arung jeram Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/arung-jeram/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 09 Feb 2024 06:02:49 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 arung jeram Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/arung-jeram/ 32 32 135956295 Dari Sungai Klawing ke Serayu, Mengarung Tanpa Ragu https://telusuri.id/dari-sungai-klawing-ke-serayu-mengarung-tanpa-ragu/ https://telusuri.id/dari-sungai-klawing-ke-serayu-mengarung-tanpa-ragu/#respond Mon, 12 Feb 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41127 Sejak dulu sungai telah memiliki peran penting dalam perkembangan peradaban manusia. Pada masa lalu, sungai bukan hanya memiliki peran vital sebagai sumber air untuk kehidupan manusia sehari-hari, melainkan juga sebagai jalur perdagangan dan transportasi. Kini...

The post Dari Sungai Klawing ke Serayu, Mengarung Tanpa Ragu appeared first on TelusuRI.

]]>
Sejak dulu sungai telah memiliki peran penting dalam perkembangan peradaban manusia. Pada masa lalu, sungai bukan hanya memiliki peran vital sebagai sumber air untuk kehidupan manusia sehari-hari, melainkan juga sebagai jalur perdagangan dan transportasi. Kini peran sungai menjadi bertambah menjadi tempat olahraga dan rekreasi yang menarik. 

Wisata olahraga dan rekreasi di sungai telah memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat modern. Penggabungan antara menikmati keindahan alam dengan aktivitas olahraga yang seru, dapat membangun hubungan yang lebih dekat antara manusia dan sungai. Arung jeram merupakan salah satu aktivitas olahraga sekaligus rekreasi dengan memanfaatkan aliran sungai, yang saat ini cukup populer.

Di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, salah satu sungai yang dimanfaatkan sebagai destinasi wisata arung jeram adalah Sungai Klawing. Sungai terbesar di Purbalingga ini berhulu di Gunung Slamet dan Pegunungan Serayu Utara. Sungai ini mengalir di sepanjang Kabupaten Purbalingga dan bermuara di Sungai Serayu, Kabupaten Banyumas. Pada April 2021 lalu, sebuah kesempatan menarik bagiku bisa mengarungi sungai ini beserta sungai muaranya.

Menuju Basecamp Sungai Klawing

Suatu siang, sebuah mobil bak yang diberi rangka bambu dengan terpal menutupi sisi-sisinya sudah bertengger di depan basecamp kami. Kendaraan inilah yang akan kami gunakan menuju Purbalingga. Di dalam mobil, gulungan perahu karet serta peralatan lainnya sudah tertata rapi. Sekarang tinggal menunggu beberapa personel tim yang baru selesai salat Jumat dan juga sebagian lainnya yang mengambil barang bawaan di kos.

Tepat pukul 16.00 WIB, saat tim sudah lengkap barulah kami bisa berangkat. Perjalanan kali ini terasa sangat lama dan membosankan. Selama perjalanan kami harus berada di mobil yang tertutup terpal dan berdesak-desakan. Suasana yang pengap dan tak bisa melihat pemandangan sekitar, membuat kami tidak bisa melakukan apa pun selain tidur. Pukul 21.00 akhirnya penderitaan di dalam mobil itu selesai. Kami telah sampai di basecamp Klawing.

Basecamp Klawing terletak di sebelah utara kota Purbalingga. Tepatnya di Desa Onje RT 02 RW 03, Kecamatan Mrebet, Purbalingga. Begitu turun dari mobil, sebuah perkampungan sepi adalah pemandangan pertama yang kami jumpai. Beberapa hari sebelumnya, kami telah mengabari pihak basecamp Klawing bahwa personel pengarungan kali ini jumlahnya banyak. Kami direkomendasikan untuk menyewa salah satu rumah warga sebagai tempat menginap. 

