dago Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/dago/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 27 May 2025 15:10:25 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 dago Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/dago/ 32 32 135956295 Menangkap Peluang Cuan dari Lari Pagi di Dago https://telusuri.id/menangkap-peluang-cuan-dari-lari-pagi-di-dago/ https://telusuri.id/menangkap-peluang-cuan-dari-lari-pagi-di-dago/#respond Fri, 25 Apr 2025 03:00:48 +0000 https://telusuri.id/?p=46775 Ahad pagi (16/3/2025), sejumlah pelari tampak menyusuri ruas kawasan Dago, Bandung, Jawa Barat. Mereka terlihat sedang berlari dari arah persimpangan Jalan Sulanjana–Jalan Ir. H. Juanda ke arah bawah. Ada yang berlari sendirian, ada juga yang...

The post Menangkap Peluang Cuan dari Lari Pagi di Dago appeared first on TelusuRI.

]]>
Ahad pagi (16/3/2025), sejumlah pelari tampak menyusuri ruas kawasan Dago, Bandung, Jawa Barat. Mereka terlihat sedang berlari dari arah persimpangan Jalan Sulanjana–Jalan Ir. H. Juanda ke arah bawah. Ada yang berlari sendirian, ada juga yang berpasangan maupun berkelompok.

Saat mereka sedang berlari, dengan memanfaatkan jalur khusus sepeda yang lengang, sejumlah fotografer yang mangkal di trotoar membidikkan kamera dan mendokumentasi mereka. Klik, klik, klik….tombol rana ditekan. Sebagian pelari langsung sigap berpose.

Salah seorang fotografer yang belakangan ini getol mangkal di Dago adalah Javier Nayaka (18). Belia asal Cimahi yang masih menuntut ilmu di salah satu sekolah vokasi ini, menyisihkan sebagian waktu libur akhir pekannya dengan memotret para pelari pagi, yang biasa wara-wiri di kawasan Dago. Foto-foto hasil jepretannya kemudian diunggah ke aplikasi Fotoyu. Selain mengembangkan dan mengasah kemampuan fotografinya, ia pun bisa meraup cuan dari hasil foto-foto yang terjual lewat aplikasi tersebut.

“Mulai motret di sini sejak Desember tahun lalu,” terang Javier, sembari mengokang kamera mirrorless pabrikan Jepang. Di sampingnya, sebuah komputer pangku berlayar 14 inci menyala. Javier langsung mentransfer foto-foto hasil jepretannya ke komputer pangku tersebut.

Javier tidak sendirian. Puluhan fotografer lain juga mangkal saban akhir pekan di sekitaran Dago. Seperti Javier, mereka juga mengunggah foto-foto karya mereka ke aplikasi Fotoyu.

Javier mengaku dirinya mengetahui adanya Fotoyu dari salah seorang temannya. Sejak itu, ia pun makin rajin memotret dan mengunggah karya-karyanya di aplikasi tersebut. Bahkan, kini bukan hanya foto yang diunggah, melainkan juga video berdurasi pendek.

Menangkap Peluang Cuan dari Lari Pagi di Dago
Dua pelari sedang dipotret fotografer/Djoko Subinarto

Menciptakan Ekosistem Baru 

Kawasan Dago sendiri, khususnya saban Sabtu dan Ahad pagi, belakangan ini menjadi arena para pehobi lari. Jalan aspal mulus dengan naungan pohon-pohon rimbun, udara yang relatif sejuk, plus masih belum banyaknya kendaraan yang memadati jalan saat pagi hari, agaknya membuat para pelari merasa lebih nyaman melangkahkan kaki mereka di kawasan ini. Sementara itu, bagi para fotografer, Dago bisa pula menjadi ladang untuk mengais rupiah.

Alvin Toffler (1980) dalam The Third Wave antara lain menyebutkan, bahwa era informasi telah menciptakan ekosistem baru. Transaksi ekonomi tidak lagi melulu bergantung pada kepemilikan fisik semata, tetapi juga berbasis data dan konten digital. 

