flores timur Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/flores-timur/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Mon, 11 Mar 2024 12:51:12 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 flores timur Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/flores-timur/ 32 32 135956295 Pendakian Gunung Ile Boleng di Pulau Adonara https://telusuri.id/pendakian-gunung-ile-boleng-di-pulau-adonara/ https://telusuri.id/pendakian-gunung-ile-boleng-di-pulau-adonara/#respond Tue, 12 Mar 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41340 Kali ini saya akan menceritakan perjalanan liburan beberapa waktu lalu, ketika kami melakukan pendakian ke Puncak Ile Boleng. Ile Boleng atau Ili Boleng merupakan gunung berapi aktif yang berada di tenggara Pulau Adonara, Kabupaten Flores...

The post Pendakian Gunung Ile Boleng di Pulau Adonara appeared first on TelusuRI.

]]>
Kali ini saya akan menceritakan perjalanan liburan beberapa waktu lalu, ketika kami melakukan pendakian ke Puncak Ile Boleng. Ile Boleng atau Ili Boleng merupakan gunung berapi aktif yang berada di tenggara Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Gunung dengan ketinggian sekitar 1.659 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini sudah tercatat beberapa kali meletus. 

Perjalanan saya dimulai dari ibu kota kabupaten, yakni Larantuka. Saya berangkat menggunakan kendaraan roda dua ke Pulau Adonara. Untuk menuju Pulau Adonara, saya harus menyeberang menggunakan perahu motor. Penumpang cukup membayar tiket seharga Rp30.000 per orang.

Sesampainya di Pelabuhan Waiwerang, Adonara, saya menuju Desa Nobo untuk beristirahat semalam di sana. Saya menginap di rumah keluarga salah satu teman kenalan. 

Persiapan Pendakian

Keesokan harinya, saya berangkat ke Desa Witihama. Jaraknya sekitar setengah jam perjalanan dari Nobo. Di sana, saya bertemu teman-teman pencinta alam dari Witihama. Kami merencanakan beberapa hal dan persiapan sebelum melakukan pendakian.

Tepat pukul 19.00 WITA, saya bersama teman-teman pendaki berkumpul di balai warga untuk makan malam bersama, Kami juga mempersiapkan bekal pendakian, seperti makanan ringan, air mineral, dan obat-obatan. Perjalanan kali ini adalah pendakian pertama saya, sehingga saya lebih memilih ikut dalam rombongan teman-teman Witihama. Mereka sudah terbiasa dan sering melakukan pendakian ke Puncak Ile Boleng.

Menurut informasi yang saya ketahui, pendakian menuju Puncak dapat ditempuh dari tiga arah, yaitu Kampung Dua Muda (utara—timur laut) Kampung Lamahelan Atas (selatan), dan Kampung Lamabayung (timur). Kami memilih jalur pendakian lewat Kampung Dua atau jalur utara—timur laut.

Lintasan jalur Kampung Dua tersebut tidak terlalu berat dan terjal. Kemiringan lerengnya sekitar 40°—45°, kecuali pada daerah hampir mendekati puncak yang kemiringan lerengnya 50°—55° dengan kondisi trek sangat licin karena tertutup endapan jatuhan piroklastik muda yang tidak padu. Lama perjalanan dari Kampung Dua menuju puncak sekitar lima jam.

Pendakian Gunung Ile Boleng di Pulau Adonara
Pemandangan matahari terbit dari Puncak Ile Boleng/Fransiska Maria Tukan

Pendakian Penuh Tantangan Menuju Puncak

Tepat pukul 10 malam, kami bersiap memulai pendakian. Karena ini adalah pendakian pertama saya, jujur rasanya memang cukup sulit dan menantang.

Kami menggunakan senter sebagai penerang jalur malam itu. Ya, dengan alat seadanya, kami selalu diminta untuk saling menjaga teman. Ketika sudah berjalan tiga jam, kami beristirahat sejenak dan menyalakan api untuk menghangatkan diri.

Setelah beristirahat cukup lama, kami melanjutkan perjalanan ke puncak. Pendakian menuju puncak benar-benar menantang. Tanjakan demi tanjakan membuat saya lumayan kelelahan. Saya sangat bersyukur dan terbantu oleh salah satu teman dari Witihama, yang saat itu siaga menjaga saya.