Setelah bertegur sapa sebentar dengan pemilik rumah, sebagian dari kami berangkat menuju Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Banyumas untuk mengambil perahu. Kami bersyukur, berkat bantuan kenalan kami dari mahasiswa pecinta alam (mapala) di Purwokerto, kami bisa mendapat pinjaman perahu. Tentu hal ini sangat menguntungkan karena menghemat anggaran biaya sewa perahu. 

Sungai Klawing yang Surut

Esok hari, waktu pengarungan tiba. Aku sudah tidak sabar ingin merasakan sensasi mendebarkan tatkala perahu melewati jeram. Namun, sayangnya aku mengarung pada kloter kedua, yang merupakan pengarungan dengan pemetaan sungai. Sedangkan pengarungan pertama hanyalah survei saja. Ya, sudahlah. Sepertinya melanjutkan tidur lagi sembari menunggu giliran juga tak masalah.

Sekitar pukul 10.00 pengarungan pertama baru selesai. Meski begitu, kami tidak bisa langsung mengarung kembali. Karena pengarungan kedua targetnya pemetaan jeram Sungai Klawing, jadi kami harus melihat terlebih dahulu hasil survei yang telah didapat. Selanjutnya merapatkan rencana pemetaan yang akan dilakukan, seperti jeram mana saja yang akan dipetakan, titik-titik yang rentan bahaya, serta pembagian tugas masing-masing personel tim.

Tepat pukul 11.00 kami memulai pengarungan kedua. Kami berangkat menuju start pengarungan, yaitu Jembatan Jl. Raya Banjarsari. Kira-kira hanya 15 menit dari basecamp Klawing. Sewaktu tiba di sana, aku sedikit terkejut saat melihat sungai yang mengalir di bawah jembatan.

Lah, sungainya kok surut?” ucapku saat melihat banyak batu di sepanjang penampang sungai. Sewaktu briefing pemetaan tadi, aku hanya melihat titik-titik jeram di peta yang ditunjukkan oleh tim survei. Aku belum sempat melihat hasil foto pada pengarungan pertama, sehingga aku sedikit kecewa tatkala melihat Sungai Klawing pertama kali. Ah, mungkin nanti di pertengahan sungai arusnya makin deras. Aku mencoba menghibur diri sendiri.

Dari Sungai Klawing ke Serayu, Mengarung Tanpa Ragu
Kegiatan pemetaan Sungai Klawing yang sedang surut/Lya Munawaroh

Kelaparan saat Mengarung

Seperti biasa, sebelum pengarungan kami pemanasan dulu di tepi sungai. Usai pemanasan, kami tidak bisa langsung menaiki perahu. Kami harus melakukan lining lebih dulu, yaitu teknik membawa perahu dengan cara menuntun perahu saat medan di sungai tidak bisa diarungi. Cukup jauh kami melakukan lining, hingga mencapai bagian sungai yang tidak terdapat batu. Kami pun mulai mengarung dan berhenti saat sampai di jeram yang telah ditandai sebelumnya.

Beberapa personel berbagi tugas untuk mendapatkan data-data berupa lebar sungai, panjang jeram, jarak antarjeram, kedalaman jeram, gradien (kemiringan jeram), dan kuat arus jeram. Kegiatan pengambilan data ini berulang pada setiap jeram yang telah kami tandai. Kondisi sungai yang debitnya kecil memudahkan kami melakukan pemetaan. Namun, di sisi lain kami juga kesulitan dalam mengarung. 

Kondisi Sungai Klawing waktu itu memang sedang surut karena curah hujan yang menurun. Sepanjang sungai kami menemukan banyak stopper, penghalang atau penghambat dalam suatu pengarungan, biasanya berupa bebatuan besar yang muncul di tengah-tengah sungai. Namun, di Sungai Klawing ini tidak hanya batuan besar, tetapi juga banyak batu kecil juga muncul di permukaan akibat sungai yang surut. Tak jarang perahu kami mengalami wrap (tersangkut).

