Fatimah Majid, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/author/fatimah-majid/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 30 Dec 2022 01:28:46 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Fatimah Majid, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/author/fatimah-majid/ 32 32 135956295 Cerita dari Atas KM Dobonsolo https://telusuri.id/cerita-dari-atas-km-dobonsolo/ https://telusuri.id/cerita-dari-atas-km-dobonsolo/#respond Sat, 28 Jan 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36963 Kereta api yang membawa saya dari Yogyakarta menuju Surabaya tiba di Stasiun Gubeng pukul sebelas lewat sedikit waktu setempat, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 6 jam. Usai melaksanakan salat dan beristirahat beberapa saat, saya kemudian...

The post Cerita dari Atas KM Dobonsolo appeared first on TelusuRI.

]]>
Kereta api yang membawa saya dari Yogyakarta menuju Surabaya tiba di Stasiun Gubeng pukul sebelas lewat sedikit waktu setempat, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 6 jam.

Usai melaksanakan salat dan beristirahat beberapa saat, saya kemudian beranjak dari stasiun Gubeng menuju Pelabuhan Tanjung Perak. Keluar dari stasiun saya memilih menumpang mobil karena barang bawaan yang cukup banyak. Kendaraan roda empat ini lalu melaju di jalan Surabaya yang terik. Surabaya sore itu yang tampak teramat sibuk, serupa rumah yang sedang menggelar hajatan. 

Sesampainya di Pelabuhan Tanjung Perak, saya kemudian masuk menuju ruang tunggu yang telah dipenuhi penumpang lain, mereka menghampar berkelompok di lantai, di atas koran dan karpet-karpet sederhana yang cukup untuk menghangatkan tubuh.

Stasiun Surabaya Gubeng
Stasiun Surabaya Gubeng/Fatimah Majid

Melakoni perjalanan laut di Indonesia, khususnya di Indonesia bagian tengah dan timur, memang cukup sulit. Jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal tidak menentu. Maka jika tidak ingin ketinggalan, harus sering-sering mengecek jadwal keberangkatan di website Pelni. Jika jadwal sudah “pasti” juga harus tiba di pelabuhan selambat-lambatnya sehari sebelum jadwal keberangkatan. 

Sembari Menunggu Kapal

Begitu mendapatkan kursi, saya mendudukkan tas yang saya panggul; satu tas carrier, tas ransel dan koper. Lalu menarik napas lega karena sudah bisa meluruskan kaki. Ini merupakan pengalaman pertama saya berlayar seorang diri. Dulu sekali, waktu masih duduk di bangku sekolah menengah atas, terakhir kali saya naik kapal dari Kalimantan ke Sulawesi bersama bapak dan adik laki-laki saya. 

Petang itu, dari balik kaca transparan, saya menyaksikan Kapal Dharma Kencana yang tengah bersandar memuntahkan barang-barang dan penumpang. Kapal Dharma Kencana itu sangat besar nan megah berwarna putih yang memenuhi dermaga. Dari informasi yang saya dapatkan di YouTube, itu adalah kapal bekas pakai dari Jepang.

Di tempat lain, Kapal Kelimutu tujuan Jakarta yang tengah sandar tengah memuat barang. Sembari memasukkan barang-barang ke lambung kapal. Truk-truk berukuran sangat besar yang entah memuat apa ikut memenuhi dermaga, serta mobil-mobil yang mengantre panjang, untuk masuk ke dalam kapal. 

Menjelang Magrib, siluet-siluet kapal mulai tampak jelas, di belakangnya matahari masih memancarkan sinar. Semburat senja tampak sangat anggun. Sayangnya, saya hanya bisa menyaksikannya dari balik kaca. 

Mustahil berada di tempat ramai di Indonesia tanpa mengobrol.  Selama menunggu di ruang tunggu pelabuhan, beberapa penumpang lain tampaknya penasaran terhadap saya. Mungkin karena melihat saya melakoni perjalalanan seorang diri dengan barang bawaan yang cukup banyak. Mereka bolak-balik ke kursi tempat saya duduk, mengajak berkenalan, bertukar cerita, menawari bantuan menjagakan barang bawaan, bahkan menyodorkan makanan. Tidak berapa lama kemudian, beberapa dari mereka duduk membelakangi kursi yang saya tempati, membawa gitar dan menendangkan beberapa buah lagu.

Tak berenti di situ, sampai di atas kapal, mereka terus membantu, membawakan barang, mencarikan tempat di atas kapal. Terkadang saya merasa seperti penumpang istimewa karena terus mendapat bantuan dari mereka, dan kadang-kadang merasa bingung harus dengan cara apa membalas kebaikan mereka semua.

Dobonsolo Bersandar

Mendadak terdengar suara klakson dari cakrawala memecah keheningan. KM Dobonsolo telah tiba. Suaranya lebih dulu terdengar. Perlahan KM Dobonsolo muncul. Kecil, lalu perlahan membesar, sampai akhirnya bersandar di dermaga. Massa beraksi. Orang-orang mulai membereskan tikar masing-masing, bersiap menyongsong perjalanan panjang melintasi lautan.

Setelah semalaman berada dalam posisi duduk tegak di kursi, sungguh nyaman rasanya bisa meluruskan kaki di tempat datar. Saya berbaring dengan posisi yang cukup nyaman. 

