betawi Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/betawi/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 09 Feb 2024 06:19:00 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 betawi Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/betawi/ 32 32 135956295 Bandeng Rawa Belong: Kekerabatan Budaya Betawi dan Perayaan Imlek di Jakarta https://telusuri.id/bandeng-rawa-belong-kekerabatan-budaya-betawi-dan-perayaan-imlek-di-jakarta/ https://telusuri.id/bandeng-rawa-belong-kekerabatan-budaya-betawi-dan-perayaan-imlek-di-jakarta/#respond Fri, 09 Feb 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41136 Walau bukan penganut salah satu agama dari kebudayaan Tionghoa, tetapi aku selalu menantikan Imlek dan Cap Go Meh setiap tahunnya. Kemeriahan suasana menjelang Imlek di Glodok ataupun pertunjukan Barongsai dan Tatung yang dilakukan oleh komunitas...

The post Bandeng Rawa Belong: Kekerabatan Budaya Betawi dan Perayaan Imlek di Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
Walau bukan penganut salah satu agama dari kebudayaan Tionghoa, tetapi aku selalu menantikan Imlek dan Cap Go Meh setiap tahunnya. Kemeriahan suasana menjelang Imlek di Glodok ataupun pertunjukan Barongsai dan Tatung yang dilakukan oleh komunitas Tionghoa Krendang, Jakarta Barat ketika perayaan Cap Go Meh selalu menarik perhatianku.

Aku mulai mengacak tumpukan bukuku. Mencari bahan bacaan menarik bertemakan Imlek dan Cap Go Meh, selain tentang kemeriahan Glodok dan pertunjukan Barongsai. Di buku Waktu Belanda Mabuk Lahirlah Batavia karya Alwi Shahab—jurnalis senior dan pencerita terbaik tentang sejarah Betawi dan Jakarta—aku menemukan bacaan tentang tradisi membawakan ikan bandeng dan kue cina untuk calon mertua dari calon menantu sebelum Imlek.

Sementara di buku Kuliner Betawi Selaksa Rasa & Cerita dari tim Akademi Kuliner Indonesia, menceritakan tentang akulturasi budaya di kehidupan masyarakat Betawi yang multikultur dan berlangsung dalam kurun waktu lama sampai melahirkan tradisi lebaran gaya Jakarta yang “berwarna”. Sebutan “lebaran” sebagai perayaan agama membuat banyak lebaran di Betawi.

Di Islam, selain Lebaran Idulfitri dan Iduladha, ada juga Lebaran Anak Yatim di tanggal 10 Muharram. Di komunitas nonmuslim ada istilah Lebaran Serani yang merupakan sebutan untuk perayaan Natal. Istilah Serani mungkin berasal dari kata Nasrani. Begitu pun sebutan untuk pindang serani, yang merujuk pada pindangnya orang Nasrani. Makanan ini menjadi ciri khas pada saat Natal di komunitas warga Betawi keturunan Portugis di Kampung Tugu. Sementara untuk perayaan Imlek disebut Lebaran Cina dan pindang bandeng menjadi salah satu makanan yang wajib dihidangkan. 

Bandeng Rawa Belong: Kekerabatan Budaya Betawi dan Perayaan Imlek di Jakarta
Sampul depan buku karya Windoro Adi di situs Gramedia Digital/Gramedia

Jejak Kekerabatan Multietnis dari Seekor Bandeng

Membaca fakta itu aku mulai mencari lebih jauh tentang hubungan ikan bandeng dengan perayaan Imlek. Akhirnya aku menemukan kalimat “Sepekan menjelang Imlek tiba, pertigaan Rawa Belong ramai oleh pedagang dan pembeli ikan bandeng…” di buku Batavia 1740 — Menyisir Jejak Betawi tulisan Windoro Adi.