Melakukan pendakian di malam hari sebenarnya sangat membantu. Apalagi bagi pemula seperti saya. Saya memang agak takut dengan ketinggian. Sampai ketika ia melihat saya yang benar-benar kepayahan, tubuh saya pun ditopang olehnya. Akhirnya saya bersemangat lagi melanjutkan langkah menuju puncak.

Tepat pukul 05.00, atau setelah tujuh jam mendaki, kami tiba di Puncak Ile Boleng. Udara pagi itu sangat dingin. Membuat tubuh saya menggigil karena kedinginan. Jaket yang saya kenakan benar-benar tidak membantu. Namun, saya tetap berusaha menikmatinya. Namanya juga petualangan.

  • Pendakian Gunung Ile Boleng di Pulau Adonara
  • Pendakian Gunung Ile Boleng di Pulau Adonara

Aktivitas di Puncak Ile Boleng

Pemandangan alam yang terlihat dari dataran puncak sungguh luar biasa. Terlebih ketika sinar matahari mulai perlahan menampakkan dirinya dari balik cakrawala.

Kawasan Puncak Ile Boleng masih sangat alami. Dataran puncak yang berumput dan penuh batu tersebut belum tersentuh pembangunan apa pun. Namun, ketika sudah berada di puncak, keselamatan benar-benar dipertaruhkan karena tidak ada pagar pengaman di sekitar bibir kawah. Jika ingin memberanikan diri mengelilingi kawah Ile Boleng, harus didampingi oleh orang-orang yang sudah berpengalaman. Saya saja, bersama beberapa teman dari Larantuka, merasa pendakian ke gunung ini menguji nyali.

Kami beristirahat cukup lama di puncak. Bersama-sama menyantap beberapa bekal roti yang kami bawa. Setelah itu saya memberanikan diri untuk mengambil dokumentasi.

  • Pendakian Gunung Ile Boleng di Pulau Adonara
  • Pendakian Gunung Ile Boleng di Pulau Adonara

Selain panorama alamnya, yang menarik dari Gunung Ile Boleng adalah keberadaan mata air di area puncaknya. Mata air ini diyakini masyarakat setempat memiliki berbagai macam khasiat. Namun, air tersebut tidak boleh dibawa pulang karena bisa menyebabkan bahaya. Oleh karena itu, setiap pendaki yang datang hanya bisa mengambil air untuk sekadar membersihkan wajah, tangan, dan kaki.

Puas berkeliling, kami pun pulang. Tantangan dalam perjalanan turun tentu berbeda dibandingkan saat naik. Panas matahari terasa lebih menyengat kulit, ditambah kaki kami harus benar-benar kuat dalam menopang beban tubuh. Turunannya begitu curam, sehingga kami harus berhati-hati jika tak ingin jatuh dan tergelincir ke jurang. Kami pun tiba di salah satu pondok perkebunan milik warga sekitar pukul 14.00 WITA.

Siang itu juga, usai menghabiskan perbekalan, saya memutuskan untuk langsung kembali ke Larantuka. Kami berpamitan dengan warga sekitar, dan juga teman-teman dari Witihama yang telah mendampingi pendakian pertama saya ke Ile Boleng.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Pendakian Gunung Ile Boleng di Pulau Adonara appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pendakian-gunung-ile-boleng-di-pulau-adonara/feed/ 0 41340
Mengenal Aksesoris Perempuan Lewolema dalam Balutan Pakaian Tradisional Lamaholot https://telusuri.id/mengenal-aksesoris-perempuan-lewolema-dalam-balutan-pakaian-tradisional-lamaholot/ https://telusuri.id/mengenal-aksesoris-perempuan-lewolema-dalam-balutan-pakaian-tradisional-lamaholot/#respond Sun, 21 Jan 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=40977 Secara tradisional baju adat Nusa Tenggara Timur (NTT) dikelompokkan menjadi dua macam, yakni pakaian adat pria dan adat wanita. Pakaian adat NTT biasanya menggunakan kain tenun. Salah satu rumpun budaya atau kelompok etnik yang masih...

