Sandy Miftah, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/sandymiftah/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Thu, 13 Jan 2022 06:07:07 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Sandy Miftah, Penulis di TelusuRI https://telusuri.id/penulis/sandymiftah/ 32 32 135956295 Jalan-Jalan ke “Galeri” ketika PPKM Diperpanjang https://telusuri.id/ppkm-diperpanjang-cobain-jalan-jalan-di-galeri/ https://telusuri.id/ppkm-diperpanjang-cobain-jalan-jalan-di-galeri/#respond Sat, 21 Aug 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30038 Senin kemarin diumumkan lagi bahwa PPKM diperpanjang seminggu kedepan. Perpanjangan kesekian kalinya yang tentunya kembali harus menunda rindu kita untuk traveling. Semenjak PPKM, pembatasan sosial dan istilah lainnya yang diberlakukan, aktivitas kunjungan wisata pun ikut...

The post Jalan-Jalan ke “Galeri” ketika PPKM Diperpanjang appeared first on TelusuRI.

]]>
Senin kemarin diumumkan lagi bahwa PPKM diperpanjang seminggu kedepan. Perpanjangan kesekian kalinya yang tentunya kembali harus menunda rindu kita untuk traveling.

Semenjak PPKM, pembatasan sosial dan istilah lainnya yang diberlakukan, aktivitas kunjungan wisata pun ikut terdampak. Jika kita tengok bulan Juli–Agustus di tahun-tahun sebelum pandemi, tingkat kunjungan wisatawan akan meningkat di bulan-bulan ini. Hal itu dikarenakan musim libur panjang semester genap bagi pelajar dan mahasiswa. Lalu menjadi libur musim panas bagi para wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia.

Setahun terakhir ini, ketika kawasan wisata dibuka pun ada aturan yang ikut mendampingi. Seperti pembatasan jumlah kunjungan atau pembatasan jam operasional, dan beberapa aturan lainnya. Setahun terakhir ini pula rasanya berwisata mungkin kurang maksimal, baik  di sisi keleluasan atau kepuasannya.

Bukit Nipah, Malimbu/Sandy Miftah

Mungkin sebagian dari kita sudah mulai merindukan, rasanya berjalan di pinggir pantai hingga menanti matahari tenggelam. Atau lelahnya mendaki gunung hingga mengejar puncak untuk menyaksikan matahari terbit. Atau mungkin kerinduan lain seperti halnya berjalan menyusuri suatu kota, mencari kuliner lezat dan nikmat, lalu berfoto dan mengabadikan banyak momen di tempat-tempat yang dikunjungi.

Mungkin juga kita sudah mulai merindukan rasa atau suasana sebelum tiba di objek wisata. Rasanya berburu tiket promo, berkemas dan packing, atau menyibukan diri mencari referensi untuk mendapatkan penginapan murah. 

Hingga hal sederhana yang mungkin kita abaikan. Seperti suasana bis malam yang kadang kebut-kebutan, suasana kereta bersama penumpang lain dengan berbagai tujuan, atau melihat awan dari dalam pesawat. Ya, kita mungkin sama-sama merindukan banyak hal dari traveling itu sendiri. Bagian kerinduan yang mungkin akan beda juga antara satu orang dengan yang lainnya. Dan salah satu cara untuk mengisi waktu senggang saat merindukannya, cobalah untuk menelusuri galeri ponsel, laptop, atau harddisk eksternal. Tempat yang biasanya kita jadikan media penyimpangan untuk momen-momen yang kita alami, temui, dan rasakan saat traveling atau melakukan perjalanan.

Pulau Kelor, NTT/Sandy Miftah

Terkadang ada banyak momen yang pernah kita abadikan bahkan bertahun-tahun yang lalu, yang mungkin hingga saat ini belum kita buka lagi. Dari sekian banyak foto yang dibagikan di Instagram, biasanya akan lebih banyak lagi foto tersimpan dalam memori. Menelusuri galeri ponsel misalnya, akan membawa imajinasi kita pada masa atau momen di saat kita mengalaminya. 

Ada banyak hal yang mungkin kita lewatkan saat berjalan, karena kita terlalu fokus pada destinasi atau objek yang ingin kita tuju. Hal-hal sederhana itu kadang kita temukan dari bagian-bagian foto yang sempat kita ambil yang mungkin tidak diniatkan.

Bukan hanya destinasi, melalui galeri foto pula kita bisa mengenang orang-orang yang pernah menemani. Karena mungkin saja orang tersebut kini berjarak terlalu jauh atau sulit untuk melakukan perjalanan yang sama bersama kita. Hingga orang-orang baru yang kita temui, yang terkadang hanya menjadi teman perjalanan atau liburan singkat, karena bertemu atau menuju destinasi yang sama, yang sulit untuk dilakukan lagi. 

