create Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/create/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Thu, 29 Sep 2022 07:51:41 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 create Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/create/ 32 32 135956295 Setara dari Dulu, Kini, dan Nanti https://telusuri.id/setara-dari-dulu-kini-dan-nanti/ https://telusuri.id/setara-dari-dulu-kini-dan-nanti/#respond Wed, 21 Sep 2022 12:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=35450 Banyak sekolah masih memperjuangkan adanya kesetaraan gender, sementara SMAN 8 Kota Malang sudah menerapkannya, baik di tingkat pengajar maupun peserta didik. Laki-laki tidak mendominasi ruang-ruang berorganisasi, sementara keterlibatan perempuan terus didorong. Lantas, bagaimana praktik bak...

The post Setara dari Dulu, Kini, dan Nanti appeared first on TelusuRI.

]]>
Banyak sekolah masih memperjuangkan adanya kesetaraan gender, sementara SMAN 8 Kota Malang sudah menerapkannya, baik di tingkat pengajar maupun peserta didik. Laki-laki tidak mendominasi ruang-ruang berorganisasi, sementara keterlibatan perempuan terus didorong. Lantas, bagaimana praktik bak ini dapat mendukung terciptanya toleransi di sekolah?

SMA N 8 Malang
SMA N 8 Malang/CREATE

Sebagai salah satu instrumen untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sekolah dituntut tampil seperti bengkel reparasi, dengan waktu yang sedikit harus melakukan banyak perubahan. Mengubah ketidaktahuan menjadi sebuah pengetahuan, hingga meningkatkan daya saing siswanya di tingkat global. Sekolah juga dinyatakan sebagai tempat yang menjunjung tinggi kesetaraan dan keadilan, seperti yang tertuang pada Pasal 31 UUD 1945, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak.

Sayangnya, kultur patriarki menyebabkan konstruksi di masyarakat menitikberatkan pendidikan adalah hak eksklusif para lelaki, sementara perempuan dipandang sebatas masyarakat kelas dua, yang tugasnya hanya seputaran pekerjaan domestik seperti mencuci baju, mengurus rumah tangga, dan menyenangkan suami. Namun, seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai paham dan mengerti bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam segala bidang, termasuk pendidikan.

SMAN 8 Kota Malang adalah salah satu contoh sekolah yang sukses menghilangkan stigma perbedaan gender. Siswa laki-laki tidak mendapat perlakuan istimewa dibanding siswa perempuan, tapi justru saling melengkapi. Sudah beberapa kali kepala sekolah dipimpin oleh sosok perempuan. Paling baru, dalam tiga tahun terakhir ketua OSIS yang terpilih di sekolah ini juga perempuan semua.

Apa faktor-faktor yang melatarbelakangi hal di atas?  

Tasrikha Ikawati, selaku guru Bahasa Inggris dan wakil kepala kesiswaan SMAN 8 Kota Malang periode 2019-2022 yang akrab disapa Ibu Ika, memaparkan bila keterpilihan mereka menempati posisi-posisi tersebut semata-mata karena kecerdasan dan kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kualitas mereka memang sudah melewati beberapa tahap pengujian, yang pada akhirnya sampai pada sesi pemilihan oleh warga sekolah.

Semua siswa SMAN 8 Kota Malang dipersiapkan untuk menghadapi persaingan, mereka juga dibekali dengan pengetahuan keadilan dan kesetaraan yang bagus sehingga tolak ukur pemimpin bukan lagi pada gender tapi kemampuan. “Sejauh yang saya tahu, tidak pernah ada (masalah gender), baik guru atau siswa. Selama proses kami tidak melihat gendernya, baik laki maupun perempuan kami tidak melihat itu. Proses pemilihannya juga panjang sekali, ada tes administrasi, wawancara, tes tertulis. Kami selalu melihat pada hasil terbaik,” jelasnya. Biasanya akan terdapat masing-masing tiga kandidat calon ketua dan wakil ketua terpilih yang akan maju pada pemilihan OSIS. Mereka merupakan hasil seleksi ketat nan panjang yang mewakili anak-anak kelas 11 dan 10 sebagai calon ketua dan wakil ketua OSIS.

Berhasil melewati rangkaian seleksi tersebut, pada tahun ini ketua dan wakil ketua OSIS terpilih merupakan sosok perempuan yakni pasangan Niangke Fairrachma dari kelas 11 IPS dan Kanindita Tiara Maharani dari kelas 10 MIPA. Sedangkan sebelumnya, terdapat pasangan ketua dan wakil ketua OSIS, Salma Rasheeda dari kelas 11 IPS didampingi Ale Sulthon Rahman dari kelas 10 MIPA (periode 2021-2020) dan Adi Cantika dari kelas 11 IPS didampingi Nazwa Marsha dari kelas 10 MIPA (periode 2019-2020).

