festival Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/festival/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 20 Jun 2025 09:46:10 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 festival Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/festival/ 32 32 135956295 Ritual Adat Seblang Olehsari: Sebuah Usaha Manusia Hidup Bersama https://telusuri.id/ritual-adat-seblang-olehsari-sebuah-usaha-manusia-hidup-bersama/ https://telusuri.id/ritual-adat-seblang-olehsari-sebuah-usaha-manusia-hidup-bersama/#respond Fri, 20 Jun 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=47502 Siang itu, aku terpaku pada sebuah poster di Instagram bertuliskan Banyuwangi Traditional Ritual Syawal. Di atasnya, terselip kalimat “Kisah leluhur dalam doa, tarian, dan sebuah janji yang tak tergoyahkan”. Tiga nama menonjol di sana, yaitu...

The post Ritual Adat Seblang Olehsari: Sebuah Usaha Manusia Hidup Bersama appeared first on TelusuRI.

]]>
Siang itu, aku terpaku pada sebuah poster di Instagram bertuliskan Banyuwangi Traditional Ritual Syawal. Di atasnya, terselip kalimat “Kisah leluhur dalam doa, tarian, dan sebuah janji yang tak tergoyahkan”. Tiga nama menonjol di sana, yaitu Seblang Olehsari, Barong Ider Bumi, dan Puter Kayun Boyolangsu Culture Festival. Namun, satu yang paling menyita rasa penasaranku: Seblang Olehsari. Tarian sakral yang dibawakan oleh gadis terpilih secara supranatural.

Hal yang membuatku semakin tergerak, ritual ini berlangsung selama seminggu penuh, 4–10 April 2025, dimulai pukul 14.00 WIB, dan dilaksanakan tepat pada hari keempat Lebaran Idulfitri. Mengapa bisa selama itu? Apa yang ingin dijelaskan melalui tarian ini? Mengapa hanya satu perempuan yang menari? Dalam foto-foto lama yang beredar, sang penari tampak menari dengan mata terpejam—seakan tubuhnya menjadi medium yang disinggahi suara dari masa lalu.

Aku pun memutuskan menyusuri jejak rasa ingin tahu ini, dari Jakarta ke Banyuwangi. Lokasi pagelaran Seblang Olehsari bertempat di Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, di lingkungan masyarakat Suku Osing. Setibanya di kabupaten paling timur Pulau Jawa, aku dan empat temanku berangkat ke lokasi dengan sepeda motor.

Kami tiba sekitar pukul tiga sore. Parkiran sudah padat. Langkah kami tersendat oleh kerumunan yang mengular di pintu masuk arena. Aku tertegun. Untuk sebuah tarian? Sebanyak ini orang berkumpul? Dalam dunia yang serba cepat ini, bagaimana bisa sebuah ritual bertahan? Di tengah keramaian, aku sempat berbincang ringan dengan beberapa pengunjung. Banyak di antaranya ternyata datang dari luar Banyuwangi.

Apa itu Seblang Olehsari?

Seblang adalah upacara ritual bersih desa atau selamatan desa yang diselenggarakan setahun sekali, dan kemungkinan dianggap sebagai pertunjukan tertua di Banyuwangi (Scholte, J., 1927:149–150; Wolbers, P.A., 1992:89; 1993:36). Masyarakat setempat percaya bahwa setelah melaksanakan kegiatan ritual, hidup terasa lebih tenteram, terhindar dari gangguan roh-roh halus, dan hasil panen pun menjadi lebih baik. Sebaliknya, jika upacara tidak diselenggarakan, diyakini akan terjadi disharmoni dan keseimbangan ekologi akan terganggu, seperti gagal panen atau serangan wabah penyakit (Anoegrajekti, 2003:258).

Seblang Olehsari bukan sembarang tarian. Hanya perempuan suci dari garis keturunan penari Seblang yang bisa membawakannya. Penari akan berganti setiap tiga kali pergelaran. Selama tujuh hari berturut-turut, ia menari dari siang hingga petang. Hari itu, aku menyaksikan rangkaian ritual ini hingga sekitar pukul 17.40 WIB.

