Nydia Susanto, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/author/nydia-susanto/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 01 Nov 2022 08:02:20 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Nydia Susanto, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/author/nydia-susanto/ 32 32 135956295 Rengasdengklok: dari Soekarno ke Serabi Kuntilanak https://telusuri.id/rengasdengklok-dari-soekarno-ke-serabi-kuntilanak/ https://telusuri.id/rengasdengklok-dari-soekarno-ke-serabi-kuntilanak/#respond Wed, 02 Nov 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=35987 Bulan Agustus lalu, saya turut memeriahkan hari kemerdekaan dengan cara yang tak pernah saya lakukan sebelumnya, yakni mengunjungi Rengasdengklok—di mana pernah terjadi penculikan Soekarno dan Hatta—bersama rombongan Wisata Kreatif Jakarta. Rengasdengklok adalah sebuah kecamatan di...

The post Rengasdengklok: dari Soekarno ke Serabi Kuntilanak appeared first on TelusuRI.

]]>
Bulan Agustus lalu, saya turut memeriahkan hari kemerdekaan dengan cara yang tak pernah saya lakukan sebelumnya, yakni mengunjungi Rengasdengklok—di mana pernah terjadi penculikan Soekarno dan Hatta—bersama rombongan Wisata Kreatif Jakarta. Rengasdengklok adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Selain itu, kami mengunjungi Tugu Kebulatan Tekad dan mencicipi kuliner khas daerah setempat.

Bertolak dari Jakarta, saya menaiki KRL dari Tanah Abang, transit di Manggarai untuk mengambil jurusan Cikarang. Dari Cikarang, saya berjumpa dengan teman-teman seperjalanan untuk naik taksi bareng ke Rengasdengklok. Semakin kami mendekati Rengasdengklok, semakin kami merasa menjauh dari peradaban dengan berkurangnya jumlah bangunan dan warga lalu-lalang di sekitarnya seiring dengan teriknya matahari yang kian menusuk. 

Rumah Sejarah Rengasdengklok

Kira-kira tiga jam kemudian, akhirnya kami tiba di destinasi pertama, yakni rumah tempat penculikan Soekarno dan Hatta yang dikenal dengan Rumah Sejarah Rengasdengklok. Sebelum menelisik ke dalam rumah berusia 102 tahun ini, tentunya penting untuk mengetahui latar belakang sejarah di balik keberadaannya.

Penyerahan Jepang terhadap sekutu tanggal 15 Agustus setelah Hiroshima–Nagasaki dibom habis menandai berakhirnya Perang Dunia II, yang mendorong Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan. Namun, konflik terjadi antara golongan muda dan tua dalam hal cara penyampaiannya. Golongan muda pimpinan Chaerul Saleh menginginkan Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Sedangkan, golongan tua pimpinan Soekarno berpendapat bahwa proklamasi harus melalui sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Golongan muda tidak setuju karena PPKI berdiri dengan perizinan dari pihak Jepang, yang membuat kemerdekaan terkesan seperti pemberian Jepang, padahal hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri.

Kemudian, golongan muda menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok tanggal 16 Agustus 1945. Istilah “menculik” di sini bukanlah dibawa dengan paksa, namun menjauhkan diri dari pengaruh Jepang. Rumah seorang petani keturunan Tionghoa bernama Djiauw Kie Siong di Rengasdengklok akhirnya dipilih menjadi lokasi penculikan karena tidak menarik perhatian dan terpencil sehingga pergerakan Jepang mudah terbaca bila ada. Disamping itu, markas PETA (Pembela Tanah Air) juga berada di dekatnya.

Berdasarkan hasil rapat, diputuskan bahwa proklamasi diumumkan di Jakarta tanggal 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12 siang. Tak sampai 24 jam kemudian, Soekarno dan Hatta dijemput Achmad Soebardjo untuk kembali ke Jakarta.

Djiauw Kie Siong
Foto keluarga cucu Djiauw Kie Siong/Nydia Susanto

Saya sempat mengira rumah bersejarah ini antara tak terawat atau sudah rata dengan tanah. Maka saya cukup tercengang melihat kondisinya yang masih terawat dengan dinding kayu, jendela dan kusen pintu hijau muda khas Betawi-nya yang nampak mulus dan peliturnya mengkilap. Di atas pintu, tergrafir “Rumah Sejarah Djiauw Kie Siong” bercat emas. Pada hari kedatangan kami, situasi di lokasi ramai pengunjung dari komunitas pesepeda dan pasukan Paskibraka dari sebuah SMA di Karawang.

Dibangun pada tahun 1920, rumah ini awalnya terletak di pinggir sungai Citarum. Akibat banjir besar, maka rumah harus dipindahkan pada tahun 1957 dengan mencabut kayu-kayunya satu per satu ke lokasi sekarang. Hingga kini, rumah masih ditinggali Ibu Yanto, istri dari cucu Djiauw Kie Siong, dan keluarganya. 

Untuk memasuki ruangan, setiap pengunjung wajib melepas alas kaki. Altar lengkap dengan hio, lilin, aksara Tiongkok dengan foto Djiauw Kie Siong menyambut kami semua, sekaligus digunakan untuk sembahyang keluarga yang beragama Kong Hu Cu. Hampir seluruh bagian rumah masih asli, seperti genting, lantai bata merah, langit-langit, tiang bangku teras dan dinding kayu jati. Kamar tidur yang pernah dipakai Soekarno dan Hatta pun masih asli dengan ranjangnya. 

  • Rumah Rengasdengklok
  • Rumah Sejarah Rengasdengklok
  • Bung Karno Rengasdengklok
  • Kamar Bung Hatta
  • Bung Karno Rengasdengklok

Memorabilia Soekarno yang menghiasi dinding dan mengisi lemari-lemari antik di sekitarnya sudah pasti menjadi daya tarik utama destinasi sejarah ini. Tak ketinggalan, foto-foto keluarga cucu Djiauw Kie Siong juga terpajang di bekas kamar tidur Sang Proklamator. Mengingat Djiauw Kie Siong adalah seorang petani biasa, rumah yang nampak sederhana ini termasuk cukup besar dan kokoh di zamannya. Pikir saya, unik juga punya rumah yang materialnya bisa dicabut pasang, yang mungkin tak terpikir di zaman sekarang.

Pengunjung tidak dikenakan biaya untuk memasuki situs ini, namun tersedia kotak donasi untuk menyumbang seikhlasnya. Terlebih, seluruh biaya perawatan rumah ditanggung sendiri tanpa campur tangan pemerintah. 

Serabi Kuntilanak dan Sate Maranggi

Bila sudah jauh-jauh pergi ke suatu tempat, sudah wajib hukumnya untuk mencicipi kuliner lokalnya. Di Rengasdengklok, serabi dan sate maranggi adalah hidangan khasnya.

Dengan berjalan kaki dari Rumah Sejarah Rengasdengklok sekitar 20 menit, kami tiba di Kedai Raja Sorabi Hijau. Berdiri sejak tahun 1995 oleh HM Kasim, Raja Sorabi Hijau juga dijuluki “serabi kuntilanak” karena letaknya dekat TPU yang kami sempat lewati. Saya akui kondisi TPU agak menyeramkan dengan penuh rumput liar dan tegel makam yang retak-retak, namun tak pernah ditemukan kuntilanak atau makhluk halus lainnya.

Warna hijau pada serabi asli terbuat dari daun pandan dan daun suji, serta dimasak secara tradisional dengan kayu bakar dan tungku tanah liat. Varian serabi hanya tersedia 2 rasa, yakni kuah pandan dan kuah durian. Setelah saya mencoba yang kuah pandan, serabi ini segera menjadi favorit saya karena tekstur legitnya sangat pas. Belum lagi aroma wangi dan rasa manis gurih adonan yang meleleh di mulut benar-benar bikin ketagihan ketika dipadu kuah manis kentalnya. Jangan kuatir soal harga, karena hanya dibanderol Rp6500 untuk serabi kuah pandan dan Rp7.500 untuk kuah durian.

Kelezatan serabi buatan HM Kasim yang melegenda membuat kedai ramai pengunjung setiap harinya. Apalagi untuk pesan bungkus, disarankan untuk memesan 2 hari sebelumnya supaya kebagian. Pantas saja, ketika kami sampai di lokasi, masih terdapat antrian 300 pesanan bungkus lainnya! Sebagai catatan, Raja Sorabi Hijau tidak membuka cabang di tempat lain.

