Nirma Sulpiani, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/author/nirma-sulpiani/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 27 May 2025 15:24:42 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Nirma Sulpiani, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/author/nirma-sulpiani/ 32 32 135956295 Pentas Wayang Botol di Lapas Anak Lombok Tengah https://telusuri.id/pentas-wayang-botol-di-lapas-anak-lombok-tengah/ https://telusuri.id/pentas-wayang-botol-di-lapas-anak-lombok-tengah/#respond Wed, 16 Apr 2025 05:27:40 +0000 https://telusuri.id/?p=46662 Mendung sore itu tak menyurutkan langkah saya untuk menyaksikan pentas wayang botol. Wayang botol atau biasa disebut watol adalah wayang yang dibuat dari bahan dasar botol plastik bekas. Pembuatan watol merupakan hasil kreasi dari Sekolah...

The post Pentas Wayang Botol di Lapas Anak Lombok Tengah appeared first on TelusuRI.

]]>
Mendung sore itu tak menyurutkan langkah saya untuk menyaksikan pentas wayang botol. Wayang botol atau biasa disebut watol adalah wayang yang dibuat dari bahan dasar botol plastik bekas. Pembuatan watol merupakan hasil kreasi dari Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS).

Pentas Wayang botol pada Ramadan lalu terasa begitu istimewa karena berlangsung di Lapas Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Tahun ini SPWS genap berusia 10 tahun atau satu dekade. 

Berangkat dari Mataram, perjalanan memerlukan waktu sekitar satu jam lebih untuk sampai tujuan. Di perjalanan kami mendapati kemacetan dan pengalihan arus lalu lintas karena ada parade ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi oleh umat Hindu di kota itu. Namun, hal ini tidak sedikit pun menurunkan semangat saya untuk menonton pentas watol. Sebab, sudah hampir tiga tahun saya tidak dapat menyaksikan pertunjukannya. 

Setibanya di sana saya merasa takjub. Terdapat 42 anak laki-laki binaan LPKA mengenakan kaus berwarna hitam bertuliskan “Man Jadda Wa Jada“ (Siapa bersungguh-sungguh, maka akan berhasil), tengah duduk rapi menyaksikan salah seorang temannya menyanyikan sebuah lagu reggae Lombok I love You dari Amtenar Band.

Dari sinilah saya baru tahu. Hari itu di lapangan lapas yang terletak di Desa Selebung, Kecamatan Batukliang, sedang berlangsung program Ramadan Budaya.

Pentas Wayang Botol di Lapas Anak Lombok Tengah
Seorang warga binaan sedang bercerita di atas panggung hiburan dalam acara Ramadan Budaya/Nirma Sulpiani

Ramadan Budaya di Lapas Anak

Ramadan Budaya merupakan program yang digagas oleh Komunitas BERBAGI, berkolaborasi dengan sejumlah komunitas, seperti Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS), AKSI NTB, dan komunitas lainnya. Ramadan Budaya kali ini mengangkat tema “Di Balik Topeng Masa Depan”. Selaras dengan tema yang diusung, semua orang yang terlibat dalam acara ini diminta menggunakan topeng untuk menyamarkan identitas para warga binaan. Topeng yang tersedia pun beragam karakter, mulai dari sejumlah tokoh pahlawan Indonesia, Wali Songo, hingga sosok pahlawan super (superhero).

Gelak tawa dan riuh tepuk tangan semakin keras terdengar saat pemandu acara membawakan dua tokoh wayang botol untuk memimpin jalannya acara. Sampai menjelang berbuka puasa, kehangatan warga binaan kian terasa saat Kepala LPKA Lombok Tengah Mulyadi Gani menyampaikan sambutan di hadapan warga binaan. 

“Saya tidak menyangka, kegiatan akan semeriah ini. Ini energi yang positif buat kami. Saya yakin ini bisa memberikan trigger untuk anak-anak binaan dalam melaksanakan dan  menjalani kegiatan pembinaan,” ungkap Mulyadi, Jumat (28/3/2025).

Mulyadi berharap, warga binaan yang berada di LPKA tidak merasa seperti di dalam penjara. Namun, menjadikan LPKA sebagai rumah kedua untuk menerima pendidikan dan pembinaan lainnya.

Begitu juga yang saya rasakan saat memasuki LPKA. Berada di sana seperti sedang berada di “pondok”. Terdapat bangunan atau kamar warga binaan yang berisi ruang tamu, dapur, dan kamar mandi dalam. Halaman tertata rapi dan bersih, tak ada satu pun sampah yang terlihat. Pepohonan, bunga, dan rerumputan yang tumbuh di halaman pekarangan LPKA tampak subur dan terawat. Tak ada jeruji ataupun suara peluit yang terdengar seperti yang sering digambarkan di film-film.

Usai berbuka puasa, dengan sigap anak-anak binaan LPKA mengambil plastik sampah dan mengumpulkannya. Setelah itu, satu per satu warga binaan mengambil air wudu untuk melaksanakan salat Magrib berjemaah. Kemudian iktikaf di musala sembari menunggu azan Isya untuk menunaikan salat Isya dan tarawih berjemaah. 

  • Pentas Wayang Botol di Lapas Anak Lombok Tengah
  • Pentas Wayang Botol di Lapas Anak Lombok Tengah

Edukasi melalui Pentas Wayang

Acara dilanjutkan kembali sekitar pukul 21.00 WITA dengan pentas musik dan penampilan wayang botol. Ceritanya tentang tokoh wayang botol yang ingin mengubah hidupnya meski pernah melakukan banyak kesalahan.

Penanggung jawab acara Ramadan Budaya, Hendri Andriawan mengungkapkan, kegiatan ini dihajatkan bagi anak-anak yang jarang mendapatkan akses hiburan. “Kegiatan ini bertujuan tidak lain untuk menghibur adik-adik yang jauh dari keluarga. Misalnya, di lapas ini, kita memberikan berbagai macam hiburan, seperti live music, pementasan wayang, dan lainnya,” ungkap Hendri. 

Ramadan Budaya di LPKA merupakan kegiatan keempat setelah berkeliling menghadirkan hiburan di pelosok-pelosok desa. Hendri berharap, kehadiran berbagai
komunitas yang hadir di LPKA Lombok Tengah dapat memberikan motivasi warga binaan untuk memperbaiki diri ketika sudah bisa menjalankan kehidupan di luar nantinya.

