cirebon Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/cirebon/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Wed, 25 Jun 2025 14:52:52 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 cirebon Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/cirebon/ 32 32 135956295 Mengunjungi Pasar Ayam Plered, Sedih Melihat Anakan Elang Jawa https://telusuri.id/mengunjungi-pasar-ayam-plered-sedih-melihat-anakan-elang-jawa/ https://telusuri.id/mengunjungi-pasar-ayam-plered-sedih-melihat-anakan-elang-jawa/#comments Mon, 26 May 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=47182 Persimpangan lampu merah itu salah satu titik paling ramai di wilayah barat Kabupaten Cirebon. Menghubungkan tujuan wisatawan ke pasar tradisional, pasar hewan, pusat batik Trusmi, dan kuliner khas empal gentong. Pasar hewan yang dimaksud adalah...

The post Mengunjungi Pasar Ayam Plered, Sedih Melihat Anakan Elang Jawa appeared first on TelusuRI.

]]>
Persimpangan lampu merah itu salah satu titik paling ramai di wilayah barat Kabupaten Cirebon. Menghubungkan tujuan wisatawan ke pasar tradisional, pasar hewan, pusat batik Trusmi, dan kuliner khas empal gentong.

Pasar hewan yang dimaksud adalah sentra jual beli unggas terbesar di Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning). Populer dengan sebutan Pasar Ayam Plered, karena dekat perempatan Plered. Jaraknya sekitar 50 meter ke arah selatan.

Pasar Ayam Plered padat pengunjung pada momen pasaran setiap hari Minggu. Beberapa kali saya ke sana, kerap menemukan binatang langka dijual. Pasaran mengundang banyak pedagang dari seputaran Jawa Barat. Aneka satwa ditawarkan, terutama burung hias. Keindahan suara dan tampilan mereka begitu memesona.     

Setelah memarkir kendaraan di halaman Masjid Al-Mustaqim, Minggu (18/5/2025), saya melangkah ke gang menuju Pasar Ayam. Pagi itu sudah ramai pengunjung. Ada yang cari sarapan, memilih pakan, melihat sangkar, hingga membeli anak ayam dan bebek demi menyenangkan buah hati.

Pitik warna-warni itu memang menggemaskan. Orang tua menyerahkan uang Rp10.000 untuk tiga ekor anakan ayam. Jika dipelihara dengan baik, pitik-pitik itu akan tumbuh menjadi ayam pedaging siap konsumsi. 

Unggas mungil lainnya yang menarik perhatian bocah adalah anakan bebek dan ayam petelur berbulu alami. Masing-masing per ekor dijual Rp10.000. “Dua bulan sudah menghasilkan telur,” kata si pedagang. Keunikan ayam petelur adalah bisa bertelur tanpa harus dikawini pejantan.

Pedagang melayani pembeli yang sedang memilih anak ayam dan bebek/Mochamad Rona Anggie

Aneka Burung di Tengah Lapangan   

Melewati Kantor Desa Weru Kidul, saya menembus kerumunan ke arah lapangan. Di situlah pusat pasaran. Para pedagang burung kicau berkumpul. Ada yang menjajakan langsung di atas rumput lapangan. Ada yang membangun tenda semipermanen, lengkap dengan tiang untuk menggantung sangkar.

Saya mendekati penjual burung kenari. Penasaran mau tahu harganya. Burung bertubuh kecil itu punya warna mencolok. Siapa saja yang melihatnya akan tertarik. Suaranya berisik kalau sudah rajin bunyi. Istilah kalangan kicau mania: gacor

Buat anak-anak, burung kenari kuning pasti familiar. Serial kartun di televisi menjadikannya karakter Tweety yang imut. Di sana kenari kuning (jantan) dijual Rp250.000, sedangkan betinanya Rp100.000. Ada pilihan warna oranye dan cokelat. 

Pedagang burung puter terlihat pula menanti pembeli. Dua ekor puter putih dalam kandang menarik perhatian, karena biasanya berwarna abu-abu. “Ini puter albino,” kata penjual lalu menyebut harga Rp120.000 sepasang. “Kalau yang ini puter pelung. Bunyinya kaya orang ketawa, bisa mirip suara kuntilanak,” tambahnya berusaha meyakinkan. 

Saya mengangguk-angguk lantas perlahan menjauh, ketika penjual menirukan bunyi puter pelung versi kuntilanak. “Kur tekukur kur kur…” Ngeri juga kalau suaranya mirip makhluk gaib, batin saya. Persis backsound di film horor saat hantu perempuan berambut panjang itu mau nongol.

Lanjut keliling, saya menyaksikan burung hias lainnya menggoda dompet. Ada si cantik parkit, love bird nan lucu, ciblek yang aktif, anakan kutilang minta disuapi, murai yang anggun, si gacor titimplik, beo sang orator, wambi yang berwibawa, poksay, kolibri ninja nan lincah, si “pedangdut” cucak ijo sampai burung hantu celepuk dan Tyto alba.  

Riuh kicau mereka. Sengatan mentari pukul 10.00, tak menghalangi pencinta manuk menilik satu per satu sangkar. Barangkali ada yang sesuai keinginan guna menambah koleksi di cantelan langit-langit rumah.  

  • Mengunjungi Pasar Ayam Plered, Sedih Melihat Anakan Elang Jawa
  • Mengunjungi Pasar Ayam Plered, Sedih Melihat Anakan Elang Jawa
  • Mengunjungi Pasar Ayam Plered, Sedih Melihat Anakan Elang Jawa

Kaget, Ada Anakan Nisaetus bartelsi

Setiap ke Pasar Ayam saya sempatkan mampir ke sebuah lapak, terpisah dari keramaian. Jalan setapaknya becek. Letaknya di belakang kios permanen. Tidak banyak pengunjung ke situ. Padahal koleksi hewan yang dijajakan membuat tercengang.

Pernah saya dapati ular sanca kuning dan reptil lainnya. Termasuk beberapa kadal hias, semisal leopard gecko. Burung predator seperti alap-alap, kestrel, dan aneka owl juga ada. Tidak ketinggalan tupai dan musang. 

Nah, kemarin itu saya kaget ketika melihat anakan burung dengan bulu halus berwarna putih—menandakan belum lama menetas—tertelungkup di dalam sebuah kotak kecil. “Anakan elang?” tanya saya.

“Iya, elang gunung,” jawab si penjual bernama Yayat.

“Dapat dari mana?”

“Hutan di Kuningan,” sahutnya dengan logat Sunda.

Mengunjungi Pasar Ayam Plered, Sedih Melihat Anakan Elang Jawa
Malang, anakan Elang Jawa dijual bebas/Mochamad Rona Anggie

Saya pastikan itu anakan elang jawa (Nisaetus bartelsi). Paruhnya khas burung pemburu dengan mata hitam. Kelahiran anak burung spesies endemik Pulau Jawa itu kerap disambut sukacita oleh taman nasional yang kawasan hutannya menjadi habitat hewan dilindungi tersebut. Misalnya, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). 

Kalau melihat bayi elang jawa difoto sedang berada dalam sarang di pucuk pohon, sungguh membahagiakan. Siapa pun pasti ikut gembira. Tapi ini, di depan saya, anakan elang jawa ada di pasar hewan dalam sebuah kardus. Menyedihkan! 

“Susah dapatnya di pohon yang tinggi,” terang Yayat.

“Usia berapa ini, sebulan?”

“Belum. Paling sepuluh hari.”

“Dijual berapa?” 

“Lima ratus ribu.”

Murah sekali untuk seekor burung yang populasinya terbatas. Saya kemudian iseng menawar, “250 ribu, ya?” Tentu saja dengan niatan untuk dilepasliarkan lagi.

Yayat tersenyum, “Tadi ada yang berani 350 (ribu), enggak saya kasih. Paling 450 ribu,” ucapnya.

Saya elus tubuh si bayi Nisaetus bartelsi. Dia merespons dengan coba (belajar) berdiri. Kakinya sebesar kaki ayam broiler. Bila dewasa nanti, kuku tajamnya berfungsi mencengkeram mangsa. Ya, kalau dia kembali ke alam bebas. Namun, jika dipelihara manusia, insting berburunya akan berkurang. Sekadar menjadi “garuda” rumahan. Sangat disayangkan.

Siapa mau pelihara anakan tupai (kiri) dan iguana?/Mochamad Rona Anggie

Ekonomi Lesu, Pedagang Terdampak

Di jalan beraspal pinggir lapangan, berderet kios menyediakan perlengkapan hewan kesayangan. Termasuk pakan khusus, semisal ulat hongkong dan telur semut (kroto).

Salah satu pemilik kios, Fajarudin (25), baru selesai melayani pembeli. Dia pindahkan seekor burung dari sangkar ke dalam kantung kertas berlubang, lantas menerima beberapa lembar uang. “Kalau Minggu saya bantu bapak, karena pasaran ramai,” ujarnya.

Kios Fajarudin menawarkan berbagai jenis ayam, burung puyuh, cendet, celepuk, anis, jalak, dan bondol. Sang ayah, Darsono (65), sibuk menyiapkan pesanan pakan. Tapi rupanya, pengunjung yang membeludak tak selaras dengan pemasukan. “Sekarang ekonomi lesu, terasa ke pedagang burung. Penghobi tidak seroyal dulu,” cerocos Fajarudin.

Keluarganya, kata dia, sudah berjualan di Pasar Ayam sejak 18 tahun lalu. Omzet berlipat terasa pada 10 tahun pertama, selanjutnya fluktuatif. “Daya beli masyarakat semakin menurun pasca-Covid,” keluhnya.

Mengunjungi Pasar Ayam Plered, Sedih Melihat Anakan Elang Jawa
Burung hantu (owl) celepuk di kios Fajarudin/Mochamad Rona Anggie

Terbantu Penjualan Daring

Perkembangan teknologi digital merangsek ke semua lini kehidupan, tak terkecuali pelaku bisnis burung hias di Pasar Ayam Plered. Bila Fajarudin merasakan pendapatan anjlok dari pembeli offline (luring), lain hal dengan Taufik Hidayat yang coba beradaptasi lewat pasar online (daring).

Taufik mengakui, saat ini raihan penjualan via online lebih menjanjikan. Konsumen tidak lagi terbatas pada mereka yang mengunjungi kiosnya, tetapi juga menjangkau pembeli dari luar kota yang tak perlu tatap muka. “Zaman berubah, kini pelanggan bisa pesan dari jauh. Tinggal kita kirim,” tuturnya semringah.

Pemuda 26 tahun itu pernah mengirim orderan burung ke Bali, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurutnya, kalau tidak aktif berjualan daring, sehari hanya mampu menjual lima ekor burung kepada pembeli yang datang langsung. “Pas pasaran bisa sampai 15 ekor, dengan harga variatif,” katanya.

Anak keempat dari delapan bersaudara itu merupakan generasi kedua pebisnis burung hias. Dia mengklaim momen pasaran merupakan temu muka pedagang dan pencinta burung terbesar se-Jawa Barat. “Kalau pasar burung di tiap daerah ada. Tapi pasaran yang paling meriah, ya, di Cirebon,” ucapnya.

Mengunjungi Pasar Ayam Plered, Sedih Melihat Anakan Elang Jawa
Calon pembeli antusias memilih burung ‘bahan’ dan ‘masteran’/Mochamad Rona Anggie

Burung kicau di Pasar Ayam Plered, terang dia, didominasi pilihan burung “bahan”, sebutan bagi burung siap latih. Burung “bahan” biasa dibanderol di bawah satu juta. Sementara burung “masteran”, istilah untuk burung gacor yang siap kontes, ditawarkan mulai satu juta ke atas.

“Ini saya punya cucak cungkok pelapis, dijual dua juta,” kata Taufik sambil menunjuk seekor burung kecil dengan kombinasi warna hijau, biru dan kuning. “Burung pelapis itu gurunya, yang memberi contoh bunyi,” jelasnya. 

Selain melayani pembelian eceran, sambung Taufik, kios burungnya yang sudah beroperasi selama dua dekade juga membuka partai besar (bakulan) untuk pedagang burung sekitar Cirebon.

Taufik sendiri mendapat kiriman burung dari Sumatra. Dia punya langganan terpercaya yang biasa memenuhi kebutuhan kiosnya. Burung premium seperti murai, cucak ijo, dan kolibri ninja, banyak dikirim dari pulau seberang. 