Sesudahnya, makan siang utama kami adalah sate maranggi yang menggunakan bumbu kecap, bukan kacang. Sate maranggi tersedia di beberapa warung yang letaknya di seberang Kedai Raja Sorabi Hijau. Daging dapat dipilih antara sapi dan bebek entok, yang dibanderol Rp20.000 saja berikut nasi. Yang jelas, daging entok lebih alot daripada sapi. Untungnya, Warung Sate Maranggi Neng Ayu yang kami singgahi hasil bakaran satenya baik dan merata, sehingga kadar alotnya daging entok berkurang dan tetap bisa dinikmati. Saya juga puas dengan daging sapinya yang lembut ketika dikunyah.

Monumen Kebulatan Tekad

Saksi bisu di Rengasdengklok yang tak kalah penting sehubungan dengan kemerdekaan adalah Monumen Kebulatan Tekad, yang dibangun pada tahun 1950 di lokasi bekas markas PETA (Pembela Tanah Air). Momen terpenting dibalik pembangunan situs adalah dikibarkannya bendera merah-putih pertama kalinya tanggal 16 Agustus 1945, sehari sebelum proklamasi kemerdekaan, di belakang tugu kepalan tangan dengan bola dibawahnya, yang bermakna kebulatan tekad dan memegang teguh proklamasi kemerdekaan yang sudah diwartakan. Kisah seputar detik-detik kemerdekaan ditorehkan dalam wujud lukisan timbul yang menjadi latar belakang monumen.

Bila memperhatikannya dengan seksama, jalan setapak menuju tugu utama yang berbentuk 2 bulatan adalah angka 8, yang diapit angka 17 dan 1945 di sisi kiri dan kanannya, yang tak lain menunjukkan tanggal kemerdekaan Republik Indonesia.

Monumen Kebulatan Tekad
Monumen Kebulatan Tekad/Nydia Susanto

Walaupun tak ada biaya masuk ke monumen ini, namun tiba-tiba kami “ditagih” biaya kebersihan oleh sang penjaga taman ketika kami hendak naik taksi untuk kembali ke stasiun. Biayanya sangat ringan, cukup Rp30.000 saja untuk kami berdelapan.

Selama perjalanan singkat berdurasi kira-kira 4 jam, cuaca panas tak berangin dengan sinar matahari yang menyengat membuat tenaga kami terkuras lebih dan mudah berpeluh. Dari situlah saya baru sadar bahwa udara di Karawang lebih panas dan kering.

Namun, hal tersebut bukanlah masalah besar dibandingkan dengan wawasan yang didapat. Melihat langsung lokasi kejadian sembari diberikan penjelasan singkat padat dari pemandu wisata membuat pengalaman lebih menyenangkan. Apa yang saya pernah pelajari di kelas sejarah menjadi lebih nyata sehingga mudah dipahami dan diingat. Bahkan saya mendapat ilmu tambahan berupa fakta-fakta menarik tentang rumah yang pernah diinapi Soekarno dan Hatta di sana.

Pastinya, saya dapat lebih menghargai jerih payah para pejuang yang tak kenal lelah dan pantang menyerah demi Indonesia yang bebas penjajahan dan lebih maju untuk generasi mendatang.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Rengasdengklok: dari Soekarno ke Serabi Kuntilanak appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/rengasdengklok-dari-soekarno-ke-serabi-kuntilanak/feed/ 0 35987
Nara Park dan Rusa-Rusanya yang Sakral https://telusuri.id/nara-park-dan-rusa-rusanya-yang-sakral/ https://telusuri.id/nara-park-dan-rusa-rusanya-yang-sakral/#respond Thu, 22 Jul 2021 06:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=28699 Bertolak dari Osaka, saya menempuh perjalanan selama 35 menit dengan kereta api menuju kota Nara untuk mengunjungi Nara Park yang terkenal dengan rusa-rusa liar yang katanya sangat jinak. Sesampainya di Stasiun Nara, saya mencuri dengar...

The post Nara Park dan Rusa-Rusanya yang Sakral appeared first on TelusuRI.

]]>
Bertolak dari Osaka, saya menempuh perjalanan selama 35 menit dengan kereta api menuju kota Nara untuk mengunjungi Nara Park yang terkenal dengan rusa-rusa liar yang katanya sangat jinak.

Sesampainya di Stasiun Nara, saya mencuri dengar pertanyaan dari rombongan turis asing yang menghampiri seorang petugas di sana, “Di mana Nara Park?” dan “Bagaimana cara menuju ke Nara Park?” Kemudian, saya membuntuti mereka berjalan menuju bis yang salah satu pemberhentian utamanya adalah Nara Park.

Dalam kurang lebih 10 menit perjalanan, mulailah nampak segelintir rusa yang duduk-duduk dan menyeberang jalan di zebra cross sambil diawasi seorang penjaga. Tak salah lagi, pasti saya sudah sampai Nara Park yang menjadi destinasi incaran utama para turis lokal dan mancanegara.

Nara Park adalah salah satu taman nasional tertua di Jepang yang didirikan tahun 1880 yang merupakan habitat rusa dengan populasi melebihi 1200 ekor. Semua berawal dari kedatangan dewa petir Takemikazuchi ke Nara yang bertujuan memberikan perlindungan untuk pembangunan ibu kota baru di sana. Dengan menunggangi rusa putih, ia tiba di kaki gunung Wakakusa, di mana Nara Park kini terletak di kaki gunung tersebut. Dengan keberadaan Takemikazuchi sebagai pelindung kota dan rusa putih miliknya, rusa-rusa lain yang tinggal di sana dianggap sakral selama berabad-abad.

Area Pertokoan/Nydia Susanto

Bahkan, hingga tahun 1637, pernah terjadi pemberlakuan hukuman mati bila salah satu dari rusa sakral ini dibunuh. Setelah Perang Dunia II, mereka sudah resmi tidak dianggap sakral lagi, namun masih tergolong hewan yang dilindungi negara. Barangsiapa yang menyakiti atau membunuhnya akan ditempatkan di balik jeruji bila terbukti bersalah.

Secara garis besar, taman nasional seluas 6 hektar ini terdiri dari pertokoan, taman dengan hamparan rumput hijau luas beserta Sarusawa Pond, kolam yang dihuni kura-kura dan ikan, 3 kuil besar yakni Kuil Todaiji, Kuil Kofukuji dan Kuil Kasuga, dan National Treasure Museum yang memamerkan karya-karya seni Budha. Tidak ada biaya masuk untuk mengelilingi Nara Park, kecuali bila hendak memasuki kuil-kuilnya dengan tarif yang dimulai dari 500 Yen atau Rp66.000.

Todaiji Temple/Nydia Susanto

Dipayungi landasan hukum yang kuat, rusa-rusa ini senantiasa hidup nyaman dan tenteram. Hal ini mempengaruhi ketenangan mereka diantara lautan manusia setiap harinya tanpa merasa terancam.

Menariknya, mereka begitu jinak bagaikan hewan peliharaan. Seekor rusa yang saya usap-usap kepala dan punggungnya nampak sangat menikmati sambil memejamkan mata, seolah-olah melarang saya untuk berhenti. Ia pun tak canggung ketika diajak foto bersama. 

Memberi makan hewan-hewan berkaki empat ini adalah kegiatan yang paling digemari. Mereka dengan sangat berani dan percaya diri mendekati para pengunjung untuk minta makanan. Beberapa diantaranya bahkan sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Pada umumnya, mereka berkeliaran di sekitar pertokoan dan taman.

Kerumunan rusa/Nydia Susanto

Supaya kesehatan mereka tetap terjaga di tengah gempuran “jajanan”, pihak pengurus Nara Park menyediakan konter-konter penjualan biskuit yang dibuat khusus rusa, atau shika senbei, yang dibanderol seharga 150 Yen atau Rp20.000 per 10 keping. Dengan bahan utama tepung gandum dan bekatul tanpa tambahan gula, biskuit ini lebih aman untuk pencernaan rusa.

Sejinak-jinaknya rusa di sana, ingatlah bahwa mereka tetap saja hewan liar. Interaksi dengan “penduduk tetap” di taman nasional tersebut bukannya selalu lancar tanpa masalah. 

Keagresifan mereka terhadap makanan adalah salah satu hal yang harus diwaspadai. Ketika sedang asyik-asyiknya memberi makan kawanan rusa, tiba-tiba saya kehabisan biskuit dan meninggalkan lokasi. Namun rupanya saya masih saja dibuntuti salah satu rusa yang menagih jatahnya sambil menyundul saya dari belakang dengan moncongnya. 

Kejadian lain yang saya saksikan adalah seekor rusa yang mendadak menyerbu brosur yang terjatuh dari tangan seorang turis Tiongkok. Setelah sempat terjadi perebutan brosur antara turis dan rusa, akhirnya sang penjaga langsung menyuruh rusa melepas brosur itu dan pergi. Selain memberi rasa nyaman turis tersebut, sang penjaga juga harus melarang rusa makan brosur supaya tidak sakit perut.