Ia menari dalam keadaan trance (kesurupan), mata tertutup. Di sekelilingnya ada pengiring, asap dupa, mantra, sinden dan gamelan, serta hal lain yang belum kutahu rinci penyebutannya. Sekitar 30 menit setelah aku tiba, penari telah mulai mengelilingi panggung, lalu naik ke atas panggung kecil berbentuk meja panjang. Ia menari dengan gerakan kaki dan pinggul ke kanan-kiri, tangan melambai, kadang tegak, kadang membungkuk.

Busananya sederhana, tapi menghadirkan aura yang khas. Kalau kuingat, penari mengenakan sewek (kain) di bagian bawah, kemban di bagian atas, dilengkapi ikat pinggang, sampur, dan kaus kaki putih. Salah satu kakinya dipasangi krincing. Di kepala, ia memakai omprok—hiasan dari daun pisang muda zig-zag, janur, dan bunga segar. 

Awalnya, saat baru sampai, aku tak merasakan suasana sakral. Hiruk-piruk penonton membuat suasana hampir lebih mirip festival dibanding ritual. Tapi justru di sanalah hal menarik kutemui: hiburan bisa muncul dari ritual? Menariknya, dalam ritual ini terdapat sesi bernama tundik, yakni saat penari melemparkan sampur ke arah penonton secara acak. Siapa yang terkena, wajib naik panggung dan ikut menari. Jika menolak, konon penari akan marah. Inilah yang menjadi puncak keriuhan! Beberapa penonton terlihat berusaha menghindar, yang lain justru ada yang berharap terkena. Ketika seseorang akhirnya maju ke panggung, sorak-sorai pun membuncah. Teriakan, tawa, sorakan mengisi udara setiap kali sampur dilempar lagi. Sebuah energi kolektif yang tak bisa dibuat-buat.

  • Ritual Adat Seblang Olehsari: Sebuah Usaha Manusia Hidup Bersama
  • Ritual Adat Seblang Olehsari: Sebuah Usaha Manusia Hidup Bersama
  • Ritual Adat Seblang Olehsari: Sebuah Usaha Manusia Hidup Bersama

Wujud Religiusitas Masyarakat

Menjelang petang, suasana berubah. Langit berganti warna, matahari perlahan meluruhkan panasnya. Tak ada lagi lempar sampur, kerumunan mulai menipis. Tapi justru pada saat itulah aku bisa berdiri di barisan paling depan—dan baru mampu merasakan kekhusyukan. Kesakralannya menggema, menjadi sesuatu yang sulit dijelaskan, hanya mampu dirasakan.

Hal lain yang mencuri perhatianku adalah bentuk panggungnya. Arena Seblang bukanlah panggung megah, melainkan lingkaran di atas tanah lapang. Aku melihatnya sebagai simbol keutuhan dan keterhubungan, karena para penonton mengelilingi sepenuhnya. Meski peminat Seblang Olehsari banyak, bentuk panggung ini tak kehilangan nuansa ritualnya. Di bagian pinggir, panggung dipagari bambu yang mengelilingi arena, sebagai pembatas penonton. Di tengahnya, berdiri sebuah payung besar berwarna putih. Hingga petang, juga tak ada pencahayaan yang berlebihan.

Mulanya saat berada di barisan belakang, tampak anak-anak muda sibuk menjadi panitia. Penjual makanan dan minuman pun ramai berdagang. Namun di barisan depan, yang terlihat justru gotong royong yang menghangat—sebuah semangat menjaga ruang bersama.

Ritual Adat Seblang Olehsari: Sebuah Usaha Manusia Hidup Bersama
Tarian masih berlanjut hingga petang/Fiezu Himmah

Seblang adalah perwujudan kolektif: masyarakat berdoa bersama, ikut mengarak, bahkan ikut menari bila “terpanggil”. Semua menjadi bagian dari ritual. Sebagaimana dalam tulisan Vindriana, Simatupang, dan Richardus (2023:98), penyelenggaraan ritual juga menjadi salah satu wujud religiusitas masyarakat terhadap kekaguman batasan diri terhadap kekuatan-kekuatan di luar dirinya. 

Dari Seblang, aku melihat bahwa keselamatan adalah tanggung jawab bersama. Ia bukan semata ritual, melainkan soal kebersamaan, rasa hormat pada asal usul, dan keberanian menjaga yang dipercayai sebagai jalan hidup—meski dunia terus berubah.

Dari siang hingga petang, aku berdiri—mencoba memberi ruang untuk melihat, mendengar, dan memahami sesuatu yang terasa begitu hangat. Upaya manusia untuk hidup bersama, menjaga apa yang mereka anggap penting, dan memberi makna pada waktu yang terus berjalan.