Waktu terus berjalan. Pukul 13.00 kami seharusnya sudah istirahat dan makan. Akan tetapi, saat itu kami masih memetakan jeram keempat dari total tujuh jeram. Lokasi kami juga masih jauh dari jembatan, tempat teman kami menunggu untuk menyerahkan makan siang kami. Kami semua sudah mulai kelelahan. Terik matahari dan perut yang kosong membuat kami tidak fokus. 

Kami sangat kelaparan, tetapi dalam kondisi seperti ini biar bagaimanapun pemetaan harus diselesaikan. Kami pun melanjutkan pemetaan setelah mengganjal perut dengan makan beberapa camilan yang ada di dry bag. Sore hari, kami baru saja sampai di jeram terakhir. Tak lama setelahnya kami akhirnya sampai di titik finish pengarungan, yaitu basecamp Sungai Klawing. 

Ada kejadian lucu saat di finish point. Salah satu perempuan dari kami terjatuh dari perahu. Ia terlihat agak kesusahan berenang menepi. Kemudian satu laki-laki dari kami turun ingin membantu, tetapi saat ingin berenang menghampiri ternyata air sungai hanya sepinggangnya saja. 

Ia berkata, “Ini loh cuma sepinggang airnya, nggak usah berenang. Sini jalan aja!” Kami semua pun tertawa. Ada-ada saja temanku itu, padahal arus airnya juga tidak terlalu deras.

Rencana Dadakan Mengarungi Sungai Serayu

Malam hari setelah mengolah data hasil pemetaan, kami merasa data yang kami peroleh sudah cukup sehingga tidak perlu melakukan pemetaan ulang. Oleh karena itu, esok hari kami memutuskan untuk mengarungi sungai lainnya yang dekat dengan Sungai Klawing. Ini benar-benar rencana yang sangat mendadak, tetapi kami tetap mempersiapkan kebutuhan pengarungan dengan baik. Kami mulai mencari tahu karakter sungai yang akan diarungi dan tak terkecuali mengecek prakiraan cuaca besok. 

Sungai terdekat dari Purbalingga tentunya adalah Serayu. Muara Sungai Klawing ini membentang dari timur laut ke barat daya sejauh 181 km. Hulu sungai ini berasal dari lereng Gunung Prau di wilayah Dieng, Wonosobo. Mata airnya dikenal sebagai Tuk Bima Lukar. Total daerah aliran sungai Serayu mencapai luas 4.375 km² dengan banyak anak sungai. 

Sekitar pukul 03.00 kami semua telah bangun dan bersiap-siap untuk berangkat menuju Sungai Serayu, Banjarnegara. Kami semua menaiki pick-up dan siap memulai perjalanan. Tidak lupa sebelumnya kami berpamitan lebih dulu kepada pemilik rumah, dan melakukan checking alat supaya tidak ada yang tertinggal. 

Perjalanan ke Serayu ternyata cukup jauh. Sepanjang perjalanan lebih banyak kami gunakan dengan gantian tidur. Melakukan pemetaan Sungai Klawing yang sedang surut cukup melelahkan bagi kami. Sesampainya di titik start Sungai Serayu, kami segera menurunkan perahu dan peralatan lalu melakukan pemanasan.

Setelah itu cukup lama kami menunggu guide yang akan mendampingi kami. Untuk bisa mengarungi Sungai Serayu, kami harus didampingi oleh satu guide dengan biaya jasa sebesar Rp150.000 dalam satu kali pengarungan. 

Begitu guide datang, kami briefing sebentar. Ternyata kami belum boleh mengarung, karena harus menunggu wisatawan lain agar bisa mengarung bersama. Sambil menunggu, guide sempat mengajari kami teknik menyeberangi sungai berarus. Beliau melatih kami mendayung melawan arus dengan memanfaatkan jeram yang tidak terlalu jauh dari start pengarungan.  

Sekitar 15 menit menunggu, akhirnya perahu wisatawan yang amat banyak itu pun tiba. Kami segera menaiki perahu. Semua personel dibagi menjadi dua kelompok dan menempati dua perahu yang berbeda. Untuk perahu pertama harus bersama guide. Perahu kami sudah mulai memasuki arus utama (mainstream) sungai. Jeram pertama yang kami lalui adalah jeram standing waves yang cukup tinggi. 