Rusa memakan brosur/Nydia Susanto

Tentunya, apa yang saya lihat dan alami tidak termasuk berbahaya, bahkan menimbulkan gelak tawa bagi yang melihatnya. Namun, terdapat beberapa insiden lain di mana rusa yang tadinya baik-baik, tiba-tiba saja melakukan penyerangan. Lelucon dengan cara memancing perhatian rusa dengan biskuit yang tidak jadi diberikan merupakan salah satu tindakan yang membuat mereka kesal, marah, dan akhirnya menggigit.

Segelintir kasus  memang tidak membuat kunjungan ke Nara Park berkurang, namun tetap saja harus diantisipasi. Maka, di salah satu sisi taman terdapat papan peringatan dengan ilustrasi yang menggambarkan contoh-contoh tindakan rusa yang tak terduga dan berpotensi membahayakan, misalnya menggigit, menyeruduk, dan menendang.

Menurut pengamatan saya, walaupun rusa-rusa ini berkeliaran di mana-mana sesuka hati, sebetulnya mereka sudah tahu betul batas teritorinya. Ketika saya melewati Nandaimon Gate, gerbang utama Kuil Todaiji yang sudah diakui sebagai warisan dunia UNESCO, beberapa rusa hanya duduk santai di depan gerbang tanpa berusaha mengikuti saya masuk kuil. Bahkan, rusa lain yang tadinya mengikuti saya pada akhirnya berputar balik ke wilayahnya sendiri setelah sadar saya memasuki gerbang kuil.

Yang membuat Nara Park unik dan berkesan adalah rusa-rusa tersebut dapat lalu-lalang dengan bebasnya di depan toko cindera mata, kedai-kedai camilan, taman tanpa pagar pembatas apapun, bahkan menyeberang jalan di tengah kota. Melihat tingkah lucu mereka selama berinteraksi dengan manusia juga membuat pikiran saya tenang dan terhibur. Tentunya hal ini harus diikuti dengan pemahaman mengenai batasan-batasan dan antisipasi dalam menghadapi perilaku hewan liar yang terkadang tidak terduga.

Rasa kepemilikan dan kesadaran tinggi dari masyarakat Jepang dalam pelestarian rusa yang sudah menjadi ikon pariwisata kota Nara membuat Nara Park tetap menjadi habitat yang aman bagi hewan berkaki empat tersebut, bahkan setelah status kesakralannya sudah tidak disematkan lagi. Faktor pendukung yang tak kalah pentingnya untuk melindungi keberlangsungan hidup rusa adalah ketegasan pemerintah dalam menindak secara hukum bagi pelanggar.

Pengalaman saya memberi makan rusa di Indonesia adalah ketika saya mengunjungi Taman Rusa di Monas, yang hanya bisa dilakukan dari luar dan itu pun hanya seekor rusa yang benar-benar berani mendekati saya. Ketika memasuki area taman, kawanan rusa di sana sayangnya perlahan menjauh dari saya. Rupanya mereka hanya berani terhadap petugas yang membersihkan taman dan memberi makan secara rutin.

Di Indonesia, pemandangan yang serupa seperti di Nara Park tak akan bisa terwujud dalam waktu dekat. Insiden-insiden yang tak diinginkan, misalnya perdagangan ilegal rusa di Istana Bogor yang beberapa kali terjadi oleh oknum tertentu dan melibatkan orang dalam, serta sikap penduduk sekitar  yang masih suka mengganggu dan menangkap hewan liar, baik untuk kesenangan pribadi maupun dijual, adalah cerminan masih rendahnya kesadaran akan pelestarian satwa yang berkelanjutan dan lemahnya pengawasan pemerintah dalam penegakan hukum. 

Mengubah pola pikir, kesadaran dan kebiasaan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dalam segi pariwisata, saya mengapresiasi kebijakan Taman Safari Indonesia dalam mengizinkan pengunjung untuk memberi makan hewan liar yang tidak dikandang karena bukan sekedar memberi nilai lebih dalam arti menghibur, namun dapat meningkatkan interaksi dan rasa sayang terhadap hewan, walaupun pengunjung tetap dianjurkan berada di dalam kendaraan.

Keberadaan komunitas pecinta hewan dan penampungan hewan (animal shelter) yang sudah mengalami peningkatan daripada tahun-tahun sebelumnya diharapkan mampu memberikan edukasi yang konsisten kepada masyarakat diluar sana, misalnya melalui media sosial, supaya mereka yang awalnya acuh tak acuh menjadi sadar bahwa hewan pun punya hak untuk hidup nyaman dan tentram layaknya manusia. Dengan peningkatan kinerja pemerintah dalam penegakkan hukum, pastinya hal tersebut lebih mudah terwujud di kemudian hari.

Dengan meningkatkan kepedulian pemerintah dan dasar hukum yang kuat, tentunya hal itu dapat semuanya lebih muda. Pada akhirnya, masyarakat dan pemerintah harus bekerja sama untuk mewujudkan keselarasan hidup antara manusia dan hewan

The post Nara Park dan Rusa-Rusanya yang Sakral appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/nara-park-dan-rusa-rusanya-yang-sakral/feed/ 0 28699
Kisah Kopi Hitam di Warung Tadasih https://telusuri.id/kisah-kopi-hitam-di-warung-tadasih/ https://telusuri.id/kisah-kopi-hitam-di-warung-tadasih/#respond Tue, 20 Apr 2021 07:44:57 +0000 https://telusuri.id/?p=27654 Tak dapat dipungkiri lagi bahwa penggemar kopi di tanah air semakin banyak, terlihat dari maraknya keberadaan kedai-kedai kopi baru di berbagai lokasi, dari mal besar di pusat kota hingga ruko-ruko pinggir jalan dan kompleks perumahan....

The post Kisah Kopi Hitam di Warung Tadasih appeared first on TelusuRI.

]]>
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa penggemar kopi di tanah air semakin banyak, terlihat dari maraknya keberadaan kedai-kedai kopi baru di berbagai lokasi, dari mal besar di pusat kota hingga ruko-ruko pinggir jalan dan kompleks perumahan.

Pada hari Minggu sore, paman saya mengajak kami sekeluarga untuk mengunjungi Tadasih, sebuah warung kopi yang berada di lantai 2 dari pusat perbelanjaan Metro Atom di Pasar Baru, Jakarta Pusat.  

Jalan menuju ke sana cenderung berliku dan kami sempat tersesat karena tidak biasa dengan denah gedungnya. Setelah bertanya kepada beberapa pegawai yang sedang berjaga di toko lain, akhirnya kami menemukan warung yang menurut sepupu saya seduhannya kopinya enak. 

Terhimpit diantara toko-toko sekitarnya yang sudah tutup, warung Tadasih bernuansa modern minimalis dengan gaya industrial, memadukan warna abu-abu semen dari dinding yang tidak dicat dan coklat dari sekat kayu pemisah area barista dengan ruang duduk pengunjung. Tirai biru pendek yang menjuntai di sisi kanan mengingatkan saya akan ramen shop di Jepang, hanya bedanya terdapat aksara Jawa pada tirai tersebut.

kopi warung tadasih
Ferza, pemilik Warung Tadasih/Nydia Susanto

Tadasih, punya arti merindukan bulan dalam Bahasa Jawa, mengacu pada era kopi gelombang ketiga, atau third wave coffee, yang mengedepankan kualitas biji dan metode penyajian kopi secara lebih detail untuk mendapatkan rasa terbaik.

Untuk diketahui, warung Tadasih hanya menyediakan kopi hitam tanpa gula, susu, creamer dan sejenisnya yang dibanderol Rp30 ribu per gelasnya. Otomatis, varian menu seperti caffe latte, cappuccino, serta  teman ngopi lain seperti biscott dan gorengan, tidak tersedia. 

Jenis kopi yang ditawarkan adalah arabika single origin, yang berarti biji kopinya berasal dari 1 daerah saja. Bila ditanya kopi dari daerah manakah yang umumnya disajikan ke konsumen setiap harinya, semua itu tergantung dari pilihan Ferza, sang barista sekaligus pemilik warung. 

Pada kunjungan kami, biji kopi yang tersedia adalah Toraja. Presisi dan konsistensi takaran kopi sangat diperhatikan dalam proses penyajian, seperti menimbang bubuk kopi hingga 12 gram yang diseduh dengan air yang suhunya antara 82 hingga 88 derajat celcius.

Selama pesanan kopi kami masih dalam proses, kami banyak berbincang dengan Ferza yang membagikan pengalaman menjalankan usahanya selama hampir 2 tahun terakhir.