Referensi:

Anoegrajekti, N. (2003). Seblang Using: Studi tentang Ritus dan Identitas Komunitas Using. Jurnal Bahasa dan Seni, Tahun 31, Nomor 2, Agustus 2003, pp. 253-
269.
Scholte, J. 1927. Gandroeng van Banjoewangie. Djawa, VII.
Wolbers, P. A. 1992. Maintaining Using identity through musical performance; Seblang and gandrung of Banyuwangi, East Java (Indonesia). [Ph.D. thesis, University of Illinois, Urbana.].
Wolberes, P. A. 1993. The seblang and its music; Aspects of an East Javanese fertility rite’, in: Bernard Arps (ed.), Performance in Java and Bali, pp. 34-46, London: School of Oriental and African Studies, University of London.
Vindriana, N. D., Simatupang, G. R. L. L., dan Richardus, C. (2023). ‘Festival’ Seblang Olehsari Banyuwangi 2018-2022. Jurnal Kajian Seni, Volume 10, Nomo 01, November 2023, pp. 94-115. DOI: https://doi.org/10.22146/jksks.80959.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Ritual Adat Seblang Olehsari: Sebuah Usaha Manusia Hidup Bersama appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/ritual-adat-seblang-olehsari-sebuah-usaha-manusia-hidup-bersama/feed/ 0 47502
7 Festival Seni Budaya Bulan Juli dan Agustus yang Harus Kamu Tonton https://telusuri.id/7-festival-seni-budaya-bulan-juli-dan-agustus-yang-harus-kamu-tonton/ https://telusuri.id/7-festival-seni-budaya-bulan-juli-dan-agustus-yang-harus-kamu-tonton/#respond Mon, 03 Jul 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39193 Indonesia adalah gudangnya seni dan budaya yang beraneka ragam. Ratusan kelompok etnik dan ribuan suku bangsa yang tersebar di tanah air memiliki bentuk kesenian dan kebudayaan, bahkan bahasanya masing-masing. Mulai dari budaya spiritual, seni rupa,...

The post 7 Festival Seni Budaya Bulan Juli dan Agustus yang Harus Kamu Tonton appeared first on TelusuRI.

]]>
Indonesia adalah gudangnya seni dan budaya yang beraneka ragam. Ratusan kelompok etnik dan ribuan suku bangsa yang tersebar di tanah air memiliki bentuk kesenian dan kebudayaan, bahkan bahasanya masing-masing. Mulai dari budaya spiritual, seni rupa, tarian, busana, musik, dan lain sebagainya. 

Kekayaan seni dan budaya tersebut telah banyak terekam dalam pelbagai media sebagai bentuk pelestarian. Salah satunya penyelenggaraan festival-festival di tingkat daerah hingga nasional. TelusuRI merangkum tujuh festival seni budaya di bulan Juli dan Agustus yang layak banget buat kamu tonton.

1. ARTJOG 2023

Tanggal: 30 Juni—27 Agustus 2023
Lokasi: Jogja National Museum, Provinsi D. I. Yogyakarta

ARTJOG merupakan pameran dan festival seni kontemporer yang telah berlangsung sejak 2008. Sebagai bagian dari Festival Kesenian Yogyakarta, ARTJOG merupakan wadah interaksi para pelaku dan penikmat seni untuk menumbuhkan edukasi dan pengalaman kesenian terbaru. Tajuk pameran ARTJOG 2023 adalah “Motif: Lamaran”. Di situs resminya, makna tema tersebut merupakan upaya ARTJOG lebih dekat menjelajah bahasa motif dan cara para seniman mengerjakannya. ARTJOG mengajukan lamaran kepada para seninan untuk memamerkan berbagai khazanah motif karyanya.

Jangan lewatkan berbagai agenda main performance dalam pameran seni rupa tahunan ini. Kamu bisa membeli tiket, memilih, dan menonton beberapa pertunjukan utama yang telah dijadwalkan selama penyelenggaraan festival. Kamu akan melihat kiprah dan dedikasi para seniman dalam mengisi sejarah panjang kesenian di Indonesia.

