Oky Hertanto https://telusuri.id/penulis/oky-hertanto/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Sat, 07 Sep 2019 13:15:40 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Oky Hertanto https://telusuri.id/penulis/oky-hertanto/ 32 32 135956295 Jalan-jalan Sore bersama Haryono di Taman Nasional Way Kambas https://telusuri.id/taman-nasional-way-kambas/ https://telusuri.id/taman-nasional-way-kambas/#comments Tue, 10 Jul 2018 09:30:55 +0000 https://telusuri.id/?p=9572 Akhir-akhir ini kita sering mendengar berita tentang gajah sumatra di media sosial, entah Instagram, Facebook, Twitter, dll. Ironisnya, kebanyakan berita negatiflah yang beredar. Paling kerap didengar adalah kisah pilu tentang hilangnya habitat gajah akibat perluasan...

The post Jalan-jalan Sore bersama Haryono di Taman Nasional Way Kambas appeared first on TelusuRI.

]]>
Akhir-akhir ini kita sering mendengar berita tentang gajah sumatra di media sosial, entah Instagram, Facebook, Twitter, dll.

Ironisnya, kebanyakan berita negatiflah yang beredar. Paling kerap didengar adalah kisah pilu tentang hilangnya habitat gajah akibat perluasan lahan sawit yang berujung pada konflik dengan manusia. Kalau tidak, mungkin soal maraknya perburuan gading yang mengakibatkan banyak gajah sumatra mati dibunuh secara sadis.

(Kamu pasti juga sudah dengar berita tentang seekor anak gajah bernama Erin yang belalainya putus terkena jerat pemburu? Tak masuk akal ada orang yang tega ingin membunuh anak gajah yang masih lucu!)

Ini adalah pukulan telak bagi kita semua, termasuk saya. Bagaimana tidak, gajah sumatra adalah salah satu satwa/fauna yang dilindungi oleh negara, yang berada di bawah ancaman kepunahan sebab populasinya terus menurun setiap tahun.

taman nasional way kambas

Seekor bayi gajah yang lucu/Oky Hertanto

Data lengkapnya barangkali bisa kamu lihat di arsip Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, atau organisasi seperti WWF Indonesia yang menangani masalah-masalah konservasi lingkungan dan satwa di Indonesia.

Maka, beberapa bulan lalu saya memberanikan diri bersama sahabat untuk mengunjungi Taman Nasional Way Kambas (TNWK) di Lampung. Selain penasaran bagaimana aktivitas sehari-hari gajah-gajah sumatra yang hidup di sana, saya juga ingin melihat secara langsung kondisi Erin saat ini.

(Sayang sekali saat tiba di Taman Nasional Way Kambas kami tidak menjumpai Erin di Rumah Sakit Gajah—sepertinya ia sudah dipindahkan ke kandang khusus. Tapi saya juga dapat info bahwa Erin sudah membaik, sudah bisa makan meskipun masih dibantu petugas karena belalainya putus.)

Perjalanan menuju Lampung

Tepat pukul delapan pagi, bus plat merah yang kami tumpangi bergerak meninggalkan Stasiun Gambir menuju Bandar Lampung via Pelabuhan Merak. Kondektur langsung melakukan pengecekan tiket dan memberikan makanan ringan untuk disantap di perjalanan. Sayangnya kami sedang berpuasa saat itu.

Dua jam bis melaju di jalan tol yang kala itu cukup lengang. Setiba di Pelabuhan Merak, Banten, juga tak tampak antrean kendaraan yang akan masuk ke lambung-lambung kapal. Dalam hitungan menit saja bis itu sudah berada dalam ferry. Kami pun ikut turun dari bis, kemudian bergerak menaiki tangga menuju ke dek kapal.

Perjalanan dari Pelabuhan Merak menuju Pelabuhan Bakauheni berlangsung sekitar 1,5-2 jam saja, sebab cuaca saat itu cerah sekali dan ombak di laut tidak tinggi.

taman nasional way kambas

Kandang gajah/Oky Hertanto

Sesaat sebelum kapal sandar di Pelabuhan Bakauheni, saya bergerak turun ke lambung kapal untuk kembali ke dalam bis. Begitu ferry sandar, satu per satu kendaraan bergerak ke luar lewat pintu kapal.

Saat ini di Pelabuhan Bakauheni sedang dibangun jalan tol sampai ke Kota Palembang. Sayangnya saat saya ke sana tol itu baru dibuka beberapa ruas saja, belum terlalu panjang. Jika tol itu sudah rampung dan dibuka, tentu akses transportasi darat Bandar Lampung-Palembang akan semakin cepat dan mudah.

Perjalanan darat dari Bakauheni menuju Bandar Lampung sendiri memakan waktu kurang lebih tiga jam. Namun saat itu saya memilih untuk turun di Kalianda untuk menengok keponakan baru. (Sepupu mengabari bahwa istrinya baru saja melahirkan.) Setelah dari Kalianda, keesokan harinya saya melanjutkan kembali perjalanan menuju Bandar Lampung.

Naik Damri dari Rajabasa ke Way Kambas

Untuk ke Way Kambas dengan moda transportasi umum, kamu mesti naik Bis Damri dari Terminal Rajabasa atau Pool Damri yang ada di Bandar Lampung. Bis berangkat pagi hari, yakni sekitar jam 6 pagi. Jadwal pastinya bisa kamu ketahui dengan menelepon pool atau menanyakan langsung pada petugas Damri yang sedang berjaga.

Bis akan mengantarkanmu ke Way Jepara, sekitar tiga jam perjalanan dari Kota Bandar Lampung. Harga tiketnya juga tidak terlalu mahal. Dengan membayar Rp 30 ribu/orang kamu sudah tiba di Pertigaan Tridatu. Tapi jangan lupa bilang ke kondekturnya bahwa kamu mau ke Taman Nasional Way Kambas.

taman nasional way kambas

Haryono/Oky Hertanto

Dari pertigaan itu, Taman Nasional Way Kambas sudah dekat dan bisa dicapai dengan menumpang ojek (Rp 30-50 ribu/orang tergantung kemampuan menawar).