Galeri foto juga dapat membawa imajinasi kita tentang perubahan dan perkembangan, baik tentang perubahan suatu tempat atau objek wisata, hingga perubahan dan perkembangan diri kita sendiri. Mungkin kita masih sangat mengingat perasaan pertama traveling ke luar kota naik pesawat, atau betapa cemas dan khawatirnya saat pertama kali mencoba solo traveling.

Hal itu perlahan menumbuhkan kita hingga hari ini, menjadi lebih dewasa dan matang saat melakukan perjalanan. Menjadi lebih bijak saat merencanakan dan memutuskan kemana akan berjalan lagi. Dan beberapa foto yang masih tersimpan mungkin saja menjadi saksi yang menemani perkembangan tersebut.  

Dan salah satu yang menarik dari berjalan-jalan melalui galeri foto, seharusnya menunjukkan bahwa masih ada banyak hal yang bisa kita syukuri dalam hidup ini. Sesederhana banyak hal yang pernah kita lakukan dan kita miliki hingga hari ini, yang orang-orang sebut pengalaman. Banyak orang yang mengatakan atau menuliskan bahwa pengalaman adalah hal yang berharga, dan kita memiliki itu. 

Pengalaman berjalan di berbagai daerah, berkunjung ke berbagai macam objek wisata, mencicipi rasa aneka kuliner, hingga menginjakkan kaki di beberapa puncak gunung. Semua itu adalah pengalaman luar biasa yang kadang kita lupakan sebagai hal yang berharga. Karena di setiap bagian dari perjalanan yang telah kita alami, ada cerita yang akan selalu tersimpan sebagai milik kita. 

Dan bersama foto-foto serta dokumentasi lainnya yang tersimpan, seharusnya dapat menjadi pintu yang mengantarkan kita untuk kembali menelusuri perjalanan. Mengingat, mengenang, bahkan merenungi tentang banyak hal yang pernah kita lewati. Entah tentang tempatnya, orangnya, hingga rasanya, yang akan selalu terselip sebagai bagian dari cerita.  

Jadi, sudah siapkah untuk berjalan-jalan di galeri?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Jalan-Jalan ke “Galeri” ketika PPKM Diperpanjang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/ppkm-diperpanjang-cobain-jalan-jalan-di-galeri/feed/ 0 30038
Dulu dan Kini-nya Pendaki Gunung https://telusuri.id/dulu-dan-kini-nya-pendaki-gunung/ https://telusuri.id/dulu-dan-kini-nya-pendaki-gunung/#comments Thu, 11 Feb 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=26956 Beberapa kali dan bukan sekali saya temukan perdebatan tentang pendakian gunung dulu dan kini, setidaknya di grup Facebook yang member anggotanya menyentuh puluhan ribu bahkan lebih. Tak jarang pula hal itu menimbulkan perdebatan, perselisihan, hingga...

The post Dulu dan Kini-nya Pendaki Gunung appeared first on TelusuRI.

]]>
Beberapa kali dan bukan sekali saya temukan perdebatan tentang pendakian gunung dulu dan kini, setidaknya di grup Facebook yang member anggotanya menyentuh puluhan ribu bahkan lebih. Tak jarang pula hal itu menimbulkan perdebatan, perselisihan, hingga memancing ketersinggungan dari beberapa orang.

Gunung Kembang
Gunung Kembang/Sandy Miftah

Dulu: “Zaman saya naik gunung nggak ada tuh bawa speaker portable, katanya mau menikmati alam dan mencari ketenangan tapi kok bawa speaker dan bikin risih tenda tetangga?”

Kini: “Zaman dulu kan nggak ada speaker portable, coba kalau dulu udah ada, mungkin bawa juga!”

Dulu: “Saya naik gunung pake jeans aman-aman aja, ga ada repot harus celana inilah, bahan itula, resiko lah.”

Kini: “Udah banyak celana yang dijual dan mendukung untuk kegiatan mendaki gunung. Secara bahan lebih aman juga untuk dipakai mendaki gunung.”

Dulu: “Saya naik gunung pakai sandal jepit bahkan bisa dan aman sampe muncak. Sekarang kok ribet ngurusin sepatu dengan merk, bahan, dan bla bla bla.”

Kini: “Pakai sendal jepit naik gunung ga aman, terlalu berbahaya dan beresiko. Lagian udah banyak juga sepatu gunung yang harganya terjangkau dan lebih aman untuk dipakai naik gunung.”