Begitu pun pemilihan ketua ekstrakurikuler, meskipun tidak berlangsung serumit pemilihan ketua OSIS, tetap ada langkah-langkah yang harus ditempuh. Sampai saat ini, ekstrakurikuler tidak pernah dikenalkan dan dibagi berdasarkan gender tertentu, sehingga porsi yang didapat sama banyaknya. Namun sekali lagi Ibu Ika menegaskan bukan masalah gender yang menjadi pertimbangan, tetapi kemampuan personal yang bersangkutan.

Ibu Ika menambahkan bila salah satu kelebihan pemimpin perempuan adalah kemampuan untuk melakukan banyak tugas sekaligus–multitasking–yang tidak dimiliki oleh laki-laki. Perbedaan yang paling menonjol dari gaya kepemimpinan laki-laki dan perempuan menurut Joane Hoare dan Fiola Gell adalah perempuan lebih bersifat kooperatif dan kolaboratif, sementara laki-laki lebih kompetitif dan otoritatif. “Saya tidak mengatakan anak perempuan semuanya lebih bagus, enggak, semua ada kekurangan dan kelebihan, tapi masalah ketegasan, menangani masalah, bekerja sama dengan teman-temannya jalan semua itu. Bukannya yang laki-laki enggak jalan ya, tapi anak perempuan sepertinya lebih survive, lebih mencakup banyak hal,” ujarnya.

Sedangkan Rina Mariana atau Ibu Rina, guru bagian kesiswaan, juga partner pendamping Ibu Ika, juga mengomentari tentang bagaimana perempuan menjadi pemimpin. “Perempuan sebagai pemimpin sekarang wajar-wajar saja, karena seharusnya bukan karena perempuannya tapi karena kemampuannya. Kebetulan di sekolah ini yang bisa perempuannya. Kami melihatnya lebih pada kemampuannya masing-masing (terlepas dari latar belakang maupun gender),” ucapnya.

SMA N 8 Malang
Kegiatan CREATE di Jawa Timur/CREATE

Atas dasar kesetaraan yang sudah melekat inilah kemudian sekolah menerima ajakan untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang CREATE adakan, karena merasa nilai-nilai yang CREATE ajarkan bisa memperkuat lagi toleransi, pluralisme, dan kesetaraan gender di lingkungan mereka. Badar Satria Nusantara, salah satu alumni SMAN 8 Kota Malang membagikan pengalamannya selama mengikuti kegiatan CREATE, “Aku mikir awalnya CREATE kayak webinar biasa, tapi waktu aku ikut kegiatan CREATE itu acara yang paling niat untuk menumbuhkan rasa toleransi pada teman-teman yang seumuran aku.”

Badar, yang juga sempat menjadi bagian dari pengurus OSIS periode 2020-2021, tidak pernah merasa terintimidasi ataupun terpinggirkan dengan kemunculan pemimpin perempuan karena menurutnya kemampuan dapat dimiliki siapa saja terlepas gendernya apa. Namun, ada beberapa suara dari kalangan siswa yang masih terjebak konstruksi budaya patriarki sehingga seringkali meremehkan teman-teman perempuannya. Suara-suara sumbang tersebut tetap ada, meskipun sebagian besar warga sekolah sudah paham bahwa gender bukan halangan dalam melakukan apapun.

Pernah suatu saat, Badar mendapatkan pertanyaan dari teman akrabnya, “Kamu kok mau sih disuruh-suruh perempuan? Bukannya laki yang harus nyuruh ya?” Badar hanya membalas dengan kelakarnya, “Kamu kalau nyuruh aku bisa apa enggak?” Kemampuan koordinasi tidak dimiliki oleh semua orang, belum tentu laki-laki bisa mengkoordinasikan berbagai macam kegiatan yang berjalan dengan baik. Menanggapi langgengnya kepemimpinan perempuan di OSIS selama 3 tahun ini, Badar mengakui mereka mempunyai kemampuan yang mumpuni dalam urusan kepemimpinan. Muncul lebih banyak keteraturan yang dirasakan Badar selama menjadi bagian dari pengurus OSIS dan mempengaruhinya dalam setiap kegiatan. 