(Sedikit tips: kalau kamu menginap di Way Kambas, jangan lupa minta nomor ponsel supir Damri agar kamu bisa menanyakan waktu keberangkatan bis keesokan hari. Tenang saja, pelayanan mereka ramah. Saya sendiri kaget mendapati bahwa petugas Damri baik-baik semua dan sangat informatif. Lewat WhatsApp kami diinfokan jadwal dan posisi bis sehingga kami tidak ketinggalan bis untuk pulang. Selain nomor Damri, kamu juga sebaiknya meminta nomor ojek.)

Pusat Latihan Gajah (PLG) Taman Nasional Way Kambas

Naik ojek sekitar 20 menit dari Pertigaan Tridatu, kami pun tiba di Pusat Latihan Gajah (PLG) Taman Nasional Way Kambas.

Setelah lama diam dalam bucket list saya, mimpi untuk ke Taman Nasional Way Kambas akhirnya terwujud tahun ini. Senang sekali rasanya berkesempatan melihat langsung sekolah dan pusat pelatihan gajah terbesar dan tertua di Indonesia. (Saya punya keinginan untuk mengunjungi taman nasional-taman nasional di Indonesia yang ada gajah sumatranya, sebab saya sangat suka dengan salah satu hewan mamalia terbesar di dunia ini.)

taman nasional way kambas

Dua ekor gajah yang baru saja dimandikan oleh mahout/Oky Hertanto

Sesaat setelah selesai berurusan dengan ojek, seekor gajah dewasa—yang belakangan saya tahu diberi nama Haryono—lewat di samping saya. Terang saja saya kaget, tapi senang sekali bisa melihat gajah dari jarak yang lumayan dekat.

Sama seperti di kebun binatang, para raksasa penghuni Way Kambas itu juga punya kandang. Bedanya, kandang mereka bukanlah petak kecil melainkan tanah seluas puluhan hektare tempat mereka bisa leluasa beraktivitas. Gajah-gajah itu jauh dari kesan “terkurung.” Makanan untuk mereka tiap hari disuplai. Kebutuhan air mereka dipenuhi oleh baik air minum khusus gajah bantuan dari pihak luar.

PLG sendiri bisa dikatakan sebagai sekolah para gajah. Sebagian dari “muridnya” adalah gajah-gajah yang diselamatkan dari alam liar, dari mulai yang terkena jerat pemburu, yang tertinggal dari kawanannya, yang pernah terlibat konflik dengan manusia, dll.

Mereka dilatih oleh para pawang profesional (mahout) untuk menjadi gajah atraksi, patroli, latih, dll. Harapannya, keberadaan PLG dapat membantu mengurangi konflik antara gajah dan manusia sekaligus membantu menyelamatkan makhluk berbelalai itu dari kepunahan.

Sekitar 70 gajah jinak dan ratusan gajah liar

Selain 70 ekor gajah jinak, Taman Nasional Way Kambas juga menjadi rumah bagi ratusan gajah liar. Seru sekali melihat aktivitas harian gajah-gajah di PLG Taman Nasional Way Kambas. Pagi hari mereka dimandikan oleh mahout, diberi makan, kemudian diajak keliling/patroli sekitar areal PLG. Tak lupa, gajah-gajah itu juga rutin dilatih.

(Jika ingin bermalam, tersedia penginapan yang letaknya di samping kandang gajah. Dari sana kamu bisa melihat dari dekat aktivitas gajah-gajah jinak mulai dari pagi, siang, sore, hingga malam hari.)

taman nasional way kambas

Ketika diajak oleh mahout untuk ke kandang gajah/Oky Hertanto

Kamu pasti bertanya-tanya begitu menyadari bahwa gajah-gajah di sana kebanyakan dirantai. “Kenapa harus dirantai?” Bukan bermaksud memasung mereka, rantai itu justru untuk menjaga agar gajah-gajah itu tidak keluar dari areal PLG sehingga menjadi target mudah para pemburu. Agar gajah-gajah sumatra itu tak tersiksa karena merasa ruang gerak mereka dibatasi, sengaja yang digunakan adalah rantai panjang.

Untuk mendukung upaya konservasi gajah, di Taman Nasional Way Kambas juga dibangun fasilitas kesehatan, yakni rumah sakit gajah terbesar di Asia Tenggara melalui dana suntikan pemerintah dan swasta, antara lain dari Australian Zoo dan Taman Safari Indonesia.

Tidak hanya itu, demi melindungi gajah Taman Nasional Way Kambas juga membentuk Tim Patroli Gajah. Tim yang diberi nama Elephant Response Unit (ERU) ini terdiri dari para mahout dan gajah-gajah jinak terlatih. Tugas mereka adalah berpatroli menjaga wilayah taman nasional dan meminimalisir terjadinya konflik antara gajah dan manusia (misalnya menggiring gajah-gajah liar yang masuk ke kebun atau permukiman warga).

Jalan-jalan sore bersama Haryono

Sore itu, saya dan teman sedang asyik duduk di pinggir kolam—melihat para gajah dimandikan oleh mahoutnya—ketika tiba-tiba Haryono bersama mahoutnya datang dari arah belakang. Sang mahout kemudian memanggil saya dan menawarkan untuk ikut bersama mereka ke areal belakang PLG untuk mengambil rantai Haryono.

Saya kaget, tapi langsung mengiyakan untuk pergi bersama mereka. Kami berdua pun bergegas naik ke punggung Haryono. Itu pengalaman berharga yang takkan pernah saya lupakan. Kami menyusuri hutan, lalu turun ke rawa-rawa serta padang sabana yang ditumbuhi rumput-rumput gajah.

taman nasional way kambas

Jalan-jalan sore bersama Haryono/Oky Hertanto

Sang mahout yang ramah tanpa diminta bercerita tentang kehidupan gajah-gajah sumatra di Taman Nasional Way Kambas—juga ancaman-ancaman terhadap kelestariannya.

Ia juga becerita bahwa suatu kali ia pernah diberi cek kosong oleh salah seorang konglomerat di Indonesia. Dalam cek kosong itu ia bebas menuliskan nominal rupiah yang diinginkan, asal bersedia memberikan gading gajah utuh kepada sang hartawan.