Dulu: “Kalau mau naik gunung, kami harus ikut diklat dulu. Belajar dulu, bahkan latihan dulu. Seenggaknya belajar memahami dan mengerti resikonya, lalu mempersiapkan supaya resikonya bisa diminimalisir.”

Kini: “Itu kan dulu, pas gunungnya sepi. Sekarang gunung udah rame, udah banyak juga yang rombongan yang ngajak barengan, bahkan ada pendakian open trip dan ada pemandunya.” 

Dulu: “Naik gunung dulu tuh buat nikmati alam, kalau udah turun bagi-bagi pengalaman dan cerita. Sekarang lebih sibuk pamer foto.”

Kini: “Ga Cuma pamer foto, ada yang buat konten juga. Bisa jadi media sharing juga kontennya, kalau dulu udah ada kamera di ponsel, kayaknya bakal sama aja.”

* * *

Sedikit contoh yang mungkin mewakili. Tidak sepenuhnya begitu, namun beberapa hal yang tertangkap kurang lebih begitu. Ada perbandingan yang terjadi dan membedakan satu sama lain di dulu dan sekarang.

Pada dasarnya mendaki gunung bukanlah hal yang baru, bahkan sudah ada dari jauh-jauh hari. Dan yang membedakannya hanyalah tentang kepentingannya. Ada masa kunjungan ke gunung untuk penelitian, ada pula masa di mana ke gunung menjadi pelarian dan persembunyian, saat zaman penjajahan misalnya. Berkembangnya waktu berkembang pula kepentingannya, mulai dari tujuan berolahraga yang ekstrim hingga mungkin menyentuh titik kunjungan wisata.

Area Camp Gunung Sumbing
Camping areaGunung Sumbing/Sandy Miftah

Ada yang pernah bercerita, seiring tren yang berkembang pesat dalam satu bidang, terlebih ketika unsur industri dan bisnis masuk ke dalamnya. Maka akan beriringan pula dengan bergeser dan terkikisnya nilai serta esensi di dalamnya.

Pendapat yang tidak sepenuhnya bisa dibenarkan, namun tidak serta merta juga dapat disalahkan. Karena terkadang memang benar begitu fenomenanya, apalagi saat yang disentuh adalah sisi nilai dan esensi. Ketika itu cenderung bergeser maka mereka yang mengalami, mempelajari, dan membaginya akan sedikit bersuara atau berteriak atas kondisi tersebut. 

Memang benar jika zaman akan terus berkembang dan beriringan dengan perubahan, dan hal itu akan memberikan warna tersendiri dalam perjalanannya. Ada kemasan yang membuatnya menjadi lebih menarik, dan ada hal-hal yang akan menguntungkan banyak orang. Perkembangan pendakian gunung hari ini setidaknya memberikan dampak secara ekonomi bagi beberapa orang. Mulai dari penyewaan alat outdoor, sarana transportasi, hingga warga di sekitar basecamp yang ikut terlibat.

Namun seiring perkembangan itu pula seharusnya ada beberapa hal yang harus dijaga, terlebih tentang hal-hal yang berhubungan dengan identitas dan makna dari pendakian gunung itu sendiri. Benar jika dulu tegur sapa adalah hal yang lumrah ditemukan, bahkan saat tidak kenal sekali pun. Dan sekarang mungkin terkesan lebih cuek dan lebih acuh pada mereka yang di luar rombongannya. Dan hal itu terjadi karena gunungnya mungkin sudah terlalu ramai atau terlalu banyak orang, sehingga ruang untuk bertegur sapa justru menjadi lebih sempit.

Gunung Sumbing
Gunung Sumbing/Sandy Miftah

Dulu, mungkin jarang juga ditemukan kasus teman pendakian ditinggalkan sendirian di jalur saat sakit dan tidak fit. Ajakan naik gunung pun mungkin tak sesederhana yuk, yak, kuy, cabs, dan gas. Saat referensi lebih terbatas, maka mencari informasi dan persiapan justru lebih mendalam. Dan hari ini, bukankah sumber referensi dan informasi justru lebih luas? Tapi fenomena yang terjadi justru terkesan semakin sulit orang-orang menemukannya.

Menerima perkembangan mungkin suatu kewajaran, pertanda hidup memang dinamis dan kita adaptif dengan kondisi. Namun menjaga nilai beserta esensi di dalamnya adalah pilihan, menjadi bentuk usaha dan upaya, agar keduanya tetap beriringan dan saling menyeimbangkan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Dulu dan Kini-nya Pendaki Gunung appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/dulu-dan-kini-nya-pendaki-gunung/feed/ 1 26956