Aku pernah beberapa kali ke Rawa Belong yang terkenal dengan Pasar Bunganya itu. Terakhir ke sana, aku menyusuri daerah ini dari halte busway Slipi Petamburan 2 sampai ke Pasar Bunga Rawa Belong. Dari penelusuran itu aku mendapati beberapa bangunan tua berikut ini:

  1. Gedung Tinggi Palmerah. Bekas kediaman Andries Hartsinck, seorang pejabat VOC, yang sekarang menjadi kantor Polsek Palmerah. Gedung ini dibangun tahun 1790-an bergaya arsitektur Indische dengan ciri khas pilar besar di bagian depan, langit-langit yang tinggi, serta jendela dan pintu besar.
  2. SD Negeri Palmerah 07 Pagi. Bangunan yang dibangun tahun 1936 ini dulunya gedung sekolah Tionghoa, Kwa Ming School.
  3. Kelenteng Hian Thian Siang Tee Bio. Kelenteng yang telah ada dari abad ke-19 ini berdiri di dekat Pasar Palmerah.

Rawa Belong juga terkenal sebagai kampungnya para jawara. Istilah ini mungkin berawal dari zaman Andries Hartsinck menjadi tuan tanah di Palmerah sampai Grogol. Penyebutan Palmerah berasal patok (paal) berwarna merah sebagai penanda batas tanah dari Andries Hartsinck. Dengan tanah seluas itu, Andries Hartsinck membutuhkan penjaga yang disebut centeng dan mandor. Kampung di depan Gedung Tinggi dikenal dengan nama Kampung Kemandoran. Kemungkinan dahulu daerah itu menjadi tempat tinggal para mandor dan centeng, jawara-jawaranya Andries Hartsinck.

Si Pitung, tokoh legenda masyarakat Betawi pun diceritakan lahir di Rawa Belong. Bahkan makamnya bisa ditemukan di depan gedung Telkom, Jl. Palmerah No. 80. Di buku Iwan Mahmoed Al-Fattah, Pitung (Pituan Pitulung): Jihad Fi Sabilillah Para Pejuang Menyelamatkan Jayakarta, menjelaskan Pitung bukan nama orang, melainkan nama kelompok yang terdiri dari tujuh orang jawara yang membela kaum lemah dari penindasan kaum kafir penjajah. Salah satu aliran silat khas Betawi, Silat Cingkrik, juga berasal dari Rawa Belong dan makin menguatkan frasa kampung jawara di Rawa Belong.

Bandeng Rawa Belong: Kekerabatan Budaya Betawi dan Perayaan Imlek di Jakarta
Seorang ibu memilih bandeng yang akan dibeli di lapak bandeng Rawa Belong, Pamelah, Jakarta Barat/Daan Andraan

Mencari Bandeng di Rawa Belong

Tiga hari menjelang Imlek, dengan menumpang ojek daring, aku menuju ke Rawa Belong. Sehari sebelumnya aku telah mencari info tentang lokasi para penjual ikan bandengnya. Motor pun berhenti di pertigaan Jl. Rawa Belong dan Jl. Sulaiman. Lapak-lapak penjual ikan bandeng yang hanya ada ketika menjelang perayaan Imlek ini berjejer di sisi jalan. Lapak tersebut begitu sederhana. Hanya terbuat dari meja kayu yang di empat sudutnya ada tiang bambu sebagai penyangga atap yang terbuat dari plastik, dan di atas meja berderet-bertumpuk ikan bandeng.

Setelah berkeliling, aku berhenti di salah satu lapak. Pak Ujang, nama bapak penjual bandeng bercerita tentang tradisi “Nganter Bandeng”. Hantaran bandeng ini biasanya dilakukan oleh calon menantu kepada calon mertua. Bandeng yang dibawa dalam bentuk besar sebagai tanda keseriusan dan ketulusan. Bandeng ini kemudian dimasak pindang oleh calon menantu perempuan dan dihidangkan ke keluarga calon mertua laki-laki. Tradisi warga Betawi tersebut kemudian diadopsi oleh orang-orang Tionghoa waktu itu dan menjadikan bandeng sebagai sajian Imlek.

Mengutip dari warisanbudaya.kemendikbud.go.id, J. J. Rizal mengatakan sajian ikan bandeng untuk Imlek hanya ada di Indonesia dan tidak ada di Tiongkok. Orang Tiongkok di Batavia pada saat itu menyerap bandeng dari kultur Betawi sejak abad ke-17. Dalam jamuan makan tatkala Imlek, bandeng disajikan di akhir sebagai lambang dan harapan rezeki berlimpah di masa mendatang. Makin besar ukuran ikan, maka makin besar pula rezeki yang akan diperoleh di masa mendatang.