Mendengar langsung kisah itu dari seorang mahout, saya kaget. Ternyata gading gajah memang begitu diminati sampai-sampai harganya bisa abstrak seperti itu. Katanya, ada anggapan bahwa belum sah menjadi kaya kalau belum punya gading gajah. Keliru—sungguh edan! Gajah diburu dagingnya hanya untuk pajangan di rumah atau hal-hal tak masuk akal lainnya….

Ayo kampanyekan #SaveElephant

Di ujung tulisan ini saya hanya ingin mengingatkan kita semua bahwa gajah layak mendapatkan kehidupan bebas seperti kita, manusia. Jangan rusak dan ambil habitat mereka. Gajah takkan menyerang manusia jika habitatnya tidak dirusak dan diambil.

taman nasional way kambas

Dua anak gajah sumatra sedang bermain/Oky Hertanto

Dan, saya rasa, revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya—yang masih mengganjar pelaku perusakan dengan hukuman yang tak seberapa—juga dapat berperan untuk mengeliminasi cerita-cerita sedih seperti derita yang dialami oleh Erin dan Bunta.

Terima kasih Taman Nasional Way Kambas karena telah memberikan pengalaman luar biasa. Saya jadi makin semangat untuk ikut mengampanyekan #SaveElephant di media sosial. Minimal agar masyarakat makin sadar betapa pentingnya menjaga habitat gajah sehingga mereka terhindar dari kepunahan.

Lagian, kalau bukan kita yang menjaga mereka, siapa lagi?


Baca tulisan Oky Hertanto yang lain di sini.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Jalan-jalan Sore bersama Haryono di Taman Nasional Way Kambas appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/taman-nasional-way-kambas/feed/ 5 9572
Jalan Panjang Menuju Nusa Cendana https://telusuri.id/perjalanan-menuju-pulau-sumba/ https://telusuri.id/perjalanan-menuju-pulau-sumba/#respond Fri, 09 Mar 2018 02:55:23 +0000 https://telusuri.id/?p=7175 Peluit tanda kereta akan diberangkatkan dibunyikan oleh petugas stasiun. Suaranya memecahkan keheningan stasiun di pagi hari. Suasana masih lengang sekali. Keretaku perlahan mulai melaju, meninggalkan areal stasiun. Kereta berangkat dari Yogyakarta pukul 6 pagi dan...

The post Jalan Panjang Menuju Nusa Cendana appeared first on TelusuRI.

]]>
Peluit tanda kereta akan diberangkatkan dibunyikan oleh petugas stasiun. Suaranya memecahkan keheningan stasiun di pagi hari. Suasana masih lengang sekali. Keretaku perlahan mulai melaju, meninggalkan areal stasiun. Kereta berangkat dari Yogyakarta pukul 6 pagi dan akan tiba di Banyuwangi pukul 6 sore.

Suara-suara seperti inilah yang aku rindukan. Ketika roda kereta api bergesekan dengan rel dan kereta dipacu dalam kecepatan tinggi, akan muncul suara khas yang takkan bisa kita nikmati ketika menaiki bis, mobil, motor, bahkan kapal laut atau pesawat sekali pun.

sumba

Suasana gerbong KA Mutiara Timur Tambahan/Oky

Gerbong yang sedikit bergoyang dan cuaca hujan di luar membuat bulir-bulir air menyelimuti kaca jendela. Di balik kaca, hamparan persawahan hijau yang jadi ciri khas jalur kereta di Indonesia bergerak semakin cepat. Perjalanan ini pun terasa semakin penuh makna.

Menuju Banyuwangi menumpang KA Mutiara Timur Tambahan

Dua belas jam perjalanan aku tempuh dari Yogyakarta menuju Banyuwangi menumpang KA Mutiara Timur Tambahan. Ini aku lakukan demi budget traveling murah meriah menuju Pulau Sumba. Maklum, sedang high season. Harga tiket pesawat jadi tak masuk akal.

Suasana kereta tak terlalu ramai. Kursinya juga empuk dan dinginnya pas sehingga perjalanan lumayan panjang itu tak terasa melelahkan.

Kereta yang kutumpangi adalah kereta ekonomi premium, jenis baru dalam dunia perkeretaapian Indonesia. Kursinya tidak tegak sembilan puluh derajat seperti kereta ekonomi biasa, bisa diatur kemiringannya seperti bangku kereta eksekutif. Dan, yang paling penting, harganya lebih ekonomis ketimbang eksekutif.

sumba

Pemandangan dari dalam gerbong kereta/Zizi

Dalam perjalanan panjang menuju Sumba itu, aku ditemani seorang sahabat yang selalu mau kuajak jalan-jalan susah selama dua tahun ini. Namanya Abel, teman sekantor.

Akhirnya kami pun tiba di Stasiun Banyuwangi Baru pukul 6 sore. Hujan masih menyelimuti ketika kami menginjakkan kaki di stasiun paling ujung Pulau Jawa itu. Bau tanah yang khas ketika hujan melengkapi akhir dari etape awal perjalanan kami. Tak menunggu lama, aku bergerak melangkahkan kaki menuju Pelabuhan Ketapang untuk menyeberang dari Pulau Jawa ke Pulau Bali.

Setiba di Gilimanuk

Hembusan angin laut dan bau asap mesin kapal menyambut kedatanganku di Gilimanuk. Jangkar kapal dilempar. Deru suara mobil mulai terdengar.

Petugas dan beberapa orang polisi sudah menunggu di pintu pemeriksaan. Identitas seluruh penumpang yang turun dari kapal mesti diperiksa demi alasan keamanan.

sumba

Abel “selfie” di warung/Abel

Setelah itu aku pun bergegas keluar dari kapal menuju terminal untuk nyambung naik bis hingga Terminal Ubung Denpasar, Bali. Terminal Gilimanuk malam itu sangat gelap. Anjing-anjing yang berkeliaran membuat terminal itu tampak semakin menyeramkan.

Para agen dan kondektur bis wara-wiri menawarkan tumpangan. Tapi bis-bisnya tampak menyedihkan, tak satu pun yang menarik untuk dinaiki.

“Ayo! Ini bis ke Ubung. Masnya mau ke mana? Nanti kalau malam-malam udah nggak ada lagi bisnya,” tawar seorang kondektur bis pada kami. Saya bilang padanya bahwa kami mau makan dulu, mengisi perut dan menambah tenaga untuk melanjutkan perjalanan. Lagian, entah kenapa Abel dan aku juga tak yakin dengan penawaran itu.