“Jadi, tema kali ini ‘Di Balik Topeng Masa Depan’. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri kita, selama ada kemauan pasti ada jalan. Man jadda wa jada,” lanjut Hendri.

Pentas Wayang Botol di Lapas Anak Lombok Tengah
Foto bersama warga binaan serta penjaga lapas dan tim Ramadan Budaya/Nirma Sulpiani

Pentas wayang botol yang kerap ditampilkan merupakan salah satu cara SPWS untuk tetap memberikan edukasi dan hiburan kepada masyarakat. Adapun tema-tema yang diangkat mulai dari fenomena sosial maupun lingkungan yang berkembang di masyarakat. Beberapa di antaranya yang sempat saya saksikan, “Go Green”, “Pernikahan Dini”, “Putri Mandalika”, dan yang terbaru “Di Balik Topeng Masa Depan”. 

SPWS tidak hanya mementaskan wayang botol saja, tetapi juga melangsungkan pentas wayang kulit. Lakon wayang kulit biasanya dibawa dengan alur cerita masuknya Islam dan perkembangan agama Islam di bumi Lombok.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Pentas Wayang Botol di Lapas Anak Lombok Tengah appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pentas-wayang-botol-di-lapas-anak-lombok-tengah/feed/ 0 46662
Bukit Seger dan Senja Temaram di Mandalika https://telusuri.id/bukit-seger-dan-senja-temaram-mandalika/ https://telusuri.id/bukit-seger-dan-senja-temaram-mandalika/#respond Sat, 06 Aug 2022 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=34622 Keindahan Mandalika tak pernah habis untuk diceritakan, pesonanya mampu memikat setiap pasang mata yang datang. Meskipun sudah cukup sering mengunjungi Mandalika, tetap saja, setiap sudut yang saya datangi selalu menyisakan kisah menarik. Bahan untuk bercerita....

The post Bukit Seger dan Senja Temaram di Mandalika appeared first on TelusuRI.

]]>
Keindahan Mandalika tak pernah habis untuk diceritakan, pesonanya mampu memikat setiap pasang mata yang datang. Meskipun sudah cukup sering mengunjungi Mandalika, tetap saja, setiap sudut yang saya datangi selalu menyisakan kisah menarik. Bahan untuk bercerita. Sama halnya dengan perjalanan kali ini, pengalaman mengesankan di Bukit Seger. Cukup terlambat untuk berbagi kisahnya,  namun saya akan menyayangkan jika perjalanan ini hanya mengendap dalam ingatan.

Ditemani terik matahari, roda sepeda motor kami melaju kencang di Jalan Bypass BIL-Mandalika pada Rabu 6 Maret lalu, sesekali kecepatannya diturunkan agar kami bisa menikmati keindahan alam. Bukit-bukit besar di kanan dan kiri jalan semakin terlihat memesona, padahal hanya ladang jagung yang mengisinya.

By pass Bill Mandalika
Bypass BIL-Mandalika/Nirma Sulpiani

Sesaat kemudian, kami melintas pada sebuah bukit dengan plang Bypass BIL-Mandalika, lalu bertemu dengan sebuah monumen bertanda tangan Presiden Joko Widodo. Beberapa masyarakat sekitar terlihat sibuk menjual souvenir khas Lombok kepada pengunjung. Titik ini memang kerap menjadi salah satu tempat untuk berswafoto oleh pejalan yang hendak berkunjung ke Mandalika.

Roda kendaraan kami terus berputar lurus di atas aspal. Beranjak dari Jalan Bypass BIL-Mandalika, saya kemudian menyaksikan Mandalika begitu sibuk. Hal ini terasa sangat wajar, sebab perhelatan dunia MotoGP tinggal menghitung hari.

Kami melewati jalan tak beraspal yang berada berada persis di samping pagar pembatas sirkuit untuk sampai di Bukit Seger. Dari sini sepeda motor kami mulai bergerak lambat sebab di beberapa titik jalannya berlubang dan tergenang air. 

Perjalanan ini, sebenarnya bukanlah kali pertama saya mengunjungi Bukit Seger. Dari dulu Bukit Seger memang kerap menjadi lokasi andalan untuk liburan bersama keluarga. Kini, Bukit Seger tengah menjadi perhatian karena pernah menjadi spot foto pembalap MotoGP Repsol Honda, Marc Marquez saat datang ke Lombok untuk mengikuti tes Pramusim MotoGp Februari lalu. Bukit Seger juga kian memikat lantaran dari sini kita bisa melihat tikungan 10 Sirkuit Mandalika.

Jalan menuju bukit samping sirkuit
Jalan menuju bukit samping sirkuit/Nirma Sulpiani

Saat tiba di sana, meski saya sudah berkali-kali berkunjung, tapi tetap saja saya selalu takjub dengan pemandangan yang menghampar. Dari kejauhan, tampak pantai pasir putih dan ombak yang tenang. Di sisi lain, terlihat tikungan 10 Sirkuit Mandalika yang bisa dibilang lebih unik jika dibandingkan tikungan lainnya. Mengutip dari Kompas.com, tikungan tersebut memiliki desain menarik di bagian kerb atau pembatas lintasan dan area run-off.  Di area tersebut, berisi kerikil-kerikil yang dicat warna-warni membentuk pola tenun sasambo. 

Saat  sedang menanti senja, sambil memperhatikan lalu lalang pengunjung yang kian ramai, seorang anak laki-laki menghampiri kami. Ia menawarkan dagangannya yakni gelang. Anak tersebut bernama Andri, siswa kelas tiga SD yang selalu datang berjualan sepulang sekolah. Ia bercerita,  belakangan jumlah wisatawan yang berkunjung ke sini jauh lebih banyak dari biasanya. Tentu, hal ini membuat Andri senang.

“Sekarang ramai, jadi banyak (gelang) yang laku,” katanya sambil tersenyum. 

Tak hanya pedagang souvenir khas Lombok, kami juga mudah menjumpai para pedagang kelapa muda. Namun sayangnya, di beberapa titik kami juga mudah menjumpai sampah yang berserakan. Hal ini mungkin terjadi karena di sini tak tersedia fasilitas tempat sampah, meski begitu pengunjung bisa membawa kembali pulang sampah-sampahnya alih-alih meninggalkannya di area bukit.

Langit tampak sendu. Sore itu tak ada matahari tenggelam yang kami saksikan. Jadi, kami langsung melanjutkan perjalanan selanjutnya dengan bertemu seseorang yang masih tinggal di areal sirkuit.