Dari Sungai Klawing ke Serayu, Mengarung Tanpa Ragu
Jeram standing waves Sungai Serayu yang menantang/Lya Munawaroh

Kami harus tetap fokus agar tidak terjatuh dari perahu. Tak hanya jeram pertama, tetapi juga banyak jeram di sungai Serayu yang sangat menantang. Sudah setengah perjalanan, kami melihat jeram yang tidak boleh dilalui karena sangat bahaya dan di jeram tersebut terdapat undercut. Undercut merupakan cerukan yang relatif dalam pada suatu sungai akibat arus sungai yang menghantam dinding tebing atau batu.

Hampir setengah jam perjalanan dan jeram-jeram yang cukup deras telah kami lewati, akhirnya kami tiba di titik pemberhentian, yaitu “The Pikas”. Setelah itu kami segera menaikkan perahu kami dan bersiap menuju titik awal kembali. Sesampainya di lokasi awal, karena hari sudah mulai siang kami menyempatkan mengisi perut dengan membeli makan siang di sekitar titik start.

Selepas makan, kami hendak melakukan pengarungan untuk yang kedua kalinya. Namun, guide kami tidak bisa mendampingi. Sungguh disayangkan karena pengarungan Sungai Serayu ini sangat seru dan menantang. Debit sungai cukup besar dan berarus deras. Setiap jeramnya yang berjarak cukup dekat antar jeram begitu memacu adrenalin. Meskipun sangat singkat, pengarungan kali ini tetap memiliki kesan tersendiri bagi kami. 

Setiap pengarungan, baik di sungai yang sama ataupun berbeda, pasti menghadirkan cerita dan kesan masing-masing. Cerita dan kesan itulah yang memberikan pengalaman tak terlupakan. Entah di Sungai Klawing atau Sungai Serayu, kami akan terus mengarung tanpa ragu.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Dari Sungai Klawing ke Serayu, Mengarung Tanpa Ragu appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/dari-sungai-klawing-ke-serayu-mengarung-tanpa-ragu/feed/ 0 41127
Mengarungi Derasnya Jeram Sungai Comal Pemalang https://telusuri.id/mengarungi-derasnya-jeram-sungai-comal-pemalang/ https://telusuri.id/mengarungi-derasnya-jeram-sungai-comal-pemalang/#respond Fri, 03 Nov 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39996 Kali kedua aku melakukan kegiatan arung jeram adalah di Sungai Comal. Sungai terbesar yang melintasi Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Sungai ini berhulu di Pegunungan Serayu Utara, tepatnya di Gunung Slamet. Membentang melalui tujuh wilayah kecamatan...

The post Mengarungi Derasnya Jeram Sungai Comal Pemalang appeared first on TelusuRI.

]]>
Kali kedua aku melakukan kegiatan arung jeram adalah di Sungai Comal. Sungai terbesar yang melintasi Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Sungai ini berhulu di Pegunungan Serayu Utara, tepatnya di Gunung Slamet. Membentang melalui tujuh wilayah kecamatan di Pemalang dan panjang sekitar 109,18 km. 

Pada awalnya aku merasa pengarungan ini akan berjalan seperti biasa. Tetap seru dan menyenangkan sebagaimana pengarungan pertamaku di Sungai Elo dan Progo setahun sebelumnya. Namun, ternyata pengarungan di Sungai Comal memberikan kesan dan pengalaman tak terlupakan. 

Sungai Comal telah menjadi salah satu destinasi wisata alam di Pemalang, sehingga tidak sulit menemukan operator arung jeram. Waktu itu kami menggunakan jasa Arus Comal Rafting yang beralamat di Jalan Raya Moga, Randudongkal KM 02, Kebanggan, Moga, Pemalang. Dari Semarang kami menggunakan mobil bak selama empat setengah jam menuju basecamp Arus Comal. karena kami tidak lewat jalan tol. Kami pun sampai di basecamp sudah lewat tengah malam.

