menemukan dirinya yang diharapkan sang ibu: seorang perempuan yang kuat, bertanggung jawab, dan baik hati.

Wild
Cheryl Strayed melakukan perjalanan sejauh kurang lebih 1.800 km di Pacific Crest Trail via Fox Searchlight

Di film Wild (2014) buatan sutradara Jean-Marc Vallée, kisah Cheryl yang berusaha menaklukkan jalur PCT sejauh kurang lebih 1.800 km itu ditampilkan. Film ini merupakan film biografi yang naskahnya ditulis berdasarkan buku memoar karya Cheryl berjudul Wild: From Lost to Found on the Pacific Crest Trail. Selain Wild, Jean-Marc Vallée juga pernah membuat film biografi Dallas Buyers Club (2013) yang berhasil mendapat nominasi dan menyabet piala Oscar di beberapa kategori tahun 2014.

Di ajang penghargaan Academy Award tahun 2015, Reese Witherspoon yang memerankan tokoh Cheryl di Wild memperoleh nominasi untuk kategori aktris pemeran utama terbaik. Meski tak menang, akting perempuan berusia 46 tahun tersebut memang patut diacungi jempol sebab ia mampu memperlihatkan berbagai macam emosi yang dialami Cheryl. Dari awal hingga akhir film, fase kehidupan Cheryl yang ditampilkan terbagi menjadi dua: sebelum dan sesudah sang ibu meninggal. Ada banyak perubahan luapan perasaan di sana dan Reese bisa menyampaikannya dengan apik.

Wild
Reese Witherspoon memerankan Cheryl Strayed via Fox Searchlight

Sejumlah adegan yang dapat menjadi contoh adalah scenescene ketika Cheryl tengah mengurus perceraiannya. Ia merasa bersalah menyakiti sang suami: hal ini ia katakan dengan mata hampir menangis serta mimik sedih. Dia pun mengganti nama belakangnya menjadi Strayed yang diambil dari kata stray pada stray dog sewaktu mengurus dokumen perceraian. Raut wajah Cheryl tampak biasa ketika menjelaskan alasannya memilih nama itu. Akan tetapi, ia tak bisa membendung tangisnya saat dipeluk sang suami usai mereka mengirim berkas perceraian sebelum akhirnya keduanya berpisah.

Wild
Cheryl Strayed dan sang suami Paul dalam film Wild (2014) via Fox Searchlight

Di samping akting Reese, sutradara Jean-Marc Vallée lihai menyampaikan problem-problem yang muncul sekaligus emosi Cheryl yang timbul karenanya. Ia menggunakan berbagai macam cara, dari tulisan di buku harian, percakapan Cheryl dengan sang ibu serta temannya, kutipan novel juga lagu dan puisi, hingga ingatan berikut mimpi Cheryl untuk menampilkan hal tersebut. 

Pikiran Cheryl yang tak tenang itu disuguhkan sang sutradara sejak film mulai. Terdapat adegan ketika Cheryl marah sebab sepatu gunung yang ia kenakan jatuh ke jurang. Cheryl berteriak. Akan tetapi, teriakan itu terus menggema ke cuplikan scenescene berikutnya yang menampilkan kejadian di waktu lampau. Setelah itu, liarnya pikiran Cheryl semakin diperlihatkan dengan jelas. Salah satu adegan yang menggambarkan hal ini adalah ketika ia tersentak pertama kali dari tidur sebab teringat peristiwa mantan suaminya yang pernah memergoki dirinya menggunakan obat-obatan.

Wild
Film Wild (2014) karya Jean-Marc Vallée via Fox Searchlight

Hingga akhir film, semua cara yang dipakai sang sutradara berhasil memberikan gambaran utuh tentang betapa tak tenangnya pikiran Cheryl pada penonton. Ia pun bisa mewujudkan arti kata Wild di judul film menjadi tak sekadar berkaitan dengan perjalanan si tokoh utama di alam liar tetapi juga pengalaman hidup Cheryl yang traumatis serta liarnya pikiran perempuan tersebut gara-gara peristiwa di masa lalu.

Jean-Marc Vallée lebih lanjut turut bisa menyuguhkan proses tak mudah dari seseorang yang ingin lepas dari trauma dan depresi. Cheryl jadi korban kekerasan sang ayah saat dirinya kecil. Gara-gara hal ini, ia lebih dekat dengan ibunya. Kematian sang ibu yang diperankan oleh Laura Dern di film Wild pun mengguncang dunia Cheryl. Ia kemudian melampiaskan kedukaannya pada seks serta obat-obatan.