Dan inilah yang sejatinya terjadi di kawasan Dago. Foto-foto hasil jepretan para fotografer yang mangkal di kawasan ini, yang mendokumentasikan para pelari pagi dan lantas diunggah ke aplikasi Fotoyu, menjadi contoh konkret bagaimana ekonomi berbasis informasi bekerja.

Para pelari yang tertarik dengan foto-foto hasil jepretan para fotografer itu dapat dengan mudah mengakses, memilih, dan membeli hasil jepretan tersebut langsung melalui aplikasi. Tidak ada lagi kebutuhan untuk transaksi fisik di tempat. Semua dilakukan secara digital, mulai dari proses pemilihan foto hingga pembayaran.

Dalam konteks ini, fotografi bisa dikatakan bukan lagi sekadar urusan dokumentasi, melainkan juga sebagai sebuah bentuk kapital simbolik. Para pelari tidak hanya membeli foto karena mereka ingin memiliki kenangan semata, tetapi juga karena nilai sosial yang melekat pada foto-foto yang mereka beli. Mereka lantas mengunggahnya ke akun media sosial masing-masing, yang mampu menciptakan citra tertentu yang bernilai bagi identitas digital mereka di jagat maya.

Menangkap Peluang Cuan dari Lari Pagi di Dago
Suasana kawasan Dago yang masih jarang kendaraan saat pagi/Djoko Subinarto

Tak bisa dimungkiri, pengalaman individu menjadi faktor utama dalam ekonomi digital saat ini. Pasalnya, di era serba digital, bukan hanya produk yang diperjualbelikan, melainkan juga pengalaman dan bagaimana pengalaman itu didokumentasikan serta dibagikan. Oleh karena itu, lari pagi di Dago agaknya bukan lagi sekadar aktivitas fisik semata, melainkan juga sebuah pengalaman yang memiliki nilai lebih ketika diabadikan dalam bingkai foto dan kemudian dipublikasikan melalui jejaring media sosial.

Bagi para fotografer dan pelari sendiri, apa yang berlangsung di kawasan Dago ini adalah simbiosis mutualisme. Pihak fotografer tidak perlu menyewa studio khusus atau mencari klien secara aktif. Calon klien datang dengan sendirinya saat mereka melaksanakan rutinitas olahraga lari pagi. Dengan bantuan teknologi modern, fotografer cukup mengunggah hasil jepretan mereka ke Fotoyu dan menunggu transaksi terjadi.

Di sisi lain, para pelari dengan mudah mendapatkan dokumentasi yang diinginkannya tanpa harus repot dan ribet membawa fotografer pribadi. Pelari pun semakin termotivasi untuk tampil maksimal, mengenakan pakaian olahraga yang stylish dan berlatih ihwal bagaimana mematut diri serta melakukan pose terbaik saat berlari di depan para fotografer. Semua ini tentu saja menjadi bagian dari ekosistem yang berkembang secara organik, selaras dengan pertumbuhan budaya digital kiwari.

Menangkap Peluang Cuan dari Lari Pagi di Dago
Sejumlah warga memanfaatkan jalanan Dago yang lengang untuk berlari pagi/Djoko Subinarto

Interaksi Simbolik

Ditilik dari kacamata sosiologi, fenomena seperti yang berlangsung di kawasan Dago ini mencerminkan apa yang diistilahkan sebagai interaksi simbolik. Ini merujuk pada interaksi antara pelari dan fotografer yang tidak hanya bersifat transaksional, tetapi juga membentuk makna sosial baru. Sebuah senyuman di depan kamera, lompatan kecil dan acungan tangan saat berlari, hingga ekspresi kelelahan yang tertangkap lensa, semuanya menjadi bagian dari narasi yang lebih besar ihwal pengalaman dan gaya hidup kaum urban berikut eksistensi digital mereka.

Tak bisa dimungkiri, teknologi telah menciptakan cara baru bagi manusia untuk mengapresiasi dan mengkomersialkan pengalaman. Bersama kreativitas dan gaya hidup, teknologi akan terus berkembang sekaligus membukakan pintu-pintu peluang baru di tempat-tempat yang sebelumnya mungkin tidak terpikirkan maupun terbayangkan. 

