gempa bumi cianjur Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/gempa-bumi-cianjur/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Sun, 06 Aug 2023 14:17:44 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 gempa bumi cianjur Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/gempa-bumi-cianjur/ 32 32 135956295 Catatan Gempa Cianjur: Pengetahuan Ulayat sebagai Mitigasi Bencana (2) https://telusuri.id/catatan-gempa-cianjur-pengetahuan-ulayat-sebagai-mitigasi-bencana-2/ https://telusuri.id/catatan-gempa-cianjur-pengetahuan-ulayat-sebagai-mitigasi-bencana-2/#respond Fri, 04 Aug 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39551 Banyak pihak menilai bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan budaya. Akan tetapi, sangat jarang kita menemukan masyarakat yang mengetahui dan memberdayakan pengetahuan ulayat yang telah diwariskan kepadanya. Seiring masuknya modernisasi...

The post Catatan Gempa Cianjur: Pengetahuan Ulayat sebagai Mitigasi Bencana (2) appeared first on TelusuRI.

]]>
Banyak pihak menilai bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan budaya. Akan tetapi, sangat jarang kita menemukan masyarakat yang mengetahui dan memberdayakan pengetahuan ulayat yang telah diwariskan kepadanya.

Seiring masuknya modernisasi dan globalisasi, pengetahuan ulayat menjadi makin terpinggirkan. Bahkan banyak orang menganggapnya kuno dan tak lagi relevan. Alhasil, kita jadi kian bergantung pada macam-macam pengetahuan modern hasil produksi negara asing. 

Ketika keanekaragaman tersebut juga berdampak pada risiko kebencanaan, kita menjadi gamang melihat banyaknya korban jiwa akibat bencana, salah satunya gempa bumi. Pengetahuan modern, yang kita yakini kebenarannya, gagap menyikapi problem kebencanaan di sekitar kita. 

Padahal negara ini telah memiliki memori dan akar kebudayaan yang dekat dengan bencana alam. Hampir setiap generasi telah merasakan bencana alam. Sedari nenek moyang sampai ke cicit-cicit penerusnya. Namun, kenapa hari ini kita gagal menanggulanginya?

Catatan Gempa Cianjur: Pengetahuan Ulayat sebagai Mitigasi Bencana (2)
Tenda biru berfungsi sebagai posko pengungsian warga terdampak gempa Cianjur/Mohamad Ichsanudin Adnan

Kilas Balik Dampak Traumatis Gempa Cianjur

Momen traumatis gempa bumi Cianjur ini sudah terlewat begitu lama, tetapi rasa-rasanya baru terjadi kemarin. Beberapa warga telah melanjutkan aktivitas mereka dengan normal.

Pada Desember 2022 lalu, saya berkesempatan pergi ke Cianjur dengan kereta api kelas ekonomi dari Yogyakarta. Saya mengemban tugas menjadi jurnalis saat masa darurat berlangsung. Setibanya di lokasi, atas tawaran seorang kawan, saya langsung menuju sebuah rumah singgah yang berfungsi sebagai posko logistik. Kawan saya tersebut sedang menjalani masa bakti sebagai relawan. Ia sudah berada di TKP selama sepekan. Saya banyak mendapat panduan dan arahan darinya seputar lokasi terdampak bencana.

Salah satu lokasi yang kami kunjungi adalah Desa Cibulakan. Berbekal sepeda motor matic, kami menyusuri jalan menuju desa dengan tingkat kerusakan yang cukup parah tersebut.

Sepanjang jalan, sejauh mata memandang, setiap rumah di Cibulakan runtuh tak bersisa. Baik yang berbahan beton, teralis besi, hingga material permanen lainnya, telah rata dengan tanah. Tidak sedikit warga yang sibuk membongkar puing-puing itu. Berupaya mengais barang-barang yang sekiranya masih bisa mereka selamatkan. 