2. Banyuwangi Ethno Carnival

Tanggal: 5—9 Juli 2023
Lokasi: Taman Blambangan dan kawasan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur

Di antara seabrek festival di Tanah Osing dalam satu tahun, semarak Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) tidak boleh kamu lewatkan. BEC 2023 mengambil tema “The Magical of Ijen Geopark”, dalam rangka menyambut pengakuan Geopark Ijen oleh UNESCO Global Geoparks. Rangkaian festival yang masuk dalam kalender Karisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tersebut akan berlangsung selama lima hari, dengan acara parade puncak pada 8 Juli 2023.

Karnaval busana ini akan dimeriahkan oleh 75 peserta yang telah lolos seleksi. Mereka adalah pelajar dari tingkat SD hingga SMA di Kabupaten Banyuwangi. Para peserta akan menampilkan keragaman motif bertema taman bumi yang ada di Banyuwangi. Tema besar itu nantinya terbagi menjadi tujuh subtema sesuai kelompok umur. Kawah Ijen dan Pantai Sembulungan untuk anak-anak. Adapun untuk dewasa yakni Pantai Parang Ireng, Pantai Sukamade, Pulau Merah, Air Terjun Lider, dan Alas Purwo.

3. Tenggarong International Folk Art Festival

Tanggal: 9—15 Juli 2023
Lokasi: Kawasan pusat pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

Mengangkat tema “Nusantara Namaku, Jaya Negeriku”, Tenggarong International Folk Art Festival (TIFAF) kembali hadir dan akan berlangsung hampir sepekan. Pemerintah setempat selaku panitia festival mengundang sembilan kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Timur, 11 tamu luar provinsi, dan enam negara untuk memeriahkan TIFAF. TIFAF tahun ini juga terintegrasi dengan penyelenggaraan Organization of Islamic Coorporation Cultural Activity (OICCA) 2023, yang mana Kalimantan Timur menjadi tuan rumah. OICCA merupakan forum moderasi beragama dan pengembangan budaya dengan anggota delegasi lebih dari 50 negara muslim.

TIFAF 2023 menggabungkan seni tradisional dan kontemporer, mencakup pertunjukan tarian, musik, karnaval, olahraga, hingga bazar. Selain menampilkan kesenian lokal khas Kutai Kartanegara (Kukar), TIFAF juga menyajikan seni dan budaya daerah lainnya di Indonesia bahkan mancanegara. Festival ini diharapkan memperkuat keberadaan Kukar sebagai “Kota Raja” sekaligus wilayah kerajaan tertua di Nusantara.

4. Festival Nasional Reog Ponorogo

Tanggal: 14—18 Juli 2023
Lokasi: Alun-alun Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur

Festival Nasional Reog Ponorogo (FNRP) merupakan rangkaian pesta kesenian rakyat dan peringatan Grebeg Suro yang berlangsung pada bulan Muharram. Festival tahunan ini terselenggara bersamaan dengan hari jadi Kabupaten Ponorogo. Puncak acara biasanya dilaksanakan pada malam 1 Muharram, atau sama dengan 1 Suro dalam kalender Jawa. Tahun ini, FNRP masuk ke dalam 10 besar Karisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Peserta dan penonton tidak hanya dari tingkat nasional, tetapi juga internasional.

Daya tarik terbesar festival ini adalah penampilan kesenian tradisional khas Ponorogo, yaitu reog. Rego terkadang mengandung unsur magis, dengan penari utama mengenakan topeng berbentuk kepala harimau dan lembaran mahkota besar yang terbuat dari bulu merak. Kesenian ini memadukan tarian dan narasi cerita Panji yang dilakukan puluhan orang, seperti para penari bertopeng maupun penunggang kuda lumping, pemain musik, dan pengiring lainnya.

5. Jember Fashion Carnival

Tanggal: 4—6 Agustus 2023
Lokasi: Sepanjang jalan kota di Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur

Jember Fashion Carnaval (JEC), salah satu acara karnaval fashion legendaris di Indonesia akan berlangsung di awal Agustus 2023. Event gagasan Dynand Fariz yang telah digelar sejak 2003 itu bersiap kembali menampilkan beragam keseruan tren mode dunia. Mulai dari yang kekinian hingga tema busana nasional dari daerah tertentu.