Kami pun buru-buru pergi meninggalkan areal terminal untuk mencari restoran atau warung makan. Perut kami sudah keroncongan. Maklum, selama 12 jam belum ada suplai makanan berarti yang masuk ke dalam tubuhku.

Menginap di sebuah warung di Gilimanuk

Tidak henti-hentinya anjing menggonggong saat aku melewati jalan keluar terminal yang minim penerangan. Abel ternyata takut sekali dengan anjing. Aku tak tahu, entah dia punya pengalaman buruk dengan anjing sewaktu kecil atau memang sudah fobia anjing sejak lahir.

Kujatuhkan pilihan pada warung makan yang tak terlalu jauh dari areal terminal. Di warung itu kami menandaskan dua porsi nasi goreng dan satu botol besar air mineral.

Selesai makan malam, suasana sekitar jadi semakin sepi. Tak lama kemudian, orang-orang yang tadi menawarkan bis kepada kami kembali menghampiri. Dia datang tiba-tiba—tentu saja aku kaget.

bandara ngurah rai

Bandara Ngurah Rai/Oky

Kembali kutolak tawaran mereka seraya menambahkan dengan hati-hati bahwa kami berdua ingin istirahat dulu sampai esok pagi. Suasana jadi semakin tak enak. Dadaku berdetak cukup kencang, bingung memikirkan bagaimana nasib kami besok.

Jadi, ceritanya sebelum orang-orang itu datang ibu baik hati yang menjaga warung itu memberi saran pada kami untuk melanjutkan perjalanan esok pagi saja. Menurutnya tidak aman kalau pergi sekarang. Kami pasti akan dioper-oper. Setelah mempertimbangkan, akhirnya kami menuruti nasihat sang ibu.

Paham bahwa kami sedikit terintimidasi dengan kehadiran orang-orang itu, ibu itu pun mencoba melindungi kami dengan menyebutkan nama anaknya yang katanya cukup disegani di sekitar Pelabuhan Gilimanuk.

Ia juga mempersilakan kami tidur di warungnya. Langsung saja kami menggelar lapak di bagian belakang warung agar tersembunyi dari orang-orang terminal dan anjing-anjing yang berkeliaran di sana. Untung kami makan di warung ibu itu. Kalau tidak, entah ke mana nasib akan membawa kami malam itu.

Meninggalkan Gilimanuk, menuju Denpasar

Waktu di jam menunjukkan pukul empat pagi. Kami bergegas bangun. Setelah memastikan bahwa situasi aman, kami menyelinap masuk lewat samping terminal. Alasannya jelas, yakni agar tidak bertemu orang-orang yang semalam marah-marah ke kami berdua karena tidak jadi menaiki bisnya ke Ubung.

Untungnya kami berdua tidak bertemu mereka. Seorang petugas pelabuhan yang punya kenalan supir juga mencarikan tumpangan buat kami. Bis itu pun segera menderu kencang membawa kami meninggalkan Gilimanuk. Kanan-kiri sepanjang jalan sepi. Semua masih terlelap dalam selimut hangat masing-masing.

Bis itu cuma sampai Terminal Mengwi. Dari sana, kami melanjutkan perjalanan ke Terminal Ubung naik Bis Damri. Di dalam bis umum “plat merah” itu lagi-lagi Abel dan aku dipertemukan dengan orang baik yang mempermudah perjalanan kami. Ia dari Probolinggo, hendak ke Nusa Dua di Kabupaten Badung.

tambolaka

Terbang ke Tambolaka/Oky

Pagi itu Ubung diguyur hujan lumayan deras. Setiba di sana, kami langsung berteduh—pilihan terbaik kala itu. Lalu, orang yang kami ajak ngobrol dalam Damri tadi menawaran sesuatu pada kami, yakni tumpangan ke Bandara I Gusti Ngurah Rai. Dari bandara internasional yang sibuk itu, kami akan naik pesawat jam 12 siang ke Bandara Tambolaka di Sumba Barat Daya. Tentu saja tawaran itu kami terima.

Setelah melaju selama sekitar 45 menit, akhirnya kami tiba di Bandara Ngurah Rai. Hujan masih deras, tapi bandara itu tetap saja ramai. Tampaknya, Bali yang beberapa waktu lalu kelabu karena letusan Gunung Agung memang masih jadi magnet bagi manusia-manusia yang perlu undur diri sejenak dari dinamika dunia. (Mungkin juga karena sekarang adalah masa liburan Natal dan Tahun Baru.)

Akhirnya terbang juga ke Sumba

Suatu kali, seorang politisi Amerika Serikat dari Partai Republik, Roy Matz Goodman, pernah berkata seperti ini, “Remember that happiness is a way of travel, not a destination. Dalam perjalanan panjang ke Sandalwood Island (Nusa Cendana, julukan Pulau Sumba), aku baru bisa memahami perkataan Goodman.

Tujuan traveling barangkali memang bukan hanya sekadar mengunjungi sebuah destinasi lalu mengambil foto setiap sudut tempat yang kita kunjungi, namun mengalami perjalanan itu sendiri kemudian mengambil makna dari momen-momen baru yang tercipta.

sumba

Bandara Tambolaka, Sumba Barat Daya/Oky

Yang lebih penting lagi, traveling mengeluarkan seseorang dari zona nyaman, mengantarkannya ke pengalaman-pengalaman baru yang akan bisa membuat kepribadian seorang individu berkembang.

Pengumuman-pengumuman silih berganti disuarakan di corong bandara. Beberapa menit lagi, pesawatku akan take-off menuju Pulau Sumba, tujuan utama kami. Aku membatin, “Belum sampai di Sumba saja sudah banyak hal tak terduga dan memompa adrenalin yang terjadi padaku.”

Apakah nanti di Sumba aku juga akan mengalami momen-momen luar biasa? Apakah akan masih ada orang baik yang akan “mengawal” perjalananku? Ah, biarkan saja waktu yang menjawabnya. Tapi, aku selalu yakin bahwa selama aku di Indonesia akan selalu ada orang baik yang kujumpai di jalan.