Apakah pernah libur berjualan? Taufik menegaskan tak pernah. “Ini bisnis makhluk bernyawa. Tiap hari harus memberi makan-minum, jadi enggak bisa libur,” pungkasnya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mengunjungi Pasar Ayam Plered, Sedih Melihat Anakan Elang Jawa appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mengunjungi-pasar-ayam-plered-sedih-melihat-anakan-elang-jawa/feed/ 5 47182
Cerita Pabrik Es Saripetojo Cirebon https://telusuri.id/cerita-pabrik-es-saripetojo-cirebon/ https://telusuri.id/cerita-pabrik-es-saripetojo-cirebon/#respond Thu, 03 Apr 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=46532 Es batu dari pabrik di pesisir pantai ini mendinginkan minuman noni dan tuan kompeni, ketika mereka tinggal di Cirebon—yang sejak dulu kesohor dengan udara panasnya. Menenggak minuman es, tentu menyegarkan dahaga orang-orang Belanda itu. Letak...

The post Cerita Pabrik Es Saripetojo Cirebon appeared first on TelusuRI.

]]>
Cerita Pabrik Es Saripetojo Cirebon
Bagian depan Pabrik Es Saripetojo yang merupakan bangunan cagar budaya/Mochamad Rona Anggie

Es batu dari pabrik di pesisir pantai ini mendinginkan minuman noni dan tuan kompeni, ketika mereka tinggal di Cirebon—yang sejak dulu kesohor dengan udara panasnya. Menenggak minuman es, tentu menyegarkan dahaga orang-orang Belanda itu.

Letak pabrik es tak jauh dari pelabuhan. Memudahkan kru kapal jika memerlukan es batu segar untuk mengawetkan hasil tangkapan, atau keperluan lain penunjang logistik selama berlayar. Tak terkecuali membuat minuman dingin setelah mandi keringat dibakar matahari dermaga.

Masyarakat mengenalnya Pabrik Es Kasepuhan. Padahal nama aslinya: Saripetojo. Dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1933, Saripetojo Cirebon merupakan anak perusahaan Saripetojo Bandung yang beroperasi sejak 19 November 1931 di Jalan Deendelsweeg No. 24. Keduanya cabang dari NV Verenigde YS Fabrieken, Surabaya.

“Saripetojo Cirebon ada sejak 1933, bersamaan dengan kelahiran Persib Bandung,” kata Irwan Hidayat, pekerja Bagian Umum pabrik es dekat Alun-alun Sangkala Buana itu kepada penulis beberapa waktu lalu. 

Sayang, ketika mengunjungi Saripetojo untuk ketiga kalinya pada Rabu (12/2/2025), Irwan sudah tak di sana. Beruntung, Hendrarto R. selaku pimpinan yang baru, berkenan saya temui. Kami ngobrol di samping ruang kantor sementara, dekat tiga cooling tower yang menumpahkan air serupa hujan.

“Air dari cooling tower itu untuk mendinginkan amonia, yang berperan semisal ‘freon’ bagi pabrik es,” ujar pria yang akrab disapa Hengki.

Bagunan kantor utama sedang direnovasi. Hengki menyebutnya bukan bagian dari cagar budaya, sehingga boleh direhab sesuai kebutuhan. Dia menjelaskan bagian yang termasuk cagar budaya mulai tembok depan pabrik sampai ke dalam. Termasuk rangka besi penopang atap masih asli zaman Belanda.

  • Cerita Pabrik Es Saripetojo Cirebon
  • Cerita Pabrik Es Saripetojo Cirebon
  • Cerita Pabrik Es Saripetojo Cirebon

Ditetapkan Jadi Cagar Budaya

Pemerintah Kota Cirebon menetapkan pabrik es Saripetojo sebagai cagar budaya melalui Peraturan Wali Kota Nomor 19 Tahun 2001 tentang Perlindungan dan Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di Kota Cirebon. Sebagaimana tertera dalam plang resmi yang terpancang di sisi kiri area muka pabrik.

Kalau masih ingat, dulu soal status cagar budaya Saripetojo di Surakarta sempat menimbulkan polemik antara Wali Kota Joko Widodo dengan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo. Persoalan tahun 2011 silam: Bibit maunya bekas bangunan pabrik es Saripetojo dibuat mal, sementara Jokowi pilih cagar budaya. Seketika Saripetojo jadi buah bibir, melambungkan nama Jokowi. Akhirnya Saripetojo diputuskan sebagai cagar budaya, sementara kepala daerahnya melenggang ke Jakarta menjabat DKI 1, kemudian Presiden RI dua periode (2014–2024). 

Pemerintah kolonial Belanda membangun Saripetojo di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ketika Jepang masuk Indonesia tahun 1942, mereka merebut manajemen Saripetojo lewat Dai Sehjo Kojo yang berpusat di Jakarta. Tahun 1946–1958, NV Verenigde YS Fabrieken merevitalisasi cabang-cabangnya dalam upaya peningkatan kapasitas produksi es.

Pada 1958, pemerintah RI mengambil alih Saripetojo. Kemudian, melalui Peraturan Perdana Menteri RI tanggal 14 Desember 1964, Saripetojo dikelola oleh Perusahaan Nasional (PN) Parwita Jasa. Tahun 1979–1999, lewat Peraturan Daerah Provinsi DT I Jabar No. 15/PD-DPRD-GR/64 serta perubahannya No. 8 Tahun 1979, disebutkan bentuk usaha Saripetojo sebagai Perusahaan Daerah Makanan Minuman Kerta Sari Jawa Barat (PD Kerta Sari Mamin Jawa Barat).

Tahun 1999 hingga Juni 2002, berdasarkan perda terbaru tahun 1999, PD Kerta Sari Mamin dilebur dengan perusahaan daerah lain menjadi PD Industri Provinsi DT I Jawa Barat. Lalu PD Industri Provinsi DT I Jawa Barat berubah badan hukum menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Agronesia yang berdiri 17 Juni 2002 sampai sekarang, melalui SK Menteri Kehakiman RI. 

Hengki menerangkan, PT Agronesia memiliki empat divisi usaha, meliputi industri teknik karet, es, kemasan plastik, dan makanan-minuman. Pabrik Saripetojo dikelola divisi industri es. Terdapat empat lokasi di Jawa Barat: Bandung, Bogor, Sukabumi, dan Cirebon. “Tadinya di Karawang ada, tapi sudah dijual,” bebernya.

Dalam buku Jejak Pengabdian Birokrat, Kiprah Agus Mulyadi Memajukan Kota Cirebon disebutkan, ayah Sekda dan Pj. Wali Kota Cirebon itu sempat berdinas di Saripetojo Karawang, sebelum pensiun sebagai Kepala Saripetojo Cirebon tahun 1970-an.

“Ketika ayahnya tugas di Saripetojo Karawang, Agus lahir pada 17 November 1968. ‘Saya cuma numpang lahir di sana,’ katanya lantas tertawa. (hlm. 2).

Hengki sendiri lama bertugas di divisi industri teknik karet, sebelum pindah ke Saripetojo Sukabumi dan baru akhir 2022 memimpin Saripetojo Cirebon. “Sebelum di Jalan Kasepuhan, dulu Saripetojo Cirebon ada di Jalan Lawanggada,” sebut lelaki asli Magelang itu.

Cerita Pabrik Es Saripetojo Cirebon
Plang resmi cagar budaya dari Pemkot Cirebon/Mochamad Rona Anggie

Kompetitor Bermunculan, Persaingan Ketat

Saat ini Saripetojo memasuki usia ke-92 tahun. Tantangan bisnis menghampiri. Pabrik es serupa bermunculan di Cirebon dan Indramayu. Harga jual otomatis bersaing. Belum lagi, tim pemasaran masing-masing pabrik terjun langsung ke konsumen. “Sekarang ada sekitar 11 pabrik es di Cirebon. Persaingannya ketat,” kata Hengki.

Berdiri di atas lahan seluas 800 meter persegi, lanjut dia, tiap bulan Saripetojo mampu memproduksi ratusan ton es balok (block ice). Ini adalah produk unggulan primadona pelanggan. Per balok dijual kisaran Rp20.000 dengan berat bersih 50 kg. Konsumen utama es balok Saripetojo berasal dari Cirebon, Kuningan, dan Majalengka. Permintaan es juga datang dari daerah Kluwut, Brebes, Jawa Tengah. 

“Tapi sekarang pesanan es untuk nelayan di Kluwut cenderung menurun. Karena sudah banyak kapal besar yang memiliki ruang pendingin. Jadi, tak perlu banyak es lagi,” ucap Hengki.  

Menurutnya, ada alasan para pelanggan setia pada produk es balok Saripetojo. Dari testimoni mereka terungkap bila kualitas susut atau proses mencairnya cukup lama. Tampilan es balok juga bening, menunjukkan penggunaan sumber air bersih terpercaya. 

Saripetojo menawarkan pula tube ice; es bentuk kotak-kotak kecil, yang biasa diserok pelayan restoran untuk mendinginkan segelas minuman. Tube ice dijual per canvil (plastik besar setara 30 kg). Ada juga crusher ice, es hasil serutan yang sering kita dapati saat menikmati es campur. Model es ini banyak dipesan pengusaha tambak udang dari daerah Gebang dan Bungko (Cirebon Timur). Crusher ice adalah “nyawa” jaminan keawetan udang untuk pasar ekspor maupun lokal.

Di bagian depan Saripetojo ada dua mesin screw conveyor. Berguna untuk mencacah es balok menjadi potongan kecil. Pelanggan yang ingin mendapatkan serpihan es balok, mesti mengeluarkan biaya ekstra. “Yang membutuhkan potongan kecil biasanya pengusaha udang dan rajungan. Termasuk nelayan dari Gebang dan Bondet,” tambah Hengki.

Maraknya bisnis rumah potong unggas dan penjualan daging ayam eceran di banyak titik belakangan ini—tidak terpusat di pasar atau supermarket lagi—menambah permintaan es di Saripetojo. Tak terkecuali industri pengolahan ikan, yang menggantungkan kesegaran produk pada ketersediaan es batu. 

Selain untuk mengawetkan makanan, es balok Saripetojo berjasa pula mendukung proyek pembangunan PLTU Kanci di Cirebon Timur dan Bendungan Jatigede di Sumedang. “Es balok dari Saripetojo dimanfaatkan untuk pengerasan campuran bahan material,” terang Hengki. Bila memakai air biasa pengerasan dirasa lamban, akhirnya air hasil pencairan es balok Saripetojo jadi pilihan. Saripetojo sempat rutin mengirim tiga truk es ke PLTU Kanci dalam sehari. Tiap truk memuat 120 es balok. 

Cerita Pabrik Es Saripetojo Cirebon
Konsumen membawa es balok memakai becak motor. Saripetojo melayani pembelian eceran untuk pedagang kecil dan skala besar untuk industri pengolahan ikan. Tampak di belakang “belalai” mesin screw conveyor/Mochamad Rona Anggie

Pembekuan Es Balok 24 Jam

Hengki menjelaskan, proses pembuatan es balok berlangsung 24 jam. Produksi dilakukan setiap hari. Siang, tabung-tabung pencetak es diisi air bersumber dari Perumda Tirta Giri Nata Kota Cirebon. Malamnya, es dipanen. “Aktivitas pembelian ramai mulai jam sepuluh malam sampai subuh,” ujarnya.

Guna melayani pembeli siang hari, malam hari sebagian tabung ada yang diisi air lagi untuk mencetak es. Seperti yang penulis lihat, pagi itu pukul 10.00 ada es balok baru jadi yang bisa dibeli. Proses akhir “kelahiran” es melalui perendaman di kolam air. Bertujuan memudahkan pelepasan es yang membeku dari tabungnya. 

Dua petugas siaga. Setelah menunggu sekian menit, sebuah tombol dipencet untuk mengangkat tabung-tabung yang kemudian digulingkan ke lantai. Es balok meluncur keluar ruang pembuatan es, melewati lorong menuju area jual beli. Ada 19 balok es ditumpahkan deretan tabung pencetak yang disebut ray (bahasa Belanda). “Di sini per ray memuat 19 es balok. Pabrik lain ada yang hanya 13 balok,” terang Hengki.

Pengisian air ledeng untuk pembuatan es balok (kiri) dan es-es balok yang telah “lahir”/Mochamad Rona Anggie

Petugas yang membawa besi pengait (gancu), lantas “membacok” sisi samping es balok dan menariknya ke dekat konsumen. “Dari zaman Belanda pembuatan es, ya, seperti itu,” ucap Hengki yang menemani saya mendokumentasikan “persalinan” es. Saripetojo masih memakai tenaga manusia dalam proses pembuatan dan pelepasan es balok, karena memang belum memiliki mesin berteknologi mutakhir yang serba otomatis. “Kalau di pabrik es negara lain, robot yang mengoperasikan mesinnya,” imbuh lelaki 52 tahun itu.  

