baduy Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/baduy/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Mon, 27 Dec 2021 04:44:30 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 baduy Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/baduy/ 32 32 135956295 Madu dan Laut: Menggali Seutas Cerita dari Sebotol Madu Baduy https://telusuri.id/madu-dan-laut-menggali-seutas-cerita-dari-sebotol-madu-baduy/ https://telusuri.id/madu-dan-laut-menggali-seutas-cerita-dari-sebotol-madu-baduy/#respond Wed, 08 Dec 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=31603 Madu merupakan salah satu panganan tertua yang pernah dikonsumsi manusia, konon madu sudah menjadi makanan manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Madu dipercaya berkhasiat untuk kesehatan manusia, salah satunya adalah untuk meningkatkan imunitas tubuh. Oleh...

The post Madu dan Laut: Menggali Seutas Cerita dari Sebotol Madu Baduy appeared first on TelusuRI.

]]>
Madu merupakan salah satu panganan tertua yang pernah dikonsumsi manusia, konon madu sudah menjadi makanan manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Madu dipercaya berkhasiat untuk kesehatan manusia, salah satunya adalah untuk meningkatkan imunitas tubuh. Oleh karena itu, sampai sekarang madu tidak pernah kehilangan peminatnya, dan seringkali dipadukan dalam berbagai olahan; makanan, minuman, dan cemilan. 

Madu dan Laut, salah satu UMKM yang memproduksi madu, juga turut meramaikan penjualan madu di Indonesia. Madu dan Laut baru saja berdiri semenjak pagebluk COVID-19. Anjani dan Rahadian, yang sudah lama menjalin relasi dengan masyarakat Baduy, ingin membantu masyarakat Baduy yang menjual madu yang terkendala kondisi pagebluk sehingga tidak bisa datang ke Jakarta.

Madu dan Laut
Anjani dan Rahadian bersama orang-orang Suku Baduy/Anjani

“Kebetulan saya dan Rahadian berelasi baik dengan masyarakat Baduy sejak kecil. Kami sehari-hari juga mengkonsumsi madu Baduy,” papar Anjani.

Berangkat dari kondisi tersebut, Anjani dan Rahadian mencoba menjadi kepanjangan tangan masyarakat Baduy dan mulai menjual madu ke beberapa keluarga dan koleganya. Tak disangka, respon yang mereka terima bagus dan lambat laun mereka harus memperluas ekspansi bisnis mereka dengan membuka toko online di salah satu marketplace. Sampai sekarang mereka akhirnya bisa menambah jumlah personil mereka dua orang.

Madu bukanlah sesuatu yang unik untuk dijual. Kru Madu dan Laut juga menyadari hal tersebut. Mereka ingin agar produk ini dikemas dan memiliki presentasi visual yang menarik. Tujuannya adalah mampu menarik kalangan luas untuk tidak hanya mengkonsumsi madu Baduy, tetapi juga mengenal masyarakat Baduy. Produk Madu dan Laut selalu mengikutsertakan cerita mengenai masyarakat adat Baduy seperti pada stiker botol ataupun kotak kemasan, ada cerita singkat mengenai Baduy. 

Madu dan Laut
Madu dari Baduy yang dikemas dalam kemasan yang cantik/Anjani

“Kami ingin Baduy sebagai masyarakat adat lebih dikenal oleh masyarakat luas melalui produk ini, salah satu cara yang dapat kami tempuh adalah merepresentasikan produknya dengan kemasan yang menarik dan juga higienis.”

“Dalam beberapa kesempatan, kami juga turut mengundang masyarakat Baduy untuk berinteraksi langsung dengan pembeli dan pengunjung jika ada pameran yang biasa kami ikuti,” tambahnya.

Bagi Baduy, madu bukanlah sekedar bahan pangan biasa, tetapi lebih dari itu, madu merupakan bagian dari penghidupan, baik untuk dikonsumsi, ritual, atau dijual kembali. Madu adalah berkah. Proses panen madu juga tidak hanya sekedar memanen kemudian menjualnya. Ada keberlanjutan yang dilakukan masyarakat Baduy; untuk menjaga madu dan hutan agar tetap lestari di lingkungan hutan adat mereka.