Pemetaan Awal

Esoknya, selepas Subuh kami segera ganti baju dan sarapan. Berdasarkan kesepakatan briefing semalam, target kami hari ini adalah survei darat dan melakukan pengarungan sekaligus pemetaan jeram Sungai Comal.

Kami segera menyiapkan peralatan yang akan digunakan. Karena kami sudah membawa satu set perahu, kami hanya perlu menyewa satu set perahu tambahan milik Arus Comal Rafting. Kami cukup membayar sebesar Rp300.000,- per set perahu untuk satu hari. Harga tersebut sudah termasuk pelampung, dayung, dan helm yang masing-masing berjumlah enam buah. 

Beres dengan peralatan, kami melakukan pemanasan untuk meregangkan otot-otot kami. Pemanasan sangat penting untuk kegiatan fisik yang menguras tenaga, karena kami akan berjalan kaki menyusuri pinggiran Sungai Comal. 

Kami membagi personel yang terdiri dari 13 orang menjadi tiga tim untuk penyusuran sungai. Masing-masing tim terdiri dari empat orang, lalu ada seorang lagi yang bertugas untuk mobilitas dengan menggunakan mobil. 

Adapun tujuan survei darat adalah untuk mengetahui kondisi jeram Sungai Comal dan menentukan jeram-jeram mana saja yang harus kami petakan. Penyusuran sungai kami lakukan di sepanjang jalur pengarungan pendek Sungai Comal sejauh 6 km, yang dimulai dari start point Jembatan Tegalharja dan finish point di Jembatan Pikaco. Sedangkan untuk pengarungan panjang Sungai Comal sejauh 9 km dengan start point yang sama dan finish point di Bendungan Mejagong. 

Mengarungi Derasnya Jeram Sungai Comal Pemalang
Foto bersama di finish point/Lya Munawaroh

Nyaris Hanyut Terseret Arus

Aku masuk tim kedua yang bertugas menyusuri bagian tengah sungai. Kami berjalan di pinggiran sungai yang berupa persawahan, bebatuan, hingga tebing. Awal penyusuran terasa biasa saja. Namun, aku sedikit ngeri melihat derasnya aliran sungai serta bebatuan di mana-mana.

Kami terus berjalan hingga menemukan pinggiran sungai berupa tebing tinggi. Kami yang berada di sebelah kiri sungai harus menyeberang agar bisa melanjutkan perjalanan. Seniorku menyeberang lebih dulu dengan berenang. Kemudian disusul dua temanku dan aku yang terakhir.

Aku sedikit ragu-ragu untuk menyeberang karena takut terbawa arus. Lama berpikir sampai akhirnya seniorku berteriak menyuruhku untuk cepat. Tidak ada pilihan lain. Aku harus segera masuk ke sungai. Aku sudah berusaha sekuat tenaga berenang ke pinggir, tetapi arus yang cukup deras terus menyeretku hingga aku berpegangan pada batu besar yang ada di tengah sungai. 

“Mas, bantuin…,” kataku dengan muka memelas. 

Saat itulah kami menyadari ternyata kami tidak membawa rescue rope (tali untuk penyelamatan). Aku masih gemetaran kalau harus berenang lagi meskipun sudah mendekati tepian sungai. Setidaknya kalau ada rescue rope aku hanya harus memegang tali dan ditarik oleh temanku, tetapi saat ini tidak terbawa.

Akhirnya seniorku menemukan sebuah kayu lumayan panjang untuk menolongku. Namun, aku tetap harus berenang lagi supaya bisa menjangkau kayunya. Dengan takut-takut aku akhirnya berenang lagi dan menangkap kayu tersebut. Syukurlah, aku masih selamat. 

Kami pun kembali melanjutkan penelusuran. Untung jalurnya sudah tidak sesulit tadi. Tak lama kami sudah mencapai target jarak penelusuran, lalu kami berjalan menuju jalan raya untuk menunggu penjemputan. 