Setelah tabung pencetak menumpahkan es balok, tabung yang kosong diisi kembali dengan air ledeng dari kran-kran yang terpasang memanjang. Ada tuas untuk buka-tutup kran. Kemudian sebuah tombol ditekan, deretan tabung bergerak menjauh ke ujung bangunan. Selanjutnya proses kimiawi pembekuan air menjadi es balok dilakukan dalam rendaman air garam. 

Menurut Hengki, walau persaingan bisnis es balok sekarang sangat ketat, Saripetojo tak mau ikutan membanting harga. Pihaknya berkomitmen menjalankan bisnis secara sportif sesuai mekanisme pasar. “Kami menjaga kepercayaan pelanggan dengan mempertahankan kualitas dan membangun relasi yang baik,” pungkasnya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Cerita Pabrik Es Saripetojo Cirebon appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/cerita-pabrik-es-saripetojo-cirebon/feed/ 0 46532
Menengok Saomiyanah, Anggota Legiun Veteran RI Berusia Satu Abad https://telusuri.id/saomiyanah-anggota-lvri-berusia-satu-abad/ https://telusuri.id/saomiyanah-anggota-lvri-berusia-satu-abad/#respond Tue, 18 Feb 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=45678 Langit yang mendung menaungi Jalan Siliwangi Kota Cirebon, Minggu (29/12/2024). Saya membuat janji dengan Dita Hudayani S.H., ingin menemui ibunya yang anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI). LVRI adalah organisasi resmi yang menghimpun mantan pejuang...

The post Menengok Saomiyanah, Anggota Legiun Veteran RI Berusia Satu Abad appeared first on TelusuRI.

]]>
Langit yang mendung menaungi Jalan Siliwangi Kota Cirebon, Minggu (29/12/2024). Saya membuat janji dengan Dita Hudayani S.H., ingin menemui ibunya yang anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI).

LVRI adalah organisasi resmi yang menghimpun mantan pejuang kemerdekaan. Terbentuk sejak 1 Januari 1957, merujuk kepada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 103 Tahun 1957 tentang Pengesahan Legiun Veteran Republik Indonesia. Kantor LVRI ada di setiap kota/kabupaten se-Indonesia. Tahun ini, LVRI memasuki umur 68 tahun. 

“Boleh, Mas, mama ada,” kata Dita lewat pesan pendek, ketika saya kabari mau datang pukul 09.30 WIB.

Saya mengenal Bu Dita sejak menjadi anggota KPU Kota Cirebon dua periode (2008–2018). Berlanjut saat mengulas sejarah Perpustakaan 400 dan Ikatan Keluarga (Ikkel) 400. Ayah Bu Dita, mendiang Emon Sulaeman Reksalegora (wafat 1996) adalah eks kombatan Batalyon 400 Tentara Pelajar yang bersama rekan seperjuangannya menginisiasi pendirian Perpustakaan 400 (kini dikelola Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kota Cirebon).

  • Menengok Saomiyanah, Anggota Legiun Veteran RI Berusia Satu Abad
  • Menengok Saomiyanah, Anggota Legiun Veteran RI Berusia Satu Abad

Istri Pak Emon adalah Saomiyanah. Mereka menikah tahun 1957 lantas menempati rumah di Jalan Siliwangi nomor 79. “Saya lahir dan besar di rumah ini,” tutur Dita yang anak kedua dari tiga bersaudara. Sekarang bersama suaminya yang sudah memberi tiga anak, Dita kembali tinggal di rumah masa kecilnya dekat Stasiun Kejaksan, sambil menemani sang bunda yang pada 30 April 2025 nanti akan berusia 101 tahun.

Dita mengisahkan, sebelum zaman kemerdekaan dulu, urusan catatan kelahiran seorang anak tidak langsung diurus ke pemerintah. Ayah Saomiyanah membuat catatan pribadi tempat dan tanggal lahir si anak: Indramayu, 30 April 1924.

“Masa itu belum dikenal akta lahir. Belakangan di KTP, dituliskan mama lahir tahun 1925. Padahal kami mengacu pada catatan kakek,” terang wanita 64 tahun itu.

Sehingga pada 30 April 2024, lanjut Dita, pihak keluarga tak ragu merayakan ulang tahun ke-100 sang uyut yang telah dikaruniai tujuh cucu dan tiga cicit. “Kami undang keluarga besar, terutama keponakan mama. Karena mama itu anak kesebelas dari dua belas bersaudara, tinggal dia sendiri (yang hidup),” ucapnya berbagi kebahagiaan.

Kantor LVRI Kota Cirebon dan Sekretariat Piveri berada dalam satu kompleks di Jalan Cipto Mangunkusumo/Mochamad Rona Anggie

Fasih Berbahasa Belanda

Pertemuan saya dengan Saomiyanah kemarin merupakan kali kedua. Sebelumnya tahun 2009, kami berjumpa di Gedung Juang Moestofa Pasha (Sekretariat LVRI Kota Cirebon), Jalan Cipto Mangunkusumo.

Waktu itu Saomiyanah yang berumur 84 tahun, menjabat Ketua Perempuan Istri Veteran Republik Indonesia (Piveri). Ia bergabung dengan LVRI sejak tahun 1960. Menjadi bagian dari 57.547 orang veteran yang terdata resmi sampai dengan Desember 2023. 

Menurut Saomiyanah, aktif di LVRI membuatnya bertemu lansia sesama pejuang kemerdekaan. “Kalau tidak bergaul dengan sesama veteran, mau sama siapa lagi? Saya ingin memanfaatkan umur yang ada untuk aktivitas sosial. Biar tetap semangat,” tegasnya dengan bahasa Indonesia terbata, tercampur aksen bahasa asing.

Bukan tanpa alasan pengucapan bahasa Indonesia Saomiyanah agak sengau. Sebab, ibu tiga anak itu menguasai bahasa Belanda sejak zaman penjajahan. Saomiyanah boleh berbangga, sebagai seorang inlander alias pribumi, ia mampu duduk di bangku Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan Algemeene Middelbare School (AMS) di Semarang. Pendidikan setingkat SMP-SMA.

“Saya ikut tinggal bersama kakak di Semarang,” ucapnya. 

Ketika tahun 1942 Jepang masuk ke Indonesia lewat Pantai Eretan Indramayu, Saomiyanah baru lulus AMS dan ingin pulang ke kampung halaman. Namun, orang tuanya melarang, khawatir gadis muda itu menjadi sasaran keganasan tentara Dai Nippon. “Kita semua tahu prajurit Jepang suka melecehkan perempuan,” ujarnya.

Tapi Saomiyanah kadung kangen teman-teman masa kecilnya, dan tentu saja sanak saudara di Indramayu. Ia bersikeras pulang dan mengalami masa pendudukan Jepang di wilayah pantai utara. “Alhamdulillah, apa yang ditakutkan ayah dan ibu tidak terjadi,” katanya.

Menengok Saomiyanah, Anggota Legiun Veteran RI Berusia Satu Abad
Foto cucu-cucu Saomiyanah terpajang di atas bufet di sudut rumah/Mochamad Rona Anggie

Pengatur Logistik dalam Operasi Tempur

Sampai di Indramayu, Saomiyanah bergabung dalam Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari). Ketika itu pihak Jepang coba mengambil hati rakyat Indonesia dengan ragam aktivitas kedisiplinan. Mereka memberi pelatihan baris-berbaris, yang dicanangkan sebagai latihan dasar bagi kelompok revolusioner, untuk dapat merebut kemerdekaan dari Belanda. 

“Saya rutin ikut latihan baris-berbaris itu,” ujarnya.  

Menjelang kemerdekaan 1945, Saomiyanah aktif di Komite Nasional Indonesia (KNI), dan mulai terlibat dalam beberapa operasi tempur. Ia dipercaya mengurus logistik milisi, menyiapkan makanan di dapur umum darurat. “Jangan membayangkan dapur lapangan itu menetap, melainkan berpindah mengikuti pergerakan pejuang di garis depan,” ucapnya. 

Tibalah hari yang dinantikan semua rakyat Indonesia: Ir. Sukarno dan Drs. Mohammad Hatta mengumumkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Saomiyanah yang kala itu berusia 21 tahun, tampil menjadi tim pengerek bendera di Alun-alun Bangodua, Indramayu. 

“Hari kemerdekaan ada di bulan Ramadan. Penduduk Indramayu menyambut gembira, mengibarkan Merah Putih di mana-mana, walau tak berlangsung lama,” kenangnya.  

Rentang 1945–1948, lanjut Saomiyanah, Belanda masih belum menerima kedaulatan Indonesia. Mereka melancarkan Agresi Militer I dan II. Presiden Sukarno lantas memindahkan ibu kota RI di Jakarta ke Yogyakarta. Para pejuang berangsur hijrah ke sana, sambil bertahan dari gempuran serdadu Ratu Wilhelmina. 

“Pergerakan mundur itu melewati wilayah Indramayu. Kami para wanita Indonesia, berusaha ikut mendukung perjalanan jauh tersebut, karena menempuh rute Jakarta-Yogyakarta. Kami siapkan logistik makanan, termasuk memberi perlindungan bagi pejuang yang beristirahat,” tuturnya.

Dalam pertempuran di daerah Indramayu, pasukan negeri Kincir Angin tak segan menyisir rumah penduduk Bangodua. Mereka berusaha menangkap milisi. Rumah kakak Saomiyanah, tak luput dari penggerebekan. Ketika para prajurit bule bertemu Saomiyanah, mereka kaget diajak berkomunikasi dengan bahasanya.

“Pasukan Belanda merangsek ke rumah. Mereka segan begitu saya ajak bicara dalam bahasa Belanda. Saya coba mengulur waktu, memberi kesempatan para pejuang kabur lewat pintu belakang,” ungkap wanita yang doyan durian dan gedong gincu.

Dari obrolan dengan tentara Londo itu, Saomiyanah tahu jika mereka menjalankan tugas setengah hati. Menurut mereka Indonesia berhak atas kemerdekaan, karena Belanda pun pernah merasakan getirnya kehidupan saat dijajah Jerman. “Hati kecil para tentara itu sebenarnya tak ingin melanjutkan perang,” bebernya.

Menengok Saomiyanah, Anggota Legiun Veteran RI Berusia Satu Abad
Potret Saomiyanah yang masih tampak bugar di usia 100 tahun saat di Pantai Ancol/Dita Hudayani

Kiat Hidup Umur Panjang

Kembali ke perjumpaan saya dengan Saomiyanah, 15 tahun kemudian. Dita memapah mamanya ke ruang tamu. Kami berbincang berhadapan, dipisah meja bulat yang di atasnya tersaji kue tradisional dan tiga cangkir teh tawar.

“Ayo, silakan!” kata Saomiyanah sambil menyorongkan tangan ke arah meja. 

“Masih bagus bicaranya,” respons saya ketika tahu ucapan Saomiyanah jelas terdengar. 

“Kalau verbal memang masih bagus, ngobrol nyambung. Tapi pendengaran dan penglihatan sudah berkurang. Kalau lihat orang, ya, samar,” tutur Dita menerangkan kondisi fisik sang bunda di usia mau 101 tahun.

Ada kiat khusus di balik umur panjang Saomiyanah. Menurut Dita, sejak muda mamanya rutin mengonsumsi sayuran dan lebih memilih lauk ikan ketimbang daging merah. “Mama suka sekali sayuran lalaban dan pepes ikan,” bebernya.

“Apa ada makanan yang dipantang?” saya penasaran.

“Makan normal pakai nasi. Kadang minta sate kambing, tapi ya diemut saja,” katanya menjelaskan kemampuan mengunyah Saomiyanah sudah tak ada, karena sekarang memakai gigi imitasi. 

“Nah, kalau durian, betulan dimakan. Masih doyan,” tambah Dita seraya menyebutkan—oleh cucu dan cicitnya—Saomiyanah biasa dipanggil Yuti

“Maksudnya uyut putri,” sela Saomiyanah. Saya tersenyum dan takjub, karena di usia 100 tahun, sang uyut masih bisa diajak bincang santai.

Hampir setiap hari, lanjut Dita, ia mengajak mamanya jalan-jalan pakai mobil. Terakhir ke luar kota, ke Bandung, menjajal tol Cisumdawu yang menghemat waktu hanya dua jam saja sampai Kota Kembang. “Ya, sekadar cari makan,” ucapnya.

Pernah pula Saomiyanah ke Jakarta, tahun 2022, menghadiri acara peluncuran buku Palagan Cirebon di Gedung Joang 45. Buku ini mengisahkan perjuangan Tentara Pelajar Batalyon 400 di medan laga wilayah Kuningan dan Cirebon. Di halaman 220 terselip kisah suaminya yang tertangkap tentara Belanda, karena menjadi kurir surat-surat milik pejuang. Pak Emon kemudian dijebloskan ke penjara Kebonwaru, Bandung. 

