Benteng Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/benteng/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 01 Nov 2022 09:38:53 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Benteng Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/benteng/ 32 32 135956295 Minggu Sore di Benteng Fort Rotterdam Makassar https://telusuri.id/minggu-sore-di-benteng-fort-rotterdam-makassar/ https://telusuri.id/minggu-sore-di-benteng-fort-rotterdam-makassar/#respond Mon, 07 Nov 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36034 Sore hari, di atas kendaraan roda dua kami, saya dan seorang teman menyusuri sepanjang Jalan Bawakaraeng menuju salah satu tempat penuh sejarah yang cukup nyaman untuk menghabiskan sisa hari sebelum gelap. Sekitar pukul setengah lima,...

The post Minggu Sore di Benteng Fort Rotterdam Makassar appeared first on TelusuRI.

]]>
Sore hari, di atas kendaraan roda dua kami, saya dan seorang teman menyusuri sepanjang Jalan Bawakaraeng menuju salah satu tempat penuh sejarah yang cukup nyaman untuk menghabiskan sisa hari sebelum gelap. Sekitar pukul setengah lima, kami tiba di pekarangan Benteng Fort Rotterdam yang terletak di Jalan Ujung Pandang, Kota Makassar. Seorang dengan peluit merah bergantung di lehernya, mengarahkan motor kami ke samping kiri, tempat beberapa motor lain berjejeran. 

“Parkirnya dibayar dimuka, di,” ucapnya. 

Kami membayar Rp5.000 dan pemuda itu segera menjauh setelahnya. 

Benteng Fort Rotterdam Makassar
Benteng Fort Rotterdam Makassar/Nawa Jamil

Benteng ini terlihat megah dengan pagar dari bebatuan kokoh berwarna gelap setinggi 5 meter dengan tebal sekitar 2 meter. Sebelum memasuki gerbang benteng dari kayu tebal dengan beberapa aksen besi hitam, terdapat sebuah pos penjagaan di sebelah kiri. Di sini kami menuliskan nama dan instansi maupun asal pengunjung, tanpa harus membayar biaya masuk. Itu merupakan kali pertama saya melewati sebuah gerbang yang begitu besar dan megah. Bahkan dari tampilan gerbangnya saja, bangunan megah pada zamannya ini telah menunjukkan betapa ia menjadi saksi banyak peristiwa sejarah kerajaan Gowa–Tallo. 

Tidak banyak yang berubah dari benteng ini sejak terakhir kali saya menginjakkan kaki di sini, mungkin sekitar dua tahun lalu, kecuali sebuah papan informasi elektronik berbentung persegi panjang yang ditanam tepat di sudut area lapangan yang luas, persis setelah memasuki gerbang benteng. Begitu memasuki area benteng, saya dan seorang teman memutuskan untuk berjalan ke arah belakang, hendak mencari lokasi foto yang instagenik. Sebenarnya kami hendak masuk ke Museum I La Galigo, tetapi sayang kami datang melewati jam operasionalnya. Akhirnya, sore itu kami memutuskan menghabiskan sisa jam untuk mengelilingi sekitaran benteng ini, mulai dari menaiki dinding benteng di bagian belakang.

  • Benteng Fort Rotterdam Makassar
  • Benteng Fort Rotterdam Makassar
  • Benteng Fort Rotterdam Makassar

Benteng Rotterdam yang Tampak Kokoh Menyaksikan Makassar yang Semakin Sesak

Benteng Fort Rotterdam didirikan pada abad ke-16, tepatnya pada 1545 oleh raja Gowa X, I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung atau Karaeng Tunipalangga Ulaweng. Kemegahan benteng yang masih kokoh hingga hari ini, mencerminkan dominasi pihak di daerah Makassar di masa lalu, dari waktu ke waktu. Ketika awal dibangun, benteng ini berbentuk persegi empat khas arsitektur Portugis dengan bahan utama campuran batu dan tanah liat yang dibakar hingga kering. 

Seiring berlalunya waktu, arsitektur benteng ini juga mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terlihat seperti penambahan dinding tembok batu padas hitam, batu karang, batu bata, dengan kapur dan pasir sebagai perekatnya oleh Sultan Gowa XIV, I Mangerangi Daeng Manrabbia atau Sultan Alauddin pada 1634 dan penambahan tembok kedua di dekat gerbang pada 1635. 