Selama melakukan perjalanan di PCT, kilasan ingatan Cheryl akan masa lalu suka muncul gara-gara adanya trigger. Dalam dunia psikologi, istilah ini merujuk pada stimulus yang menyebabkan memori menyakitkan datang kembali. Trigger tersebut bisa berupa suara, bau, atau benda juga hal tertentu yang seseorang lihat. Dalam hal ini, adegan kuping Cheryl yang berdenging usai meniup peluit kencang-kencang dapat dijadikan contoh. Gara-gara peristiwa itu, ia langsung teringat pada kejadian ketika mantan suaminya memarahi dirinya di mobil gara-gara memakai heroin.

Meski alurnya mudah ditebak dan tidak ada twist mengejutkan, Wild menarik perhatian sebab ia berhasil menceritakan kisah tak biasa seorang yang biasa. Biasa karena tokoh utama di film ini tak jauh beda dari kebanyakan orang yang punya masalah dengan masa lalu. Akan tetapi, kisah Cheryl tidak bisa dibilang biasa sebab ia berusaha keras menemukan jalan keluar atas masalahnya yang pelik. Setelah trip usai, masalah Cheryl tentu tidak langsung selesai. Meski begitu, perjalanan tersebut membuatnya dapat mengenal serta berbincang dengan diri sendiri. Perlahan ia pun paham bahwa tubuhnya yang menjadi sumber segala kesakitan juga bisa jadi tempat asal dari seluruh kekuatan yang ia punya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Wild: Upaya Memulihkan Diri di Alam Liar Amerika appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/wild-upaya-memulihkan-diri-di-alam-liar-amerika/feed/ 0 37565
The Summit of the Gods: Kisah Mereka yang Tak Bisa Hidup Tanpa Mendaki Gunung https://telusuri.id/the-summit-of-the-gods/ https://telusuri.id/the-summit-of-the-gods/#respond Fri, 10 Mar 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=37563 Semua berawal dari kamera Vest Pocket Autographic milik George Mallory yang ditawarkan seseorang pada Makato Fukamachi. Kala itu, ia menolaknya gara-gara tengah pusing tak memperoleh bahan tulisan. Mallory merupakan pendaki gunung yang terkenal karena berpartisipasi...

The post The Summit of the Gods: Kisah Mereka yang Tak Bisa Hidup Tanpa Mendaki Gunung appeared first on TelusuRI.

]]>
Semua berawal dari kamera Vest Pocket Autographic milik George Mallory yang ditawarkan seseorang pada Makato Fukamachi. Kala itu, ia menolaknya gara-gara tengah pusing tak memperoleh bahan tulisan.

Mallory merupakan pendaki gunung yang terkenal karena berpartisipasi dalam tiga ekspedisi awal Inggris ke Gunung Everest. Makato lantas berubah pikiran setelah ia melihat seorang pendaki bernama Habu Joji membawa pergi kamera tersebut. Ia lalu mencari cara agar bisa menuntaskan misinya: bertemu Habu dan mendapatkan kamera Mallory. Makato ingin membuktikan apakah Mallory jadi orang pertama yang mencapai puncak Everest. Di perjalanan, ia pun berkesempatan mengenal sosok Habu yang serius sekaligus memahami kegemarannya mendaki gunung.

Kisah Makato Fukamachi dan Habu Joji di atas jadi cerita utama film animasi berjudul The Summit of the Gods (2021). Film ini mengangkat perjalanan Makato berdasarkan serial manga karya Jiro Taniguchi dengan judul serupa yang terbit pertama kali di majalah tahun 2000 hingga 2003.

Selain The Summit of the Gods, banyak film lain yang memasukkan Gunung Everest ke dalam cerita mereka. Hal ini bisa jadi karena Everest merupakan gunung paling tinggi di dunia. Tak sedikit pula orang yang mencoba menaklukkan puncak gunung dengan ketinggian 8.848 mdpl itu lewat berbagai cara hingga kini. Di film The Summit of the Gods, sosok nyata yang diceritakan mendaki Everest adalah George Mallory.