Pemandangan dari bukit Seger
Pemandangan dari Bukit Seger/Nirma Sulpiani

Bertolak dari Bukit Seger, kami hanya memerlukan waktu sekitar lima menit untuk sampai ke tujuan. Tiba di sana kami disambut oleh laki-laki paruh baya, “Tunggu di sini, mereka sudah dalam perjalanan pulang,” sapanya dengan senyum hangat. 

Sambil menunggu, mata seperti tak pernah lepas untuk memperhatikan sekitar. Rasanya seperti berada di tengah lingkaran yang dikelilingi pepohonan hijau yang rindang. Tenang, itulah kata yang mewakili perasaan petang itu. 

Meskipun lokasinya dekat dengan Sirkuit Mandalika yang saat itu masih dalam proses pembangunan, namun di sana kami tak mendengar suara pekerja atau suara mesin.  Justru rasanya seperti berada di rumah.

“Assalamualaikum…”  Salam itu terdengar diucapkan serempak.

Anak-anak sudah berangkat mengaji. Mereka adalah keenam murid mengaji tuan rumah. Seperti sudah mengetahui gurunya pulang bepergian, mereka langsung duduk melingkar sembari melatih bacaan Alquran. Akan tetapi kami belum sempat menyaksikan mereka mengaji karena sang guru merasa cukup lelah setelah menempuh perjalanan jauh. 

Petang itu kami mendengar banyak cerita menarik seputar Mandalika, namun sayang hari sudah gelap, sebelum pulang kami  memutuskan menjalankan salat Magrib dulu karena perjalanan yang akan ditempuh kembali cukup jauh.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Bukit Seger dan Senja Temaram di Mandalika appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bukit-seger-dan-senja-temaram-mandalika/feed/ 0 34622
Menyaksikan Idemitsu Asia Talent Cup dari Atas Bukit https://telusuri.id/menyaksikan-idemitsu-asia-talent-cup-dari-atas-bukit/ https://telusuri.id/menyaksikan-idemitsu-asia-talent-cup-dari-atas-bukit/#respond Mon, 13 Dec 2021 00:58:00 +0000 https://telusuri.id/?p=31691 Mendung menemani perjalanan saya pulang bekerja siang itu, Sabtu 13 November. Sesampainya di kos saya membuka pesan dari salah seorang teman yang mengajak saya menyaksikan uji coba para pembalap Idemitsu Asia Talent Cup (IATC) secara...

The post Menyaksikan Idemitsu Asia Talent Cup dari Atas Bukit appeared first on TelusuRI.

]]>
Mendung menemani perjalanan saya pulang bekerja siang itu, Sabtu 13 November. Sesampainya di kos saya membuka pesan dari salah seorang teman yang mengajak saya menyaksikan uji coba para pembalap Idemitsu Asia Talent Cup (IATC) secara gratis di Kuta Mandalika.

Tanpa berfikir panjang saya langsung menerima ajakan itu. Anggap saja perjalan kali ini sebagai refreshing karena jemu memikirkan pekerjaan yang tak kunjung usai. 

Berangkat dari Mataram kira-kira menghabiskan waktu sekitar satu setengah jam hingga tiba di lokasi. Rute yang kami lalui kali ini berbeda dengan jalan yang sering  ditempuh jika berkunjung ke Kuta.  Kali ini saya melalui jalan bypass Bandara Internasional Lombok (BIL)— Mandalika. 

Dari beberapa sumber yang saya baca, pembangunan jalan bypass BIL—Mandalika memang khusus menunjang pelaksanan sejumlah event internasional yang akan berlangsung. Selain itu, tujuan saya melewati jalan bypass BIL—Mandalika, ialah agar bisa melihat Bukit menangis yang belakangan ramai dijadikan tempat berswafoto oleh masyarakat. 

Setibanya di Mandalika, lalu lalang kendaraan  sudah  ramai. Jika kita ingin menyaksikan IATC dari Tribun secara gratis, terlebih dahulu kita mendaftar di stand pendaftaran yang berada di Masjid Nurul Bilad dan memenuhi persyaratan lain diantaranya yakni sudah vaksin dosis ke 2;  menggunakan aplikasi peduli lindungi untuk masuk ke sirkuit; dan menjalani swab antigen—swab antigennya juga dapat dilakukan secara gratis di sana.

Antrian nonton gratis
Antrian nonton gratis/Nirma Sulpiani

Namun, keinginan untuk menyaksikan langsung dari tribun kami urungkan, sebab saat kami sampai di sana ajang balapan yang diperuntukan untuk pemuda di kawasan Asia dan Oseania ini telah dimulai. Dengan pertimbangan waktu, panjangnya antrian, serta melihat antusiasme warga yang menyaksikan dari luar, rasanya akan lebih seru jika menyaksikannya dari luar area sirkuit. 

Benar saja, beberapa saat setelah memarkir kendaraan di lahan yang berdekatan dengan tembok besar mengitari sirkuit, kami sudah dipanggil oleh rombongan pemuda-pemuda yang datang menggunakan truk, dengan senyuman dan suara yang sedikit berteriak mereka mengajak kami untuk menonton dari atas truk, “Sini naik ke atas, biar lebih jelas!” Teriak mereka. 

Mendengar ajakan mereka kami hanya menjawab dengan tersenyum. Beberapa saat kemudian dari arah sebelah kiri kami datang mobil pickup yang berisi rombongan ibu-ibu. Setelah kendaraan yang mereka tumpangi terparkir, mereka kemudian mengeluarkan ponsel masing-masing untuk mengabadikan momen tersebut. Rombongan lain terus berdatangan dan memarkir kendaraan secara berjejer. 

Tidak hanya kendaraan roda empat, kendaraan roda dua juga banyak yang berhenti untuk melihat uji coba pertandingan, ada yang ikut naik truk dan ada juga yg menggunakan bangku, hanya sekedar untuk melihat beberapa saat. 

Belum sempat menyaksikannya dari sana, waktu pertandingan telah usai dan akan berlanjut sekitar pukul 16.00 WITA. Kami kemudian beranjak mencari tempat yang nyaman untuk menyaksikan pertandingan. 

