SEMASA CORONA Arsip - TelusuRI https://telusuri.id/semasacorona/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Thu, 10 Feb 2022 05:49:34 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 SEMASA CORONA Arsip - TelusuRI https://telusuri.id/semasacorona/ 32 32 135956295 Rupa Tahun Baru Imlek 2573 di Pasar Gede, Solo https://telusuri.id/rupa-tahun-baru-imlek-2573-di-pasar-gede-solo/ https://telusuri.id/rupa-tahun-baru-imlek-2573-di-pasar-gede-solo/#respond Fri, 11 Feb 2022 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=32805 Di Kota Solo, peringatan Tahun Baru Imlek 2573 biasa dilaksanakan dengan berpusat di Kawasan Pasar Gede Solo. Akan tetapi, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang dimeriahkan dengan berbagai acara Imlek, kali ini di Pasar Gede hanya...

The post Rupa Tahun Baru Imlek 2573 di Pasar Gede, Solo appeared first on TelusuRI.

]]>
Di Kota Solo, peringatan Tahun Baru Imlek 2573 biasa dilaksanakan dengan berpusat di Kawasan Pasar Gede Solo. Akan tetapi, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang dimeriahkan dengan berbagai acara Imlek, kali ini di Pasar Gede hanya berhiaskan seribu lampion, lampu shio, serta satu patung shio macan. Meski begitu, antusiasme masyarakat telah terlihat sejak beberapa waktu sebelum tahun baru tiba. Hasilnya Pasar Gede semakin ramai.

Di sini, peringatan tahun baru Imlek bukan hanya dinantikan oleh masyarakat Surakarta keturunan Tionghoa saja, melainkan juga bagi ribuan masyarakat dengan berbagai latar agama dan suku. Selain itu, tak hanya masyarakat Solo Raya saja yang mengunjungi Pasar Gede saat Tahun Baru Imlek, masyarakat dari kota Semarang, Yogyakarta hingga Jakarta pun turut meramaikan pagelaran seribu lampion di Pasar Gede tahun ini.

Imlek Pasar Gede Solo
Jembatan Pasar Gede dan sekitarnya yang hanya boleh dilalui oleh pejalan kaki pada 31 Januari 2022/Rosta Tinika S

Sejak pemasangan lampion, masyarakat telah ramai mengunjungi kawasan Pasar Gede. Masyarakat pada umumnya berdatangan sedari petang hingga malam hari. Saat-saat tersebut merupakan waktu yang sempurna untuk menikmati indahnya Kota Solo berhias seribu lampion. Hal ini dikarenakan lampion yang sengaja dipasang di kawasan Pasar Gede tersebut terlihat elok saat menyala di balik gelap malam. 

Keramaian begitu nampak sedari hari Sabtu, 29 Januari 2022. Banyak masyarakat menghabiskan malam minggu bersama orang tersayang mereka di Kawasan Pasar Gede hingga Balai Kota Solo. Dari Tugu Jam Pasar Gede hingga Jembatan Pasar Gede, Kali Pepe, Jalan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres menjadi arena kulineran masyarakat. Di area itu banyak pedagang kaki lima dan jejeran hik (warung angkringan) yang menjajakan dagangannya. 

Apalagi kala itu hujan sempat mengguyur Kota Solo, menjadi saat yang pas untuk menikmati wedang ronde. Banyak pula masyarakat yang mengabadikan momen Imlek di Pasar Gede dengan berswafoto. Galeri Seni Pasar Gede juga menjadi sasaran dari perhatian masyarakat untuk menikmati malam dengan lampion yang menghiasi pepohonan di sekitar pendopo galeri tersebut.

Imlek Pasar Gede Solo
Kawasan Galeri Seni Pasar Gede dipadati masyarakat pada Minggu, 30 Januari 2022/Rosta Tinika S

Seribu lampion ini menjadi momen yang sangat dinantikan masyarakat lantaran sudah dua tahun tidak diadakan. Maka dari itu banyak pengendara motor yang memadati jalanan, dari Monumen Patung Slamet Riyadi di Jalan Slamet Riyadi hingga arah Pasar Gede dan Balai Kota Solo di Jalan Jenderal Sudirman.

Keadaan di Pasar Gede begitu ramai oleh manusia, sepertinya mereka tidak begitu khawatir akan terpapar COVID-19. Meski begitu, mereka telah menerapkan protokol kesehatan dengan menjaga jarak fisik serta memakai masker. Selain itu suntikan vaksin dosis lengkap yang telah diterima sebagian besar masyarakat membuat mereka semakin memberanikan diri untuk turut meramaikan malam saat tahun baru Imlek di Pasar Gede.

Varian Omicron yang tengah merebak di Jakarta, tidak begitu membuat pengunjung khawatir, sepertinya sih. Lantaran Kota Solo yang masih terbilang aman dari varian tersebut. Namun, di sisi lain sebagian masyarakat sedikit khawatir lantaran cukup banyaknya pengunjung  yang berasal dari Jakarta berdatangan ke Pasar Gede.

Menanggapi keramaian masyarakat saat menghadiri lampion di Pasar Gede, satgas COVID-19 terus memantau aktivitas masyarakat yang menimbulkan kerumunan. Mereka pun tidak segan membubarkan masyarakat jika kerumunan tidak dapat dikendalikan. Sedangkan dalam upaya mengantisipasi kemacetan lalu lintas, petugas kepolisian melakukan pengalihan arus lalu lintas di berbagai kawasan yang biasa dipadati pengendara kendaraan bermotor. Pengalihan tersebut di Jalan Jenderal Sudirman hingga persimpangan Bank Indonesia. 

Imlek Pasar Gede Solo
Pengendara motor yang memadati jalanan sekitar Pasar Gede/Rosta Tinika S

Kabarnya, penutupan dan pemberlakuan arus lalu lintas sejak hari Senin 31 Januari hingga 16 Februari 2022. Oleh karena rekayasa lalu lintas tersebut, pengendara kendaraan bermotor hanya dapat melalui Jembatan Pasar Gede, Tugu Jam Pasar Gede, hingga Balai Kota sebatas pada 30 Januari 2022. Hal tersebut disebabkan sejak 31 Januari 2022 kawasan tersebut hanya diperuntukkan bagi para pejalan kaki. Kebijakan ini diberlakukan mengingat ramainya pengendara motor dapat berakibat buruk baik bagi pengendara maupun pejalan kaki yang memadati kawasan Pasar Gede.

Walhasil menjelang puncak perayaan malam Tahun Baru Imlek pada 31 Januari kali ini nampak kemacetan yang cukup parah dari arah Bundaran Gladak hingga Balai Kota, sedangkan dari arah sebaliknya terlihat jauh lebih lengang. 

Mendadak Pasang Lampion

Mulanya masyarakat Tionghoa di Surakarta tidak berniat untuk memasang lampion saat Imlek seperti dua tahun sebelumnya. Namun, bermodal perizinan pemasangan seribu lampion atas dasar permintaan pemerintah Kota Solo membuat masyarakat keturunan Tionghoa memberanikan diri meramaikan Tahun Baru Imlek dengan memasang lampion.

Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka beserta sang wakil berharap Imlek di Pasar Gede kali ini tidak meredup seperti tahun-tahun kemarin setelah pandemi melanda dunia. Walaupun demikian, pagelaran imlek lainnya seperti Festival Imlek hingga Grebeg Sudiro tidak turut diadakan mengingat masih merebaknya COVID-19.

Salah seorang tokoh masyarakat Tionghoa, Sumartono Hadinoto mengaku permintaan walikota terbilang mendadak sehingga masyarakat Tionghoa hanya mampu memasang 1000 lampion dengan satu patung shio macan pada Imlek tahun ini.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Rupa Tahun Baru Imlek 2573 di Pasar Gede, Solo appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/rupa-tahun-baru-imlek-2573-di-pasar-gede-solo/feed/ 0 32805
Suasana Malam Malioboro Kala Pandemi COVID-19 https://telusuri.id/suasana-malam-di-malioboro-di-tengah-pandemi-covid-19/ https://telusuri.id/suasana-malam-di-malioboro-di-tengah-pandemi-covid-19/#respond Sat, 20 Nov 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30287 Jumat, 18 Juni 2021, merupakan pengalaman berhargaku menikmati suasana malam di Malioboro saat pandemi COVID-19. Menuju ke sana berawal dari ketidaksengajaan. Terus terang, aku agak labil ketika dihadapkan banyak pilihan yang membuatku lama mengambil keputusan....

The post Suasana Malam Malioboro Kala Pandemi COVID-19 appeared first on TelusuRI.

]]>
Jumat, 18 Juni 2021, merupakan pengalaman berhargaku menikmati suasana malam di Malioboro saat pandemi COVID-19. Menuju ke sana berawal dari ketidaksengajaan. Terus terang, aku agak labil ketika dihadapkan banyak pilihan yang membuatku lama mengambil keputusan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa kawasan Malioboro merupakan salah satu destinasi wisata Yogyakarta yang selalu ramai dikunjungi para wisatawan lokal dan mancanegara. Pedagang kaki lima, tukang becak, pak kusir, seniman, dan pelaku usaha kreatif berkumpul di titik yang sama. Jangan lupa, pedagang lokal, Plaza Matahari, dan Pasar Beringharjo siap memenuhi selera belanja konsumen.