Di sisi lain, saya menjumpai pemandangan memilukan. Terdapat kerumunan anak turut mengevakuasi boneka kesayangannya yang ikut tertimbun ke dalam reruntuhan. Mereka sampai menyusuri bongkahan beton berukuran besar, hingga menyusup ke bawah teralis besi yang mungkin saja sewaktu-waktu ambruk menimpa mereka. Para warga pun panik dengan peristiwa tersebut. Sampai-sampai ayah dari anak itu menarik paksa agar tidak mendekati puing-puing. 

Saya yang melihatnya langsung merasa sedih sekaligus gagal. Gagal, karena saya tidak bisa berbuat apa pun untuk membantu meringankan beban dari sang anak.

Dari pengamatan tersebut, saya menilai bahwa risiko tertinggi dari dampak bencana alam justru terletak pada bangunan modern yang masyarakat gunakan. Meskipun upaya sosialisasi dan mitigasi telah gencar diberlakukan, tetapi kerusakan dan reruntuhan bongkahan beton dan teralis besi tampak tak bisa lagi terhindarkan. 

Catatan Gempa Cianjur: Pengetahuan Ulayat sebagai Mitigasi Bencana (2)
Sebuah rumah tradisional Sunda dengan atap “Julang Ngapak” dan ornamen “Capit Gunting” di Garut, Jawa Barat/Koleksi Tropenmuseum Belanda

Kembali pada Pengetahuan Ulayat

Pengetahuan ulayat sejatinya telah menyediakan peringatan bagi generasi selanjutnya agar bersahabat dengan alam. Bahkan bencana yang timbul sekalipun. Melalui pantangan dan tabu—yang kerap dipercaya sebagai metode usang—nyatanya telah memberi kesadaran bahwa segala elemen kehidupan, seperti tanah, air, pohon, dan hewan adalah saudara manusia.

Kesadaran tersebutlah yang memungkinkan masyarakat dapat mengantisipasi bencana alam, seperti tsunami, gunung meletus, bahkan gempa bumi sekalipun. Dalam kebudayaan Sunda sendiri, gempa bumi bukanlah suatu peristiwa yang baru. Memori dan pengetahuan ulayat telah menyediakan upaya mitigasi, sehingga generasi penerus dapat mengantisipasinya.

Salah satu manifestasi dari pengetahuan tersebut telah diterapkan pada seni arsitektur. Pada rumah dengan arsitektur khas Sunda, terdapat konsep umpak sebagai pondasi rumah. Umpak tersebut memiliki fungsi sebagai penyangga bangunan yang terbuat dari kayu. 

Selain pada pondasinya, terdapat pula sistem pengikat yang menggunakan pupurus (pen dan lubang) dan paseuk (pasak). Sistem ini digunakan dari rangka lantai, dinding, kuda-kuda, sampai balok yang dapat dipasang sambung. Adapun atapnya menggunakan bahan yang ada di sekitar tanah Sunda, seperti tali ijuk, sabut kelapa, dan daun rumbia. 

Secara keseluruhan material yang terpakai dalam arsitektur khas Sunda cenderung tipis dan sederhana. Meskipun demikian, banyak pihak yang menilai bahwa sistem arsitektur semacam itu telah teruji dan dapat terhindar dari risiko gempa bumi. Bahkan di lapangan saya sempat menjumpai masyarakat yang masih menggunakan sistem arsitektur tersebut. Saat ini kondisi rumahnya masih tetap dalam keadaan berdiri kokoh.

Akan tetapi, masyarakat hari ini lebih tertarik menggunakan sistem arsitektur yang modern, seperti penggunaan beton, teralis besi, paku, dan genting. Padahal dalam memori dan pengetahuan ulayat, penggunaan material tersebut bertentangan dengan aturan alam dan leluhur mereka.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Catatan Gempa Cianjur: Pengetahuan Ulayat sebagai Mitigasi Bencana (2) appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/catatan-gempa-cianjur-pengetahuan-ulayat-sebagai-mitigasi-bencana-2/feed/ 0 39551
Catatan Gempa Cianjur: Puing-Puing Trauma (1) https://telusuri.id/catatan-gempa-cianjur-puing-puing-trauma-1/ https://telusuri.id/catatan-gempa-cianjur-puing-puing-trauma-1/#respond Wed, 02 Aug 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39540 Berbicara mengenai mitigasi bencana, kita kerap menghadapi data statistik guna mengetahui kerugian fisik dan material akibat bencana. Tak jarang data menjadi informasi penting yang perlu kita ketahui apabila hendak menjalani proses evakuasi dan mitigasi kebencanaan...