Pada praktiknya, sekolah pun ikut mengakomodir bagaimana kesetaraan berpendapat terjadi di lingkup sekolah. Soal kesetaraan pendapat, guru dan siswa mempunyai forum sarasehan yang dimaksudkan untuk menampung aspirasi siswa atau keluh kesah mereka selama bersekolah. Para guru dan murid kompak untuk bisa menjadi padu dan tetap menghormati satu sama lain, sejalan dengan tagline yang dianut ‘Sekolah Ramah Anak’, sesuai dengan arahan pemerintah yang dicanangkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2015.

SMA N 8 Malang
Niangke, Ketua OSIS SMA N 8 Malang/CREATE

Niangke Fairrachma, selaku ketua OSIS SMAN 8 Kota Malang yang masih menjabat hingga sekarang mengungkapkan pendapatnya mengenai perempuan dan kepemimpinan. Menurutnya, ada beberapa aspek yang memang berbeda dari laki-laki ataupun perempuan. Namun bila bicara soal kemampuan, tergantung individu masing-masing. Sebagai seorang anak yang tumbuh di lingkungan yang mendukung emansipasi, pikiran-pikiran yang mengedepankan laki-laki itu adalah pemikiran kuno. Laki-laki dan perempuan tercipta untuk saling melengkapi.

Lalu, bagaimana dengan sindiran-sindiran? Selama Niangke menjabat, pada dasarnya tetap ada perkataan yang meragukan kapasitasnya dalam memimpin karena dia perempuan. “Langsung di depan muka saya sih enggak ada, saya cuma denger-denger aja. Tapi teman-teman di sekolah luar saya sering mendengar kadang ada yang underestimate mereka, tapi tergantung individu masing-masing kalau bisa ngebuktiin, gender bukan jadi penghalang,” tutur Niangke.

Karena masih dalam masa kerjanya, Niangke mengadakan banyak program-program OSIS seperti latihan dasar kepemimpinan, berbagai macam perlombaan seni maupun olahraga, HUT Smarihasta, Kartini Day, dan lain semacamnya. Kegiatan CREATE juga menginspirasi Niangke dan teman-temannya untuk memasukkan materi tentang toleransi, pluralisme, dan kesetaraan gender dalam MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah).

Yang patut digarisbawahi dari kesuksesan SMAN 8 Kota Malang dalam memberdayakan siswa perempuannya adalah dengan mendukung pihak laki-laki dan perempuan untuk berkompetisi dengan adil. Sekolah adalah pihak yang netral dan menyediakan segala keperluan siswa untuk berkembang. Menurut Niangke, inilah salah satu bentuk dukungan yang diperlukan oleh semua kalangan, “Dengan tidak mengurangi hak dan kewajiban dari kedua belah pihak, menurut saya itu sudah mendukung. Kesuksesan tidak selalu dipandang dengan setinggi jabatan. Kalau semisal dipandang seperti itu berarti yang paling sukses adalah presiden. Sukses kalau menurut saya adalah saya enjoy dengan apa yang saya jalani sekarang.”

“Ketika banyak yang bertanya bagaimana cara menjadi ketua OSIS, jujur saya enggak tahu jawaban pasti selain cuman bilang kamu percaya saja sama diri kamu, entah kamu jadi apapun nanti, kamu memang hebatnya di situ. Semua orang punya porsi dan tempatnya masing-masing,” ucap Niangke.

SMAN 8 Kota Malang memberikan contoh bagaimana penerapan nilai-nilai kesetaraan gender diwujudkan di lingkungan sekolah. Dengan adanya kesempatan yang sama kepada semua siswa untuk ikut berpartisipasi dalam hal organisasi dan kepemimpinan. Selayaknya, sekolah menjadi tempat belajar yang nyaman dan aman untuk para siswa untuk berkembang dan berlatih. Dengan kesempatan yang sama, perempuan dapat menjadi Kartini-Kartini baru yang siap membangun Indonesia.


1) Istilah yang menggambarkan upaya perbaikan yang memakan waktu singkat dan biaya lebih murah. Umumnya digunakan pada reparasi mobil penyok,


Konsorsium CREATE merupakan inisiasi Yayasan Hivos yang terinspirasi oleh nilai-nilai humanis bekerja sama dengan Rombak Media, Perkumpulan Pamflet Generasi, Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR), Youth Interfaith Forum on Sexuality (YIFOS), dan Center for Marginalized Communities Studies (CMARs), dengan dukungan dari The United States Agency for International Development. Konsorsium CREATE bersama-sama membuat program yang bertujuan untuk meningkatkan pluralisme dan toleransi di kalangan siswa. CREATE mengadopsi pendekatan berbasis seni dan budaya yang inovatif sebagai titik masuk mempromosikan toleransi dan pluralisme di tingkat sekolah menengah.