Satu setengah jam berlalu sejak pesawatku tinggal landas. Tak terasa burung besi itu sudah melayang-layang di langit Pulau Sumba. Kuintip lewat jendela, tampaknya cuaca cukup cerah di Tambolaka.

Pesawatku perlahan mulai menurunkan ketinggian, bersiap-siap untuk mendarat. Dari bawah, terdengar bunyi khas yang keluar dari roda pesawat sedang dikeluarkan. Sebentar kemudian pesawat mendarat sempurna di Bandara Tambolaka. Aku pun berdebar-debar membayangkan petualangan yang akan kulakukan di Sumba.


Baca tulisan Oky Hertanto yang lain di sini.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Jalan Panjang Menuju Nusa Cendana appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/perjalanan-menuju-pulau-sumba/feed/ 0 7175
Kalau Mau Menyaksikan “Sunset” Menawan, Jangan Traveling ke Pulau Sumba pas Musim Hujan https://telusuri.id/jangan-traveling-ke-pulau-sumba-pas-musim-hujan/ https://telusuri.id/jangan-traveling-ke-pulau-sumba-pas-musim-hujan/#comments Wed, 14 Feb 2018 03:52:02 +0000 https://telusuri.id/?p=6565 Nggak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk traveling ke Pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur. Apalagi waktu itu akhir tahun 2017. Libur akhir tahun, pastinya harga tiket pesawat dan hotel melonjak tinggi sekali. Tapi akhirnya...

The post Kalau Mau Menyaksikan “Sunset” Menawan, Jangan Traveling ke Pulau Sumba pas Musim Hujan appeared first on TelusuRI.

]]>
Nggak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk traveling ke Pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur. Apalagi waktu itu akhir tahun 2017. Libur akhir tahun, pastinya harga tiket pesawat dan hotel melonjak tinggi sekali.

Tapi akhirnya saya nekat ke sana bersama seorang sahabat. Karena kebetulan sebelum berangkat ke Sumba menghadiri pernikahan teman kantor di Magelang, kami berangkat ke Sumba dari Yogyakarta.

pulau sumba

Seorang remaja Sumba berpose bersama kuda/Oky Hertanto

Niat saya untuk ke Sumba waktu itu sudah sangat kuat sekali sehingga mahalnya harga nggak saya pedulikan—bujet saya juga pas-pasan. Saya cuma mau lihat perbukitan di Sumba dan hamparan padang sabana yang legendaris itu, seperti di film “Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak.”

Tulisan ini adalah oleh-oleh dari Sumba.

Satu jam penerbangan dari Pulau Bali

Pulau Sumba berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kalau terbang dari Pulau Bali, hanya perlu waktu 1 jam untuk mencapai Tambolaka, Sumba Barat Daya. Untuk ke Waingapu sekitar 1,5 jam. (Dari Jakarta, jarang sekali ada penerbangan langsung menuju Pulau Sumba. Kebanyakan maskapai penerbangan transit di Denpasar, Bali.)

Untuk menginap, banyak pilihan hotel di Sumba Barat Daya yang bisa dipesan lewat aplikasi seperti Traveloka, tiket.com, atau booking.com. Jangan takut, hotel di Sumba Barat Daya sudah bagus-bagus semua, pelayanannya juga sangat ramah.

pulau sumba

Bandar Udara Tambolaka yang arsitekturnya mirip rumah di Desa Ratenggaro/Oky Hertanto

Salah satunya adalah Hotel Sinar Tambolaka. Hotel ini juga punya persewaan sepeda motor dan mobil beserta supir dan pemandu wisata. Harga sewa motor waktu saya ke sana adalah Rp 50 ribu per hari, sementara mobil Rp 500-600 ribu per hari sudah sama bensin dan supir.

Banyak opsi untuk menjelajahi Pulau Sumba. Kamu bisa mulai berkelana dari Sumba Barat Daya dan mengakhiri perjalanan di Sumba Timur, atau sebaliknya. (Sumba Barat Daya adalah wilayah yang baru mengalami pemekaran, jadi agak sedikit tertinggal dibanding Sumba Barat (Waikabubak) dan Sumba Timur (Waingapu). Tetapi, destinasi wisatanya keren-keren, misalnya Danau Weekuri dan Kampung Adat Ratenggaro.)

Danau Weekuri, danau air asin berwarna hijau toska

Perjalanan menuju ke Danau Weekuri dari Tambolaka berlangsung sekitar 1-1,5 jam perjalanan. Akses menuju ke sana cukup baik. Jalanan sepi sekali, nggak seperti Jakarta yang termasyhur dengan kemacetannya. Kalau bingung memilih persimpangan, tinggal buka GPS saja. Saya jamin kamu pasti akan tiba di Danau Weekuri.

Danau Weekuri terletak di Desa Kalena Rongo, Kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya. Dari Tambolaka, jaraknya sekitar 60 kilometer.

pulau sumba

Pemandangan Danau Weekeri/Oky Hertanto

Weekuri adalah danau air asin yang cukup unik, soalnya berwarna hijau toska. Danau itu berbatasan langsung dengan laut dan kelilingi oleh tebing karst berlapis sabana. Warga sekitar percaya bahwa Danau Weekuri terbentuk dari air laut yang terpercik melalui karang dan menembus ke daratan.

Di Danau Weekuri saat ini sudah ada fasilitas jembatan kayu supaya kamu lebih nyaman jalan-jalan mengelilingi danau. Dulu, pengunjung mesti jalan di atas batuan karst yang tajam. Kegiatan favorit di Danau Weekuri adalah—tak lain dan tak bukan—berenang! Saya yakin begitu sampai di sana kamu akan segera menceburkan diri ke dalam danau.

Di dekat Danau Weekuri juga terdapat Pantai Mandorak yang pemandangannya nggak kalah indah.

Desa Adat Ratenggaro dan Pantai Pero

Setelah mengunjungi Danau Weekuri, kamu bisa mampir ke Desa Ratenggaro untuk melihat rumah-rumah khas Sumba. Waktu ke sana, saya main ke permukiman yang tak jauh dari Pantai Pero. Untuk masuk ke desa itu nggak dipatok biaya, hanya suka rela saja. Buat menghormati masyarakat tempatan, kamu mesti meluangkan waktu untuk bersilaturahmi dengan kepala desa atau tetua di sana.

