belitung Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/belitung/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 30 Jan 2024 08:30:24 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 belitung Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/belitung/ 32 32 135956295 Cerita Kehidupan Mangrove dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan di Belitung https://telusuri.id/cerita-kehidupan-mangrove-dalam-pengelolaan-hutan-kemasyarakatan-di-belitung/ https://telusuri.id/cerita-kehidupan-mangrove-dalam-pengelolaan-hutan-kemasyarakatan-di-belitung/#respond Tue, 30 Jan 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41053 Menarilah dan terus tertawaWalau dunia tak seindah surgaBersyukurlah pada yang kuasaCinta kita di dunia, selamanya Kutipan lagu yang dinyanyikan Nidji sebagai lagu pengantar film Laskar Pelangi berhasil menyihir penikmat musik di Indonesia. Laskar Pelangi tidak...

The post Cerita Kehidupan Mangrove dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan di Belitung appeared first on TelusuRI.

]]>
Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada yang kuasa
Cinta kita di dunia, selamanya

Kutipan lagu yang dinyanyikan Nidji sebagai lagu pengantar film Laskar Pelangi berhasil menyihir penikmat musik di Indonesia. Laskar Pelangi tidak hanya menceritakan kisah sekelompok anak yang pantang menyerah dalam mengejar cita-cita, tetapi berhasil mengenalkan Bangka Belitung sebagai tempat yang indah di Indonesia.

Sayangnya, keindahan yang kita kenal ternyata menyimpan borok yang menganga: lubang-lubang bekas galian tambang, hutan mangrove yang telah hilang, dan vegetasi alami yang semakin sedikit.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sedang mengembangkan program “50 Pesona Perhutanan Sosial Nusantara Integrated Area Development (IAD)” atau Pengembangan Area Terintegrasi. Fungsinya seperti Hutan Kemasyarakatan (HKm) untuk kesejahteraan ekonomi rakyat dan juga sebagai sarana konservasi. 

Salah satu IAD yang sukses menjalankan misinya terletak di Bangka Belitung. IAD Bangka Belitung terdiri dari beberapa HKm, yaitu HKm Juru Seberang, HKm Bukit Peramun, HKm Desa Terong, HKm Teluk Munsang, dan HKm Batu Bedil.

Kali ini, TelusuRI ajak kamu menelusuri cerita HKm yang ada di sana.

Mengolah Bekas Tambang Menjadi Ekowisata

Lahan sebesar 757 hektare (ha) telah disahkan melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK 79/MenLHK-II/2015 yang diterbitkan pada 10 Maret 2015. Sebagai salah satu kelompok Hutan Kemasyarakatan, HKm Juru Seberang mengelola bekas lahan tambang, hutan mangrove, dan hutan pantai sebagai lahan untuk kesejahteraan masyarakat Desa Juru Seberang.

Sesuai dengan visinya, yaitu menjadi komunitas kehutanan yang profesional melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil, dan berkelanjutan; masyarakat Desa Juru Seberang berupaya memulihkan bekas tambang timah yang menyasar hutan mangrove.

Pemulihan besar-besaran dilakukan untuk mencegah abrasi di daerah pesisir. Penanaman mangrove dapat membuat ekosistem kembali pulih. Belitung Mangrove Park yang masuk dalam kawasan Juru Seberang terdiri dari 52,02 ha berdiri berkat kerja sama HKm dengan Yayasan Terumbu Karang Indonesia. 

Kita bisa menyusuri trek mangrove atau susur sungai menggunakan kapal untuk melihat sekeliling. Bila beruntung kita akan mendapati burung-burung liar yang beterbangan.

Taman Hortikultura, bagian lainnya dari HKm Juru Seberang, menyediakan arena pembelajaran bercocok tanam bagi para pengunjung yang ingin mencoba langsung menanam atau memetik hasil kebun. Ada mangga, lengkeng, sirsak, sukun, menteng, jambu mete, dan sayuran. Selain untuk kegiatan wisata, Taman Holtikultura juga menjadi sumber pendapatan masyarakat.

Cerita Kehidupan Mangrove dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan di Belitung
Pemandangan hutan mangrove di tepi pantai di bawah pengelolaan HKm Juru Seberang Belitung/KLHK

HKm untuk Semua Kalangan

Apriyanto yang menjabat sebagai ketua HKm Teluk Munsang menjelaskan jenis kegiatan yang bisa dilakukan di Teluk Munsang. “Ada trekking mangrove, diving, snorkeling, pondok wisata, spot foto. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa lebah madu dan jamur.”

Seperti HKm lainnya di Belitung, kita akan mendapati mangrove sebagai ekowisata. Keberadaan mangrove menjadi sebuah tolok ukur rasa syukur. Tidak hanya bagi keindahan, tetapi juga bagi para nelayan.

“Ada tanggung jawab moral bagi kami untuk merestorasi wilayah yang sebagian telah rusak akibat tambang,” jelas Apriyanto.

Kami menanyakan apakah profesi penambang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat sekitar, tetapi Apriyanto menampik, “Tidak dilakukan secara turun temurun. Tambang untuk umum baru dimulai sekitar tahun 2000—2005.”

Pertemuan dengan Perhutani yang menjadi awal mula HKm sempat mendapat pro-kontra di kalangan masyarakat. “Ada yang antusias, ada yang kontra, karena ramainya masyarakat yang masih ingin menambang. Kondisi sekarang 90% masyarakat sudah beralih ke program Perhutani, yang nambang sudah pindah semua dari wilayah itu,” jelasnya.

HHBK yang menjadi primadona Teluk Munsang adalah madu dan jamur. Pengambilan madu masih dilakukan secara tradisional, yaitu menggunakan api dan asap lalu kemudian diiris. Panen madu bisa mencapai tiga kali dalam setahun. Hasilnya cukup memuaskan, bisa mencapai lima liter. Adapun jamur masih mengandalkan proses alamiah untuk tumbuh. Masyarakat cenderung lebih mengandalkan pencaharian sebagai nelayan daripada hanya bergantung kepada HHBK.

Mangrove demi Kehidupan

Bicara daerah pesisir pasti tidak lepas dari peran mangrove. Ibarat sebuah film, mangrove adalah peran utama yang bakal mengundang sorotan karena menjadi pusat cerita. Sama halnya dalam kehidupan, mangrove menjadi peran utama dalam ekosistem pesisir: menyediakan rumah bagi ikan-ikan, melindungi pantai dari empasan ombak secara langsung, hingga mencegah pemanasan global.

Sebelum menjadi HKm, dulunya tempat tersebut hanyalah semak belukar dan jalan setapak. “Awal mula menjadi HKm sebenarnya dari iseng-iseng membersihkan semak, karena banyak yang ikut akhirnya minta pengarahan ke pihak desa dan keluarlah SK,” terang Egi Saputra, Ketua Pemuda Nelayan Pecinta Alam (PNPA) Desa Terong.

Egi menuturkan sudah tidak ada lagi penambang timah di sekitar sini. Sebagian besar menjadi nelayan atau petani. Program-program yang digalakkan, seperti pembibitan dan penanaman mangrove serta wisata pantai melibatkan masyarakat secara aktif. 

Pengunjung bisa ikut menanam mangrove dengan biaya Rp20.000 per orang. Sudah mencakup perlengkapan dan pemandu yang akan mengarahkan cara menanam.

Dampak yang dirasakan tidak main-main. Tersedianya lapangan kerja menghasilkan tambahan pundi-pundi rupiah, meski belum stabil. Masyarakat tetap bergantung kepada kegiatan bertani dan mencari ikan sebagai pendapatan utama. Integrasi dengan Desa Wisata Terong memperkaya paket wisata yang ditawarkan dan merangkul semua potensi yang ada di sini.

Cerita Kehidupan Mangrove dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan di Belitung
Contoh brosur promosi paket wisata di Desa Terong/HKm Desa Terong

HKm dan Kemandirian Ekonomi Lokal

HKm Batu Bedil memang belum seperti HKm lainnya yang sudah tertata rapi dengan berbagai macam pilihan kegiatan. Meskipun bangunan yang ada masih swadaya, tetapi Rencana Kinerja Tahunan (RKT) untuk pembangunan pembangunan sudah tersusun rapi. Infrastruktur menjadi pilihan utama selain pengajuan pertanian mete, lada, dan, buah-buahan. “Kita mengusulkan sekitar 20 hektare tambahan untuk lahan pertanian. Kami juga sudah mengelola 20 hektare tanah yang ditanami mete,” jelas Suhardi, ketua HKm Batu Bedil.

“Batu Bedil merupakan salah satu geosite yang ada di Belitung,” terang Suhardi. Sebagai informasi, peresmian Batu Bedil sebagai geopark dilakukan pada 2019 dan dicanangkan masuk sebagai UNESCO Global Geopark.

Tidak hanya keindahan alam saja yang ditawarkan, tetapi juga terdapat beberapa peninggalan arkeologis yang masih dapat disaksikan hingga sekarang. Selain ekowisata mangrove, Batu Bedil juga menawarkan snorkeling di konservasi Karang Tima. Selama pandemi berlangsung, hanya turis mancanegara yang berkunjung. Sekolah-sekolah lokal yang biasanya mengadakan kunjungan belum terlihat batang hidungnya. Mandeknya kegiatan pariwisata membuat pengelola beralih ke budidaya kerapu sulu.

Para penambang yang lebih dahulu memakai kawasan Batu Bedil menjadi tersingkirkan setelah kawasan tersebut resmi menjadi hutan lindung. “Kita beri pengertian kepada masyarakat untuk tidak menambang di area HKm Batu Bedil, karena kita sudah diberi amanah oleh negara untuk menjaganya,” jelas Suhardi.

Kesolidan masyarakat Batu Bedil diuji dengan kondisi ekonomi yang belum mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun, syukurnya mereka tetap solid dan semangat mengelola HKm.