Di atas kapal, setiap ranjang sudah dilengkapi dengan lubang pengisi daya, tempat menyimpan barang bawaan, pendingin ruangan sentral—meskipun tidak begitu terasa, tetapi cukup untuk mendinginkan dek kapal, juga tong sampah yang ada hampir di setiap sudut kapal. Kamar mandinya pun selalu dibersihkan.

Pagi hari datang dalam sekejap. Pengumuman melalui pengeras suara memberitahukan waktu azan Subuh telah tiba. KM Dobonsolo perlahan meninggalkan Pelabuhan Tanjung Perak.

Pada bulan Ramadan, kapal menyediakan makanan untuk sahur. Penumpang yang akan menunaikan ibadah puasa, dapat mengambil makanan dengan membawa tiket masing-masing yang sudah diberi tanda oleh kru kapal. Setelah mendengar pengumuman dari balik pengeras suara, saya bergegas mengambil makan, kemudian sahur, lalu menunaikan salat Subuh di musala kapal. Kemudian menghabiskan waktu menyambut matahari pagi yang perlahan memakan habis gelap langit malam.

Tak berapa lama berselang sejak kapal mulai berlayar, kelucuan-kelucuan mulai bermunculan yang membuat saya tidak mampu menahan tawa. Selama di atas kapal, saya dan penumpang lain banyak bertukar cerita, saling melempar beberapa pertanyaan. Saat mulai merasa bosan, mereka akan mulai mengeluarkan gitar dan menendangkan beberapa buah lagu, memecah kehingan di atas kapal.

Lembayung matahari tenggelam seiring kumandang azan Magrib dari balik pengeras suara sebagai pertanda sudah saatnya berbuka puasa. Saya naik di atas dek kapal untuk menyaksikan siluet senja nan indah dan meneguk air putih untuk berbuka puasa. Setelah itu turun dan bergegas menuju musala.

Pelabuhan Anging Mamiri Makassar
Pelabuhan Anging Mamiri Makassar/Fatimah Majid

Kapal bersandar mendekati pukul 11.00 WITA di pelabuhan Makassar. Kami turun dengan perasaan lega. Sebelum berpisah di Pelabuhan Makassar, saya mengambil beberapa foto mereka berlatar masjid berwarna biru di pelabuhan, sayangnya tidak ada foto bersama. Surabaya–Makassar merupakan pelayaran pertama saya seorang diri. Bertemu dengan orang-orang baru yang menyenangkan, makanan dingin dengan sayuran layu, percakapan ngalor-ngidul, dan segala senang dan haru di atas kapal yang tak akan terlupa.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Cerita dari Atas KM Dobonsolo appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/cerita-dari-atas-km-dobonsolo/feed/ 0 36963
Menyibak Cerita Budaya dan Sejarah Kete’ Kesu di Tana Toraja https://telusuri.id/menyibak-cerita-budaya-dan-sejarah-kete-kesu-di-tana-toraja/ https://telusuri.id/menyibak-cerita-budaya-dan-sejarah-kete-kesu-di-tana-toraja/#respond Wed, 07 Sep 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=35175 Pukul 10.00 WITA, rombongan kami yang berjumlah sepuluh orang dengan lima sepeda motor, melaju menyusuri jalan poros Toraja menuju Desa Kete’ Kesu di Kampung Bunoran, Kelurahan Paepalean, Kecamatan Sanggalangi, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Kami membawa...

The post Menyibak Cerita Budaya dan Sejarah Kete’ Kesu di Tana Toraja appeared first on TelusuRI.

]]>
Pukul 10.00 WITA, rombongan kami yang berjumlah sepuluh orang dengan lima sepeda motor, melaju menyusuri jalan poros Toraja menuju Desa Kete’ Kesu di Kampung Bunoran, Kelurahan Paepalean, Kecamatan Sanggalangi, Toraja Utara, Sulawesi Selatan.

Kami membawa bekal berupa informasi mengenai peninggalan purbakala, beberapa di antaranya yakni mengenai kuburan batu yang berada di Kete’ Kesu dan jajaran rumah adat masyarakat Toraja—Tongkonan, yang diperkirakan sudah berusia ratusan tahun. 

Buah Tangan Khas Toraja di Kios Kompleks Kete_ Kesu
Buah tangan khas Toraja di kompleks Kete’ Kesu/Fatimah Majid

Tiba di Kete’ Kesu

Suasana pagi yang menenangkan di Toraja menyapa kami begitu memasuki Kete’ Kesu. Kios-kios yang menjajakan berbagai buah tangan khas Toraja mulai dari tas, sarung, kaos, gelang, parang, ikat kepala, miniatur rumah tongkonan, ukiran-ukiran khas Toraja, serta kopi Toraja yang sudah terkenal hingga mancanegara ikut menyambut kedatangan kami.

Loket Masuk
Loket masuk/Fatimah Majid

Sebuah loket sederhana dengan ukuran cukup kecil, penuh dengan stiker-stiker yang ditempelkan oleh para pengunjung, menjadi pertanda bahwa mereka telah menginjakkan kaki di salah satu tempat yang menyimpan daya magis dalam kultur yang luar biasa. Kami lalu membayar biaya retribusi sebesar Rp15.000 per orang, sebagai tiket masuk ke lokasi wisata. Belum tersebut termasuk biaya masuk ke dalam kuburan batu.

Cerita tentang Makna Tongkonan

Lumbung Padi (Alang Sura)
Lumbung padi (alang sura)/Fatimah Majid

Saat mulai memasuki Kete’ Kesu, sepanjang mata memandang, saya melihat rumah adat tongkonan yang berjejer rapi berjumlah enam, dibangun menghadap ke arah utara, berhadapan dengan lumbung padi yang disebut alang sura’ yang berdiri di sebelah timur. Jumlahnya ada 12. 