Mengandalkan kekuatan sosial media

kopi warung tadasih
Berinteraksi di Warung Tadasih/Nydia Susanto

Ia mengakui bahwa lokasi yang kurang populer sebagai tempat nongkrong anak muda tidak membuatnya kesulitan mendapatkan pengunjung berkat kekuatan Instagram, @tadasih.jkt, sebagai alat komunikasi dengan masyarakat luas. 

Dalam Instagram yang sudah memiliki 17 ribu pengikut, Ferza lebih banyak menceritakan kejadian sehari-hari di warung dan pengalaman dengan para tamunya daripada melulu menbahas hal-hal teknis tentang kopi yang rumit. Feed yang enak dibaca dan tidak terkesan hard-selling mampu mengakrabkan para pembacanya, dari pengopi sejati hingga orang awam. Bahkan, banyak dari konsumennya adalah pemula yang ingin belajar menikmati kopi hitam.

Mungkin sebagian orang menduga bahwa penulis dibalik konten-konten tersebut adalah freelancer atau social media manager. Padahal, setiap narasi dalam feed Instagram Tadasih adalah hasil rangkaian kata Ferza sendiri, yang menunjukkan bahwa ia juga jago menulis selain jago soal kopi-kopian. 

Pastinya, keberadaan sosial media mampu menghemat banyak biaya operasional karena harga sewa di Metro Atom hanya Rp30 juta per tahun, yang tidak mungkin didapat di mal besar. Terlebih, Ferza tidak mempunyai pegawai untuk operasional karena baristanya hanya ia seorang.

Bahkan ketika warung dalam keadaan ramai, yang pernah menimbulkan antrian panjang hingga mencapai eskalator gedung, Ferza tetap tidak menambah pegawai untuk membantunya. 

Menyeduh kopi sama dengan memasak

kopi warung tadasih
Kopi bubuk Toraja/Nydia Susanto

Baginya, menyeduh kopi hampir sama dengan memasak. Lain tangan, lain hasil walaupun pegawai sudah memahami standarisasi dengan baik dan sering latihan. Maka menyeduh sendiri lebih baik supaya kualitas tetap terjaga.

Jumlah maksimum kopi yang dapat disajikan adalah sekitar 70 gelas per harinya. Diluar itu, ia memilih untuk tutup warung daripada kelelahan dan akhirnya tidak dapat memberi pelayanan terbaik untuk para tamunya. 

Saya sempat mencoba mengangkat teko yang Ferza gunakan untuk menyeduh kopi, dan ternyata cukup berat juga bila harus diangkat berulang kali dalam durasi cukup lama. Pantas saja ia membatasi diri bila sudah diluar kemampuannya.

Jam operasional pun berubah-ubah tergantung sikon dan ada libur di hari tertentu, yang selalu diberitahukan sehari sebelumnya melalui Instagram. Rata-rata warung beroperasi antara 5 hingga 6 jam per harinya.

Hasil seduhan kopi di Tadasih memberikan sensasi baru di indera pengecap saya. Diawali dengan rasa asam khas kopi arabika yang tidak terlalu intens, lalu disusul aftertaste manis buah yang lembut. Sebagai pengopi awam, baru kali ini saya dapat menikmati kopi tanpa susu dan gula karena tidak pahit apalagi gosong. Bahkan lebih terasa ngeteh daripada ngopi

Kopi yang disangrai secara medium roast dan suhu air yang tidak melebihi 100 derajat merupakan segelintir faktor penentu yang membuat kopi tidak terlalu pahit. Menurut paman saya, sebelumnya Ferza pasti berguru dengan roaster yang sangat piawai. Bisa jadi betul.

Namun, saya percaya bahwa kecintaannya akan dunia kopi juga memegang peranan penting yang membuat kegiatan sehari-harinya di warung dilakukan dengan sepenuh hati tanpa menganggapnya sebagai pekerjaan, sehingga hasilnya optimal dan memuaskan para tamunya.Hal lain yang menarik perhatian saya adalah gelas-gelas tanah liat yang digunakan memiliki warna, corak dan ukuran berbeda, yang membuatnya nampak artistik bila dipajang berbarengan. Bentuknya pun mengingatkan saya akan gelas teh di restoran Jepang daripada gelas kopi. Desainnya yang berseni ini membuatnya sarat dengan peminat yang ingin membelinya untuk koleksi pribadi, yang harus dipesan sebelumnya karena tidak ready stock di warung.

The post Kisah Kopi Hitam di Warung Tadasih appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kisah-kopi-hitam-di-warung-tadasih/feed/ 0 27654
Maison Weiner, Rasa Nostalgia di Bakery Pertama dan Tertua Ibu Kota https://telusuri.id/maison-weiner-bakery-pertama-dan-tertua-ibu-kota/ https://telusuri.id/maison-weiner-bakery-pertama-dan-tertua-ibu-kota/#respond Sun, 04 Apr 2021 14:28:21 +0000 https://telusuri.id/?p=27539 Jenis-jenis roti yang beredar di masyarakat kian beragam, terutama di Jakarta, yang banyak dipengaruhi gaya Jepang dan Korea yang sangat digemari belakangan ini. Namun, saya jadi penasaran seperti apa rasa roti sesungguhnya ketika diperkenalkan ke...

The post Maison Weiner, Rasa Nostalgia di Bakery Pertama dan Tertua Ibu Kota appeared first on TelusuRI.

]]>
Jenis-jenis roti yang beredar di masyarakat kian beragam, terutama di Jakarta, yang banyak dipengaruhi gaya Jepang dan Korea yang sangat digemari belakangan ini. Namun, saya jadi penasaran seperti apa rasa roti sesungguhnya ketika diperkenalkan ke publik pada zaman penjajahan Belanda. Di akhir pekan, saya bersama teman-teman mengunjungi toko roti dan kue pertama di Ibu Kota, Maison Weiner, untuk mencari jawabannya.

Maison Weiner, yang terletak di Jl. Kramat No. 2, Kwitang, Senen, didirikan pada tahun 1936 oleh Lie Liang Mey, ia dikenal juga dengan nama Nyonya Gem. Awalnya, Nyonya Gem sering membantu membuat kue ketika masih bekerja di rumah keluarga Belanda. Suatu hari, sang nyonya rumah menyarankan supaya ia membuka toko kue sendiri, yang peralatannya dapat dibeli dengan cara mencicil di Pasar Gambir.

Dikenal sebagai Bengkel Koewe, produk pertama yang ditawarkan adalah kue kering a la Eropa. Kemudian, variasi produk berkembang menjadi aneka roti dan kue manis. Maison Weiner mencapai puncak kejayaannya sebagai satu-satunya bakery di Jakarta hingga tahun 1970-an. 

Dengan berjalannya waktu, semakin banyak bakery baru bermunculan yang membuat persaingan bisnis semakin ketat. Banyaknya bakery modern yang melakukan inovasi produk,  rasa, hingga promosi yang jor-joran membuat Maison Weiner yang sempat meraja dibidangnya merasakan dampaknya. Sebagai contoh, pemesanan kue yang dulunya mencapai 500 loyang menjelang hari raya, kini hanya 150 loyang saja. Kerjasama konsinyasi dengan kafe-kafe besar pun sudah banyak yang putus.

Maison Weiner
Maison Weiner/Nydia Susanto

Dari generasi ke generasi

Sebagai generasi ke-3 dari Nyonya Gem yang masih meneruskan bisnis keluarga, Heru Laksana harus memutar otak untuk menjawab tantangan yang dihadapinya. 

Bertambahnya kemacetan di Jakarta membuat pengunjung malas datang jauh-jauh hanya untuk membeli roti. Terlebih, sudah banyak bakery di mal yang lokasinya tidak jauh dari area pemukiman dan budaya belanja daring yang semakin berkembang di masyarakat karena dinilai lebih nyaman. Untuk beradaptasi dengan perubahan sikap konsumen, Maison Weiner ikut merambah di dunia maya dengan berjualan di Tokopedia.

Mempertahankan kualitas serta ciri khas roti dan kue zaman Belanda sesuai resep aslinya adalah salah satu daya saing Maison Weiner yang tidak didapat di bakery modern lainnya. Saucijsbrood, ontbijtkoek, amandelbrood, dreikornbrot, bloeder dan mocha cake roll adalah segelintir roti dan kue khas kolonial yang membawa kenangan tersendiri bagi yang sudah akrab dengan rasanya. Untuk generasi yang lebih muda, menyantap roti jadul tentu bisa dijadikan pengalaman baru yang menarik.

Khusus edisi Natal, Maison Weiner mengeluarkan stollen (roti isi kacang-kacangan dan potongan buah-buahan yang ditaburi gula halus) yang dibuat sesuai resep asli Jerman dan kerstkranz (roti berbentuk dekorasi Natal berisi nut paste).