Karena Malioboro merupakan salah satu pusat Kota Jogja, maka rute jalan menuju ke sana dibuat searah. Tujuannya tentu untuk mengurai kemacetan. Hampir setiap kota turut merasakan gerahnya kemacetan. Apalagi ketika berada di pusat kota. Setiap perayaan momen tertentu, misal lebaran dan malam pergantian tahun, kemacetan sudah menjadi masalah klasik dalam tata ruang perkotaan.Pandemi memang merubah kondisi pariwisata Jogja secara keseluruhan. Kini, para pramuwisata se-DIY tidak henti-hentinya menghimbau wisatawan agar manut protokol kesehatan. Langkah seperti ini perlu diapresiasi meskipun tidak semua wisatawan menurut imbauan tersebut. Maka tidak heran, kawasan objek wisata menjadi salah satu sarang penyebaran penyakit menular.

Pose Bang Yudis di Malioboro
Pose Bang Yudis di Malioboro/Genta Ramadhan

Awalnya, aku diajak oleh Bang Yudis, teman se-indekos, untuk makan angin. Kebetulan sekali, aku perlu piknik untuk mengurangi rasa suntuk di indekos. Banyak orang juga merasakan hal yang serupa sepertiku. Sebelumnya, niat kami ialah makan nasi uduk samping Martabak KumKum. Lokasinya berada di Sagan, tepatnya Jalan Prof. Herman Yohanes. Sayangnya warung ini berhenti beroperasi akibat kebijakan PPKM bulan Juli silam.

Setelah salat Magrib, kami berangkat ke sana menggunakan motor. Di sana, menu makanan tersedia cukup banyak. Sistem pengambilan makanan berupa prasmanan. Artinya, konsumen boleh memilih teman nasi sesuai selera. Namun, porsinya tetap diatur oleh si penjual. Menariknya, metode pembayaran pun juga kekinian, yaitu tunai dan pindai barcode QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).

Hotel Grand Inna Mutiara
Hotel Grand Inna Mutiara/Genta Ramadhan

Seperti biasa, aku dan Bang Yudis menikmati makan malam. Ibarat isi baterai ponsel sebelum digunakan. Di sana, aku mengamati Bang Yudis sedang asyik menggunggah aktivitasnya ke media sosial. Nampaknya, ada orang lain juga melakukan hal yang serupa. Aku bertanya sendiri, untuk apa manusia sekarang unggah story di media sosial pula?

Setelah ritual makanan, kami bersiap-siap meluncur ke Malioboro. Namun, kami harus menunggu teman kampus Bang Yudis yang katanya sedang dalam perjalanan. Kata Bang Yudis, dia berasal dari Bangka yang barusan tiba di Jogja. Hal ini membuatku kesal karena tindakan blunder Bang Yudis. Alhasil rencana berangkat kami tertunda setengah jam dari yang rencana awal. Namun setelah aku mencoba menguasai diri agar emosiku tidak meledak, akhirnya aku memaklumi alasannya dan berlapang dada.

Akhirnya, kami berangkat ke Malioboro. Karena Jalan Prof. Herman Johannes dibuat searah, terpaksa kami memutar arah. Untungnya, ada gang kecil yang bisa memangkas waktu perjalanan menuju jalan protokol menuju simpang Gramedia. Setibanya di sana, kami memarkir motor di Taman Parkir Abu Bakar Ali. Tempat ini merupakan lahan parkir vertikal untuk kendaraan bermotor yang berdekatan dengan kawasan Malioboro. 

Kami memarkir motor di lantai tiga. Desain taman parkir ini cocok untuk kawasan wisata karena banyak wisatawan berlalu lalang di Malioboro. Selain itu, ada stasiun kereta Tugu yang selalu sibuk melayani arus penumpang kereta.

Aku dan Gapura Kampung Ketandan
Aku dan Gapura Kampung Ketandan/Genta Ramadhan

Sekarang, waktunya menjelajahi Malioboro.

Kami bertiga menikmati suasana malam Malioboro dengan syahdu. Sesekali, aku kembali menengok Jogja Library (Joglib). Dulu ketika ada tugas kuliah dan lagi gabut, aku sering bertandang ke sana untuk mencari koran. Biasa, sesekali aku bernostalgia soal Joglib. Di depannya, terdapat Hotel Grand Inna menjadi landmark area Malioboro. Jangan lupa, Malioboro juga menyediakan kawasan pedestrian dan spot foto yang menjanjikan.

Syahdan, kami berjalan ke arah Alun-Alun Utara Kraton. Sepanjang perjalanan, aku melihat gang kecil dengan nama kampung yang khas. Salah satunya, Kampung Ketandan yang merupakan rumah warga berketurunan Tionghoa. Selain itu, terdapat deretan arsitektur Tionghoa yang menjadi ciri khas Kampung Ketandan. Aku sering melihat gapura kawasan itu, tetapi belum masuk gang lebih dalam. Istana Agung dan Benteng Vreedebrug juga terletak lokasi yang sama.

Kaki kami penat setelah berjalan terlalu lama. Seperti biasa, aku dan Bang Yudis menemani teman Bang Yudis membeli oleh-oleh. Kemudian, aku berniat membeli oat milk sebagai cemilan. Sayangnya, toko ini tutup begitu cepat karena pandemi. Alih-alih demikian, kami mencari warung makan lesehan untuk mengisi tenaga. Sayangnya, aku tidak membelinya karena harga makanan disana mahal. Sebagai gantinya, aku menikmati wedang ronde yang menyegarkan. Setelah selesai, kami kembali ke indekos dengan perasaan penat dan bercampur puas.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

The post Suasana Malam Malioboro Kala Pandemi COVID-19 appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/suasana-malam-di-malioboro-di-tengah-pandemi-covid-19/feed/ 0 30287
Menggali Kesepian dari Villa Isola Bandung https://telusuri.id/menggali-kesepian-dari-villa-isola-bandung/ https://telusuri.id/menggali-kesepian-dari-villa-isola-bandung/#respond Wed, 10 Nov 2021 11:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30176 Pagi itu, aku berdiri di pinggir jalan Setiabudi, Bandung, persis di depan gedung Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Mentari memancarkan sinarnya yang hangat. Hari itu hari kerja. Tapi, sama sekali...

The post Menggali Kesepian dari Villa Isola Bandung appeared first on TelusuRI.

]]>
Pagi itu, aku berdiri di pinggir jalan Setiabudi, Bandung, persis di depan gedung Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Mentari memancarkan sinarnya yang hangat. Hari itu hari kerja. Tapi, sama sekali tak terlihat aktivitas sibuk para mahasiswa serta staf pengajar maupun karyawan lainnya di kampus perguruan tinggi itu. Gedung FPTK UPI terlihat sepi.

Perlahan, aku berjalan ke arah sisi utara, mendekati gerbang selatan UPI, yang tak jauh dari Masjid Al-Furqan. Di sana, juga terlihat sepi. Tak ada aktivitas mahasiswa keluar-masuk kampus. Pun saat aku bergeser ke pintu gerbang utara, yang tak jauh dari Terminal Ledeng. Sama, sepi.

Gerbang utara UPI
Gerbang utara UPI/Djoko Subinarto

Sejak COVID-19 merebak pada 2020, yang kemudian membuat aktivitas perkuliahan beralih ke online, UPI—seperti juga kampus-kampus perguruan tinggi lainnya—seolah menjadi kampus mati. 

Hiruk-pikuk aktivitas kampus mendadak sirna. Buntutnya, berimbas pula ke lingkungan sekitar kampus. Jalan Setiabudi di depan kampus UPI, yang menghubungkan Kota Bandung dengan Lembang dan Subang, yang sebelum wabah corona, terutama di jam-jam sibuk, senantiasa berhias kemacetan, saat ini menjadi lebih lengang.

Kedai-kedai makan di sekitar kampus, tempat para mahasiswa makan, entah itu sarapan, makan siang atau makan malam, kehilangan pelanggan dan juga omzet harian yang lumayan besar.

Di pinggir Jalan Setiabudi, di tempat biasa angkot-angkot mangkal, aku berdiri celingukan. Aku lantas melongok ke balik pagar kampus UPI, melemparkan pandangan ke sekitar Villa Isola yang sejak perguruan tinggi itu berdiri menjadi bagunan ikonik kampus tersebut.

Kolam ikan depan Vila Isola
Kolam ikan depan Vila Isola/Djoko Subinarto

Bangunan berwarna putih itu masih berdiri megah. Tapi, seperti juga bangunan lainnya di kampus ini, ia juga dirundung kesepian. Di depan Villa Isola, ada kolam ikan. Hari itu, kulihat kolamnya kering kerontang. 

Villa Isola dibangun pada 1933 oleh biro arsitek Algemeen Ingenieurs en Architecten (AIA). Perancangnya adalah arsitek bernama Charles Prosper Wolff Schoemaker. Pemilik pertama Villa Isola yaitu Dominique Willem Berretty, pengusaha media dan juga direktur perusahaan pers ANETA (Algemeen Nieuws en Telegraaf Agentschap).

Setelah Baretty meninggal, Villa Isola sempat difungsikan sebagai hotel. Pernah juga dijadikan sebagai museum perang di masa pendudukan Jepang. Usai Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, villa ini dijadikan sempat sebagai markas besar militer Divisi Siliwangi, dan kemudian beralih menjadi Gedung Rektorat UPI serta namanya diganti menjadi Bumi Siliwangi.

