Rusdiyan Yazid https://telusuri.id/penulis/rusdiyan-yazid/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Wed, 09 Sep 2020 19:08:12 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Rusdiyan Yazid https://telusuri.id/penulis/rusdiyan-yazid/ 32 32 135956295 Senja dari Pinggir Brantas https://telusuri.id/senja-dari-pinggir-brantas/ https://telusuri.id/senja-dari-pinggir-brantas/#comments Wed, 09 Sep 2020 18:46:57 +0000 https://telusuri.id/?p=23824 Sudah berbulan-bulan saya tak bisa pergi liburan. Bahkan, Lebaran lalu saya tak bisa mudik ke Jepara. Semua karena situasi hari ini; kita semua menghadapi pandemi COVID-19. Banyak sekali tempat wisata yang tutup saat pandemi ini,...

The post Senja dari Pinggir Brantas appeared first on TelusuRI.

]]>
Sudah berbulan-bulan saya tak bisa pergi liburan. Bahkan, Lebaran lalu saya tak bisa mudik ke Jepara. Semua karena situasi hari ini; kita semua menghadapi pandemi COVID-19. Banyak sekali tempat wisata yang tutup saat pandemi ini, meskipun sekarang sudah mulai ada beberapa yang buka.

Saya sendiri, sebagai anak pantura yang sekarang tinggal di Jombang, jadi sedikit merasa “kurang piknik.” Jombang jauh dari pantai, berbeda dari Jepara yang dekat sekali dengan laut. Selompatan saja di Jepara, saya bisa menikmati pasir pantai, desir ombak, juga surya terbenam yang syahdu.

Spanduk “Selamat Datang” di pematang Sungai Brantas/Rusdiyan Yazid

Untuk berjumpa senja, saya punya tempat favorit di Jombang. Bukan pantai, tapi pinggiran Sungai Brantas. Sungai Brantas membatasi Jombang dan Nganjuk. Kapal-kapal besar lalu-lalang di sana sejak habis Subuh sampai malam hari sekitar pukul 22.30 WIB, mengantarkan para penumpang dari Megaluh, Jombang, ke Nganjuk. (Tarif penyeberangan bervariasi, mulai dari Rp2.000 sampai Rp10.000, tergantung moda transpor yang diangkut dan lokasi sandar.) Paduan senja, sungai, dan kapal penyeberangan yang lalu-lalang memberikan pengalaman yang sungguh berbeda buat saya yang terbiasa menikmati matahari tenggelam dan lembayung di batas laut dan daratan.

Beberapa pengunjung menyantap makanan di Warung Semox/Rusdiyan Yazid
Makanan-makanan yang tersaji di Warung Semox/Rusdiyan Yazid

Lokasi ini berada dekat Pasar Megaluh. Orang-orang Jombang biasa merujuk titik ini sebagai Semox, sebab di dekat sana ada Warung Semox. Warung Semox ini terkenal dengan trancamnya yang enak, meskipun juga menyediakan banyak makanan lain. Saat menikmati senja di sini, saya biasanya memesan secangkir kopi. Makanan dan minuman yang dipesan juga bisa dibawa ke pematang Sungai Brantas.

Sebuah kapal sedang menyeberangi Sungai Brantas/Rusdiyan Yazid

Jarak dari Jombang kota ke Megaluh kurang lebih 20 km. Dengan sepeda motor atau mobil, rute ini biasanya ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit. Jarak yang cukup jauh ini membuat saya mesti berangkat lebih awal agar bisa melihat matahari tenggelam, yakni sekitar jam 4 atau 4.30 sore. Tips dari saya, datanglah lebih awal, segera beli makanan dan minuman di Warung Semox (karena biasanya harus antre), lalu duduk santai menanti matahari terbenam di pinggir Sungai Brantas. Atau, kamu bisa juga menikmati senja terlebih dahulu, baru setelah itu makan malam di Warung Semox.

Pengunjung sedang duduk menunggu matahari terbenam di pinggir Sungai Brantas/Rusdiyan Yazid

Tempat ini cukup ramai. Karena sebagian besar pengunjung berasal dari Jombang dan sekitarnya, lokasi wisata ini tak begitu terdampak oleh pandemi. Di masa pagebluk ini, lokasi-lokasi wisata lokal semacam ini sepertinya memang jadi tujuan alternatif bagi orang-orang yang tak bisa pergi jauh ke luar kota. Tempat-tempat seperti ini tumbuh secara organik dan promosinya dilakukan secara natural oleh orang-orang yang datang.

The post Senja dari Pinggir Brantas appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/senja-dari-pinggir-brantas/feed/ 2 23824
Catatan Ekspedisi 200 Tahun Karimunjawa https://telusuri.id/ekspedisi-200-tahun-karimunjawa/ https://telusuri.id/ekspedisi-200-tahun-karimunjawa/#respond Sun, 20 May 2018 08:56:21 +0000 https://telusuri.id/?p=8767 Ekspedisi 200 Tahun Karimunjawa, 8-14 Mei 2018, telah usai. Kegiatan itu diikuti oleh masyarakat Kepulauan Karimunjawa, sejarawan, penulis, blogger, fotografer, dan videografer. Saya termasuk salah satu di antara anggota ekspedisi. Selama tujuh hari, saya bersama...