Tak kalah pentingnya, seluruh roti dan kue di Maison Weiner dijamin tanpa pengawet dan kimia, yang sayangnya cukup sering dijadikan “jalan pintas” dalam industri bakery, sehingga lebih sehat dan aman untuk tubuh.

Suasana Maison Weiner

Nuansa nostalgia juga tercipta berkat keaslian bangunan yang tetap dipertahankan. Warna merah pada façade gedung sudah diperbarui, senada dengan taplak meja kotak-kotak merah-putih yang mencolok. Interior dengan tembok keramik serba putih ini nampak bersih dan sederhana yang cenderung old-fashioned dengan rak display tuanya.

Disamping itu, para pengunjung dapat duduk nyaman sambil bersantap, walaupun menurut saya bakery ini tidak mengutamakan pelayanan makan di tempat karena piring dan alat makan saja tidak tersedia, serta tidak menjual minuman dingin. 

Di salah satu sisi ruangan dekat area dapur, terpajang beberapa mesin tua pembuat roti yang ternyata masih digunakan untuk operasional karena kualitas dan daya tahannya terbukti jauh lebih baik daripada mesin-mesin zaman sekarang. Apalagi, kini mesin yang kualitasnya setara dengan mesin zaman dahulu harganya antara puluhan hingga ratusan juta per unitnya. Kondisinya yang mulus dan tidak banyak berkarat menandakan bahwa perawatan mesin-mesin tua ini memang dilakukan secara optimal. Bakery berusia lebih dari 8 dekade ini sebetulnya juga menggunakan mesin baru, khususnya untuk yang kapasitas produksinya lebih besar. 

Maison Weiner
Foto nostalgia/Nydia Susanto

Kami pun melihat foto-foto keluarga Nyonya Gem, bangunan Maison Weiner di masa lampau yang tidak berubah banyak dibandingkan masa kini, serta guntingan artikel Kompas mengenai profil Heru Laksana yang terbingkai rapi di dinding toko.

Dengan latar belakang pendidikan khusus baker di Jerman, Pak Heru membuat spesialisasi sourdough dengan berbagai rasa, antara lain smoked beef & cheese, cranberry & cheese, walnut & cranberry dan chocolate almond. Sourdough adalah roti yang terbuat dari ragi alami yang proses fermentasinya selama 2 hari. Roti jenis ini lebih sehat karena mudah dicerna dan indeks glikemiknya lebih rendah. Produk baru lain yang dapat dicoba adalah panini, roti khas Italia.

Nostalgia roti tempo dulu

Roti buatan Maison Weiner mengingatkan saya akan masa kecil di tahun 80-an. Bila dibandingkan dengan zaman sekarang, roti di masa lampau umumnya mempunyai tekstur yang sedikit kasar, lebih padat, tidak cepat gembos dan sedikit lebih berat bila diangkat karena kadar gandum yang lebih banyak sehingga mengenyangkan. Roti yang saya santap ketika masih melanjutkan pendidikan di Belanda pun memiliki ciri-ciri yang kurang lebih sama dengan roti di Maison Weiner.

Saya merekomendasikan Cranberry & Cheese Sourdough dengan tekstur roti yang legit, padat dan isinya cukup melimpah. Gurihnya adonan daging sapi cincang pada saucijsbrood mampu membuat saya ketagihan, sekaligus membangkitkan kenangan akan nenek saya yang sering membuat roti sosis a la Belanda ini ketika beliau masih hidup. Rasa sosis pada saucijsbrood lebih berempah dan terasa aroma daging sapi asli daripada sosis di pasaran yang sarat dengan pengawet dan perasa buatan.

Harga roti dan kue yang ditawarkan cukup beragam, mulai dari Rp10 ribu hingga Rp275 ribu untuk menu-menu spesial seperti kerstkranz dan stollen. Untuk sourdough, harga dimulai dari Rp50 ribu.

Ketika sudah banyak toko roti jadul yang mulai redup namanya dan bahkan menghilang sepenuhnya dari dunia kuliner, Maison Weiner masih menunjukkan eksistensinya sebagai salah satu toko roti dan kue tertua yang mampu bertahan berkat kegigihan dan keuletan Pak Heru, yang juga menjabat posisi Sekretaris Jenderal Asosiasi Bakery Indonesia, dan juga anggota Indonesian Bakery & Confectionery Society.

Saya berharap akan masih ada generasi penerus yang melanjutkan apa yang sudah Pak Heru perjuangkan untuk mempertahankan warisan bersejarah keluarga yang legendaris ini supaya namanya tetap harum di masa mendatang.

The post Maison Weiner, Rasa Nostalgia di Bakery Pertama dan Tertua Ibu Kota appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/maison-weiner-bakery-pertama-dan-tertua-ibu-kota/feed/ 0 27539
Hai Generasi Micin, Kenali Dulu Sejarah Mie Instan di Museum Ini! https://telusuri.id/cupnoodles-museum/ https://telusuri.id/cupnoodles-museum/#respond Tue, 12 Jan 2021 08:30:34 +0000 https://telusuri.id/?p=26313 Seperti yang diketahui, mie instan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di Indonesia, mulai dari santapan mahasiswa di tanggal tua, solusi praktis ketika lapar tapi malas masak, hingga kehadiran warung Indomie yang kian populer. Namun,...

The post Hai Generasi Micin, Kenali Dulu Sejarah Mie Instan di Museum Ini! appeared first on TelusuRI.

]]>
cupnoodle museum jepang

Sejarah mie instan. Foto: Nydia Susanto.

Seperti yang diketahui, mie instan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di Indonesia, mulai dari santapan mahasiswa di tanggal tua, solusi praktis ketika lapar tapi malas masak, hingga kehadiran warung Indomie yang kian populer.

Namun, mie instan sebetulnya mempunyai sejarah panjang sebelum mendunia seperti sekarang. Semua berawal dari resesi di Jepang pasca Perang Dunia II, yang juga dialami seorang pengusaha seperti Momofuku Ando.

Setelah ia kembali sukses dari kebangkrutan akibat perang, pihak Kementerian Pertanian menghubunginya untuk membantu pemerintah dalam mendorong rakyat Jepang supaya mengkonsumsi tepung gandum lebih banyak. Pada saat itu, tepung gandum adalah salah satu bantuan utama dari Amerika Serikat.

Teringat akan para pekerja yang mengantri panjang hanya untuk semangkok ramen atau mie Jepang, akhirnya Momofuku Ando mempunyai ide untuk membuat versi cepat saji dari makanan pokok tersebut. Pada tahun 1958, ia menciptakan mie instan pertama, Chicken Ramen, dengan cara mengkukus mie yang telah dibumbui dan mengeringkannya dalam minyak panas. Kemudian, ia mendirikan pabrik makanan bernama Nissin Food Products.

Penemuan ini dinilai sensasional karena baru pertama kalinya semangkok mie dapat dibuat dengan hanya menuang air panas dan mendiamkannya selama kurang lebih 2 menit hingga matang.

Ragam inovasi mie instan di Cupnoodles Museum

cupnoodles museum

Kemasan Cupnoodles. Foto: Nydia Susanto.

Dengan berjalannya waktu, mie instan mengalami perkembangan, antara lain penambahan bumbu penyedap, variasi rasa, serta pencantuman tanggal pembuatan pada kemasan. Tahun 1971, Nissin meluncurkan Cupnoodles dengan inovasi kemasan gelas styrofoam dan penyediaan sayuran dan daging kering seperti udang, ayam, sapi dan babi. 

Sejak itu, mie instan mengubah pola makan banyak orang di dunia dan semakin mudah ditemui di negara-negara Asia lainnya, serta di Eropa, Amerika dan Afrika.

Kini, seluruh dokumentasi sejarah mengenai mie instan pertama di dunia ini dapat disaksikan di Cupnoodles Museum di Ikeda, Osaka. Selain Osaka, museum ini mempunyai cabang di Yokohama.

Berkeliling Cupnoodles Museum

cupnoodles museum

Ramen tunnel. Foto: Nydia Susanto.

Kronologi penemuan mie instan dipertunjukkan dengan visual modern dan menarik yang melibatkan permainan, kuis-kuis sederhana dan pemutaran film di teater. Pengunjung juga dapat melihat jejak-jejak kesuksesan Momofuku Ando, misalnya medali-medali yang pernah diterimanya, kutipan-kutipan kalimatnya yang dijadikan pedoman dan replika gudang kayu yang digunakan untuk eksperimen pembuatan mie instan selama setahun penuh.