Mallory, penjelajah dan pendaki gunung asal Inggris, menjadi anggota dari tim ekspedisi ke Gunung Everest di tahun 1921, 1922, serta 1924. Di pendakian ketiga, ia berusaha mencapai puncak Everest bersama dengan Andrew Irvine. Mallory membawa kamera model Vest Pocket Autographic selama pendakian. Akan tetapi, perjalanan tersebut tidak membuahkan berita bagus. Baik Mallory dan Irvine tak kembali dalam keadaan hidup. Jenazah Mallory baru ditemukan pada tahun 1999 sedangkan tubuh Irvine tidak berbekas.

Perdebatan tentang apakah Mallory berhasil mencapai puncak Everest lantas muncul setelah kematiannya. Satu-satunya barang bawaan Mallory yang diyakini bisa membuktikan hal tersebut adalah kamera yang ia bawa. Menurut Encyclopӕdia Britannica, benda seperti kapak es, tabung oksigen, altimeter, dan pisau lipat milik pendaki itu berhasil ditemukan. Akan tetapi, hal ini tak berlaku pada kamera Mallory. Keberadaannya hingga kini masih misteri.

The Summit of the Gods
The Summit of the Gods yang dibuat berdasarkan serial manga karya Jiro Taniguchi via Netflix

Di The Summit of the Gods, kamera Mallory jadi penggerak jalan cerita dua orang: Makato dan Habu. Dua nama yang disebutkan terakhir merupakan tokoh fiktif yang muncul hanya dalam film. Dengan kata lain, kisah nyata George Mallory serta cerita Makato dan Habu diramu menjadi satu di The Summit of the Gods. Hasilnya, kisah tiga orang tersebut dapat berbaur dengan apik menjadi sebuah cerita baru yang enak buat diikuti walau awalnya penonton mungkin akan mengira film ini bakal banyak bercerita soal George Mallory.

Sejak film dimulai, baik Makato dan Habu ditampilkan sebagai tokoh dengan karakter yang kuat. Makato yang bekerja sebagai reporter majalah tak mundur buat menemukan Habu serta kamera Mallory meski petunjuk yang ia peroleh mulanya tak banyak. Ia orang yang gigih. Sementara itu, Habu adalah sosok yang teguh juga serius. Keteguhan tersebut digambarkan di beberapa adegan dalam film. Contohnya, Habu terus mendaki gunung selama ia hidup meski kegiatan itu tak jarang membahayakan dirinya.

Karakter tokoh di The Summit of the Gods pada akhirnya cukup bisa menghibur penonton yang awalnya barangkali berekspektasi film ini bakal banyak bercerita tentang Mallory. Kenapa? Karena karakter teguh Habu yang seorang pendaki dapat dipastikan juga dimiliki mountaineer seperti Mallory. Keteguhan itu lantas turut digambarkan lewat animasi di film ini.

The Summit of the Gods
Makato dan Habu hendak mendaki Gunung Everest via IMDb

Dari awal hingga akhir, animasi The Summit of the Gods menampilkan karakter para tokoh lewat bahasa nonverbal seperti gesture dan mimik wajah dengan apik. Ia memperkokoh cerita film sehingga menjadi lebih kuat. Selain itu, animasi di film ini juga menggambarkan kegiatan pendakian gunung yang dilakukan Makato, Habu, dan lainnya secara detail serta realistis.

Di beberapa adegan, visual tersebut mampu menggambarkan kesulitan para tokoh saat mendaki gunung dengan jelas. Adegan yang menyuguhkan kesusahan sewaktu mendaki, dalam film ini, tak melulu soal si tokoh yang cedera atau peralatan personal yang jatuh. Di salah satu scene, Habu bahkan pernah bertemu dengan sosok kawannya yang telah meninggal. Cerita model seperti ini kerap kali terdengar saat seseorang mendaki gunung.

Animasi di film ini pun sanggup membuat penonton seakan ikut dalam pendakian. Hal ini jadi sesuatu yang menarik buat mereka yang sama sekali belum pernah mendaki gunung. 

Animasi The Summit of the Gods lebih lanjut juga bisa menjahit cerita dua tokoh, yakni Makato serta Habu yang disampaikan lewat alur maju sehingga tak membuat penonton kebingungan. Hal ini dikarenakan kisah keduanya diceritakan berdasarkan lini masa atau timeline yang berbeda dari awal hingga dua pertiga film.  