Sebagian mahasiswa kerap menjadikan halaman depan Villa Isola sebagai tempat rehat setelah kuliah dan menunggu jam kuliah selanjutnya.  Selain itu, kerap pula dijadikan tempat mendiskusikan tugas-tugas kampus.

Markas Menwa UPI
Markas Menwa UPI/Djoko Subinarto

Dulu, di seberang Isola, ada bangunan stasiun radio kampus. Kalau tidak salah, stasiun radio itu mengudara di frekuensi 1448 khz. Materi acaranya sebagian besar terkait dengan dunia pendidikan. Namun, memasuki akhir tahun 80-an, stasiun radio tersebut berhenti mengudara.

Tak jauh dari Isola, berdiri Gedung Pentagon. Disebut Pentagon karena bentuknya segi lima. Boleh dibilang gedung ini menjadi markasnya mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS), karena sebagian besar aktivitas perkuliahan anak-anak FPBS dilangsungkan di Gedung Pentagon.  Selain itu, sejumlah himpunan mahasiswa FPBS juga bermarkas di Pentagon ini.

Sekarang, Gedung Pentagon sudah tidak ada. Sebagai gantinya, berdiri Museum Pendidikan Nasional. Museum ini diresmikan oleh oleh Gubernur Jawa Barat, H. Ahmad Heryawan, Lc dan  Rektor UPI, Prof. Furqan, Ph.D, pada hari Rabu, 25 November 2016, bertepatan dengan Hari Guru Nasional.

Di sekitar Villa Isola berdiri beberapa bangunan villa yang lebih kecil. Salah satunya dijadikan sebagai Markas Komando Menwa, Mahawarman Batalyon XI.

UPI sendiri sangat identik dengan pendidikan, terutama pendidikan guru. Oleh sebab itu, dulu perguruan tinggi ini bernama Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung. Berdiri pada tanggal 20 Oktober 1954,  IKIP Bandung menyandang nama awal sebagai Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) Bandung. 

Setelah empat tahun beroperasi, PTPG Bandung akhirnya diintegrasikan menjadi bagian dari Universitas Padjadjaran (UNPAD), yakni sebagaiFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).

Kemudian, melalui Keputusan Presiden Nomor 1 tahun 1963, FKIP UNPD ini akhirnya melakukan merger dengan Institut Pendidikan Guru (IPG) dan berganti nama menjadi IKIP. Dalam perjalanan selanjutnya, nama IKIP kemudian diubah menjadi UPI. Perubahan nama ini berdasar Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 124 Tahun 1999. UPI sempat menyandang status sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) pada tahun 2004. Namun, status tersebut kemudian diubah kembali menjadi perguruan tinggi negeri melalui Peraturan Presiden Nomor 43 tahun 2012.

Berdasarkan data Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT), yang dirilis beberapa waktu lalu, UPI termasuk salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) yang paling diminati di Indonesia. UPI berada di peringkat 7 dalam daftar 10 PTN paling diminati Tahun 2021. Peringkat pertama ditempati Universitas Gadjah Mada(UGM), Yogyakarta.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

The post Menggali Kesepian dari Villa Isola Bandung appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menggali-kesepian-dari-villa-isola-bandung/feed/ 0 30176
Maulid Nabi Tahun Ini, Baluwarti Terlihat Sepi dari Ragam Tradisi https://telusuri.id/maulid-nabi-di-baluwarti/ https://telusuri.id/maulid-nabi-di-baluwarti/#respond Wed, 27 Oct 2021 12:01:56 +0000 https://telusuri.id/?p=31117 12 Rabiul Awal adalah tanggal yang sangat penting bagi umat Islam. Tanggal tersebut diperingati sebagai hari Maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam. Menjadi hari bersejarah karena sebagai awal mula Nabi Muhammad SAW lahir ke dunia,...

The post Maulid Nabi Tahun Ini, Baluwarti Terlihat Sepi dari Ragam Tradisi appeared first on TelusuRI.

]]>
12 Rabiul Awal adalah tanggal yang sangat penting bagi umat Islam. Tanggal tersebut diperingati sebagai hari Maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam. Menjadi hari bersejarah karena sebagai awal mula Nabi Muhammad SAW lahir ke dunia, tepat di Tahun Gajah. Disebut Tahun Gajah karena dulu terjadi penyerangan Raja Abrahah dengan Pasukan Gajah ke Ka’bah saat lahirnya Nabi Muhammad.

Tradisi Maulid Nabi juga ada di Indonesia, negara dengan populasi umat Islam terbanyak di dunia. Jadi, wajar saja jika peringatan Maulid Nabi mudah dijumpai di seluruh penjuru Indonesia. Termasuk juga di Kota Surakarta, kota budaya yang kental dengan nuansa tradisi Jawa. Oleh masyarakat Surakarta, peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini disebut dengan sebutan Muludan. Hal ini karena dalam kalender Jawa, Bulan Rabiul Awal lebih dikenal sebagai Sasi Mulud yang berarti bulan kelahiran.

Masjid Agung Surakarta
Masjid Agung Surakarta via TEMPO/Bram Selo Agung

Keraton Surakarta biasa menggelar Grebeg Maulud dan Sekaten setiap kali Maulid Nabi tiba. Alun-alun Kidul ramai penjaja makanan, mainan, aneka khas hingga pertunjukan seni budaya yang biasa digelar. Memasuki Bulan Rabiul Awal, warga beramai-ramai menuju sekitar keraton untuk Muludan. Kelurahan Baluwarti (kelurahan letak keraton Surakarta berada) saat Bulan Rabiul Awal tiba biasa disibukkan dengan aneka persiapan peringatan Muludan. Sunan Pakubuwono yang turut andil sebagai pemimpin, para abdi dalem, pengurus Masjid Agung Surakarta, hingga masyarakat bersiap-siap menyambut tradisi yang sejak ratusan tahun lalu digelar.

Keraton, Masjid Agung Surakarta, Alun-alun Kidul, hingga Pasar Klewer biasa dipadati para pengunjung untuk menikmati Sekaten. Tradisi  Sekaten  paling ramai dikunjungi karena bisa berlangsung selama satu bulan penuh di Sasi Mulud. Saat Sekaten yang paling dirindukan tidak lain adalah pasar malam atau dalam bahasa Jawa disebut dengan Cembengan.

Sejak ada pandemi COVID-19 dan masuk ke Kota Surakarta, banyak hal yang berubah. Meski COVID-19 telah menyebar lebih dari satu setengah tahun, kegiatan sosial budaya masyarakat masih harus tetap dibatasi. Mobilitas sosial yang tidak diperlukan dan tidak mendesak, tidak bisa dilakoni. Hingga sedari tahun kemarin Muludan belum bisa diperingati dengan riuhnya masyarakat. Sorak sorai dalam merayakan ritual keagamaan dan tradisi kini menjadi sunyi. Mengingat kembali kalau masih dalam keadaan yang penuh keprihatinan, yang kalau dalam bahasa Jawa disebut sebagai mangsa prihatin.

Grebeg Mulud sebelum pandemi
Grebeg Mulud sebelum pandemi via TEMPO/Zaini Abdul Hakim Aviyanto

Kali ini Baluwarti masih sepi, pihak keraton belum lagi mengadakan tradisi yang dinanti-nanti masyarakat lantaran masih dalam keadaan pandemi. Parkiran Pasar Klewer yang biasa dipenuhi moda transportasi para pengunjung Sekaten tidak banyak dipadati. Hanya beberapa lalu lalang pengunjung pasar yang menyambangi.

Pihak Masjid Agung Surakarta menegaskan bahwa berbagai macam ritual dan tradisi sebagai peringatan kelahiran Rasulullah belum bisa dilaksanakan lagi. Terlebih pada kegiatan yang akan menimbulkan kerumunan. Meski tradisi tersebut sudah membudaya sejak ratusan tahun silam, Pemerintah Kota Surakarta juga menegaskan bahwa belum dapat menggelar budaya yang bisa menjadi klaster baru penyebaran COVID-19. Walaupun tetap diadakan, tidak banyak masyarakat yang bisa turut menghadiri. 

Memang tahun ini, tidak jauh berbeda dengan tahun kemarin. Tahun di mana tidak ada Sekaten, tak ada iring-iringan Grebeg Maulud, dan Alun-alun Kidul yang masih sepi dari pedagang Cembengan. Apabila dilihat dari esensi kelahiran Nabi Muhammad, tentu hal ini adalah perkara yang sulit. meski banyak yang menganggap suasana sepi dan sunyi ini sebagai hal mudah. Sejatinya peringatan ini sebagai refleksi diri, mengingat sang utusan Allah dalam berdakwah. Melihat sejarah semenjak beliau lahir hingga menutup usia yang dicurahkan untuk kebaikan umat manusia. Hidup dan matinya untuk menjadi contoh teladan yang baik bagi manusia.