Nonton uji coba dari atas bukit
Nonton uji coba dari atas bukit/Nirma Sulpiani

Sebuah bukit yang hanya berjarak beberapa meter dari sirkuit menjadi pilihan kami untuk menyaksikan uji coba pertandingan, menonton dari sini rasanya seperti sedang berada di stadion,  selain lintasan sirkuit dan para pembalap IATC terlihat jelas, berkumpul bersama puluhan orang dan dari berbagai macam kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, bapak-bapak, hingga ibu-ibu pun tak mau kalah, dari yang berseragam hingga yang mengenakan sarung semua berkumpul di sini. 

Menyaksikan dari ketinggian terasa semakin seru saat mendengar banyak cerita menarik, salah satu cerita yang saya ingat yakni seorang perempuan paruh baya yang rela menutup warung dagangannya hanya untuk menyaksikan pertandingan. Belum sempat menanyakan lebih detail, perhatian saya sudah teralihkan oleh perempuan berbaju biru yang baru datang kemudian langsung menaiki mobil polisi yang berada persis di depan kami sembari berkata, “Ternyata nonton dari sini jelas ya!” Katanya sambil tersenyum. 

Sepanjang jalannya pertandingan masyarakat yg ingin menonton terus berdatangan. Meskipun layar kaca menayangkan lebih detail jalannya pertandingan, tetap saja mendengar sorak sorai  jalannya turnamen secara langsung rasanya akan  selalu  lebih seru. Meskipun saya pribadi tidak mengerti dunia otomotif, setidaknya pengalaman menyenangkan ini bisa menjadi sebuah kisah yang bisa diceritakan, kami sebagai tuan rumah pernah menyaksikan balapan yang dibicarakan dunia internasional dengan cara tersendiri. 

Gagal menyaksikan pertandingan Final IATC 

Pemandangan nonton final/Nirma Sulpiani

Belum lengkap rasanya, jika hanya menyaksikan uji coba pertandingan. Minggu 14 November, kami kembali mendatangi Mandalika untuk menyaksikan laga final IATC. Kali ini kami sengaja berangkat lebih lebih pagi, tujuannya agar mendapat atrran lebih awal untuk menyaksikan dari tribun secara gratis. 

Namun sayang, tak jauh berbeda dari kemarin tetap saja kali ini kami kalah cepat dengan yang lain, sesampainya di Masjid Nurul bilad antrian panjang telah menunggu, halaman masjid yang begitu luas sudah dipadati oleh kendaraan roda dua dan roda empat, melihat kondisi ini kami kemudian mengurungkan niat menyaksikan dari tribun, sebab pertandingan akan dimulai beberapa jam lagi.

Berbeda dari sebelumnya, pengamanan lalu lintas kali ini lebih diperketat, tidak ada lagi masyarakat yang menonton menggunakan truk seperti sebelumnya dan masyarakat yang datang lebih ramai, saat melihat bukit tempat kami menyaksikan uji coba pertandingan kemarin, bukit tersebut sudah dipadati oleh pengunjung yang ingin menyaksikan final IATC. 

Meskipun demikian perjalanan kami mencari lokasi untuk menyaksikan pertandingan terus berlanjut, sampai akhirnya kami memilih sebuah dataran yang cukup tinggi, dari sini lintasan sirkuit juga terlihat jelas dan yang membedakan dari bukit kemarin ialah, jika di bukit kemarin kami hanya dapat melihat satu tikungan, di tempat kami kali ini kami dapat melihat tiga tikungan sekaligus. 

Bersama puluhan penonton lain kami menunggu jalannya pertandingan, informasi yang kami dapat pertandingan tadinya akan dilangsungkan di mulai pukul 14.00 WITA namun ditunda sampai pukul 16.00 WITA. Hal ini tentu bukan masalah bagi kami, kami tetap semangat untuk menyaksikan pertandingan.

Sampai akhirnya sekitar pukul 16.30 WITA kami mendapat informasi bahwa pertandingan final IATC diundur karena Marshal dinilai belum siap dan kembali dijadwalkan pada tanggal 19-21 November bersamaan dengan diselenggarakannya  World Superbike. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu
!

The post Menyaksikan Idemitsu Asia Talent Cup dari Atas Bukit appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menyaksikan-idemitsu-asia-talent-cup-dari-atas-bukit/feed/ 0 31691
Sepenggal Kisah di Balik Pembangunan Sirkuit Mandalika https://telusuri.id/melihat-pembangunan-sirkuit-mandalika-lebih-dekat/ https://telusuri.id/melihat-pembangunan-sirkuit-mandalika-lebih-dekat/#respond Wed, 01 Dec 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=31015 Debu mengikuti roda belakang motor kami saat memasuki Dusun Ujung, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Para pekerja terlihat sedang mengoperasikan alat berat. Kendaraan kami terus bergerak lambat, beberapa kali kami harus berhenti sejenak saat...

The post Sepenggal Kisah di Balik Pembangunan Sirkuit Mandalika appeared first on TelusuRI.

]]>
Debu mengikuti roda belakang motor kami saat memasuki Dusun Ujung, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Para pekerja terlihat sedang mengoperasikan alat berat. Kendaraan kami terus bergerak lambat, beberapa kali kami harus berhenti sejenak saat berpapasan dengan truk dan kendaraan besar lain karena sempitnya jalan yang kami lalui ini. Di beberapa titik aspalnya sudah tidak terlihat karena tertutupi oleh tanah yang jatuh dari truk-truk pembawa material.

Tujuan perjalanan kami pada Minggu, 5 September lalu adalah untuk melihat pembangunan Sirkuit  Mandalika lebih dekat. Tapi sebelum ke sana saya dan teman perjalanan saya akan mengunjungi seseorang yang tinggal di Dusun Ebunut terlebih dulu. Dusun Ebunut merupakan satu-satunya dusun yang berada di sekitar areal sirkuit, dusun ini masih dihuni oleh warga. Sepanjang perjalanan ia bercerita tentang pengalamannya selama mengikuti proses pembangunan sirkuit dan cerita-cerita menarik yang ia temui selama liputan.

Terowongan
Terowongan/Nirma Sulpiani

Obrolan kami berhenti sejenak saat melihat kepulan debu dari roda belakang truk ketika akan memasuki terowongan (tunnel) sirkuit. Kami menghentikan perjalanan, merapatkan masker, menutup kaca helm guna menghindari debu tersebut, barulah kemudian melanjutkan perjalanan. Setelah melewati dua terowongan, kami kemudian mengikuti jalan hitam beraspal, dan dari titik ini lintasan sirkuit terlihat dengan jelas sebab posisi kami saat ini hanya berjarak sekitar satu meter dengan pagar besi berwarna hijau yang mengelilingi sirkuit. 