Bandeng Rawa Belong: Kekerabatan Budaya Betawi dan Perayaan Imlek di Jakarta
Seorang calon pembeli dari atas motornya mengamati tumpukan bandeng jumbo di salah satu lapak Rawa Belong/Daan Andraan

Tradisi “Nganter Bandeng” Kini

Seorang Ibu yang sedang membeli ikan pun ikut nimbrung di percakapan kami. Zaman dahulu apabila ada ikan bandeng yang digantung di pagar rumah, itu menandakan ada seorang gadis yang belum menikah di rumah tersebut dan siap dipinang. Apabila bandengnya hilang, berarti ada seorang pemuda yang tertarik dengan sang gadis. Di masa sekarang, kalau ada yang menggantung ikan di pagar bukan diambil oleh pemuda yang akan datang melamar sang gadis, tetapi dicomot oleh kucing oren yang kelaparan, cerita sang ibu sambil terkekeh.

Tradisi “Nganter Bandeng” untuk menyenangkan hati mertua pun mulai pudar. Namun, ibu itu menambahkan pandangan menarik. Membeli dan memasak pindang bandeng pada saat Imlek, yang kemudian dimakan bersama-sama atau diberikan kepada keluarga yang lebih tua, masih menjadi tradisi yang mengakar di masyarakat Betawi di Jakarta.

Hal paling unik di lapak para penjual bandeng ini adalah ukuran bandeng yang jumbo. Pak Ujang mengatakan, ikan-ikan ini memang dipelihara sampai berukuran besar dan dipanen untuk dijual menjelang Imlek. Tambak di daerah Cilincing dan Tangerang menjadi sentra pemasok bandengnya. Sementara di lagu Penjual Ikan yang didendangkan Lilis Suryani saja, penyanyi lawas tahun 1960-an, bercerita tentang penjual ikan bandeng yang mengambil ikannya di empang Muara Karang.

Aku pun membeli dua ekor bandeng jumbo seberat tiga kilogram dengan harga Rp240.000 di lapak Pak Ujang. Di atas ojek daring yang mengantarku pulang, anganku dipusingkan, akan ke mana ikan-ikan bandeng ini kuberikan. Pasangan saja tidak punya, apalagi calon mertua!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Bandeng Rawa Belong: Kekerabatan Budaya Betawi dan Perayaan Imlek di Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bandeng-rawa-belong-kekerabatan-budaya-betawi-dan-perayaan-imlek-di-jakarta/feed/ 0 41136
Kerak Telor Citadelweg https://telusuri.id/kerak-telor-citadelweg/ https://telusuri.id/kerak-telor-citadelweg/#respond Fri, 29 Jul 2022 01:56:00 +0000 https://telusuri.id/?p=34705 Tepat di jalur pejalan kaki samping kali kecil di Jalan Veteran 1 Jakarta, seorang pedagang duduk santai di depan panggulanya. Ia adalah penjual kerak telor. Salah satu makanan legendaris ibu kota. Jika mendengar kata kerak,...

The post Kerak Telor Citadelweg appeared first on TelusuRI.

]]>
pedagang kerak telor - Atika amalia
Pedagang kerak telor/Atika amalia

Tepat di jalur pejalan kaki samping kali kecil di Jalan Veteran 1 Jakarta, seorang pedagang duduk santai di depan panggulanya. Ia adalah penjual kerak telor. Salah satu makanan legendaris ibu kota. Jika mendengar kata kerak, tentu tak jauh dari kesan gosong, hitam, dan mungkin pahit. Anggapan tersebut bisa ditepis ketika kita mencicipi kerak telor. Panganan berbahan dasar beras ketan dan telur ini selalu dicari pelancong terutama yang baru pertama kali datang ke Jakarta. 

Asal Usul Kerak Telor 

Kerak telor merupakan kreasi masyarakat Betawi. Melansir dari laman Indonesia.go.id, kerak telor merupakan hasil percobaan sekelompok masyarakat Betawi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Terbuat dari bahan utama telur, dimasak seperti omelet atau telur dadar tetapi di dalamnya berisi beras ketan. Tak lupa taburan bumbu sebagai topping untuk menambah cita rasa. 

