aksara Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/aksara/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 25 Jan 2022 14:34:43 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 aksara Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/aksara/ 32 32 135956295 Serunya Belajar Aksara di Sekolah TelusuRI https://telusuri.id/serunya-belajar-aksara-di-sekolah-telusuri/ https://telusuri.id/serunya-belajar-aksara-di-sekolah-telusuri/#respond Wed, 15 Sep 2021 10:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30586 TelusuRI kembali berhasil menggelar Sekolah TelusuRI yang bertajuk ”Bikin Karya Tipografi dari Aksara di Nusantara”, bertepatan pada Hari Aksara Internasional pada tanggal 8 September 2021 lalu. Harapannya,  Sekolah TelusuRI kali ini berhasil untuk menggaet minat...

The post Serunya Belajar Aksara di Sekolah TelusuRI appeared first on TelusuRI.

]]>
TelusuRI kembali berhasil menggelar Sekolah TelusuRI yang bertajuk ”Bikin Karya Tipografi dari Aksara di Nusantara”, bertepatan pada Hari Aksara Internasional pada tanggal 8 September 2021 lalu. Harapannya,  Sekolah TelusuRI kali ini berhasil untuk menggaet minat generasi muda untuk mempertahankan warisan budaya yang telah diwariskan nenek moyang turun temurun.

Aditya Bayu dari Aksara di Indonesia dan Adien Gunarta dari Wikimedia Indonesia menemani para peserta menerangkan berbagai ragam aksara di nusantara, upaya pelestarian aksara di nusantara, serta implementasi aksara pada karya visual. 

Rangkaian kegiatan yang terdiri dari temu wicara dan lokakarya ini membahas juga seluk beluk sejarah dan keberagaman Aksara Nusantara serta lokakarya cara menulis aksara daerah serta Aksara Challenge dimana TelusuRI mengajak para peserta untuk membuat karya visual dari aksara. Acara ini dipandu oleh Azlina Fitri dan Irsyad Saputra yang menyapa hangat para peserta.

aksara indonesia

Keragaman Aksara Nusantara

Pemateri pertama, Aditya Bayu menyampaikan materinya dengan seksama. Aksara Nusantara terdiri dari beberapa aksara diantaranya Aksara Kawi, Lontara, Bali, Jawa, Sunda, Lampung, dan lainnya. Semua aksara ini berakar pada kebudayaan India yang kemudian beradaptasi dengan kebiasaan lokal hingga menjadi otentik. Aksara- aksara ini awalnya ditulis pada daun lontar atau dipahat pada batu. Berbagai karya dihasilkan pada masa Hindu-Budha seperti prasasti-prasasti, serat, hingga kitab-kitab, begitupun pada masa Islam.

Pada masa kolonial, aksara semakin termodernisasi akibat adanya mesin cetak. Berbagai Aksara Nusantara dipakai, dipelajari dan ditampilkan pada berbagai media seperti surat kabar, buku, dan lainnya. Aksara Nusantara dinilai mempunyai estetika dan nilai jual selain nilai politik. Setelah masa kemerdekaan, aksara-aksara penggunaanya mulai meredup, masa ini biasa disebut the messy period. Penggunaan aksara-aksara hanya digunakan pada hal yang bersifat seremonial seperti penamaan di plang nama jalan, di kantor-kantor pemerintahan. Huruf alfabet dianggap dapat mewakili seluruh Indonesia untuk bersatu.

Sampai masa sekarang, penulisan aksara seringkali terdapat kesalahan yang membuat huruf-huruf yang ditulis dibaca dengan salah atau tidak memiliki makna sama sekali, hal ini akibat dari berkurangnya minat dari generasi ke generasi untuk mempelajari pembacaan Aksara Nusantara. Aksara-aksara juga terdapat gaya penulisan yang unik hingga bisa membingungkan pembaca awamnya untuk mengenali huruf per hurufnya.