Mengacu pada Instagram resmi JEC, terdapat setidaknya enam agenda utama yang akan tersaji:Wonderful Archipelago Carnival Indonesia, Pets Carnival, Artwear Carnival (Fashion Art), World Kids Carnival (WKC), Grand Carnival of Jember Fashion Carnaval, dan Stage Performing Art (Exhibition Area). Parade meriah JEC tidak hanya diisi oleh penampil lokal, tetapi juga peserta dari mancanegara.

6. Festival Budaya Lembah Baliem

Tanggal: 7—10 Agustus 2023
Lokasi: Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan

Setelah absen hampir tiga tahun karena pandemi Covid-19, Pemerintah Kabupaten Jayawijaya berencana menyelenggarakan kembali Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) tahun ini. Event ini merupakan festival unggulan Indonesia yang legendaris dan telah berlangsung lebih dari tiga dasawarsa. Selain itu juga menjadi ikon promosi pariwisata Papua yang mendunia.

Rangkaian penampilan kesenian dan budaya lokal yang tersaji antara lain pertunjukan kolosal perang antarsuku sebagai edukasi sejarah, tarian adat, karapan babi, kegiatan memasak ala tradisional, dan lain sebagainya. Tidak hanya penduduk lokal saja, wisatawan domestik maupun asing pun dapat terlibat memainkan salah satu atraksi kebudayaan yang dilombakan. Tahun ini, FBLB direncanakan terlaksana lebih meriah dibanding tahun 2019. Pemerintah setempat akan mengundang 40 distrik di seluruh Kabupaten Jayawijaya untuk bergabung.

7. Tomohon International Flower Festival

Tanggal: 8—12 Agustus 2023
Lokasi: Sepanjang jalan protokol Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara

Bunga memang menjadi ikon dan aset terbesar Tomohon. Sejak 2006, Tomohon telah menggelar pawai bunga sebagai perayaan hari jadi kota yang berjarak sekitar 26 kilometer dari Manado tersebut. Dua tahun kemudian, pemerintah kota untuk pertama kalinya menyelenggarakan Tomohon International Flower Festival (TIFF).

TIFF lebih dari sekadar parade seni lokal yang penuh riasan bunga. Festival berskala internasional ini juga telah menjadi atraksi wisata budaya sekaligus agribisnis, yang dapat meningkatkan taraf hidup para petani dan perajin rangkai bunga. Sebagai daerah yang terletak di antara dua gunung berapi, Lokon (1.580 mdpl) dan Mahawu (1.311 mdpl), kota ini berlimpah varietas bunga yang tumbuh subur. Lebih dari 20 varietas bunga seruni (krisan) beraneka warna, lili, mawar, hingga bunga endemik anggrek kelapa (Phajus thankervillae) membuat Tomohon tampak semarak.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post 7 Festival Seni Budaya Bulan Juli dan Agustus yang Harus Kamu Tonton appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/7-festival-seni-budaya-bulan-juli-dan-agustus-yang-harus-kamu-tonton/feed/ 0 39193
Festival Jerami, Pelengkap Daya Tarik Desa Wisata Banjarejo  https://telusuri.id/festival-jerami-pelengkap-daya-tarik-desa-wisata-banjarejo/ https://telusuri.id/festival-jerami-pelengkap-daya-tarik-desa-wisata-banjarejo/#respond Tue, 29 Nov 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36248 Desa Banjarejo—salah satu desa wisata di Kabupaten Grobogan—belum lama ini kembali menghelat Festival Jerami selama sepuluh hari sejak 30 September hingga 9 Oktober 2022. Ini merupakan perhelatan yang ketiga kalinya, perhelatan pertama pada tahun 2018...

The post Festival Jerami, Pelengkap Daya Tarik Desa Wisata Banjarejo  appeared first on TelusuRI.

]]>
Desa Banjarejo—salah satu desa wisata di Kabupaten Grobogan—belum lama ini kembali menghelat Festival Jerami selama sepuluh hari sejak 30 September hingga 9 Oktober 2022. Ini merupakan perhelatan yang ketiga kalinya, perhelatan pertama pada tahun 2018 dan yang kedua tahun 2019.

Festival Jerami sempat absen selama dua tahun karena pandemi COVID-19, yaitu pada tahun 2020 dan 2021. Seiring penyebaran virus corona yang mulai melandai, tahun 2022 Desa Banjarejo kembali bisa menyelenggarakannya. Kali ini, Festival Jerami #3 mengangkat tema “Peradaban Nusantara”. 