Proses pembangunan tidak hanya berlangsung di dalam area lintasan sirkuit, di luar lintasan sirkuit pembangunan juga tetap berjalan, beberapa mesin besar berwarna oranye terlihat sedang  beroperasi, ada pula yang terparkir, tak jauh dari tempat mesin besar itu terparkir terlihat warung beratapkan terpal dengan beberapa makanan ringan tergantung di depannya.

Pembangunan di luar sirkuit
Pembangunan di luar sirkuit/Nirma Sulpiani

Kami terus bergerak pelan hingga jalan hitam beraspal pun tak terlihat, kami sudah memasuki Dusun Ebunut. Perjalanan  yang cukup jauh ditemani dengan panasnya terik matahari siang itu membuat kami merasakan dahaga, sebelum melanjutkan perjalanan kami singgah sejenak di sebuah warung untuk membeli air.

Senyum ramah pemilik warung menyambut kami. Ia pun bertanya, “Mau ke pantai ya? Sekarang sudah banyak yang berubah, jadi wajar kalau salah jalan,” katanya. Mendengar pertanyaan tersebut, kami tersenyum dan memberitahunya bahwa kami hendak menemui seseorang di Dusun Ebunut.

Perjalanan kami terus berlanjut, hingga motor kami berhenti di tengah lahan yang ditumbuhi rumput liar dengan tinggi hampir selutut. 

Berjalan dari tempat parkir, kami menghampiri dua perempuan yang sedang beristirahat di bawah pohon asam yang duduk beralaskan tikar yang terbuat dari anyaman daun pandan. Teman saya tentu cukup akrab dengan mereka, sebab ia sudah beberapa kali bertemu dan mengobrol bersama jika ia berkunjung ke dusun Ebunut. 

Yamin dan anaknya Desi, belum sempat bertanya kami sudah diberitahu, bahwa sang suami amaq (bapak) Kangkung atau akrab disapa amaq Bengkok masih pergi melaut. Ia kemudian mengajak kami duduk dan mengobrol bersama,

“Di dalam (rumah) panas, kita duduk di sini saja lebih enak,” kata Yamin. 

Ajakan Yamin terasa sangat tepat karena pemandangan yang kami jumpai saat duduk di sana terasa mengesankan, sebab posisi kami hanya berjarak beberapa meter saja dari lintasan sirkuit, tak hanya itu dari sini terlihat bukit yang berada di tengah lintasan dan bertuliskan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC). ITDC merupakan pengembang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Jika nanti perhelatan MotoGP telah digelar, rasanya tempat kami duduk saat ini merupakan salah satu lokasi yang strategis untuk menyaksikan kejuaran dunia ini.

Yamin dan Desi banyak bercerita tentang pengalamannya yang tinggal di dekat lintasan sirkuit siang itu, salah satu yang paling saya ingat, yaitu cerita Yamin memberanikan dirinya mengendarai motor untuk mengantar anaknya pergi ke sekolah. 

“Sampai sekarang sebenarnya masih takut, kalau berpapasan dengan truk saya harus berhenti dulu,” kata Yamin sambil tersenyum. Cukup lama mengobrol tak terasa hari sudah sore, meskipun belum sempat bertemu dengan amaq Bengkok, berbagi cerita dengan Yamin dan Desi rasanya sudah lebih dari cukup, kami pun pamit berharap di lain kesempatan bisa bertemu kembali.

Service Road
Service road/Nirma Sulpiani

Tujuan utama dari perjalanan kami hari hari itu pun dimulai. Jalan yang kami lalui saat pulang berbeda dengan yang kami lewati ketika datang ke Dusun Ebunut. Ketika pulang kami melewati  service road. Service road merupakan sebuah jalan pendukung yang ada di lingkaran dan lingkaran luar Main Track Lane. Service road digunakan untuk jalur evakuasi ketika ada insiden kecelakaan. 

Ketika berpapasan dengan pekerja yang ada di service road, salah satu dari mereka ada yang mengangkat tangan sambil tersenyum dan berteriak, “Halo guys!” Rasanya wajar saja, sebab saat mulai melintasi service road saya selalu mendokumentasikan perjalanan menggunakan ponsel.

Sebelum meninggalkan sirkuit mandalika, kami berhenti sejenak untuk melihat dengan dekat Main Track Lane, mengambil beberapa gambar dan video untuk dokumentasi kami sebelum pembangunan sirkuit selesai.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

The post Sepenggal Kisah di Balik Pembangunan Sirkuit Mandalika appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/melihat-pembangunan-sirkuit-mandalika-lebih-dekat/feed/ 0 31015
Mengunjungi Pantai Kuta Mandalika Semasa Pandemi https://telusuri.id/mengunjungi-pantai-kuta-mandalika-semasa-pandemi/ https://telusuri.id/mengunjungi-pantai-kuta-mandalika-semasa-pandemi/#respond Sat, 13 Nov 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30231 Rabu, 22 Juli lalu saya mengunjungi Pantai Kuta Mandalika. Pantai dengan pasir berwarna putih seperti butiran merica ini terletak di kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Desa Kuta kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Melakukan perjalanan di masa...

The post Mengunjungi Pantai Kuta Mandalika Semasa Pandemi appeared first on TelusuRI.

]]>
Rabu, 22 Juli lalu saya mengunjungi Pantai Kuta Mandalika. Pantai dengan pasir berwarna putih seperti butiran merica ini terletak di kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Desa Kuta kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Melakukan perjalanan di masa pandemi rasanya boleh-boleh saja asalkan kita tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.

Berangkat dari rumah saya menempuh perjalanan sekitar satu jam. Akses menuju lokasi pastinya sudah memadai sebab, Pantai Kuta menjadi salah satu pantai yang dekat dengan lokasi perhelatan MotoGP 2021. Saat sampai di jalan by pass Bandara International Lombok (BIL) menuju Pantai Kuta perjalanan saya sedikit tersendat. Adanya truk-truk besar yang membawa material untuk pembangunan sirkuit menjadikan perjalanan terasa lebih lama sebab sulit mendahului kendaraan tersebut.  