The post Catatan Gempa Cianjur: Puing-Puing Trauma (1) appeared first on TelusuRI.

]]>
Berbicara mengenai mitigasi bencana, kita kerap menghadapi data statistik guna mengetahui kerugian fisik dan material akibat bencana. Tak jarang data menjadi informasi penting yang perlu kita ketahui apabila hendak menjalani proses evakuasi dan mitigasi kebencanaan sekaligus.

Data dan persentase statistik di dalamnya menjadi komoditas yang sangat mudah kita jumpai di berbagai kanal digital. Terlebih banyak dari aksi volunter justru menekankan pada pekerjaan penimbunan data.

Akan tetapi, ada aspek yang luput dari proses penimbunan data. Hal tersebut tidak lain adalah trauma. Data dan persentase statistik terhadapnya tak pernah bisa mengungkapkan trauma, bahkan tak pernah adil membaca manusia. Seolah jumlah korban jiwa akibat bencana hanya pajangan angka yang tak lagi bernilai harganya.

Maka penting kiranya menghadirkan sebuah tulisan yang dapat memahami korban dari perspektif mental dan trauma yang dihasilkan. Perspektif tersebut tampaknya lepas dari aksi-aksi sukarelawan dan ekspos pers. 

Catatan Gempa Cianjur: Puing-Puing Trauma (1)
Kondisi posko pengungsian warga setelah gempa bumi Cianjur/Mohamad Ichsanudin Adnan

Gempa Bumi Cianjur dan Trauma

Momen traumatis dari gempa bumi Cianjur memang sudah terlewat sangat lama. Bahkan hari ini sebagian masyarakat sudah bisa menjalani aktivitas secara normal. Namun, saya berusaha menghadirkan tawaran refleksi yang saya peroleh, ketika mengemban tugas menjadi jurnalis selama masa darurat berlangsung di Cianjur.  

Berbekal kereta api kelas ekonomi, saya melaju dari Yogyakarta dan tiba di Cianjur pada 3 Desember 2022. Kebetulan waktu itu seorang kawan menawari saya ruang singgah yang sedang terpakai untuk posko logistik. Dia sedang menjalani masa bakti sebagai relawan dan sudah seminggu berada di lokasi. Sebelum melakukan liputan, saya mendapat banyak panduan dan arahan darinya.

Berbekal sepeda motor matic, kami menyusuri jalan menuju ke Desa Cibulakan. Desa itu merupakan lokasi dengan tingkat kerusakan yang cukup parah. Sejauh saya memandang, hampir setiap rumah di desa tersebut runtuh tak bersisa. Rumah berbahan beton, teralis besi, hingga material permanen lainnya ternyata telah rata dengan tanah. Saya melihat beberapa warga yang sibuk membongkar puing-puing tersisa. Berupaya mengais barang-barang yang sekiranya masih bisa mereka selamatkan. 

Selama menyusuri Cibulakan, saya mendapati banyak warga, utamanya penduduk rentan, tampak pasrah di depan halaman. Mereka tak melakukan apa pun. Hanya menatap kosong bekas huniannya yang sudah tidak bisa lagi mereka tempati.

Saya juga menjumpai pemandangan miris. Terlihat kerumunan anak mengevakuasi boneka kesayangan yang ikut tertimbun di antara puing-puing. Mereka sampai menyusuri bongkahan beton besar, sampai menyusup ke bawah teralis besi yang sewaktu-waktu bisa ambruk menimpa mereka. Para warga pun panik. Sampai-sampai ayah dari anak tersebut menariknya paksa agar tidak mendekati reruntuhan. Saya yang melihatnya langsung merasa sedih sekaligus gagal, karena saya tidak bisa berbuat apa pun untuk membantu meringankan beban sang anak.

