Pitnia Ayus, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/pitniaayus/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 29 Mar 2022 08:37:48 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Pitnia Ayus, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/pitniaayus/ 32 32 135956295 Peduli dengan Lingkungan, Mulai dari Keluarga https://telusuri.id/peduli-dengan-lingkungan-mulai-dari-keluarga/ https://telusuri.id/peduli-dengan-lingkungan-mulai-dari-keluarga/#comments Tue, 13 Jul 2021 01:48:00 +0000 https://telusuri.id/?p=28683 Memiliki perbedaan pandangan akan sampah terkadang menjengkelkan, hal inilah yang saya alami baru-baru ini.  Cerita tentang sampah ini bermula ketika saya beserta dua adik sepupu, tante, dan om hendak ke rumah nenek. Bukan untuk liburan,...

The post Peduli dengan Lingkungan, Mulai dari Keluarga appeared first on TelusuRI.

]]>
Memiliki perbedaan pandangan akan sampah terkadang menjengkelkan, hal inilah yang saya alami baru-baru ini.  Cerita tentang sampah ini bermula ketika saya beserta dua adik sepupu, tante, dan om hendak ke rumah nenek. Bukan untuk liburan, kami berencana berziarah ke makam datuk.

Bagi kami keluarga Jawa, ziarah makam merupakan hal yang lumrah dilakukan. Apalagi jika mendekati bulan puasa. Ziarah ini dimaksudkan untuk mengunjungi keluarga yang sudah meninggal, mendoakan mereka, serta membersihkan makam dari rumput-rumput liar.

Perjalanan ke rumah nenek

Selama perjalanan ke rumah nenek, dua adik saya tidur. Satu di pelukan saya dan satu lagi menggunakan paha saya sebagai bantal. Hampir tiga perempat perjalanan sudah kami lewati. Sisa perjalanan kemudian terasa lamban, jalan yang kami lalui tidaklah mulus. Terdiri dari bebatuan dan tanah yang kalau hujan tentunya sangat sulit untuk dilewati. 

Dari rumah kami ke rumah nenek, memakan waktu sekitar tiga jam. Estimasi waktu ini tentunya tidak termasuk macet di jalan. Hal pertama yang harus sekali saya persiapkan sebelum berangkat adalah makanan. Saya sangat tidak bisa kelaparan, menahan perut kosong selama perjalanan. Jika itu terjadi, dapat dipastikan bahwa saya akan mengalami mabuk perjalanan.

Kami mampir ke tempat pengisian bahan bakar, Pertamina, untuk mengisi bahan bakar mobil. Sembari itu, saya bersama adik pergi ke toilet untuk buang air. Setelahnya kami kembali melakukan perjalanan. Karena perut sudah mulai berbunyi, akhirnya saya membuka makanan ringan yang dibawa. Ternyata tante saya juga membeli jajanan lain ketika berhenti di pertamina tadi, dan jajanan tersebut lumayan banyak. 

Kami pun satu persatu mengambil jajanan yang diinginkan untuk dikonsumsi. Tidak lama, hal yang tidak mengenakkan pun terjadi. Ketika adik saya selesai akan satu bungkus makanannya, ia hendak membuang sampah. Namun sampah tersebut diberikan kepada bundanya. 

Adakah yang bisa menebak nasib sampah tersebut? Dibuang ke jalan. Hanya dengan membuka kaca pintu mobil, sampah tersebut keluar dan tidak tahu keberadaan hingga sekarang. Ironi bukan? Ketika saya melarang hal tersebut, tante saya hanya mengatakan “dak papo” yang berarti “tidak apa-apa” dalam Bahasa Indonesia. Hal inilah yang mulai membuat saya jengkel. Padahal sampah tersebut merupakan sampah plastik yang sulit untuk terurai. 

Kejadian tersebut tidak selesai di situ saja. Ketika tante saya mengambil kacang kulit, dirinya membuka kaca mobil lagi. Selanjutnya mengupas kacang dan membuang kulitnya di jalan. Sungguh saya tidak habis pikir. Karena tidak dapat menghentikan aksi tersebut, akhirnya ketika adik saya menghabiskan satu bungkus makanan lagi, saya mengambil bungkus tersebut dan menyimpannya. Hal ini saya lakukan untuk membuang sampah tersebut setelah sampai di rumah nenek. 