The post Catatan Ekspedisi 200 Tahun Karimunjawa appeared first on TelusuRI.

]]>
Ekspedisi 200 Tahun Karimunjawa, 8-14 Mei 2018, telah usai. Kegiatan itu diikuti oleh masyarakat Kepulauan Karimunjawa, sejarawan, penulis, blogger, fotografer, dan videografer. Saya termasuk salah satu di antara anggota ekspedisi.

Selama tujuh hari, saya bersama rekan-rekan lain menggali cerita dari sepuh-sepuh di empat pulau, yakni Karimunjawa, Kemujan, Mrican, dan Genting. Yang kamu baca ini adalah coretan-coretan kecil informasi yang saya dapat selama Ekspedisi 200 Tahun Karimunjawa.

ekspedisi 200 tahun karimunjawa

Tim Ekspedisi 200 Tahun Karimunjawa/Tim Ekspedisi

Tiga-puluh pulau

Karimunjawa bukanlah sebuah pulau, melainkan gugusan kepulauan yang terdiri dari 27 pulau kecil yang terletak di Laut Jawa.¹

ekspedisi 200 tahun karimunjawa

Suasana Pulau Genting yang masih sepi/Tim Ekspedisi

Pulau-pulau tersebut adalah Karimunjawa, Kemujan, Nyamuk, Parang, Genting, Menjangan Besar, Menjangan Kecil, Cemara Besar, Cemara Kecil, Geleyang, Burung, Bengkoang, Kembar, Katang, Krakal Besar, Krakal Kecil, Sintok, Mrican, Tengah, Pinggir, Cilik, Gundul, Seruni, Sambangan, Cendekian, Kumbang, dan Mencawakan (atau Menyawakan).

Tiga pulau di antaranya, yakni Karimunjawa, Kemujan, dan Mrican, sekarang sudah terhubung lewat jalur darat.

Kepulauan yang damai dan menjanjikan

Menurut cerita dari para sepuh di Karimunjawa, sejak dulu Karimunjawa adalah kepulauan yang damai dan tanah yang menjanjikan. Karena itu banyak kapal yang berlabuh untuk mengangkut kayu-kayu hasil mbalok (mencari kayu) untuk dikirim ke Jepara atau daerah-daerah lain.

ekspedisi 200 tahun karimunjawa

Galangan kapal di Pulau Genting/Tim Ekspedisi

Namun, lama-lama banyak orang yang dahulunya hanya singgah kemudian menetap di Karimunjawa. Sekarang, jejak-jejak masa lalu itu bisa kamu lihat pada rumah-rumah panggung dari kayu yang tersebar di Pulau Kemujan.

Masyarakat Karimunjawa berasal dari beragam suku. Enam suku utama yang mendiami Karimunjawa adalah Bugis, Jawa, Madura, Bajo, Mandar, dan Buton. Salah satu kekayaan budaya Karimunjawa adalah sebuah tradisi bernama Barikan (Barikan Kubro), sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil bumi dan laut.

Berladang dan bertani

Karimunjawa sejak dulu jadi primadona nelayan dan pelaut. Namun, selain jadi produsen hasil laut, Karimunjawa juga pernah jaya sebagai penghasil kopra dan gaplek (olahan singkong) untuk dikirimkan ke daerah lain seperti Jepara.

ekspedisi 200 tahun karimunjawa

Kandang ternak di Pulau Genting/Tim Ekspedisi

Pada masanya, Kepulauan Karimunjawa juga memproduksi jagung, kacang, dan hasil ladang lain yang menjadi makanan pokok penduduk kala itu. Areal persawahan, satu-satunya, dapat dijumpai di deerah Cik Mas, sementara pohon kelapa yang berbanjar dapat ditemukan di penjuru kepulauan.

Kejayaan pertanian Karimunjawa itu adalah muara dari perjuangan nenek moyang yang dengan penuh perjuangan membuka lahan. Mereka harus menghadapi berbagai risiko, seperti penyakit atau serangan ular edor yang mematikan. Namun, justru kebersamaan dalam membuka lahan itulah yang kemudian membuat masyarakat Karimunjawa saling menghormati dan menjaga tradisi gotong royong.

Listrik dan transportasi

Sekarang, listrik di Karimunjawa sudah mengalir 24 jam. Keadaan sudah jauh lebih baik ketimbang dulu (2004-2016) saat listrik hanya tersedia selama 12 jam dalam sehari.

ekspedisi 200 tahun karimunjawa

Rumah Bugis di Ds. Telaga, Kemujan/Tim Ekspedisi

Akses transportasi menuju Karimunjawa juga sudah lebih mudah. Selain kapal ferry (7 jam perjalanan) sudah ada kapal cepat yang hanya memerlukan waktu sekitar 2 jam untuk mencapai Karimunjawa.

Fasilitas listrik dan akses transportasi yang semakin membaik itu membuat Karimunjawa semakin ramah wisatawan. Karimunjawa yang dahulu sepi, sekarang ramai oleh pelancong, terlebih di akhir pekan.


[1] 20/05/18. Ralat: sebelumnya ditulis bahwa menurut para sepuh, pulau di Karimunjawa ada 30, sementara jumlah sebenarnya adalah 27.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Catatan Ekspedisi 200 Tahun Karimunjawa appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/ekspedisi-200-tahun-karimunjawa/feed/ 0 8767