The post Setara dari Dulu, Kini, dan Nanti appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/setara-dari-dulu-kini-dan-nanti/feed/ 0 35450
Mendobrak Stigma: Kesetaraan dalam Kepemimpinan Organisasi Sekolah https://telusuri.id/mendobrak-stigma-kesetaraan-dalam-kepemimpinan-organisasi-sekolah/ https://telusuri.id/mendobrak-stigma-kesetaraan-dalam-kepemimpinan-organisasi-sekolah/#respond Tue, 20 Sep 2022 12:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=35451 Dalam masyarakat yang homogen dan patriarki, konsep pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang berasal dari kalangan laki-laki. Bukan rahasia umum bahwa perempuan selalu kesulitan untuk menjadi pemimpin meskipun mencukupi dan ideal secara kemampuan. Laporan Pembangunan...

The post Mendobrak Stigma: Kesetaraan dalam Kepemimpinan Organisasi Sekolah appeared first on TelusuRI.

]]>
Dalam masyarakat yang homogen dan patriarki, konsep pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang berasal dari kalangan laki-laki. Bukan rahasia umum bahwa perempuan selalu kesulitan untuk menjadi pemimpin meskipun mencukupi dan ideal secara kemampuan. Laporan Pembangunan Manusia Berbasis Gender, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KEMENPPPA) tahun 2021 menunjukkan, partisipasi perempuan Indonesia secara politik masih cukup tertinggal, yakni hanya 17.4% dan menduduki peringkat 5 dari 10 negara di ASEAN. Khusus untuk provinsi Jawa Barat, Indeks Pembangunan Gender (IPG) tercatat sebatas 89,20 hingga menjadi satu-satunya provinsi di Jawa yang memiliki capaian IPG di bawah nilai nasional. Faktor-faktor yang menjadi tantangan mencakup masih kuatnya norma dan struktur sosial yang membatasi partisipasi perempuan.

MAN 2 Kota Bandung
MAN 2 Kota Bandung/CREATE

November 2021, perasaan bangga hadir dalam diri Zahwa Nurlaila Indah Laksana, seorang siswa perempuan dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2, Kota Bandung. Zahwa patut bergembira dan bersenang hati, sebab dirinya baru saja terpilih sebagai siswa perempuan pertama yang menjadi Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di tempatnya menimba ilmu. 

“Masih banyak orang di sekitar saya memandang bahwa kehadiran pemimpin perempuan bisa menjadi permasalahan tersendiri. Padahal pada dasarnya, perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal kepemimpinan. Saya menjawabnya dengan keberanian dan pembuktian bahwa seorang perempuan yang dianggap lemah dan rendah sebenarnya tetap pantas menjadi seorang pemimpin,” ujar Zahwa, pelajar kelas XII yang juga peraih medali emas tingkat nasional pada Olimpiade Sains Pelajar Nasional 2021.

Sejak berdiri di tahun 1991, MAN 2 Kota Bandung, sekolah menengah negeri berbasis agama Islam tempat Zahwa belajar tercatat belum pernah memiliki ketua OSIS dari pelajar perempuan. Zahwa beruntung, 30 tahun kemudian, ia terpilih untuk memimpin organisasi di sekolahnya dengan mekanisme pemilihan yang demokratis, mengalahkan dua calon siswa laki-laki lainnya.

Zahwa, Ketua OSIS MAN 2 Kota Bandung
Zahwa, Ketua OSIS MAN 2 Kota Bandung/CREATE

Terpilihnya Zahwa sebagai ketua OSIS di sekolahnya bukan tanpa halangan, meski didukung oleh sebagian besar temannya, tak sedikit pula yang berseberangan pendapat. Stigma perempuan sebagai pemimpin masih sering ia dengar dari siswa yang lain. “Laki-laki yang diutamakan jadi pemimpin, masa perempuan mau jadi pemimpin juga, sih? Apakah tidak malu? Bukan kodratnya. Aku aja sebagai perempuan enggak berani buat jadi ketua OSIS selagi masih ada laki laki,” ujar Zahwa, menirukan perkataan rekan-rekannya.

