Zeni Bayu Sukma https://telusuri.id/penulis/zeni-bayu-sukma/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 17 Apr 2020 19:11:44 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Zeni Bayu Sukma https://telusuri.id/penulis/zeni-bayu-sukma/ 32 32 135956295 Telur di Ujung Tanduk https://telusuri.id/telur-di-ujung-tanduk/ https://telusuri.id/telur-di-ujung-tanduk/#respond Fri, 17 Apr 2020 14:27:23 +0000 https://telusuri.id/?p=21008 Melatih kemampuan beradaptasi adalah hak semua makhluk hidup. Apabila makhluk hidup tersebut tidak dapat beradaptasi, ia akan terseleksi oleh alam. Begitulah pelajaran yang saya dapat ketika duduk di bangku sekolah. Yang tidak bisa beradaptasi akan...

The post Telur di Ujung Tanduk appeared first on TelusuRI.

]]>
Melatih kemampuan beradaptasi adalah hak semua makhluk hidup. Apabila makhluk hidup tersebut tidak dapat beradaptasi, ia akan terseleksi oleh alam.

Begitulah pelajaran yang saya dapat ketika duduk di bangku sekolah. Yang tidak bisa beradaptasi akan punah, sementara yang bisa beradaptasi akan terus bertahan. Jadi, kita tinggal pilih sendiri: beradaptasi atau ngeyel dan terseleksi oleh alam.

Saya dilahirkan dan dibesarkan di kota ini. Bisa dibilang, mungkin nantinya dikuburkan juga di kota ini, kota yang diromantisasi tren pasar dan latar belakang sejarah. Bandung memang unik. Kota yang berdiri di atas danau purba ini memiliki cerita yang sangat panjang, dan itu membuatnya tak pernah sepi pengunjung.

Namun, sejarah baru Ibu Kota Parahyangan baru-baru ini dimulai. Jalanan mulai sepi, toko pinggir jalan mulai tutup. Suasana seperti ini sebenarnya tak beda jauh ketika Bandung memasuki hari raya, saat urbanisasi—sebuah proses yang bikin kota ini penuh macet ramai—istirahat dan orang-orang pulang ke mereka punya kampung halaman.

Ya, inilah social distancing. Sebenarnya, tujuannya adalah agar virus yang lebih kecil dari titik itu tidak merusak “susu sebelanga,” untuk mempermudah orang-orang di garda terdepan—RT, RW, tim penanggulangan termasuk mereka yang mencatat dan mendata, perawat, sampai dokter—berjibaku dengan wabah ini.

Saya bukan ahli medis, bahkan belajar kesehatan juga saya tidak pernah, namun saya mengerti bahwa virus dapat menular dari satu ke banyak orang. Akan sangat berbahaya jika terus berinteraksi secara serampangan sementara kita tidak tahu kalau kita membawa virus itu, seperti membunuh dalam diam.

Pembatasan sosial ini adalah salah satu cara bertahan hidup, kesempatan untuk beradaptasi agar tidak dimakan seleksi alam.

Memang tidak semua senang dengan pembatasan sosial ini. Kerugian tentu banyak. Warung pecel favorit, setiap saya lewati, selalu sepi pengunjung. Warung nasi Padang legendaris di Bandung pun sekarang tak lagi punya tukang parkir. Entah bagaimana nasib mereka-mereka yang hidupnya tergantung pada warung pecel dan nasi Padang itu apabila kondisi sekarang berlangsung lama.

Mereka mungkin menggerutu, tapi tak elok juga untuk menyalahkannya—apalagi secara terbuka. Saya termasuk orang yang beruntung. Bekerja di dunia industri strategis berpelat merah di Kota Bandung, saya masih mendapat kesempatan untuk seminggu bekerja di kantor dan seminggu kemudian bekerja di rumah. Selang-seling. Tapi tidak semua orang punya hak istimewa untuk leyeh-leyeh di rumah sambil menonton acara televisi dan memakan kudapan. Tak sedikit orang yang hidupnya “hanya untuk hari itu,” yang sudah sulit sebelum kondisi sulit ini muncul.