Pada zaman Belanda, mulanya kerak telor terdiri dari omelet berisikan mie yang dipadu dengan khas rempah Indonesia. Kemudian, orang Belanda menginginkan makanan yang lebih sehat, sehingga mengganti mie dengan beras ketan. Makanan ini menjadi populer dikalangan orang Belanda dan kerap menjadi sebagai santapan pembuka. Kala itu kerak telor juga termasuk makanan yang high class karena banyak dinikmati oleh bangsawan Belanda.

kerak telor sudah matang - Atika Amalia
Kerak telor sudah matang/Atika Amalia

Kelapa yang tumbuh subur dan melimpah di Batavia juga dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai salah satu bahan dasar pembuatan kerak telor. Tahun 1970-an, masyarakat Betawi mulai menjajakan kerak telor di sekitar Tugu Monumen Nasional (Monas). Pada era pemerintahan Gubernur Ali Sadikin, kerak telor juga mulai dipromosikan sebagai makanan khas Betawi. Seiring perkembangan, kerak telor bisa dijumpai kapan saja dan banyak ditemukan di jalanan Kota Jakarta juga tempat-tempat wisata. 

Saya membeli satu porsi kerak telor. Penjual pun memberi dua pilihan yakni kerak telor dengan telur bebek atau telur ayam. Keduanya memiliki harga yang berbeda. Saya memilih kerak telor yang dicampur dengan telur ayam. 

Mula-mula pedagang menyalakan tungku kecil yang ia bawa, tampaknya terbuat dari tanah liat dengan arang didalamnya. Sebuah wajan khusus ditaruh diatas tungku. Bahan-bahan mulai dimasukan satu persatu. Pertama beras ketan dimasak, sembari menunggu matang, siapkan telur dan kocok dengan bahan-bahan yang telah disediakan diantaranya udang kering sangrai, kelapa sangrai, garam, merica dan bawang goreng. Lalu tuang dan ratakan kedalam wajan, kemudian tutup wajan hingga matang. Setelah matang, taburkan bubuk kelapa,  udang kering, dan bawang goreng. Kerak telor pun siap disantap. Harga satu porsi kerak telor berkisar 15 ribu hingga 25 ribu rupiah tergantung jenis telur yang digunakan.

Proses pembuatan kerak telor -Atika amalia
Proses pembuatan kerak telor/Atika amalia

Citadelweg pada Masanya

Sebelum bernama Jakarta, orang-orang Belanda pada masa Hindia Belanda menyebutnya sebagai Batavia, dari  tahun 1621 sampai tahun 1942.  Namun, setelah kekuasaan Hindia Belanda jatuh, Jepang mengubah nama kota  menjadi Jakarta. Di Batavia, garis pertahanan (defensielijn) terbentang dari belakang Stasiun Senen (Jalan Bungur Besar), memanjang dari ujung selatan ke utara. Di ujung utara, garis pertahanan membelah ke arah barat melintas Sawah Besar, Krekot, Gang Ketapang, dan di Petojo garis pertahanan memanjang hingga Monas.

Tak berhenti hingga Monas, pertahanan pun berlanjut ke Tanah Abang, Kebon sirih hingga jembatan Prapatan dan Kramat Bunder. Garis Pertahanan yang Panjang berhubungan dengan Benteng Citadel Frederik (Fort Prins Frederik) yang dibangun di tengah Taman Wilhelmina. Sistem pertahanan ini tak lepas dari kekuasaan gubernur yang berkuasa saat itu, Gubernur Jenderal Van den Bosch memberi nama sistem pertahanan tersebut sesuai namanya yakni Defensielijn Van den Bosch. 

Benteng Citadel Frederik juga dibangun oleh Van den Bosch pada tahun 1834, terdapat sebuah lonceng besar dibagian atas benteng. Melansir dari Kompas.com, menurut buku Jakarta Tempo Doeloe, pemilik lonceng ini adalah toko arloji milik orang Belanda di Rijswijk (Jalan Veteran), toko arloji itu bernama Van Arcken. Setiap pukul 05.00 dan 20.00 terdengar suara meriam dari benteng sebagai tanda bagi pihak tentara.