“Harapan kita ke depannya pemerintah bisa membantu fasilitas, ya, namanya tempat wisata kan harus ada fasilitas. Dan saya harap juga kawan-kawan di HKm ini bisa semakin membantu ekonomi masyarakat sekitar,” pungkas Suhardi.

HKm Digital, HKm Terdepan

Upaya digitalisasi rupanya tidak hanya menyasar para pelaku ekonomi di negeri ini. Sektor HKm tidak ketinggalan juga ikut menyusul bagian pariwisata lainnya dalam menggalang konten digital.

Adi Darmawan, mobile developer yang berhasil kami wawancarai, membeberkan bahwa HKm Bukit Peramun menawarkan virtual apps untuk paket wisata digital. Konsep yang diusung oleh HKm Bukit Peramun adalah hutan berbasis digital.

“Ada virtual guide, ada pengenalan pohon yang berbentuk hologram yang bisa bicara sendiri, tapi aplikasi hanya bisa dipakai di kawasan Bukit Peramun,” jelasnya.

Ada empat paket wisata yang ditawarkan oleh HKm Bukit Peramun yang semuanya menggabungkan keseruan realitas dan digital. Misalnya, trekking dan spot foto virtual, pengamatan tarsius malam hari, geowisata lintas alam, dan wisata edukasi untuk anak-anak sekolah.

Mayoritas masyarakat yang dulunya adalah penambang perlahan-lahan mengubah diri menjadi pegiat alam. Masyarakat sekitar mulai memahami bahwa ketika alam rusak, tidak akan ada yang bisa berjalan dengan baik. Akhirnya konservasi berhasil, ekonomi berjalan. Sayangnya badai pagebluk Covid-19 mulai menghantam pariwisata. Ekonomi yang awalnya sempat bangkit kembali menjadi terpuruk. Untungnya pengelola sudah menyiapkan mitigasi usaha yang cukup menjanjikan, yaitu produksi tanaman herbal dan kompos.

Adi berharap ke depannya ada stimulus dari pemerintah untuk membantu masyarakat dalam mengelola HKm. Terutama mengenai tata kelola lokasi, promosi, serta pelayanan. Digitalisasi menyeluruh juga diharapkan dapat membantu perkembangan HKm dalam menghadapi era industri 4.0 saat ini.

Foto sampul:
Sisi lain panorama kawasan hutan mangrove di tepi pantai di bawah pengelolaan HKm Juru Seberang Belitung/KLHK


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Cerita Kehidupan Mangrove dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan di Belitung appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/cerita-kehidupan-mangrove-dalam-pengelolaan-hutan-kemasyarakatan-di-belitung/feed/ 0 41053
Melintas Bukit Menumbing, Lalu ke Tanjung Kalian https://telusuri.id/melintas-bukit-menumbing-lalu-ke-tanjung-kalian/ https://telusuri.id/melintas-bukit-menumbing-lalu-ke-tanjung-kalian/#respond Mon, 15 Aug 2022 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=34868 Niat berkemah di Bukit Menumbing kandas. Izin tak diberikan pihak pengelola kawasan sebab peraturan yang tidak kami ketahui. Alasan rasional yang dapat diterima, Bukit Menumbing adalah tempat strategis—pengasingan tokoh nasional di masa pergolakan politik—sekaligus tempat...

The post Melintas Bukit Menumbing, Lalu ke Tanjung Kalian appeared first on TelusuRI.

]]>
Niat berkemah di Bukit Menumbing kandas. Izin tak diberikan pihak pengelola kawasan sebab peraturan yang tidak kami ketahui. Alasan rasional yang dapat diterima, Bukit Menumbing adalah tempat strategis—pengasingan tokoh nasional di masa pergolakan politik—sekaligus tempat aset berharga berada.

Saya dan Abid menjangkau Bukit Menumbing dari Parittiga. Mengandalkan mobil tumpangan secara estafet, sore itu kami tiba di muka gerbang kawasan setelah menaiki mobil terakhir. Saat turun, di muka gerbang kami disambut sekelompok pemuda desa yang menawarkan tumpangan.

Tampak Muka Gerbang Kawasan Tanjung Kalian
Tampak muka kawasan Tanjung Kalian/Raja Syeh Anugrah

Awalnya kami tolak karena mengira Menumbing dapat diakses dengan jalan kaki. Namun lantaran kondisi fisik yang lelah dan usulan Abid yang sedikit memaksa, saya mengiyakan tawaran tersebut. Lalu, seseorang yang saya anggap ketua kelompok mengutus dua orang plus motor untuk mengantar kami.

Sesaat kemudian, saya bersyukur mengatakan setuju. Sebab, jarak perjalanan cukup jauh dan memerlukan 10 menit waktu tempuh. Itupun baru sampai di pos jaga. Di sana kami berhenti dan bernegosiasi perihal izin kemah yang berujung kecewa, tapi masih bisa berkunjung untuk sekedar melihat-lihat. 

Tanpa berlama, tas ransel diletakkan di pos jaga. Saya, Abid dan dua pemuda lekas gegas menuju Puncak Menumbing. Dihitung kembali, perjalanan saat itu membutuhkan waktu tempuh 15 menit. Tentu tak terbayang jika kami benar-benar jalan kaki. Tak lama setelah itu, kami tiba di puncak.

Di sana saya melihat jelas bangunan klasik pesanggrahan yang dahulu pernah ditempati Soekarno dan tokoh lainnya saat diasingkan Belanda. Di dalam pesanggrahan terlihat mobil klasik berplat BN.10 dan foto-foto lawas terpampang rapi. Namun saat itu kawasan telah tutup, dan kami tak bisa masuk.

Terus ke bawah, saya bertemu patung Hatta dengan sebuah tulisan di epitafnya. Selang itu, salah satu pemuda mengajak kami melihat lubang yang konon dibangun pada masa penjajahan Jepang. Letaknya tak jauh dari pesanggrahan, cukup menuruni tangga yang menurut saya tak karuan dan curam. 

Setelah cukup puas di Menumbing, dan mengingat rencana yang gagal, kami memilih turun bersama pemuda desa tersebut. Singgah mengambil tas ransel, kemudian turun ke gerbang semula tempat pemuda desa tengah duduk santai menunggu kawannya, termasuk kami kali ini. Mereka yang awalnya kami curigai secara spontan, ternyata adalah orang-orang baik yang berusaha beramah-tamah pada kami—para pelancong.

Dari sana kami diajak ke Desa Air Belo, tempat mereka bermukim. Hal ini di luar harapan, sebab dalam perjalanan kami sempat mendengar rumor tentang warga masyarakat daerah yang sedang kami singgahi. Tersentak perasaan negatif, saya langsung menimpali dengan pikiran positif. Akhirnya terjawab saat tiba di desa, mereka justru memberi usulan masuk akal pada kami agar berkemah saja di sepanjang Pantai Tanjung Kalian.

Tak lama setelah itu, ketua kelompok menginstruksikan dua orang temannya mengantar kami ke Pantai Tanjung Kalian. Di sana kami berpisah dan mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan-kebaikan mereka.

Mercusuar Tanjung Kalian

Tanjung Kalian Light House
Tanjung Kalian Light House/Raja Syeh Anugrah

Usai berpisah dengan dua pengantar—pemuda Desa Air Belo. Kami dihadapkan pada Mercusuar Tanjung Kalian. Mengamati sejenak, lalu sepakat masuk ke dalam sekadar melihat. Di dalam kami malah disambut oleh seorang penjaga yang kemudian diketahui namanya, Pakde Wagiran.

Dari perkenalan singkat itu, Pakde Wagiran lantas mengenalkan kami kepada seorang mantan angkatan yang saya lupa dari kesatuan mana, sekaligus mengusulkan izin bermalam di kawasan mercusuar ketimbang di luar.

Setelah menjelaskan panjang lebar tujuan, bapak angkatan akhirnya mengizinkan kami bermalam di kamar bagian utara bangunan. “Penghuni di sana tengah ke luar kota dalam waktu lama,” ujarnya. 

Kabar baiknya, bapak angkatan pun mengizinkan kami jika esok hendak naik ke mercusuar untuk menyaksikan tampakan pantai dan dermaga bersejarah bekas atmosfer Perang Dunia (PD) ke-II pernah berkecamuk.

Malam yang bersahabat, kami berkumpul hangat di beranda kediaman bapak angkatan. Di sana kami diajak makan bersama dan bercerita panjang mengenai pengalaman Pakde Wagiran, bapak angkatan dan ada satu orang lagi seorang Tionghoa yang mualaf. Hal yang kami syukuri saat itu ialah mereguk banyak sekali pengetahuan.

Saya berpikir, perjalanan tak hanya sekadar menyaksikan keelokan tampakan alam. Dibalik itu, bahkan sampai kami berada di kawasan bersejarah yaitu Mercusuar Tanjung Kalian yang dibangun dengan gaya arsitektur Inggris oleh kolonialis Belanda pada tahun 1862. Peristiwa ini adalah agenda tanpa rencana yang banyak memberikan pelajaran.

Jika ditilik lagi, letak Tanjung Kalian berada di Kecamatan Muntok, Bangka Barat. Secara geografis memang di ujung barat, tetapi wilayah ini adalah pintu masuk Pulau Sumatra-Bangka Belitung. Sebab bersebelahan dengan pelabuhan yang terhubung ke Tanjung Api-api di Sumatra Selatan.

Sementara itu, mercusuar ini berfungsi sebagai menara pandang dan rambu-rambu bagi kapal yang akan merapat atau melintas. Tinggi menaranya kira-kira 65 meter, memiliki warna merah-putih. Kerja terberat sekaligus keharusan karena menyangkut khalayak adalah mengganti bohlam lampu jika mengalami kerusakan.

Berdasarkan informasi saat itu, lampu mercusuar akan hidup pada pukul 17.00 WIB dan mati di jam 06.00 pagi WIB. Disela-sela obrolan, Pakde Wagiran turut menceritakan sebuah kabar yang konon salah satu pohon sukun di kawasan Mercusuar Tanjung Kalian ini pernah ditanam oleh Soekarno kala ia berada di Muntok, Bangka Barat.