Ada dua jenis madu Baduy yang diproduksi oleh Madu dan Laut. Pertama ada madu odeng yang dihasilkan oleh lebah apis dorsata yang berwarna coklat dengan rasa manis. Selanjutnya ada madu hitam yang berwarna hitam dengan rasa yang pahit. Keaslian produk Madu dan Laut terjamin karena madu ini didistribusikan langsung dari tangan pertama masyarakat Baduy Dalam.

“Untuk kerjasama, kami mengambil langsung dari tangan pertama masyarakat Baduy Dalam. Perlu diketahui bahwa Baduy Dalam memiliki keterbatasan aturan adat tidak boleh menaiki moda transportasi dalam bentuk apapun, jadi untuk pengiriman ke Jakarta, kami dibantu rekanan kami dari Baduy Luar.”

Anjani dan kawan-kawan nampaknya begitu menikmati mengelola Madu dan Laut dan dalam waktu dekat bakal melakukan ekspansi dengan mengenalkan berbagai produk madu dari berbagai daerah lainnya yang memiliki latar belakang kearifan lokal yang sejalan dengan misi Madu dan Laut. Ada banyak jenis madu Nusantara yang mungkin bisa dipromosikan dengan kearifan lokal seperti madu kelulut, madu hutan Timor, madu pelawan, dan lain sebagainya. 

Pasalnya, tidak banyak orang tahu madu banyak ragamnya; beda jenis lebah dan beda bunga berbeda pula madunya.

Saya awalnya sempat terpikir Madu dan Laut menjual produk selain madu karena mengandung kata “laut”. Anjani menjelaskan bahwa penamaan “Madu dan Laut” untuk mudah diingat semua orang dan memancing konsumen bertanya-tanya lebih lanjut, seperti saya.

“Dari situlah akhirnya lahir Madu dan Laut, dimana keduanya adalah entitas yang berbeda dan nggak nyambung, tapi ketika disatukan, kok jadi enak, baik dari pengucapan ataupun nadanya,” jelasnya.

Saya jadi teringat judul lagu Bill & Brod yang hampir senada dengan Madu dan Laut, Madu dan Racun.

Produk lokal memang belum menjadi primadona di negeri sendiri, harus bersaing dengan produk-produk luar, yang secara branding sudah mendapat tempat tersendiri. Segala sesuatu yang bernilai luar negeri seakan lebih prestisius daripada produk dalam negeri, padahal sejatinya produk kita sudah bagus dan bermacam-macam. 

“Harapan kami adalah agar semua produk lokal memiliki panggung yang layak di mata publik. Menurut kami, sudah saatnya produk lokal bangkit untuk menjadi salah satu pondasi penopang perekonomian bangsa, tinggal bagaimana disiplin dan konsistensi kita dalam terus menyuarakan dan mengawal perkembangan produk lokal Indonesia.”

Madu dan Laut ingin menjadi inspirasi untuk para pemilik produk lokal yang ingin berkembang dan memasarkan produknya. Memang pada perjalanannya tidak akan semudah membalikkan telapak tangan. 

“Kami percaya bahwa suatu produk yang dipersiapkan secara matang dan sungguh-sungguh dapat selalu diterima di hati masyarakat,” pungkasnya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu
!

The post Madu dan Laut: Menggali Seutas Cerita dari Sebotol Madu Baduy appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/madu-dan-laut-menggali-seutas-cerita-dari-sebotol-madu-baduy/feed/ 0 31603
10 Hal yang Harus Kamu Perhatikan sebelum Berkunjung ke Baduy Dalam https://telusuri.id/tips-dan-trik-traveling-ke-baduy-dalam/ https://telusuri.id/tips-dan-trik-traveling-ke-baduy-dalam/#comments Sun, 25 Mar 2018 03:09:19 +0000 https://telusuri.id/?p=7545 Meskipun udah lama masuk dalam radar pejalan, Baduy Dalam sampai sekarang masih bikin penasaran. Kayaknya masih banyak banget pejalan yang pengen ke sana melihat kehidupan sehari-hari orang Baduy Dalam. Jalan ke Baduy Dalam gampang-gampang susah....