Saat ini bukanlah masa untuk saling menyalahkan; ini adalah waktunya untuk hidup saling menjaga. (Lagipula, tidak adil rasanya untuk melihat semua ini dengan hitam-putih.) Karantina wilayah ini adalah bakti untuk bumi—dan, karenanya, untuk umat manusia sendiri–agar ia bisa kembali bernapas lega setelah lama memakai masker imajiner untuk menghindari polusi industri.

Suasana kawasan Jalan Braga yang sepi saat pemerintah melakukan penutupan beberapa akses jalan utama untuk mencegah penyebaran virus corona Covid-19 di Kota Bandung, Jawa Barat, 1 April 2020 via TEMPO/Prima Mulia

Bagi yang berkesempatan untuk di rumah, di rumahlah untuk merangkai cerita yang akan kau ceritakan di tahun-tahun berikutnya. Untuk mereka yang terpaksa mesti pergi ke luar untuk menyambung hidup di Bandung atau di kota-kota lain di penjuru bumi, berhati-hatilah.

Jika bisa setiap saat di rumah tanpa harus menjalani sif mingguan, saya akan dengan senang hati untuk tetap di rumah. Tapi, sekarang yang saya bisa hanya menikmati keleluasaan berkendara di jalanan Bandung yang sepi, di tengah-tengah suasana persis seperti ketika saya pergi ke sekolah dulu untuk menerima pelajaran kemampuan beradaptasi.

Tak perlu khawatir dengan Bandung. Takkan ia kehilangan jati diri hanya karena sebuah wabah. Dulu ia pernah bangkit setelah menjadi lautan api. Tapi juga jangan terlena dengan udara segarnya sekarang, ketika umat manusia, seperti peribahasa, “bagai telur di ujung tanduk.”


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Telur di Ujung Tanduk appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/telur-di-ujung-tanduk/feed/ 0 21008
Merasakan 1 dari 4 Hal Berikut? Tandanya Kamu Harus Bertualang https://telusuri.id/4-alasan-melakukan-petualangan/ https://telusuri.id/4-alasan-melakukan-petualangan/#respond Mon, 16 Jul 2018 09:35:53 +0000 https://telusuri.id/?p=9722 Satu dari empat hal berikut mungkin pernah dirasakan oleh sebagian besar manusia. Tapi, kebanyakan orang meresponnya dengan menggerutu—atau menyesali nasib. Nah, coba kita lihat empat hal itu dari sudut pandang yang berbeda: bisa jadi itu...

The post Merasakan 1 dari 4 Hal Berikut? Tandanya Kamu Harus Bertualang appeared first on TelusuRI.

]]>
Satu dari empat hal berikut mungkin pernah dirasakan oleh sebagian besar manusia. Tapi, kebanyakan orang meresponnya dengan menggerutu—atau menyesali nasib. Nah, coba kita lihat empat hal itu dari sudut pandang yang berbeda: bisa jadi itu adalah alasan bagimu untuk bertualang.

Apa saja sih memangnya?

1. Merasa bosan dengan keadaan kota

petualangan

Naik jip di menelusuri setapak di hutan via pexels.com/Tirachard Kumtanon

Hal ini mungkin pernah dialami oleh setiap orang. Lelah dengan hiruk-pikuk kehidupan kota, misalnya pekerjaan, kemacetan jalanan, pergi berbelanja, atau bahkan istirahat di rumah, mungkin terpikirkan olehmu untuk liburan.

Namun ada yang aneh. Semestinya ‘kan liburan “menghasilkan” sesuatu, misalnya perasaan senang, sehingga sepulang dari liburan kamu bakal kembali bersemangat melanjutkan rutinitas. Tapi kok ya sepulang liburan rasanya begitu-begitu saja?

Hm… Barangkali yang kamu perlukan bukan liburan tapi petualangan. “Lho, memang apa bedanya liburan dengan petualangan? Bukannya sama saja?”

Saat liburan, kamu sudah merencanakan semuanya dari awal sampai akhir. Kamu pergi ke tempat-tempat wisata yang sudah tenar, makan di tempat ngehits versi media sosial.

Petualangan agak lain. Kamu memang harus punya rencana mau pergi ke mana. Tapi, rencana yang kamu buat sekadar garis besar tujuan dan timeline perjalanan. Kamu memberikan ruang selebar-lebarnya pada spontanitas. Makanya cerita kamu nantinya bakal otentik, beda sama cerita-cerita liburan lainnya.