“Baru-baru ini kita juga ke pantai, ya?” kata Dita sambil menoleh ke mamanya.

“Iya, ke Ancol,” jawab Saomiyanah semringah.

Dari kiri ke kanan, searah jarum jam: Saomiyanah pelesir ke Pantai Ancol (2024). Saomiyanah menghadiri acara syukuran ulang tahunnya ke-99 di salah satu hotel (2023). Anak, cucu, dan cicit Saomiyanah berkumpul merayakan ulang tahun oma mereka yang tepat menginjak usia 100 tahun (2024)/Dokumentasi Dita Hudayani

Dita juga kerap membawa mamanya ke Panti Budhi Asih dan Sekolah Luar Biasa (SLB) Pancaran Kasih di Jalan Wahidin. Hanya sepuluh menit berkendara dari kediaman mereka. Keduanya kompak ingin membaktikan sisa umur untuk aktivitas kemanusiaan. Budhi Asih menampung anak-anak yatim dan tak mampu. Sementara SLB Pancaran Kasih tempat belajar siswa tunarungu dan yang mengalami keterbatasan intelektual.   

Dita meyakini jika mamanya rutin berinteraksi dengan orang lain, akan membuat hati dan pikirannya lebih segar. Tidak akan merasa jenuh atau bosan. “Apalagi kalau ketemu kenalan lama, wah sudah kelihatan gembira sekali,” tutur nenek tiga cucu itu. Selain itu, sambung Dita, Saomiyanah berusaha menjalani kehidupan dengan rileks. Tidak ingin banyak pikiran. Tak ingin pusing apa kata orang. “Istilahnya selalu positive thinking. Mama selalu berprasangka baik pada orang lain,” tuturnya.

Sejauh ini, sambung Dita, terlihat mamanya menjalani ritme kehidupan dengan tenang. Tidak pernah mengalami gejolak berarti. Aktivitas di LVRI dan lembaga sosial, membuatnya merasa kuat ingin selalu berbagi dengan yang membutuhkan. “Kita tahu umur segitu anugerah dari Allah azza wa jalla, saya ingin mendampingi mama sampai akhir hayat,” ucap Dita mengakhiri pertemuan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menengok Saomiyanah, Anggota Legiun Veteran RI Berusia Satu Abad appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/saomiyanah-anggota-lvri-berusia-satu-abad/feed/ 0 45678
Alun-alun Sangkala Buana Cirebon yang Kini Ramah Anak https://telusuri.id/alun-alun-sangkala-buana-cirebon/ https://telusuri.id/alun-alun-sangkala-buana-cirebon/#respond Tue, 04 Feb 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=45517 Ketika saya masih sekolah dasar (SD), guru olahraga kami sering membawa muridnya ke lapangan depan Keraton Kasepuhan. Dulu, ruang terbuka itu belum populer dengan sebutan Sangkala Buana. Baru setelah direvitalisasi oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan...

The post Alun-alun Sangkala Buana Cirebon yang Kini Ramah Anak appeared first on TelusuRI.

]]>
Ketika saya masih sekolah dasar (SD), guru olahraga kami sering membawa muridnya ke lapangan depan Keraton Kasepuhan. Dulu, ruang terbuka itu belum populer dengan sebutan Sangkala Buana. Baru setelah direvitalisasi oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tahun 2022, warga familiar sesuai penamaan aslinya sejak abad ke-15: Alun-alun Sangkala Buana.

Peremajaan Alun-alun Sangkala Buana menghilangkan pagar besi yang mengelilinginya. Permukaan tanahnya kini dipasangi paving blok, sehingga tak lagi becek kala hujan. Secara tampilan lebih enak dipandang. Pengendara yang lewat, pasti ingin mampir walau sejenak. Sekadar jalan berkeliling atau duduk di bangku taman, sambil mencoba aneka jajanan yang berderet.

Jumat pagi (3/1/2025), saya biarkan dua bocah perempuan masuk arena mandi bola. Tempatnya di sudut lapangan di bawah rindang pepohonan. Tiket untuk satu anak Rp10.000, bebas main sepuasnya. Termasuk di dalamnya ada ayunan, perosotan, rumah-rumahan, motor dan mobil mini.

Sirkuit hot wheels yang bisa dilintasi motor kecil, menggoda Una (5) dan Alma (3) untuk menjajalnya. Mereka naik bergantian dan kemudian tertawa begitu merasakan sensasi motor mini melaju kencang menuruni ujung sirkuit. Di satu momen, setelah mencoba kesekian kali, motor yang ditumpangi Una tergelincir keluar sirkuit dan membuat pengendaranya terguling. Eh, bukannya menangis, dia melonjak kegirangan. Ketawa-ketiwi. Senang bukan kepalang.

  • Alun-alun Sangkala Buana Cirebon yang Kini Ramah Anak
  • Alun-alun Sangkala Buana Cirebon yang Kini Ramah Anak

Hasil revitalisasi Alun-alun Sangkala Buana yang satu kawasan dengan Keraton Kasepuhan Cirebon/Mochamad Rona Anggie

Terkenang Teman SD

Anak-anak diawasi ibunya. Saya memilih mengitari lapangan. Memori di kepala lantas memutar kenangan bersama teman-teman SD Sadagori 1. Bermain bola dan kasti di alun-alun era 1991–1997. Ada Bilal Ali Akbar (asli Papua), Arie Nurdian Putra, Myrdal Gunarto, Nena Tresnawati, Fitri Nurdiyani; serta Indra Yuniar Wulandari yang di kemudian hari mengandung lima anak saya.

Terbayang lincahnya Bilal menggocek dan membuat gol. Teringat Nena yang tangkas memukul bola kasti. Terkekeh-kekeh ingat Myrdal yang terpeleset jatuh. Wah, sudah tiga dekade yang lalu rupanya.

Tentunya masing-masing sudah berkeluarga dan punya anak. Sementara Pak Mulyadi—guru olahraga kami—telah pergi jauh meninggalkan kesan mendalam bagi para muridnya. Semoga Tuhan membalas segala kebaikan Pak Mul dan guru kami lainnya.

Biasanya, selesai mendampingi siswa dan siswi berolahraga, Pak Mulyadi mengajak kami masuk ke Keraton Kasepuhan. Mengenalkan sejarah singkat keraton dan mengunjungi tempat-tempat yang dianggap memiliki “karomah” tertentu. Pada satu kesempatan, saya dan teman-teman sampai di area pendopo nan sakral yang dulunya disebutkan tempat semadi seorang tokoh sakti murid Sunan Gunung Jati.

Ada air memancar dari pancuran di dekat pendopo. Oleh Pak Mul dan penjaga di sana, kami disuruh berwudu sambil mengucapkan cita-cita yang diinginkan. Ada sekitar sepuluh murid lelaki waktu itu. Kami bergantian menyucikan diri, dan melafalkan cita-cita luhur yang tentunya menjadi harapan orang tua di rumah. Tak disangka, tanpa janjian sebelumnya, ternyata cita-cita yang kami mohonkan semua sama: ingin jadi pemain bola! 

Ha-ha-ha! Saya bisa tertawa sendiri, kalau mengenang momen itu.

Kiri: Salah satu tempat persewaan mobil dan motor listrik di Alun-alun Sangkala Buana. Kanan: Anak-anak mengitari alun-alun dengan kendaraan listrik/Mochamad Rona Anggie

Rezeki Lebih di Akhir Pekan dan Musim Liburan

Wajah baru Alun-alun Sangkala Buana turut disyukuri mereka yang mengais peruntungan di sana. Selain wahana bermain anak, juga ada persewaan sepeda, motor dan mobil bertenaga listrik. Semuanya kendaraan mainan untuk anak kecil. Kalau orang dewasa, kan bisa naik motor atau mobil listrik betulan. Sekarang sudah banyak seliweran di jalan raya, tak perlu antre beli bensin lagi.

Salah satu “bos” persewaan mainan kendaraan listrik, Herman (18), bersyukur pada masa liburan sekolah dan perayaan tahun baru kemarin pendapatannya meningkat. Sebenarnya, anak sulung dari empat bersaudara itu hanya ditugasi sang ibu menunggui tempat persewaan. “Ibu saya lagi jualan bensin (eceran), jadi saya yang nungguin,” kata remaja yang sudah tak berayah itu.

Herman mengungkapkan ibunya membuka usaha persewaan mainan kendaraan listrik sejak lima tahun lalu. Bahkan sebelum revitalisasi alun-alun. Awalnya bermodalkan tiga sepeda listrik, kemudian melengkapi dengan motor dan mobil listrik. Kini, total memiliki 20 unit mainan kendaraan listrik.

Kalau pengunjung Keraton Kasepuhan membludak, lanjut Herman, semisal akhir pekan ada rombongan tiga bus, “armada”-nya akan kebanjiran penyewa. Anak-anak wisatawan mampir bermain, sementara orang tuanya ziarah ke Masjid Sang Cipta Rasa.  “Sehari itu kami bisa mengantongi sembilan ratus ribu,” sebutnya. “Tapi kalau lagi sepi, paling seratus lima puluh ribu,” imbuhnya.

Sejauh ini, dia menerangkan, membayar sewa tempat berusaha kepada pihak koordinator. Para pengusaha kecil di sana mengenalnya dengan istilah sewa lapak. Ibu Herman menyewa dua lapak seharga Rp50 ribu per hari, untuk memarkir mainan kendaraan listriknya di atas paving blok seluas tiga kali sepuluh meter. “Kalau malam minggu, setorannya beda lagi [jadi] Rp80 ribu,” ungkap Herman.

Harga sewa satu unit mainan kendaraan listrik Rp15 ribu selama 15 menit. Ada timer khusus penanda dimulai dan berakhirnya seorang anak bermain. Ia lebih senang jika penyewa datang dalam satu kelompok, sehingga perhitungan timer-nya mudah pula. “Mulai main bareng, selesainya bersamaan,” ujar pelajar yang menempuh pendidikan Kejar Paket itu.

Jika energi listrik motor habis, Herman segera mengisi ulang dengan cas yang ada. Sedangkan isi ulang listrik mobil, memakai setrum dari aki. Durasi mengecas sama, 60 menit. Tenaga listrik motor akan cepat habis, jika pemakainya sering memainkan gas. Sementara baterai mobil listrik mulai drop dalam dua kali penggunaan.

  • Alun-alun Sangkala Buana Cirebon yang Kini Ramah Anak
  • Alun-alun Sangkala Buana Cirebon yang Kini Ramah Anak

Sementara di sisi lain, di bawah pepohonan rindang, sejumlah pedagang kecil lainnya memanfaatkan tepian luar lapangan untuk membuka wahana media lukis bagi anak-anak. Tampak berjejer sejumlah kanvas lukis yang terbuat dari styrofoam ukuran 40×30 cm. Sketsa gambar kartun siap dilukis menggunakan cat warna yang telah disediakan.

Salah seorang penyedia media lukis, Heri (20), menawarkan harga per kanvas Rp10.000 sudah termasuk cat warna. “Melukisnya sampai selesai, kalau cat warna habis kami beri lagi,” ucapnya. 

Dia mengungkapkan selama liburan sekolah jumlah pengunjung melonjak dan pemasukannya berlipat. Terutama saat malam tahun baru dan libur tanggal merah 1 Januari 2025. “Lebih dari 50 anak gantian melukis dan membawa pulang kreasinya sebagai kenangan,” katanya semringah. 

Uji kreativitas lainnya di tempat Heri, ada mewarnai dan menghias celengan, yang juga bisa dijadikan buah tangan. “Sekalian mengajarkan anak gemar menabung sejak dini,” ujarnya seraya menyebutkan mulai membuka lapak pukul delapan pagi sampai malam. “Nah, sekarang kalau sore suka hujan, kadang kami tutup lebih awal,” tambahnya.

Retribusi untuk Kontribusi Kebersihan

Dihubungi terpisah, Patih Anom Keraton Kasepuhan Pangeran Raja (PR) Muhammad Nusantara menepis istilah sewa lapak di Alun-alun Sangkala Buana. Menurutnya, yang tepat adalah kontribusi biaya kebersihan dari para pedagang. Dipungut ketika mereka berjualan atau membuka usaha. “Kalau tidak jualan, ya, tidak (dipungut),” tegasnya.