Festival Jerami merupakan festival yang di dalamnya mempertunjukkan  pelbagai patung berukuran raksasa yang terbuat dari jerami. Melimpahnya jerami seusai panen padi di Desa Banjarejo memantik ide penyelenggaraan festival ini. Sebagaimana helatan sebelumnya, pada Festival Jerami #3 kali ini juga menampilkan pelbagai patung berukuran raksasa. Ada 23 patung jerami dalam festival yang terselenggara di lapangan Desa Banjarejo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah itu.

Sesuai tema yang diusung, yakni Peradaban Nusantara, patung-patung yang ditampilkan melukiskan rangkaian perkembangan peradaban di Nusantara, sejak zaman prasejarah, zaman purba, masa kerajaan, era kolonial, hingga era modern. 

Patung Jerami Gajah Mada
Patung Gajah Mada, salah satu tokoh di era kejayaan Majapahit/Badiatul Muchlisin Asti

Patung Dewi Sri

Beberapa patung yang ditampilkan di antaranya merupakan replika dari fosil, karakter dewa-dewi, tokoh kerajaan, karakter hewan, kendaraan, dan aneka bentuk lainya. Salah satu patung yang tampak menonjol karena berukuran paling besar di antara patung-patung jerami lainnya adalah patung Dewi Sri—simbol kemakmuran dalam mitologi Jawa karena sosoknya yang lekat dengan mitos asal mula terciptanya tanaman padi. 

Patung Dewi Sri memiliki tinggi 7 meter dan lebar 2,5 meter. Tampak kokoh dan cantik, sehingga sepertinya patung ini paling banyak dijadikan sebagai spot atau latar foto oleh para pengunjung.  Selain patung Dewi Sri, ada juga patung Gajah Mada. Dalam historiografi Nusantara, Gajah Mada merupakan sosok panglima perang dan mahapatih yang sangat populer di era kejayaan Kerajaan Majapahit.  Sosok Gajah Mada populer dengan Sumpah Palapanya.

Dewi Sri Jerami
Berpose dengan latar belakang patung Dewi Sri/Badiatul Muchlisin Asti

Ada juga replika kereta kencana yang merupakan kereta kuda yang dulu jamak dijadikan sebagai alat transportasi andalan kaum bangsawan, di masa kerajaan maupun di masa kolonial. Ada juga pelbagai patung dengan karakter hewan seperti gajah, banteng, ular, dan tikus, rusa, dan lainnya. Berbagai patung atau replika fosil juga ditampilkan serta replika sepeda motor, monas, dan lain sebagainya.   

Pelbagai patung dan replika yang ditampilkan semuanya berbahan dasar jerami. Membuatnya tentu membutuhkan kemampuan seni tinggi, di samping juga menelan biaya yang tak sedikit. Untuk membuat 23 patung yang ditampilkan dalam Festival Jerami #3 menghabiskan setidaknya 10 ton jerami dan biaya mencapai puluhan juta rupiah.

Pesta Rakyat 

Festival Jerami #3 Desa Wisata Banjarejo tidak sekedar festival yang “menyulap” melimpahnya jerami menjadi aneka patung yang indah—yang menarik untuk dilihat, akan tetapi sepertinya juga didesain menjadi semacam “pesta rakyat”.

Oleh pihak panitia, perhelatan ini dilengkapi dengan aneka acara pendukung yang menjadi magnet bagi masyarakat luas untuk berkunjung dan menikmati pelbagai hiburan yang ditampilkan, selain tentu saja melihat dan mengambil dokumentasi dengan latar aneka patung jerami. Festival ini memang tidak gratis. Pengunjung harus membeli tiket. Tapi sepadan dengan hiburan yang disuguhkan. Pengunjung bisa memilih sendiri jenis hiburan yang dipilih sesuai yang agenda. Selama sepuluh hari,  panitia memang menampilkan aneka hiburan yang berbeda setiap harinya.

Seperti pada pembukaan festival, panitia menghadirkan Abah Lala—penyanyi dan pencipta lagu yang tengah naik daun karena popularitas lagu ciptaannya Ojo Dibandingke yang viral setelah dinyanyikan penyanyi cilik Farel Prayoga.  