Transisi yang berfungsi buat membedakan kisah Makato dan Habu pun ditampilkan dengan jelas. Salah satu contohnya ada di adegan ketika Habu serta kawannya berhasil mendaki Tembok Iblis di musim dingin. Foto momen keberhasilan keduanya yang dimuat di majalah lantas jadi penghubung cerita Makato yang tengah mencari keberadaan Habu yang menghilang. Dalam hal ini, animasi film The Summit of the Gods sanggup menyajikan kisah tentang mereka yang tak bisa hidup tanpa mendaki gunung.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post The Summit of the Gods: Kisah Mereka yang Tak Bisa Hidup Tanpa Mendaki Gunung appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/the-summit-of-the-gods/feed/ 0 37563
Ramen Shop: Identitas Diri dalam Semangkuk Makanan https://telusuri.id/ramen-shop-identitas-diri-dalam-semangkuk-makanan/ https://telusuri.id/ramen-shop-identitas-diri-dalam-semangkuk-makanan/#respond Fri, 03 Mar 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=37421 Ramen dan ba kut teh. Bagi Masato, dua makanan tersebut tidak bisa dilepaskan dari cerita hidupnya. Sang ibu suka memasakkan ba kut teh atau sup tulang iga babi di rumah sewaktu Masato kecil. Saat dewasa,...

The post Ramen Shop: Identitas Diri dalam Semangkuk Makanan appeared first on TelusuRI.

]]>
Ramen dan ba kut teh. Bagi Masato, dua makanan tersebut tidak bisa dilepaskan dari cerita hidupnya. Sang ibu suka memasakkan ba kut teh atau sup tulang iga babi di rumah sewaktu Masato kecil. Saat dewasa, kesibukannya tak lepas dari aktivitas memasak di dapur sebuah kedai ramen yang Masato kelola bersama ayah dan pamannya. Lebih dari sekadar masakan, ramen dan ba kut teh mampu membangkitkan kenangan Masato akan keluarga—ia, ayah, serta ibunya yang tiada karena sakit.

Hubungan Masato dengan ibunya dekat tetapi tak berlangsung lama. Ia meninggal saat Masato kecil. Relasinya dengan sang ayah, sebaliknya, dingin bagai es batu. Suatu saat, ayahnya meninggal mendadak. Alih-alih kembali bekerja di warung ramen, Masato justru pergi ke Singapura, negara asal ibunya untuk menemui sang paman, seorang pemasak yang pandai membuat ba kut teh. Masato ingin belajar cara membikin makanan itu sekaligus mengetahui lebih banyak tentang ibunya. Dari sang paman, Masato pun mengetahui kisah masa lalu ibu, nenek, dan ayahnya.

Ramen Shop
Masato bertemu dengan sang paman, seorang yang pandai memasak ba kut teh via chlotrudis.org

Perjalanan Masato dari Jepang ke Singapura tersebut menjadi cerita utama film Ramen Shop (2018) yang disutradarai Eric Khoo. Dalam film berdurasi 90 menit itu, Masato yang tak memiliki banyak informasi tentang keluarga ibunya mengandalkan bantuan seorang blogger kuliner asal Jepang yang tinggal di Singapura bernama Miki. Elemen makanan ditonjolkan sejak awal di film ini lewat footage semangkuk ramen. Unsur tersebut semakin kental ketika Masato di Singapura dan bertemu Miki. Sebagai seorang blogger, ia memiliki pengetahuan lebih tentang kuliner negara itu dibanding Masato. Miki banyak bercerita soal makanan Singapura, termasuk sejarah ba kut teh.

Adegan Masato dengan sang paman di film ini juga membahas tentang ba kut teh. Ba kut teh yang memiliki arti “daging, tulang, teh” merupakan makanan yang populer di Singapura serta Malaysia. Hidangan tulang iga babi yang direbus berjam-jam dalam kaldu berisikan rempah dan herba itu menjadi sajian yang sedap disantap apalagi saat dingin. Selain ba kut teh, masakan yang turut ditampilkan dalam film ini adalah ramen. Ramen awalnya berakar dari hidangan mi asal China dan kini populer di Jepang. Di luar Jepang, ramen banyak disukai orang sehingga kedai ramen banyak berdiri.