The post 10 Hal yang Harus Kamu Perhatikan sebelum Berkunjung ke Baduy Dalam appeared first on TelusuRI.

]]>
Meskipun udah lama masuk dalam radar pejalan, Baduy Dalam sampai sekarang masih bikin penasaran. Kayaknya masih banyak banget pejalan yang pengen ke sana melihat kehidupan sehari-hari orang Baduy Dalam. Jalan ke Baduy Dalam gampang-gampang susah. Tapi tenang aja, Ika Soewadji yang sudah beberapa kali ke Baduy bakal membagikan hal-hal yang mesti kamu perhatikan sebelum berkunjung ke Baduy Dalam.

1. Transportasi untuk berkunjung ke Baduy Dalam

Untuk ke sana kamu bisa naik Commuter Line Tanah Abang-Rangkasbitung, kemudian sambung dengan angkot merah ke Terminal Aweh (Rp 5.000/orang). Dari sana, naik elf ke Ciboleger (Rp 25.000/orang). Yang harus kamu perhatikan, angkutan terakhir Terminal Aweh-Ciboleger berangkat pukul 14.30 dan, sebaliknya, Ciboleger-Terminal Aweh pukul 13.00.

berkunjung ke baduy dalam

Foto bersama di Ciboleger/Ika Soewadji

2. Di Ciboleger belum ada ATM

Di Ciboleger, tempat kamu mulai trekking ke Baduy Dalam, belum ada ATM. Jadi, mending kamu persiapkan uang tunai dari rumah. Kalau nggak mau bawa duit banyak-banyak dari rumah, kamu juga bisa cari ATM di Rangkasbitung.

berkunjung ke baduy dalam

Seorang anak Baduy/Ika Soewadji

3. Biaya registrasi untuk berkunjung ke Baduy Dalam

Biaya registrasinya ternyata masih terjangkau banget, yakni Rp 5.000/orang.

berkunjung ke baduy dalam

Papan peraturan Desa Kanekes/Ika Soewadji

4. Persiapkan kondisi fisik

Ini harus benar-benar kamu perhatikan, sebab Baduy Dalam letaknya lumayan jauh dari lokasi registrasi. Juga, nggak ada kendaraan bermotor yang bakal mengantarkan kamu ke tujuan. Satu-satunya cara bagimu supaya tiba di sana adalah jalan kaki selama 5-6 jam. Buat antisipasi, persiapkan juga obat-obatan pribadi.

berkunjung ke baduy dalam

Jembatan bambu/Ika Soewadji

5. Persiapkan bahan makanan

Kamu tentu perlu makan. Karena orang Baduy hidup secara subsisten, kemungkinan di sana nggak ada warung. “Terus, gimana cara beli bahan makanan kalau nggak ada warung?” Makanya persiapkan logistik dari rumah—atau minimal dari Ciboleger. Kamu bisa bawa beras, ikan asin, telur, dan lain-lain.

berkunjung ke baduy dalam

Perempuan Baduy sedang menenun/Ika Soewadji

6. Jangan lupa bawa baju ganti

Karena kamu nggak cuma satu-dua jam saja berkunjung ke Baduy Dalam—dan kamu juga harus trekking dan keringetan—kamu perlu bawa baju ganti. Nggak bawa baju ganti, tentu saja aroma nggak sedap bakal menguar dan kamu bakal garuk-garuk karena gatal. Selain menzalimi diri sendiri, kamu juga bakal menganiaya orang lain!