Pada tahun 1950, kondisi Taman Wilhelmina  tak lagi terurus, sepi, gelap, dan kotor. Tembok bekas benteng berlumut dan rumput ilalang tumbuh liar dimana-mana, akhirnya bekas benteng ini dirobohkan. Persis di atas reruntuhan benteng di Taman Wilhelmina, Bung Karno menetapkan lokasi pembangunan masjid. Setahun setelahnya, masjid yang terkenal hingga penjuru negeri sebagai Masjid Istiqlal pun mulai dibangun. 

Tak jauh dari Taman Wilhelmina dan Benteng Citadel Frederik, terbentang dua jalan yang di abad 19 menjadi kawasan elit bagi penduduk Belanda yakni Rijswijk (Jalan Veteran) dan Noordwijk (Jalan Juanda). Di sepanjang jalan ini berbagai bisnis tumbuh seperti bisnis hotel, restoran, toko kue, dan lainnya. Di ujung Jalan Veteran, terdapat sebuah hotel legendaris, kini hotel tersebut bernama Hotel Sriwijaya.

Mengutip dari laman jakarta-tourism.go.id, awalnya hotel yang dimiliki Conrad Alexander Willem Cavadino (CAW Cavadino) ini merupakan sebuah restoran. CAW Cavadino memulai usaha restoran, roti/kue dan toko pada tahun 1863. Tempat usaha ini dibangun persis di pojokan Rijswijk (sekarang Jalan Veteran) dan Citadelweg (kini Jalan Veteran I). 

Tak lekang oleh waktu, kawasan Citadelweg hingga kini tetap hidup dan selalu ramai dikunjungi penduduk Jakarta dan luar Jakarta untuk menikmati berbagai kuliner. Di jalan ini pula terdapat satu kedai es krim yang pernah mengukir sejarahnya di Batavia sekitar tahun 1930-an. Kedai es krim bernama Ragusa yang masih ada sampai saat ini di tempat yang sama namun kondisinya menyesuaikan dengan perkembangan jalan. Menikmati Jalan Veteran 1 yang tak pernah sepi pengunjung, membuat saya semakin penasaran untuk mencari tahu berbagai kuliner legendaris lain hingga sejarah kotanya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kerak Telor Citadelweg appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kerak-telor-citadelweg/feed/ 0 34705
Sudah Jarang Dijual, Ini 5 Kuliner Khas Betawi yang Hampir Punah https://telusuri.id/sudah-jarang-dijual-ini-5-kuliner-khas-betawi-yang-hampir-punah/ https://telusuri.id/sudah-jarang-dijual-ini-5-kuliner-khas-betawi-yang-hampir-punah/#respond Sun, 19 Nov 2017 02:00:12 +0000 http://telusuri.id/?p=3584 Semakin maraknya bisnis kuliner di Jakarta ternyata berbanding terbalik dengan minat konsumsi kuliner khas Betawi di “rumahnya” sendiri. Saat ini kuliner khas Betawi lebih sering ditemukan di festival-festival budaya. Sebagai konsumsi harian, makanan-makanan ini sudah...

The post Sudah Jarang Dijual, Ini 5 Kuliner Khas Betawi yang Hampir Punah appeared first on TelusuRI.

]]>
Semakin maraknya bisnis kuliner di Jakarta ternyata berbanding terbalik dengan minat konsumsi kuliner khas Betawi di “rumahnya” sendiri. Saat ini kuliner khas Betawi lebih sering ditemukan di festival-festival budaya. Sebagai konsumsi harian, makanan-makanan ini sudah sangat sulit ditemukan.