Benteng Ujung Pandang, nama terdahulu benteng ini, sempat hancur pada 1667 sebagai saksi perang antara kerajaan Gowa yang dipimpin Sultan Hasanuddin dan Gubernur Jendral Speelman. Peristiwa penandatanganan Perjanjian Bongaya, dan perubahan dominasi di daerah ini ditandai dengan dibangun kembalinya benteng yang hancur ini oleh Belanda, kemudian dinamai Benteng Fort Rotterdam, merujuk pada kota tempat kelahiran Speelman di negara  Belanda.

Tak hanya arsitekturnya, benteng ini juga beralih fungsi dari waktu ke waktu. Pada pendudukan Belanda sampai 1942, berfungsi sebagai markas komando pertahanan, kantor pusat perdagangan, serta tempat tinggal pejabat Belanda. Berganti ke pendudukan Jepang dari 1942-1945, berfungsi sebagai pusat penelitian pertanian dan bahasa. Berpindah ke tahun 1950, benteng ini kemudian dijadikan tempat tinggal bagi aparat TNI dan warga sipil, lalu berganti ke tangan Belanda dan dialihfungsikan sebagai Pusat Pertahanan Tentara, hingga KNIL dibubarkan secara resmi dan benteng ini juga sempat dikosongkan, lalu beralih fungsi sebagai Balai Pelestarian Cagar Budaya di tahun 1977. 

Sejarah yang panjang dari pergantian nama, dominasi kekuasaan, hingga peralihan fungsinya yang terjadi berkali-kali, menjadikan benteng kokoh dengan pagar batu menjulang tinggi, kompleks bagunan beratap tinggi dengan dominasi warna krem dan merah ini menjadi salah satu saksi bisu sejarah yang terjadi di Kota Makassar dan sekitarnya. 

Benteng Fort Rotterdam Makassar
Benteng Fort Rotterdam Makassar/Nawa Jamil

Benteng Rotterdam sebagai Wadah Ekspresi Pemuda Makassar 

Kini, masyarakat dapat berkunjung ke Fort Rotterdam. Sebagai ruang terbuka, benteng ini kerap menjadi tujuan wisata keluarga, wisatawan, dan berbagai kalangan masyarakat. Saat mengunjungi benteng ini di sore hari, saya mendapati cukup banyak pengunjung keluarga dengan anak-anak mereka yang berlarian bebas. Benteng ini menjadi lokasi yang cukup ramah bagi anak-anak dengan lapangan luasnya yang hijau, tangga-tangga yang landai, juga besi-besi pengaman yang terpasang meskipun tidak di seluruh titik-titik benteng. 

Hari ini, Benteng Fort Rotterdam tidak hanya menjadi tujuan wisata sejarah, ataupun tempat liburan murah dalam kota bagi warganya yang kian padat. Benteng Fort Rotterdam beberapa kali digunakan sebagai lokasi festival maupun pameran pemuda Kota Makassar. Saya beberapa kali mengunjungi benteng ini dalam kondisinya yang padat pengunjung, seperti festival kreatif sekitar akhir bulan Juni tahun ini, festival komunitas beberapa tahun yang lalu, atau Makassar Jazz Festival di tahun-tahun sebelum pandemi.  Kemeriahan di tengah padatnya orang-orang, suara musik yang diputar keras-keras, juga lampu sorot aneka warna yang bergerak meriah begitu kontras dengan aura benteng yang dingin dan kokoh ini.   

Tapi hari ini, saya cukup senang menikmati panorama Benteng Fort Rotterdam saat sore, melihat bagaimana langit berubah perlahan, dari terang kuning, redup lembayung, hingga berubah gelap dari atas tembok batu benteng setinggi lima meter. Setelah puas mengelilingi benteng ini, kami pun beristirahat dengan duduk di pinggiran lapangan rumput tidak jauh dari pos pengamanan. Beberapa menit sebelum pukul enam sore tepat, beberapa petugas pengamanan menghampiri pengunjung satu per satu, menginformasikan bahwa benteng ini akan segera tutup. Kami juga diberitahu sore itu, sehingga kami pun segera bergerak meninggalkan kompleks benteng ini. 