The post Mengenal Aksesoris Perempuan Lewolema dalam Balutan Pakaian Tradisional Lamaholot appeared first on TelusuRI.

]]>
Secara tradisional baju adat Nusa Tenggara Timur (NTT) dikelompokkan menjadi dua macam, yakni pakaian adat pria dan adat wanita. Pakaian adat NTT biasanya menggunakan kain tenun. Salah satu rumpun budaya atau kelompok etnik yang masih melestarikan tradisi baju adat tersebut adalah Lamaholot di Flores Timur.

Terdapat hal menarik untuk diceritakan terkait pakaian tradisional khas Lamaholot dan pernak-pernik yang melekat padanya. Khususnya yang kerap dipakai kelompok perempuan Lamaholot di Kecamatan Lewolema. Sebuah permukiman yang berada di sisi barat Larantuka, ibu kota Flores Timur dan terpisah oleh Gunung Ile Mandiri. 

Gelang tangan perempuan Lamaholot di Lewolema/Fransiska Maria Tukan
Para perempuan penerus generasi muda Lamaholot di Lewolema/Fransiska Maria Tukan

Ada begitu banyak aksesoris yang kian mempercantik perempuan Lamaholot dengan balutan pakaian daerahnya. Pakaian adat Lamaholot dan aksesoris pelengkap tersebut seperti menjadi ciri khas tersendiri. Aksesoris pada laki-laki agak sedikit berbeda dengan perempuan. Namun, keduanya sama-sama mengenakan sarung tenun dan baju senuji dengan warna dan motif yang relatif serupa.

Setiap aksesoris yang digunakan mempunyai makna dan tujuan tersendiri dalam kebudayaan Lewolema. Berikut sejumlah pakaian dan aksesoris yang biasa dikenakan oleh perempuan Lamaholot di Lewolema.

1) Baju tradisional

Baju atau busana tradisional untuk perempuan Lewolema disebut dengan labu senuji. Labu adalah bahasa Lamaholot yang berarti baju. Baju senuji identik berwarna hitam dengan bordiran huruf “S”. Hitam menjadi warna paten dan ciri khas untuk baju senuji perempuan Lewolema.

Mengenal Aksesoris Perempuan Lewolema dalam Balutan Pakaian Tradisional Lamaholot
Tampilan busana adat senuji perempuan Lewolema/Fransiska Maria Tukan

Merujuk Ruron (2020), terdapat dua versi yang berkaitan dengan motif atau simbol (kenire) yang umumnya berbentuk huruf “S” dan disulam pada baju adat senuji: Versi pertama adalah motif ular naga, yang merupakan simbol kekuatan. Apabila dirunut dengan kepercayaan adat setempat, terutama berkaitan dengan dewi padi (Nogo Gunu atau Ema Hingi), ular adalah pertanda hasil panen. Masyarakat adat percaya bahwa kehadiran ular di kebun memberi petunjuk akan hasil panen yang melimpah dari pemilik kebun, khususnya kebun adat suku atau kampung.

Adapun motif versi kedua adalah rasi bintang yang berbentuk pari atau layang-layang. Rasi bintang pari terdiri dari empat buah bintang utama dan satu bintang bantu. Sebelum mengenal kalender atau kompas, masyarakat Indonesia—khususnya Flores Timur—biasanya menggunakan rasi bintang sebagai penunjuk arah dalam suatu perjalanan. Rasi yang terdiri dari lima bintang tersebut kemudian berkembang dengan menghubungkannya dalam aktivitas menanam padi. Masyarakat adat setempat menyebutnya dengan nama Pari Lema Rere atau “lima pari terlihat”, yang artinya musim tanam sudah dimulai dan pertanda saatnya menanam padi, jagung, dan pangan pokok lainnya. Namun, sebelum menanam terlebih dahulu melakukan ritual adat di kebun tersebut.

Selain Pari Lema Rere, konon juga terdapat istilah Wuno Pito Gere (tujuh bintang). Ketika melihat Wuno Pito Gere, berarti masyarakat adat segera menyiapkan benih padi, jagung, dan tanaman lainnya untuk ditanam di kebun yang telah disiapkan.