Patih Muhammad tak menampik revitalisasi Alun-alun Sangkala Buana menambah daya tarik pelancong untuk datang. Mereka ingin tahu Keraton Kasepuhan, Masjid Sang Cipta Rasa, dan akhirnya bersantai di sekitar alun-alun. Berimbas positif pada perekonomian pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di seputar alun-alun.

Hanya saja, ia berharap ke depannya ada peran serta pemerintah daerah dalam penataan para pedagang, demi menjaga keindahan dan ketertiban kawasan Alun-alun Sangkala Buana. Sebab, sebagai “kiblat” wisata budaya dan religi di Jawa Barat, Keraton Kasepuhan—yang menaungi alun-alun tersebut—ingin ruang terbuka hijau itu tertata rapi.

“Titik parkir aman. Area pedagang nyaman. Pengunjung terkesan,” harapan adik kandung Sultan Sepuh XV Luqman Zulqaedin itu.

Alun-alun Sangkala Buana Cirebon yang Kini Ramah Anak
Pintu masuk Masjid Sang Cipta Rasa, warisan Sunan Gunung Jati yang berusia lebih dari lima abad/Mochamad Rona Anggie

Pentingnya Ruang Terbuka untuk Tumbuh Kembang Anak

Ummu Saffa, salah satu pengunjung yang membawa anaknya bermain di Alun-alun Sangkala Buana, menegaskan ketersediaan ruang terbuka hijau sebagai sesuatu yang sangat berharga. Terlebih di zaman perangkat elektronik atau gawai yang merangsek masuk ke dalam ruang privat (keluarga). Dibutuhkan kesadaran untuk menyaring setiap hal negatif di dalamnya.

“Saya ingin anak-anak tidak larut main hape. Mereka harus mengenal interaksi sosial di luar rumah,” tuturnya penuh semangat. 

Tempat paling pas, kata dia, ya, di lapangan yang terintegrasi dengan tempat tertentu. Kota Cirebon memiliki Alun-alun Kejaksan yang satu kompleks dengan Masjid Raya At-Taqwa dan Alun-alun Sangkala Buana yang satu kawasan dengan Keraton Kasepuhan. 

Ketika aktivitas anak tidak bergantung lagi dengan gawai, tambah dia, menunjukkan orang tua telah peduli pada tumbuh kembang buah hatinya. Anak-anak diarahkan melakukan kegiatan lain yang lebih bermanfaat, seperti berenang, bermain bola, atau permainan tradisional macam gobak sodor, bentengan, dan lompat tali. 

“Gerak tubuh itu penting. Jangan sampai anak kita mojok aja di kamar main game. Bahaya!” ucapnya mengingatkan para ibu.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Alun-alun Sangkala Buana Cirebon yang Kini Ramah Anak appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/alun-alun-sangkala-buana-cirebon/feed/ 0 45517
Pasar Kanoman di Hati Wisatawan https://telusuri.id/pasar-kanoman-di-hati-wisatawan/ https://telusuri.id/pasar-kanoman-di-hati-wisatawan/#respond Tue, 31 Dec 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=44929 Percakapan dalam Bahasa Mandarin terdengar dari satu meja di warung empal gentong. Saya penasaran dan menoleh. Terlihat tiga wanita muda berkulit putih sedang menikmati semangkuk kuah merah bersantan dengan irisan daging. Penampilan mereka kasual, mengenakan...

The post Pasar Kanoman di Hati Wisatawan appeared first on TelusuRI.

]]>
Percakapan dalam Bahasa Mandarin terdengar dari satu meja di warung empal gentong. Saya penasaran dan menoleh. Terlihat tiga wanita muda berkulit putih sedang menikmati semangkuk kuah merah bersantan dengan irisan daging.

Penampilan mereka kasual, mengenakan pakaian tanpa lengan. Rambut lurus tergerai, di antaranya ada yang dicat merah. Saya mudah menebak, jika ketiganya turis asing asal Tiongkok.

Hari Minggu (1/12/2024), saya mengantar istri membeli bahan membuat kue. Kenapa ke Pasar Kanoman? Sebab, sekalian mengajak kedua balita putri jalan-jalan melihat ikan hias yang dijajakan. Sejak lama, pasar yang satu area dengan Keraton Kanoman ini dikenal sebagai pusat jual beli ikan hias di wilayah Cirebon.

Pasar Kanoman di Hati Wisatawan
Gerbang utama Pasar Kanoman/Mochamad Rona Anggie

Dari tempat tinggal kami di kawasan Perumnas Rajawali, Pasar Kanoman mudah diakses menggunakan kendaraan roda dua melewati Jalan Pangeran Drajat dan Kutagara. Melintasi pasar Jagasatru, terus menuju Keraton Kasepuhan hingga ke arah Alun-alun Sangkala Buana. Lanjut memotong Jalan Pulasaren, sampailah di kawasan Pasar Kanoman. 

Keraton Kasepuhan ada di sisi selatan, sedangkan Keraton Kanoman di utara. Keduanya memiliki jejak historis yang panjang dalam pengembangan Islam di tanah Jawa. Jika Keraton Kasepuhan kesohor dengan aktivitas pasar malam Muludan setahun sekali, Keraton Kanoman memiliki pasar tradisional sehari-hari yang menawarkan ragam kebutuhan masyarakat.

Kuliner lokal Cirebon, semisal empal gentong, tahu gejrot, dan docang juga mudah ditemui. Termasuk oleh-oleh khas kerupuk melarat, kerupuk kulit sapi, dan buah mangga gedong gincu, kerap menjadi incaran wisatawan yang berkunjung ke Pasar Kanoman.

Toko khusus oleh-oleh berderet di Jalan Kanoman arah Jalan Pasuketan. Sementara pedagang kaki lima berderet sepanjang trotoar. Berbagi tempat dengan pedagang durian, perkakas rumah tangga, dan perlengkapan akuarium.

Pasar Kanoman di Hati Wisatawan
Lokasi pasar satu area dengan Keraton Kanoman/Mochamad Rona Anggie

Mangga Gedong Gincu Banyak Peminat

Pagi itu cenderung teduh. Padahal, biasanya pukul 09.00 sinar matahari di langit Cirebon sudah terasa panas. Beberapa hari belakangan memang turun hujan. Namun, intensitasnya masih sedang. Ya, bersyukur saja tidak kegerahan. Baju tak basah keringat, enak dipakai aktivitas luar rumah.

Saya kemudian berbincang dengan seorang pedagang mangga gedong gincu yang tampak semringah. Namanya Madawir (39). Dia mengiyakan, jika hari Minggu lonjakan pengunjung di Pasar Kanoman lazim terjadi. “Pembeli otomatis bertambah,” kata lelaki asli Setu Patok, Kabupaten Cirebon.

Jika hari biasa, lanjut Madawir, mangga gedong gincu di lapaknya terjual sekitar 50–60 kilogram. Memasuki Sabtu dan Minggu meningkat hingga 100 kilogram. Harga per kilogram sekarang Rp30 ribu. “Penjualan meningkat karena kedatangan wisatawan luar kota,” ucap pedagang yang telah berjualan di Pasar Kanoman sejak 2000.

Dia tak menampik turis asing kerap terlihat di Pasar Kanoman. Mangga gedong gincu menjadi salah satu oleh-oleh “wajib” yang banyak peminat. “Wisatawan dari Bandung, Jakarta, dan luar negeri, suka sekali gedong gincu. Rasa yang manis dan wangi jadi keunggulan buah ini,” tuturnya. 

Bisnis Madawir memiliki nama Usaha Dagang (UD) Gedong Gincu Ateng. Ia mengungkapkan, puncak penjualan mangga gedong gincu adalah Oktober–November. Daerah penghasil gedong gincu terbanyak adalah Indramayu. Jika stok di sana menipis, kiriman datang dari Gemulung (Sindang Laut) dan Majalengka. “Nanti momen Tahun Baru, permintaan meningkat lagi,” ujar lelaki yang memilih berhenti sekolah di usia 13 tahun, mengikuti kakaknya berjualan gedong gincu.

Pasar Kanoman di Hati Wisatawan
Gedong gincu menjadi incaran wisatawan domestik dan asing/Mochamad Rona Anggie

Turis Asing Jajal Docang

Omzet berlipat ketika Minggu tiba dirasakan pula pedagang docang, Bu Neng (50). Menurutnya, hari libur membuat wisatawan luar kota antusias datang ke Pasar Kanoman. Mereka membawa anggota keluarga berlibur ke Cirebon. Menikmati kuliner lokal menjadi agenda wajib yang mesti ditunaikan. “Saya jualan sejak 1995. Hari biasa habis 20 porsi. Kalau Minggu bisa 50 porsi,” kata warga Plered itu, yang kini ditemani anak perempuannya, Putri (21), untuk melayani pembeli.

Putri menambahkan, selain wisatawan domestik, secara berkala pelancong mancanegara juga suka mampir ke warung docangnya. Tak terkecuali turis Asia, yang terlihat hilir mudik di kawasan Kanoman. Banyak yang mencoba kuliner lokal, terutama empal gentong, tahu gejrot, dan docang. “Dari Cina ada. Kalau yang bule biasa bareng famili orang Indonesia,” bebernya seraya menyebut sehari-hari mulai berjualan pukul 07.00 sampai 15.00 WIB.

Suguhan docang adalah semangkuk lontong dengan rebusan taoge, daun singkong, dan parutan kelapa. Lalu disiram kuah panas bercampur dage atau oncom. Warna kuahnya bening—kadang agak memerah—dan tanpa santan. Topping-nya kerupuk putih khas (bukan kerupuk yang biasa kita temui) sehingga cenderung keras jika dimakan langsung. Di sini kuah docang berperan melembutkannya. Bu Neng menjual seporsi docang Rp16 ribu. Rasanya lezat. Maknyus!

Pengunjung bisa menikmati tahu gejrot dan empal gentong di pedestrian pasar/Mochamad Rona Anggie

Belum ke Cirebon, kalau Belum ke Kanoman

Salah seorang pengunjung luar daerah adalah Sumaryati (60). Warga Cijerah, Kota Bandung itu sering mampir ke Pasar Kanoman jika sedang mengunjungi saudara di Cirebon. “Rasanya tak afdal [kalau] main ke Cirebon, [tapi] enggak ke Kanoman,” kata nenek lima cucu yang biasa datang bersama keluarga besar. 

Di Pasar Kanoman, Sumaryati menghabiskan waktu untuk berburu oleh-oleh dan memuaskan lidah, menikmati aneka kuliner khas Cirebon. Ia mengaku melupakan sejenak saran dokter terkait makanan pantangan. “Makanannya enak-enak, sih. Ada empal gentong pakai babat, usus, ampela. Tambah lagi kerupuk kulit, wah, enggak bisa nahan,” tuturnya lantas tertawa.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dispbudpar) Kota Cirebon, Agus Sukmanjaya, mengaku mendengar informasi kehadiran wisatawan mancanegara ke Pasar Kanoman. Kabar tersebut didapat dari penggiat komunitas sadar wisata yang tinggal di kawasan Pecinan, satu area dengan pasar Kanoman.

“Mereka memberitahu, akhir pekan turis Asia kerap terlihat kulineran di Kanoman,” katanya kepada penulis, belum lama ini.

Kemunculan mereka, sambung Agus, berkat aksesibilitas menuju Cirebon yang semakin mudah. Baik dari Jakarta atau Bandung. Dari Jakarta hanya perlu 2,5 jam naik kereta eksekutif, atau bermobil via tol Cikampek–Palimanan (Cipali). Sementara dari Bandung hanya 1,5 jam lewat tol Cirebon–Sumedang–Dawuan (Cisumdawu).

“Wisatawan dari Stasiun Kejaksan juga mudah mau ke Kanoman. Sepuluh menit lewat Jalan Siliwangi, Karanggetas, dan Winaon,” terangnya.

  • Pasar Kanoman di Hati Wisatawan
  • Pasar Kanoman di Hati Wisatawan

Bagi turis domestik dan mancanegara, sejak lama Cirebon dikenal memiliki banyak peninggalan bersejarah. Ini menjadi daya tarik tersendiri. Tambah lagi, Cirebon sebagai daerah pinggir pantai yang memiliki beberapa pintu pelabuhan, berperan penting dalam akulturasi budaya Tionghoa, India, dan Arab.

“Orang luar (negeri), menaruh perhatian pada percampuran budaya demikian. Unik menurut mereka. Jadi penguat untuk datang ke Cirebon,” ujarnya.

Agus menyebutkan, tahun 2025 Pemkot Cirebon akan menata kawasan Pecinan, Winaon, dan Lemahwungkuk yang mengitari pasar Kanoman. Menyatu sebagai titik wisata kuliner, oleh-oleh khas, kerajinan lokal, serta seni budaya. Pihaknya sudah studi banding ke Surabaya, belajar mengombinasikan satu kawasan menjadi destinasi wisata budaya unggulan. 