Sudut-sudut kawasan Dago menjadi contoh nyata. Kemajuan teknologi telah membuat aktivitas sederhana seperti lari pagi mampu melahirkan ekosistem ekonomi berbasis digital yang khas, yang membuka peluang cuan bagi mereka yang jeli menangkap momen sekecil apa pun.


Referensi:

Toffler, A. 1980. The Third Wave. New York: Morrow.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menangkap Peluang Cuan dari Lari Pagi di Dago appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menangkap-peluang-cuan-dari-lari-pagi-di-dago/feed/ 0 46775
Harapan dari Pembukaan Kembali Car Free Day Dago https://telusuri.id/harapan-dari-pembukaan-kembali-car-free-day-dago/ https://telusuri.id/harapan-dari-pembukaan-kembali-car-free-day-dago/#respond Thu, 06 Jul 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39233 “The environmental effects of the automobile are well known: motor vehicles cause, for example, as much as 75 percent of the noise and 80 percent of the air pollution in our cities.” -Stewart Udall- Minggu...

The post Harapan dari Pembukaan Kembali Car Free Day Dago appeared first on TelusuRI.

]]>

“The environmental effects of the automobile are well known: motor vehicles cause, for example, as much as 75 percent of the noise and 80 percent of the air pollution in our cities.”

-Stewart Udall-

Minggu pagi (4/6/2023), di persimpangan Jalan Dago—Dayang Sumbi, Kota Bandung, Jawa Barat, dua pengendara sepeda motor terpaksa menghentikan laju sepeda motornya. Beberapa petugas Satpol PP setempat meminta mereka berhenti. Kedua pengendara itu hendak menuju kawasan Dago bawah.

“Sementara ditutup sampai jam sepuluh. Kalau mau, putar lewat Taman Sari,” kata salah seorang petugas satpol PP yang berjaga. 

Satu di antara pengendara tersebut mencoba ngotot untuk bisa masuk ke Jalan Dago. Namun, petugas tetap tidak mengizinkan. Ia memberi saran, “Motornya diparkir di sini saja. Jalan ke bawah.”

Momen unik itu menjadi bagian seru dari pembukaan kembali Car Free Day (CFD) di kawasan Dago. Untuk pertama kalinya CFD hadir lagi setelah dua tahun vakum akibat pandemi Covid-19.

Harapan dari Pembukaan Kembali Car Free Day Dago
Petugas memberi arahan kepada pengendara motor yang ngotot masuk kawasan Car Free Day Dago/Djoko Subinarto

Suasana Car Free Day Dago

Antusiasme warga menyambut kembalinya car free day di sebagian ruas Jalan Dago cukup terasa. Kerumunan warga terlihat mulai dari Taman Cikapayang hingga persimpangan Jalan Dago—Dayang Sumbi.

Petugas dari kepolisian, dinas perhubungan, dan satpol PP tampak berjaga di sejumlah titik. Sebagian petugas mondar-mandir menyusuri area CFD. Mereka berpatroli dan siaga kalau-kalau ada pihak yang melanggar aturan CFD, seperti berjualan, membawa hewan peliharaan, atau menyebar brosur promosi.

Jalan Dago, yang resminya bernama Jalan Ir. H. Djuanda, melintang dari sisi selatan ke utara. Tak semua ruas jalannya menjadi arena CFD. Zona untuk CFD hanya berlaku mulai dari depan Taman Cikapayang di sisi selatan hingga persimpangan Jalan Dago—Dayang Sumbi di sisi utara. Panjangnya sekitar 1,4 kilometer.

Seperti biasa, sebagian besar pengunjung memanfaatkan area CFD ini untuk sejumlah aktivitas olahraga ringan. Misalnya, jogging, bersepeda, main sepatu roda, maupun senam pagi. Saya juga melihat beberapa orang bermain mobil kotak sabun dan melakukan pawai atraksi seni.

Tak hanya itu. Ada juga panggung yang menyuguhkan pertunjukan musik. Biasanya usai olahraga pagi, sebagian pengunjung menikmati sajian musik secara live sembari istirahat.