Syukurnya, menurut Adit, beberapa pemuda mulai melakukan perubahan dengan menyadari pentingnya aksara sebagai identitas dan budaya bangsa yang harus dipertahankan, salah satunya dengan cara mengajarkannya kepada sekitar.  Beberapa komunitas yang didirikan seperti komunitas desain yang menggaet anak-anak muda untuk mendesain menggunakan font Aksara Nusantara. Ada juga pendesainan ulang logo-logo populer seperti Coca Cola, KFC, Burger King, dan lain lain dengan menggunakan Aksara Nusantara. Penggunaan logo-logo populer menurut Adit, bisa memicu para pemuda untuk bersemangat dalam melihat aksaranya dipakai secara komersial seperti yang telah kita lihat pada negara dengan aksara bukan alphabet seperti Thailand, Arab, India, dan lainnya.

Sesi tanya jawab berlangsung seru. Para peserta saling berebut mengajukan pertanyaan kepada Adit menyoal Aksara Nusantara.  Salah satu penanya menanyakan langkah selanjutnya dalam mempelajari aksara, karena dia sudah belajar sedari sekolah tentang Aksara Jawa. Adit menjawab bahwa belajar aksara jangan hanya terhenti dari bangku sekolah, mulai mengeksplorasi apa saja yang bisa jadi media belajar, bisa dari majalah, naskah, dan bisa kembali mempraktikkan penulisannya juga. 

aksara indonesia

Aksara Nusantara dalam Karya Visual

Berlanjut ke sesi selanjutnya, ada Adien Gunarta yang merupakan kreator visual dan juga pengajar di Universitas Airlangga. Ia memaparkan kepada peserta beragama cara memajukan aksara di Nusantara.  Adien menjelaskan bagaimana Indonesia adalah pengguna Aksara Latin terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Faktanya, penggunaan masif Aksara Latin di Indonesia bukan tanpa sebab; sejak Bangsa Barat mengenalkan aksara tersebut sebagai aksara populer dalam penyebaran pengetahuan dan pers, aksara ini kemudian menjadi lebih familiar dan dipilih oleh founding father sebagai aksara yang menyatukan seluruh Indonesia. 

Menurut Adien, kita bisa melestarikan pengajaran aksara dengan mengenal, berkarya, dan memberi pengaruh. Derajat fungsionalitas aksara di Nusantara ada beberapa macam seperti murni ornamen, ornamen terbaca, aksara pendamping, murni dwi aksara, dan aksara utama. Adien menambahkan ada 17 sektor ekonomi kreatif yang bisa dipadukan dengan 10 objek pemajuan kebudayaan Nusantara antara lain bisa dalam bentuk animasi, musik, televisi, kriya, kuliner, arsitektur, dan lain lain.

Saran oleh Adien adalah kita bisa memberikan pengaruh dari diri kita sendiri. Pengaruh perseorangan  bisa dalam bentuk publikasi. Dengan adanya sosial media, kita jadi lebih mudah untuk berbagi kesukaan maupun hobi, termasuk dalam membagikan kesadaran mengenai aksara yang kita miliki. Beberapa komunitas juga aktif menjadi katalisator aksara daintaranya komunitas WMID, writingtradition.id, komunitas Aksara Sunda Jabar. Pemerintah sudah aktif dalam penyelenggaraan pelestarian khususnya dalam produk hukum seperti UUD 1945 pasal 32 ayat 2, UU No 5 tahun 2007 pasal 5, Perpres 63 Tahun 2019 dalam beberapa pasalnya. 

Adien juga memaparkan kesalahan-kesalahan dalam penggunaan Aksara Nusantara. Kesalahan ini didapati cukup umum terjadi dan tidak kita sadari. Menulis Aksara Latin bergaya Aksara Nusantara tidak sama dengan menulis Aksara Nusantara, membuat Aksara Nusantara dengan ejaan yang keliru, tidak berkonsultasi dengan ahli, selalu mengasosiasikan Aksara Nusantara dengan kekunoan. Hal-hal diatas sedapatnya harus kita hindari. Memasuki sesi tanya jawab, para peserta kembali antusias menanyakan beberapa pertanyaan kepada Adien. Pertanyaan demi pertanyaan sudah terjawab hingga akhirnya tidak terasa waktu untuk praktik menulis aksara dimulai!

aksara indonesia

Praktik Menulis Aksara Jawa

Pada praktik penulisan aksara kali ini yang digunakan adalah Aksara Jawa dan dipandu oleh Aditya Bayu. Para peserta memperhatikan dengan seksama dengan modul yang sudah diberikan sebelumnya. Aditya menjelaskan bagaimana penulisan Aksara Jawa serta perubahan-perubahan bentuknya. Peserta saling mengirim nama yang ingin dijadikan contoh dalam penulisan Aksara Jawa. “Pembelajaran awal lebih penting untuk terbiasa dengan sistem menulisnya daripada hafal tabel terlebih dahulu,” jelas Adit. 