Sontak kedua adik saya bertanya akan hal itu. “Ngapo di simpan mbak? Buang be” (kenapa disimpan mbak? buang aja) begitu katanya. 

Saya pun memberikan penjelasan bahwa bungkus makanan tersebut merupakan sampah. Tidak baik untuk membuang sampah secara sembarangan. Sampah tersebut akan mengganggu pemandangan, dan juga dapat menyebabkan banjir. Adik saya antara menerima atau tidak akan penjelasan tersebut. Mereka masih menganggap bahwa tidak masalah membuang sampah sembarangan, toh itulah hal yang dilakukan oleh bundanya kala di mobil. Ketika sampai di tempat penitipan mobil, kami pun turun. Perjalanan akan dilanjutkan dengan menggunakan sepeda motor. Hal ini karena jalanan yang sempit sehingga mobil tidak dapat masuk. 

Penampakan dekat rumah nenek dengan sungai yang keruh/Pitnia Ayus

Sembari menunggu jemputan, saya melihat ke sekitar. Daerah ini merupakan daerah aliran Sungai Batanghari. Sayangnya anak sungai ini sangatlah keruh, dan memiliki banyak sekali sampah. Kami memang tidak menggunakan ketek atau sampan untuk sampai ke rumah nenek saat itu. Namun saya pernah menggunakannya, dan tentunya ada banyak sekali sampah di sungai tersebut. Air yang keruh tersebut merupakan air yang digunakan oleh warga. Mulai dari mencuci motor, mandi, hingga buang air besar. Saya nggak sampai hati ngebayangin air sekotor itu sehari-hari.

Memang tidak semua aspek kehidupan menggunakan air tersebut. Masyarakat terbiasa menampung air hujan untuk kebutuhannya seperti memasak. Namun untuk mandi, beberapa di antaranya masih menggunakan air tersebut. 

Tidak jarang pula anak-anak kampung bermain di dalamnya yang dipenuhi oleh lumpur serta sampah. Sedih bukan? 

Sungai arah ke rumah nenek/Pitnia Ayus

Padahal kampung nenek merupakan salah satu daerah yang masih asri. Banyak sekali tanaman hijau tumbuh di sini, dan juga mata pencaharian masyarakat sekitar yaitu petani pinang, kopi, kelapa, dan kelapa sawit. 

Dari perjalanan tersebut saya mengetahui satu hal bahwa sebelum menggambarkan hidup ramah sampah kepada orang lain, alangkah lebih baik untuk menerapkan hal tersebut pada keluarga. Akan terasa percuma jika orang lain susah payah diberikan edukasi akan hal tersebut namun ternyata keluarga yang dekat pun masih acuh akan sampah. 

Sedikit saran saya bagi pada pengguna kendaraan roda empat, sediakanlah tong sampah di mobil tersebut. Tidak perlu mahal, yang murah-murah saja. Ketika sedang di perjalanan dan mengonsumsi makanan atau minuman, sampah yang dihasilkan dapat dikumpulkan. Lalu ketika menjumpai tempat pembuangan sampah, barulah sampah tersebut dikeluarkan. 

Selain itu, saya juga mulai memberikan edukasi mengenai sampah sedikit demi sedikit kepada keluarga. Mulai dari yang lebih kecil dan masih dapat diasah rasa kepeduliannya akan alam, hingga orang tua yang masih menganggap bahwa membuang sampah bisa dimana saja. 

Semoga suatu saat nanti semua orang yang ada di bumi ini sadar dan peduli akan lingkungan. Berharap tentu tidak masalah bukan? 

The post Peduli dengan Lingkungan, Mulai dari Keluarga appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/peduli-dengan-lingkungan-mulai-dari-keluarga/feed/ 1 28683
Perjalanan Singkat ke Sawahlunto https://telusuri.id/perjalanan-singkat-ke-sawahlunto/ https://telusuri.id/perjalanan-singkat-ke-sawahlunto/#comments Tue, 30 Mar 2021 14:34:01 +0000 https://telusuri.id/?p=27511 Percaya atau tidak, perjalanan mendadak itu punya peluang lebih besar untuk terlaksana ketimbang perjalanan yang penuh dengan persiapan dan direncanakan sejak lama. Setidaknya, itu yang saya rasakan sendiri selama ini. Jumat malam tepatnya pada 4...