Secara geografis, Surabaya dan Cirebon sama-sama kota pelabuhan. Banyak pendatang dengan latar suku dan budaya berbeda, kemudian berpadu dengan khazanah tradisi setempat. “Harapannya mendongkrak tingkat kunjungan wisatawan ke Cirebon,” kata Agus.

Pasar Kanoman di Hati Wisatawan
Kepadatan di Pasar Kanoman, sampai tempat parkir nyaris penuh/Mochamad Rona Anggie

Dukungan Komunitas Walking Tour

Fenomena komunitas walking tour (jalan-jalan dalam kota) yang diinisiasi kawula muda, ungkap Agus, juga memberi efek positif pengenalan suatu tempat wisata kepada khalayak luas. “Karena aktivitas walking tour ini dibarengi membuat konten untuk media sosial. Cepat viral,” tuturnya.

Generasi kekinian yang belum tahu sebuah tempat wisata, jadi ingin tahu dan ikut jalan bareng akhir pekan. Nah, generasi tuanya jadi kilas balik, diingatkan kembali ada tempat wisata ini dan itu. Akhirnya mereka coba tapak tilas bersama keluarga atau rekan seangkatan.

“Tentu saja ini meningkatkan kunjungan ke sebuah tempat wisata,” ujar Agus senang.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Pasar Kanoman di Hati Wisatawan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pasar-kanoman-di-hati-wisatawan/feed/ 0 44929
Perpustakaan 400: Jejak Pengabdian Tentara Pelajar (2) https://telusuri.id/perpustakaan-400-jejak-pengabdian-tentara-pelajar-2/ https://telusuri.id/perpustakaan-400-jejak-pengabdian-tentara-pelajar-2/#respond Tue, 03 Dec 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=44343 Tidak boleh salah lagi. Masyarakat sudah harus paham arti angka 400 yang menjadi nama perpustakaan daerah di Sunyaragi, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon. Bukan jumlah koleksi bukunya, melainkan berasal dari Batalyon 400 Tentara Pelajar Brigade XVII...

The post Perpustakaan 400: Jejak Pengabdian Tentara Pelajar (2) appeared first on TelusuRI.

]]>
Tidak boleh salah lagi. Masyarakat sudah harus paham arti angka 400 yang menjadi nama perpustakaan daerah di Sunyaragi, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon. Bukan jumlah koleksi bukunya, melainkan berasal dari Batalyon 400 Tentara Pelajar Brigade XVII Siliwangi.

Generasi keturunan pejuang Batalyon 400, hingga kini masih mengikatkan diri kuat-kuat pada Perpustakaan 400 sebagai peninggalan orang tua mereka. Mereka juga menghimpun silaturahmi lewat Ikatan Keluarga (Ikkel) 400, yang terbentuk sejak 24 Desember 1961. Anggotanya tersebar di banyak tempat dengan aktivitas beragam.

Salah satunya tinggal di Cirebon. Dita Hudayani S.H. mengungkapkan, basis perjuangan orang tua mereka dulu adalah Cirebon dan Kuningan. Bertempur melawan Belanda demi mempertahankan kemerdekaan 1945.

“Di dua wilayah ini, Batalyon 400 Tentara Pelajar meninggalkan jejak perjuangannya,” ujar putri mendiang H. Emon Sulaeman Reksa Legora (wafat 1996) dan Saomiyanah. Keduanya sahabat mendiang Salamun AT dan RE Sulaeman.

Perpustakaan 400: Jejak Pengabdian Tentara Pelajar (2)
Lobi dan halaman Perpustakaan 400 yang lapang dan nyaman. Perpustakaan menjadi program yang dipilih para veteran Tentara Pelajar di Cirebon sebagai kepedulian pada masa depan bangsa/Mochamad Rona Anggie

Suara Bulat Membangun Monumen Hidup lewat Buku

Dita mengisahkan, usai peperangan menjaga kedaulatan Republik Indonesia, anggota Batalyon 400 memilih jalur pengabdian selanjutnya masing-masing. Ada yang meneruskan karir menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tidak sedikit pula yang menekuni dunia bisnis.

“Ayah saya termasuk yang pilih jadi pengusaha,” bebernya saat berbincang di Jalan Pemuda, Cirebon, beberapa waktu lalu. 

Sementara eks Batalyon 400 yang memantapkan langkah di kemiliteran antara lain Letnan Jenderal TNI (Purn) Raden Mohammad Yogie Suardi Memet. Yogie, yang tergabung dalam pasukan inti Kelana Sakti, kemudian menjadi Panglima Kodam VI Siliwangi (1978–1983), Gubernur Jawa Barat (1985–1993), dan Menteri Dalam Negeri (1993–1998). Ada pula Wakil Presiden ke-4 RI, Jenderal TNI (Purn) Umar Wirahadikusumah, yang semasa berpangkat kapten turut berjuang bersama Tentara Pelajar Yon 400 di kawasan Sagarahiang, Kuningan, Jawa Barat.

Tidak lupa, Marsekal TNI (Purn) Mohamad Saleh Basarah Suradiningrat, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) ke-6 periode 1973–1977, yang wafat 11 Maret 2010. Ia sempat keluar masuk hutan bersama Batalyon 400 di pedalaman Kuningan.

Dita, yang pernah menjadi anggota KPU Kota Cirebon dua periode (2008–2018), menyebut pilihan mendirikan perpustakaan menjadi suara bulat eks kombatan Tentara Pelajar. Sebagai wujud pencerahan terhadap masyarakat luas.

Ia mengenang cerita dari ayahnya terkait rencana pembangunan sebuah peninggalan, yang akan menjadi kenangan perjuangan Batalyon 400 Brigade XVII di wilayah Cirebon. Ada beberapa pilihan, termasuk monumen. Namun, “ketuk palu” jatuh ke perpustakaan. Masak monumen, kalau monumen enggaklah, ucap Dita menirukan sang ayah tercinta. Akhirnya, semua sepakat membangun perpustakaan. 

Perpustakaan 400: Jejak Pengabdian Tentara Pelajar (2)
Tata tertib dan koleksi buku “jendela dunia” di Perpustakaan 400/Mochamad Rona Anggie

Pemikiran veteran Tentara Pelajar masa itu, lanjut Dita, sederhana saja. Buku adalah jendela dunia. Kehadiran sebuah perpustakaan akan sangat berguna bagi generasi bangsa. “Perpustakaan ini monumen hidup. Jendela dunia,” tegas wanita 64 tahun itu bangga.

Cirebon menjadi lokasi pembangunan perpustakaan, karena wilayah ini terhubung erat dengan daerah Kuningan, palagan pertempuran Tentara Pelajar melawan Belanda. Energi kepahlawanan dalam kobaran semboyan “merdeka atau mati”, dipekikkan para pelajar usia 17–20 tahun, demi harga diri ibu pertiwi.    

Dita menambahkan, di Jakarta berdiri pula sekolah Bakti Mulya 400 Pondok Indah. Di bawah naungan Yayasan Keluarga 400 dan Yayasan Pondok Mulya. “Jadi, selain Perpustakaan 400, kami juga fokus di pendidikan lewat sekolah Bakti Mulya 400,” tuturnya. 

Saliranti (54), putri bungsu Salamun AT, mengungkapkan hal senada. Dari cerita ayahnya, eks pejuang Batalyon 400 Tentara Pelajar ingin membangun sebuah perpustakaan karena pengalaman sulit pada zaman penjajahan.

“Masa itu buku susah,” ujar Sali mengenang ucapan Salamun AT.

Veteran Tentara Pelajar ingin anak Indonesia pintar. “Kita dijajah lama, loh. Ayah saya dan rekan-rekannya tidak mau melihat generasi muda tanah air mengalami kesulitan seperti ketika mereka dahulu, yang sulit belajar dan mendapatkan buku.”

Maka tercetuslah ide mendirikan perpustakaan. Kemudian menyediakan fasilitas pendidikan yang bermutu dan bisa diakses semua kalangan. Karena itu, Ikkel 400 juga mendirikan sekolah Bakti Mulya 400 di Jakarta.

“Tujuannya agar anak Indonesia pintar,” kata wanita kelahiran Jakarta itu.

Perpustakaan 400: Jejak Pengabdian Tentara Pelajar (2)
Antusiasme anak-anak sekolah saat mengunjungi Perpustakaan 400/Mochamad Rona Anggie

Awal Pendirian dan Hubungan Mesra dengan Pemerintah

Pemerintah Provinsi Jawa Barat turut berperan membidani kelahiran Perpustakaan 400. Lewat Mayjen TNI (Purn) Aang Kunaefi, Gubernur Jawa Barat periode 1975–1985, pemerintah menyilakan sebuah lahan di pinggir jalan utama lintas provinsi untuk dibangun perpustakaan. 

“Waktu itu sebenarnya [tanah] mau dibeli saja,” ujar Dita. Namun, kas keuangan veteran Batalyon 400 belum mencukupi. Hanya bisa sampai tahap membangun gedung. Beruntung, Pemprov Jabar memberi perhatian, sehingga tanah yang menjadi lokasi Perpustakaan 400 sekarang boleh digunakan.

Seiring waktu, sambung Dita, ada pembagian wilayah administratif di Indonesia. Peralihan pengelolaan Perpustakaan 400 otomatis beralih dari tingkat provinsi ke kotamadya.

“Kalaupun niat membeli tanah saat itu jadi, pada akhirnya tanah dan gedungnya memang akan diserahkan pula ke pemerintah daerah,” beber alumni Fakultas Hukum Universitas Padjajaran itu.

Kini, generasi penerus Tentara Pelajar Batalyon 400 sangat berbahagia. Perpustakaan 400, yang dibangun orang tua mereka pada Oktober 1983, masih eksis. Gedungnya megah. Baru saja renovasi. Pembaruan fasilitas senantiasa berlangsung. Hubungan Pemkot Cirebon dan Ikkel 400 terjalin mesra.

“Komunikasi kami intensif,” kata Dita menggambarkan keharmonisan antara generasi penerus Batalyon 400 dengan Pemkot Cirebon. 

Menurut Dita, pihaknya sangat menghargai kehadiran Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Cirebon yang proaktif. Semisal, Drs. H. Mohamad Korneli M.Si. yang memimpin tahun 2016–2019. Pun pejabat penerusnya saat ini, Gunawan ATD DEA.

“Kalau Pak Korneli, jelas punya ikatan kuat karena orang tuanya anggota Batalyon 400,” ujarnya.

Menurut Dita, perhatian Ikkel 400 dan kesungguhan Pemkot Cirebon mengelola Perpustakaan 400 jadi modal penting terhadap keberlangsungan perpustakaan dengan koleksi 48.551 eksemplar buku dan 8.928 anggota (per 2023) itu. Tujuannya tak lain agar relasi anggota Ikkel 400 dan warisan peninggalan orang tua mereka tetap terhubung. Lebih dari itu, masyarakat pencinta minat baca di wilayah Cirebon juga terfasilitasi dengan baik. 

Perpustakaan 400: Jejak Pengabdian Tentara Pelajar (2)
Digitalisasi yang memuat basis data daftar baca perpustakaan/Mochamad Rona Anggie

Dita tak menutupi bantuan finansial yang sampai sekarang masih dikucurkan ke Perpustakaan 400. Baik atas pengajuan kepala dinas, atau yang berkala disalurkan langsung oleh pengurus Ikkel di Jakarta.

“Bantuan melimpah datang dari Jakarta. Maklum saja, di sana yang banyak uangnya,” seloroh Dita. Ia menggambarkan keseriusan pengurus, “Butuh pendingin ruangan, kami beri. Ingin punya koleksi buku kedokteran, kami kirim.”

Itu semua menunjukkan semangat warisan orang tua mereka dulu. Sebagai generasi penerus, Dita dan anggota Ikkel 400 lainnya berupaya menjaga. Agar cerita orang tua mereka tidak lenyap digulung zaman. Dari keterangan Dita, diketahui saban setahun sekali anggota Ikkel 400 rutin kumpul di ibu kota. 

Tahun 2022, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI mengganjar perpustakaan umum daerah Kota Cirebon itu dengan sertifikat akreditasi A. Sebuah capaian yang membuat Perpustakaan 400 lebih bergengsi. Menjadi rujukan bagi perpustakaan umum daerah lainnya yang ingin studi banding. Belum lagi, prioritas bantuan dari pemerintah pusat akan mengalir lebih mudah. 