Dengan telaten, para peserta mengikuti instruksi yang telah diberikan oleh Adit untuk menuliskannya di pulpen dan kertas masing-masing. Peserta memamerkan hasil tulisan mereka masing-masing dan diikuti dengan sesi foto bersama. Acara diakhiri dengan Aksara Challenge untuk membuat karya visual dengan tema perjalanan dan pariwisata dengan inspirasi dari aksara yang ada di Indonesia. Peserta yang menang berhak mendapatkan merchandise yang akan diproduksi oleh Tokome.


Ditulis oleh: M. Irsyad Saputra

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Serunya Belajar Aksara di Sekolah TelusuRI appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/serunya-belajar-aksara-di-sekolah-telusuri/feed/ 0 30586
Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti: Kumpulan Tulisan Prof. Boechari Tentang Indonesia di Masa Kuno https://telusuri.id/melacak-sejarah-kuno-indonesia-lewat-prasasti/ https://telusuri.id/melacak-sejarah-kuno-indonesia-lewat-prasasti/#respond Thu, 09 Sep 2021 10:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30507 Sebagai salah satu ilmu yang berhubungan dengan tulisan kuno, epigrafi seringkali masih dianggap “belum terlalu penting” daripada ilmu-ilmu lainnya. Padahal, sumber primer sejarah berasal dari data-data epigrafi yang sudah melewati berbagai jaman. Banyak sumber data...

The post Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti: Kumpulan Tulisan Prof. Boechari Tentang Indonesia di Masa Kuno appeared first on TelusuRI.

]]>
Sebagai salah satu ilmu yang berhubungan dengan tulisan kuno, epigrafi seringkali masih dianggap “belum terlalu penting” daripada ilmu-ilmu lainnya. Padahal, sumber primer sejarah berasal dari data-data epigrafi yang sudah melewati berbagai jaman. Banyak sumber data yang belum sampai ke kita karena belum ditemukan, rusak, aus, bahkan dirusak secara sengaja, dan diperjual belikan. Para epigraf di Indonesia sendiri sangat sedikit dan menjadi minoritas dalam penulisan sejarah Indonesia. Walaupun begitu, Indonesia pernah mempunyai seorang cendekiawan yang mendedikasikan hidupnya untuk penelitian epigrafi Indonesia.

Dari sekian banyak karya tulisnya, yang sempat saya baca sewaktu masih di dunia perkuliahan adalah kumpulan-kumpulan penelitian Boechari yang diberi judul Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti. Bagi penggemar aksara kuno, buku ini banyak memberikan pencerahan mengenai seluk beluk penelitian aksara kuno dari sudut pandang sejarah, arkeologi, filologi, dan epigrafi. Buku ini memperlihatkan semangat Prof. Boechari dalam menggali lebih dalam pengetahuan sejarah-budaya yang sebelumnya selalu didominasi peneliti asing.

Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti
Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti/M. Irsyad Saputra

Pada bagian pertama buku, ada sambutan dari Kresno Yulianto selaku Ketua Departemen Arkeologi FIB UI pada waktu itu yang mengungkapkan bagaimana keinginan kuat untuk mempublikasikan tulisan-tulisan Prof. Boechari sebagai sebuah buku. Persiapan ini tidak mudah, untungnya Ecole francaise d’Extreme-Orient (Lembaga Prancis untuk Kajian Asia) membantu penerbitan buku ini bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.