Jalan Menuju Kuta Mandalika
Jalan menuju Kuta Mandalika/Nirma Sulpiani

Tiba di sana sekitar pukul 14.00 WITA, lalu lalang pengunjung tak begitu ramai padahal masih dalam suasana libur lebaran Iduladha, rasanya ini kali pertama saya melihat pantai dengan laut berwarna hijau toska ini cukup lengang.

Dari jauh saya memperhatikan pedagang perempuan paruh baya, menggunakan jilbab berwarna ungu panjang menutupi dada sedang menjajakan dagangannya di bawah kaki bukit Kuta mandalika.  Wajahnya terlihat tak asing, benar saja ketika langkah kaki saya semakin dekat, saya ingat perempuan itu ialah Riam atau akrab dipanggil inaq Unggul (ibu Unggul), beberapa bulan lalu videonya sempat viral karena berdebat menggunakan bahasa inggris dengan petugas keamanan pantai yang memintanya agar tidak berjualan guna memutus rantai COVID-19. 

Pantai Kuta Mandalika
Pantai Kuta Mandalika/Nirma Sulpiani

Semenjak menyaksikan videonya viral, dari sana pula keinginan saya untuk bertemu dengan inaq Unggul secara langsung, dan hari itu tanpa direncanakan, tanpa sengaja saya bertemu langsung dengannya. Senyum ramah nya menyambut saat saya sampai di lapak dagangannya.  Di sana saya memesan kelapa muda, sembari membuka kulit kelapa inaq Unggul  bercerita beberapa hari terakhir pengunjung memang sepi sehingga pendapatannya pun menurun. Kelapa yang  telah ia buka pun merupakan kelapa pertama yang laku setelah dua hari sepi pembeli. 

“Ini kelapa pertama yang laku setelah dua hari sepi,” kata Unggul. 

Ketika saya menanyakan tentang videonya viral, inaq Unggul pun mengiyakan hal tersebut, ia mengetahui bahwa dirinya viral di Facebook, akan tetapi ia sendiri tidak memiliki akun Facebook, ia menambahkan bahwa teman-temannya memiliki akun Facebook. Unggul bercerita Ia belajar bahasa Inggris dari turis asing yang berbelanja di lapaknya. 

Kelapa dari inaq Unggul kemudian menemani saya menikmati keindahan pantai. Angin pantai membawa ingatan saya kembali saat masih berusia kanak-kanak. Pantai Kuta memang selalu menjadi andalan keluarga untuk berlibur. Ombak yang tenang, bukit-bukit besar yang ada di sekitar pantai dan batu besar yang ada di bibir pantai, dulu batu itu menjadi tempat kesukaan kamu untuk foto bersama, sampai saat ini pun demikian, keindahannya masih tetap sama.

Lamunan saya terhenti ketika saya ditawarkan untuk membeli gelang dan mainan kunci khas Lombok. Memang, jika berkunjung ke Pantai Kuta, kita akan mudah menemui anak-anak yang menawarkan kerajinan tangan. 

Menikmati pesona pantai Kuta rasanya tidak cukup jika hanya duduk saja. Saya lalu menyusuri  keindahannya sambil berjalan kaki. Sesekali, saya memotret beberapa sudut Pantai Kuta. Salah satu yang saya foto yakni suasana Bukit Kuta Mandalika.

Masjid Nurul Bilad  Mandalika

Masjid Nurul Bilad
Masjid Nurul Bilad/Nirma Sulpiani

Hari itu, sebelum bertolak pulang saya singgah di Masjid Nurul Bilad untuk menunaikan salat Ashar. Lokasi Masjid Nurul Bilad berjarak sekitar 400 meter dari Pantai Kuta. Nuansa tradisional serta modern adalah kesan yang tersirat saat mengunjungi masjid yang diresmikan pada tahun 2017 oleh Presiden Joko Widodo ini. Dari beberapa artikel yang saya baca, bangunan Masjid Nurul Bilad terinspirasi dari Masjid Kuno Bayan, masjid pertama di Lombok yang terletak di Lombok Utara. 

Saat memasuki masjid kita akan menemukan miniatur masjid yang menggambarkan secara detail seluruh area masjid. Penerapan protokol kesehatan dalam beribadah juga telah diberlakukan di masjid ini,  pengaturan jarak satu meter posisi atar jamaah dengan memberikan tanda silang menggunakan isolasi. Melakukan perjalanan di masa pandemi ada baiknya jika membawa peralatan salat sendiri, khususnya untuk perempuan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

The post Mengunjungi Pantai Kuta Mandalika Semasa Pandemi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mengunjungi-pantai-kuta-mandalika-semasa-pandemi/feed/ 0 30231
Makam Nyatok: Makam yang Hanya Bisa Dikunjungi pada Hari Rabu https://telusuri.id/makam-nyatok-makam-yang-hanya-bisa-dikunjungi-hari-rabu/ https://telusuri.id/makam-nyatok-makam-yang-hanya-bisa-dikunjungi-hari-rabu/#respond Sun, 08 Aug 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=29545 Lombok tidak hanya menyuguhkan pesona wisata alam. Kalau kamu ingin berwisata religi, kamu bisa mengunjungi banyak tempat. Sebut saja Islamic Center, Masjid Kuno Rembitan, Masjid bayan, Makam Nyatok dan masih banyak lagi.  Pada 22 Juli...

The post Makam Nyatok: Makam yang Hanya Bisa Dikunjungi pada Hari Rabu appeared first on TelusuRI.

]]>
Lombok tidak hanya menyuguhkan pesona wisata alam. Kalau kamu ingin berwisata religi, kamu bisa mengunjungi banyak tempat. Sebut saja Islamic Center, Masjid Kuno Rembitan, Masjid bayan, Makam Nyatok dan masih banyak lagi. 

Pada 22 Juli 2021 lalu, seorang teman mengajak saya untuk berziarah ke makam  Nyatok. Saya sungguh bersemangat sebab perjalanan kali ini akan menjadi perjalan pertama saya ziarah ke sana. Kami menduga kemungkinan akan ramai pengunjung, sebab hari ini bertepatan dengan satu hari setelah perayaan Idul Adha 1442 H.

Jalan menuju lokasi
Jalan menuju makam Nyatok/Nirma Sulpiani

Berangkat dari Praya, kami menempuh perjalanan 25 menit menggunakan kendaraan roda dua menuju lokasi yang berada di Desa Rembitan Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Akses jalan menuju lokasi cukup bagus, tapi rasanya perlu sedikit perbaikan sebab di beberapa titik, jalan aspalnya banyak berlubang. Suasana khas pedesaan akan menemani sepanjang jalan. Ada kebun tembakau, jagung, dan tumbuhan lain.