berkunjung ke baduy dalam

Permukiman Baduy dari jauh/Ika Soewadji

7. Jangan lupa bawa senter atau alat penerangan “portable” lain

Kamu mungkin sudah kenal kondisi fisikmu sendiri. Tapi kamu nggak akan pernah tahu gimana keadaan orang lain. Jadi, kamu mesti siap-siap seandainya trekking bakal berlangsung lebih lama dari yang seharusnya—mungkin sampai malam. Jadi, kamu mesti mempersiapkan alat penerangan seperti senter atau alat penerangan portable lainnya.

berkunjung ke baduy dalam

Aliran sungai kecil melintasi permukiman Baduy/Ika Soewadji

8. Malam hari di Baduy Dalam dingin banget

Namanya permukiman di pengunungan (Pegunungan Kendeng), tentu saja malam hari di Baduy Dalam dingin sekali. Karena bakal terlalu berat kalau kamu bawa pemanas ruangan, sebaiknya kamu bawa jaket dan kantong tidur (sleeping bag) saja. Pastikan pas kamu berkunjung ke Baduy Dalam penghangat-penghangat itu selalu dalam keadaan kering.

berkunjung ke baduy dalam

Jalan menanjak di permukiman Baduy/Ika Soewadji

9. Hormati dan patuhi adat istiadat dan kearifan lokal setempat

Kalau yang ingin kamu rasakan dari berkunjung ke Baduy Dalam adalah keelokan budaya, pasti kamu akan senang hati menghormati dan mematuhi adat istiadat dan kearifan lokal setempat. Hal yang harus kamu perhatikan: nggak boleh motret di Baduy Dalam, nggak mandi menggunakan bahan-bahan kimia (sabun, sampo, odol), dan pelihara sopan santun.

berkunjung ke baduy dalam

Dua orang anak Baduy sedang bermain/Ika Soewadji

10. Jangan buang sampah sembarangan

Kayaknya ini nggak cuma berlaku kalau kamu berkunjung ke Baduy Dalam. Ke mana pun kamu pergi, jangan buang sampah sembarangan! Selain nggak bagus di mata, sampah juga bakal menghasilkan aroma yang kurang sedap.

Gimana? Udah siap berkunjung ke Baduy Dalam?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post 10 Hal yang Harus Kamu Perhatikan sebelum Berkunjung ke Baduy Dalam appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/tips-dan-trik-traveling-ke-baduy-dalam/feed/ 2 7545
Kembali ke Baduy Dalam https://telusuri.id/perjalanan-ke-cibeo-baduy-dalam/ https://telusuri.id/perjalanan-ke-cibeo-baduy-dalam/#respond Sat, 10 Mar 2018 03:43:28 +0000 https://telusuri.id/?p=7214 Rasanya saya takkan pernah lelah menyusuri setiap sudut pertiwi. Selalu ada senyum di mana pun saya singgah, selalu saja ada sambutan yang ramah, misalnya ketika saya bertualang ke Baduy Dalam bersama tiga orang kawan hari itu....

The post Kembali ke Baduy Dalam appeared first on TelusuRI.

]]>
Rasanya saya takkan pernah lelah menyusuri setiap sudut pertiwi. Selalu ada senyum di mana pun saya singgah, selalu saja ada sambutan yang ramah, misalnya ketika saya bertualang ke Baduy Dalam bersama tiga orang kawan hari itu.

Sekitar setengah tujuh pagi saya sudah tiba di stasiun, menunggu Rasyid di sekitar peron nomor 5 dan 6. Sementara dengan dua kawan lagi saya berjanji bertemu di Stasiun Rangkasbitung, dengan Rasyid, teman dari Kediri, saya akan berjumpa di Stasiun Tanah Abang.

Tentang kawan Rasyid, Kelas Inspirasi Magelang adalah ajang yang mempertemukan kami. Kebetulan kami satu rombongan belajar (rombel). Kami juga sempat ngobrol banyak, salah satunya tentang impian Rasyid untuk mengunjungi Baduy. Saya pun berjanji menemaninya.

baduy dalam

Anak-anak Baduy Luar/Ika Soewadji

Rasyid mengabarkan via WhatsApp bahwa ia juga sudah tiba di stasiun dan bergerak ke tempat saya. Pagi itu stasiun sesak. Maklum, saat orang sibuk berangkat kerja, saya dan Rasyid malah meninggalkan pekerjaan untuk liburan ke luar Jakarta.