Suara pengeras masjid mengumandangkan azan Magrib saat kami hendak mengeluarkan motor kami dari area parkir. Tukang parkir yang kami temui saat hendak memasuki benteng sudah tidak kami temui saat itu, pantas saja karcis parkir dibayar sebelum memasuki benteng tadi. Selain lampu-lampu jalan yang menyala, langit yang mulai gelap dan suasana kendaraan yang semakin padat, saya juga mendapati gerobak-gerobak dengan berbagai jajanan semakin ramai terparkir di pinggir-pinggir jalan di luar benteng ini. 

Dengan satu tarikan gas, motor kami mulai melaju santai di Jalan Ujung Pandang sebelum berbelok di Jalan Jend. M. Jusuf, dan berhenti sebentar di Masjid Raya Makassar sebelum melanjutkan perjalanan menyisiri jalan-jalan ramai Makassar menuju rumah.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Minggu Sore di Benteng Fort Rotterdam Makassar appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/minggu-sore-di-benteng-fort-rotterdam-makassar/feed/ 0 36034
Ke Benteng Vastenburg dalam Dua Kesempatan Berbeda https://telusuri.id/ke-vastenburg-dalam-dua-kesempatan-berbeda/ https://telusuri.id/ke-vastenburg-dalam-dua-kesempatan-berbeda/#comments Tue, 16 Nov 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30222 Malam belum begitu larut tatkala saya melambaikan tangan kepada seorang pengemudi becak yang sedang mangkal tidak jauh dari hotel tempat menginap di Jalan Wolter Monginsidi, Solo, Jawa Tengah, awal Juni, tujuh tahun silam. “Dhereaken teng...

The post Ke Benteng Vastenburg dalam Dua Kesempatan Berbeda appeared first on TelusuRI.

]]>
Malam belum begitu larut tatkala saya melambaikan tangan kepada seorang pengemudi becak yang sedang mangkal tidak jauh dari hotel tempat menginap di Jalan Wolter Monginsidi, Solo, Jawa Tengah, awal Juni, tujuh tahun silam.

Dhereaken teng Benteng, pinten?” Tanya saya dalam bahasa Jawa tatkala pengemudi becak itu menghampiri.

Gangsalwelas,” jawabnya.

Tanpa saya tawar lagi, saya langsung duduk tumpang kaki di atas becak. Tujuan saya malam itu adalah kawasan Benteng Vastenburg, tempat digelarnya acara Karnaval Vastenburg.

Benteng Vastenburg berhias bambu
Benteng Vastenburg berhias bambu/Djoko Subinarto

Malam itu, untuk kedua kalinya saya menyambangi Vastenburg. Kunjungan saya pertama ke benteng ini yaitu pada tahun 2011. Saat itu, seusai dolan-dolan ke Pasar Klewer, saya iseng berjalan ke arah utara hingga bundaran Gladak. Sudah lama saya mendengar keberadaan benteng ini dan penasaran untuk melihatnya secara langsung.

Lokasi Vastenburg tak begitu jauh dari bundaran Gladak. Siang itu, saya sempat mengitari Vastenburg yang tertutup pagar seng tinggi dan mencari-cari akses untuk melihat bagunan itu dari jarak yang lebih dekat. Setelah beberapa saat berkeliling, akhirnya saya menemukan celah di sisi barat, yang memungkinkan saya untuk masuk dan melihat sosok benteng itu.

Semak-semak dan rumput liar langsung menyeruak begitu saya mencoba menerobos masuk melewati celah pagar seng yang menutup seluruh bagian Benteng Vastenburg. Tampaknya benteng tersebut sudah sejak lama dibiarkan tak terawat. Saya dapat melihat gerbang utama benteng itu dan sempat mengabadikannya menggunakan kamera saku. Namun, saya tak mungkin bergerak lebih jauh untuk mendekati gerbang Vastenburg mengingat semak-semak yang tumbuh di depannya cukup tinggi.

Benteng tertua

Benteng Vastenburg termasuk ke dalam sepuluh benteng tertua peninggalan Belanda. Benteng seluas 9,7 hektare ini dibangun tahun 1745 oleh Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) atas perintah Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff. Tujuan utama pembangunan benteng ini sendiri adalah sebagai upaya pihak Belanda untuk mengawasi aktivitas Keraton Surakarta—di samping sebagai pusat garnisun pemerintah Belanda.