Peringatan Maulid Nabi tidak melulu harus dengan beramai-ramai berkumpul dengan sesama umat. Perayaan tradisi yang dulu baik tidak mesti baik di zaman sekarang, budaya yang berkembang perlu memperhatikan sisi kemanusiaan. Tidaklah mungkin sang suri tauladan melupakan bagaimana pentingnya kesehatan umatnya. Walaupun Baluwarti sepi, tidak pernah henti rasa syukur yang hadir dalam diri manusia. Meski Masjid Agung sunyi, doa selalu teriring untuk kehidupan di bumi yang jauh lebih baik.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

The post Maulid Nabi Tahun Ini, Baluwarti Terlihat Sepi dari Ragam Tradisi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/maulid-nabi-di-baluwarti/feed/ 0 31117
Menikmati Martabak Mesir H. Wan yang Berdiri Sejak Tahun 1985 https://telusuri.id/menikmati-martabak-mesir-h-wan-yang-berdiri-sejak-tahun-1985/ https://telusuri.id/menikmati-martabak-mesir-h-wan-yang-berdiri-sejak-tahun-1985/#respond Tue, 28 Sep 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=28989 Sudah hampir dua tahun, saya dan keluarga kecil tidak mudik. Pandemi COVID-19 menjadi penghalang terbesar saya untuk kembali tatap muka dengan keluarga tercinta di kampung halaman. Namun, menjelang bulan suci ramadan tahun ini kami menemukan...

The post Menikmati Martabak Mesir H. Wan yang Berdiri Sejak Tahun 1985 appeared first on TelusuRI.

]]>
Sudah hampir dua tahun, saya dan keluarga kecil tidak mudik. Pandemi COVID-19 menjadi penghalang terbesar saya untuk kembali tatap muka dengan keluarga tercinta di kampung halaman. Namun, menjelang bulan suci ramadan tahun ini kami menemukan celah  untuk pulang ke kampung halaman. Perjalanan pun kami tempuh dengan mengendarai mobil pribadi, berangkat dari Ibukota DKI Jakarta.

Kota Payakumbuh, Sumatera Barat, menjadi tujuan saya. Saya yang dilahirkan dan dibesarkan di kota dengan julukan Kota Biru ini masih harus menemui kedua orang tua yang masih menetap di sini. Kota Payakumbuh merupakan salah satu kota besar di wilayah Sumatera Barat, dengan jarak sekitar 123,6 km atau dengan jarak tempuh 3,5 jam dari ibukota provinsi, Padang.

Payakumbuh dikelilingi oleh perbukitan, gunung, dan sawah yang terbentang luas. Pertanian merupakan pendapatan terbesar kota selain perdagangan. Jika kita menjambangi Kota Payakumbuh tak akan lengkap rasanya jika tidak menikmati kuliner yang beraneka ragam.

Kota Batiah juga sebutan lain untuk Kota Payakumbuh. Batiah adalah makanan tradisional yang masih diproduksi namun terbilang langka, tidak semua warga kotanya mampu membuat batiah. Selain batiah banyak lagi makanan-makanan nikmat yang tak boleh dilewatkan. Martabak Mesir H. Wan salah satunya. Penasaran kan agaimana rasa martabak mesir H. Wan yang terkenal di Payakumbuh? 

Martabak mesir termasuk dalam jenis martabak asin. Berbeda dengan martabak telor yang juga berbahan dasar telur dengan cocolan kuah cuka. Martabak mesir memiliki rasanya yang gurih kaya rempah, potongan daging di dalamnya lalu disiram dengan kuah cuka pedas manis yang berwarna coklat kehitaman lengkap berisi potongan cabe, bawang bombay menambah cita rasa martabak membuat kita tidak bosan untuk menyantapnya apalagi dimakan sore hari sembari menikmati kendaraan lalu lalang di pasar pusat kota.

Martabak Mesir H. Wan dirintis dari tahun 1985 berjualan di Pusat Kuliner Sore, di Pasar Payakumbuh. Posisinya yang strategis membuatnya semakin mudah untuk dikunjungi. Gerobak dagangan berdiri di bagian hub pertigaan Tugu Adipura, Jalan Sudirman. Berjualan saat sore hari hingga malam tiba. Tak pernah sepi pembeli, adonan martabak sudah siap tersedia untuk dibeli para pelanggannya.

Martabak Mesir H. Wan di Pusat Kuliner Sore, Jalan Sudirman, Pasar Payakumbuh/Atika Amalia Bastin

Hampir 10 hari saya dan keluarga kecil melakukan isolasi mandiri di rumah setelah perjalanan dari Jakarta. Kami dalam kondisi yang sehat dari hari pertama tiba sampai masa isolasi berakhir. Orang tua yang kami kunjungi pun juga dalam kondisi sehat.

Saya lalu memutuskan untuk berjalan-jalan sore di Pusat Kuliner Pasar, Kota Payakumbuh tetap dengan mengikuti protokol kesehatan. Rindu sekali mencicipi makanan yang tidak pernah saya temui di perantauan. Tujuan utama saya tentunya Martabak Mesir H. Wan. Bisnis kuliner yang dirintis oleh Bapak Nusyirwan ini telah ada dari tahun 1985.

Saya tidak berani untuk makan ditempat, walaupun mereka menyediakan satu meja aktif untuk pembeli yang ingin menyantap langsung disana, saya memutuskan untuk dibungkus saja. Rasa khawatir saya masih tinggi akan penularan COVID-19. Dengan sigap si uda sapaan saya untuk orang yang bekerja di kedai itu sigap beraksi.Martabak dipanggang di atas wajan pipih nan lebar, kamera pun saya keker tepat mengarah ke martabak, tidak ingin rasanya kehilangan momen ini. Beberapa foto telah saya dapatkan untuk dokumentasi. Saya pun bertanya kepada si uda, apakah mereka mempunyai cabang selain di pasar ini, tentu saja jawabnya. Mereka bercerita bahwa mempunyai sebuah cafe yang juga bernama Martabak Mesir H. Wan, berada di Jalan Soekarno Hatta, Koto Nan Ampek. Tak jauh dari pom bensin sorak seorang lelaki yang sedang membungkus martabak. Saya tentu semakin penasaran.

Memotong martabak/Atika Amalia Bastin

Esok harinya, saya beserta keluarga menyambangi Cafe Martabak Mesir H. Wan yang tempatnya tidak begitu jauh dari rumah. Cafe yang menyematkan tagline “taste never lie” ini cukup asyik untuk dijadikan tempat berkumpul bersama keluarga, kawan, dan pasangan. Namun ingat jika ingin berkumpul dalam jumlah kecil atau sendiri terus patuhi protokol kesehatan.

Menu makanan yang ditawarkan pun sangat bervariasi mulai dari makanan ringan sebagai pembuka, makanan besar hingga makanan penutup. Harga yang cukup ramah dikantong membuat tempat ini tak pernah sepi pembeli. Hal baru yang saya temui yaitu martabak dengan topping beraneka ragam diantaranya martabak mesir mozzarella dan martabak mesir keju. Kita pun bisa memilih ingin martabak berbahan telur ayam atau berbahan telur bebek. Saya pun memesan dua martabak sekaligus, martabak mesir mozzarella telur bebek dan martabak mesir keju telur ayam. Tak lama menunggu martabak pun sudah matang.

Saya memilih untuk dibungkus saja dan menikmati di dalam mobil. Saya cukup mengapresiasi dengan inovasinya dengan tidak terlalu mengubah rasa asli, martabak mesir mozzarella bisa jadi alternatif pilihan jika bosan dengan rasa original. Jika kamu tak sempat keluar rumah untuk membelinya, Martabak Mesir H. Wan telah bergabung di platform GoFood. Kamu bisa memesan sesuai menu yang tersedia di aplikasi.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menikmati Martabak Mesir H. Wan yang Berdiri Sejak Tahun 1985 appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menikmati-martabak-mesir-h-wan-yang-berdiri-sejak-tahun-1985/feed/ 0 28989
KMP Sebuku: Mondar Mandir Membelah Selat Sunda https://telusuri.id/kmp-sebuku-mondar-mandir-membelah-selat-sunda/ https://telusuri.id/kmp-sebuku-mondar-mandir-membelah-selat-sunda/#respond Sun, 26 Sep 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=29319 “Kita naik kapal sore aja ya, biar bisa liat sunset,” Aydas berucap. Aku yang tidak begitu antusias, segera mengiyakan ajakannya. Sore ini aku, suamiku Aydas, dan putri kecilku Azzahra akan menyebrang melalui Selat Sunda mengendarai...

The post KMP Sebuku: Mondar Mandir Membelah Selat Sunda appeared first on TelusuRI.

]]>
“Kita naik kapal sore aja ya, biar bisa liat sunset,” Aydas berucap. Aku yang tidak begitu antusias, segera mengiyakan ajakannya. Sore ini aku, suamiku Aydas, dan putri kecilku Azzahra akan menyebrang melalui Selat Sunda mengendarai KMP Sebuku untuk kembali ke ibukota. Tiket kapal dipesan melalui aplikasi Ferizy di ponsel kami.

Ferizy adalah aplikasi yang diluncurkan oleh PT. ASDP untuk memudahkan penumpang memesan tiket. Di aplikasi ini sudah tertera waktu keberangkatan, kita bisa memilih sesuai yang kita inginkan. Dengan cara mengisi data penumpang, memilih jam berangkat, kendaraan lalu membayarnya secara online atau transfer ATM. Tiket elektronik pun siap untuk di-scan saat kita memasuki pelabuhan.