The post Perjalanan Singkat ke Sawahlunto appeared first on TelusuRI.

]]>
Percaya atau tidak, perjalanan mendadak itu punya peluang lebih besar untuk terlaksana ketimbang perjalanan yang penuh dengan persiapan dan direncanakan sejak lama. Setidaknya, itu yang saya rasakan sendiri selama ini.

Jumat malam tepatnya pada 4 September 2020, tiba-tiba muncul notifikasi di ponsel saya dari orang terdekat, ia mengajak bepergian. Sontak langsung saja saya respon pesan tersebut dan mengatakan “ayo.” Akhirnya didapatkan kesepakatan bahwa kami—saya beserta Kak Onya, Bang Denas, Bang Faisal) akan pergi ke Sawahlunto hari Minggu, 6 September 2020. 

Di Minggu pagi, kami semua berkumpul di kos saya. Sebelum berangkat tentunya tidak lupa untuk sarapan. Bagi orang Padang, sarapan yang terenak adalah lontong gulai atau lontong pical. Namun saya lebih memilih untuk mengambil donat gula yang sangat saya sukai dan tentunya sangat murah, hanya Rp1 saja. 

Setelah selesai sarapan, kami langsung bergerak pergi ke Sawahlunto. Perjalanan dari Padang menuju Sawahlunto diperkirakan sekitar 2,5 – 3 jam. Saya berpasangan dengan Bang Faishal, dan Kak Onya berpasangan dengan Bang Denas. 

Museum Situs Lubang Tambang Mbah Suro
Perjalanan menuju Sawahlunto/Pitnia Ayu Saputri

Sungguh, perjalanan dari Padang ke Sawahlunto sangatlah menyenangkan. Kami melewati Sitinjau Laut yang curam namun sangat udaranya sangat sejuk. Sepanjang jalan, kami hanya ditemani pepohonan hijau. Padahal kami pergi pada hari Minggu, namun tidak terlalu banyak kendaraan lalu lalang. Perkiraan saya, mungkin saja karena hari masih pagi. Setelah melewati Sitinjau Laut, kami pun masuk ke daerah Kabupaten Solok. Susana perjalanan pun masih sama.

Singkat cerita, kami sampai di simpang Muaro Kalaban. Di sana kami bertemu dengan Bang Zilal lalu bersama-sama melanjutkan perjalanan ke Lapangan Segitiga, Sawahlunto. Di lapangan tersebut, kami bertemu dengan Bang Adhmi, dan pasukan perjalanan singkat inipun lengkap.  

Setelah melepas lelah sebentar, kami kemudian menyusun rencana untuk mengitari Sawahlunto. Tujuan pertama adalah Museum Situs Lubang Mbah Suro. 

Menyusuri Museum Situs Lubang Tambang Mbah Suro

Tiba di parkiran, kami segera masuk ke dalam museum tersebut. Sesuai dengan namanya, tempat ini adalah kawasan museum, namun ada juga lubang-lubang galian yang dulunya digunakan untuk tambang di sini.

Sebelum masuk, tentu saja kami harus menaati protokol kesehatan yang berlaku seperti memeriksa suhu tubuh dan mencuci tangan. Setelah diperkenankan masuk, terdapat iuran yang harus dibayar untuk setiap pengunjung, harganya bisa dibilang tidak mahal. Dengan Rp10 ribu saja, kita sudah bisa mendapatkan banyak informasi di museum sekaligus kita diperkenankan masuk ke lubang tambang tersebut. 

Kami memutuskan untuk mengunjungi museum terlebih dahulu, melihat-lihat apa saja yang ada di dalamnya. Layaknya museum, di sana terdapat benda-benda peninggalan sejarah. Ada pakaian, senjata, serta peralatan yang digunakan pada zamannya. Ada juga mading yang berisi informasi untuk menjelaskan mengenai perjalanan tempat ini waktu ke waktu.