Peristiwa Perang Dunia ke-II

Keesokannya di pagi hari yang cerah, saya dan Abid naik ke atas Mercusuar Tanjung Kalian. Sekaligus melepaskan rasa penasaran, bagaimanakah rupa bangunan tua tersebut. Dari pintu masuk menara, saya sudah dibuat bergidik suasananya.

Memerlukan waktu 20 menit untuk sampai ke puncak. Seharusnya bisa lebih cepat, tetapi kami menyelingi dengan berswafoto dan mengamati detail seluk-beluk bangunan yang agak kelam tersebut. Di setiap lantainya terdapat sirkulasi udara berdiameter 30 cm. Dan menurut perhitungan total bangunan ini terdiri dari 16 lantai. 

Menjelang ke atas, tangga beton berganti tangga kayu. Di atas saya sudah mulai melihat cahaya muncul, dan setibanya pemandangan menakjubkan hadir. Puncak mercusuar berbentuk balkon dengan pagar-pagar setinggi 50 cm mengelilingi. Jarak untuk kami berjalan keliling balkon memiliki lebar 0,5 meter.

Dari atas saya dapat menyaksikan kapal-kapal yang hendak berlabuh, dan berlayar menuju Tanjung Api-api. Ada juga kapal nelayan kembali melaut. Di atas kebiruan laut, saya teringat peristiwa pilu, yaitu tragedi kapal Vyner Brooke yang tengah mengangkut ribuan pasukan militer dan sipil mengungsi dari Singapura kemudian dibombardir oleh pasukan Jepang.

Beberapa waktu saya tercenung, dan merenungi kembali perjalanan yang telah lewat sambil menikmati suguhan keindahan Indonesia bagian Bangka Barat. Telah cukup puas, saya dan Abid memilih turun untuk melanjutkan eksplorasi menuju pinggiran pantai. 

Monumen Memoriam yang Dibangun Pemerintahan Australia 1993
Monumen yang dibangun oleh pemerintahan Australia pada 1993

Kami memulai dengan menyisir bagian timur pantai kemudian menuju barat. Sepanjang menyisir saya melihat monumen penghargaan yang dibangun oleh pemerintahan Australia pada tahun 1993 sebagai bentuk memoriam tewasnya 67 perawat akibat kebengisan pemerintah Jepang. 

Menilik kembali, peristiwa tersebut terjadi pada 14 Februari 1942, sekaligus sebuah tragedi Selat Bangka lantaran turut menewaskan ribuan pengungsi. Ekor masalah ini terjadi karena imbas Perang Pasifik dan penyerangan pesawat tempur Jepang terhadap pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbour, 7 Desember 1941, sehingga membuat suasana memanas.

Meneruskan perjalanan lebih menjorok ke bibir pantai, saya menemukan cairan aneh berwarna hitam kental dan kenyal. Cairan itu tidak satu-dua, melainkan banyak sehingga terbilang mencemari pantai. Saya coba tusuk dengan kayu, tampak berminyak dan berbau. Kami mengira-ngira cairan itu adalah minyak mentah yang berasal dari kapal tongkang di tengah laut sana.

Benar saja, setelah memvalidasi dengan ibu-ibu penjual ketika kami merehat untuk menikmati kelapa muda dan makanan khas Bangka yaitu otak-otak. Ibu itu membenarkan bahwa belakangan memang maraknya aktivitas kapal-kapal tongkang yang mengangkut minyak bumi di lepas pantai Selat Bangka.

Minyak Mentah yang Mencemari Pantai
Minyak mentah yang mencemari pantai/Raja Syeh Anugrah

Naas sekali, pantai seindah itu dicemari oleh hasil alam negeri sendiri. Bahkan saya sempat bertanya-tanya, siapakah yang diuntungkan di sini? Hasil ceracau kami—siklus minyak diambil dari Indonesia, lalu dibawa ke negara-negara tetangga untuk diolah. Kemudian olahan tersebut dibeli kembali oleh Indonesia.

Hari ini adalah hari terakhir kami. Dan saya akan berpisah dengan Abid. Sementara ia akan menyeberang ke Sumatra Selatan meneruskan perjalanan ke Lampung dan kembali ke Bogor. Saya akan meneruskan ke Pangkal Pinang dan meneruskan ke Belitung lalu kembali ke Jakarta.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Melintas Bukit Menumbing, Lalu ke Tanjung Kalian appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/melintas-bukit-menumbing-lalu-ke-tanjung-kalian/feed/ 0 34868
Dari Bangka ke Belitung, Melawat ke Replika SD Laskar Pelangi https://telusuri.id/dari-bangka-ke-belitung-melawat-ke-replika-sd-laskar-pelangi/ https://telusuri.id/dari-bangka-ke-belitung-melawat-ke-replika-sd-laskar-pelangi/#respond Tue, 12 Apr 2022 02:37:21 +0000 https://telusuri.id/?p=33405 Laskar Pelangi, lekat dengan Belitung. Lekat dengan SD Muhammadiyah Gantong atau yang kita sebut sebagai SD Laskar Pelangi. Ada beberapa moda dan jalur transportasi menuju ke sini jika menyambanginya dari Pulau Bangka. Jalur laut dan...

The post Dari Bangka ke Belitung, Melawat ke Replika SD Laskar Pelangi appeared first on TelusuRI.

]]>
Laskar Pelangi, lekat dengan Belitung. Lekat dengan SD Muhammadiyah Gantong atau yang kita sebut sebagai SD Laskar Pelangi.

Ada beberapa moda dan jalur transportasi menuju ke sini jika menyambanginya dari Pulau Bangka. Jalur laut dan jalur udara. Jalur laut terbagi dua, melalui Pelabuhan Pangkal Balam,  Pangkal Pinang; dan Pelabuhan Tanjung Sadai di Tukak Sadai, Toboali, Bangka Selatan. Sementara jalur udara, kita bisa melalui Bandara Depati Amir dengan rute ke Bandara Internasional H.A.S. Hanandjoeddin.

Dan dari beberapa pilihan itu, saya memilih jalur paling minim bujet dan paling ujung di selatan. Meski paling lama waktu tempuhnya, namun cukup menyenangkan dan menenangkan. Pelabuhan Tanjung Sadai menyambut kedatangan saya, sebuah pelabuhan yang menghubungkan beberapa wilayah di sekitarnya; Pulau Lepar dan Pulau Pongok. 

Setelah turun dari bus angkutan saya langsung menuju pos penjualan tiket. Saat itu Februari 2020, pelabuhan tampak ramai dominan masyarakat lokal dan masyarakat pulau yang tengah menunggu kapal. Harga tiket kapal penyeberangan dari Pelabuhan Tanjung Sadai menuju Pelabuhan Tanjung Rhu di Belitung yakni Rp95.000,00 untuk dewasa dan Rp65.000,00 untuk anak-anak.

Gapura Pelabuhan Tanjung Rhu/Raja Syeh Anugrah

Kurang lebih sedari saya turun hingga menantikan kapal merapat, berkisar 2-3 jam. Diinformasikan kapal akan merapat pukul 17.00 WIB. Kapal hanya melayani penyeberangan untuk jalur Bangka–Belitung dua kali dalam satu pekan, begitu juga sebaliknya. Hal ini karena waktu tempuh yang lumayan, 10-12 jam dengan jarak 82 mil.

Jenis kapal yang disediakan ASDP yakni KMP Gorare berukuran 236 GT, dapat memuat sebanyak 80 orang dan 14 kendaraan. Selain itu, Pelabuhan Tanjung Sadai pun kabarnya tengah dalam pembangunan dan digadang-gadang akan menjadi poros maritim Bangka Selatan karena akses yang dekat dengan perlintasan Singapura dan Jakarta.

Kapal feri roro di Pelabuhan Tanjung Sadai/Raja Syeh Anugrah

Menjelang semburat senja di ufuk barat tenggelam, saya bersama penumpang lain telah menaiki kapal. Mobil-mobil mulai termuat dan beberapa di antaranya menyusun barang bawaan. Dalam perjalanan itu, saya secara tak sengaja berjumpa dengan jamaah tablig. Mereka bilang, setelah dari Belitung akan bertolak menuju Pontianak, Kalimantan Barat.

Selain ruang istirahat dengan jejeran bangku, tersedia pula toilet, kafetaria, dan musala kecil untuk penumpang. Atap kapal juga ikut berfungsi sebagai tempat melaksanakan ibadah salat dan beristirahat. Namun tetap diingatkan oleh nahkoda agar tetap berhati-hati. Juga bersiaga dengan kemungkinan cuaca dan gelombang ombak yang cukup tinggi.

Selama 10-12 jam saya dan penumpang lain terombang-ambing gelombang. Kemudian pagi hari, kapal KMP Gorare baru bersandar di Pelabuhan Tanjung Rhu, Belitung. Tanjung Rhu hadir dalam keadaan sunyi. Tiada orang-orang berjualan. Sepintas saya mengira pelabuhan ini pasti pelabuhan kecil sebab angkutan lokal menuju Tanjung Pandan atau Manggar di Belitung Timur tidak tampak.

Di tengah kebingungan akan kondisi. Salah satu jamaah tablig yang telah menjadi kawan perjalanan saya selama di kapal menawarkan untuk menumpang mobil milik komunitasnya. Saya mengiyakan. Bersamanya, kami bertolak menuju Sijuk, tak jauh dari Tanjung Pandan. 

Beberapa waktu saya merehatkan badan, berkenalan dan bertegur sapa dengan saudara baru di jamaah tablig. Tak lama setelah itu hujan mulai reda, salah satu orang yang dituakan dan kenalan dari paman kawan saya siap mengantarkan ke Belitung Timur tempat SD Muhammadiyah Gantong atau SD Laskar Pelangi berada.