Kereta berangkat. Perjalanan Jakarta-Rangkasbitung dengan Commuter Line berlangsung sekitar dua jam. Persawahan hijau menghampar sepanjang jalur kereta.

Setiba di Stasiun Rangkasbitung jam 10.20 kami segera keluar mencari sarapan. Saya punya langganan warung Sunda yang makanannya enak dan harganya terjangkau, tak jauh dari stasiun.

baduy dalam

Foto bersama di Ciboleger/Ika Soewadji

Selepas makan saya memberi kabar ke Umar dan Dewi, dua kawan yang semestinya menunggu kami di stasiun. Ternyata Umar kesiangan—otomatis telat. Akhirnya saya dan Rasyid duduk di depan minimarket sambil menunggu zuhur. Jam setengah dua Umar dan Dewi berkabar bahwa mereka sudah tiba. Saya dan Rasyid langsung bergegas menemui mereka.

Perjalanan menuju Baduy Dalam

Kawan-kawan sudah lengkap. Kami buru-buru naik angkot merah dari samping rel menuju Terminal Aweh, sebab elf Aweh-Ciboleger terakhir berangkat pukul 14.30.

Tepat jam dua kami tiba di terminal. Benar saja, itu elf terakhir. Kalau telat, sebenarnya masih ada ojek ke Ciboleger. Tapi pasti mahal. Karena isinya baru empat orang, elf itu masih ngetem selama beberapa waktu. Namun tak berapa lama elf itu berangkat walaupun hanya berisi delapan penumpang. Terminal Aweh-Ciboleger sekitar 2 jam. Jalurnya naik-turun, berliku, dengan pemandangan khas pedesaan.

Ayah Idong dan Rasyid/Ika Soewadji

Setiba di Ciboleger, kami disambut Ayah Idong dan Sarim yang sudah menunggu kami dari pagi di rumah Pak Agus. (Untungnya saya sudah mengabarkan ke Pak Agus kalau kami akan telat datang.)

Menunggu kawan-kawan salat asar, saya melengkapi kebutuhan logistik untuk 3 hari 2 malam di Baduy Dalam. Beres packing, kami berkumpul dan berdoa terlebih dahulu untuk kelancaran perjalanan.

Kami pun mengayunkan langkah pertama dari perjalanan panjang ke Cibeo yang menempuh jarak 9,2 kilometer itu (5-6 jam perjalanan). Logistik dan beberapa bahan makanan dibawakan oleh Ayah Idong dan Sarim, sisanya kami bawa dengan ransel masing-masing.

baduy luar

Danau berpagar pohon-pohon rumbia/Ika Soewadji

Kami mesti melewati Baduy Luar untuk registrasi dan melaporkan akan berapa lama tinggal di Baduy Dalam.

Saya jalan paling belakang sambil mengawasi tiga kawan di depan. Bagi Umar dan Rasyid, trekking seperti ini sudah jadi hal biasa. Namun tidak bagi Dewi. Gadis Belitung yang sedang menyelesaikan skripsi di salah satu perguruan tinggi negeri di Ciputat itu belum terbiasa. Dari belakang saya menyemangatinya dan, juga, membantu membawakan ranselnya.

Menginap di rumah Ayah Idong di ladang

Hari mulai gelap dan headlamp saya nyalakan. Hawa dingin mulai datang ditiup angin kencang. Saya sempat berhenti untuk memakai jaket. Akhirnya kami melewati jembatan bambu, tanda bahwa kami akan segera menempuh tanjakan terjal ke Baduy Dalam.