Ramen Shop
Masato dan neneknya via berlinale.de

Hadirnya kisah asal-usul kuliner dua negara lantas menjadikan Ramen Shop sebagai film yang membahas tidak hanya soal makanan dan kenangan keluarga tetapi juga identitas seseorang. Ramen serta ba kut teh membangkitkan memori sekaligus menggambarkan jati diri Masato. 

Hal ini diperlihatkan sutradara secara lebih eksplisit lewat adegan Miki dan Masato ketika mereka tengah menyantap kari kepala ikan. Di scene ini, Miki menganggap Masato layaknya mi ramen. Makanan tersebut merupakan hasil perpaduan dua budaya, yakni China dan Jepang, yang kini digemari banyak orang. Bagian dari dua budaya, menurut Miki, juga mengalir dalam darah Masato yang memiliki ayah Jepang dan ibu beretnis China asal Singapura.

Perkara identitas diri tersebut berusaha dikuatkan pula lewat adegan-adegan film yang menyinggung soal pendudukan Jepang di Singapura tahun 1942 hingga 1945. Selama di Singapura, di samping menemui pamannya dan belajar memasak ba kut teh, Masato juga mengunjungi pameran tentang Syonan di sebuah galeri. Syonan atau Syonan-to merupakan nama Singapura selama pendudukan Jepang yang berarti “Cahaya dari Pulau Selatan”. 

Di era tersebut, operasi untuk menghilangkan elemen masyarakat yang dianggap anti-Jepang dilakukan lewat sistem Sook Ching atau “pembersihan melalui pemurnian”. Sasarannya paling besar dialami komunitas warga China di Singapura. Lebih dari 25.000 orang yang didominasi laki-laki berusia 18 hingga 50 tahun, menjadi korban sistem ini.

Masato mengetahui keluarga ibunya memiliki pengalaman yang bersinggungan dengan sejarah pendudukan Jepang di Singapura berkat sang paman. Kisahnya bahkan mempengaruhi hubungan antara ibunya, nenek, dan ayahnya. Lewat makanan serta sejarah, Ramen Shop memperlihatkan sosok Masato yang berusaha memahami dan mengartikan kembali identitas dirinya. Upaya tersebut tidak sia-sia. Di akhir film, Masato berhasil menggabungkan dua masakan yang menggambarkan jati dirinya, seorang anak keturunan Jepang dan China Singapura.

Ramen Shop
Para pemain Ramen Shop via exotic-cinema.org

Di samping Ramen Shop, film Eric Khoo sebelumnya juga menampilkan elemen makanan meski porsi ceritanya berbeda-beda antara satu film dengan yang lain. Di Wanton Mee (2015), misalnya, berbagai macam kuliner Singapura dibahas dengan gaya docufiction oleh Khoo. Makanan juga muncul di Mee Pok Man (1995) dan Be With Me (2005) walau tak sedalam di dua film yang disebutkan sebelumnya. 

Makanan di Ramen Shop yang diceritakan agak detail pada akhirnya menjadi hal yang membuat film ini menarik sebab alur cerita yang disajikan cukup mudah ditebak. Interaksi antara Miki sebagai food blogger dan si pembuat ramen Masato mampu menghidupkan obrolan di antara keduanya. Bagi mereka yang tak familiar dengan kuliner Singapura, Ramen Shop dapat memberikan sedikit penjelasan lewat cerita yang dibalut dengan drama keluarga sang tokoh utama. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Ramen Shop: Identitas Diri dalam Semangkuk Makanan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/ramen-shop-identitas-diri-dalam-semangkuk-makanan/feed/ 0 37421
Biking Borders: Wujudkan Impian lewat Bersepeda https://telusuri.id/biking-borders-wujudkan-impian-lewat-bersepeda/ https://telusuri.id/biking-borders-wujudkan-impian-lewat-bersepeda/#respond Sat, 25 Feb 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=37385 Dua orang yang bersahabat pada umumnya memiliki sesuatu yang disukai, digemari, diinginkan, atau dicita-citakan bersama. Bagi Max dan Nono, hal yang diimpikan itu adalah membangun sekolah.  Mimpi ini muncul usai mereka mengajar di beberapa sekolah...

The post Biking Borders: Wujudkan Impian lewat Bersepeda appeared first on TelusuRI.