“Selain aktivitas baca-pinjam buku, kami rutin menggelar literasi kreatif. Ada kegiatan storytelling atau mendongeng untuk anak. Pelatihan Bahasa Inggris, Prancis, dan Arab. Boleh jadi ini yang membuat Perpusnas RI mantap memberi penghargaan akreditasi A pada kami,” papar Kepala Dispusip Kota Cirebon Gunawan ATD DEA. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Perpustakaan 400: Jejak Pengabdian Tentara Pelajar (2) appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/perpustakaan-400-jejak-pengabdian-tentara-pelajar-2/feed/ 0 44343
Perpustakaan 400: Jejak Pengabdian Tentara Pelajar (1) https://telusuri.id/perpustakaan-400-jejak-pengabdian-tentara-pelajar-1/ https://telusuri.id/perpustakaan-400-jejak-pengabdian-tentara-pelajar-1/#respond Mon, 02 Dec 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=44279 Sejarah panjang menaungi Perpustakaan 400. Tepat 10 November 2024, usia perpustakaan yang berlokasi di Jalan Brigjen Dharsono No. 11, Kota Cirebon itu resmi memasuki usia 40 tahun. Sejenak kita kilas balik peristiwa akhir perang dunia...

The post Perpustakaan 400: Jejak Pengabdian Tentara Pelajar (1) appeared first on TelusuRI.

]]>
Sejarah panjang menaungi Perpustakaan 400. Tepat 10 November 2024, usia perpustakaan yang berlokasi di Jalan Brigjen Dharsono No. 11, Kota Cirebon itu resmi memasuki usia 40 tahun.

Sejenak kita kilas balik peristiwa akhir perang dunia kedua. Negeri Matahari Terbit mengibarkan bendera putih. Tanpa bulatan merah di tengahnya. Pada 15 Agustus 1945, mereka mengaku kalah. Padahal, sebelumnya serdadu Dai Nippon menggila. Pasifik diterjang, Pearl Harbor diserang. Dunia dibuat geleng-geleng. Apa maunya mesin tempur dari timur Asia itu?

Hilang sudah kesabaran Amerika Serikat dan teman-temannya. Mereka bersumpah mengejar ke partai final. Hingga akhirnya berlangsung pertandingan puncak. Amerika Serikat yang jadi andalan tim, menurunkan “pemain” terbaik: Enola Gay. Punya senjata andalan yang sudah dipersiapkan, Little Boy, si “Bocah Kecil” yang menghabisi Hiroshima di set pertama, 6 Agustus 1945.

Enola Gay makin beringas. Tak ingin kehilangan momen, dihunjamkannya jurus maut kedua, Fat Man alias “Orang Gemuk” di set kedua, 9 Agustus 1945. Nagasaki pun tersungkur. Perlawanan Tokyo terhenti. Pasukan Sakura menyerah. Perang Dunia II tamat. Tim Sekutu keluar sebagai juara umum, dengan raihan ratusan ribu nyawa manusia melayang. Mulai balita sampai orang tua. 

Tidak ada tepuk tangan, sorak-sorai, apalagi pengalungan medali. Telah tertoreh tragedi kemanusiaan yang sangat mengerikan di atas podium peperangan. Belum lagi, yang di kemudian hari menanggung cacat seumur hidup. Mereka terpapar radiasi bom atom yang dibawa terbang pesawat Enola Gay dengan pilot Paul Tibbets.

Perpustakaan 400: Jejak Pengabdian Tentara Pelajar (1)
Tampak patung R.E. Mohamad Sulaeman, Komandan Pasukan Gerilya Kelana Sakti di halaman depan gedung Perpustakaan 400. Perpustakaan ini dikelola Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Cirebon/Mochamad Rona Anggie

Peran Tentara Pelajar Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

Kabar keoknya Jepang hinggap di bumi Nusantara. Tak ingin “medali emas” hilang. pejuang negeri khatulistiwa menghimpun kekuatan. Membaca setiap peluang, detik demi detik. Aroma kemerdekaan tercium dekat sekali. 

Hingga saat yang dinantikan tiba. Bulan puasa, di hari kesembilan Ramadan 1364 Hijriah atau 17 Agustus 1945, Ir. Sukarno dan Drs. Mohammad Hatta, memproklamasikan kemerdekaan atas nama rakyat Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

Perjuangan merebut kemerdekaan mencapai titik puncak. Segenap penjuru menyambut bahagia. Pekik ‘Merdeka! Merdeka!’ meramaikan jagat langit. Dari pagi sampai malam, mengiringi lantunan tadarus Alquran dari surau ke surau selepas tarawih. Sampai dini hari menjelang sahur esok hari, seruan itu masih membahana di antara kumandang azan Subuh. Semua bergembira.

Namun, di lain tempat, sekelompok bule memandang sebelah mata pernyataan kemerdekaan itu. Mereka berupaya menguasai Nusantara lagi. Tidak rela negeri ini menghirup udara kebebasan. Sedari awal, Belanda tidak sudi pada Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, yang menjadikan Indonesia negara berdaulat. 

Komandan tempur pasukan Belanda terus memobilisasi anak buahnya secara masif. Bersiap konfrontasi besar-besaran. Puncaknya adalah Agresi Militer Belanda I (21 Juli–5 Agustus 1947) dan Agresi Militer Belanda II (19–20 Desember 1948). 

Akibatnya, di beberapa titik bentrok fisik tak terhindarkan. Rakyat Indonesia melawan mati-matian untuk mempertahankan harga diri. Emoh dijajah lagi. Kapok disiksa kompeni. Tak terkecuali barisan pelajar, yang telah mengonsolidasikan kekuatan lewat Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) atau Tentara Pelajar (TP).

TP di Jawa Barat ada di bawah komando Panglima Divisi Siliwangi, Kolonel Abdul Haris Nasution, yang berkedudukan di Tasikmalaya. Batalyon 400 terbentuk sejak Juni 1946, mempunyai wilayah Karesidenan Cirebon (2 kompi), Purwakarta (1 kompi), dan Pekalongan (1 kompi). Berpusat di Cirebon, dengan markas besar di Yogyakarta. Salamun AT ditunjuk sebagai komandan batalyon (Danyon), sedangkan Ismail Rahardjo menjabat kepala staf (Kartasumitra, 1981:33).

Lebih lanjut, Kartasumitra dan Langgeng (1980:2) mengungkap sosok para tentara remaja itu: “Mereka adalah pelajar-pelajar sekolah lanjutan yang relatif masih muda-muda usianya. Jika digolongkan dalam pasukan bersenjata, maka mereka adalah pasukan ir-regular yang tidak terikat oleh disiplin militer untuk berjuang di teritorial Cirebon.

Sementara Ekadjati dkk (1987:87) menyebutkan, pada akhir Juni 1946, TP Cirebon memisahkan diri dari Markas Pusat TP Jawa Barat. Sebab, hubungan antarmarkas terputus akibat gangguan militer Belanda. Setelah melakukan tata ulang organisasi, TP Cirebon berubah menjadi Batalyon 400 Brigade XVII Siliwangi, memegang kendali perjuangan di Cirebon, Kuningan, Indramayu, dan Majalengka. Sebagai Danyon ditunjuk Salamun Alfian Tjakradiwirja (AT) dan Kepala Staf Ismail Rahardjo, sedangkan Komandan TP Kuningan adalah R.E. Mohamad Sulaeman. Di antara pengikutnya ada Abdul Adjid, Afidik, dan Mohammad Chalil. Ketiga nama terakhir gugur sebagai kusuma bangsa, setelah tertembak pasukan Belanda pada 1948.

Peran Tentara Pelajar di masa mempertahankan kemerdekaan sangat vital. Selain gagah berani bertempur menghadapi prajurit Ratu Wilhelmina, para pelajar yang ikhlas meninggalkan bangku sekolah demi perjuangan itu juga diandalkan menyusup ke wilayah yang dikuasai musuh.

Seperti saat peristiwa Hijrah “Maung” Siliwangi ke Yogyakarta, imbas dari Perjanjian Renville 17 Januari 1948. Anggota TP Batalyon 400, terkhusus di Kuningan, banyak terlibat aktivitas mata-mata. Mereka mengumpulkan pelbagai informasi penting, yang disampaikan ke gerilyawan Tentara Republik Indonesia (TRI).

Kartasumitra (1981:31) mengisahkan dalam bukunya: “Dengan adanya ketentuan ini, maka Letnan Kolonel Abimanyu, menyarankan supaya anggota-anggota pelajar pejuang masuk kembali ke kota dan tinggal di daerah pendudukan Belanda, untuk tetap memelihara semangat perjuangan…

Lambat laun, kompeni mengendus aksi spionase tersebut. Maka dilakukan pembersihan besar-besaran. Ketiga sahabat, Abdul Adjid, Afidik, dan Mohammad Chalil, terciduk aparat Belanda pada 22 Agustus 1948 dan langsung dieksekusi. Sementara komandan mereka, R.E. Mohamad Sulaeman, berhasil meloloskan diri dengan bergabung ke markas gerilyawan di Sagarahiang, pelosok desa di Kuningan.

Perpustakaan 400: Jejak Pengabdian Tentara Pelajar (1)
Perpustakaan 400 masih sering dikunjungi pelajar sekolah untuk melakukan pembelajaran di luar kelas/Mochamad Rona Anggie

Mengenang Jasa Pasukan Kelana Sakti 

Guna mengenang kepahlawanan ketiga Tentara Pelajar, pemerintah membangun Monumen Perjuangan Tentara Pelajar pada 1971 di sisi barat Jalan Raya Cirebon–Kuningan. Tidak jauh dari jembatan Sungai Cisande, tempat jenazah ketiganya ditemukan (Ibid, hal. 86). Adapun untuk mengenang keberanian R.E. Mohamad Sulaeman selaku komandan tempur pasukan Kelana Sakti—tim inti Yon 400, dibuatlah patung berbahan kuningan murni, mengabadikan sosoknya di halaman depan Perpustakaan 400.

Secara resmi, pemerintah membubarkan Tentara Pelajar pada 1950. Pada kesempatan itu, pemerintah juga memfasilitasi anggota Tentara Pelajar bila ingin meneruskan karier di kemiliteran, atau melanjutkan studi dengan biaya ditanggung negara.

Satu masa perjuangan bersama Tentara Pelajar Batalyon 400 Brigade XVII Siliwangi, yang di kemudian hari menjadi pejabat penting, di antaranya Solihin Gautama Purwanegara (Komandan Brigade XVII SLW). Ia menjadi Gubernur Jawa Barat periode 1970–1975 dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal TNI.

Lalu, Umar Wirahadikusumah, yang saat berpangkat kapten turut mencicipi gerilya di Sagarahiang. Jenderal (Purn) TNI Umar Wirahadikusumah kemudian menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ke-9 (1969–1973), dan tercatat sebagai Wakil Presiden ke-4 RI periode 1983–1988.

Ada pula Letnan Jenderal (Purn) TNI Raden Mohammad Yogie Suardi Memet. Mantan Danjen Kopassus ke-8 (1975–1978), Panglima Kodam VI Siliwangi (1978–1983), Gubernur Jawa Barat (1985–1993), dan Menteri Dalam Negeri (1993–1998). 

Tidak ketinggalan, Komandan TP Batalyon 400, Drs. Salamun AT. Ia pernah duduk di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) sampai tingkat III (1952), lalu lanjut ke Rijksbelasting Academie, Rotterdam, Belanda (1955). Kemudian mengabdi di pelbagai instansi pemerintah, menjadi Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan (1973–1981) dan Direktur Jenderal Pajak (1981–1988) di era kepemimpinan Presiden Soeharto. Pria kelahiran Cirebon itulah yang menggoreskan tanda tangan di prasasti peresmian gedung Perpustakaan 400 pada 10 November 1984. Prasasti tersebut masih menempel di tembok depan gedung Perpustakaan 400 hingga saat ini.

Perpustakaan 400: Jejak Pengabdian Tentara Pelajar (1)
Prasasti peresmian Perpustakaan 400 pada tanggal 10 November 1984/Mochamad Rona Anggie

Salamun AT merupakan Ketua Umum Ikatan Pelajar (Ikkel) 400. Anak bungsu Salamun, Dra Saliranti (58) menuturkan dirinya baru berumur 18 tahun ketika sang ayah meresmikan gedung Perpustakaan 400. Namun, Sali—sapaannya—tidak ingat persis sejak kapan ayahnya menjadi ketua umum Ikkel 400. Yang dia tahu, tidak ada periodisasi kepemimpinan. Bahkan teman-teman ayahnya menghendaki eks Danyon 400 Tentara Pelajar itu terus menjabat. “Jadi, ya, seumur hidup,” katanya. 