Sekilas, penampakan luar museum terkesan serius dengan bangunan bata merahnya dan patung  Momofuku Ando yang berdiri diatas mangkok Cupnoodles. Namun, justru saya dikejutkan dengan para pengunjung yang mayoritas anak-anak kecil bersama orang tuanya dan sekelompok remaja.

Salah satu daya tarik utama Cupnoodles Museum adalah Instant Ramen Tunnel yang memamerkan lebih dari 800 desain kemasan, mulai dari desain pertama Chicken Ramen tahun 1958, Cupnoodles tahun 1971 hingga kini. 

Di sisi dinding lainnya juga terdapat ratusan desain Cupnoodles dari berbagai belahan dunia yang disertai jumlah konsumsi mie instan per tahunnya. Menariknya, Indonesia menduduki peringkat  2 yang mencapai 130,1 juta porsi per tahunnya. Posisi ini mampu mengalahkan Jepang, yang merupakan negeri pelopor mie instan, dengan 56,6 juta dan hanya kalah dengan Tiongkok dengan 385,2 juta. 

Meracik dan mendesain mie instan sendiri

cupnoodles museum

Ramen. Foto: Nydia Susanto.

Pengalaman unik lainnya adalah pengunjung berkesempatan untuk meracik Cupnoodles dan mendesain kemasannya sendiri. Caranya dengan membeli gelas styrofoam Cupnoodles di vending machine seharga 400 Yen (Rp. 55.000), kemudian menggambarnya dengan spidol aneka warna di tempat duduk yang sudah disediakan. Kegiatan ini menyenangkan, tetapi agak menantang karena saya kurang pandai menggambar. 

Selanjutnya, gelas yang sudah digambar dapat dibawa ke konter untuk diisi mie instan, serta memilih rasa kuah dan toping. Pengunjung dapat memilih 1 dari 4 rasa kuah, antara kaldu ayam, seafood, chili tomato dan curry. Sedangkan, untuk topingnya dapat dipilih 4 dari 12 macam, seperti crabstick, keju, udang, bawang putih, daun bawang, babi panggang, telur, kimchi, buncis, sosis ikan bergambar kepala anak ayam maskot chicken ramen dan 1 toping spesial yang hanya muncul di hari tertentu, yang pada kedatangan saya adalah labu (pumpkin). Sambil menunggu, pengunjung dapat menyaksikan proses pengemasan Cupnoodles hingga siap diambil.

cupnoodles museum

Kelas bikin ramen. Foto: Nydia Susanto.

Tak ketinggalan, tas jinjing yang terbuat dari bahan ban renang pun sudah termasuk tanpa biaya tambahan, yang dapat dibuat sendiri mengikuti petunjuk yang ada. Singkatnya, gelas Cupnoodles dimasukkan ke dalam tas terlebih dahulu, lalu ditiup. Tas yang sudah mengembang seperti balon berfungsi untuk melindungi gelas styrofoam supaya tidak mudah remuk sekaligus mengunci tasnya. Sungguh ide yang sangat kreatif, bukan?

Bagi yang tertarik dengan masak-memasak, Cupnoodles Museum menyediakan Chicken Ramen Factory, di mana pengunjung dapat terjun langsung dalam pembuatan mie instan yang dipandu staf berpengalaman. Kelas memasak ini ditawarkan seharga 800 Yen (Rp. 109.000) untuk dewasa, 500 Yen (Rp. 68.000) untuk anak-anak. Sebaiknya pengunjung melakukan reservasi terlebih dahulu karena banyaknya peminat dengan kapasitas terbatas. Berhubung tidak mendaftar sebelum kunjungan, saya gagal mengikuti kelas ini karena tempat sudah penuh semua.

Pastinya, cendera mata bermaskot chicken ramen nampak menggemaskan, mulai dari handuk, bros, celemek, boneka, tas, kaus dan banyak lagi. Cupnoodles edisi terbatas yang hanya ada di kota tertentu di Jepang dan chicken ramen dengan kemasan klasik tahun 1958 pun bisa didapat di museum ini, yang sangat cocok untuk para pecinta mie instan sejati.

Sebagai tambahan, sebenarnya di Indonesia masih ada merk Cupnoodles yang beredar di pasaran walaupun variasinya lebih terbatas, antara lain seafood, kaldu ayam dan mie goreng a la Jepang berlabel UFO yang berkemasan mangkok styrofoam.

Kunjungan ke museum ini tidak dikenakan biaya, kecuali yang ingin berpartisipasi dalam meracik, mendesain kemasan Cupnoodles sendiri dan mengikuti kelas pembuatan mie instan.

Cupnoodles Museum memang destinasi yang sangat menarik dengan kemampuannya dalam mengedukasi pengunjung secara interaktif dan menghibur sehingga tidak membosankan. Bahkan anak-anak kecil pun berminat mengunjunginya karena suasananya lebih seperti taman hiburan yang menyenangkan daripada museum sejarah pada umumnya. 

Bagi saya pribadi, Cupnoodles Museum tak hanya menambah pengetahuan dibalik budaya mainstream menyantap mie instan, tapi juga membangkitkan ingatan saya akan masa kanak-kanak yang bahagia.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Hai Generasi Micin, Kenali Dulu Sejarah Mie Instan di Museum Ini! appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/cupnoodles-museum/feed/ 0 26313
Singgah ke Air Terjun Banyumala, Wanagiri https://telusuri.id/singgah-ke-air-terjun-banyumala-wanagiri/ https://telusuri.id/singgah-ke-air-terjun-banyumala-wanagiri/#comments Wed, 09 Dec 2020 05:05:40 +0000 https://telusuri.id/?p=25773 Wanagiri adalah sebuah desa di Bali utara, tepatnya di kecamatan Sukasada, kabupaten Buleleng. Karena berada di daerah pegunungan, cuaca Wanagiri lebih sejuk. Di sini, juga banyak terdapat air terjun salah satunya Air terjun Banyumala atau...

The post Singgah ke Air Terjun Banyumala, Wanagiri appeared first on TelusuRI.

]]>
Wanagiri adalah sebuah desa di Bali utara, tepatnya di kecamatan Sukasada, kabupaten Buleleng. Karena berada di daerah pegunungan, cuaca Wanagiri lebih sejuk. Di sini, juga banyak terdapat air terjun salah satunya Air terjun Banyumala atau air terjun Kembar Banyumala (Banyumala Twin Waterfalls). Fakta menariknya adalah, Meskipun Wanagiri hanya desa kecil, namun jumlah wisatawan asing yang berkunjung lebih banyak daripada wisatawan lokal.

Jalan menuju air terjun Banyumala tidaklah sulit karena sudah teraspal rapi, mudah menjangkaunya dengan kendaraan. Namun, saya sarankan untuk tetap berhati-hati dan tidak ngebut selama berkendara, berhubung jalannya sempit dan curam.

Harga tiket masuk ke Banyumala sebetulnya sangatlah terjangkau, hanya Rp20.000 saja per orang. Tetapi, bila ingin menambah unsur petualangan yang memacu adrenalin, bermain swing (ayunan) dengan pemandangan hutan belantara dan sky bike (bersepeda di atas tali) bisa menjadi pilihan menarik dengan biaya tambahan sekitar Rp50.000.

Bahkan, kamu dapat mendekati air terjun dengan bermain flying fox selain berjalan kaki bila rela merogoh kocek Rp150.000. Terus terang saya tidak rela keluar uang ekstra. Apalagi, jangkauan flying fox sebetulnya hanya sampai di area loket untuk pembelian karcis, di mana selanjutnya saya tetap harus jalan kaki menuju air terjun. Sebagai catatan, posisi loket memang tidak langsung terlihat, baik di area parkir kendaraan maupun  permainan sky bike dan ayunan. 

Air Terjun Banyumala

Air terjun Banyumala/Nydia Susanto

Perjalanan menuju air terjun Banyumala

Saya memilih untuk sepenuhnya jalan kaki menyusuri jalan setapak berliku yang sudah diberi paving selama kurang lebih 30 menit untuk mencapai loket. Sesudah membayar tiket, saya menjumpai gerbang utama yang mengarah langsung ke objek utama dengan jalur yang lebih “dekat” ke alam karena masih berupa tanah.

Namun, pihak pengelola sudah membuatnya lebih mudah dan aman untuk dilalui sembari mempertahankan keindahan alam aslinya. Misalnya, permukaan tanah curam yang dibentuk tangga dengan penambahan railing dari batang pohon, jembatan bambu, dan jalan setapak yang ditanam batu atau ban bekas supaya tidak licin. Maka, Banyumala adalah pilihan tepat untuk kamu yang ingin menelusuri panorama alam dengan cara mudah.