Sesuai peribahasa tak kenal maka tak sayang buku ini juga mencantumkan riwayat hidup singkat Prof. Boechari. Ia lahir di Rembang pada 24 Maret 1927 sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara dengan bapaknya, Martodihardjo, yang merupakan seorang guru. Boechari kecil mengenyam pendidikan di HIS di Cepu kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya di Yogyakarta di HIK (Hollandsch Inlandsche Kweekschool)dan SGB (Sekolah Guru B) dan SMA. Pada pendidikan tinggi dia masuk ke FSUI (Fakultas Sastra Universitas Indonesia) Jurusan Ilmu Purbakala dan Sejarah Kuna Indonesia (sekarang menjadi Jurusan Arkeologi). Pertemuannya dengan orang-orang hebat seperti Prof. Dr. R.M.Ng. Poerbatjaraka, Prof. Dr. J.G. de Casparis, Louis-Charles Damais, dan lain-lain inilah yang akhirnya membuat dirinya tumbuh seperti mereka dengan minat khusus pada Epigrafi. Karya ilmiah yang dihasilkan Prof. Boechari sangat banyak, baik yang sudah diterbitkan maupun belum sempat diterbitkan. 

Pada halaman ke-3, Boechari mengungkapkan pentingnya epigrafi sebagai ilmu yang langsung mempelajari sumber data sejarah yang paling faktual. Boechari juga mendefinisikan prasasti sebagai sumber-sumber sejarah dari masa lampau yang tertulis di atas batu dan logam. Dia juga memaparkan bahwa prasasti-prasasti kebanyakan berasal dari kepulauan Indonesia sejak abad ke-5. Menurut Boechari, Krom masih menjadi rujukan para peneliti kesejarahan Indonesia karena karya-karyanya yang fenomenal. Meskipun begitu banyak penelitian oleh Krom, nyatanya masih banyak pekerjaan untuk merekonstruksi jalan sejarah secara lengkap.

Boechari memaparkan bagaimana tugas berat ahli epigrafi untuk merekonstruksi sejarah; tidak hanya meneliti prasasti-prasasti yang belum dibaca tetapi juga meneliti kembali prasasti-prasasti yang baru saja diterbitkan. Pada akhirnya epigraf menurut hematnya, tetap akan menemui kesulitan seperti prasasti yang tidak dapat terbaca lagi maupun pengetahuan tentang bahasa kuno yang masih sedikit. 

Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti
Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti/M. Irsyad Saputra

Pada bab lainnya, Boechari menuliskan tentang sejarah politik kerajaan-kerajaan jaman dahulu semisal Rakryan Mahamantri i Hino Sri Samgramawijaya Dharmaprasadottungadewi yang terkenal pada prasasti-prasasti masa Airlangga. Boechari menyebutkan dua pendapat sebelumnya; Krom menyatakan Sri Samgramawijaya Dharmaprasadottungadewi adalah anak perempuan Airlangga, Rouffaer menganggap ia adalah tradisi tentang Kili Suci, dan C.C. Berg dan juga Casparis beranggapan dia adalah permaisuri Airlangga yang berasal dari Sriwijaya. Boechari kembali melakukan untuk melakukan penelusuran-penelusuran untuk memastikan pendapat mana yang paling benar. 

Membaca lembar demi lembar tulisan pada buku ini akan menghidupkan ingatan kita bagaimana kehidupan-kehidupan masa lampau dihidupkan kembali dengan teori-teori serta pernyataan dari Prof. Boechari. Kita dibawa mengunjungi Mataram Kuno yang datanya didapat dari prasasti-prasasti, melihat bagaimana gelagat bandit pada masa Jawa Kuno, atau bagaimana pelaksanaan hukum pada masa Jawa Kuno. 