Baru setelah meninggal tahun 2000, posisi Salamun AT digantikan Saleh Basarah, mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) 1973–1977. Beliau wafat tahun 2010. Kemudian, estafet kepemimpinan pengurus Ikkel 400 beralih ke putranya, Mohammad Lendi Basarah, sampai sekarang.

Pada 15 Juli 2019, Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi penghargaan kepada sepuluh mantan Dirjen Pajak selama rentang 1981–2017. Termasuk Salamun AT. 

(Bersambung)


Referensi:

Kartasumitra, R.E.S. dan Langgeng, S. 1980. Anjangsana ke Sagarahiang. Jakarta. Catatan Pribadi.
Kartasumitra, R.E.S. 1981. Kelana Sakti sebagai Pasukan Inti dari Batalion 400 Tentara Pelajar. Jakarta. Catatan Pribadi.
Ekadjati, Edi S., dkk. 1987. Monumen Perjuangan Daerah Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Perpustakaan 400: Jejak Pengabdian Tentara Pelajar (1) appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/perpustakaan-400-jejak-pengabdian-tentara-pelajar-1/feed/ 0 44279
Cerita tentang Kuliner Cirebon—dan Agnez Mo https://telusuri.id/cerita-tentang-kuliner-cirebon-dan-agnez-mo/ https://telusuri.id/cerita-tentang-kuliner-cirebon-dan-agnez-mo/#respond Wed, 01 Jan 2020 01:00:52 +0000 https://telusuri.id/?p=19110 Kebiasaanku ketika jalan-jalan ke daerah tertentu adalah mengunjungi pasar tradisional. Selain sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi secara ekonomi, pasar tradisional pun menjadi ruang interaksi manusia di bidang sosial, kuliner, bahkan seni, yang dapat menciptakan dan...

The post Cerita tentang Kuliner Cirebon—dan Agnez Mo appeared first on TelusuRI.

]]>
Kebiasaanku ketika jalan-jalan ke daerah tertentu adalah mengunjungi pasar tradisional.

Selain sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi secara ekonomi, pasar tradisional pun menjadi ruang interaksi manusia di bidang sosial, kuliner, bahkan seni, yang dapat menciptakan dan menggerakkan peradaban daerah tersebut. Hal seperti itu susah kita temui di kenyamanan mal atau pasar modern lainnya.

Pasar Kanoman yang aku kunjungi pagi itu adalah salah satu pasar tua di Kota Cirebon.

Pasar itu diperkirakan telah ada semenjak Keraton Kanoman berdiri di tahun 1678, sebagai bagian dari kosmologi kekuasaan Jawa-Islam.

Pada kosmologi kekuasaan Jawa-Islam, Keraton adalah pusat kekuasaan dan bersinergi dengan Masjid Keraton, sebagai lambang kekuasaan Tuhan, di sebelah barat; alun-alun sebagai lambang kekuasaan rakyat; dan pasar, sebagai lambang kemakmuran, di sebelah timur.

Dikarenakan konflik politik, Belanda di tahun 1924 memperbesar pasar ke arah barat hingga menutupi alun-alun. Hal itu dimaksudkan untuk menutupi kekuasaan dan pengaruh Keraton Kanoman.

Sopir GrabCar menyebutkan dua nama masakan, nasi ayam Semarang dan gado-gado ayam, ketika kami bertanya menu sarapan yang paling tidak biasa di Pasar Kanoman.

Gerobak "Gado-gado Ayam Spesial Khas Cirebon Kanoman" /  pasar tradisional
Gerobak “Gado-gado Ayam Spesial Khas Cirebon Kanoman”/Daan Andraan

Dari namanya, kedua masakan itu memang terdengar tak biasa. “Nasi ayam Semarang” dan “gado-gado” tentu identik dengan daerah lain.

Singkat cerita, di pasar akhirnya aku memilih gado-gado ayam.

Penjual hanya menggunakan gerobak, meja, dan kursi panjang yang ditaruh di depan toko yang sedang tutup. Berderet di sebelah kiri-kanannya penjual bakso, empal gentong, bubur ayam, dan docang.

Setelah gado-gado yang kupesan datang, rasa-rasanya aku memang harus berterima kasih kepada sopir GrabCar yang merekomendasikan makanan yang tidak biasa itu.

Gado-gadonya berkuah! Isiannya lontong, tauge, kentang, timun, dan telur rebus ditambah suwiran daging ayam goreng disiram dengan bumbu kacang dan kemudian disiram lagi dengan kuah kuning, yang kemudian kutahu, ketika kutanyakan ke ibu penjualnya, bahwa itu adalah kuah kari. (Tapi, dipikir-pikir, itu bukan kuah kari, lebih mirip gulai yang terbuat dari santan encer dan kaldu ayam dengan sedikit rempah.) Lalu, terakhir, ditaburi bawang goreng, kerupuk kampung, dan emping.

Kuah seperti itu, dengan santan dan rempah-rempah, adalah ciri masakan dari wilayah Sumatra yang mendapatkan pengaruh dari India Selatan.

Seporsi gado-gado ayam / pasar tradisional
Seporsi gado-gado ayam/Daan Andraan

Sedangkan gado-gado sendiri lebih populer di Jakarta. Kata “gado-gado,” menurut buku Batavia 1750: Menyisir Jejak Betawi, berasal dari bahasa Portugis, gadu, yang artinya makanan mirip panganan yang disajikan untuk ternak karena dicampur-campur dan diaduk-aduk.

Saus kacang pada gado-gado diperkenalkan oleh para pelaut dari Spanyol dan Portugis yang datang ke Nusantara abad ke-16. Di komunitas keturunan Portugis di Kampung Tugu, Koja, Jakarta, kita masih dapat menemukan gado-gado siram yang menjadi ciri khas masyarakat sana.

Merujuk prasasti abad ke-9 dan tulisan-tulisan kuno dari abad ke-10, orang Jawa [di masa itu] sudah mengenal makanan yang berasal dari sayur-sayuran. Ada kuluban yang berasal dari sayuran yang direbus atau lawar yang berupa sayuran dari bahan-bahan mentah.

Kedua jenis masakan itu bertemu dengan saus kacang yang dibawa Portugis dan saus khas Tiongkok (kecap) menghasilkan jenis makanan baru seperti: pecel, lotek, karedok, dan tentu saja gado-gado.

Jamie Oliver, seorang chef terkenal dari Inggris yang pernah mengunggah tutorial membuat gado-gado di akun twitternya, menyebut gado-gado sebagai identitas budaya Indonesia. Tahun 2014, gado-gado ditetapkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai salah satu dari 30 ikon kuliner tradisional Indonesia.

Lalu, berdasarkan cerita di atas, apakah sebenarnya kita bisa mengklaim bahwa gado-gado benar-benar asli Indonesia? Jika gado-gado bisa ngomong—seperti Agnez Mo—dan berkata, “Saya tak berdarah Indonesia,” bisa jadi akan muncul polemik di media dan publik Indonesia.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Cerita tentang Kuliner Cirebon—dan Agnez Mo appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/cerita-tentang-kuliner-cirebon-dan-agnez-mo/feed/ 0 19110
6 Kuliner Cirebon yang Wajib Dicoba https://telusuri.id/kuliner-cirebon-yang-wajib-dicoba/ https://telusuri.id/kuliner-cirebon-yang-wajib-dicoba/#respond Mon, 13 Nov 2017 02:00:31 +0000 http://telusuri.id/?p=3338 Cirebon memang punya atraksi wisata yang lengkap. Makanya, tujuan orang ke sana macam-macam. Ada yang buat ziarah ke makam sunan, sebagian lagi ada yang mau naik Gunung Ciremai, tapi banyak pula yang cuma transit karena...

The post 6 Kuliner Cirebon yang Wajib Dicoba appeared first on TelusuRI.

]]>
Cirebon memang punya atraksi wisata yang lengkap. Makanya, tujuan orang ke sana macam-macam. Ada yang buat ziarah ke makam sunan, sebagian lagi ada yang mau naik Gunung Ciremai, tapi banyak pula yang cuma transit karena Cirebon terletak secara strategis antara Jawa Tengah dan Jawa Barat. Saya sendiri pergi ke Cirebon buat wisata kuliner. Cirebon punya banyak kuliner lezat yang mesti kamu cicipi, lho. Tapi pelan-pelan, jangan langsung semua. Mulai saja dari 6 kuliner Cirebon yang wajib dicoba ini:

1. Empal Gentong

kuliner cirebon yang wajib dicoba

Seporsi empal gentong H. Apud/Bernavita

Sudah pastilah kamu familiar dengan kuliner Cirebon yang wajib dicoba ini: empal gentong. Banyak rumah makan yang menjual empal gentong, terutama di sekitar Jalan Pantura. Sebenarnya ada 2 jenis empal gentong, yakni empal gentong santan dan empal gentong asam. Keduanya sama-sama nikmat. Tapi, tambah nikmat lagi kalau kamu mencicipinya sekaligus dengan sepiring sate kambing. Warung empal gentong yang paling terkenal adalah H. Apud.

2. Mie Koclok Panjunan

kuliner cirebon yang wajib dicoba

Warung mie koclok Panjunan/Bernavita

Kuliner Cirebon yang wajib dicoba selanjutnya adalah mie koclok. Makanan ini berwujud mie kuning dengan kuah putih kental, sangat pas kamu nikmati ketika hujan. Perpaduan rasa gurih dengan kol rebus setengah matang yang crunchy ketika digigit menjadi satu kesatuan yang nikmat di dalam mulut. Ditambah dengan ayam suwir, mie koclok ini akan terasa semakin nikmat.

3. Nasi Jamblang

kuliner cirebon yang wajib dicoba

Nasi jamblang Mang Dul/Bernavita

Enggak afdol ke Cirebon kalau enggak makan nasi jamblang. Nasi putih yang dibungkus daun jati yang punya aroma khas tersendiri, ditambah dengan lauk pauk yang bisa kamu pilih sesuai selera, akan membuat kamu kenyang seketika. Kelezatannya itu membuat nasi jamblang harus dimasukin dalam daftar kuliner Cirebon yang wajib dicoba. Nasi jamblang ini dapat kamu temukan di perempatan lampu merah dekat Garage Mall. Sejauh ini warung nasi jamblang yang paling terkenal adalah Mang Dul.

4. Es Krim Batok

kuliner cirebon yang wajib dicoba

Es krim batok yang unik/Bernavita

Kota ini memang sedikit lebih panas dari kota lainnya. Jelas, lah. Letaknya ‘kan dekat dengan pesisir utara Pulau Jawa. Tapi tenang, makanan yang masuk dalam jajaran kuliner Cirebon yang wajib dicoba selanjutnya ini bakal bikin kamu adem. Namanya es krim batok, yang dijual di salah satu toko di seberang kampus IAIN. Es krim dengan rasa vanila, coklat, stroberi dan matcha ini bisa kamu pilih sesuai selera, ditambah dengan topping buah, crackers dan selai.

5. Docang

kuliner cirebon yang wajib dicoba

Sepiring docang via seputar-cirebon.com

Kuliner Cirebon yang wajib dicoba selanjutnya ini adalah sejenis ketroprak, namun versi lengkapnya. Di atas piring disajikan lontong, kerupuk, oncom, dage, parutan kelapa muda, tauge dan disiram kuah-kuah gitu. Rasanya gurih dan krenyes-krenyes saat di dalam mulut. Karena makanan ini sudah hampir punah, kamu akan sangat sulit menemukannya. Makanan ini saya temukan saat berkunjung ke Keraton Kasepuhan Cirebon. Gerobak penjualnya berada di sekitar lingkungan keraton.

6. Tahu Gejrot

kuliner cirebon yang wajib dicoba

Tahu gejrot via wonderfulcirebon.com

Last but not least, tahu gejrot menjadi santapan penutup terakhir saat kamu berkunjung ke sini. Potongan tahu yang disiram dengan kuah gula merah, juga sensasi pedas dan bawang merah serta bawang putihnya, bikin kamu ingin dan ingin lagi. Makanya saya nggak ragu-ragu memasukkan tahu gejrot dalam list kuliner Cirebon yang wajiib dicoba.

Tapi, sebenarnya masih banyak banget kuliner di Cirebon yang perlu dicicipi, seperti bubur sop, nasi lengko, gado-gado ayam, es perjuangan dan lainnya. Kalau ke Cirebon jangan pernah berhenti untuk menjelajahi kulinernya, ya.

Jadi, dari sekian banyak kuliner Cirebon, kamu sudah pernah menikmati yang mana saja?

 

The post 6 Kuliner Cirebon yang Wajib Dicoba appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kuliner-cirebon-yang-wajib-dicoba/feed/ 0 3338