]]>
Dua orang yang bersahabat pada umumnya memiliki sesuatu yang disukai, digemari, diinginkan, atau dicita-citakan bersama. Bagi Max dan Nono, hal yang diimpikan itu adalah membangun sekolah. 

Mimpi ini muncul usai mereka mengajar di beberapa sekolah di luar negeri saat kuliah. Max Jabs dan Nono Konopka menemui ada anak-anak yang tak bisa mengenyam pendidikan karena infrastruktur serta pendanaan yang kurang. Mereka lalu berusaha menggalang dana dengan cara bersepeda sepanjang 15.000 km dari Jerman menuju China. Layaknya impian membangun sekolah, mengendarai sepeda menjadi aktivitas yang disukai keduanya.

Biking Borders
Biking Borders menceritakan dua sahabat yang melakukan perjalanan untuk menggalang dana via pencilsofpromise.org

Pengalaman melintasi negara-negara di benua Eropa serta Asia tersebut menjadi fokus film Biking Borders (2021). Max dan Nono mengalami banyak peristiwa selama perjalanan dari Berlin ke Beijing. Kejadian itu sering kali tak terlepas dari karakteristik geografis serta warga negara-negara yang mereka lewati. Dua hal ini membuat kisah perjalanan dua sahabat tersebut menarik untuk ditonton dan diikuti sebab mampu menghadirkan perspektif dari kacamata seorang pesepeda.

Adegan Max dan Nono saat di Austria dapat dijadikan contoh untuk menggambarkan poin di atas. Di scene ini, mereka bersusah payah melewati jalanan di negara itu sebab konturnya tak datar. Keduanya sering mendorong sepeda dengan napas terengah-engah. 

Jalan-jalan di Austria memang naik-turun sebab daratannya berbentuk pegunungan dan perbukitan. Gara-gara hal ini, Max dan Nono melontarkan guyonan dengan nada sarkas, ”Pergilah ke Austria mereka bilang…” di media sosial. Mereka kemudian menyarankan warganet untuk tidak melakukan trip sepeda di negara tersebut karena medannya yang berat. 

  • Biking Borders
  • Biking Borders

Bagi orang yang mengadakan perjalanan di negara itu menggunakan kendaraan, jalanan yang naik-turun bisa jadi tak menjadi persoalan besar. Problem kontur jalan yang tak datar hanya disadari oleh mereka yang menjelajahi jalan-jalan Austria dengan sepeda. Dalam hal ini, perspektif yang terbentuk dari pengalaman Max dan Nono mampu memberikan informasi yang berbeda tentang Austria lewat kacamata seorang pesepeda. Bagaimana keduanya bertahan lantas menjadi hal lain yang menarik buat diketahui dalam film.

Selain adegan di atas, trip di Turkmenistan juga dapat menggambarkan bagaimana karakteristik negara, termasuk geografis serta warganya memberi warna perjalanan Max serta Nono dalam Biking Borders. Turkmenistan merupakan negara bekas jajahan Uni Soviet di Asia Tengah yang dikenal tertutup pada dunia luar serta sulit untuk dikunjungi. Peraturan visa yang ketat membuat negara ini jarang dikunjungi wisatawan mancanegara. Turkmenistan diatur oleh pemerintah yang otoriter sehingga tindak tanduk warganya berada di bawah pengawasan. 

Biking Borders
Max Jabs dan Nono Konopka via IMDb

Berbeda dengan negara lain yang telah dilewati, peraturan ketat di Turkmenistan mengharuskan dua sahabat itu bersepeda hampir 600 km sehari. Hal ini membuat mereka gugup sekaligus ragu sebab keduanya tak pernah mengendarai sepeda lebih dari 100 km per hari sebelumnya. Kejadian yang dialami Max dan Nono sewaktu melakukan trip di Turkmenistan pada akhirnya mampu menyuguhkan pengalaman khas yang dialami pesepeda di negara tersebut. Hal ini turut berlaku ketika mereka melewati negara-negara lain selama perjalanan dari Berlin ke Beijing buat menggalang dana.

Dari segi penceritaan, adanya animasi yang memvisualisasikan jumlah donasi yang didapat memudahkan penonton untuk mengikuti proses penggalangan dana Max serta Nono. Selebrasi-selebrasi di media sosial buat merayakan jarak yang telah ditempuh dua sahabat itu dengan sepeda juga menggambarkan seberapa jauh usaha mereka mewujudkan impian membangunan sekolah.