Selama di perjalanan kendaraan kami berada persis di belakang mobil pick-up yang berisi rombongan orang tua dan anak-anak. Terlihat di tengah rombongan terdapat nampan yang berisi makanan berupa ketupat, pisang, dan buah-buahan. Kami yakin betul, tujuan kami dengan rombongan pick-up tersebut sama.

Benar saja beberapa saat kemudian kami sampai di lokasi. Lahan parkir cukup luas. Terdapat puluhan kendaraan mobil, truk, dan sepeda motor terparkir rapi.

Deretan pedagang menuju makam
Deretan pedagang menuju makam/Nirma Sulpiani

Beranjak dari parkiran menuju makam, kami menemukan deretan panjang pedagang yang menjual air, rampai, tekel, buah-buahan, masker, dan masih banyak lagi. Dari kejauhan terlihat spanduk besar berisi himbauan bagi masyarakat agar tetap mematuhi protokol kesehatan. Di dalam area makam terdapat pohon-pohon besar seperti, pohon asam, pohon beringin, dan pohon kamboja menjadikan suasana makam teduh.  

Sebelum mulai berziarah, kami sempat mengobrol dengan salah satu pengelola makam yakni Kemban. Kemban sudah menjadi penjaga makam selama puluhan tahun. Laki-laki 70 tahun itu menceritakan bahwa leluhur mereka—Wali Nyatok, memberikan pesan peziarah hanya bisa berkunjung pada hari Rabu. Leluhur tersebut adalah wali yang menyebarkan Islam di Lombok bagian selatan. 

Ziarah makam
Ziarah makam /Nirma Sulpiani

“Memang sudah menjadi sudah menjadi pesan dia [Nyatok]. Dia kan wali, dia berpesan bahwa hanya bisa dikunjungi hari Rabu, entah apa itu alasannya. Kami hanya bisa menjalankan pesan itu.” Kata Kemban pada saya.

Kemban mengatakan, masyarakat percaya para peziarah yang berkunjung selain hari Rabu akan mendapat kesialan. “Tidak ada yang berani mengunjungi makam ini di luar hari Rabu, kalau ada  akan dapat kale (sial),” ungkap Kemban. 

Makam dengan luas 15 hektar ini memiliki puluhan makam dengan satu makam inti yaitu makam Wali Nyatok. Makamnya ditandai dengan pagar kayu yang mengelilingi makam dan batu nisan besar. Setiap minggu ratusan hingga ribuan orang datang untuk berziarah, mereka berasal dari pelbagai macam wilayah yang ada di Lombok.

“Selalu ramai ratusan sampai ribuan orang, tidak hanya dari Lombok dari luar juga ada,” ungkap Kemban. 

Setelah mengobrol cukup lama, Kemban pun mempersilahkan kami berziarah. Sebelum memasuki makam terlebih dahulu  mengisi daftar buku pengunjung. Untuk memasuki makam, peziarah diharuskan melepas alas kaki. Perempuan yang sedang menstruasi juga dilarang memasuki area makam. 

peziarah berdoa di makam
Peziarah berdoa di makam/Nirma Sulpiani

Pintu masuk makam tidak terlalu tinggi, sehingga saat masuk kita harus menundukkan kepala. Di dalam area makam Nyatok puluhan orang duduk mengelilingi makam terlihat khusuk berdoa. Ada yang berdoa menunduk tanpa suara dan membaca surah yasin. Ada juga yang menaburkan rampai kemudian membasuh wajah selepas bedoa dengan air.

Beberapa orang terlihat menaruh uang di atas badan makam sebagai amal. Uang itu nantinya akan diambil oleh petugas makam dan digunakan sebagai perawatan dan pengembangan makam. 

Selepas berziarah, teman saya kemudian mengajak saya untuk melihat suasana sekitar.  Terdapat  dua bangunan bersebelahan dengan posisi salah bagunan lebih depan. Bangunan tersebut bertiang kayu dan beratapkan ilalang. Salah satu digunakan sebagai tempat berzikir peziarah laki-laki dan bangunan yang satu digunakan para perempuan untuk menaruh makanan yang dibawa dari rumah. Ada juga masyarakat yang beristirahat di bawah pohon rindang sambil menyantap bekal.

Sebelum bertolak pulang, kami singgah sejenak di salah satu lapak pedagang, di sana kami memesan kopi dan mencicipi tekel. Tekel ialah makanan khas Lombok yang dibuat dengan ketan, kemudian dicampurkan dengan kelapa parut. Dibungkus dengan janur kuning dan diikat dengan tali. Selama kami duduk, lalu lalang penziarah terus berdatangan semakin siang semakin ramai. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Makam Nyatok: Makam yang Hanya Bisa Dikunjungi pada Hari Rabu appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/makam-nyatok-makam-yang-hanya-bisa-dikunjungi-hari-rabu/feed/ 0 29545
Harapan dari Ekas https://telusuri.id/harapan-dari-ekas/ https://telusuri.id/harapan-dari-ekas/#respond Sat, 03 Jul 2021 04:59:00 +0000 https://telusuri.id/?p=28533 “Buanglah Sampah pada tempatnya!” Seruan ini tentu kita sangat familiar di telinga kita. Kita tahu bersama bahwa sampah merupakan persoalan besar yang kita hadapi saat ini. Kali ini saya tidak akan bercerita tentang bagaimana persoalan sampah...

The post Harapan dari Ekas appeared first on TelusuRI.

]]>
“Buanglah Sampah pada tempatnya!” Seruan ini tentu kita sangat familiar di telinga kita. Kita tahu bersama bahwa sampah merupakan persoalan besar yang kita hadapi saat ini. Kali ini saya tidak akan bercerita tentang bagaimana persoalan sampah di negara kita, saya akan bercerita tentang bagaimana sampah bisa menjadi sebuah kelas literasi.

Hari itu Sabtu 13 maret 2021 saya dan salah seorang teman berangkat untuk mengunjungi Dusun Ekas Buana, Desa Ekas, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Ekas sebelumnya desa yang cukup populer karena keindahan alamnya dan menjadi salah satu tempat pelepasan benur tahun 2020 lalu. Tujuan kami ke Ekas bukan untuk berwisata, kami ke sana ingin mendengar langsung sebuah cerita yang sangat inspiratif. 