Meski begitu, niat Zahwa tidaklah goyah. Perkataan sinis yang datang dari rekan sebayanya justru membuat ia semakin termotivasi untuk terus maju dan tetap percaya diri. Berangkat dengan restu orang tua yang selalu mendukung dan mengamini setiap langkahnya, teman-teman, dan juga para guru, Zahwa memantapkan diri untuk tetap mengikuti seleksi. “Orang yang kontra pasti banyak, tetapi yang selalu mendukung dan membantu saya jauh lebih banyak,” tuturnya.

Di sekolah, Zahwa tidak berdiri sendiri. Beberapa guru di sekolahnya memiliki peran penting dalam mendorong Zahwa dan siswa perempuan lainnya untuk lebih berani bersuara dan maju untuk menjadi seorang pemimpin.

Momon Sudarma, guru bidang Geografi dan Sosiologi di MAN 2 Kota Bandung ini turut bercerita tentang terpilihnya Zahwa sebagai ketua OSIS perempuan pertama di sekolahnya. Pria yang akrab disapa ‘Pak Momon’ oleh para siswa ini, seringkali menyampaikan dan menyemangati siswa terkait masalah kepercayaan diri dan kepemimpinan.

“Saat menjabat di bidang kesiswaan di tahun 2010 dan Penjamin Mutu Madrasah di 2020 lalu, saya memiliki ruang untuk bisa diskusi dengan sejumlah anak, termasuk di dalamnya memberikan motivasi atau penguatan kepada siswa yang memiliki minat, bakat, kemampuan atau ide dalam mengembangkan kegiatan kemadrasahan, atau kegiatan kesiswaan,” ujar Momon.

Pembelajaran di MAN 2 Kota Bandung
Pembelajaran di MAN 2 Kota Bandung/CREATE

Selain Zahwa, menurut Momon, beberapa tahun sebelumnya, pernah ada seorang siswa perempuan yang sempat berdiskusi dengannya dan menyampaikan maksud serta niatnya untuk ikut dalam pemilihan calon Ketua OSIS. Namun, belakangan hal itu urung dilakukan, siswa tersebut tidak berlanjut masuk dalam proses pemilihan.

“Di sinilah letak dan posisi pentingnya atmosfir sosial. Mereka hadir tidak di ruang kosong. Mereka hadir di tengah masyarakat yang memiliki narasi dominan dalam keagamaan, dan bahkan cenderung homogen. Oleh karena itu, untuk kompetensi sosial, tidak cukup sekedar bermodalkan mau dan ingin,” ujar Momon. 

Sebagai guru, Momon sering menjelaskan kepada para siswa, bahwa menjadi pemimpin harus mempunyai 3B; Brain, Behavior, Beauty. Apapun gendernya, seorang pemimpin harus mempunyai marwah, perilaku, serta kepintaran yang baik untuk menyelesaikan masalah. 

  • CREATE Jawa Barat
  • CREATE Jawa Barat

Pada kesempatan lain, Enjang Bakar, guru Pendidikan Kewarganegaraan di MAN 2 Kota Bandung pernah mengikuti kegiatan bertajuk “Guru Membina Damai: Kolaborasi untuk Toleransi,” yang digelar oleh program Creative Youth for Tolerance (CREATE), Juli-Agustus 2021. Pada pelatihan ini, Enjang dan beberapa guru SMA/Sederajat se-Jawa Barat berkumpul dan menerima banyak materi soal toleransi dan hak kesetaraan dalam dunia pendidikan. Salah satunya adalah tentang siswa laki-laki dan perempuan yang seharusnya mempunyai kesempatan dan perlakuan yang sama.

Usai dari pelatihan tersebut, Enjang, Momon beserta perwakilan dari kepala Madrasah dan guru lainnya mulai membicarakan kondisi di MAN 2 Kota Bandung. Mereka kemudian berinisiasi untuk membahas lebih jauh terkait kondisi kesetaraan gender di sekolah, sekaligus membahas tentang pemberian kesempatan bagi siswa perempuan untuk mencalonkan diri sebagai ketua OSIS.

Diskusi tersebut pun berbuah baik. Zahwa akhirnya terpilih sebagai siswa perempuan pertama yang memimpin organisasi di sekolahnya, melalui proses pemilihan yang berlaku. Hal tersebut diharapkan dapat mengubah pandangan stereotip gender di tingkat sekolah yang selalu mengasosiasikan bahwa pemimpin politik dalam lingkungan islam haruslah laki-laki.