Jadi, siap untuk cuti dari rutinitas dan memulai sebuah petualangan?

2. Mengalami krisis kehidupan

petualangan

Berjalan di samping rel kereta api via pexels.com/Ajay Bhargav Guduru

Momen-momen ketika kamu mengalami krisis kehidupan adalah saat yang paling tepat untuk pergi bertualang. “Krisis kehidupan yang kayak gimana?” kamu bertanya.

Misalnya tugas akhir kuliah yang mentok, usaha yang sedang turun, atau mungkin kamu lagi bingung dengan kehidupanmu yang begitu-begitu saja.

Sebuah petualangan mungkin bisa jadi solusi atas persoalan-persoalan itu. Kamu bakal dapat banyak ide baru, hal baru, yang mungkin berada di luar nalarmu sendiri. Nggak jarang kamu bakal bilang “Oh, begitu” karena sadar kamu selama ini kamu melewatkan satu, dua hal penting.

Jangan lupa juga buat bawa buku catatan kecil untuk menuliskan setiap kejadian unik yang kamu alami. Mungkin itu nantinya bakal menjadi referensi dari ide-ide gila yang akan membantumu melanjutkan hidup.

3. Putus cinta

petualangan

Mengagumi pemandangan via pexels.com/Oziel Gómez

Iya, sih. Putus cinta itu berat. Tapi kamu tetap harus move on. “Iya, tapi nggak bisa. Aku bingung,” jawabmu.

Nah, mungkin kamu harus pergi ke tempat-tempat yang selama ini belum pernah kamu kunjungi. Kenapa? Karena kalau kamu cuma pergi ke tempat yang biasa kamu datangi, pasti susah banget buat move on.

Bumbui perjalananmu itu dengan petualangan. Nggak usah petualangan-petualangan besar—kecil-kecil aja. Yang penting kamu keluar dan bersenang-senang.

Mungkin malah saat bepergian kamu akan ketemu sama cemceman baru—ya, itu bonus saja. Selain itu, petualangan bakal ngasih kamu banyak topik untuk dibicarakan, yang bakal membantu kamu untuk melupakan mantan.

Tapi, meskipun pada akhirnya kamu belum ditakdirkan ketemu “yang baru” pas bertualang, jangan sedih. Setidaknya kamu sudah mencoba sekuat tenaga untuk move on.

4. Ingin punya cerita yang berbeda

petualangan

Terjun payung via pexels.com/Pixabay

Kalau kamu pengen punya cerita yang berbeda dari kisah-kisah yang banyak diceritakan di blog orang, bertualanglah.

Cobalah segala alternatif yang ada. Memang benar, kadang petualangan “buta” sangat berisiko. Kamu mungkin bakal mengalami hal-hal nggak enak, misalnya nyasar jauh dari tujuanmu. Mungkin juga kamu akan menggerutu dan membatin dalam hati bahwa ini adalah petualangan terburukmu.

Tapi, siapa tahu juga petualangan itu malah membawa kamu ke tempat-tempat baru yang cuma segelintir orang yang tahu. Kamu bakal bawa pulang cerita-cerita yang otentik.

Pertanyaannya sekarang: apakah kamu siap buat mengambil risiko yang menyertai sebuah petualangan? Orang-orang zaman dulu yang melakukan first ascent ke puncak-puncak tertinggi berani mengambil risiko itu, dan sekarang nama mereka jadi legenda.

“Terus gimana caranya bertualang?” Saya nggak akan menuliskan cara bertualang. Itu tugasmu untuk merangkumnya dari setiap cerita teman-temanmu, buku, film, atau blog.

Selain itu, kumpulkan juga mental dan keyakinanmu untuk bertualang. Ini penting, sebab petualangan sama halnya dengan memasuki pintu-pintu baru yang akan membawa kepada banyak kemungkinan.

Pokoknya, kata kuncinya adalah do it, deal with it, live with it, love it, and remember all of it.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Merasakan 1 dari 4 Hal Berikut? Tandanya Kamu Harus Bertualang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/4-alasan-melakukan-petualangan/feed/ 0 9722