Masyarakat Toraja meyakini bahwa para leluhur mereka berasal dari utara, sehingga rumah adatnya pun dibangun menghadap ke arah tersebut. Bahkan, mereka percaya jika setiap orang yang telah meninggal akan berkumpul kembali dengan arwah leluhur yang berada di utara. 

Tongkonan yang berada di Kete’ Kesu ini berasal dari leluhur Puang Ri Kesu’ serta merupakan salah satu tongkonan layuk tua di Toraja, mempunyai peran dan fungsi sebagai sumber pemerintahan dan kekuasaan adat di wilayahnya pada masa lampau.

Rumah tongkonan di Kete’ Kesu dipenuhi dengan ukiran-ukiran indah, di depan tongkonan terdapat sebuah tiang tempat puluhan tanduk tedong (kerbau) yang disusun berbentuk vertikal. Tanduk-tanduk tedong tersebut melambangkan seberapa sering pemilik rumah melakukan upacara adat serta menjadi penanda kelas sosial dari pemilik rumah. Kerbau di Toraja harganya mencapai ratusan juta, bahkan ada  kerbau yang harganya mencapai satu miliar. Kerbau tersebut adalah kerbau saleko, yang identik berwarna putih dengan corak hitam.

Rumah Tongkonan
Rumah tongkonan/Fatimah Majid

Faktanya, Kete’ Kesu yang kami kunjungi ini menjadi saksi sejarah awal mula keberadaan masyarakat di Tana Toraja. Selain itu, Kete’ Kesu merupakan sebuah desa wisata yang terkenal karena adat serta kehidupan tradisional masyarakatnya yang memegang teguh adat para leluhur.

Ada banyak keunikan dari rumah tongkonan. Beberapa di antaranya yakni, masyarakat membangun rumah tersebut dengan menumpukkan kayu sedemikian rupa sehingga tidak ada paku yang tersemat di rumah ini.

Jika pada umumnya rumah digunakan sebagai tempat untuk beristirahat bagi pemiliknya, namun hal ini tidak berlaku bagi rumah tongkonan. Masyarakat memanfaatkan kolong rumah sebagai kandang untuk hewan ternak. Mereka juga membagi rumah menjadi beberapa bagian, yang salah satu bagiannya digunakan sebagai tempat untuk menyimpan jenazah dari kerabatnya yang belum bisa dikuburkan. Karena Kete’ Kesu sudah menjadi kompleks wisata, maka tidak ada yang menghuni rumah tongkonan di sini.

Keunikan lain dari tongkonan yakni atap rumah yang menjulang, berbentuk seperti perahu tertelungkup, terbuat dari buritan yang berlapis ijuk hitam. Bentuk atap tersebut, diibaratkan seperti tanduk tedong (kerbau). 

Hampir seluruh bagian dari rumah tongkonan punya ukir-ukiran. Ukiran kepala kerbau  berarti kemakmuran. Ada juga ukiran yang berbentuk seperti air, maknanya berhubungan dengan kehidupan dan kesuburan. Selain itu, pada badan tongkonan terdapat ornamen gambar-gambar berukuran kecil yang menceritakan kejadian atau kegiatan tertentu, biasanya ritual-ritual yang sering dilakukan oleh masyarakat Toraja. 

Masyarakat juga menggunakan pewarna alami untuk mengecat tongkonan. Masing-masing warna memiliki makna, seperti warna hitam yang melambangkan kesedihan, warna putih melambangkan kesucian, warna kuning melambangkan kemurnian, serta warna merah yang melambangkan keberanian.

Peninggalan Purbakala di Kete’ Kesu

Desa Kete’ Kesu juga menyimpan berbagai peninggalan purbakala. Peninggalan tersebut berupa kuburan batu yang diperkirakan telah berumur ratusan tahun. Peninggalan tersebut, bisa menjadi bukti kehidupan sebelumnya di kawasan ini.

Rombongan kami memutuskan untuk menyusuri gua yang ada di Kete’ Kesu. Kami melewati kios-kios yang menjajakan berbagai buah tangan khas Toraja, sama seperti yang kami temui sebelum masuk di tempat wisata ini, hanya saja, di sini jumlahnya lebih banyak.

Kuburan Modern (Patane) Untuk Bangsawan
Kuburan modern (patane) untuk bangsawan/Fatimah Majid

Kemudian kami melewati beberapa kuburan modern, yang bagi masyarakat Toraja disebut patane, serta peti mati tradisional yang dihiasi dengan ukiran yang disebut erong. Erong yang berbentuk kepala babi diperuntukkan untuk jenazah perempuan, sedangkan erong jenazah laki-laki berbentuk kepala kerbau.

Kami lalu menaiki anak tangga. Di sepanjang anak tangga, terlihat peti-peti tua tersusun rapi di dinding-dinding gua yang berisi tulang-tulang manusia. Beberapa di antaranya bahkan sudah tidak memiliki penutup sama sekali. Terdapat juga beberapa patung yang diperuntukkan bagi mereka yang sudah meninggal, yang disebut tau-tau, sebagai representasi orang yang dimakamkan dan dipasang di depannya. 