Perjalanan ke SD Laskar Pelangi

Saya takjub ketika sampai di negeri impian yang belakangan hanya dapat dinikmati lewat trilogi novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, penulis asal Belitung yang membangun Rumah Kata di sana. Buku ini menjadi novel fenomenal yang digandrungi banyak kalangan terutama remaja dan pendidik sebab bermuatan edukasi, lalu diangkat ke layar lebar yang disutradarai oleh Riri Riza (2008).

Bayangan saya, SD Muhammadiyah Gantong atau SD Laskar Pelangi berada dekat pesisir pantai. Namun seketika imajinasi saya buyar ketika tiba di sana. SD Muhammadiyah Gantong ternyata tidak dekat dengan pantai, melainkan dikelilingi oleh beberapa desa. 

Belitung Timur sesudah hujan menyisakan udara lembab dan bau tanah yang mengandung timah. Dari parkir tempat saya diturunkan oleh paman—yang saya sapa ustad itu—saya melangkah menuju SD Muhammadiyah Gantong. Sebelum masuk, saya terlebih dahulu membayar tiket sebesar Rp5.000,00 ke penjaga.

Melangkah ke dalam, kontur tanah perlintasan berganti pasir pantai khas Belitung. Saat itu saya melihat beberapa wisatawan yang saat ditanyai berasal dari Jakarta. Tak jauh dari sana, di sudut ada pondokan yang tengah diduduki oleh empat anak kecil yang di sekujur badan dan wajahnya terdapat coretan putih kapur.

Perlahan saya menghampiri empat anak tersebut. Pikiran saya sekelebat terbawa kembali ke trilogi novel Laskar Pelangi yang sudah saya tamatkan dan filmnya yang sudah acap kali ditonton; Arai, Ikal, Mahar, dan Lintang. Keempat tokoh yang saya kagumi, untuk kemudian menjelma anak-anak yang memelototi saya sepanjang menuju ke pondokan.

Di depan SD Muhammadiyah Gantong/Raja Syeh Anugrah

SD Muhammadiyah Gantong terletak di Desa Lenggang, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. SD Muhammadiyah Gantong yang kini saya sambangi berstatus sebagai replika SD Laskar Pelangi. Bentuknya sangat mirip dengan bangunan asli yang ada di dalam film. Konon bangunan yang dijadikan sebagai representasi sekolah Andrea Hirata menimba ilmu itu sudah lama roboh. Dan sejak tahun 2010, bangunan ini tegak kembali secara kukuh dengan dua batang pohon khas yang menopang dinding sekolahnya untuk dijadikan kebutuhan pariwisata.

Menyaksikan bangunan sederhana di hadapan mata, saya kembali berimajinasi mengenai kisah Ikal, Arai, Mahar, Lintang dan teman-temannya menimba ilmu di SD yang diragukan kelayakannya. Dengan dedikasi tinggi Ibu guru Muslimah dan Pak Arfan beserta cerita Nabi Nuh-nya, SD yang dikatakan mirip kandang sapi itu menjelma ruang pengabdian atas cerminan sikap teladan pengajarnya.

Meski SD Muhammadiyah Gantong sekadar replika SD Laskar Pelangi, SD Muhammadiyah Gantong tetaplah mengundang decak kagum sebab tampil beda dengan mengedepankan nilai edukasi di era ketika pariwisata menggeliat. 

Adapun yang membuat daya tarik ialah ruang kelas yang digunakan Ikal, Arai, Mahar, Lintang dan teman-temannya dengan tampilan sederhana. Terlihat dari lantai kelas yang masih tanah. Bangku dan meja lusuh, sebuah lemari, papan tulis dan gambar Hamengkubuwono serta Cut Nyak Dien di dinding kayunya.

Kendati demikian wisatawan tak perlu khawatir. Sebab di dalam kawasan SD Laskar Pelangi terdapat musala, parkir yang luas, kamar mandi dan toilet, kedai dan warung makan, galeri lukis Laskar Pelangi dan juga toko cinderamata. Maka dengan begitu wisatawan akan nyaman berlama-lama menikmati seluk-beluk replika Laskar Pelangi ini.

Tak lupa sebelum beranjak, saya mengabadikan momen bersama adik-adik di SD Laskar Pelangi dalam sebentuk foto dan video. Foto dan video ini kemudian saya arsipkan sebagai kenang-kenangan. 

Di sebuah papan yang digantung pada tiang bangunan tertulis saya membaca, “Bermimpilah tentang apa yang kamu impikan.” Tertanggal 27 November 2010 di Linggang Gantung, Belitung Timur.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Dari Bangka ke Belitung, Melawat ke Replika SD Laskar Pelangi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/dari-bangka-ke-belitung-melawat-ke-replika-sd-laskar-pelangi/feed/ 0 33405
Baca Ini Dulu sebelum ke Tanjung Kelayang https://telusuri.id/baca-ini-dulu-sebelum-ke-tanjung-kelayang/ https://telusuri.id/baca-ini-dulu-sebelum-ke-tanjung-kelayang/#respond Thu, 19 Dec 2019 01:00:48 +0000 https://telusuri.id/?p=19005 Terletak 37 km arah utara dari Tanjung Pandan, Ibukota Kabupaten Belitung, Tanjung Kelayang adalah salah satu destinasi instagrammable yang bakal mempercantik instagrammu dan menambah followermu. Tempat ini punya pantai berpasir putih, batu-batu granit raksasa, dan...

The post Baca Ini Dulu sebelum ke Tanjung Kelayang appeared first on TelusuRI.

]]>
Terletak 37 km arah utara dari Tanjung Pandan, Ibukota Kabupaten Belitung, Tanjung Kelayang adalah salah satu destinasi instagrammable yang bakal mempercantik instagrammu dan menambah followermu.

Tempat ini punya pantai berpasir putih, batu-batu granit raksasa, dan pulau-pulau kecil yang cantik (kalau kuat kamu bisa snorkeling ke sana). Sempatkan mampir ke mercusuar tua di Pulau Lengkuas buat menikmati keindahan perairan Tanjung Kelayang dari ketinggian.


Naik apa ke sana?

Paling murah dan praktis, untuk ke Tanjung Kelayang kamu tinggal sewa motor di Tanjung Pandan. Transportasi umum dari dan ke Tanjung Kelayang tidak terlalu lancar. Kebanyakan wisatawan pun pergi berombongan dan biasanya diantar oleh pihak penyedia jasa pariwisata.

memulai hobi traveling / Tanjung Kelayang
Menikmati pemandangan Tanjung Kelayang/Syukron

Nginap di mana?

Karena cuma terpaut sekitar 37 km dari Tanjung Pandan, kamu bisa menginap di Tanjung Pandan saja.

Di Tanjung Pandan tersedia beberapa penginapan murah, antara lain Hotel Wisma Adhitya di Jl. Pangeran Diponegoro No. 22, Pangkallalang, Tanjung Pandan (☎ 0719-21557, 0811-717-1742, 0819-4919-8786), Hotel Citra di Jl. Sriwijaya No. 41 (☎ 0719 25532, 0819 4937 3644), dan Hotel Martani di Jl. Yos Sudarso No. 17 (☎ 0719 21432).

Untuk yang lebih mengutamakan kenyamanan daripada harga, juga tersedia hotel-hotel seperti: Biliton Hotel & Club di Jl. Depati Gegedek No. 50 (☎ 0719 22887) dan Arnava Mutiara Belitung (Jl. Depati Endek No. 23 ☎ 0719 9223633)


Bisa ngapain aja di Tanjung Kelayang?

Santai di pantai

Kamu bisa gelar tikar, cari tempat agak teduh, dan duduk-duduk menikmati suasana Pantai. Kamu pasti betah melihat pasir putihnya dan air laut yang birunya bergradasi, apalagi sambil minum kelapa muda.

Berenang ke pulau

Perairan Tanjung Kelayang kurang cocok buat snorkeling. Kamu bisa sih snorkelingan, tapi yang kamu lihat nggak akan banyak. Sebagai gantinya kamu bisa berenang di laut yang tenang. Kalau kamu terbiasa renang, kamu bisa renang sampai ke Pulau Babi yang nggak berapa jauh dari Tanjung Kelayang.

Menyeberang ke Pulau Lengkuas

Mungkin Pulau Lengkuas lebih terkenal dibanding Tanjung Kelayang. Padahal perahu buat ke Pulau Lengkuas nunggu penumpangnya di Tanjung Kelayang. Di Pulau Lengkuas kamu bisa main-main ke mercusuar peninggalan Zaman Kolonial. Perairan Pulau Lengkuas juga pas buat snorkeling. Biasanya pejalan betah lama-lama sampai asin snorkeling di sini.

pulau lengkuas / Tanjung Kelayang
Mercusuar ikonis Belitung/Devia Primastiani

Makan dan nongkrong di mana?

Kamu nggak perlu repot-repot buat nyari tongkrongan. Di sepanjang pantai berjejeran warung tempat kamu bisa nongkrong sambil mengisi perut dan menghilangkan dahaga. Tinggal pilih sesuai selera dan bujet kamu. Kalau mau, kamu juga bisa pergi ke Pantai Tanjung tinggi yang nggak seberapa jauh dari Tanjung Kelayang. Di Tanjung Tinggi yang suasananya lebih teduh itu juga banyak banget warung yang menawarkan berbagai jenis makanan dan minuman.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Baca Ini Dulu sebelum ke Tanjung Kelayang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/baca-ini-dulu-sebelum-ke-tanjung-kelayang/feed/ 0 19005
Baca Ini Dulu sebelum Traveling ke Belitung https://telusuri.id/baca-ini-dulu-sebelum-traveling-ke-belitung/ https://telusuri.id/baca-ini-dulu-sebelum-traveling-ke-belitung/#respond Thu, 31 Oct 2019 15:42:52 +0000 https://telusuri.id/?p=18406 Hari gini siapa sih yang nggak kenal Belitung? Pulau di Provinsi Bangka Belitung itu namanya jadi tenar sejak novel laris Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata beredar. Belitung pun makin ngehits sejak film adaptasi novel itu...