  • Patung gajah jerami
  • Festival Jerami
  • Sepeda motor jerami

Di hari-hari selanjutnya, berturut-turut panitia menghadirkan penyanyi cover lagu yang juga lagi naik daun, Maulana Ardiansyah, dan juga Farel Prayoga—penyanyi cilik yang viral setelah sukses “menggoyang” Istana Negara. Dan masih banyak lagi hiburan lain yang ditampilkan.

Sayang, di balik riuh dan gempita masyarakat menikmati Festival Jerami #3 Desa Wisata Banjarejo, cuaca nampak sedang tidak bersahabat. Hujan yang sering mengguyur menjadi kendala tersendiri. Selain menjadi ‘penghalang’ sebagian masyarakat untuk datang, juga menjadikan lapangan tempat festival becek.

Namun, dengan segenap kelebihan dan kekurangannya, Festival Jerami #3 merupakan contoh baik (best practice) sebuah desa yang berhasrat menggeliatkan roda ekonomi melalui sebuah daya tarik wisata berupa festival berbasis kearifan lokal (local wisdom).  

Festival Jerami ini bisa menjadi pelengkap daya tarik Desa Banjarejo—yang telah dikukuhkan sebagai desa wisata pada 2016 lalu, setelah pada Senin, 15 Agustus 2022, dua museum berbasis situs purbakala yaitu Museum Banjarejo dan Museum Situs Gajahan Sendang Gandri yang berada di Desa Banjarejo diresmikan oleh Bupati Grobogan, Sri Sumarni.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Festival Jerami, Pelengkap Daya Tarik Desa Wisata Banjarejo  appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/festival-jerami-pelengkap-daya-tarik-desa-wisata-banjarejo/feed/ 0 36248
Mengintip Pembukaan Bandung Arts Festival https://telusuri.id/mengintip-pembukaan-bandung-arts-festival/ https://telusuri.id/mengintip-pembukaan-bandung-arts-festival/#respond Mon, 07 Dec 2020 04:30:28 +0000 https://telusuri.id/?p=25757 “Ada acara BAF (Bandung Arts Festival) di Bojong Koneng. Kalau mau ikut moto-moto, nanti, saya jemput sekitar 07.30,” tulisnya. Hawa dingin masih menusuk-nusuk pori-pori kulit takala sebuah pesan mampir lewat layanan WhatsApp (WA) ke ponsel...

The post Mengintip Pembukaan Bandung Arts Festival appeared first on TelusuRI.

]]>
“Ada acara BAF (Bandung Arts Festival) di Bojong Koneng. Kalau mau ikut moto-moto, nanti, saya jemput sekitar 07.30,” tulisnya.

Hawa dingin masih menusuk-nusuk pori-pori kulit takala sebuah pesan mampir lewat layanan WhatsApp (WA) ke ponsel saya, Sabtu (28/11/2020) pagi. Pengirim pesan yaitu Zelphi, pewarta foto senior yang bekerja untuk salah satu koran lokal di Kota Bandung.

Tanpa pikir panjang, saya langsung membalas pesan tersebut untuk mengiyakan dan bergegas mempersiapkan diri. 

Singkat cerita, sesuai dengan waktu yang ditetapkan, Zelphi menjemput saya. Kami kemudian berboncengan di atas sepeda motornya, ngacir membelah udara dingin Kota Bandung.

Di tengah perjalanan, saya sempat bertanya kepada kawan saya itu, ihwal apakah acaranya tidak akan mengundang kerumunan. Zelphi menjelaskan bahwa Bandung Arts Festival kali ini dilakukan secara virtual, dengan memanfaatkan fasilitas streaming. Jadi, cuma panitia dan penampil saja yang hadir di lokasi acara. 

Tak membutuhkan waktu yang terlalu lama, perjalanan kami hampir mendekati daerah Bojong Koneng. Namun, sebelum benar-benar sampai di tempat yang dituju, kami sempatkan singgah terlebih dahulu di sebuah jongko makanan pinggir jalan untuk sarapan. Pilihan menu kami pagi itu adalah nasi kuning. Sang penjual adalah seorang ibu, yang mengaku berasal dari Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah.

“Jualan sekarang lagi sepi. Banyak mahasiswa yang sedang mudik,” celotehnya, di sela-sela melayani kami berdua.

Beres sarapan, kami meluncur ke lokasi acara. Persisnya ke Jalan Bojong Koneng, Gang Kamas II, Nomor 38, Sukapada, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kota Bandung. Namun, kami sempat kebablasan. Gang yang dimaksud terlampaui. Alhasil, kami mesti memutar dan berbalik melewati kembali rute yang telah kami lewati sebelumnya.