Rumah-rumah tradisional di Desa Ratenggaro/Oky Hertanto

Meskipun rumah adatnya sungguh megah, menjulang tinggi ke atas, kehidupan di desa itu sederhana sekali, berbeda sekali dengan kita yang tinggal di kota-kota besar di Indonesia. Satu hal yang saya perhatikan saat berinteraksi dengan warga lokal, meskipun berperawakan sangar, orang Sumba itu murah senyum dan ramah-ramah.

Tidak jauh dari Desa Adat Ratenggaro ada Pantai Pero. Garis pantainya cukup panjang dan deburan ombaknya lumayan kuat. Pantai ini jadi lokasi favorit pemuda-pemudi Sumba untuk bercengkerama. Ada satu hal menarik dari anak muda Sumba: mereka suka berkeliling naik motor—sambil bawa gandengan!

Menuju Bukit Wairinding di Sumba Timur

Sepanjang perjalanan ke bagian timur Pulau Sumba, kamu akan melihat seberapa tertinggalnya Sumba Barat Daya dibandingkan Sumba Barat dan Sumba Timur. Untuk menuju ke Sumba Timur kamu bisa naik mobil travel dari hotel. Ongkosnya sekitar Rp 100 ribu per orang.

Destinasi paling mainstream di Sumba Timur yang jadi tujuan hampir setiap orang yang main ke Sumba adalah Bukit Wairinding. Pertama kali ke sana, kamu pasti terpana dan tak bisa berkata-kata—seperti yang saya alami. Bagaimana nggak terpana melihat perbukitan sabana yang bergelombang dan membentang luas sampai cakrawala?

Menurut saya, inilah spot foto paling surealistis di Sumba. Istimewanya, kalau kamu difoto di Bukit Wairinding—diambil dari angle mana pun menggunakan kamera jenis apa pun—hasilnya pasti akan bagus. Nggak percaya? Ke sana saja langsung dan rasakan sendiri.

pulau sumba

Menatap Bukit Wairinding/Abel

Bukit Wairinding ini letaknya nggak terlalu jauh dari Kota Waingapu, kurang lebih 45 menit sampai 1 jam perjalanan menggunakan mobil atau motor.

Nggak terlalu jauh dari pinggir jalan, patokan buat ke Wairinding adalah sebuah warung bercat biru. Parkir saja kendaraanmu dekat warung itu, lalu mulai trekking ke Bukit Warinding. Di sana banyak anak kecil yang bisa mengantar kamu ke Bukit Wairinding. Kamu bisa menggunakan jasa mereka (hitung-hitung kasih uang jajan) atau bisa jalan sendiri ke bukit itu. Jangan lupa mengisi buku tamu di depan plang bertuliskan “Bukit Wairinding.”

Juni sampai Juli adalah waktu terbaik untuk berkunjung

Sebenarnya di dekat sini ada Pantai Walakiri tempat kamu bisa melihat magical sunset. Sayangnya, pas saya ke sana cuaca kurang bersahabat.

Jadi, kalau mau melihat sunset keren, jangan ke Sumba pas musim hujan. Menurut obrolan dengan warga lokal, waktu terbaik buat melancong ke Sumba adalah bulan Juni sampai Juli. Di waktu-waktu itu Sumba jarang diselimuti awan, sehingga setiap hari kamu bisa melihat sunset yang menawan.


Baca tulisan Oky Hertanto yang lain di sini.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kalau Mau Menyaksikan “Sunset” Menawan, Jangan Traveling ke Pulau Sumba pas Musim Hujan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/jangan-traveling-ke-pulau-sumba-pas-musim-hujan/feed/ 14 6565
7 Destinasi yang Wajib Dikunjungi di Bumi Laskar Pelangi https://telusuri.id/7-destinasi-menarik-di-belitung/ https://telusuri.id/7-destinasi-menarik-di-belitung/#respond Sun, 01 Oct 2017 17:15:09 +0000 http://telusuri.id/?p=2677 Sekarang siapa sih yang nggak tahu Pulau Belitung? Pulau itu jadi terkenal setelah buku laris Andrea Hirata, Laskar Pelangi, diangkat ke layar lebar. Sampai-sampai Belitung punya julukan baru, yaitu Bumi Laskar Pelangi. Pelancong pun berbondong-bondong...

The post 7 Destinasi yang Wajib Dikunjungi di Bumi Laskar Pelangi appeared first on TelusuRI.

]]>
Sekarang siapa sih yang nggak tahu Pulau Belitung? Pulau itu jadi terkenal setelah buku laris Andrea Hirata, Laskar Pelangi, diangkat ke layar lebar. Sampai-sampai Belitung punya julukan baru, yaitu Bumi Laskar Pelangi. Pelancong pun berbondong-bondong ke sana. Apalagi, sekarang ini akses menuju Pulau Belitung sudah terbilang gampang. Dari Jakarta, naik pesawat hanya perlu waktu sekitar 45 menit. Ongkosnya pun lebih murah dibanding tiket pesawat ke destinasi-destinasi populer lain seperti Yogyakarta atau Bali. Makanya Kemenpar nggak ragu-ragu buat menjadikan Belitung salah satu dari 10 Bali Baru.

Setiba di sana, supaya bisa berkeliaran dengan bebas, kamu bisa menyewa sepeda motor atau mobil. (Kurangnya sarana transportasi publik di Belitung membuat rental kendaraan menjamur.) Di sana kamu nggak akan bertemu dengan yang namanya macet. Alih-alih, kamu akan berkendara di jalanan mulus yang diapit oleh perkebunan sawit yang luas. Tips dari saya: sebelum melakukan perjalanan jauh, selalu pastikan kalau tangki bensin kamu penuh. Soalnya, SPBU di Belitung nggak sebanyak di Pulau Jawa. Alamat celaka kalau kehabisan bensin di tengah jalan.

Tapi, apa saja sih yang ada di Belitung? Ayo kita telusuri sama-sama.