The post Baca Ini Dulu sebelum Traveling ke Belitung appeared first on TelusuRI.

]]>
Hari gini siapa sih yang nggak kenal Belitung? Pulau di Provinsi Bangka Belitung itu namanya jadi tenar sejak novel laris Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata beredar. Belitung pun makin ngehits sejak film adaptasi novel itu tayang di bioskop.

Sejak itu makin banyak pejalan yang masukin Pulau Belitung dalam bucket list-nya. Siapa sih yang nggak tergoda buat ngerasain gimana sensasi main air di pantai-pantai berpasir putih, duduk-duduk di atas batu granit raksasa, foto-foto di pinggir danau kaolin, atau snorkeling di sekitar Pulau Lengkuas sehabis naik tangga sampai ke puncak Mercusuar?

belitung
Mercusuar legendaris Pulau Lengkuas/Oky Hertanto

Naik apa ke sana?

Kamu bisa ke Belitung lewat laut dan udara. Dari Pulau Jawa, kamu bisa menumpang kapal Pelni (KM Lawit dan KM Leuser) atau KM Tri Star. Ongkosnya memang murah. Tapi harga murah itu harus dibayar dengan terombang-ambing di lautan selama sekitar 12 jam (kalau kamu naik kapal dari Tanjung Priok). Naik pesawat lebih enak; cuma satu jam dari Jakarta. Pilihan maskapainya: Citilink, Nam Air, Garuda Indonesia, Lion Air, dan Sriwijaya Air.

Kalau kamu suka tantangan dan punya banyak waktu luang, ada pilhan ketiga, yaitu ngeteng. Dari Jakarta kamu bisa naik kereta api ke Pelabuhan Merak lalu menyeberang ke Pelabuhan Bakauheni di Lampung. Dari Bandar Lampung ada kereta api kelas ekonomi ke Palembang. Dari ibukota Provinsi Sumatera Selatan itu kamu bisa naik kapal feri ASDP ke Muntok di Bangka, lalu lanjut perjalanan darat selama beberapa jam ke Pelabuhan Pangkal Balam di Pangkalpinang. Dari sana perjalanan dilanjutkan dengan menumpang kapal cepat Express Bahari ke Pelabuhan Laskar Pelangi Tanjung Pandan.


Menginap di mana?

Di Tanjung Pandan tersedia beberapa penginapan murah, antara lain Hotel Wisma Adhitya di Jl. Pangeran Diponegoro No. 22, Pangkallalang, Tanjung Pandan (☎ 0719 21557, 0811 717 1742, 0819 4919 8786), Hotel Citra di Jl. Sriwijaya No. 41 (☎ 0719 25532, 0819 4937 3644), dan Hotel Martani di Jl. Yos Sudarso No. 17 (☎ 0719 21432).

Untuk yang lebih mengutamakan kenyamanan daripada harga, juga tersedia hotel-hotel seperti: Biliton Hotel & Club di Jl. Depati Gegedek No. 50 (☎ 0719 22887) dan Arnava Mutiara Belitung (Jl. Depati Endek No. 23 ☎ 0719 9223633).


Tempat-tempat menarik di Belitung

Belitung nggak bisa dipisahin dari dua hal, yaitu pantai dan Laskar Pelangi. Pantai-pantainya yang indah akan bikin kamu terlena dan lupa pulang (dan bikin follower-mu nambah). Sementara destinasi-destinasi Laskar Pelangi-nya akan bikin kamu merasa lebih dekat dengan Ikal, Mahar, Lintang, dan Sungai Lenggang.

Pantai Tanjung Tinggi

Pantai Tanjung Tinggi jadi istimewa karena selain pasir putih dan air laut yang jernih pantai ini juga punya bongkah-bongkah granit raksasa. Duduk-duduk di atas salah satu batu itu di sore hari sehabis basah-basahan di air lautnya yang jernih bakal jadi salah satu pengalaman yang nggak akan pernah kamu lupakan. Pantai Tanjung Tinggi terletak di bagian utara Pulau Belitung, sekitar 37 km dari Tanjung Pandan.

Pantai Tanjung Kelayang

Pantai Tanjung Kelayang nggak seberapa jauh dari Pantai Tanjung Tinggi. Pantai berpasir putih ini lumayan lebar. Di ujung timur pantai ini juga ada bongkah-bongkah granit raksasa. Dari sini kamu bisa naik perahu ke Pulau Lengkuas untuk melihat mercusuar peninggalan Zaman Kolonial. Kalau kuat, coba naik ke puncak mercusuar. Pasti kamu akan terkagum-kagum melihat pemandangan indah yang tersaji. Snorkeling di perairan Tanjung Kelayang juga seru.

Pantai Tanjung Pendam

Pantai Tanjung Pendam nggak jauh dari Pelabuhan Laskar Pelangi di Tanjung Pandan. Pantai ini memang nggak sebagus pantai-pantai lain di Belitung. Pasirnya kelam, airnya juga nggak jernih. Tapi pantai ini adalah salah satu lokasi syuting film “Sang Pemimpi” dan menjadi latar waktu Zakiah Nurmala (Maudy Ayunda) melambai-lambai melepas kepergian Arai (Rendy Ahmad) dan Ikal (Vikri Setiawan) naik kapal ke Jawa.

Pantai Punai

Pantai Punai letaknya di Desa Tanjung Kelumpang di sebelah tenggara Pulau Belitung. Dibanding saudara-saudaranya di sebelah utara, bongkah-bongkah batu di sini nggak terlalu besar. (Tapi tetap masih berat banget kalau diangkat.) Tapi meskipun batu-batu di sini nggak sekolosal di pantai-pantai utara, suasana Pantai Punai lebih tenang sehingga cocok sekali bagi kamu yang mau menghapus kegalauan.

Pantai Nyiur Melambai

Pantai Nyiur Melambai memang nggak punya batu raksasa. Tapi pantai ini punya pesona lain, yaitu jejeran pohon cemara pantai tempat kamu bisa foto-foto cantik ala Syahrini. Pantai ini ada di Desa Lalang, Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur, nggak jauh dari Gantong (Kecamatan Gantung) tempat cerita-cerita Laskar Pelangi berasal.

Pulau Pasir

Pulau Pasir di lepas pantai Tanjung Kelayang sebenarnya bukan pulau, tapi gosong alias gundukan pasir yang sesekali muncul waktu laut sedang surut. Nggak ada tumbuhan sama sekali di sini (Pokemon mungkin ada). Tapi pastikan dulu kamu jalan ke Pulau Pasir di musim yang pas. Datang salah musim… wassalam.

Museum Kata Andrea Hirata

Katanya ini adalah museum sastra pertama di Indonesia yang diresmikan tahun 2012. Museum itu nggak cuma memajang benda-benda bersejarah yang ada hubungannya dengan Laskar Pelangi, tapi juga jadi tempat Andrea Hirata buat bagi-bagi ilmu lewat kelas-kelas gratis buat anak-anak. Museum Kata Andrea Hirata ada di Jl. Laskar Pelangi No. 7, Gantong, Belitung Timur.

Replika Sekolah Muhammadiyah

Rampung syuting, replika Sekolah Muhammadiyah yang jadi latar film Laskar Pelangi dibiarin tetap berdiri. Sekarang, bangunan yang berada di Gantong itu jadi salah satu atraksi wisata ngehits di Belitung Timur. Tiap hari pasti ada wisatawan yang datang ke sana. Ini adalah destinasi wajib kalau kamu jalan ke Pulau Belitung.

belitung
SD Muhammadiyah Gantong/Oky Hertanto

Makan dan nongkrong di mana?

Mie Belitung Atep

Sepiring Mie Belitung Atep yang legendaris adalah mie kuning yang ditaburi taoge, irisan timun, irisan tahu, potongan kentang rebus, emping, dan udang. Harga seporsi mie belitung di Mie Belitung Atep adalah Rp10.000. Letaknya di Jl. Sriwijaya No. 27, Tanjung Pandan (☎ 0719 21464).

Kong Djie Coffee

Belitung dan kopi ibarat Sherlock Holmes dan Dr. Watson. Keduanya nggak bisa dipisahin. Kong Djie Coffee yang terletak di Jl. Sijuk, Air Merbau, Tanjung Pandan, adalah tempat yang tepat untuk nongkrong dan merasakan kultur kopi Pulau Belitung.

Suto Belitung Mak Janah

Makanan ini unik, sebab namanya suto (soto) tapi rasanya malah seperti ketupat sayur. Isinya irisan lontong, daging, bihun, dan kerupuk melinjo. Kedai Suto Mak Janah terletak di Jl. Merdeka, Tanjung Pandan.

Bakso Ikan Pak Long

Di Kedai Bakso Ikan Pak Long kamu nggak cuma bisa mencicipi bakso ikan, di sini juga ada ada cekian, tahu, dan pempek. Harga satu porsi bakso ikan di Pak Long antara Rp10.000-Rp15.000. Bakso Ikan Pak Long bisa kamu kunjungi di Jl. Pelataran Air Ketekok No. 22, Tanjung Pandan (☎ 0819 2906 2511).


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Baca Ini Dulu sebelum Traveling ke Belitung appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/baca-ini-dulu-sebelum-traveling-ke-belitung/feed/ 0 18406
Kenangan-kenangan di Belitung https://telusuri.id/kenangan-kenangan-di-belitung/ https://telusuri.id/kenangan-kenangan-di-belitung/#respond Sun, 18 Aug 2019 19:44:44 +0000 https://telusuri.id/?p=16693 Meskipun sudah lama, perjalanan ke Belitung tahun 2011 masih segar sekali dalam ingatan saya. Bagaimana tidak lupa, perjalanan ke kampung Andrea Hirata itu panjang sekali. Dari Prabumulih, kota kecil di Sumatera Selatan tempat saya kerja...