Bandung Arts Festival

Bandung Arts Festival/Djoko Subinarto

Suasana Pembukaan Bandung Arts Festival

Tiba di depan mulut gang dimaksud, terlihat beberapa orang tengah berjaga. Salah satunya adalah anggota Hansip. Saat kami menanyakan lokasi untuk memarkir sepeda motor, Pak Hansip itu pun segera memandu kami memarkirkan sepeda motor lokasi khusus di seberang jalan. Kemudian, dengan sigap ia mempersilahkan kami menuju tempat di mana acara di langsungkan yaitu di Studio Bongkeng Arts Space.

Begitu memasuki gang, kami lihat beberapa anak perempuan usia sekolah dasar berbaju kebaya, lengkap dengan selendangnya. Mereka dijadwalkan akan ikut mengisi acara Bandung Arts Festival hari itu.  

Seorang operator tampak telah berada di balik alat mixing audio.Tak terlalu jauh darinya, ada para penabuh perkusi yang sedang bersiap pula.

Sembari menunggu acara, Zelphi dan saya tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengambil sejumlah gambar yang kami rasa perlu diabadikan.

Pukul 09.15, acara pun dimulai. Diawali dengan sajian sebuah tarian topeng tunggal yang disusul dengan tarian topeng berkelompok.

Bandung Arts Festival sendiri rutin dihelat saban tahun dan telah dijadikan sebagai kalender event tahunan Kota Bandung oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung. Tahun ini adalah tahun ke-6 penyelenggaraannya. Tema yang diusung adalah “Doa untuk Alam Semesta”.

Bandung Arts Festival

Bandung Arts Festival/Djoko Subinarto

Bandung Arts Festival digelar selama tiga hari dan virtual

Digelar selama tiga hari, dari Sabtu (28/11/2020) hingga Senin (30/11/2020), secara virtual, Bandung Arts Festival ke-6 melibatkan seniman yang berasal dari 23 kabupaten/kota se-Indonesia dan juga seniman dari 28 negara.

Kepala Bidang Produk Seni dan Budaya Disbudpar Kota Bandung, Nuzrul Irwan Irawan, yang menghadiri dan membuka secara langsung  Bandung Arts Festival ke-6, mengapresiasi acara ini. Menurutnya, di tengah pandemi corona (Covid-19), di mana ruang gerak kita semua terpaksa dibatasi, seniman tetap butuh ruang apresiasi dan ruang untuk berkreasi. 

Nuzrul Irwan berharap, ke depan, Bandung Arts Festival bisa terus berlanjut dan semakin banyak seniman yang ikut ambil bagian.

Setelah dibuka secara resmi, tak kurang dari 27 suguhan seni dijadwalkan tampil di hari Sabtu itu. Jumlah tersebut kami ketahui dari lembaran rundown acara yang kami dapatkan dari pihak panitia acara.  

Bandung Arts Festival

Bandung Arts Festival/Djoko Subinarto

Seusai pembukaan, Zelphi mengajak saya segera meninggalkan lokasi acara karena ia masih memiliki agenda lain yang harus dikejar.

Namun, tatkala kami berdua sedang bersiap-siap untuk menunggangi sepeda motor, seorang pemuda tergopoh-gopoh menemui kami. Ia memperkenalkan dirinya. Ternyata ia adalah salah seorang penampil tarian topeng di acara pembukaan Bandung Arts Festival. Namanya Aidi, seorang mahasiswa seni tari dari salah satu perguruan tinggi di Bandung.

Ia memohon kepada kami dikirimi sejumlah foto tatkala ia sedang berpose bersama Kepala Bidang Produk Seni dan Budaya Disbudpar Kota Bandung, Nuzrul Irwan Irawan.

Tentu saja, kami dengan senang hati memenuhinya. Untuk itu, saya memintanya menyebutkan nomor kontaknya yang terhubung dengan layanan WA. Saya lantas mencatat nomornya seraya berjanji untuk mengirimkan foto yang dimohonnya.

Aidi mengucapkan terima kasih. Sejurus kemudian, ia meninggalkan kami. 

The post Mengintip Pembukaan Bandung Arts Festival appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mengintip-pembukaan-bandung-arts-festival/feed/ 0 25757