Awalnya, benteng ini bernama Grootmoedigheid, yang secara harfiah artinya ‘kebesaran hati’. Namun, sejak Februari 1861, berganti nama menjadi  Vastenburg, yang berarti ‘istana yang dikelilingi tembok’. 

Bentuk bangunan Benteng Vastenburg berupa bujur sangkar dengan tinggi tembok sekitar enam meter. Di sekeliling benteng terdapat parit yang cukup dalam dan lebar serta berisi air yang berfungsi sebagai zona perlindungan. Bagian dalam benteng dipetak-petak dijadikan barak militer dan juga penjara. Di tengah benteng, terdapat lahan terbuka yang dulunya dijadikan arena persiapan militer atau arena apel pasukan militer.

Dulu, untuk keluar dan masuk benteng, tersedia fasilitas dua buah jembatan derek yang bisa diangkat-turunkan. Satu jembatan berada di pintu depan dan satu lagi berada di pintu belakang benteng. Di malam hari, kedua jembatan ini diangkat sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat memasuki kawasan Benteng Vastenburg. Tentu saja, jembatan derek itu kini sudah tidak ada lagi karena sudah digantikan oleh jembatan permanen.

Benteng Vastenburg
Petugas kebersihan membaca koran di Benteng Vastenburg via TEMPO/Rully Kesuma

Di masa-masa perang kemerdekaan, tidak sedikit pejuang kemerdekaan Indonesia yang sempat dipenjarakan dan bahkan disiksa di dalam Benteng Vastenburg oleh pihak Belanda.

Tatkala tahun 1942 pemerintah Belanda menyerah kepada Jepang, Vastenburg otomatis jatuh ke pihak tentara Jepang. Tiga tahun kemudian, saat Republik Indonesia berdiri, kepemilikan benteng ini pun akhirnya berada di tangan pemerintah Republik Indonesia dan lantas dimanfaatkan untuk markas besar pasukan Brigade Infanteri (Brigif) 6 Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).

Dengan alasan antara lain untuk penataan kota, tahun 1986 Brigif 6 Kostrad harus hengkang dari Benteng Vastenburg. Tidak lama setelah itu, Benteng Vastenburg menjadi tidak terawat dan kumuh. Rumput maupun semak belukar tumbuh menutupi sekeliling benteng itu, seperti yang pernah saya saksikan pada kunjungan pertama saya ke benteng itu pada tahun 2011.

Agenda seni dan budaya

Setelah lama membiarkan benteng itu terlantar, Pemerintah Kota Solo akhirnya berupaya membenahi kawasan Benteng Vastenburg. Di antaranya saja dengan menjadikan Benteng Vastenburg sebagai tempat penyelenggaraan sejumlah agenda seni dan budaya. Salah satunya adalah gelaran Karnaval Vastenburg yang dilangsungkan pada Sabtu malam di pekan pertama Juni, tahun 2014.

Peserta Karnaval Vastenburg berjalan menuju Benteng
Peserta Karnaval Vastenburg/Djoko Subinarto

Karnaval Vastenburg yang perdana kali itu bertajuk “Bambu, Itulah Pilihanku”. Seluruh peserta karnaval yang terdiri dari 330 penampil dan berasal dari enam kota di Indonesia mengenakan kostum batik yang dikombinasikan dengan aneka pernak-pernik dari bambu. Mereka serentak bergerak dari kompleks Balai Kota Solo di Jalan Jenderal Sudirman menuju kawasan Benteng Vastenburg tempat mereka melakukan performance di panggung utama yang terletak di tengah-tengah benteng.

Konsep Karnaval Vastenburg pada malam itu terinspirasi oleh perayaan ulang tahun Ratu Wilhelmina di tahun 1925 tatkala Benteng Vastenburg kala itu dihiasi berbagai jenis ornamen bambu.

Semenjak dilangsungkannya Karnaval Vastenburg, berbagai acara seni budaya kemudian kerap dihelat di benteng tersebut. Sebelum COVID-19 mewabah, acara seni dan budaya yang terakhir sempat digelar di benteng ini  adalah Festival Bekraf dan Festival Reog.

Semoga pandemi COVID-19 segera usai sehingga beragam agenda seni dan budaya dapat kembali digelar di benteng ini.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

The post Ke Benteng Vastenburg dalam Dua Kesempatan Berbeda appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/ke-vastenburg-dalam-dua-kesempatan-berbeda/feed/ 1 30222