Pemandu wisata yang menemani kami selama di dalam gua menjelaskan banyak hal perihal tradisi pemakaman, mulai dari cerita tengkorak-tengkorak yang terdapat di dalam gua yang diperkirakan sudah berusia ratusan bahkan ribuan tahun, tentang kondisi gua yang dulunya masih aktif dan dipenuhi dengan stalaktit dan stalakmit, hingga kondisinya yang lama kelamaan semakin mengecil. 

Pemandu wisata juga tak lupa mewanti-wanti kami untuk tidak mengganggu apapun yang terdapat di dalam gua. Adat istiadat yang terdapat di tempat ini masih sangat kental, sehingga para pengunjung tidak boleh bertindak sembarangan. Karena, penyelesaian masalah tidak hanya berurusan dengan pihak yang berwajib saja, namun akan mendapatkan peringatan adat yang dilakukan langsung oleh tokoh masyarakat. Hukuman yang akan diberikan cukup bervariasi, tergantung dari perbuatan pelaku dan dapat berupa persembahan hewan untuk disembelih.

Kuburan batu yang terdapat di Kete’ Kesu sendiri sudah tidak difungsikan lagi, namun tetap menerima pengunjung yang ingin tahu lebih dalam akan sejarah kuburan batu yang telah berusia ratusan tahun tersebut.

Penggunaan gua alam (liang) sendiri sebagai tempat penguburan, tidak lepas dari bentuk peringatan dan penghormatan kepada leluhur yang datang pertama kali di Kesu’, yaitu Puang Ri Kesu’ dan menginap di gua alam sebelum membangun tongkonan. Setelah meninggal, jenazah Puang Ri Kesu’ dimasukkan ke dalam erong dan disimpan di dalam gua.

Sisa-sisa Tengkorak yang terdapat di dalam gua
Sisa-sisa tengkorak yang terdapat di dalam gua/Fatimah Majid

Satu fakta yang membuat saya tertegun dan semakin kagum dengan tradisi masyarakat di Tana Toraja yang masih terjaga ini, ketika mengetahui alasan orang Toraja tidak memakamkan mayat di dalam tanah. Alasan mereka, karena orang Toraja tidak ingin memasukkan sesuatu yang mati atau jasad ke dalam sumber makanan mereka.

Perjalanan ke Kete’ Kesu kali ini memberi banyak pelajaran serta menambah ketakjuban saya terhadap kehidupan masyarakat di Tana Toraja. Membuka mata saya bahwa Indonesia benar-benar kaya akan budaya dan tradisi masyarakatnya. Toraja, sebuah tempat di mana masyarakatnya menjaga erat kebudayaan dari para leluhur sampai hari ini, dan sebuah tempat untuk selalu merendahkan diri dan belajar dari orang-orang yang sudah pernah ada, yaitu para leluhur.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menyibak Cerita Budaya dan Sejarah Kete’ Kesu di Tana Toraja appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menyibak-cerita-budaya-dan-sejarah-kete-kesu-di-tana-toraja/feed/ 0 35175
Selamat Pagi dari Negeri di Atas Awan To’Tombi Lolai https://telusuri.id/selamat-pagi-dari-negeri-di-atas-awan-totombi-lolai/ https://telusuri.id/selamat-pagi-dari-negeri-di-atas-awan-totombi-lolai/#respond Wed, 31 Aug 2022 09:00:08 +0000 https://telusuri.id/?p=34963 Setelah menunggu beberapa pekan, akhirnya saya akan benar-benar memulai perjalanan menuju Tana Toraja. Salah satu tempat yang sudah sejak lama begitu ingin saya sambangi. Dalam perjalanan ini saya bersama Nadia—sahabat saya sejak duduk dibangku sekolah...

The post Selamat Pagi dari Negeri di Atas Awan To’Tombi Lolai appeared first on TelusuRI.

]]>
Setelah menunggu beberapa pekan, akhirnya saya akan benar-benar memulai perjalanan menuju Tana Toraja. Salah satu tempat yang sudah sejak lama begitu ingin saya sambangi. Dalam perjalanan ini saya bersama Nadia—sahabat saya sejak duduk dibangku sekolah dasar—serta beberapa temannya yang ia temui saat KKN di Kabupaten Pinrang. Mereka adalah Yusuf, Kak Asriani, Kak Hasrul, Tommy, Kak Evos, Kak Busran, Aswin, dan Kak Songgeng—yang menambah deretan panjang perkenalan saya dengan orang-orang dalam petualangan kali ini.

Kami bertolak dari Kota Pinrang pukul 14.30 dengan lima sepeda motor berboncengan. Sesuai rencana awal, kami seharusnya berangkat dari Pinrang paling lambat pukul 10.00 WITA. Hanya saja karena saya berangkat dari Kabupaten Sidrap dan menemui kendala selama perjalanan, akhirnya saya baru tiba di Pinrang sekitar pukul 1 siang.

Motor kami melaju sepanjang jalan Poros Pinrang menuju Enrekang. Jalanan tampak cukup lenggang, sesekali kami berpapasan dengan beberapa truk besar yang mengangkut barang begitu banyak dan beberapa mobil yang saling susul-menyusul. Setelah beberapa saat, kami singgah sebentar di sebuah warung kecil di daerah Enrekang untuk istirahat dan membeli minuman.

Topografi jalur dari Kabupaten Enrekang menuju Tana Toraja terdiri dari tikungan tajam yang menjadi tantangan tersendiri dalam perjalanan kami, serta beberapa jalanan berlobang, yang membuat kami harus rela menghantam kerasnya jalanan tersebut. Namun, pegunungan karst mendominasi perjalanan kami, yang tampak sangat menakjubkan, serta perpaduan bebatuan alam yang menjulang tajam, mulai dari yang tumpul sampai cadas bergerigi, serta gugusan gunung-gunung hijau dan juga gundukan-gundukan tanah menambah indah panorama sepanjang perjalanan menuju Tana Toraja.