1. Replika SD Muhammadiyah Gantong, Belitung

SD Muhammadiyah Gantong/Oky Hertanto

Satu kata buat kamu yang nggak pernah dengar tentang SD Muhammadiyah Gantong: kebangetan. Untuk keperluan pembuatan film, Riri Riza dkk. membuat replika SD Muhammadiyah Gantong. Setelah syuting, replika SD itu tidak dihancurkan dan dibiarkan begitu saja. Eh, lama-lama jadi tempat wisata. Replika SD ini berada di Kecamatan Manggar, Belitung Timur. Perlu waktu 1,5-2 jam untuk mencapai destinasi wisata ini menggunakan kendaraan bermotor. Tenang saja, nggak pakai macet, kok.

2. Danau Kaolin

Bekas galian timah yang sekarang jadi danau/Oky Hertanto

Siapa bilang areal bekas pertambangan nggak bisa jadi objek wisata? Danau Kaolin, ceruk rakasasa bekas galian timah yang terisi air, sekarang jadi salah satu destinasi utama di Belitung. Keindahannya instagrammable banget; air danau warna birunya bakal menyihir mata kita semua. Akses menuju ke sana cukup mudah. Dengan motor atau mobil, kamu bisa ke sana dalam waktu 15 menit dari Bandara Hanadjoeddin Tanjung Pandan.

3. Meseum Kata Andrea Hirata

museum kata andrea hirata
Di dalam Museum Kata Andrea Hirata/Oky Hertanto

Museum literatur pertama di Indonesia ini didirikan oleh Andrea Hirata, sang penulis buku fenomenal Laskar Pelangi. Di dalam meseum itu, selain kopi Laskar Pelangi dalan 20 bahasa, kamu juga akan menjumpai kata-kata atau benda-benda yang berhubungan dengan film Laskar Pelangi. Beberapa cerpen yang ditulis Andrea Hirata juga dipamerkan di sana. Berhubung saya pencinta sastra, saya sangat betah berlama-lama di sana. Apalagi banyak juga kata-kata motivasi yang bisa saya ambil manfaatnya di sana. Dari Tanjung Pandan, museum itu dapat dicapai dalam 1,5-2 jam perjalanan.

4. Pulau Lengkuas

belitung
Mercusuar legendaris Pulau Lengkuas/Oky Hertanto

Di antara semua destinasi di Belitung, Pulau Lengkuas yang di tengahnya ada mercusar inilah barangkali yang paling terkenal di kalangan pelancong. Jaraknya tidak begitu jauh dari bibir pantai Pulau Lengkuas. Pulau ini juga memiliki garis pantai yang cantik, yang diperindah oleh batu-batu granit besar khas Bangka Belitung. Akses menuju pulau ini cukup mudah. Pertama, kamu mesti pergi ke Pantai Tanjung Kelayang, sekitar 45 menit perjalanan dari Tanjung Pandan. Kemudian, dari sana lanjut naik kapal sekitar 15 menit. Pulau Lengkuas juga punya lokasi snorkeling terbaik di Pulau Belitung.

5. Pantai Tanjung Kelayang, Batu Garuda, dan Batu Berlayar

belitung
Perairan jernih Pulau Batu Berlayar/Oky Hertanto

Pantai Tanjung Kelayang adalah pantai paling favorit di Belitung. Jaraknya yang nggak terlalu jauh dari pusat kota Tanjung Pandan membuatnya selalu ramai di akhir pekan. Pasca-GMT (gerhana matahari total) 9 Maret 2016 lalu, Pantai Tanjung Kelayang jadi makin populer sebab pantai itu jadi titik berkumpul untuk melihat GMT di daerah Belitung. Selain itu, dekat dengan Pantai Tanjung Kelayang terdapat dua pulau batu granit yang sangat unik, yakni Batu Garuda dan Batu Berlayar. Mengapa namanya Batu Garuda dan Batu Berlayar? Karena batu granit besar tersebut menyerupai kepala burung garuda dan layar sebuah kapal.

6. Pantai Tanjung Tinggi

belitung
Batu-batu raksasa di Pantai Tanjung Tinggi/Oky Hertanto

Tidak jauh dari Pantai Tanjung Kelayang terdapat Pantai Tanjung Tinggi yang merupakan lokasi syuting film Laskar Pelangi. Pantai ini dikelilingi oleh batu-batu granit berukuran raksasa yang umurnya mungkin sudah ribuan tahun. Setelah ngobrol dengan warga lokal, barulah saya tahu bahwa pantai ini cocok sekali jadi tempat untuk melihat matahari terbit (sunrise). Matahari bakal terbit dengan elok di antara batu-batu besar.

7. Bukit Berahu

Pose yoga di Bukit Berahu/Oky Hertanto

Kebalikan dari Pantai Tanjung Tinggi, Bukit Berahu merupakan destinasi terbaik untuk melihat matahari terbenam (sunset) di Belitung. Saat sunset tiba, pemandangan di sana akan terlihat indah sekali; menenangkan hati dan jiwa. Suara debur ombaknya bakal membuatmu betah nongkrong lama-lama di sana sambil merenung. Lokasinya nggak terlalu jauh dari Pantai Tanjung Tinggi, hanya berjarak sekitar 30 menit perjalanan. Pantai ini memang agak jauh dari jalan raya. Saat saya main ke sana, nggak terlihat papan penunjuk arah menuju areal pantai tersebut. (Tapi kamu harus bayar retribusi Rp 10.000/orang, dapat bonus minuman gratis.) Makanya kalau kamu menjelajah Belitung tanpa pemandu, saya sarankan buat memakai waze atau google maps biar nggak nyasar.

Bagaimana? Tertarik buat ke salah satu dari 10 Bali Baru ini?

The post 7 Destinasi yang Wajib Dikunjungi di Bumi Laskar Pelangi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/7-destinasi-menarik-di-belitung/feed/ 0 2677
Terpukau Keindahan Gua Bawah Air Danau Matano https://telusuri.id/gua-bawah-air-danau-matano/ https://telusuri.id/gua-bawah-air-danau-matano/#comments Wed, 05 Jul 2017 09:57:34 +0000 http://telusuri.org/dev/?p=383 Mungkin nama Sorowako masih asing di telinga kamu. Kota itu terletak di ujung timur Provinsi Sulawesi Selatan dan tersohor sebagai wilayah penghasil nikel terbesar di Indonesia. Dari Makassar, perjalanan darat menggunakan bis atau kendaraan pribadi...