Harga tiket yang ditawarkan pun beragam. Mulai jadi jenis kapal yang ingin kita tumpangi, kendaraan yang kita gunakan serta perseorangan. Beruntungnya, jika kita berangkat dengan 1 minibus yang dihitung adalah harga mobilnya bukan jumlah orang yang ada didalamnya.

Semenjak adanya aplikasi Ferizy pemesanan tiket penyebrangan kapal semakin terasa mudah. Sementara bagi penumpang yang tidak ingin memesan tiket melalui aplikasi, di sepanjang jalan sebelum memasuki pelabuhan banyak agen-agen penjualan tiket. Mereka akan membantu penumpang untuk memesan tiket namun harga yang ditawarkan sedikit lebih tinggi dari harga yang dijual dari aplikasi.

Kami yang sebelumnya menghabiskan lima jam perjalanan melalui tol dari Palembang menuju Pelabuhan Bakauheni merasa lega karena satu jam sebelum keberangkatan tunggangan kami sudah siap untuk masuk lambung kapal. Namun, antrian penumpang yang baru saja merapat membuat kami harus menunggu sedikit lebih lama. Tak mengapa kami bisa melihat aktivitas pelabuhan sembari menyantap pempek yang sempat saya beli dulu di Palembang.

Aktivitas di pelabuhan bakauheni - atika amalia
Aktivitas di Pelabuhan Bakauheni – atika amalia

Mobil-mobil yang berada di depan kami mulai bergerak maju artinya satu persatu kendaraan sudah mulai memasuki lambung kapal. Pergerakan yang tidak begitu cepat membuat saya sempat mengabadikan beberapa moment, bidikan tiap bidikan mengarah ke semua aktivitas pelabuhan mulai dari truk yang baru saja turun, mal pelabuhan, mengantri kembali untuk pemeriksaan tiket dan akhirnya kami sampai di parkiran eksekutif.

Kendaraan berbaris rapi, mereka yang telah lebih dulu parkir sudah mulai bergegas naik ke atas dek kapal untuk menikmati pemandangan sore dari rooftop kapal. Kami pun tidak sabar untuk ikut melihat langit sore yang keunguan dan tidak lupa untuk selalu memakai masker juga mengantongi hand sanitizer.

Bergegaslah kami menaiki tangga kapal. Aku hampir tidak mengedipkan mata, pemandangan laut sore diatas kapal sangat memesona. Kamera pun mengarah ke semua penjuru, aku tak ingin kehilangan momen ini, semua hiasan alam sore itu aku abadikan melalui bidikan. Kelap kelip lampu dari dermaga menghiasi sore nan indah. Langit berwarna ungu, angin bertiup sedikit rapat, kami duduk menepi melihat kapal bergerak menjauhi pelabuhan.

Kapal yang kami tumpangi bernama KMP Sebuku. Dilansir dari laman website Departemen Perhubungan nama Sebuku diambil dari nama Pulau Sebuku, merupakan salah satu pulau terbesar di Selat Sunda yang memisahkan antara Pulau Jawa dan Sumatera. Pulau ini terletak di area Teluk Lampung atau di titik sekitar 2,5 km sebelah utara Pulau Sebesi dan 2,3 km di selatan Pulau Sumatera.

KMP Sebuku mempunyai fasilitas yang cukup lengkap. Aku melihat ruang tunggu yang bersih dengan bangku yang empuk juga terdapat Alfa Express didalamnya jika kita ingin berbelanja makanan ringan. Tidak perlu takut kelaparan, jika kita tidak ingin berbelanja di ruang tunggu tersebut kita bisa memilih untuk duduk bersantai di kantin yang disediakan kapal. Pilihan makanan tidak banyak, ada kopi sachet yang diseduh, mie instan juga camilan kecil lainnya. Selain itu juga ada pedagang kaki lima yang berkeliling.

Jangan kaget, mereka tidak membuka lapak sembarangan. Aku melihat mereka berseragam sepertinya ASDP telah memfasilitasi mereka agar tidak kehilangan mata pencaharian. KMP Sebuku juga dilengkapi dengan toilet umum yang cukup bersih serta sekoci yang tergantung di dinding kapal, jika saat kapal berlayar terjadi sesuatu, sekoci bisa dijadikan sebagai alat bantu darurat untuk penyelamatan.

kegiatan sholat magrib di musholla kapal - atika amalia
kegiatan sholat Magrib di musholla kapal/Atika Amalia

Aku juga berkeliling di area lain di atas kapal, tampak gel pembersih tangan terpasang di setiap sudut agar setiap penumpang yang berada di atas kapal dapat dengan mudah mencuci tangan untuk melindungi diri dari penularan COVID-19.

Adzan Maghrib telah berkumandang, langit semakin gelap. Pengharapan keselamatan hanya kepada Tuhan yang bisa kami lakukan. Selepas Maghrib, bangku-bangku kapal terisi penuh. Penumpang sepertinya sudah mulai lapar, banyak yang membuka masker untuk menyantap hidangan mereka. Demi keamanan dan kekhawatiran akan COVID-19 kami memilih untuk kembali ke parkiran dan berdiam diri di kendaraan hingga waktu berlabuh tiba.

Kapal mengayun, terasa lebih kuat dari saat baru berangkat. Sepertinya gelombang mulai tinggi. Kami mencoba mencari kesibukan untuk mengalihkan rasa takut. Saya melihat-lihat foto yang tadi saya bidik, Aydas membalas pesan singkat di pesan singkat WhatsApp dan Azzahra asyik menikmati kue. Waktu terasa berjalan sangat cepat, dari kejauhan tampak lampu-lampu kecil seperti menyapa.

“Sebentar lagi kita akan tiba di pelabuhan Merak!” Ujarku pada Aydas. Seperti tidak percaya, Aydas meletakan telepon genggamnya lalu berusaha mencari arah lampu yang aku maksud. “Oh iya, kita sudah hampir tiba,” ia menjawab penuh gembira. Sepertinya ia sudah membayangkan akan tidur pulas di rumah malam ini.Selama perjalanan hanya Aydas yang bertugas untuk membawa kendaraan sementara aku bertugas untuk mengurus logistik dan melayani Azzahra bermain agar dia mau terus berdiam di car seat-nya.

Aydas dan Azzahra menikmati pemandangan sore - Atika Amalia
Aydas dan Azzahra menikmati pemandangan sore/Atika Amalia

Langit sudah semakin gelap. Kami baru saja turun kapal. Bahagianya penyebrangan tadi berjalan dengan baik dan tidak ada kendala yang berarti. Aydas berkelakar, “Bagaimana, balik lagi nih kita ke Sumatera?” Saya pun melempar pertanyaan kepada Azzahra, “Gimana Za, balik lagi nih ke rumah Ama di Sumatera?” Azzahra hanya diam, tampak sedang asyik menikmati lampu jalanan. Selanjutnya kami sepakat untuk makan malam terlebih dahulu sebelum tancap gas menuju Jakarta.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post KMP Sebuku: Mondar Mandir Membelah Selat Sunda appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kmp-sebuku-mondar-mandir-membelah-selat-sunda/feed/ 0 29319
Kerai dan Pagebluk yang Mengubah Wayan https://telusuri.id/kerai-dan-pagebluk-yang-mengubah-wayan/ https://telusuri.id/kerai-dan-pagebluk-yang-mengubah-wayan/#respond Wed, 22 Sep 2021 09:34:45 +0000 https://telusuri.id/?p=30670 Wayan Kaung menundukkan kepala karena pagebluk. Pekerjaanya sebagai pemandu wisata di Bali sedikit demi sedikit mulai tergerus pagebluk yang berlangsung tampak tiada akhir. Kekhawatiran itu semakin memuncak ketika pemberlakuan pembatasan sosial diterapkan oleh pemerintah. Pariwisata...

The post Kerai dan Pagebluk yang Mengubah Wayan appeared first on TelusuRI.

]]>
Wayan Kaung menundukkan kepala karena pagebluk. Pekerjaanya sebagai pemandu wisata di Bali sedikit demi sedikit mulai tergerus pagebluk yang berlangsung tampak tiada akhir. Kekhawatiran itu semakin memuncak ketika pemberlakuan pembatasan sosial diterapkan oleh pemerintah. Pariwisata Bali seakan runtuh, sulit untuk berdiri di tengah-tengah puingnya. Ditengah keputusasaan, ternyata penyelamatnya tidak jauh dari keluarganya sendiri. 

Sang bapak, Ketut Kawi, yang semenjak dahulu menekuni usaha seni dan kerajinan, kini menjadi sandarannya dalam berusaha. Sebuah kios kecil di Batubulan, Gianyar yang terkenal dengan daerah penghasil kerajinan bernilai seni, adalah saksi keuletan seorang bapak yang menekuni hobinya. Dulu masa-masa kejayaan seni Gianyar yang berada pada medio 80-an sampai 2000-an, karya-karya pengrajin di Gianyar terkenal bagus dan mahal. 

Salah satu pelanggan Kawi Kerai yang menghias bangunan dengan kerai via Instagram/Kawi_Kerai

Keapikan bapak dalam melihat peluang bisnis patut diacungi jempol. Melihat bisnis kerai di Bali yang didominasi oleh orang Jawa, bapak tertarik untuk ambil bagian. Sembari menjalankan usahanya dalam seni ukir kayu, kerai juga ikut dia produksi dan awalnya hanya sebagai barang tambahan. Terus menerus mengalami kenaikan permintaan dan berbagai relasi di luar pulau. Dunia pariwisata juga ikut andil dalam meluasnya pasar kerai jualannya. Tahun 2000-an merupakan tahun yang penuh gairah untuk Bali.