Pukul 16.50 WITA kami berada tepat di depan gapura bertuliskan “Selamat Datang di Tana Toraja”. Gapura ini sekaligus menjadi tanda jika rombongan kami telah memasuki Kabupaten Tana Toraja. Kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Makale, sebuah kecamatan yang juga merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Tana Toraja.

Ketika tiba di Toraja, saya baru memahami bahwa ternyata Tana Toraja terbagi dalam dua kabupaten, yaitu Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara. Makale sebagai Ibu Kota Tana Toraja, sedangkan Toraja Utara berpusat di Rantepao. Jarak antara Makale dan Rantepao hanya terpaut setengah jam perjalanan.

Monumen Perjuangan Toraja
Monumen Perjuangan Toraja/Fatimah Majid

Tepat pukul 17.35 WITA, rombongan kami tiba di Monumen Perjuangan Toraja, yang berada di tengah kota. Di sebuah kolam berdiri kokoh patung pahlawan Tana Toraja, Lakipadada. Lakipadada adalah nama pejuang lokal dari Tana Toraja. Kolam ini disimbolkan sebagai monumen perjuangan Toraja yang diresmikan Wapres Jusuf Kalla pada 28 Oktober 2006 lalu. Selain itu, tak jauh dari kolam berdiri kantor DPRD Tana Toraja yang dibangun dengan ciri khas rumah adat Tana Toraja, yaitu rumah tongkonan. Tampak dari sebuah puncak bukit berdiri megah patung Yesus, yang menjadi ikon di Tana Toraja yang juga merupakan patung Yesus tertinggi di dunia.

Monumen perjuangan ini menjadi tempat kami beristirahat dan menikmati jajanan yang sedang mangkal tak jauh dari tempat kami memarkirkan motor. Senja tampak sangat indah dari tempat ini, merah merekah, dengan siluet tanda salib.

Kami kembali menempuh perjalanan menuju To’Tombi. Jarak tempuh dari Monumen Perjuangan Toraja menuju To’Tombi kurang lebih sekitar 30-40 menitan. 

Tiba di To’Tombi Lolai

Tempat Pembelian Tiket Masuk To_Tombi
Tempat pembelian tiket masuk To’Tombi Lolai/Fatimah Majid

To’Tombi Lolai berada di Kampung Lolai, Desa Benteng Mamullu, Kecamatan Kapala Pitu, Kabupaten Tana Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Berada di ketinggian 1.300 mdpl dan terkenal dengan julukan negeri di atas awan, dengan suguhan kumpulan awan putih yang memanjakan mata.

Perjalanan menuju To’Tombi dapat ditempuh menggunakan sepeda motor atau mobil, dengan kondisi jalan menanjak dan beberapa tikungan tajam.

Saat di To’Tombi Lolai kami kemudian membayar biaya retribusi sebesar Rp15.000/orang. Jika ingin mendirikan tenda dikenakan biaya Rp200.000/tenda yang disediakan oleh pengelola wisata. Dan dipersilakan mendirikan tenda yang dibawa masing-masing dengan membayar biaya sebesar Rp50.000/tenda.

Fasilitas Cafe di To_Tombi
Fasilitas kafe di To’Tombi/Fatimah Majid

Pengelola To’Tombi menyediakan fasilitas yang terbilang sangat lengkap, mulai dari vila, Toraja traditional house, gazebo, tents, cafe dan juga kantin, flying fox, ruangan untuk salat, toilet dan tempat mandi yang bersih. Kawasan To’Tombi dapat menjadi tempat yang cocok untuk melepas penat.

Setelah selesai membayar biaya retribusi, kami kemudian mengangkut barang bawaan dan segera mendirikan tenda. Setelah selesai mendirikan tenda kami menanak nasi dan menyiapkan perlengkapan makan.

Kami berkumpul di belakang tenda, menikmati makanan yang kami bawa, ayam yang sudah dimarinasi dan direbus serta beberapa bungkus mi instan. Sesekali kami bercanda dengan selera humor yang sama. Setelah selesai makan, beberapa diantara kami menyeruput kopi dengan khidmat, sambil mengamati lanskap sekitar.

Santapan Malam
Santap malam/Fatimah Majid

Saat malam hari udara di To’Tombi Lolai terasa sangat sejuk, dengan hamparan pepohonan pinus dan gulungan kabut yang tebal. Pemandangan Tana Toraja dari To’Tombi memancarkan cahaya yang tampak semarak di malam hari.

Matahari Terbit di To’Tomboi Lolai

To_tombi di Pagi Hari
To’Tombi saat pagi hari/Fatimah Majid

Sekitar pukul 4 pagi, To’Tombi sudah ramai oleh wisatawan. Perlahan fajar mulai menyeruak. Pagi itu, To’Tombi mulai mewujud dan berubah dari siluet menjadi lukisan lanskap yang indah. Gurat-guratnya semakin nyata. Gumpalan awan putih dan warna langit yang merah merekah. Cahaya matahari mengambil alih pagi itu.

Saya kemudian mencari tempat duduk yang nyaman untuk menikmati pemandangan yang menakjubkan ini. Sesekali mengambil beberapa foto dan video.