The post Kenangan-kenangan di Belitung appeared first on TelusuRI.

]]>
Meskipun sudah lama, perjalanan ke Belitung tahun 2011 masih segar sekali dalam ingatan saya. Bagaimana tidak lupa, perjalanan ke kampung Andrea Hirata itu panjang sekali.

Dari Prabumulih, kota kecil di Sumatera Selatan tempat saya kerja praktik, saya naik travel ke Pelabuhan 35 Ilir Palembang. Petualangan berlanjut dengan menumpang feri kecil selama lebih dari sepuluh jam—sebagian besar habis dipakai menelusuri Sungai Musi—menuju Pelabuhan Muntok di Pulau Bangka.

Tiba di Muntok saat gelap masih menyelimut, terpaksalah saya bermalam dulu di ruang tunggu pelabuhan. Di bawah lampu neon temaram, saya rapatkan dua rangkaian bangku tunggu ala kantor pos zaman dahulu untuk dijadikan tempat tidur. Nyaman? Tentu saja tidak.

perjalanan ke belitung
Dulu, dermaga feri ke Bangka berada di 35 Ilir yang terpaut beberapa kilometer dari Jembatan Ampera/Fuji Adriza

Anehnya, saat bangun keesokan paginya, badan saya segar-segar saja. Makanya saya senang-senang saja melanjutkan perjalanan naik bis selama 3-4 jam ke Pangkalpinang plus naik angkot ke Pelabuhan Pangkal Balam.

Di atas kapal cepat menuju Pulau Belitung, saya makin senang. Saat duduk-duduk santai di buritan, tiba-tiba saja muncul dua ekor lumba-lumba di antara buih-buih yang diproduksi propeler kapal. Itu, kalau ingatan saya tidak keliru, adalah kali pertama saya melihat lumba-lumba liar di habitatnya. Lima menit, barangkali, bibir saya bertahan dalam posisi senyum. Mata saya berembun, terharu.

Langit sudah gelap waktu saya tiba di Dermaga Laskar Pelangi, Tanjung Pandan. Dengan gaya sok tahu supaya disangka perantau Belitung pulang kampung, saya jalan kaki menuju entah ke mana.

Nasib saya malam itu ternyata berakhir di emperan sebuah rumah makan padang.

Menyewa sepeda motor

Keesokan harinya, sebelum matahari muncul, saya lanjut melangkah. Dengan ransel depan-belakang, saya ditiup angin ke Tugu Batu Satam. Lama saya duduk-duduk di emperan toko sampai akhirnya dihampiri seorang pengendara motor yang menawarkan jasa ojek.

Andai saja punya tujuan, barangkali saya sudah menerima tawaran darinya. Masalahnya, saya masih tak tahu mau ke mana. Mau menginap di mana saya juga belum punya bayangan. Saya boleh dibilang tak tahu apa-apa tentang Belitung. Informasi soal Belitung yang saya punya hanyalah nama-nama tempat yang ditulis Andrea Hirata dalam novel-novel manisnya—Manggar, Gantong, Manggar, Gantong, Manggar—dan nama-nama pantai semisal Tanjung Kelayang atau Tanjung Tinggi.

belitung
Sepeda motor sewaan selama di Belitung/Fuji Adriza

Lalu tiba-tiba saja tercetus ide: menyewa sepeda motor. Kepada abang ojek itu saya tanyakan tentang keberadaan rental motor. Untung ia punya kenalan. Saya pun dibawa melaju menelusuri Tanjung Pandan, memasuki sebuah gang kecil yang berakhir di sebuah rumah yang halamannya penuh sepeda motor.

Biaya sewa motor ternyata murah, Rp50.000 per hari. Setelah membayar di depan untuk tiga hari, saya pun meliuk-liuk di Pulau Belitung mengendarai satu unit sepeda motor Honda CS One yang kampas koplingnya sudah setipis dompet mahasiswa di akhir bulan. (Belakangan saya tahu bahwa memilih sepeda motor model begitu bukan keputusan yang bijaksana. Ceritanya bisa dibaca di sini.)

Mengikuti arahan plang penunjuk jalan dan posisi matahari pagi itu tibalah saya di ujung Pantai Tanjung Kelayang—yang ternyata sedang menggelar hajatan Sail Wakatobi-Belitong 2011.

Selimut Segitiga Biru

Saya mengisi perut dengan seporsi mi rebus telur di sebuah warung kecil tanpa nama. Usai mencerna makanan instan itu, saya aliri kerongkongan dengan segelas kopi hitam. Kopi habis, kaki saya gatal untuk segera menyentuh air laut.

Kedua tas—yang berisi seluruh harta kekayaan saya—saya titipkan di warung itu. Yang saya bawa hanya sempak dan celana pendek yang menempel di badan serta seperangkat alat snorkling. Sebentar kemudian saya sudah duduk-duduk santai di batu granit Pulau Babi yang hanya selemparan batu dari pesisir Tanjung Kelayang.

Dalam keadaan basah kuyup, saya kembali ke warung. Dasar belum punya udel, saya gelisah untuk menjelajah. Jadilah siang itu saya meluncur ke arah Belitung Timur karena penasaran dengan Gantong, SD Muhammadiyah, dan Sungai Lenggang. Lumayan lama ternyata ke sana. Setiba di SD Muhammadiyah, matahari sudah sama condongnya dengan kayu besar yang menopang sekolah Lintang dkk. Itu.

Sebelum gelap, saya sudah kembali melaju ke Tanjung Pandan. Tak tahu mau menginap di mana malam itu, saya balik saja ke warung kecil di pojok Tanjung Kelayang. Malangnya, saat saya tiba, warung sedang ramai. Tak ada tempat untuk duduk. Sambil menunggu sepi, saya rebahkan badan di lantai gedung terbengkalai yang dijadikan parkiran motor itu—sampai ketiduran.

Tengah malam, barangkali, saat saya digugah oleh sang pemilik warung. “Eh, ternyata kau, boi. Abang kira tadi orang mabuk,” ia kaget. Ia mengajak saya untuk ke warungnya. Ternyata, istrinya sudah menyiapkan tempat berbaring nyaman untuk saya di bawah meja, yakni “kasur” kardus berlapis kain plus bantal dan selimut karung Segitiga Biru.

Pagi yang tak akan bisa dibeli

Keesokan harinya saya hanya beredar di Tanjung Kelayang, entah duduk-duduk di warung Bang Ardi dan Kak Rita itu atau berkeliaran di sekitar areal acara Sail Wakatobi-Belitong 2011. Hari itu Tanjung Kelayang makin ramai. Orang-orang bersemangat sekali menonton berbagai lomba dan pertunjukan.

Tak terasa, malam kembali tiba—dan saya kembali menginap di warung.

belitung
Warung-warung yang berjejeran di Pantai Tanjung Kelayang/Fuji Adriza

Keesokan paginya, saya bangun lebih pagi dalam keadaan yang lebih segar. Matahari belum muncul, hawa masih dingin, halimun masih mengambang di antara pohon-pohon kelapa di cakrawala. Bang Ardi dan Kak Rita ternyata bangun lebih dulu dari saya. Melihat saya bangun, Kak Rita menyeduhkan secangkir kopi hitam. Asapnya menguar, menyatu dengan udara.

Dalam balutan selimut Segitiga Biru, saya duduk di kursi panjang kayu dan mengamati sekitar. Tanjung Kelayang lengang. Ruang pendengaran saya hanya diisi oleh suara ombak kecil yang terhempas pasrah ke hamparan pasir. Terayun-ayun di atas air laut adalah puluhan yacht dari penjuru dunia yang tiang-tiangnya mengedipkan lampu warna-warni.

Tak lama mentari tiba dari balik jejeran pohon kelapa. Bulat sepenuhnya dan jingga.

Saya masih ingat betapa sedih rasanya mengucapkan selamat tinggal pagi itu pada Bang Ardi, Kak Rita, dan tiga orang anaknya yang masih teramat belia. Tapi, mau bagaimana lagi, saya harus kembali ke Jogja.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kenangan-kenangan di Belitung appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kenangan-kenangan-di-belitung/feed/ 0 16693
Danau Kaolin, Danau Surealis Bekas Galian Tambang https://telusuri.id/danau-kaolin-belitung/ https://telusuri.id/danau-kaolin-belitung/#respond Sun, 14 Jul 2019 09:00:15 +0000 https://telusuri.id/?p=15089 Kalau pernah menonton film Laskar Pelangi, kamu pasti ingat adegan ketika anak-anak SD Muhammadiyah sedang mengetes “penemuan baru” mereka, yaitu telepon kaleng. Penemuan itu mereka tes bukan di halaman sekolah, tapi di sebuah tanah luas...

The post Danau Kaolin, Danau Surealis Bekas Galian Tambang appeared first on TelusuRI.

]]>
Kalau pernah menonton film Laskar Pelangi, kamu pasti ingat adegan ketika anak-anak SD Muhammadiyah sedang mengetes “penemuan baru” mereka, yaitu telepon kaleng.

Penemuan itu mereka tes bukan di halaman sekolah, tapi di sebuah tanah luas berbukit-bukit yang di sana-sini penuh lubang raksasa berisi air biru pirus. Itu, boi, bukan tempat yang khusus dibuat untuk keperluan wisata, melainkan kawasan danau kaolin bekas galian tambang.

Danau kaolin seperti itu banyak sekali di Belitung. Salah satu di antaranya ada di Desa Air Raya, Tanjungpandan, yang hanya terpaut sekitar 10 menit perjalanan dari pusat kota.

Mirip Kawah Putih Ciwidey dan Kawah Putih Tinggi Raja

Untuk kamu yang belum begitu familiar dengan kaolin, barangkali kamu perlu tahu sedikit soal mineral ini. Kaolin adalah mineral semacam tanah liat dengan daya hantar listrik dan daya hantar panas yang rendah. Mineral ini jadi bahan baku kosmetik, kertas, makanan, dan pasta gigi.