  • Harapan dari Pembukaan Kembali Car Free Day Dago
  • Harapan dari Pembukaan Kembali Car Free Day Dago

Meningkatnya Kualitas Lingkungan

Car Free Day Dago pertama kali dihelat pada tahun 2010. Tujuan pokoknya untuk perbaikan kualitas lingkungan Kota Bandung. Pasalnya, dari waktu ke waktu, kualitas lingkungan di Bandung yang dahulu sempat punya julukan “Parijs van Java” ini, dinilai semakin menunjukkan penurunan. Selain sampah dan limbah industri, emisi gas buang kendaraan bermotor menjadi salah satu sumber penyebab menurunnya kualitas lingkungan di kota ini.

Banyak penyebab polusi udara Kota Bandung makin meningkat dari waktu ke waktu. Beberapa di antaranya adalah manajemen transportasi yang buruk, kenaikan jumlah kendaraan bermotor, hingga tingkat kesadaran lingkungan warga yang rendah. Minimnya persentase luas ruang terbuka hijau memperparah hal tersebut.

Wilayah perkotaan seperti Bandung semestinya mempunyai minimal 30 persen ruang terbuka hijau dari luas kota keseluruhan. Realitasnya baru mencapai 12,25 persen. 

Kenyataan tersebut agaknya menjadi salah satu latar belakang peluncuran program car free day di Kota Bandung. Lewat program ini, ada harapan-harapan tersemat. Di antaranya pengurangan polusi akibat gas buang kendaraan bermotor, serta memberikan alternatif ruang terbuka khusus bagi masyarakat, yang dapat berguna untuk kegiatan rekreasi, olahraga, dan kegiatan-kegiatan luar ruangan lainnya.

Di awal peluncurannya, tidak sedikit warga yang berharap program CFD juga terlaksana di kawasan jalan lainnya di Kota Bandung. Hasilnya, tak lama kemudian terdapat CFD baru di sebagian ruas Jalan Buahbatu. Selain car free day, sempat beberapa kali digelar car free night (CFN) di sebagian ruas Jalan Asia Afrika. Dekat dengan Alun-alun Bandung.

Harapan dari Pembukaan Kembali Car Free Day Dago
Beberapa peraturan Car Free Day Dago/Djoko Subinarto

Car Free Day di Kampus

Menurut saya, car free day merupakan program yang bagus dalam upaya memperbaiki kualitas lingkungan kota dan menumbuhkan kesadaran lingkungan bagi warga. Program CFD tidak hanya perlu terlaksana secara konsisten, tetapi juga memperluas cakupan dan menambah frekuensi.

Selain di ruas-ruas jalan tertentu, baik sebagian maupun sepenuhnya, sesungguhnya bisa juga menerapkan CFD di kawasan tertentu. Misalnya, di lingkungan kampus.

Perguruan tinggi, sebagai tempat berkumpulnya para golongan cendekia, dapat menjadi pelopor sekaligus contoh nyata bagi masyarakat di sekitarnya. Terutama berperilaku sederhana dan ramah lingkungan. Salah satu caranya adalah penerapan CFD pada waktu-waktu tertentu, ketika penghuni kampus bisa memilih berjalan kaki, mengayuh sepeda, atau naik angkutan umum untuk menuju kampus mereka. Di saat yang sama, kampus sama sekali tertutup untuk semua jenis kendaraan bermotor.

Selain kampus, area-area perkantoran lainnya juga bisa memberlakukan CFD di lingkungan masing-masing. Baik instansi pemerintahan maupun swasta.

Bayangkan saja kalau cakupan CFD makin luas dan sering diterapkan oleh berbagai kalangan. Kian banyak warga yang terdorong dan memilih berjalan kaki, mengayuh sepeda, atau naik angkutan umum. lalu menjadi kebiasaan sehari-hari. Ini akan memberi kontribusi yang sangat berarti bagi perbaikan kualitas lingkungan kota kita.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Harapan dari Pembukaan Kembali Car Free Day Dago appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/harapan-dari-pembukaan-kembali-car-free-day-dago/feed/ 0 39233