Setelah cukup lama menikmati panorama matahari terbit. Kami mengambil beberapa foto untuk mengabadikan momen secara bergantian. Sesekali meminta bantuan wisatawan lain untuk memotret rombongan kami.

Usai itu, kami bersiap untuk pulang. Membereskan tenda, membersihkan sampah-sampah dan memastikan tidak ada sampah yang tertinggal. 

Udara pagi itu menenangkan, menuntun perjalanan kami meninggalkan To’Tombi. Dengan hamparan pepohonan pinus yang berjejer sepanjang perjalanan kami. Suasana pedesaan yang selalu dirindukan, berpapasan dengan anak-anak kecil berseragam putih merah menjejak aspal sambil melempar senyum ramah pada kami.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Selamat Pagi dari Negeri di Atas Awan To’Tombi Lolai appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/selamat-pagi-dari-negeri-di-atas-awan-totombi-lolai/feed/ 0 34963
Air Terjun Karawa, Pesona Wisata di Kabupaten Pinrang https://telusuri.id/air-terjun-karawa-pesona-wisata-di-kabupaten-pinrang/ https://telusuri.id/air-terjun-karawa-pesona-wisata-di-kabupaten-pinrang/#respond Sun, 17 Jul 2022 01:47:00 +0000 https://telusuri.id/?p=34557 Pada pertengahan bulan Mei, saat matahari belum sempurna naik di ufuk timur, saya bersama dua sepupu serta beberapa temannya memacu kendaraan dari Kota Pinrang menuju Jalan Poros Polman-Pinrang mendatangi salah satu wisata yang menjadi buah...

The post Air Terjun Karawa, Pesona Wisata di Kabupaten Pinrang appeared first on TelusuRI.

]]>
Pada pertengahan bulan Mei, saat matahari belum sempurna naik di ufuk timur, saya bersama dua sepupu serta beberapa temannya memacu kendaraan dari Kota Pinrang menuju Jalan Poros Polman-Pinrang mendatangi salah satu wisata yang menjadi buah bibir masyarakat Pinrang yakni Air Terjun Karawa.

Berteduh di daerah Leppangang
Berteduh di daerah Leppangang/Fatimah Majid

Rombongan kami berjumlah delapan orang, melaju dengan empat sepeda motor di jalan poros yang penuh sesak oleh kendaraan lain. Belum setengah perjalanan, hujan turun cukup deras. Kami berteduh di salah satu masjid di daerah Lepanggang. Setelah menunggu beberapa saat, kami memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan dalam kondisi hujan.

Harga Tiket Masuk Air Terjun Karawa

Air Terjun Karawa masih dikelola secara tradisional oleh masyarakat setempat. Untuk masuk ke objek wisata ini, dikenakan tarif relatif murah. Harga tiket anak-anak maupun orang dewasa sama. Begitu juga, tidak ada perbedaan harga untuk hari biasa dan akhir pekan. Harga karcisnya Rp5.000 per orang. Pendapatan dari HTM tersebut nantinya dikelola oleh masyarakat setempat untuk membersihkan sampah-sampah yang ditinggalkan pengunjung juga sebagai biaya perawatan kawasan.

Rute Menuju Air Terjun Karawa

Berdasarkan informasi dari Google Maps, Air Terjun Karawa terletak di Desa Betteng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang. Membutuhkan waktu tempuh sekitar satu jam perjalanan dari Kota Pinrang. Perjalanan melewati Jalan Poros Polman-Pinrang yang dipadati kendaraan roda empat yang melaju kencang. 

Lokasi air terjun Karawa ini cukup strategis, dimana pada bagian selatan berbatasan dengan kota Pare-Pare, sebelah utara berbatasan dengan Tana Toraja, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) dan Enrekang, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Polmas.

Pagi itu, kami bertolak dari Kota Pinrang. Untuk bisa sampai di lokasi Air Terjun Karawa, pengunjung akan melewati lokasi PLTU Bakaru yang dapat dikatakan sebagai pintu masuk menuju kawasan wisata tersebut. Begitu belok ke jalan menuju Air Terjun Karawa, kami dibuat takjub dengan pemandangan pegunungan hijau yang berselimut kabut. Rumah-rumah warga tampak menyenangkan, hewan peliharaan mereka berlarian di pekarangan.

Rumah Warga yang Dilalui Menuju Air Terjun Karawa
Rumah warga kami lalui/Fatimah Majid

Setelah cukup lama berkendara, kami berhenti di salah satu rumah warga untuk memarkirkan kendaraan. Kondisi jalan masih becek karena hujan sehingga kendaraan kami tak bisa melewatinya. Akhirnya kami memutuskan untuk berjalan sejauh satu kilometer. Di sepanjang perjalanan kami menjumpai beberapa rumah warga, juga beberapa warung-warung kecil. Untuk biaya parkir di rumah warga dikenakan Rp3.000 untuk setiap kendaraan.

Karena harus berjalan kaki, kami jadi bisa menikmati perjalanan. Kondisi jalan yang masih tanah becek dan bebatuan, serta menanjak tak menyulut kami untuk menyerah. Susana desa begitu asri kami rasakan. Tak jarang, kami berinteraksi dengan masyarakat sekitar yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

Suasana Air Terjun Karawa

Air Terjun Karawa
Air Terjun Karawa/Fatimah Majid

Setelah berjalan sejauh kurang lebih satu kilometer, kami tiba di Air Terjun Karawa. Air terjun ini memiliki ketinggian mencapai 50 meter, berada di puncak Gunung Karawa. Air yang mengucur deras, dengan air terjun bertingkat, penuh bebatuan, serta dikelilingi dengan rerimbunan pepohonan besar benar-benar membayar habis perjalanan kami. Dengan ketinggian tersebut, kami bisa mendengar deru air yang turun dari kejauhan. Suasana sangat sejuk, suara kicauan burung merdu menggema. Kami bermain air terjun cukup lama.