The post Terpukau Keindahan Gua Bawah Air Danau Matano appeared first on TelusuRI.

]]>
Mungkin nama Sorowako masih asing di telinga kamu. Kota itu terletak di ujung timur Provinsi Sulawesi Selatan dan tersohor sebagai wilayah penghasil nikel terbesar di Indonesia.

Dari Makassar, perjalanan darat menggunakan bis atau kendaraan pribadi memakan waktu 12-14 jam. Dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, kamu bisa naik taksi, Damri, atau GrabCar menuju Terminal Daya. Di terminal bis ini banyak sekali PO yang melayani rute menuju Sorowako, antara lain Mega Mas, Bintang Timur, Bintang Prima, dan masih banyak lagi. Dengan ongkos berkisar antara 200-300 ribu, hampir semua armada bis menuju Sorowako memiliki tempat duduk yang nyaman sekali. Serasa naik pesawat karena bangkunya dilengkapi sandaran untuk kaki, juga selimut yang bisa digunakan selama perjalanan. Fasilitas bis yang memanjakan penumpang itu akan membuat perjalanan panjang ke Sorowako tidak terasa melelahkan.

Rumah tahan gempa di kompleks PT Vale Indonesia/Oky Hertanto

Sebenarnya di Sorowako ada sebuah bandara milik PT Vale Indonesia, perusahaan pengelola tambang nikel. Penerbangan untuk umum dari Makassar ke Sorowako pun sudah dibuka. Namun jadwalnya masih tentatif sebab pesawat yang digunakan adalah armada pribadi PT Vale Indonesia. Jadi jika ingin pergi dengan pesawat kamu harus mengontak PT Vale Indonesia terlebih dahulu untuk menanyakan jadwal penerbangan. Lama perjalanan udara hanya sekitar 45 menit sampai 1 jam dengan harga tiket di kisaran 600-800 ribu.

Danau indah dekat tambang nikel

Sebelum memasuki terminal di Sorowako kamu akan melewati pertambangan nikel yang luas, di mana kendaraan-kendaraan tambang raksasa lalu lalang. Namun Kota Sorowako sendiri lumayan sepi. Nah, di balik sepi dan damainya Kota Sorowako serta megahnya pertambangan nikel di sana, pasti kamu tak menyangka bahwa di kota ini tersembunyi keindahan alam yang akan mengundang decak kagum para petualang, yakni Danau Matano dan gua bawah air.

Danau Matano disebut-sebut sebagai salah satu danau terdalam di Asia Tenggara dan urutan delapan di dunia. Danau yang sumber airnya berasal dari mata air di Desa Matano ini cukup luas meskipun memang tidak sebesar Danau Toba di Sumatera Utara. Letaknya tidak seberapa jauh dari Terminal Bis Sorowako. Hanya terpaut 10 menit saja. Kamu bisa mengunjungi danau ini kapan saja sepanjang tahun—tidak ada musim khusus untuk mengujungi Matano.

Duduk-duduk di atas platform kayu sambil menikmati pemandangan Danau Matano/Oky Hertanto

Perjalanan jauhmu menuju Sorowako akan dibayar lunas oleh pemandangan indah lanskap Danau Matano. Keindahan danau ini memang sangat memanjakan mata. Dan ada sensasi tersendiri yang muncul ketika mengarungi atau menyusuri danau yang diapit oleh perbukitan itu.

Kamu bisa menyewa perahu yang disebut raft untuk menyusuri danau. Airnya yang sangat  jernih dan sejuk akan membuatmu betah untuk berlama-lama bermain air di Danau Matano. Saking jernihnya air Matano, dari permukaan kamu bisa melihat ikan-ikan yang berenang di dalam danau. Karena Danau Matano adalah danau air tawar, saat berenang atau snorkeling di sini mata kamu tak akan perih. Tapi kalau tidak terlalu suka main air, kamu juga bisa sekadar berjalan-jalan santai di atas platform kayu yang dibangun di tepian danau.

Jernihnya air Danau Matano
Jernihnya air Danau Matano/Oky Hertanto

Mampir di gua bawah air

Di danau ini juga ada beberapa gua yang bisa kamu kunjungi. Di antara gua tersebut barangkali yang paling unik adalah gua bawah air, yang lokasinya bisa kamu capai dengan raft sewaan. Ada dua cara untuk memasuki gua bawah air itu. Pertama, menyelam langsung ke mulut gua. Kedua, menaiki bukit di samping gua kemudian meloncat dari ketinggian sekitar dua meter—cocok sekali buat kamu yang ketagihan memompa adrenalin.

Awalnya barangkali kamu akan ragu untuk memasuki gua itu. Tampak luar tidak ada yang spesial. Namun setelah menyelam sedikit ke bawah, kamu akan merasa seperti berada di sebuah tempat ajaib. Air di dalam gua tersebut berwarna biru dan udara juga sangat sejuk. Gua tersebut bak bonus setelah kamu lelah seharian menyusuri Danau Matano. Jangan lupa membawa tripod atau pencahayaan ekstra untuk memotret interior gua, sebab cahaya alami hanya berasal dari lubang tak terlalu besar di atap gua—dan di dalam gua sangat gelap!

Birunya gua bawah air Danau Matano
Birunya gua bawah air Danau Matano/Oky Hertanto

Ternyata Sulawesi Selatan tak cuma Tanjung Bira, Tana Toraja, atau Kepulauan Takabonerate yang sudah tersohor hingga ke mancanegara sana. Ujung timur Sulawesi Selatan juga menyimpan keindahan alam yang sungguh mempesona. Jadi, apakah kamu tertarik untuk menyaksikan langsung keindahan alam Danau Matano dan gua bawah air di Sorowako?

Kalau berkunjung ke sini ikutlah untuk menjaga kebersihan danau. Jangan sekali-kali membuang sampah sembarangan apalagi sampai merusak ekosistemnya. Kenapa begitu? Agar keindahan Danau Matano dan gua bawah air bisa terus dinikmati hingga anak cucu kita di masa yang akan datang. Pokoknya, suistainable tourism harga mati!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Terpukau Keindahan Gua Bawah Air Danau Matano appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/gua-bawah-air-danau-matano/feed/ 1 383