Pengambilan shot gambar di Biking Borders pun tak monoton. Film ini memang menyuguhkan perjalanan pribadi Nono dan Max yang ditampilkan lewat visual yang mirip dengan video blogging atau vlog. Meski begitu, unsur sinematik tetap dimasukkan dalam pengambilan gambar. Berbagai macam shot seperti extreme wide shot, two shot, dan close up dipakai. Selain itu, angle di antaranya high angle, eye level, serta low angle ditemukan pula di film ini. 

Masalah baru muncul ketika konflik yang ada dalam Biking Borders melulu berbicara tentang problem yang dihadapi Max dan Nono sewaktu bersepeda dari awal hingga pertengahan film. Meski karakteristik negara, termasuk geografis serta warganya mampu memberikan warna pada perjalanan keduanya, formula konflik ini dapat menimbulkan rasa bosan apabila terus-menerus disuguhkan. Untungnya, kebosanan tersebut hilang ketika adegan Nono yang menangis karena relasinya dengan sang pacar tengah bermasalah muncul.Sejak awal film, Max dan Nono tak banyak menceritakan soal kehidupan pribadi mereka di samping kisah tentang keduanya yang telah bersahabat sejak kuliah. Konflik antara Nono dengan orang terdekatnya pun mampu menyegarkan alur cerita film sebab kejadian itu turut mempengaruhi trip belasan ribu kilometer yang ia lakukan bersama Max. Terkait ending film, akhir cerita Biking Borders tetap menyenangkan untuk ditonton walau mudah ditebak karena usaha yang mereka kerahkan membuahkan hasil.   


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Biking Borders: Wujudkan Impian lewat Bersepeda appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/biking-borders-wujudkan-impian-lewat-bersepeda/feed/ 0 37385
Tracks: Perjalanan Ribuan Kilometer Si Camel Lady https://telusuri.id/tracks-perjalanan-ribuan-kilometer-si-camel-lady/ https://telusuri.id/tracks-perjalanan-ribuan-kilometer-si-camel-lady/#comments Sat, 11 Feb 2023 04:00:07 +0000 https://telusuri.id/?p=37227 Robyn Davidson dijuluki “camel lady” waktu ia muda. Pada usia 27 tahun, dia berjalan kaki sejauh 2.700 km melintasi padang pasir di Australia bagian barat bersama empat ekor unta dan seekor anjing. Unta-unta tersebut dilatih...

The post Tracks: Perjalanan Ribuan Kilometer Si Camel Lady appeared first on TelusuRI.

]]>
Robyn Davidson dijuluki “camel lady” waktu ia muda. Pada usia 27 tahun, dia berjalan kaki sejauh 2.700 km melintasi padang pasir di Australia bagian barat bersama empat ekor unta dan seekor anjing. Unta-unta tersebut dilatih Robyn agar bisa membawa barang yang ia butuhkan. 

Dia merasa lelah dengan kehidupan di kota yang terus berulang. Begitu juga muak pada sikap gender, kelas, dan generasi dirinya yang manja serta seenaknya sendiri. Robyn pun melakukan perjalanan itu, dari Kota Alice Springs ke Samudra Hindia, selama sembilan bulan di tahun 1977. Trip tersebut mendapat dana dari National Geographic berkat saran kawan temannya bernama Rick Smolan. Rick lantas ditugaskan memotret Robyn untuk majalah tersebut. Meski awalnya enggan, ia perlahan membangun hubungan dengan fotografer tersebut.

Robyn lalu menulis sebuah buku memoar tentang pengalamannya di tahun 1980. Akan tetapi, baru 33 tahun kemudian kisah perjalanan itu diangkat ke dalam film berjudul Tracks (2013). Dalam film buatan sutradara John Curran tersebut Robyn diperankan oleh aktris Mia Wasikowska.

  • Tracks Camel Lady
  • Tracks Camel Lady

Film berdurasi hampir dua jam itu menceritakan sosok Robyn yang menyukai gurun pasir dan ingin menjelajahinya bersama seekor anjing bernama Diggity. Ia memilih untuk tak ditemani siapapun kecuali terpaksa. Konsistensi Robyn melakukan perjalanan ribuan kilometer itu sendirian ditampilkan dengan jelas di adegan ketika ia tak mau Rick hadir empat hingga lima kali buat memotret. “Dua atau tiga kali saja. Dua atau tiga kali,” katanya dengan tegas. Di adegan lain, Robyn juga menolak ditemani tetua komunitas Aborigin dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan seorang diri.