Di sini sudah tersedia beberapa fasilitas seperti toilet, gazebo, tempat duduk, tempat ganti pakaian, serta warung makan. Hanya saja, warung makan tidak buka setiap harinya. Selain itu, fasilitas-fasilitas ini juga belum dikelola dengan maksimal oleh masyarakat sekitar.

Pukul 14.20 WITA, kami meninggalkan Air Terjun Karawa. Perjalanan kembali kami tempuh dengan berjalan kaki sejauh satu kilometer. Karena jalan sudah cukup kering dan menurun, perjalanan kami tempuh dengan lebih cepat.

Kami tiba di rumah warga tempat kami memarkirkan kendaraan. Sebelum beranjak pulang, kami membersihkan diri dan mengobrol satu sama lain. Lalu, pas perjalanan pulang, kami berhenti di salah satu warung makan untuk mengisi perut. Setelahnya, barulah kami pulang ke tempat masing-masing.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Air Terjun Karawa, Pesona Wisata di Kabupaten Pinrang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/air-terjun-karawa-pesona-wisata-di-kabupaten-pinrang/feed/ 0 34557
Pendakian Taman Nasional Gunung Merbabu via Selo https://telusuri.id/pendakian-taman-nasional-gunung-merbabu-via-selo/ https://telusuri.id/pendakian-taman-nasional-gunung-merbabu-via-selo/#respond Sun, 05 Jun 2022 01:28:00 +0000 https://telusuri.id/?p=33909 Mendaki gunung dan menjelajahi hutan merupakan salah satu kegiatan yang menyenangkan sekaligus memberikan pengalaman berharga yang tak pernah tergantikan. Gunung dapat dijadikan sebagai gudang pengetahuan. Ekosistem gunung adalah penyangga kehidupan bagi keberlangsungan berbagai makhluk hidup...

The post Pendakian Taman Nasional Gunung Merbabu via Selo appeared first on TelusuRI.

]]>
Mendaki gunung dan menjelajahi hutan merupakan salah satu kegiatan yang menyenangkan sekaligus memberikan pengalaman berharga yang tak pernah tergantikan. Gunung dapat dijadikan sebagai gudang pengetahuan. Ekosistem gunung adalah penyangga kehidupan bagi keberlangsungan berbagai makhluk hidup di dalamnya. Gunung memiliki peran untuk melindungi sumber-sumber air, beragam binatang dan juga tumbuhan, yang turut menjadi penyangga bagi kehidupan manusia.

Taman Nasional Gunung Merbabu merupakan gunung yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, yang secara administratif berada di wilayah Magelang di lereng sebelah barat, Kabupaten Boyolali di lereng sebelah timur dan selatan, dan di sebelah utara kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Gunung Merbabu menjadi salah satu gunung yang memiliki padang sabana yang sangat indah, yang menjadi favorit para pendaki.

Puncak Gunung Merbabu/Fatimah

Pendakian Gunung Merbabu via Selo

Gunung Merbabu dapat diakses melalui beberapa jalur resmi, yaitu; via Selo, via Suwanting, via Thekelan, via Wekas dan via Cuntel. Kali ini, pendakian dilakukan via Selo. Perjalanan dimulai dari Yogyakarta menggunakan sepeda motor. Perjalanan dari Yogyakarta menuju basecamp Selo kurang lebih memakan waktu sekitar 2 jam.

Jalur pendakian Gunung Merbabu via Selo merupakan jalur pendakian yang paling populer di kalangan para pendaki. Lokasi basecamp Selo terletak di desa Genting Tarubatang, Dusun I, Suroteleng, Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Pendakian via Selo menawarkan sabana yang menghampar sangat indah yang dapat memanjakan mata. Gunung Merbabu juga mendapat julukan “karpet hijau”, karena memiliki memiliki sabana yang luas dan juga sejuk.

Sebelum masuk di dalam basecamp, kita harus membayar biaya retribusi, untuk biaya basecamp per-orang Rp5.000 dan biaya parkir untuk satu sepeda motor Rp5.000. Nantinya kita akan diarahkan menuju salah satu basecamp untuk mempersiapkan pendakian.

Saat mulai memasuki jalur pendakian, pendaki akan disambut dengan gapura bertuliskan Jalur Pendakian Selo Taman Nasional Gunung Merbabu. Sebelum memulai pendakian, di kantor resort pendaki harus melakukan registrasi ulang dengan menunjukkan kartu identitas, KTP atau SIM. Sebelumnya para pendaki harus melakukan registrasi secara daring melalui laman resmi Taman Nasional Gunung Merbabu. Dan setiap kelompok atau tim wajib terdiri dari minimal 3 orang dengan menentukan ketua kelompok. Setiap harinya TNGM hanya menyediakan kuota sebanyak 144 orang.

Pengecekan barang pendaki oleh TNGM/Fatimah

Kemudian, barang bawaan juga akan diperiksa dan dihitung jumlahnya dan dituliskan pada formulir jenis dan jumlah barang untuk pengunjung atau pendaki Gunung Merbabu. Setiap barang yang dicatat pada saat pendakian, jumlahnya harus sama dengan jumlah barang pada saat pendaki akan melakukan check out sebelum meninggalkan kantor resort. Bagi para pendaki yang melanggar, akan didenda dengan membeli trash bag sesuai jumlah barang atau sampah yang ditinggalkan selama berada di jalur pendakian.