Ketika sebuah areal tambang kaolin selesai dieksploitasi, yang tersisa adalah lubang-lubang raksasa. Seiring berjalannya waktu, air terkumpul dan lubang-lubang itu pun berubah menjadi danau. Yang membuatnya menarik, air danau bekas galian kaolin ini mempunyai warna yang tidak biasa, yakni biru pirus alias toska.



Bekas galian tambang yang sekarang jadi danau/Oky Hertanto

Kombinasi tanah berwarna putih dan air danau biru pirus itulah yang membuat Danau Kaolin menjadi menarik. Banyak yang menyamakan Danau Kaolin dengan Kawah Putih Ciwidey di Jawa Barat dan Kawah Putih Tinggi Raja di Sumatera Utara. Namun, tak seperti kedua destinasi wisata itu, di Danau Kaolin kamu takkan mencium bau belerang.

Lokasi yang pas untuk melihat matahari terbenam

Perpaduan warna yang tidak biasa ditemukan di daratan ini membuat Danau Kaolin disenangi penggemar fotografi. Para fotografer bisa betah lama-lama di sekitar danau untuk mengabadikan lanskap surealis khas bekas galian kaolin.

Meskipun kamu bisa datang ke Danau Kaolin kapan pun sepanjang hari, waktu yang paling pas untuk jalan-jalan ke tempat ini adalah pagi atau sore hari menjelang matahari terbenam. Karena agak susah menemukan pohon untuk berteduh di kawasan danau, kamu pasti akan kesal sendiri menahan panas ketika matahari bersinar maksimal.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Danau Kaolin, Danau Surealis Bekas Galian Tambang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/danau-kaolin-belitung/feed/ 0 15089
Liburan ke Pulau Lengkuas https://telusuri.id/liburan-ke-pulau-lengkuas/ https://telusuri.id/liburan-ke-pulau-lengkuas/#respond Wed, 17 Apr 2019 08:35:23 +0000 https://telusuri.id/?p=13311 Waktu libur panjang, aku dan teman-temanku liburan bersama ke Pulau Lengkuas, Kabupaten Belitung. Karena Pulau Lengkuas hanya bisa diakses lewat laut, kami ke sana naik kapal dari Pantai Tanjung Kelayang. Sinar mentari pagi mulai memantulkan...

The post Liburan ke Pulau Lengkuas appeared first on TelusuRI.

]]>
Waktu libur panjang, aku dan teman-temanku liburan bersama ke Pulau Lengkuas, Kabupaten Belitung. Karena Pulau Lengkuas hanya bisa diakses lewat laut, kami ke sana naik kapal dari Pantai Tanjung Kelayang.

Sinar mentari pagi mulai memantulkan cahayanya ke bebatuan saat kapal kayu yang kami tumpangi bergerak menuju Pulau Lengkuas. Cuaca yang sangat cerah membuat kapal melaju dengan tenangnya membelah lautan, melewati pulau-pulau kecil tak berpenghuni antara Tanjung Kelayang dan Pulau Lengkuas.

Sebelum tiba di Pulau Lengkuas, kapal kami berhenti sejenak di Pulau Pasir. Pulau Pasir ini hanya bisa dikunjungi saat laut sedang surut. Di sana banyak bintang laut yang bentuknya serupa tokoh Patrick Star dalam kartun Spongebob Squarepants. Setelah lelah bermain dan berfoto bersama, kami pun melanjutkan perjalanan.

pulau lengkuas
Sebuah perahu melaju di perairan Belitung/Devia Primastiani

Dari kejauhan, mercusuar kokoh yang menjulang di tengah Pulau Lengkuas mulai kelihatan. Pulau Lengkuas memang tak terlalu jauh dari pulau utama. Dikurangi waktu bermain di Pulau Pasir, waktu tempuh antara Tanjung Kelayang dan pulau itu barangkali hanya sekitar tiga puluh menit.

Begitu kapal tiba di tujuan, aku dan teman-teman langsung turun lalu mencari tempat untuk beristirahat dan bersantai.

Sembari bersantai, aku mengagumi keindahan Pulau Lengkuas, dengan pasirnya yang putih, airnya yang biru jernih, dan pesisirnya yang penuh bongkahan granit. Kemudian saat jam makan siang tiba kami mengeluarkan bekal yang memang sengaja dibawa untuk disantap bersama.

pulau lengkuas
Mercusuar ikonis Belitung/Devia Primastiani

Bongkah granit, mercusuar, dan hal-hal menarik lain di Pulau Lengkuas

Habis makan, kami masuk ke dalam mercusuar. Menara setinggi tujuh puluh meter itu adalah suar peninggalan Belanda yang sekarang menjadi ikon pariwisata Belitung. Kami meniti tangga sampai ke tingkat paling atas. (Sekarang kabarnya pengunjung hanya bisa naik sampai jendela ketiga mercusuar.)

Dari puncak menara, dari ketinggian, lanskap tampak begitu mengagumkan. Tak hanya pesisir Pulau Lengkuas yang kelihatan, namun juga perairan berwarna biru dan pulau-pulau kecil yang mengambang di sekitarnya.

pulau lengkuas
Berpose di puncak mercusuar/Devia Primastiani

Setelah itu kami kembali ke bawah dan mandi-mandi di Kolam Bidadari. Kolam Bidadari adalah kolam air-laut alami yang dipagari bongkah-bongkah granit. Airnya tak hanya segar tapi juga jernih. Aku bisa dengan mudah melihat ikan dari permukaan. Salah seorang temanku bahkan mencoba menangkap seekor ikan. Sayang sekali ia gagal sebab ikan yang ia incar bergerak terlalu cepat.

Sebagaimana rupa permukaannya, rupa bawah laut Pulau Lengkuas konon juga tak kalah menakjubkan. Perairan pulau ini disebut-sebut sebagai salah satu lokasi snorkeling terbaik di Belitung. Hari itu aku membuktikannya dengan mata kepala sendiri.

Begitu melongokkan kepala ke dalam air yang biru jernih itu, aku terpana melihat terumbu karang yang menghiasi dasar laut, juga ikan-ikan yang berkeliaran entah melakukan apa di sekitarnya.

pulau lengkuas
“Groufie”/Devia Primastiani

Tak terasa hari sudah semakin sore. Dengan berat hati kami segera bersiap untuk pulang. Jika terlalu sore, gelombang akan semakin tinggi sehingga perjalanan jadi kurang nyaman.

Rasa lelah mulai menghampiri kami. Meskipun demikian kami sangat senang karena diberi kesempatan untuk bersama-sama melihat keindahan alam dan mengabadikan momen di lanskap yang tiada duanya itu. Memori di Pulau Lengkuas itu sangat membekas dalam ingatanku, membuatku ingin mengulang kembali momen mengesankan itu.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Liburan ke Pulau Lengkuas appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/liburan-ke-pulau-lengkuas/feed/ 0 13311
7 Destinasi yang Wajib Dikunjungi di Bumi Laskar Pelangi https://telusuri.id/7-destinasi-menarik-di-belitung/ https://telusuri.id/7-destinasi-menarik-di-belitung/#respond Sun, 01 Oct 2017 17:15:09 +0000 http://telusuri.id/?p=2677 Sekarang siapa sih yang nggak tahu Pulau Belitung? Pulau itu jadi terkenal setelah buku laris Andrea Hirata, Laskar Pelangi, diangkat ke layar lebar. Sampai-sampai Belitung punya julukan baru, yaitu Bumi Laskar Pelangi. Pelancong pun berbondong-bondong...

The post 7 Destinasi yang Wajib Dikunjungi di Bumi Laskar Pelangi appeared first on TelusuRI.

]]>
Sekarang siapa sih yang nggak tahu Pulau Belitung? Pulau itu jadi terkenal setelah buku laris Andrea Hirata, Laskar Pelangi, diangkat ke layar lebar. Sampai-sampai Belitung punya julukan baru, yaitu Bumi Laskar Pelangi. Pelancong pun berbondong-bondong ke sana. Apalagi, sekarang ini akses menuju Pulau Belitung sudah terbilang gampang. Dari Jakarta, naik pesawat hanya perlu waktu sekitar 45 menit. Ongkosnya pun lebih murah dibanding tiket pesawat ke destinasi-destinasi populer lain seperti Yogyakarta atau Bali. Makanya Kemenpar nggak ragu-ragu buat menjadikan Belitung salah satu dari 10 Bali Baru.

Setiba di sana, supaya bisa berkeliaran dengan bebas, kamu bisa menyewa sepeda motor atau mobil. (Kurangnya sarana transportasi publik di Belitung membuat rental kendaraan menjamur.) Di sana kamu nggak akan bertemu dengan yang namanya macet. Alih-alih, kamu akan berkendara di jalanan mulus yang diapit oleh perkebunan sawit yang luas. Tips dari saya: sebelum melakukan perjalanan jauh, selalu pastikan kalau tangki bensin kamu penuh. Soalnya, SPBU di Belitung nggak sebanyak di Pulau Jawa. Alamat celaka kalau kehabisan bensin di tengah jalan.

Tapi, apa saja sih yang ada di Belitung? Ayo kita telusuri sama-sama.

1. Replika SD Muhammadiyah Gantong, Belitung

SD Muhammadiyah Gantong/Oky Hertanto

Satu kata buat kamu yang nggak pernah dengar tentang SD Muhammadiyah Gantong: kebangetan. Untuk keperluan pembuatan film, Riri Riza dkk. membuat replika SD Muhammadiyah Gantong. Setelah syuting, replika SD itu tidak dihancurkan dan dibiarkan begitu saja. Eh, lama-lama jadi tempat wisata. Replika SD ini berada di Kecamatan Manggar, Belitung Timur. Perlu waktu 1,5-2 jam untuk mencapai destinasi wisata ini menggunakan kendaraan bermotor. Tenang saja, nggak pakai macet, kok.