Mengarungi Derasnya Jeram Sungai Comal Pemalang
Foto bersama sebelum pengarungan Sungai Comal/Lya Munawaroh

Pengarungan pertama

Berdasarkan hasil survei masing-masing tim, kami telah menetapkan plot jeram-jeram yang akan kami petakan. Alat pemetaan sudah siap, perahu sudah dipompa dan siap meluncur untuk pengarungan. Basecamp Arus Comal berada tepat di bawah Jembatan Tegalharja sehingga start point pengarungan kami adalah dari basecamp ini.

Awal pengarungan kami melewati jeram welcome, jeram yang sangat menantang layaknya air terjun mini. Arusnya begitu deras. Aliran air yang menuruni celah dua batu besar di kanan dan kiri bisa saja membalikkan perahu jika skipper (pengendali perahu dalam arung jeram) tidak pandai bermanuver.

Dan benar saja, perahu pertama kami terbalik. Perahu kedua, yaitu perahuku belum bisa mengarung karena menunggu perahu pertama kembali normal. Setelah normal, kini saatnya perahuku merasakan jeram welcome. 

“Dayung cepat!” seru skipper perahuku sembari bermanuver.

Sambil mendayung aku berteriak ketika perahu kami dihantam air, menabrak batu di sisi kanan. Untungnya perahu mendarat dengan mulus setelah melewati jeram. Bikin deg-degan, tetapi sangat seru. Perahu kami terus melaju mengikuti arus mainstream (arus utama) sungai. Jeram-jeram selanjutnya makin membuat ketagihan. Karakter Sungai Comal ini terdapat banyak stopper (batuan penghalang) berupa pillow, yakni batuan yang tidak timbul ke permukaan dan masih bisa dilewati aliran air; serta cushion, yaitu batuan sungai yang membelah aliran sungai karena timbul di permukaan sungai. Penampang sungai tidak terlalu lebar, sehingga saat mengarung skipper harus lihai bermanuver agar perahu tidak nge-flip (terbalik). 

Derasnya arus membuat kami sedikit kewalahan untuk berhenti sebentar memarkir perahu dan melakukan pemetaan sungai. Mbak Mila sebagai deskriptor juga kesulitan menggambar di atas perahu yang terus terombang-ambing menabrak batu. Belum lagi, hasil yang telah digambar malah basah terkena cipratan air. Baru saat tiba di rest area perahu kami bisa menepi. Kemudian kami memutuskan melanjutkan pengarungan tanpa melakukan pemetaan. Tak jadi masalah, karena itu malah membuat kami lebih menikmati pengarungan yang sangat menantang. 

Tanpa sadar ternyata kami sudah sampai di finish point pengarungan di Jembatan Pikaco. Di sana ternyata telah ramai. Selain penuh dengan orang-orang yang berfoto di jembatan bercat pelangi itu, tepat di sisi kanan sungai juga terdapat sebuah kafe yang banyak pengunjung. 

Mengarungi Derasnya Jeram Sungai Comal Pemalang
Mencatat hasil pemetaan jeram Sungai Comal/Lya Munawaroh

Pemetaan Sungai Comal

Karena target pemetaan kami belum terpenuhi, kami mengubah rencana melakukan pemetaan dengan susur sungai. Setelah istirahat, kami segera berangkat.

Beberapa data yang kami ambil saat pemetaan meliputi lebar sungai, panjang jeram, jarak antar jeram, kedalaman dan kecepatan arus jeram, dan gradien (kemiringan jeram). Data ini berguna untuk mengidentifikasi grade jeram di Sungai Comal. Kami saling berbagi tugas dalam mengumpulkan data. Ada yang bertugas sebagai penggambar, pencatat data, pengukur kedalaman dan arus, serta pengukur gradien dengan menggunakan klinometer. Ada juga sebagai compass man (pemegang kompas). Pengukuran dengan kompas ini diperlukan untuk menentukan lebar sungai jika kami tidak bisa mengukur secara manual karena medan yang tidak memungkinkan.