Saat beristirahat, saya diberi opsi oleh Ayah Idong: melanjutkan perjalanan ke rumah di Cibeo atau menginap di rumah ayah yang lain, yakni di ladang selepas tanjakan ini. Saya dan kawan-kawan memilih tidur di ladang, sebab saat itu sudah gelap, angin lumayan kencang, dan kami juga sudah lelah.

baduy dalam

Foto bersama di jembatan bambu/Ika Soewadji

Tanjakan yang bikin ngos-ngosan itu—yang herannya tak bikin kapok meskipun sudah tiga kali saya melewatinya—berakhir. Di langit, bintang bertaburan. Akhirnya kami tiba di rumah Ayah Idong. Ambu, istri Ayah Idong, menyambut kami dengan ramah. Sanan, anak mereka, sudah tidur.

Saya ikut membantu ambu di dapur untuk menyiapkan makan malam. Tiga kawan lain mengambil air untuk salat isya. Tak berapa lama makan malam terhidang. Kami makan bersama dengan menu nasi, sayur, dan telur dadar. Sederhana, namun nikmat.

Selepas makan kami bercengkerama dengan ayah dan keluarga sambil menyeruput teh hangat dan menyantap pisang yang sengaja dipanen kemarin. Saat malam makin larut, saya minta izin untuk istirahat, mengumpulkan tenaga untuk ke Cibeo keesokan harinya.

baduy dalam

Menenun kain dari bahan alami/Ika Soewadji

Kokok ayam membangunkan saya. Hari sudah pagi. Jam di ponsel menunjukkan pukul 4.30. Karena sudah subuh, saya membangunkan Rasyid dan kawan-kawan untuk ambil air.

Melanjutkan perjalanan ke Cibeo

Di dapur, ambu sudah menyalakan api untuk menanak nasi yang akan kami santap sebelum berangkat ke Cibeo. Kemudian, bersama dua anak ayah dan ambu yang lainnya, Darnita dan Pulung, kami bersama-sama menikmati sarapan.

Perlu waktu satu jam bagi kami untuk mencapai rumah ayah di Cibeo. (Itu pun termasuk mampir ke ladang kakek, mertua Ayah Idong, yang sedang panen nangka.) Tuhan menganugerahi Baduy Dalam berbagai kekayaan alam. Makanan, semuanya ada.

baduy dalam

Perempuan Baduy sedang menumbuk padi/Ika Soewadji

Setelah mencicipi nangka, kami pamit dan melanjutkan perjalanan ke Cibeo. Tak berapa lama kami tiba di rumah ayah, menyimpan ransel, kemudian mandi. Tempat mandi laki-laki dan perempuan dibedakan. Perempuan di atas—yang ada pancuran—sementara laki-laki di sungai.

Buat saya, sensasi mandi di Baduy Dalam amat berbeda. Kenapa saya bilang begitu? Karena mandi di sini tidak memakai sabun dan sampo. Sikat gigi pun diganti siwak.

Selepas mandi badan terasa segar. Usai bersih-bersih, kami menuju balai rakyat untuk bersilaturahmi dengan warga Baduy Dalam lainnya yang sedang membuat atap dan bermain angklung. Mereka sangat ramah. Sayang sekali saya tak ingat nama mereka satu per satu, kecuali Juli Amir, Pulung, dan beberapa orang lainnya.

Cibeo, Cikertawarna, dan Cikeusik

Beranjak sore, kami pamit pulang kepada warga Cibeo. Dalam perjalanan kembali ke rumah ayah, kami menjumpai banyak buah-buahan hutan. Ayah mengambil duren dan buah kupa, sementara saya memetik nanas yang tumbuh di jalur trekking (tentu saja seizin ayah). Buah-buahan itu akan kami jadikan bekal untuk perjalanan pulang esok hari.