“Selain di OSIS, di lingkungan Madrasah juga sempat ada ekstrakulikuler yang dipimpin oleh siswa perempuan. Ada Syaima Putri dan Rabi’ah Al-’Adawiyah, yang menjadi Ketua Umum Ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja. Kemudian, Putri, sempat menjadi Ketua Umum English Club. Padahal dalam ekstrakurikuler tersebut banyak juga siswa laki-laki yang menjadi anggotanya,” tambah Momon.

Kurangnya kepercayaan diri, dan narasi yang terbentuk bahwa laki-laki lebih baik sebagai pemimpin, masih menjadi hambatan bagi perempuan sejak di level sekolah. Zahwa dan siswa perempuan lainnya, seringkali dihadapkan pada kondisi kepengurusan dalam organisasi sekolah yang menunjukkan bahwa perspektif perempuan lebih lemah untuk mendominasi dalam urusan publik.

  • Diskusi pengurus OSIS-MPK MAN 2 Kota Bandung
  • Diskusi pengurus OSIS-MPK MAN 2 Kota Bandung

Pembagian peran yang sejak usia dini diajarkan, menjadikan hubungan antara laki-laki dan perempuan berada pada posisi yang tidak sejajar. Masyarakat pada umumnya kemudian membagi peran antara laki-laki dan perempuan yang sulit diubah. Konstruksi sosial dan kultural lalu menjadikan kuatnya peran laki-laki untuk menjadi seorang pemimpin.

Terpilihnya Zahwa sangat diapresiasi oleh pihak pengurus Madrasah. Zahwa dianggap hadir sebagai siswa perempuan yang mampu menunjukkan karakter serta prestasi yang baik. Dirinya bahkan menjadi salah satu siswa berprestasi dalam sejumlah kompetisi akademik.

“Sebagai tenaga pendidik maupun sebagai lembaga, madrasah memiliki kewajiban untuk memberikan penghargaan yang proporsional kepada keanekaragaman potensi peserta didik. Bukannya hanya pada gender, tetapi juga minat, serta bakat dan kemampuannya. Penghargaannya pun bukan sekedar materi finansial, tetapi juga memberikan ruang terbuka untuk mengembangkan aktivitas dan kemampuannya,” jelas Momon.

Meski tetap berada dalam bayang-bayang stereotip tentang kualitas kepemimpinan perempuan, Zahwa bertekad posisinya saat ini justru sebagai pembuka inisiasi-inisiasi baik yang akan datang, “Tantangan saat ini adalah terus meningkatkan versi terbaik dari diri sendiri. Mampu bijak dalam menerima segala masukan dan kritikan. Selain itu, bagaimana caranya agar tetap menjadi pemimpin yang disenangi, memberikan kenyamanan ketika orang lain berada di dekatnya, dan memberi manfaat bagi semua orang.”

Terpilihnya Zahwa sebagai pemimpin organisasi siswa juga menjadi contoh praktik baik yang menunjukkan bahwa MAN 2 Kota Bandung terbuka terhadap isu kesetaraan gender, serta mendorong partisipasi dan keterlibatan bermakna siswa perempuan dalam proses pembuatan keputusan di sekolahnya. 

Terpilihnya Zahwa sebagai ketua OSIS di sebuah Madrasah Aliyah Negeri dapat menjadi pemicu agar hal baik serupa bisa terjadi di sekolah setingkat lainnya, terutama Madrasah.


Konsorsium CREATE merupakan inisiasi Yayasan Hivos yang terinspirasi oleh nilai-nilai humanis bekerja sama dengan Rombak Media, Perkumpulan Pamflet Generasi, Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR), Youth Interfaith Forum on Sexuality (YIFOS), dan Center for Marginalized Communities Studies (CMARs), dengan dukungan dari The United States Agency for International Development. Konsorsium CREATE bersama-sama membuat program yang bertujuan untuk meningkatkan pluralisme dan toleransi di kalangan siswa. CREATE mengadopsi pendekatan berbasis seni dan budaya yang inovatif sebagai titik masuk mempromosikan toleransi dan pluralisme di tingkat sekolah menengah.

The post Mendobrak Stigma: Kesetaraan dalam Kepemimpinan Organisasi Sekolah appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mendobrak-stigma-kesetaraan-dalam-kepemimpinan-organisasi-sekolah/feed/ 0 35451
Melawan Arus Perundungan https://telusuri.id/melawan-arus-perundungan/ https://telusuri.id/melawan-arus-perundungan/#respond Tue, 02 Aug 2022 07:14:40 +0000 https://telusuri.id/?p=34704 Sekolah sebagai tempat proses belajar-mengajar, memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan. Melalui hal ini pula, sekolah diharapkan bisa menjadi ruang aman untuk menciptakan kehidupan manusia yang lebih baik melalui proses pendidikan.  Namun, cerita sebaliknya masih...