Pemetaan berjalan cukup lancar, meski kadang kami mendapat sedikit kendala saat pengukuran lebar sungai. Pada pertengahan jalur pengarungan, kami menemukan anak sungai di sisi kanan aliran utama. Tidak terlalu lebar, tetapi arusnya lumayan deras. Saat itu dari kejauhan terlihat langit tiba-tiba mendung, lalu tak lama gerimis turun di tempat kami. Cuaca seperti ini terlalu berisiko untuk melanjutkan pemetaan. Meskipun di tempat kami gerimis bisa saja di hulu sungai sudah hujan deras dan membuat sungai meluap. Sesuai prediksi, kami melihat anak sungai tadi sudah meluap. Air sungai menjadi berwarna cokelat dan mengalir lebih deras. Kami buru-buru menjauhi sungai dan memutuskan melanjutkan pemetaan esok harinya.

Malamnya kami cek kondisi cuaca untuk esok hari di aplikasi mountain forecast. Prediksinya cuaca cerah. Namun, kami tetap harus waspada. Satu dari kami siaga memantau anak sungai yang kemarin banjir.

Pemetaan kami lanjutkan hingga sudah mendapat data jeram kedelapan. Kami kembali menemukan medan yang mengharuskan kami menyeberang. Kami berjalan perlahan menggunakan teknik penyeberangan lurus dan saling berpegangan satu sama lain agar tidak terbawa arus. Selesai menyeberang, kami kembali melanjutkan pemetaan, hingga sampailah kami di jeram terakhir mendekati finish

Mengarungi Derasnya Jeram Sungai Comal Pemalang
Menyeberangi sungai dengan saling berpegangan tangan satu sama lain/Lya Munawaroh

Kami berhasil memetakan 10 dari 18 jeram pada pengarungan pendek Sungai Comal. Berdasarkan hasil pemetaan, pada jeram 1, jeram 2, jeram 3, dan jeram 8 terdapat hole (pusaran air yang besar dan berputar-putar) yang disebabkan adanya arus sungai yang kuat melewati pillow. Ada pula jeram standing wave (aliran air seperti ombak) yang dapat ditemukan di jeram 2, jeram 7, jeram 8, dan jeram 9. Jeram ini menjadi favorit para wisatawan.

Usai pemetaan kami kembali ke basecamp Arus Comal dan melanjutkan pengarungan kedua. Pada pengarungan kedua kami benar-benar menikmati keseruan rafting di Sungai Comal. Tidak terjadi lagi perahu terbalik karena kami sudah belajar bermanuver di pengarungan pertama. 

Rafting atau arung jeram di Sungai Comal memang sangat memacu adrenalin dan menguji keberanian. Aliran airnya yang jernih dan udaranya yang sejuk membuat tubuh terasa segar. Pun pemandangan di sisi kanan dan kiri sungai yang masih asri berupa hutan pinus, persawahan, dan tebing tinggi memanjakan mata. Belum lagi jeram-jeramnya yang sangat menantang, sangat seru dan menyenangkan layak untuk dicoba. 

Harga paket rafting di Sungai Comal biasanya bergantung pada jarak pengarungan. Untuk pengarungan panjang berkisar Rp 150.000—200.000 per orang. Selain paket rafting, setiap operator wisata biasanya juga menyediakan paket dokumentasi, outbound, hingga camping ground.

Jadi, kapan kamu rafting ke Sungai Comal?

Referensi:

Sukmah, Fenti. (2023). Rafting Di Sungai Comal, Wisata Pemalang Yang Bikin Ketagihan. Diakses 21 September 2023 dari https://www.nativeindonesia.com/rafting-di-sungai-comal/.
Wikipedia. (2015). Sungai Comal. Diakses 11 Juli 2023 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Comal.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mengarungi Derasnya Jeram Sungai Comal Pemalang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mengarungi-derasnya-jeram-sungai-comal-pemalang/feed/ 0 39996