2. Danau Kaolin

Bekas galian timah yang sekarang jadi danau/Oky Hertanto

Siapa bilang areal bekas pertambangan nggak bisa jadi objek wisata? Danau Kaolin, ceruk rakasasa bekas galian timah yang terisi air, sekarang jadi salah satu destinasi utama di Belitung. Keindahannya instagrammable banget; air danau warna birunya bakal menyihir mata kita semua. Akses menuju ke sana cukup mudah. Dengan motor atau mobil, kamu bisa ke sana dalam waktu 15 menit dari Bandara Hanadjoeddin Tanjung Pandan.

3. Meseum Kata Andrea Hirata

museum kata andrea hirata
Di dalam Museum Kata Andrea Hirata/Oky Hertanto

Museum literatur pertama di Indonesia ini didirikan oleh Andrea Hirata, sang penulis buku fenomenal Laskar Pelangi. Di dalam meseum itu, selain kopi Laskar Pelangi dalan 20 bahasa, kamu juga akan menjumpai kata-kata atau benda-benda yang berhubungan dengan film Laskar Pelangi. Beberapa cerpen yang ditulis Andrea Hirata juga dipamerkan di sana. Berhubung saya pencinta sastra, saya sangat betah berlama-lama di sana. Apalagi banyak juga kata-kata motivasi yang bisa saya ambil manfaatnya di sana. Dari Tanjung Pandan, museum itu dapat dicapai dalam 1,5-2 jam perjalanan.

4. Pulau Lengkuas

belitung
Mercusuar legendaris Pulau Lengkuas/Oky Hertanto

Di antara semua destinasi di Belitung, Pulau Lengkuas yang di tengahnya ada mercusar inilah barangkali yang paling terkenal di kalangan pelancong. Jaraknya tidak begitu jauh dari bibir pantai Pulau Lengkuas. Pulau ini juga memiliki garis pantai yang cantik, yang diperindah oleh batu-batu granit besar khas Bangka Belitung. Akses menuju pulau ini cukup mudah. Pertama, kamu mesti pergi ke Pantai Tanjung Kelayang, sekitar 45 menit perjalanan dari Tanjung Pandan. Kemudian, dari sana lanjut naik kapal sekitar 15 menit. Pulau Lengkuas juga punya lokasi snorkeling terbaik di Pulau Belitung.

5. Pantai Tanjung Kelayang, Batu Garuda, dan Batu Berlayar

belitung
Perairan jernih Pulau Batu Berlayar/Oky Hertanto

Pantai Tanjung Kelayang adalah pantai paling favorit di Belitung. Jaraknya yang nggak terlalu jauh dari pusat kota Tanjung Pandan membuatnya selalu ramai di akhir pekan. Pasca-GMT (gerhana matahari total) 9 Maret 2016 lalu, Pantai Tanjung Kelayang jadi makin populer sebab pantai itu jadi titik berkumpul untuk melihat GMT di daerah Belitung. Selain itu, dekat dengan Pantai Tanjung Kelayang terdapat dua pulau batu granit yang sangat unik, yakni Batu Garuda dan Batu Berlayar. Mengapa namanya Batu Garuda dan Batu Berlayar? Karena batu granit besar tersebut menyerupai kepala burung garuda dan layar sebuah kapal.

6. Pantai Tanjung Tinggi

belitung
Batu-batu raksasa di Pantai Tanjung Tinggi/Oky Hertanto

Tidak jauh dari Pantai Tanjung Kelayang terdapat Pantai Tanjung Tinggi yang merupakan lokasi syuting film Laskar Pelangi. Pantai ini dikelilingi oleh batu-batu granit berukuran raksasa yang umurnya mungkin sudah ribuan tahun. Setelah ngobrol dengan warga lokal, barulah saya tahu bahwa pantai ini cocok sekali jadi tempat untuk melihat matahari terbit (sunrise). Matahari bakal terbit dengan elok di antara batu-batu besar.

7. Bukit Berahu

Pose yoga di Bukit Berahu/Oky Hertanto

Kebalikan dari Pantai Tanjung Tinggi, Bukit Berahu merupakan destinasi terbaik untuk melihat matahari terbenam (sunset) di Belitung. Saat sunset tiba, pemandangan di sana akan terlihat indah sekali; menenangkan hati dan jiwa. Suara debur ombaknya bakal membuatmu betah nongkrong lama-lama di sana sambil merenung. Lokasinya nggak terlalu jauh dari Pantai Tanjung Tinggi, hanya berjarak sekitar 30 menit perjalanan. Pantai ini memang agak jauh dari jalan raya. Saat saya main ke sana, nggak terlihat papan penunjuk arah menuju areal pantai tersebut. (Tapi kamu harus bayar retribusi Rp 10.000/orang, dapat bonus minuman gratis.) Makanya kalau kamu menjelajah Belitung tanpa pemandu, saya sarankan buat memakai waze atau google maps biar nggak nyasar.

Bagaimana? Tertarik buat ke salah satu dari 10 Bali Baru ini?

The post 7 Destinasi yang Wajib Dikunjungi di Bumi Laskar Pelangi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/7-destinasi-menarik-di-belitung/feed/ 0 2677
Buang Jong, Ritual Suku Sawang saat Angin Musim Barat Mulai Menerjang https://telusuri.id/buang-jong-ritual-suku-sawang/ https://telusuri.id/buang-jong-ritual-suku-sawang/#respond Tue, 05 Sep 2017 17:15:17 +0000 http://telusuri.org/?p=1778 Ketika sedang melahap pisang goreng di sebuah warung di pojok Tanjung Kelayang, Belitung, tiba-tiba mata saya tertumbuk pada keramaian di kejauhan. “Mungkin acara Buang Jong-nya sudah mulai, boi,” ujar Bang Ardi yang telah berbaik hati...

The post Buang Jong, Ritual Suku Sawang saat Angin Musim Barat Mulai Menerjang appeared first on TelusuRI.

]]>
Ketika sedang melahap pisang goreng di sebuah warung di pojok Tanjung Kelayang, Belitung, tiba-tiba mata saya tertumbuk pada keramaian di kejauhan. “Mungkin acara Buang Jong-nya sudah mulai, boi,” ujar Bang Ardi yang telah berbaik hati menampung saya bermalam di bawah meja warungnya—tak lupa pula ia meminjamkan sprei, selimut bekas karung segitiga biru, dan bantal. Kemarin sore seingat saya ia memang menyinggung-nyinggung soal Buang Jong, ritual yang dilakukan suku Sawang menjelang angin musim barat bertiup. Kata Bang Ardi, puncak ritual Buang Jong adalah melarung replika kapal (jong) ke laut sebagai persembahan. Penasaran, saya langsung mengambil kamera dan berjalan nyeker ke arah keramaian.

Seorang tetua suku Sawang dalam keadaan trans

Seorang tetua suku Sawang dalam keadaan trans/Fuji Adriza

“Numbak” duyung/Fuji Adriza

Ritual berasik baru saja dimulai ketika saya tiba. Seorang pemuka adat suku Sawang seperti berada dalam keadaan trans, terasuki oleh makhluk halus yang memang sengaja dipanggil. Sang pemuka adat yang telah dirasuki makhluk gaib tersebut bertingkah aneh, ekspresinya janggal, dan seperti mendapat kekuatan dari langit, tetua berusia lanjut itu menjadi begitu lincah sampai-sampai mampu memanjat palang kayu segitiga yang tertancap di pasir. Konon, zaman dahulu ketika melakukan ritual ini, angin akan bertiup kencang dan ombak akan menjadi tinggi. Namun pagi itu biasa saja, angin sepoi-sepoi dan laut datar-datar saja.

Para perempuan mengelilingi “jong” yang akan dibuang/Fuji Adriza

Replika kapal atau “jong” yang akan dilarung/Fuji Adriza

Sesudahnya dipentaskan sebuah hikayat tentang pertarungan suku Sawang dan Lanun. Suku Sawang dipimpin oleh seorang lelaki, lain dengan kaum Lanun yang ternyata dipimpin oleh seorang perempuan—kamu tentu masih ingat sepenggal cerita di novel Maryamah Karpov? Dalam akhir kisah, suku Sawang yang ternyata nenek moyangnya berasal dari Sulu, Filipina, berhasil mengalahkan kaum Lanun.

Kapal-kapal melaut untuk membuang “jong”/Fuji Adriza

Doa-doa didaraskan sebelum “jong” dibuang/Fuji Adriza

Melarung “jong” ke laut

Sebelum jong dibuang, dilakukan prosesi numbak duyung. Pada prosesi ini seorang anggota suku Sawang berkali-kali menombak replika ikan duyung dari gabus, sampai kena. Duyung adalah perlambang keberuntungan. Pada upacara di zaman dahulu, tombak yang digunakan untuk numbak duyung sudah dimantrai sehingga menjadi sangat tajam sampai-sampai bisa membunuh ikan duyung, dan numbak duyung juga diikuti dengan bersama-sama mencari ikan di laut.

Beberapa orang turun ke laut untuk melepas replika kapal/Fuji Adriza

“Jong” yang semakin menjauh/Fuji Adriza

Setelah prosesi-prosesi awal selesai, ramai-ramai orang membuang jong ke tengah laut. Jong yang juga diisi dengan sesajen dan ancak (replika rumah) diangkat dan diarak ke perahu, dibawa ke tengah sampai ke dekat Pulau Penyu, kemudian dilarung. Melalui persembahan ini, masyarakat suku Sawang berharap diberi perlindungan dan keselamatan oleh penguasa laut agar terhindar dari bencana.


Sebelumnya dimuat di travellerkaskus.com.

The post Buang Jong, Ritual Suku Sawang saat Angin Musim Barat Mulai Menerjang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/buang-jong-ritual-suku-sawang/feed/ 0 1778