The post Melawan Arus Perundungan appeared first on TelusuRI.

]]>
Sekolah sebagai tempat proses belajar-mengajar, memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan. Melalui hal ini pula, sekolah diharapkan bisa menjadi ruang aman untuk menciptakan kehidupan manusia yang lebih baik melalui proses pendidikan. 

Namun, cerita sebaliknya masih saja terjadi. Wildan, seorang siswa dari SMAN 14 Gowa, Sulawesi Selatan, mengaku sering dirundung oleh teman-teman sebayanya. Perundungan yang dialami Wildan pun bukan hanya melalui verbal, tak jarang ia juga mengalami kekerasan secara fisik. 

“Jerawatmu banyak sekali, pasti gaya hidupnya jorok! Kulitmu hitam sekali, tidak pakai skincare? Kelebihanmu itu apa, sih?” ujar Wildan, menirukan setiap perkataan orang lain yang ditujukan padanya. Perkataan kasar itu pun tidak hanya keluar dari teman di sekolahnya, beberapa diantaranya bahkan datang dari guru yang mengajar di sekolah.

Semua perkataan itu menjadi beban tersendiri bagi Wildan. Ia merasa hidup dalam lingkungan yang selalu berusaha menjatuhkannya. Di lain sisi, ia juga dituntut untuk selalu memiliki nilai yang baik pada setiap mata pelajaran di sekolah. Wildan merasa tidak menjadi dirinya sendiri. Ia terpaksa harus berpura-pura tegar, sementara perasaan lemah dan rendah diri yang ia alami menginginkan semua perilaku perundungan itu bisa segera berakhir.

“Aku memilih untuk menutup ruang pertemananku dengan yang lain. Bahkan belakangan aku sadar, aku mengalami gangguan kesehatan mental. Aku sering mengalami cemas berlebih untuk sesuatu hal yang belum terjadi. Akibatnya, aku jadi sering pusing,” keluh Wildan, sambil mengingat-ingat kejadian yang dialaminya.

“Sepertinya mereka (pelaku perundungan) iri sama saya.” 

  • CREATE: Creative Youth for Tolerance
  • SMAN 14 Gowa
  • SMAN 14 Gowa

Pada satu kesempatan, Wildan mengetahui bahwa sekolahnya ikut dalam program Creative Youth for Tolerance (CREATE), sebuah program yang mengkampanyekan isu kesetaraan dan toleransi. Berangkat dari rasa ingin tahu dan keinginan untuk memperbaiki keadaan yang dialaminya, Wildan lalu memutuskan untuk bergabung menjadi salah satu peserta dalam kegiatan yang digelar oleh CREATE. 

Saat mengikuti kegiatan CREATE, Wildan tidak hanya mendapatkan pengetahuan baru mengenai toleransi, keberagaman, dan juga kesetaraan gender. Dalam banyak kesempatan, ia juga bisa bertemu dan bertukar pendapat dengan teman-teman baru dari berbagai sekolah di Sulawesi Selatan, Jawa Timur, hingga Jawa Barat. Pertemuan-pertemuan itu memberikan banyak perspektif baru bagi Wildan tentang keragaman toleransi. Selain belajar melalui berbagai pelatihan pengembangan diri yang ia ikuti, Wildan pun mendapatkan dukungan dari teman-teman barunya.

“Saya tidak suka diperlakukan seperti ini, kamu mungkin tidak tahu apa yang sudah kualami di hidupku. Coba kalau kamu sebagai korban, bagaimana perasaanmu? Jadi, tolong jangan diulangi kalau kamu tidak suka diperlakukan begitu,” ungkap Wildan saat masih ada teman yang merundungnya.

Program CREATE bekerja sama dengan pihak sekolah, bersama-sama membangun pemahaman kepada para siswa terkait isu toleransi, keberagaman, dan kesetaraan gender, melalui berbagai kegiatan seperti lokakarya hingga pameran seni dengan topik terkait. Sebagai salah seorang peserta, Wildan mengaku merasa terbantu mengikuti kegiatan ini, ia pun berkesempatan mengikuti program konsultasi gratis dengan psikolog, untuk mencari tahu lebih jauh gejala yang dialaminya.