Kerai memang bukanlah barang mewah, hanya bambu-bambu yang dirangkai sedemikian rupa untuk menutupi rumah dari hujan atau panas. Oleh bapak, kerai dibuat tidak sekedar untuk menutupi rumah, tetapi ada bahan baku yang harus diutamakan kekuatannya. Bapak menggunakan Bambu Bali, sebagai pengganti Bambu Dampar yang dinilai tidak tahan lama. Terus menerus mendapat masukan dari pelanggan, membuat usahanya semakin berkembang. 

Sayang, bisnis bapaknya yang melambung tidak membuat Wayan tertarik untuk mengikuti jejak ayahnya. Sehabis kuliah, Wayan memilih untuk terjun di dunia pariwisata, membangun travel tour dan menjadi guide. Kemilau dunia pariwisata Bali memang menyilaukan siapa saja. Menurut Wayan, dunia pariwisata lebih enak dijalankan daripada usaha. Tiba-tiba saja dunia dikejutkan dengan pagebluk yang terjadi pada akhir 2019 dan mulai memasuki Indonesia pada tahun 2020. “Waktu itu saya mikir, paling lama pagebluk ini setahun bakal beres, ditambah lagi saya baca-baca analisis-analisis yang mengatakan pagebluk ini bakal cuman sampai September,” kenangnya. Tabungan masih dirasa cukup, Wayan memutuskan untuk menikmati rehat sejenak dari pekerjaannya.

Mimpi-mimpi buruk ini belum sirna. Pagebluk belum berakhir, ditambah Indonesia menerapkan pembatasan sosial. Bali terkena dampak yang paling terasa, denyut pariwisata sudah tidak terasa lagi. Masyarakat banyak memutar otak untuk tetap bertahan hidup di masa pagebluk. Wayan mulai masuk ke dalam bisnis bapaknya, membantu sedikit-sedikit untuk mengembangkannya. “Beberapa teman mulai bikin akun yang asik-asik gitu, semisal ada yang berkebun, dia bikin Instagram tentang berkebun, ada teman bisnis kecil-kecilan juga bikin akun, kebetulan saya senang menulis juga di balebengong.id, saya juga suka main sosial media, akhirnya saya berpikir wah asyik juga nih usaha bapak dibawa ke media sosial,” ucapnya. 

Wayan menyadari meskipun pagebluk menimpa, usaha bapaknya tetap lancar, permintaan pasar lokal justru meningkat. “Saya jadi semakin sering bikin postingan di sosial media tentang usaha bapak, dan jujur saja ini sudah menghasilkan uang,” tambahnya. Pola pikir Wayan kemudian berubah, ingin lebih mengandalkan kerai daripada pariwisata yang tidak tentu juntrungannya sekarang. Wayan fokus untuk membangun strategi digital marketing dari usaha bapaknya.

Bapak, yang memang berasal dari kalangan seniman ukir kayu Gianyar, melihat usaha kerai lebih mudah dijalankan daripada seni ukir. Bapak yang juga menguasai Bahasa Jawa yang memudahkannya untuk mencari kenalan untuk bekerja sama. Berkat keapikan bapak dalam mencari teman kerja, akhirnya dia mendapatkan banyak pinjaman modal. Kepercayaan itulah akhirnya membawa toko kerajinannya semakin besar dan besar. Bapaknya mempekerjakan 3 orang untuk membantu usahanya. Sering juga mengajak adik-adik untuk membantu pembuatan kerai, pengantaran, atau pemasangan. 

Orderan kerai yang terus menerus masuk juga tidak bisa diterima semuanya. Waktu pengerjaan yang memakan sekitar 4 hari ditambah tenaga kerja yang masih sedikit membuat Wayan seringkali menolak pesanan. “Kalau ada orderan baru masuk kita tanyain pengerjaannya mungkin lebih lama, tapi lebih sering ditolak karena bakal numpuk,” jelas Wayan. Selain kerai, usaha bapak juga memproduksi tikar, keranjang, tas, tudung saji, skatsel, hula hoop. Dalam sebulan, barang yang laku terjual mencapai puluhan item.

Suasana pariwisata Bali yang semenjak 10 tahun belakangan berubah menjadi mass tourism, ditambah pagebluk membuka sebagian mata bahwa Bali sudah jatuh terlalu dalam bergantung pada pariwisata, berakibat tercemarnya lingkungan ditambah perubahan drastis fungsi lahan akibat pembangunan masal. Pariwisata selain banyak manfaat, juga mendatangkan mudarat yang sepadan, perubahan pola pikir seperti Wayan yang tidak ingin terlalu bergantung kepada pariwisata semoga menjadi salah satu dari banyak perubahan di Bali ke arah yang lebih positif.


Foto Header: Anggara Mahendra.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kerai dan Pagebluk yang Mengubah Wayan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kerai-dan-pagebluk-yang-mengubah-wayan/feed/ 0 30670
Bersepeda Pagi Menuju Stadion Manahan Surakarta https://telusuri.id/bersepeda-pagi-menuju-stadion-manahan-surakarta/ https://telusuri.id/bersepeda-pagi-menuju-stadion-manahan-surakarta/#comments Thu, 16 Sep 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=29247 Berbekal dari ajakan untuk bersepeda ke Stadion Manahan, aku mengayuh sepeda dan bergegas berangkat menemui ketiga kawan lamaku. Setelah beberapa menit sepedaku berjalan akhirnya aku bertemu dengan kawan-kawanku yang telah menunggu kehadiranku. Tidak menunggu waktu...

The post Bersepeda Pagi Menuju Stadion Manahan Surakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
Berbekal dari ajakan untuk bersepeda ke Stadion Manahan, aku mengayuh sepeda dan bergegas berangkat menemui ketiga kawan lamaku. Setelah beberapa menit sepedaku berjalan akhirnya aku bertemu dengan kawan-kawanku yang telah menunggu kehadiranku. Tidak menunggu waktu lebih lama lagi aku melanjutkan kayuhan sepedaku menuju Stadion Manahan. Dengan jarak yang tidak kurang dari 15 KM dari tempat tinggalku, aku menempuh perjalanan sekitar satu jam lamanya menuju stadion yang berada di Kota Surakarta tersebut. 

Jalanan di Kota Solo

Iring-iringan keempat sepeda kami turut meramaikan bahu jalanan Kota Solo yang berjajar dari depan ke belakang. Hal itulah yang seolah menjadi suplemen dan penyemangat diriku ini untuk mengawali hari. Di pagi yang cukup cerah dan suasana hangat kota budaya tersebut seperti menyapa dan mengawali hariku untuk terus bergerak dan berolahraga. Melawan rasa mager alias malas gerak yang sering hinggap di manusia yang satu ini.

Setelah beberapa  lama rupanya kami telah tiba di area Stadion Manahan dan kami langsung menuju Pintu Masuk B Stadion Manahan karena di situlah letak deretan para penjaja dagangan berada. Setibanya di depan Pintu Masuk B Stadion Manahan, keempat pasang kaki kami sejenak berhenti mengayuh pedal. Lantaran deretan jajanan yang dijajakan jalanan Stadion Manahan seolah menyolok mata untuk segera dibeli dan membujuk rayu perut kami yang mulai keroncongan. Meski kami semua sudah sarapan, kami tetap memutuskan untuk jajan makanan kecil yang banyak dijual di sekitar stadion kebanggaan masyarakat Surakarta itu.  

Pintu B Stadion Manahan

Menikmati jajanan yang banyak digemari masyarakat baik tua maupun muda dengan suasana syahdu di tengah kota yang rindang akan pepohonan menjadi karunia Tuhan yang luar biasa nikmat di pagi hari. Banyak sekali jajanan yang dijual para pedagang di sekitar Stadion Manahan dari makanan berat hingga camilan, dari minuman hangat hingga es segar banyak didapati di sini. Akan tetapi bukan hanya makanan dan minuman saja yang dijajakan, banyak pula kerajinan khas Solo yang dijual di area stadion.

Sembari menikmati jajanan yang telah kami beli, tak lupa kami berempat juga berswafoto di depan gerbang belakang stadion tersebut. Harap maklum usia kami semua belum mencapai 19 tahun. Sehingga jiwa-jiwa muda untuk mengabadikan setiap momen tetap melekat pada kami. Setelah puas mengisi memori pada gawai kami dengan foto-foto terbaru berlatar Stadion Manahan yang gagah itu kami beralih ke depan stadion. Laju sepeda yang bergerak agak lambat kami arahkan ke pintu gerbang utama stadion. Kami tak dapat melaju kencang karena setiap hari libur sudah pasti stadion ini dipenuhi masyarakat untuk berolahraga pagi. 

Namun bukanlah rasa kesal yang kami temui saat gerak sepeda kami sedikit terhambat, karena bagaimana bisa jika kami harus kesal dengan sopan santun warga yang sliwar-sliwer memadati jalan. Bahkan, senyum hangat dibalik masker tetap terlihat dari raut wajah warga yang berlalu lalang di sekitar Stadion Manahan kerap kami jumpai, entah saling kenal ataupun tidak, kami sering bertegur sapa dengan sesama pengunjung stadion. Ditambah lagi dengan ramah tamahnya warga yang beraktivitas semakin membuat decak kagum kami pada gaya hidup masyarakat Kota Solo sebagai kota budaya.