Pemandangan penuh hijau-hijauan yang menyejukkan mata membuat saya menikmati setiap detik dari seluruh perjalanan yang ditempuh. Terlebih, kesegaran udaranya menambah energi dan semangat untuk melewati jalur-jalur menantang, mulai dari tanjakannya yang tinggi hingga yang licin. 

Sesampainya di air terjun, semua yang saya lalui terbayarkan. Menyaksikan pemandangan yang asri sambil mendengarkan suara gemuruh air terjun mampu menenangkan pikiran dan mengusir kejenuhan tinggal di kota besar yang penuh hutan beton. Nggak heran kalau Banyumala diminati wisatawan, di sini kita bisa berendam dan berenang karena selain arus airnya tidak deras, kondisi air terjunnya juga bersih dari sampah.

Kegiatan lain yang nggak kalah menyenangkan adalah duduk manis di atas tikar sambil menyantap bekal perjalanan. Kalau kamu suka berswafoto, cobalah mengambil gambar di jembatan bambu dengan latar belakang air terjun.

Air Terjun Banyumala

Toilet dan tempat ganti baju di air terjun Banyumala/Nydia Susanto

Air terjun Banyumala punya fasilitas cukup lengkap

Menurut pengamatan saya, fasilitas di kompleks air terjun Banyumala tergolong cukup lengkap dan nyaman. Toilet umum sederhana yang cukup bersih mudah ditemukan di sepanjang perjalanan. Ruang ganti baju juga banyak. Kamu pun nggak perlu khawatir kelaparan, karena di sini banyak pedagang yang menjual makanan dengan harga terjangkau dan ragam variasi menu. Ada nasi goreng seafood, ayam goreng dan sate ayam lontong hingga makanan barat, seperti chicken cordon bleu, pizza, dan spaghetti. Bahkan, fasilitas wi-fi gratis tersedia di salah satu restoran yakni, Palm Resto Bali. 

Untuk kamu yang akan berkunjung akhir tahun ini, ada hal-hal yang harus diantisipasi sebelumnya. Misalnya saja, waktu terbaik untuk kunjungan adalah pagi hari karena curah hujan di Wanagiri cukup tinggi setelah pukul 12 siang. Meski cuaca di sini cukup dingin, namun, tetap saja saya sarankan untuk menggunakan pakaian nyaman yang menyerap keringat bila beraktivitas dengan intensitas tinggi.

Air Terjun Banyumala

Restoran di air terjun Banyumala/Nydia Susanto

Gunakan pula alas kaki yang nyaman seperti sepatu olahraga atau sandal gunung supaya tidak mudah tergelincir. Jangan lupa untuk membawa jas hujan, baju renang, serta pakaian dan sandal cadangan bila ingin berenang atau berendam. 

Kalau punya waktu lebih, kamu juga bisa berkunjung ke perkebunan bunga emitirsalah satu jenis bunga yang banyak digunakan untuk persembahan sesajen umat Hindu di Bali. Aksesnya tak jauh dari gerbang  masuk ke Banyumala. 

Kunjungan ke Banyumala menyadarkan saya bahwa Bali tidaklah selalu identik dengan cuaca panas dan barisan pantai yang indah.

The post Singgah ke Air Terjun Banyumala, Wanagiri appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/singgah-ke-air-terjun-banyumala-wanagiri/feed/ 1 25773
Pasar Ikan Modern Muara Baru https://telusuri.id/pasar-ikan-modern-muara-baru/ https://telusuri.id/pasar-ikan-modern-muara-baru/#respond Sun, 22 Nov 2020 11:37:36 +0000 https://telusuri.id/?p=25440 Tsukiji Market di Tokyo dan Fishermen’s Wharf di San Francisco adalah segelintir tujuan wisata yang menjadikan pasar ikan dan kuliner seafood sebagai daya tarik utama. Walaupun umumnya bukanlah pilihan utama sebagai destinasi wisata, pasar-pasar ikan...

The post Pasar Ikan Modern Muara Baru appeared first on TelusuRI.

]]>
Tsukiji Market di Tokyo dan Fishermen’s Wharf di San Francisco adalah segelintir tujuan wisata yang menjadikan pasar ikan dan kuliner seafood sebagai daya tarik utama. Walaupun umumnya bukanlah pilihan utama sebagai destinasi wisata, pasar-pasar ikan seperti itu, dengan aneka hidangan laut yang menggoyang lidah, membuat saya betah.

Setelah Presiden Jokowi meresmikan Pasar Ikan Modern Muara Baru di Jakarta pada bulan Maret 2019, yang terinspirasi dari Tsukiji Market, saya bertanya-tanya apakah mungkin pasar ikan di Jakarta itu nantinya menjadi ikon pariwisata dunia seperti yang diimpikan Pak Presiden? Apalagi pasar ikan di dalam negeri identik dengan lingkungan kotor dan bau amis.

Untuk menghilangkan rasa penasaran, saya ikut penelusuran rombongan Wisata Kreatif Jakarta yang kebetulan menjadikan Pasar Ikan Modern Muara Dua sebagai salah satu tujuan utama.

Aktivitas jual-beli ikan di Pasar Ikan Modern Muara Baru/Nydia Susanto

Terletak di Jalan Muara Baru No. 27, Jakarta Utara, Pasar Ikan Modern Muara Baru menempati gedung tiga lantai, dengan 894 kios basah, 155 kios kering, lapangan parkir yang luas, masjid, klinik, mesin ATM, dan pujasera (food court)Untuk para pedagang atau pemilik kios, terdapat cold storage, ruang pengepakan, serta ruang pertemuan untuk memperlancar kegiatan operasional.

Produk ikan dan hasil laut yang ditawarkan sangat beragam, seperti aneka ikan, cumi, sotong, udang, lobster, kepiting, dan kerang. Harga rata-rata dari produk-produk yang dijual cukup terjangkau. Misalnya, ikan bawal ditawarkan Rp30.000 per kilo, sedangkan cumi-cumi sekitar Rp40.000 hingga Rp60.000 per kilo.

Memilah-milah ikan/Nydia Susanto

Tentunya, untuk mendapatkan harga terbaik dapat dilakukan tawar-menawar dengan penjual. Lucunya, salah satu anggota rombongan diberi harga lebih murah karena mendapatkan “promo khusus wanita”, entah tipe penawaran seperti itu memang ada atau itu hanya trik pedagang untuk menarik hati calon pembeli.

Di samping itu, saya juga tertarik melihat bentuk dan ukuran ikan yang tak biasa di Pasar Ikan Modern Muara Baru, misalnya ikan bulan atau moonfish yang bentuknya bulat pipih dengan permukaan mirip bulan.

Ternyata, beberapa pengunjung lain menaruh rasa ketertarikan yang serupa dengan saya. Tampak salah seorang dari mereka berpose dengan memegang ikan yang bentuknya unik, sambil berpura-pura memotong ikan, ada juga yang berfoto bersama seorang pedagang di kala senggang.

Seorang pedagang sedang memotong ikan bulan/Nydia Susanto

Bagi saya pribadi berpose dengan ikan barangkali tidak begitu penting. Saya lebih tertarik mengamati dan mengabadikan hiruk-pikuk aktivitas para pedagangmemotong ikan, mengiris sisik ikan, tawar-menawar dengan pengunjung, hingga memikul ember penuh ikan di pundak.

Namun, fasilitas yang paling diminati di Pasar Ikan Modern Muara Baru adalah pujasera terbuka beratapkan tenda di lantai atas. Pujasera ini melayani pengolahan bahan mentah menjadi siap santap, baik digoreng maupun dibakar, hanya dengan biaya tambahan Rp15.000 hingga Rp25.000. Harga ini sudah termasuk saus yang dapat dipilih, antara lain saus padang, saus tiram, kecap manis, serta saus asam-manis. Makan di sini pasti terasa sangat praktis bagi mereka yang sudah lapar duluan tapi malas masak di rumah.

Kepiting (kiri) dan tiram (kanan)/Nydia Susanto

Operasional pasar dimulai pada jam 5 sore dan berakhir tengah malam, dengan puncak kepadatan jam 7 malam. Bila ingin makan di pujasera setelah berbelanja, datanglah sebelum jam 7 malam agar tak perlu menunggu lama. Apalagi proses membakar ikan umumnya lebih lama daripada menggoreng.


Pasar Ikan Modern Muara Baru mampu mengubah persepsi negatif saya mengenai pasar ikan di Indonesia. Pasar ini tampak lebih luas dari pasar pada umumnya, dengan lingkungan bersih dan nyaman, mulai dari area belanja hingga pujasera, sehingga kegiatan belanja dan makan-makan bersama teman dan keluarga terasa semakin menyenangkan.