Karakter Robyn yang teguh itu diperankan cukup baik oleh Mia Wasikowska. Mia berhasil menampilkan Robyn, seorang perempuan usia 20-an tahun yang pekerja keras, agak galak, dan berkemauan kuat. Di sisi lain, Mia juga mampu menunjukkan sisi rapuh Robyn yang kerap diusik masa lalu, termasuk ketika ia menangis di pelukan Rick sebab merasa sendirian usai ditinggal Diggity.

Gara-gara kemampuan akting Mia, ditambah original score serta pengambilan gambar yang mendukung, kisah perjalanan solo Robyn yang tak jarang diwarnai dengan aktivitas yang berulang menarik buat ditonton. Kesendirian sang tokoh utama yang banyak disuguhkan tak membuat film ini menjadi monoton berkat tiga hal tadi. Ia justru jadi daya tarik utama yang mampu memunculkan rasa rindu akan perasaan percaya serta nyaman dengan diri sendiri.

  • Tracks Camel Lady
  • Tracks Camel Lady

Tak hanya soal Robyn semata, film Tracks juga menceritakan bagaimana dua orang yang memiliki kepribadian berbeda bertemu, berkenalan, lantas menjalin hubungan. Robyn mengenal Rick di perjalanan ini dan keduanya tetap berteman hingga sekarang. 

Adu akting Adam Driver sebagai Rick dan Mia Wasikowska pun mampu menggambarkan pertemanan mereka yang mulanya tak akrab lalu intim sejenak dan berakhir hanya sekadar kawan. Akan tetapi, ada sesuatu yang mengganjal di adegan ketika Robyn mencium Rick dan berhubungan fisik dengannya. Hal ini dikarenakan, sebelum kejadian itu, Robyn justru merasa sangat kesal sebab ia menganggap Rick mengganggu perjalanannya. Eskalasi perasaan juga tindakan yang terlampau cepat ini agak membingungkan sebab tidak ada alasan yang jelas kenapa Robyn melakukannya hal tersebut.

Di samping relasi dua orang di atas, interaksi Robyn dengan komunitas asli Australia dalam film turut menarik perhatian. Orang suku Aborigin serta penduduk keturunan Melanesia di Kepulauan Selat Torres telah hidup dan tinggal lebih dulu di benua itu dibandingkan bangsa kulit putih. Meski begitu, sejarah menunjukkan bahwa ada diskriminasi rasial yang terjadi setelah Australia menjadi salah satu negara koloni Inggris. Pembedaan perlakuan ini masih dirasakan sampai sekarang walau usaha untuk memperjuangkan hak komunitas asli negeri Kanguru itu juga telah dilakukan.

Dalam film Tracks, beberapa adegan menampilkan bagaimana sikap orang kulit putih, termasuk Robyn, terhadap penduduk dari komunitas asli Australia. Di menit-menit awal, misalnya, Robyn mengernyitkan wajah ketika seorang laki-laki berkulit putih memukul wanita Aborigin di tempat ia bekerja. Di adegan lain, Robyn dibuat kesal oleh kelakuan rombongan wisatawan yang bertindak tak sopan pada salah satu tetua suku Aborigin bernama Eddie.

Pandangan Robyn terhadap orang asli Australia pun dapat disimpulkan dari sikapnya di film ini. Di salah satu adegan, Robyn rela berjalan lebih jauh sebab jalur awal yang rencananya ia lewati melalui situs keramat yang tak memperbolehkan kehadiran perempuan. Di adegan lain, Robyn tak jadi menguliti kanguru yang mati karena ingat petuah Eddie. Alih-alih memandang berbeda, ia justru menganggap mereka sama dan menghormati aturan yang dibuat komunitas asli selama dirinya melakukan perjalanan. Trip ribuan kilometer yang dilakukan Robyn pun akhirnya tak hanya memanusiakan dirinya sendiri tetapi juga orang-orang yang ia temui.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Tracks: Perjalanan Ribuan Kilometer Si Camel Lady appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/tracks-perjalanan-ribuan-kilometer-si-camel-lady/feed/ 1 37227