Setelah sekitar lima menit empat pasang kaki kami mengayuh, laju sepeda kami hentikan lagi karena memang patung Ir. Soekarno yang berada di depan Stadion Manahan rasanya sayang untuk dilewatkan atas keindahannya. Terlebih untuk spot foto yang dirasa kece ini memang perlu diajak untuk segera diabadikan. Bagi para pengunjung stadion, berfoto dengan latar belakang patung presiden pertama RI yang tengah duduk dengan wibawanya itu adalah momen yang wajib dan kudu dicoba.

Patung Ikonik di Stadion Manahan

Puas berswafoto kami berempat menghabiskan waktu di pagi hari dengan bercengkrama bersama di dekat Pintu Utama Stadion Manahan. Wajar saja kami banyak bercerita tentang masing-masing dari kami lantaran sudah lama tidak berjumpa selepas lulus sekolah menengah atas. Dengan cuaca yang sedang hangat-hangatnya dan tawa ceria kami rupanya membuat lupa akan waktu hingga hari menjelang siang.

SSaat panasnya sinar mentari yang cukup menyengat membuat kami segera bergegas pulang dan meninggalkan Stadion Manahan. Lagi pula di masa pandemi COVID-19 seperti sekarang ini yang membatasi aktivitas warga di stadion juga harus kami hormati. Peraturan Kota Surakarta yang menutup akses masuk Stadion Manahan pada pukul 10.00 WIB harus kami patuhi. Kebijakan dalam rangka memutus mata rantai penularan COVID-19 juga wajib kami terapkan. Sehingga pedal di masing-masing sepeda kami harus dikayuh lagi untuk kembali pulang dan meninggalkan Kota Surakarta.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Bersepeda Pagi Menuju Stadion Manahan Surakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bersepeda-pagi-menuju-stadion-manahan-surakarta/feed/ 1 29247
Ketika Karnaval Peringatan HUT RI Masuk Gang https://telusuri.id/ketika-karnaval-peringatan-hut-ri-masuk-gang/ https://telusuri.id/ketika-karnaval-peringatan-hut-ri-masuk-gang/#respond Thu, 09 Sep 2021 06:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30418 Kemeriahan HUT RI ke-76 memang sedikit berkurang ketika masih terjadi pemberlakuan PPKM Level 3 di Kota Bandung, namun hal itu tak menyurutkan warga untuk memperingatinya. Karena terjadi pelarangan melakukan karnaval di jalan raya, tentu saja...

The post Ketika Karnaval Peringatan HUT RI Masuk Gang appeared first on TelusuRI.

]]>
Kemeriahan HUT RI ke-76 memang sedikit berkurang ketika masih terjadi pemberlakuan PPKM Level 3 di Kota Bandung, namun hal itu tak menyurutkan warga untuk memperingatinya. Karena terjadi pelarangan melakukan karnaval di jalan raya, tentu saja karnaval masuk gang-lah yang menjadi pilihan. Hal itu muncul karena warga butuh hiburan setelah merasa peringatan HUT RI tahun 2020 terasa hambar walaupun ada lomba-lomba tetapi dilakukan secara terbatas.

Sebenarnya aku dan rekan-rekan panitia HUT RI tingkat RT sedang sibuk mengurusi persiapan lomba-lomba. Sang ketua RT memberitahu jika RT lain mengajak untuk bersama-sama melakukan karnaval. Kataku tak ada salahnya untuk berpartisipasi. Antusias warga masyarakat tak begitu kuat ketika aku menawarkan ke rumah-rumah bagi mereka yang akan mengikuti kegiatan karnaval itu. Kupikir mungkin hanya anak-anak saja yang akan mengikuti kegiatan itu.

Esok harinya seluruh panitia sibuk melaksanakan kegiatan HUT RI di RT kami. Panitia memang sepakat untuk melaksanakan lomba sampai pukul 15.00 WIB karena warga juga akan mengikuti karnaval. Seperti biasa, lomba-lomba pun digelar dengan segala keseruannya. Acara dibuka dengan lomba cerdas cermat tingkat SD yang sudah lama jarang dilaksanakan. Ada juga balap kerupuk, balap karung, balap memasukkan paku ke dalam botol, dan ada lomba giring balon dengan terong. Gang Ciroyom III hari itu benar-benar menyenangkan. 

Tiga orang anak berpose dengan gaya berbeda sebelum karnaval
Tiga orang anak berpose dengan gaya berbeda sebelum karnaval/Deffy Ruspiyandy

Ketika jeda acara lomba. Aku serta warga yang ada disuguhi dengan kenyataan unik yang membuat tersenyum bahkan boleh dikatakan sampai tertawa terpingkal-pingkal. Apa sesungguhnya yang menjadi kehebohan? Anak-anak memakai pakaian dengan beragam corak, bahkan ada anak yang sengaja dihias menjadi tuyul. Yang paling unik dan membuat tertawa adalah ketika sebagian laki-laki malah bertingkah sebagai perempuan dengan gaya khas dan itu membuat warga tertawa ketika melihatnya. Sungguh sebuah hiburan tak terduga yang membuat bahagia warga saat itu.

Jelas tak pernah terduga sebelumnya. Jika satu hari sebelumnya warga tak begitu antusias mengikuti karnaval, ternyata hari itu warga yang mau ikut karnaval lumayan banyak khususnya ibu-ibu yang ingin mendampingi anak-anaknya. Beruntung koordinator karnaval di RT-ku bisa mengatur secara baik sehingga kontingen karnaval itu bisa diatur sedemikian rupa. Maka setelah siap, rombongan itu diberangkatkan untuk bergabung dengan rombongan dari RT lain yang diiringi dengan musik dangdut.

Peserta karnaval wanita yang antusias pada momentum tersebut
Peserta karnaval wanita yang antusias pada momentum tersebut/Deffy Ruspiyandy

Warga yang tidak mengikuti kegiatan karnaval menyaksikan arak-arakan ini dari dalam gang. Saat itu kau membayangkan akan mengularnya seperti apa peserta karnaval tersebut. Aku sendiri sudah takjub dengan banyaknya peserta karnaval RT-ku yang begitu mengular maka dapat kubayangkan jika digabung dengan RT-RT lain maka rombongan akan semakin panjang.

Tatkala menunggu kedatangan peserta karnaval, banyak aktivitas yang dilakukan oleh warga. Mereka ada yang sengaja menyapu jalan karena banyak sampah ketika kegiatan lomba dilaksanakan, ada juga yang sengaja mengobrol sambil duduk-duduk, ada yang menyeduh kopi lalu menikmatinya bahkan ada yang tidur-tiduran di bangku mungkin karena merasa kecapekan setelah menjadi panitia lomba. Namun mereka tetap antusias menunggu kedatangan peserta karnaval..

Kurang lebih 30 menit lamanya aku dan warga lain menunggu kedatangan peserta karnaval itu. Tampak sekali warga sangat butuh hiburan. Anak-anak, remaja, dewasa bahkan mereka yang sudah disebut kakek dan nenek saja hadir ingin menyaksikan kegiatan itu. Betul saja, keramaian semakin memuncak ketika terdengar iringan musik yang terdengar keras. Tak lama arak-arakan itu muncul. Gang yang lebarnya sekitar 2 meter itu menjadi lautan manusia yang jelas membuat sesak mereka yang berada di dalamnya. Namun mereka tak mempedulikan itu. Semuanya Bahagia dan tak terlihat rasa cemas id wajah mereka. Ada yang berjoget ada pula yang sekedar berjalan saja.

Kontingen karnaval perwakilan sebuah RT
Kontingen karnaval perwakilan sebuah RT/Deffy Ruspiyandy

Arak-arakan yang memanjang hampir 100 meter itu semakin menarik ketika menampilkan peserta dengan kostum yang berbeda-beda. Ada yang sengaja membawa roda dengan terisi bayi besar sambal menyedot botol susu yang diperankan oleh orang dewasa. Ibu-ibu yang sengaja memakai seragam merah putih. Beberapa anak memakai seragam ulama, seragam polisi, tentara bahkan ada pula yang memakai pakaian yang terbuat dari karung goni. Semuanya berbaur menjadi satu dan semakin meramaikan suasana saat itu. Saat itu mereka semua bergembira dan senang walaupun mereka harus berdesak-desakkan.

Ternyata arak-arakan dengan begitu banyak orang membuat para peserta yang baru setengah jalan harus mundur dari kegiatan tersebut. Alasannya karena rupanya walaupun jaraknya dekat ternyata cukup menguras tenaga ketika ada banyak orang disekitarnya. Juga mereka yang tak melanjutkan arak-arakan karena merasa panas dan juga sedikit terasa sesak nafas. Namun yang masih kuat tetap meneruskan karnaval itu. Karena begitu panjangnya arak-arakan maka terjadi pula kemacetan yang mengular Panjang hingga melewati gang itu hampir dua puluh menit lamanya apalagi peserta karnaval di belakang malah berjoget-joget dengan lagu dangdut yang diputar.