Buku ini saya kira sangat layak menjadi koleksi, tidak hanya bagi kalangan akademisi yang membutuhkan sumber bacaan yang akurat dan mumpuni, tetapi juga bagi masyarakat awam yang ingin terjun langsung pada bacaan heavy archaeology. Prof. Boechari telah memberikan kita warisan yang sangat besar dalam dunia kepurbakalaan Indonesia. Kita tentu merasa beruntung mempunyai Prof. Boechari, tapi apakah kita siap mengikuti langkahnya dalam penyusunan sejarah Indonesia kedepannya?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti: Kumpulan Tulisan Prof. Boechari Tentang Indonesia di Masa Kuno appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/melacak-sejarah-kuno-indonesia-lewat-prasasti/feed/ 0 30507
Aksara Jawi dalam Inskripsi di Kalimantan Selatan https://telusuri.id/aksara-jawi-dalam-inskripsi-di-kalimantan-selatan/ https://telusuri.id/aksara-jawi-dalam-inskripsi-di-kalimantan-selatan/#respond Wed, 08 Sep 2021 05:57:17 +0000 https://telusuri.id/?p=30462 Saya mengeja huruf-huruf yang tertulis di sebuah kertas kuning. Buku itu menjelaskan bab-bab keagamaan yang berhubungan dengan tuhan. Sembari mendengarkan guru, saya mendengarkan dengan seksama kata per kata yang beliau bacakan. Saya mengangguk tanda mengerti....

The post Aksara Jawi dalam Inskripsi di Kalimantan Selatan appeared first on TelusuRI.

]]>
Saya mengeja huruf-huruf yang tertulis di sebuah kertas kuning. Buku itu menjelaskan bab-bab keagamaan yang berhubungan dengan tuhan. Sembari mendengarkan guru, saya mendengarkan dengan seksama kata per kata yang beliau bacakan. Saya mengangguk tanda mengerti. Kata-kata di kitab ini bukan kata-kata dengan huruf latin yang mudah dipahami, kitab ini biasa disebut kitab kuning atau kitab arab gundul. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Banjar dengan aksara Jawi. 

Aksara Jawi memang sudah terkenal seantero Nusantara sebagai salah satu aksara yang populer digunakan pada masa Islam. Untuk di Banjar, penggunaan aksara Jawi sendiri secara resmi digunakan setelah Kerajaan Banjar setelah pengganti Kerajaan Nagara Daha itu resmi sebagai kerajaan Islam. Setelah diislamkan oleh Khatib Dayan sebagai perwakilan dari Demak, beberapa arsitektur serta budaya Banjar mulai berasimilasi dengan budaya Islam-Jawa.

Paling nampak mencolok selain arsitektur, salah satunya adalah penggunaan huruf Jawi. Huruf yang diadopsi dari huruf Hijaiyah ini digunakan dalam berbagai acara resmi kerajaan dan penyebaran informasi seperti kegiatan surat-menyurat, penulisan kitab-kitab agama, penulisan inskripsi, dan sebagainya. Pada kegiatan keagamaan, penulisan kitab-kitab kuning yang beraksara Jawi mulai ramai semenjak Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Masa inilah masa dimana Kerajaan Banjar berada di puncaknya.

Tulisan beraksara Huruf Jawi banyak saya temukan dalam bangunan cagar budaya. Masjid Sultan Suriansyah sebagai masjid pertama dari Kerajaan Banjar mempunyai dua buah inskripsi pada lawang agung yang terdapat di dekat tempat imam. Kedua inskripsi ini berukuran 50×50 cm dan berbentuk segi delapan. Inskripsi ini menjelaskan pembangunan lawang agung oleh Kiai Damang Astungkara pada masa pemerintahan Sultan Tamjidullah II yang bertarikh 1159 Hijriah atau 1746 Masehi. 

Pelan-pelan mata saya mengamati lekuk demi lekuk garis lengkung yang membentuk huruf  tersebut. Huruf-huruf yang dipahatkan di kayu ulin itu memang lebih sukar dibaca dibanding inskripsi lainnya yang pernah saya lihat. Tulisannya terlihat indah dengan gaya tsuluts, gaya yang umum digunakan sebagai gaya penulisan ayat Al-Quran ataupun Hadist sebagai hiasan mesjid atau hiasan dekorasi.

Salah satu inskripsi lainnya yang pernah saya kunjungi adalah yang berada di makam Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Seorang ulama besar Kalimantan yang berjasa banyak dalam bidang keilmuan masyarakat Kalimantan. Karyanya yang paling terkenal adalah Sabilal Muhtadin, kitab fiqih yang menjadi rujukan hingga mancanegara.