Tiba di sana, saya menikmati senja sambil membuatkan Sarim dan Sanan kapal-kapalan. Kami juga sempat main kejar-kejaran. Bermain bersama kedua anak kecil ini saya jadi merasa bahwa kebahagiaan itu sesungguhnya sederhana. Suasana seperti itulah yang selalu saya rindukan dari Baduy.

baduy dalam

Bulir-bulir padi/Ika Soewadji

Malam terakhir di Baduy Dalam, kami berdiskusi dengan ayah tentang urang Kenekes, sebutan bagi orang Baduy Dalam. Urang Kanekes cenderung menggunakan pakaian berwarna putih polos—tapi ada juga yang memakai warna hitam—yang disebut dengan jamang sangsang, merujuk pada cara baju tersebut dipakai.

Baju jamang sangsang dikenakan dengan cara disangsangkan ke badan, tak ada kancing maupun saku. Semua dijahit tangan. Bahannya dari alam, yakni pintalan kapas asli yang diperoleh dari hutan. Sebagai bawahan, orang Baduy Dalam memakai sarung warna hitam atau biru tua yang dililit di pinggang. Pakaian Baduy juga dilengkapi dengan ikan kepala dari kain putih sebagai pembatas rambut, yang disebut telekung.

baduy dalam

Padi sedang dijemur/Ika Soewadji

Ada tiga kampung di Baduy Dalam yang masih berpegang teguh pada adat dan tradisi, yakni Cibeo, Cikertawarna, dan Cikeusik. (Tentu saja di ketiga kampung Baduy Dalam tersebut pelancong tak diizinkan memotret dan menggunakan bahan-bahan kimia.) Namun, tiga kali ke Baduy, saya selalu menginap di Cibeo.

Belajar soal kehidupan dari “urang Kanekes”

Masyarakat Baduy Dalam hidup berdampingan dengan alam, gemar jalan (tanpa alas) kaki. Makanya orang Baduy Dalam ramping-ramping. Mereka tidak mengenakan perhiasan emas. Rumah mereka pun sederhana. Orang Baduy Dalam minum dengan gelas bambu dan makan dengan daun pisang tanpa sendok. Sebagai tambahan, mereka juga tidak makan daging kambing.

baduy dalam

Rumah khas Baduy/Ika Soewadji

Kepala suku Baduy Dalam disebut pu’un. Tugasnya menentukan masa tanam dan panen, menerapkan hukum adat, dan mengobati mereka yang sakit. Di Baduy Dalam ada masa ketika mereka tak boleh dikunjungi, yakni “kawalu.” Saat kawalu orang Baduy Dalam berpuasa dan menjalankan ritual, berdoa pada Tuhan agar negara ini tenteram dan aman. Kawalu berlangsung selama tiga bulan.

Sistem pertanian urang Kanekes juga unik. Kebetulan sekali pas saya ke sana sedang musim tanam. Mereka tidak banyak mengubah ladang, semua dilakukan secara sederhana.

Urang Kanekes bermukim di sekitar Pegunungan Kendeng (300-600 mdpl) di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Rangkasbitung, Banten. Mereka berkomunikasi dengan bahasa Sunda, percaya Nabi Adam, dan memeluk Sunda Wiwitan yang merupakan ajaran turun-temurun dari leluhur.

baduy dalam

Kawan seperjalanan ke Baduy Dalam/Ika Soewadji

Pagi pun tiba. Saya bangun, membantu ambu memasak sarapan pagi, nasi goreng dan telur ceplok. Selepas sarapan kami akan diantarkan kembali ke Ciboleger. Saya sempatkan mengajak ambu untuk ke jembatan bambu buat foto bersama.

Perjalanan pulang terasa istimewa. Kami diantar seluruh anggota keluarga Ayah Idong kecuali Pulung. Saya juga diberi ambu sawi dari ladang sebagai oleh-oleh untuk dimasak di rumah.

Jalan-jalan ke Baduy Dalam mengajarkan saya banyak hal tentang kejujuran dan kesederhanaan hidup, bagaimana menyatu dengan alam, serta kearifan lokal.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kembali ke Baduy Dalam appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/perjalanan-ke-cibeo-baduy-dalam/feed/ 0 7214