2) Sarung atau rok

Sarung untuk perempuan Lamaholot dinamakan emu kwatek. Dalam bahasa Lamaholot, emu kwatek bermakna sarung atau rok. Emu kwatek adalah sarung tradisional yang biasanya digunakan perempuan Lamaholot di Lewolema dalam setiap acara adat yang berlangsung di daerahnya.

3) Kain putih 

Dalam bahasa setempat, kain putih yang diikat di pinggang bersamaan dengan kewatek dinamakan sabok. Sabok merupakan sejenis kain putih yang dimaknai sebagai kebersihan hati seorang perempuan maupun laki-laki.

Mengenal Aksesoris Perempuan Lewolema dalam Balutan Pakaian Tradisional Lamaholot
Ikat pinggang motif khas Lewolema/Fransiska Maria Tukan

4) Ikat pinggang

Saat menggunakan kwatek atau sarung, biasanya perempuan Lewolema juga memakai ikat pinggang untuk mengikat sarung yang dikenakan. Ikat pinggang tersebut juga merupakan hasil tenun sedemikian rupa sesuai dengan motif khas Lewolema. 

5) Sisir 

Sisir atau dalam bahasa Lamaholot kiri, menjadi aksesoris kepala dengan hiasan bulu ayam. Sisir memiliki makna kemulian bagi seorang perempuan. Sisir yang digunakan umumnya berwarna merah, yang filosofinya mencerminkan keberanian. Adapun bulu ayam putih yang melekat pada kiri melambangkan kesegaran dan kebersihan.

Mengenal Aksesoris Perempuan Lewolema dalam Balutan Pakaian Tradisional Lamaholot
Sisir sebagai aksesoris kepala yang dipakai perempuan Lewolema/Fransiska Maria Tukan

6) Kalung 

Kalung atau nile merupakan hiasan leher yang menjadi aksesoris pendukung dalam pakaian tradisional Lamaholot. Nile terbuat dari manik dan benang. Penggunaan aksesoris nile melambangkan sifat welas asih atau kasih sayang seorang perempuan. 

Mengenal Aksesoris Perempuan Lewolema dalam Balutan Pakaian Tradisional Lamaholot
Aksesoris kalung perempuan Lamaholot di Lewolema/Fransiska Maria Tukan

7) Anting 

Dalam bahasa lokal, anting dinamakan belao. Belao menjadi aksesoris pendukung yang dikenakan pada sepasang telinga. Belao terbuat dari logam atau besi dan benang berwarna merah. Anting atau belao pada pakaian tradisional Lamaholot melambangkan harkat dan martabat manusia, khususnya perempuan.

Mengenal Aksesoris Perempuan Lewolema dalam Balutan Pakaian Tradisional Lamaholot
Anting perempuan Lewolema/Fransiska Maria Tukan

8) Gelang 

Gelang adalah aksesoris pelengkap terakhir yang biasa dipakai oleh perempuan Lamaholot di Lewolema. Di sebagian kalangan masyarakat terdapat pendapat umum, yaitu penggunaan gelang pada tangan perempuan Lewolema sekaligus menunjukan identitas diri mereka sudah menikah (berkeluarga) atau belum. Selain itu gelang juga melambangkan perempuan sebagai pemilik hidup dan kekayaaan.

Mengenal Aksesoris Perempuan Lewolema dalam Balutan Pakaian Tradisional Lamaholot
Gelang tangan perempuan Lamaholot di Lewolema/Fransiska Maria Tukan

Referensi
Ruron, Thobias. (2020). Mengenal Simbol pada Baju Adat Senuji. Diakses dari Suluh Nusa, https://suluhnusa.com/seni-budaya/20200203/mengenal-simbol-pada-baju-adat-senuji, 3 Februari 2020.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mengenal Aksesoris Perempuan Lewolema dalam Balutan Pakaian Tradisional Lamaholot appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mengenal-aksesoris-perempuan-lewolema-dalam-balutan-pakaian-tradisional-lamaholot/feed/ 0 40977