“Aku diajak untuk belajar menerima tindakan orang lain yang ada di luar kendali kita. Dari situ aku belajar, bahwa setiap orang berhak menyampaikan bahwa kita tidak suka dan tidak nyaman diperlakukan buruk seperti itu,” ujar Wildan.

“Intinya tetaplah pada kehidupan kita sendiri.”

CREATE: Creative Youth for Tolerance
Pelaksanaan Kegiatan CREATE/CREATE

Komitmen sekolah bisa dilihat dari kesiapan para guru untuk membantu siswa yang mengalami masalah. Senada dengan hal tersebut, Suriyati, wali kelas Wildan sekaligus guru seni budaya yang juga ikut menangani masalah siswa, menjelaskan bagaimana peran guru untuk berkomitmen membantu para siswa yang menghadapi masalah. 

Menurut Suriyati, selain guru Bimbingan dan Konseling, setiap wali kelas dituntut untuk bisa memberikan pertolongan pertama bagi siswa yang mengalami masalah di sekolahnya. Jika masalah yang dialami cukup besar, maka penyelesaian akan dilimpahkan ke bagian kesiswaan. “Tapi sampai saat ini yang saya dapati, dapat terselesaikan di wali kelas,” ujar Suriyati.

Para pelaku yang terbukti melakukan kesalahan pun diberikan sanksi beragam: mulai dari pemanggilan orang tua, tidak diizinkan untuk mengikuti proses pembelajaran di kelas, hingga skorsing.

Suriyati menambahkan, saat ini guru-guru juga dituntut untuk memberikan perhatian ekstra pada setiap siswa. Bersama program CREATE, para guru juga mulai mengenalkan kembali pentingnya pembelajaran toleransi, keberagaman, dan kesetaraan gender bagi siswa, dengan harapan pembelajaran toleransi menjadi nilai utama untuk siswa bersosialisasi di luar sekolah. “Guru-guru tidak hanya mengajar, bukan cuma mendidik, tapi juga perlu mengembangkan minat dan bakat siswa dengan melibatkannya ke berbagai kegiatan di luar sekolah atau kejuaraan antar sekolah lainnya,” ujar Suriyati.

Hasil riset Programme for International Students Assessment (PISA) pada tahun 2018 menemukan, sebanyak 41,1% pelajar di Indonesia pernah mengalami perundungan (bullying). Riset PISA yang diinisiasi oleh Organisation of Economic Co-operation and Development (OECD) sendiri merupakan studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang diikuti oleh lebih dari 70 negara di seluruh dunia. Indonesia telah berpartisipasi dalam studi PISA ini sejak tahun 2000.

Dalam riset itu juga, persentase angka perundungan siswa di Indonesia pun tercatat tertinggi kelima di dunia, di bawah Filipina, Brunei Darussalam, Republik Dominika, dan Maroko. Angka siswa korban perundungan ini jauh di atas rata-rata negara anggota OECD yang hanya sebesar 22,7%.

Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, di sepanjang tahun 2021 saja, terjadi sebanyak 17 kasus kekerasan di dunia pendidikan yang melibatkan peserta didik dan tenaga pendidik. Kasus terbanyak adalah tawuran pelajar (10 kasus), disusul kasus perundungan (6 kasus), dan kekerasan berbasis SARA (1 kasus).

Lewat berbagai kegiatan peningkatan kapasitas yang diikutinya serta dukungan dari guru seperti Suriyati selama ini, Wildan berharap, ingin diterima di lingkungannya dengan segala kekurangan yang ia miliki. “Kekurangan ada karena kita adalah manusia yang saling membutuhkan satu sama lain. Di sini aku ingin berkontribusi bersama CREATE untuk menyadarkan masyarakat sekitar tentang kesetaraan gender, keberagaman, dan toleransi,” tuturnya.


Konsorsium CREATE merupakan inisiasi Yayasan Hivos yang terinspirasi oleh nilai-nilai humanis bekerja sama dengan Rombak Media, Perkumpulan Pamflet Generasi, Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR), Youth Interfaith Forum on Sexuality (YIFOS), dan Center for Marginalized Communities Studies (CMARs), dengan dukungan dari The United States Agency for International Development. Konsorsium CREATE bersama-sama membuat program yang bertujuan untuk meningkatkan pluralisme dan toleransi di kalangan siswa. CREATE mengadopsi pendekatan berbasis seni dan budaya yang inovatif sebagai titik masuk mempromosikan toleransi dan pluralisme di tingkat sekolah menengah.

The post Melawan Arus Perundungan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/melawan-arus-perundungan/feed/ 0 34704