Suara lantunan ayat-ayat suci terus menerus mengisi ruangan, menciptakan suasana syahdu di kalangan peziarah, termasuk saya yang hening dalam doa. Saya mengabadikan momen-momen para peziarah yang khusyuk berdoa dan inskripsi yang digantung tepat di pagar makam, “Adalah wasiat syarak tuan pada anak cucu sayidina yang mudik ka Kalampaian minta bacaan qul huwallah tiga belas kali dan salawat empat belas kali dan fatihah dan qul a’udzu bi rabbbil falaq dan qul a’udzu birabbi naas sakali dan demikian lagi daripada yang lain daripada anak cucu sayidina intaha sanah 1228”.  

Tulisannya menggunakan gaya naskhi yang mudah dibaca serta terkesan ringan. Umumnya gaya naskhi digunakan dalam penulisan kitab atau surat-surat yang bersifat administrasi. Inskripsi tadi berisi panduan berziarah ke makam beliau yang berada di Desa Kalampaian. Pada komplek tersebut tidak hanya terdapat makam beliau, melainkan juga cucu buyut beliau yang juga menjadi orang-orang al-alim al-alamah

Umumnya inskripsi Jawi jarang ditemukan di makam-makam pada jaman dahulu, sebab menurut kepercayaan, menuliskan tulisan pada makam dapat membuat yang membaca menjadi sakit mata. Kepercayaan ini ditambah dengan kuatnya ilmu-ilmu tasawuf yang ada di daerah Kalimantan Selatan, menuliskan nama dianggap sebagai memperbesar diri, hal yang sangat tabu dalam tasawuf karena bagian dari sifat sombong. 

Seperti yang pernah saya tulis di sini sebelumnya, sumber data skripsi yang saya kerjakan adalah sebuah inskripsi yang berada di Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru. Berdasarkan pembacaan dari hasil skripsi terdapat delapan baris kalimat dengan bunyi: “Bahawa ini parintah daripada sultan barang siapa mamainkan dan riyam dan mangamas dan manggapap yaitu mantjuri paikat dan batung paring dan buluh lumu tiap bulan manguturi yang telah tersebut itu tamat kalam”. Dalam kesimpulan yang saya dapat, inskripsi ini menuliskan tentang larangan mencuri bambu-bambuan yang ada di wilayah sekitar tempat dikeluarkannya inskripsi dan juga berjudi.

Dasar larangan tersebut adalah Undang-Undang Sultan Adam 1835 yang memuat 38 pasal, salah satunya adalah tentang kewajiban tetuha kampung  untuk mengatur wilayahnya masing-masing berdasarkan apa yang terjadi di daerahnya. Inskripsi ini mempunyai keunikan dibanding yang lainnya. Nuqthah (titik) pada huruf Jawi hanya menggunakan satu titik yang bisa mewakili apakah titik tersebut menunjukkan dua titik atau tiga titik. Gaya yang diadopsi ini merupakan gaya riq’ah yang sering digunakan untuk penulisan umum yang mementingkan kecepatan menulis. Nuqthah pada riq’ah cenderung tajam sedangkan pada inskripsi ini cenderung membulat.

Meskipun penggunaan aksara ini terlihat umum di masa lalu, dalam kehidupan sehari-hari, aksara ini mulai dilupakan. Tidak pernah saya mendapati pengajarannya dalam sekolah-sekolah berbasis pendidikan modern. Pembelajaran huruf Jawi justru lestari pada kalangan santri-santri yang mempelajari kitab kuning sebagai sumber bacaan mereka. Penerapannya pun terhitung mundur, saya hanya melihat di beberapa kantor kabupaten di Kalimantan Selatan yang juga menuliskan aksara Latin berdampingan dengan aksara Jawi. Orang-orang sedikit demi sedikit, mulai melupakan aksara Jawi, yang di masa dahulu merupakan sebuah identitas, kini menjadi sebuah kelangkaan di tengah kepungan huruf latin. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Aksara Jawi dalam Inskripsi di Kalimantan Selatan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/aksara-jawi-dalam-inskripsi-di-kalimantan-selatan/feed/ 0 30462