Museum Situs Lubang Tambang Mbah Suro
Museum Lubang Tambang Mbah Suro/Pitnia Ayu Saputri

Setelah puas berkeliling dan mendapatkan banyak sekali informasi, kami menuju ke Lubang Mbah Suro. Sebelum masuk, kami diminta untuk menyimpan tas dan seluruh barang bawaan di loker, tak lupa kami juga mengganti alas kaki dengan sepatu boot dan mengenakan helm tambang. Hal ini dilakukan untuk menjaga keselamatan, karena di dalam cukup licin, berbahaya jika mengenakan sepatu biasa.

Tidak lupa kami berswafoto. Di halaman museum terdapat sebuah miniatur yang menggambarkan kondisi penambangan pada zaman dahulu. Lanjut, kami dikumpulkan oleh pemandu Lubang Tambang Mbah Suro dan diberikan instruksi di sana. 

Setelah itu, kami masuk mengikuti arahan dari pemandu. Gelap dan licin adalah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan di dalam lubang. Kami turun menggunakan tangga dan disinari oleh cahaya senter. Selama menyusuri lubang, pemandu menceritakan banyak sekali informasi edukasi terkait dengan lubang. Di tengah perjalanan, kami menemukan sekop dan juga peralatan tambang lainnya. Di sana kami diperbolehkan untuk berfoto namun hanya sebentar saja.

Lubang yang dapat dimasuki pun tidaklah panjang karena pada bagian dalam terdapat genangan air dan kadar oksigen rendah. Tentunya, kondisi ini tidak baik untuk manusia. Bahkan kami yang hanya masuk sebentar saja dalam bagian yang aman saja, merasa pengap.

Saat ini, bagian dalam lubang tersebut hanya diperbolehkan masuk oleh orang tertentu seperti para penambang maupun mahasiswa jurusan tambang. Walaupun masuk ke bagian yang lebih dalam, mereka juga tidak dapat masuk ke bagian terdalam karena atmosfer di sana sangat tidak cocok untuk manusia. Saya pun berpikir, lantas bagaimana ya dengan orang yang dulu bekerja di dalam sana?

Kami terus mengikuti arahan pemandu, hingga akhirnya tiba di pintu keluar lubang tambang. Singkat namun bermakna, itulah yang bisa saya deskripsikan dari perjalanan di Situs Lubang Tambang Mbah Suro ini.

Karena hari sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB dan sudah masuk waktu salat, kami memutuskan untuk salat terlebih dahulu di Masjid Agung Nurul Islam Sawahlunto sebelum melanjutkan perjalanan. Dahulu masjid ini merupakan bangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), namun karena tambang tidak berjalan lagi, bangunan tersebut dijadikan masjid. Nah, salah satu pintu keluar dari lubang tambang tadi adalah di masjid ini. 

Puncak Cemara, melihat Sawahlunto dari ketinggian

Tempat kedua yang kami kunjungi setelah salat dan makan siang adalah Puncak Cemara. Di Puncak Cemara ini kita bisa melihat pemandangan Sawahlunto dari ketinggian. Sayangnya, tempat satu ini tidak terawat. Sekitar dua tahun sebelumnya, saya pernah ke sini, keadaannya jauh lebih baik. Di sini terdapat kursi-kursi taman yang bisa digunakan untuk sekedar bersantai, balon-balon yang menarik, dan juga gembok pasangan. Karenanya, kami sedikit kecewa. Padahal kami sudah mengeluarkan kocek untuk masuk ke kawasan ini.

Selama di sini, kami hanya sedikit berfoto dan berbincang-bincang di gazebo. Saat sore tiba, saya beserta rekan-rekan pun memutuskan untuk turun dan menuju Lapangan Segitiga untuk berfoto di depan kantor PT. Bukit Asam Tbk (Unit Pertambangan Ombilin). 

Di sinilah tempat terakhir perjalanan dan merupakan tempat perpisahan dengan rekan perjalanan saya kali ini. Sebenarnya masih banyak yang ingin saya kunjungi di Sawahlunto, semoga di lain waktu lebih untuk menelusurinya.

The post Perjalanan Singkat ke Sawahlunto appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/perjalanan-singkat-ke-sawahlunto/feed/ 1 27511