Tentu saja momen ini sangat menghibur warga yang dilewati oleh peserta karnaval tadi. Tentu saja hal ini menciptakan kerumunan namun aku bersyukur tak terjadi apa-apa karena kudengar mereka yang mengikuti karnaval sehat semua. Dengan adanya kegiatan karnaval ini membuat acara lomba pukul balon bagi anak-anak di RT kami akhirnya urung dilaksanakan dan salah seorang peserta karnaval anak-anak di daerahku ternyata handphone miliknya hilang mungkin karena jatuh hingga sampai malam pun barang tersebut belum berhasil ditemukan.

Tetapi kejadian itu tak mengurangi kegembiraan semua orang dengan adanya acara karnaval masuk gang itu. Sebuah hiburan gratis yang mungkin selama ini sulit didapatkan. Semoga saja untuk peringatan HUT RI tahun depan acaranya semakin marak dan mudah-mudahan negeri ini sudah merdeka dari COVID 19. Kita berdoa, semoga hal itu benar-benar terwujud dan kita bisa melaksanakan kehidupan secara normal di masa adaptasi kebiasaan baru pada tahun 2022.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Ketika Karnaval Peringatan HUT RI Masuk Gang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/ketika-karnaval-peringatan-hut-ri-masuk-gang/feed/ 0 30418
Sekumpulan Cerita dari Panti, Restoran, dan Kafe https://telusuri.id/cerita-dari-panti-restoran-dan-kafe/ https://telusuri.id/cerita-dari-panti-restoran-dan-kafe/#respond Mon, 06 Sep 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=29726 Masa pandemi menyebabkan siapapun menjadi terbatasi untuk pergi ke sebuah tempat, termasuk aku sendiri. Tetapi tentu saja ada celah dan kesempatan yang sesungguhnya bisa digunakan olehku untuk berkunjung ke tempat yang dituju. Tentu saja hal...

The post Sekumpulan Cerita dari Panti, Restoran, dan Kafe appeared first on TelusuRI.

]]>
Masa pandemi menyebabkan siapapun menjadi terbatasi untuk pergi ke sebuah tempat, termasuk aku sendiri. Tetapi tentu saja ada celah dan kesempatan yang sesungguhnya bisa digunakan olehku untuk berkunjung ke tempat yang dituju. Tentu saja hal itu dapat dilakukan namun dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang ketat agar tidak terpapar COVID-19.  Kesempatan mengunjungi tempat-tempat tertentu itu akhirnya dapat aku rasakan juga.

Mengunjungi panti asuhan, pergi ke restoran, dan berangkat bersama rekan atau saudara ke kafe menjadi pengalaman yang “mahal”. Tentu saja, apa yang terasa di hatiku jauh dari pengalaman yang sebelumnya telah dialami. Sebenarnya peristiwanya begitu-begitu saja. Namun karena di masa pandemi yang ada pembatasan, maka momentum semacam itu menjadi lain kurasakan karena menjadi lain dari biasanya. Setidaknya saat mau masuk diperiksa menggunakan thermo gun, disuruh mencuci tangan dan diminta pula duduk agak renggang. Semua tetap diikuti karena sudah menjadi ketentuan yang tak terbantahkan saat ini.

Kesempatan pertama bisa aku kunjungi dengan rekan-rekan adalah sebuah panti asuhan yang tidak jauh dari tempat tinggalku. Itu semua adalah inisiatif dari rekan-rekanku yang ingin berbagi dengan orang lain. Selama ini memang pembagian bantuan itu dalam dua tahun terakhir diberikan kepada warga sekitar di rumah. Namun Ramadan tahun ini justru ingin dibagikan kepada anak-anak yatim piatu. Mereka mempercayakan aku untuk mencari panti asuhan yang cocok untuk diberi bantuan. Bahkan rekan-rekanku justru baru mengetahui ada panti asuhan yang tak jauh dari kehidupan mereka.

Mereka datang ke sana dengan mengendarai mobil berisi bantuan, ada juga yang mengendarai motor karena mobil penuh. Mayoritas dari mereka adalah anak-anak muda.  Aku sendiri yang termasuk tua, hampir berusia 50 tahun. Meski sudah menikah tetapi aku tetap merasa muda bila bersama dengan mereka. Ternyata mengasyikkan juga kalau kumpul-kumpul dengan mereka hingga aku teringat dengan masa mudaku.

Bingkisan yang diberikan ke Panti Asuhan
Bingkisan yang diberikan ke Panti Asuhan/Deffy Ruspiyandy

Ketika aku dan rekan sampai di panti, ibu pengasuh sekaligus menjadi pimpinan di panti itu bercerita dengan beratnya perjuangan dirinya setelah ditinggal suaminya untuk bisa mengurus banyak anak yatim piatu serta mencarikan dana untuk kebutuhan mereka. Tetapi dia tak pernah mengeluh dan meminta-minta. Rupanya rezeki anak-anak itu tetap melimpah dan mereka tak kekurangan makanan. Adanya bantuan tersebut membuat ibu tersebut haru karena selama bulan suci itu banyak anak muda yang peduli kepada pantinya.

Bantuan pun diserahkan kepada ibu pengasuh tersebut. Secara jumlah semuanya dua juta rupiah namun kami serahkan dalam bentuk sembako dan makanan lainnya. Aku merasakan bahagia ketika bantuan itu telah sampai kepada mereka yang membutuhkannya. Tak begitu lama aku dan rekan-rekan segera pergi meninggalkan panti dan menuju ke sebuah rumah makan Sunda yang terletak di Kota Bandung, kami berbuka puasa di sana. Selepas membatalkan puasa ketika adzan Maghrib berkumandang, kami salat berjamaah lalu menikmati makan khas Sunda. Makanan ini membuat kenyang perut semua orang yang hadir di restoran ini. Hal ini kemudian kuanggap kesempatan kedua semuanya bisa berkumpul.

Kesempatan ketiga adalah mengunjungi kafe untuk menikmati kopi. Sayang setelah berbuka aku tak sempat mengikuti perjalan rekan-rekanku menuju kafe di kawasan Kota Cimahi karena ada hal yang harus aku kerjakan malam itu. Namun saat malam takbiran karena memang ada kesempatan, maka setelah menunaikan salat Isya, aku dan rekan-rekanku kemudian pergi menuju sebuah kafe di kawasan Kota Bandung bagian utara dengan menggunakan motor.

Menikmati Suasana Malam di Kafe di Kawasan Bandung sebelah Utara
Menikmati suasana malam di sebuah kafe di Bandung sebelah utara/Deffy Ruspiyandy

Tak disangka, malam itu di kafe kulihat ramai sekali.. Agar memiliki cerita yang asyik maka kami memilih area outdoor untuk menikmati kopi yang dipesan. Angin pun terasa menerpa pori-pori kulit, namun yang lebih kurasakan adalah—dari semua yang hadir terlihat jelas asyik dengan semuanya dan bahagia menikmati momentum tersebut.

Tentu saja, gelak tawa begitu terdengar. Sesekali pengelola kafe memanggil nama untuk bisa memberikan pesanan kepada kami. Jelas tak ada beban saat itu kurasakan, apalagi dengan menikmati segelas kopi dan sepiring olahan pisang manis. Suasananya semakin mengasyikkan. Yang lebih asyik lagi, semuanya gratis alias tidak bayar. Keriuhan berlanjut sampai akhirnya kami memutuskan pulang karena esok harus melaksanakan salat Idul Fitri.

Berkumpul di Kafe di kawasan Antapani, Kota Bandung
Berkumpul di kafe kawasan Antapani/Deffy Ruspiyandy

Selepas lebaran pun aku kembali mendapatkan kesempatan mengunjungi kafe yang tak lain pemiliknya adalah masih saudara di kawasan Antapani, Kota bandung. Kafenya kecil, namun ternyata asyik untuk tempat nongkrong. Menikmati segelas kopi di kafe ini terbilang murah. Meski begitu, pendapatan kafe ini terbilang lumayan dan bisa menutup biaya operasional serta memenuhi kebutuhan sehari-hari di rumah.

Lelaki itu bernama Anwar, ia bercerita ketika PSBB tahun 2020 diberlakukan, ia sempat kelimpungan karena sudah membeli bahan untuk beragam kopi. Betul saat itu yang dirasakannya adalah kepanikan tetapi kemudian muncul ide untuk membagikan kopi yang sudah diseduh dalam kemasan kepada para tenaga kesehatan di Kota bandung.

Tadinya ia menjanjikan 1000 cup tetapi yang mampu dipenuhinya hanya 800 cup dan itu pun tidak semua Puskesmas di Kota Bandung kebagian. “Benar kalau secara hitungan bisnis merugi. Namun saya mendapatkan kepuasan batin karena bisa berbagi dengan tenaga kesehatan sehingga kopi-kopi itu termanfaatkan secara baik,” terangnya pada kesempatan itu.

Bagiku, sesekali memang perlu menghibur diri saat pandemi dengan protokol kesehatan yang ketat demi keselamatan diri juga. Namun begitu, semasa corona pun rupanya menyimpan cerita-cerita yang indah dan berkesan dalam hati. Pengalaman itu membuat aku semakin yakin jika hari-hari ke depan pun akan indah seiring pandemi berakhir dan kita semua bisa menjalankan aktivitas itu tanpa ada rasa takut yang menghinggapi.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Sekumpulan Cerita dari Panti, Restoran, dan Kafe appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/cerita-dari-panti-restoran-dan-kafe/feed/ 0 29726