Sepanjang jalur pendakian, pendaki akan dimudahkan dengan adanya Pal HM dan Pal Bantu, yang dapat dijadikan sebagai petunjuk selama mendaki. Jarak HM-01 menuju HM-02 adalah 100 meter. Pada saat malam hari, jika terkena cahaya senter atau head lamp pal HM akan memantulkan cahaya, untuk memastikan pendaki tidak tersesat.

Melihat Kegagahan Merapi dari Merbabu

Kegagahan Gunung Merapi dari Gunung Merbabu/Fatimah

Setelah melewati Pos 1 (Dok. Malang), trek belum terlalu curam Jarak tempuh dari basecamp menuju Pos 1 kurang lebih 1,5 jam. Pos 1 ini memiliki ketinggian 2.189 mdpl. Setelah berjalan dari Pos 1, sebelum mencapai Pos 2 akan ada Pos Bayangan. Setelah berjalan kurang lebih 20 menit, pendaki akan sampai di Pos 2 (Pandean).

Pos 2 memiliki ketinggian 2.593 mdpl. Lokasi pos 2 relatif datar. Selanjutnya, untuk mencapai Pos 3 (Watu Tulis) jaraknya tidak terlalu jauh. Sekitar 45 menit berjalan, pendaki akan sampai. Pos 3 juga dapat dijadikan sebagai lokasi beristirahat. Lokasinya relatif datar, dan terdapat batu-batuan serta dapat digunakan untuk mendirikan tenda.

Jam menunjukkan pukul 22.00 WIB dan pendaki dapat mendirikan tenda dan beristirahat di Pos 3. Tempat ini memang menjadi tempat kemah yang banyak diminati mendaki, karena lokasinya yang cukup luas dan datar, serta kondisi angin yang cukup aman.

Pagi pun menyapa dengan teriknya. Setelah salat dan berkemas dan menyiapkan logistik untuk puncak, pendaki bisa melanjutkan perjalanan menuju  Pos 4 (Sabana 1).

Pos 4 TNGM/Fatimah

Menuju Pos 4 (Sabana 1) pendaki akan dihadapkan dengan trek yang cukup membuat napas tersendat. Pendaki harus lebih berhati-hati pada saat melewati trek ini. Trek yang terjal dengan tanah yang mudah membuat tergelincir. Namun, setelah cukup lama berjalan, pendaki akan disuguhi dengan kegagahan Gunung Merapi. Pendaki dapat beristirahat sejenak untuk menikmati gagahnya Merapi.

Merapi terletak bersebelahan dengan Gunung Merbabu, sehingga Merapi terlihat sangat jelas dan indah dari Merbabu.Setelah berjalan lebih dari satu jam, pendaki akan tiba di Sabana 1. Sabana 1 menyuguhkan hamparan Sabana yang luas. Lokasi ini juga dapat digunakan untuk mendirikan tenda.

Keindahan Sabana 2

Suasana Sabana II di pagi hari/Fatimah

Sabana 1 menuju Pos 5 (Sabana 2) tidak memerlukan waktu yang lama. Sekitar 45 menit saja. Trek menuju Sabana 2 sedikit terjal, namun tidak seterjal antar pos 3 menuju pos 4. Setelah mencapai puncak bukit kita akan berjalan menurun dan akan tiba di Sabana 2. Dan Sabana 2 ini merupakan tempat yang sangat indah dan dapat digunakan untuk mendirikan tenda. Namun, terpaan angin cukup terasa di sini.

Jika pendaki tidak ingin ke puncak t, maka cukup menikmati keindahan Merbabu dari Sabana 2 yang pemandangannya tak kalah indah. Dan juga sangat cocok sebagai tempat untuk menantikan matahari terbit.

Puncak Gunung Merbabu

Track selama pendakian/Fatimah

Waktu tempuh dari Sabana 2 menuju puncak membutuhkan waktu 1,5 jam dengan trek yang cukup menantang dan jaraknya terasa sangat jauh. Namun, sepanjang perjalanan, pendaki akan dimanjakan dengan berbagai pemandangan yang sangat indah.Untuk para pendaki yang naik melalui jalur Selo, kebutuhan air minum harus dibawa dari bawah, karena sepanjang perjalanan ke puncak tidak tersedia sumber air.

Taman Nasional Gunung Merbabu sendiri memiliki 3 puncak, yaitu Puncak Syarif, Puncak Kenteng Songo, dan Puncak Triangulasi. Puncak Syarif dapat ditemui melalui jalur Cuntel. Wekas dan Thekelan. Sementara Kenteng Songo dan Triangulasi dapat ditemui melalui jalur Selo dan Suwanting.

Melalui jalur Selo, di atas puncak terdapat puncak Triangulasi dan Puncak Kenteng Songoyang memiliki ketinggian yang berbeda. Puncak Triangulasi memiliki tinggi 3.142 mdpl sedangkan puncak Kenteng Songo memiliki ketinggian 3.122 mdpl. Kenteng Songo sendiri berarti batu berbentuk  lumpang yang lubangnya berjumlah 9.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Pendakian Taman Nasional Gunung Merbabu via Selo appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pendakian-taman-nasional-gunung-merbabu-via-selo/feed/ 0 33909