Di luar itu kami menyempatkan diri mengobrol bersama seorang ibu. Ia sedang menyiapkan makanan di dalam sebuah tenda biru. Di belakang ibu tersebut, terdapat seorang anak yang masih terlihat ketakutan melihat tenda yang menaunginya itu. Namanya Ani, anaknya sendiri. “Di sini gempa susulannya masih ada, Kang. Gempanya memang tidak sebesar dulu, hanya saja Ani masih ketakutan (trauma) kalau poskonya bergetar sedikit. Bahkan banyak yang panik sampai teriak-teriak histeris,” sahut sang ibu.

Tidak seperti anak-anak lainnya yang masih berkeliaran di luar rumah, Ani masih takut jika harus jauh dari sang ibu. Terlebih ia mengaku sedih, karena lapangan yang kerap ia pakai bermain, kini telah beralih fungsi menjadi posko pengungsian.

Perbincangan dengan Pak Djunaedi

Malamnya kami menyempatkan diri berbincang dengan Pak Djunaedi. Beliau merupakan ketua RT di Desa Limbangsari. Dari sorot matanya yang lesu, saya melihat beban fisik dan mental yang ia tanggung kala itu. 

Sepanjang hari ini Pak Djunaedi sibuk mendistribusikan bantuan ke setiap kepala rumah tangga. Bantuan tersebut ia salurkan dari para sukarelawan yang menyambanginya saat pagi. Ketika kami berbincang santai sembari menikmati beberapa sajian kopi dan rokok, seketika Pak Djunaedi menasihati saya, “Hanya Allah yang tahu, mau diapain. Terkecuali, paribasana mah eweh-eweh teing ker ngalengkah cek paribasana mah, moal ditenden naon-naon.”

Meskipun saya kurang tahu artinya, tetapi secara tersirat saya mendapatkan gambaran mental dan upaya Pak Djunaedi untuk bertahan. Upaya tersebut seolah memberi informasi kepada saya, bahwa kita sebagai manusia tak akan pernah bisa melampaui kehendak Tuhan. Utamanya alam itu sendiri.

Kondisi mental dan trauma yang Pak Djunaedi beserta warga dan anak-anak lainnya alami, sepertinya tak pernah bisa diartikulasikan oleh data. Data selalu berbicara mengenai angka korban jiwa dan kerugian material yang ditimbulkan. Namun, data gagap membaca efek trauma para korban.

Melihat fenomenena itu saya memandang bahwa bantuan material dan pemulihan fisik lainnya memang diperlukan. Akan tetapi, aspek memori dan traumatis juga tak kalah pentingnya untuk diperhatikan, karena perlahan akan membentuk simpul trauma yang mereka gunakan dalam menyikapi fenomena kebencanaan berikutnya. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Catatan Gempa Cianjur: Puing-Puing Trauma (1) appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/catatan-gempa-cianjur-puing-puing-trauma-1/feed/ 0 39540
Perjalanan Melintasi Kawasan Terdampak Gempa Bumi Cianjur https://telusuri.id/perjalanan-melintasi-kawasan-terdampak-gempa-bumi-cianjur/ https://telusuri.id/perjalanan-melintasi-kawasan-terdampak-gempa-bumi-cianjur/#respond Fri, 26 May 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=38783 Bagi saya sendiri, lokasi gempa bumi Cianjur, Jawa Barat bukanlah wilayah yang asing. Beberapa kampung dan desa yang terdampak gempa adalah kawasan pemukiman yang kerap saya lewati, khususnya saat saya menuju Cugenang dari arah Pasar...

The post Perjalanan Melintasi Kawasan Terdampak Gempa Bumi Cianjur appeared first on TelusuRI.