Menggunakan kendaraan roda dua kami berangkat dari Praya. Perjalanan yang kami tempuh menuju lokasi kira-kira menghabiskan waktu sekitar satu jam. Jalan yang kita lalui cukup mulus karena sudah tersentuh oleh tangan pemerintah, kita tak perlu risau tak tahu arah sabab Google Map akan menunjukkan jalan sampai tempat tujuan dan terdapat penanda  pada setiap persimpangan. Suasana asri khas pedesaan akan kita temui sepanjang jalan. Sawah yang terbentang luas dan bukit-bukit yang ditanami pohon jagung sejauh mata memandang.

Jalan/Nirma Sulpiani

Sesampainya di sana, kami dibuat takjub oleh suasana alam yang ada, pantulan sinar matahari membuat warna laut semakin indah, warna yang tercipta menjadi biru berkilauan. Keiindahnnya warnanya semakin indah dengan terparkirnya puluhan perahu warna warni yang menghiasi Pantai Ekas Buana.

Terdapat juga rumah-rumah kecil yang dijadikan nelayan menjadi rumah singgah saat melepaskan benur, atapnya memiliki warna yang berbeda menjadikan pantai ini memiliki keindahan dan keunikannya sendiri.  Pasir putih di bibir pantai juga semakin terlihat berkilau dengan paparan sinar dari mentari. 

Setelah beberapa saat menikmati keindahan alam Ekas Buana, kami disambut dengan hangat oleh Ruth Seran. Ia akrab disapa teacher Noy. Noy kemudian mengajak kami berbincang di Panorama Cottage, villa yang dibangun sejak tahun 2018 bersama sang suami, Massimo Otto seorang warna negara Italia.

Perempuan kelahiran Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) itu sudah tinggal di Ekas sejak tahun 2018 silam bersama suaminya. Pada tahun 2018 ini pula Noy mulai mengajak masyarakat khususnya anak-anak untuk penduli terhadap lingkungan dan menjaga kebersihan pantai. Tak jarang Noy sering mengadakan lomba untuk anak-anak, sebagai pemacu semangat mereka.  

“Kami mulai pada tahun 2018 dengan mengadakan lomba membersihkan pantai,” tutur Noy.

Kegiatan membersihkan pantai terus berlangsung hingga pada Desember 2020 terbesit keinginan pada Noy untuk membuat sebuah kelas belajar. Ide ini muncul karena Noy melihat minimnya kegiatan yang dilakukan anak-anak akibat pandemi COVID-19. Dalam proses pembelajaran Noy mengajak anak-anak didiknya belajar di bawah pohon waru yang ada di pinggir pantai. Dan dari sinilah kelas belajar Noy diberi nama Tree of Hope Ekas atau Pohon Harapan Ekas.  

Belajar bersama/Nirma Sulpiani

Setelah berbincang cukup lama, satu persatu dari tiga puluh murid Tree of Hope Ekas datang. Dari belakang pintu masuk suaranya sudah terdengar, “Good afternoon teacher.” Wajah bahagia dari Noy mendengar murid-muridnya datang untuk belajar tak bisa disembunyikan, Noy langsung berdiri dari tempat duduknya dan menyambut mereka. Sayangnya, siang itu angin tertiup cukup kencang dan langit ditutupi oleh awan-awan gelap, sehingga memaksa pembelajaran dialihkan ke restoran villa yang saat ini tutup karena pandemi. 

Sebelum proses pembelajaran  dimulai, anak-anak tersebut tampak membuat lingkaran kemudian menyanyikan lagu anak-anak seperti Naik-Naik ke Puncak Gunung, Cicak-Cicak di Dinding yang sudah dialih bahasakan ke bahasa asing. Semangat mereka untuk belajar terdengar sangat jelas dari bagaimana mereka bernyanyi, suaranya lantang dan keras.

Setelah selesai menyanyi mereka kemudian duduk rapi beralaskan tikar. Sebelum Noy menanyakan tentang tugas mereka, mereka sudah mengangkat tangan dan tak sabar ingin menceriatkan cerpen yang telah mereka baca.

Noy menyampaikan kepada kami bahwa proses pembelajaran harus disampaikan dengan cara yang menyenangkan, sebab anak-anak yang ikut kelas Tree of Hope Ekas dimulai dari usia PAUD sampai SD. 

Bersama Masimo, Noy mengarahkan fokus pembelajaran bahasa asing. Terdapat lima bahasa yang diajarkan yaitu Bahasa Inggris, Italia, Spanyol, Korea, dan bahasa Jepang. Noy mengungkapkan pembelajaran bahasa asing fokus pada Bahasa Inggris dan Bahasa Italia.

Meskipun proses pembelajaran masih terbilang baru bulan, namun Noy murid-muridnya sudah menunjukkan perkembangan pesat. Mereka sudah mampu mengucapkan salam dari beberapa bahasa dan sudah mampu menggambarkan situasi dan kondisi alam yang ada di Ekas.

“Ciao, Valentino Rossi! Noi siamo I bambini di Ekas in Lombok! Dai Vieni a trovarci: Ia nostra seiagigia e’ bianhissma, il mare e’ azzurro e tutto il villaggio ti aspetta (Halo Valentino Rossi! Kami adalah anak-anak Ekas di Lombok! Datang dan kunjungi kami, pantai kami sangat putih, lautnya biru dan seluruh desa menunggu anda)” kata  Salwa salah seorang murid Tree of Hope Ekas dalam Bahasa Italia.

Laut memperlihatkan rumah kecil/Nirma Sulpiani

Apa yang dilakukan oleh Noy dan Massimo ini, tak lain karena mereka ingin melihat anak-anak didiknya tidak canggung saat bertemu dengan wisatawan asing. Mereka percaya, anak-anak Tree of Hope Ekas mampu memperkenalkan keindahan Ekas ke kancah dunia. Sebab Ekas diyakini sebagai penyangga pantai Kuta Mandalika lokasi Sirkuit Moto GP 2021.

Noy dan Massimo berharap Tree of Hope Ekas memiliki sebuah taman baca yang dapat menunjang pembelajaran, Ia juga berharap pemerintah setempat dapat menyediakan bak sampah di area pantai.

The post Harapan dari Ekas appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/harapan-dari-ekas/feed/ 0 28533