Pujasera Pasar Ikan Modern Muara Baru/Nydia Susanto

Namun, sebersih-bersihnya pasar ikan, genangan air dari tumpahan es batu yang mencair masih belum sepenuhnya hilang. Maka, salah satu hal yang perlu diperhatikan sebelum mampir ke Pasar Ikan Modern Muara Baru adalah alas kaki yang digunakan. Saya sarankan untuk menggunakan sandal gunung, sandal berbahan karet, atau sepatu bot tahan air karena banyak genangan berbau amis. Untuk pakaian, pilihlah bahan yang nyaman dan menyerap keringat.

Ikan bakar (kiri) dan kerang saus padang (kanan)/Nydia Susanto

Saya berharap kebersihan dan kenyamanan Pasar Ikan Modern Muara Baru akan bertahan lama, bukan hanya di tahun-tahun pertama dibuka saja. Tentunya dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk mewujudkan tempat ini menjadi tujuan wisata yang diminati wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Pengelola gedung mesti mengawasi pasar ini secara ketat, para penyewa dan pedagang sebaiknya menaati peraturan yang berlaku, dan para pengunjung sudah sepantasnya punya kesadaran tinggi untuk menjaga kebersihan dan ketertiban selama kunjungan—alangkah baiknya membawa tas belanja sendiri untuk membantu mengurangi sampah plastik.

Ternyata, jalan-jalan ke pasar ikan bisa juga menjadi aktivitas wisata menarik di Jakarta, khususnya bagi yang sudah jengah bertandang ke mal yang menjamur di mana-mana.

The post Pasar Ikan Modern Muara Baru appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pasar-ikan-modern-muara-baru/feed/ 0 25440
Hidangan Sehat Serbakelapa di Tukies Coconut Shop https://telusuri.id/tukies-coconut-shop/ https://telusuri.id/tukies-coconut-shop/#respond Wed, 11 Nov 2020 08:02:35 +0000 https://telusuri.id/?p=25153 Ketika liburan ke Bali, menelusuri pertokoan sepanjang Jalan Raya Ubud adalah kegiatan favorit saya, termasuk nongkrong di kafe dan restoran yang dekorasinya menarik dan unik. Salah satu kafe yang menarik perhatian saya adalah Tukies Coconut...

The post Hidangan Sehat Serbakelapa di Tukies Coconut Shop appeared first on TelusuRI.

]]>
Ketika liburan ke Bali, menelusuri pertokoan sepanjang Jalan Raya Ubud adalah kegiatan favorit saya, termasuk nongkrong di kafe dan restoran yang dekorasinya menarik dan unik.

Salah satu kafe yang menarik perhatian saya adalah Tukies Coconut Shop di dekat Monkey Forest. Tukies menyajikan aneka camilan, hidangan penutup, dan minuman berbahan dasar kelapa muda tanpa pengawet dan bahan kimia. Di kafe ini saya bisa ngemil tanpa merasa “berdosa”.

Seluruh produk disajikan dengan peralatan makan dan minum yang ramah lingkungan dan bebas plastik, misalnya sedotan berbahan stainless steel, piring dan mangkuk dari kayu atau batok kelapa, serta kemasan paper box untuk pesan bungkus.

Kafe serbakelapa yang berpusat di Bali ini punya tiga cabang di Ubud dengan jarak yang tak begitu jauh, yakni di Jalan Raya Ubud, Jalan Goutama, dan di dekat Monkey Forest. Dari semuanya, cabang di Monkey Forest adalah yang terbesar. Penampakan luar setiap gerai Tukies Coconut Shop sangatlah mudah dikenali. Pemandangan buah kelapa muda yang diletakkan dalam keranjang anyaman dan kontainer kaca besar tak mungkin terlewatkan oleh mata.

Interior Tukies Coconut Shop.
Interior Tukies Coconut Shop/Nydia Susanto

Interior Tukies bernuansa alam tropis—ornamen-ornamen berwarna natural, perabotan serbakayu, hingga lampu-lampu gantung dari batok kelapa. Ilustrasi aneka minuman dilukis dengan kapur sebagai aksentuasi unsur warung tradisional yang menyatu dengan kafe modern.

Kudapan dari Tukies Coconut Shop yang bikin saya kecanduan antara lain coconut ice cream yang dibanderol Rp30.000 per sauk. Rasanya yang gurih, creamy, dan tidak terlalu manis berhasil membuat saya ketagihan. Sensasi kriuk-kriuk ketika dikunyah muncul dari topping roasted coconut curls dan coconut brittle. Yang juga patut dicoba adalah fruit salad with coconut ice cream dan mango coconut ice cream float. 

Tentunya masih banyak yang tak kalah seru untuk dicoba di Tukies. Sebagai pelepas dahaga saat cuaca panas, coconut mango crush dengan perpaduan mangga, kelapa, limau dan jeruk, serta coconut juice yang ditambah sentuhan rasa mint menjadi pilihan tepat.

Aneka es tradisional, seperti es cendol, es campur, kacang ijo, dan daluman (es cincau khas Bali), juga sangat aman untuk dikonsumsi karena bahan-bahan utama, seperti seaweed jelly, fresh coconut jelly, cendol, dan cincau, dibuat di dapur pusat Tukies dengan bahan alami tanpa pengawet, pemanis buatan, dan zat kimia lainnya sehingga tidak berisiko bagi kesehatan. Harga per gelasnya antara Rp30.000 dan Rp50.000.

Es krim dan minuman di Tukies Coconut Shop.
Coconut ice cream (kiri) dan mango coconut crush (kanan)/Nydia Susanto

Bagi yang suka manis-manis, mulai dari kue basah (ongol-ongol, dadar gulung, kue apem, pisang rai), kue bergaya barat (chocolate banana cake, chocolate fudge, brownies), hingga camilan sehat (oat crunches, cranberry balls, mixed seed balls) ditawarkan dengan harga yang sangat terjangkau, mulai dari Rp8.000 saja. Saya sebagai penggemar cokelat sangat merekomendasikan brownies dan chocolate fudge untuk dicoba. Tidak terlalu manis dan rasa cokelatnya dominan.

Keistimewaan dari kue-kue ini adalah rasanya yang tetap mantap walaupun tanpa telur dan susu. Produk yang ditawarkan umumnya cocok untuk vegetarian, bahkan untuk vegan—bila tertera tulisan “vegan” di labelnya. Sebagai catatan, seluruh camilan sehat bernama belakang balls adalah gluten free. Sebelum memesan, pelanggan bisa konsultasi dulu dengan staf yang bertugas agar tidak salah kaprah.

Ragam kue basah di Tukies Coconut Shop/Nydia Susanto

Sudah tentu tak lengkap rasanya ke Tukies Coconut Shop tanpa membawa pulang cendera mata berupa produk olahan kelapa yang kreatif. Beberapa yang populer antara lain roasted coconut curls (taburan es krim yang juga enak dijadikan camilan), coconut butter (mentega kelapa) untuk olesan roti, coconut cranberry bar, dan virgin coconut oil (VCO). Beberapa produk bahkan dikemas dengan tas anyaman yang tampak cantik sehingga cocok untuk hadiah.

Favorit saya adalah coconut cranberry bar dengan paduan rasa asam segar dari buah kranberi dan gurih dari olahan kelapa. Healthy bar ini juga mengenyangkan dan cocok untuk mengganjal perut sebelum perjalanan bila tidak sempat makan. Roasted coconut curls juga camilan kesukaan saya lainnya. Saya sarankan untuk menghangatkannya di oven toaster bila makan di rumah untuk hari-hari berikutnya supaya lebih garing sekaligus kembali gurih.

Suvenir Tukies Coconut Shop/Nydia Susanto

Selain makanan, tersedia aksesori dari batok kelapa, seperti mangkuk dan tempat sabun, yang juga menarik untuk dijadikan buah tangan.

Bila tak sempat ke Bali, makanan-makanan kering tersebut dapat dibeli di Tokopedia dengan pilihan yang sangat terbatas. Berbagai minuman, kue basah, apalagi es krimnya sudah pasti hanya bisa dinikmati langsung di Tukies.

Sejak saya mengenal Tukies Coconut Shop di awal tahun 2019, kafe ini menjadi langganan saya setiap ke Bali karena produk-produknya aman untuk kesehatan. Rasanya juga enak dan harga makanan dan minumannya terjangkau. Nuansa etnik yang santai pun membuat saya nyaman seolah-olah berada di rumah sendiri. Tak kalah pentingnya, pelayanan yang ramah dan kesediaan para penyaji untuk berbincang-bincang di sela-sela kesibukan mereka membuat saya ingin kembali dan kembali lagi.

The post Hidangan Sehat Serbakelapa di Tukies Coconut Shop appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/tukies-coconut-shop/feed/ 0 25153