]]>
Bagi saya sendiri, lokasi gempa bumi Cianjur, Jawa Barat bukanlah wilayah yang asing. Beberapa kampung dan desa yang terdampak gempa adalah kawasan pemukiman yang kerap saya lewati, khususnya saat saya menuju Cugenang dari arah Pasar Gekbrong maupun sebaliknya.

Dua pekan sebelum musibah terjadi, saya sempat melewati kampung-kampung dan desa-desa terdampak gempa. Saat itu, saya dalam perjalanan dari arah pusat kota Cianjur ke Pasar Gekbrong.

Seperti biasa, untuk menuju Pasar Gekbrong, saya memilih rute Cijedil—Mangunkerta—Talaga. Selama berkali-kali melewati rute ini, sama sekali tak terlintas di pikiran saya bahwa kampung-kampung dan desa-desa yang saya lewati di jalur tersebut adalah daerah rawan gempa.

Barulah setelah mendengar berita, lalu melihat video dan foto yang berseliweran di linimasa media sosial dan juga tayangan media-media mainstream, saya baru sadar rupanya daerah yang kerap saya lewati itu termasuk kawasan rawan gempa bumi.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pusat gempa saat itu berada di 10 kilometer arah barat daya dari Kabupaten Cianjur. Titik gempanya berada di 6,84 Lintang Selatan dan 107,05 Bujur Timur. Gempa terjadi pada hari Senin (21/11/2022), pukul 13.21 WIB.

Fasilitas MCK darurat di kawasan Cugenang usai gempa Cianjur
Fasilitas MCK darurat di kawasan Cugenang usai gempa Cianjur/Djoko Subinarto

Dampak Gempa Bumi Cianjur

Saat gempa bumi terjadi, laporan sejumlah media menyebut terdapat sekurangnya 532 sekolah—dari berbagai tingkatan—yang rusak dan perlu perbaikan. Selain menimbulkan kerusakan pada infrastruktur, gempa bumi Cianjur juga merenggut korban hingga mencapai 600-an jiwa.

Meski hanya memiliki magnitudo kurang dari 6, gempa bumi Cianjur menyebabkan kerusakan yang cukup dahsyat, mengingat karakter gempanya yang dangkal sehingga sangat dekat dengan permukaan tanah. Guncangan gempa tak hanya dirasakan di kawasan Cianjur dan sekitarnya, tetapi juga hingga ke luar Kabupaten Cianjur.

Beberapa pakar menyimpulkan bahwa faktor penyebab parahnya dampak gempa bumi Cianjur adalah akibat dari pergerakan Sesar Cimandiri. Namun, ada juga sebagian pakar lain menyebut pergerakan Sesar Cugenang sebagai penyebab utama. Dalam ilmu geologi, yang dimaksud sesar adalah bidang rekahan yang disertai oleh adanya pergeseran relatif satu blok batuan terhadap blok batuan lainnya.

Di Mangunkerta dan Nyalindung, saya mendapati sejumlah bangunan rumah yang masih dibiarkan rusak dan terbengkalai oleh pemiliknya setelah gempa. Beberapa tenda pengungsian, masjid darurat, dan sarana mandi-cuci-kakus (MCK) darurat juga masih terlihat berdiri.

Ada juga sejumlah rumah, dengan kerusakan minimal, dibiarkan kosong dan kemudian ditawarkan untuk dijual. Saya mengetahui hal tersebut karena di tembok depan rumah terpampang keterangan tertulis tentang itu.

  • Perbaikan bangunan terdampak gempa di SDN Gintung, Mangunkerta
  • Pembangunan ruang kelas sekolah terdampak gempa Cianjur

Proses Rekonstruksi Pascagempa

Di Sabtu (6/5/2023) pagi nan dingin dan berawan kala itu, seorang ibu tengah mengasuh anak balitanya di pinggir jalan Kampung Lebak Sari, Cirumput. Tak jauh dari mereka, berdiri gapura SDN Talagasari yang masih terlihat utuh. Namun, secara keseluruhan fasilitas pendidikan itu masih belum bisa digunakan. Ruang-ruang kelas di SDN tersebut masih sedang dalam tahap pembangunan kembali.