Berikut lima kuliner khas Betawi yang sudah jarang dijual dan nyaris punah:

1. Bubur Ase

kuliner khas betawi
Bubur ase via detikfood.com

Makanan khas Betawi ini terkenal sebagai bubur dengan resep turun-temurun sehingga tak semua orang bisa membuatnya. Kelihatannya hanya seperti bubur nasi biasa. Namun, bubur ase juga dilengkapi dengan tetelan, kentang, tahu, lalu disiram dengan kuah semur. Kuah inilah yang disebut dengan “ase.” Kenikmatan bubur ase dilengkapi dengan taburan teri dan asinan di atasnya. Hasilnya, bubur ini semakin kaya akan cita rasa. Manis, asam, dan asin. Kalau kamu sedang ke acara festival budaya di Jakarta, coba deh cari bubur ini. Siapa tahu bisa ketemu.

2. Kue Rangi

kuliner khas betawi
Kue rangi via womantalk.com

Sebagai kudapan khas Betawi yang kenyal, kue rangi terbuat dari tepung beras. Di dalam penyajiannya, saos kental gula merah yang telah dicampur dengan tepung hunkwe disiram di bagian atas kue rangi—inilah ciri khasnya. Jika kamu ingin mencicipi kue rangi, biasanya makanan ini dijual di areal Pasar Mayestik, Jakarta Selatan. Namun, kue ini pun sudah sangat jarang ditemui.

3. Nasi Ulam

kuliner khas betawi
Nasi ulam via asianfoodchannel.com

Hidangan yang menjadi salah satu identitas kuliner Betawi ini memang sangat terkenal. Dengan sajian nasi putih, sambal kacang, bihun, kerupuk, dan emping, nasi ulam memiliki cita rasa khas yang sangat gurih. Kenikmatan nasi ulam diperkaya dengan berbagai pilihan lauk seperti telur dadar, tempe, perkedel, hingga dendeng. Setelah ditambahkan lauk, siraman kuah semur, serta taburan daun kemangi, sajian nasi ulam menjadi komplit dengan irisan mentimun. Namun, seperti beberapa kuliner Betawi lainnya, nasi ulam saat ini cukup langka di pasaran.

4. Gorengan Kambing

kuliner khas betawi
Gorengan kambing via dev.cariresep.com

Berbeda dari gorengan pada umumnya, gorengan kambing khas Betawi ini memiliki bentuk sajian seperti gulai kambing dengan tekstur daging yang empuk.

Jika gulai berwarna cokelat, maka gorengan kambing ini warnanya sedikit lebih merah karena bumbu rempahnya yang terdiri dari serai, daun jeruk, bawang putih, jahe, dan kunyit, dicampur dengan banyak cabai merah. Bumbu yang kaya akan cita rasa ini disajikan dalam irisan daging yang dilengkapi dengan jeroan serta babat kambing. Namun, namanya pun sepertinya cukup asing di telinga warga Jakarta karena tergerus kuliner daerah lain maupun kuliner ala Eropa dan Jepang yang semakin menjamur di Ibukota.

5. Sengkulun

kuliner khas betawi
Seporsi sengkulun via imgrum.org

Kue khas Betawi yang satu ini memiliki tekstur yang lembut dan kenyal. Tidak murni kuliner Betawi, sengkulun merupakan kue yang dahulu dipopulerkan oleh penduduk Jakarta keturunan Tiongkok. Berbahan dasar tepung ketan yang membuatnya kenyal, kue sengkulun memiliki cita rasa yang manis dan gurih karena menggunakan gula merah dan santan yang kental. Dominasi gula merah ini yang membuat warnanya menjadi cokelat.

Untuk menikmatinya, kamu harus mencocol kue sengkulun pada kelapa yang telah diparut. Kue ini pun tergolong mulai langka. Namun jangan khawatir, sebab sengkulun bisa kamu temui di Toko Kue Betawi milik ibu Tuti Salah yang berada di Jalan Kebon Sirih Barat I No. 70, Jakarta Pusat.

Itu dia lima kuliner khas Betawi yang saat ini sudah mulai langka karena kalah populer dengan kuliner daerah bahkan negara lain yang telah mendominasi pasar Jakarta. Yuk, telusuri dan cintai serta populerkan kekayaan kuliner lokal!

The post Sudah Jarang Dijual, Ini 5 Kuliner Khas Betawi yang Hampir Punah appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/sudah-jarang-dijual-ini-5-kuliner-khas-betawi-yang-hampir-punah/feed/ 0 3584