Ada terpal besar warna biru yang menutupi beberapa bangunan yang belum selesai. Terlihat pula rangka aluminium untuk atap bangunan ruang kelas yang tampaknya belum lama terpasang. SDN Talagasari adalah salah satu fasilitas pendidikan yang ikut rusak akibat gempa bumi.

Selain di SDN Talagasari, saya mendapati rekonstruksi pascagempa juga tengah berlangsung di SDN Gintung, Mangunkerta. Terlihat ada dua petugas berompi hijau yang tengah bekerja.

Tidak jauh dari SDN Gintung, para pekerja lainnya sedang sibuk membangun kembali kantor Desa Mangunkerta. Begitu pun di Nyalindung, pekerja terlihat sedang mengerjakan pembangunan kantor desa di lokasi yang baru.

Rekonstruksi rumah warga, fasilitas sosial maupun fasilitas umum hingga kini masih terus berlangsung di kawasan terdampak gempa bumi di Cianjur. Pemandangan itulah yang setidaknya saya saksikan tatkala sedang melintasi sejumlah kampung dan desa di kawasan Cugenang.

Rekonstruksi pascabencana adalah momen untuk melakukan pembangunan infrastruktur kembali dengan lebih baik, mencakup perumahan, jalan, sekolah, rumah ibadah, pusat layanan kesehatan, dan fasilitas-fasilitas publik lainnya. Tentu saja standar keamanan yang lebih tinggi untuk mengurangi risiko-risiko bencana alam di masa datang. Dan ini sangatlah penting. 

Seorang pengendara motor melintasi proyek pembangunan Kantor Desa Nyalindung, Cugenang, Cianjur/Djoko Subinarto
Seorang pengendara motor melintasi proyek pembangunan Kantor Desa Nyalindung, Cugenang, Cianjur/Djoko Subinarto

Harapan Warga yang Trauma

Menyusul peristiwa gempa bumi Cianjur, beberapa warga agaknya lebih memilih segera pindah tempat tinggal ke lokasi baru. Faktor trauma dan keamanan mungkin antara lain menjadi pertimbangan utama mereka untuk pindah rumah.

“Sampai sekarang, saya masih trauma kalau mengingat peristiwa gempa waktu itu,” kata seorang ibu pemilik warung, yang sempat saya ajak berbincang tatkala singgah ke warungnya untuk membeli air mineral kemasan.

Warung ibu itu berada tidak begitu jauh dari lokasi proyek pembangunan kantor Desa Nyalindung. Ia baru merintis warungnya selama tiga bulan. Ia mengaku sedang berada di dapur saat gempa terjadi. Beruntung, ia berhasil selamat walau rumahnya hancur.

“Rumah saya dan rumah keluarga saya, empat bangunan semuanya, hancur. Salah seorang kerabat saya bahkan cedera. Sampai sekarang, jalan pun masih sulit,” jelasnya.

Namun, berkat sejumlah bantuan yang ia terima, rumah milik sang ibu maupun saudaranya telah kembali berdiri dan bisa ditinggali. “Ada bantuan dari yayasan di Bandung. Terus dari tempat anak saya bekerja. Juga dari pemerintah,” terangnya.

Dari pemerintah ia memperoleh kucuran bantuan sebesar 60 juta rupiah. Meskipun demikian, ibu itu berharap bahwa gempa hebat yang ia alami adalah yang terakhir kalinya. 

Saya mengamini, sembari mendoakan agar dia selalu sehat. Saya lantas pamit usai menyerahkan uang untuk pembayaran air mineral kemasan. 

“Hati-hati di jalan. Semoga selamat,” ucapnya.“Aamiin. Aamiin,” balas saya lalu pergi meninggalkan warung.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Perjalanan Melintasi Kawasan Terdampak Gempa Bumi Cianjur appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/perjalanan-melintasi-kawasan-terdampak-gempa-bumi-cianjur/feed/ 0 38783