gombong Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/gombong/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 30 Dec 2022 01:14:51 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 gombong Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/gombong/ 32 32 135956295 Kisah di Balik Kerkhof Gombong (2) https://telusuri.id/kisah-di-balik-kerkhof-gombong-2/ https://telusuri.id/kisah-di-balik-kerkhof-gombong-2/#respond Wed, 04 Jan 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36803 Perjalanan saya menelusuri Kerkhof Gombong berlanjut. Setelah dari makam W.H. Poepaart, mata saya tertuju pada satu nisan utuh berdiri di tengah nisan lain, kondisinya rusak parah. Ternyata makam tersebut milik seorang letnan infanteri di Gombong. ...

The post Kisah di Balik Kerkhof Gombong (2) appeared first on TelusuRI.

]]>
Perjalanan saya menelusuri Kerkhof Gombong berlanjut. Setelah dari makam W.H. Poepaart, mata saya tertuju pada satu nisan utuh berdiri di tengah nisan lain, kondisinya rusak parah. Ternyata makam tersebut milik seorang letnan infanteri di Gombong. 

“Lah, kenapa tidak dimakamkan di ereveld, tapi malah di kerkhof?” pikir saya. Ereveld dan kerkhof artinya sama yakni pemakaman. Hanya berbeda fungsi. 

Ereveld makam pahlawan bagi pejuang berdarah Belanda di Indonesia. Kerkhof makam elit warga Belanda di halaman gereja. Memang tidak semua prajurit Belanda di Indonesia yang gugur dimakamkan di ereveld. Tergantung keluarga, dikebumikan di ereveld, kerkhof, atau kremasi. 

Biasanya prajurit yang dikebumikan di luar ereveld, atas kehendak keluarga atau mendiang sendiri karena merasa terikat batin dengan wilayah setempat. Seperti beberapa makam yang saya abadikan kali ini. Menariknya makamnya berbaur dengan milik orang Belanda lain di Kerkhof Gombong. 

Makam C.F.H Campen

“Wah, nama depan disingkat, terus siapa beliau?” 

Pada nisan, tertulis nama C.F.H. Campen. Karena rasanya tidak mungkin menerka-nerka, pilihan terakhir untuk mengetahui nama lengkapnya adalah saya menghubungi Hans Boers. Tidak lama, saya mendapatkan balasan petunjuk pembuka dari Hans Boers.

“Orang militer ini Mas, apa mungkin dahulu bekerja di Benteng Gombong?” 

“Kemungkinan pak, 1e Luit. der Inf. Ridder. M.W.O. Tidak ada keterangan lain.” Kami sama-sama bingung sejadinya. Tidak lama, masuk pesan singkat kembali dari Hans Boers. 

“Mas, makam ini milik instruktur sekolah siswa militer di Gombong!” Akhirnya mulai terbuka siapa orang di balik nisan tua ini. Saya dan Hans Boers sempat bercanda, “Coba bayangkan, namamu disingkat, terus kamu aku kenalkan dengan nama singkatanmu. Enak didengar tidak?” Kami hanya bisa saling menertawakan.

Makam Letnan C.F.H. Campen
Makam Letnan C.F.H. Campen. Salah satu makam Belanda yang utuh di Kerkhof Gombong/Ibnu Rustamadji

Sembari menunggu kabar lebih lanjut, saya putuskan untuk mengabadikan lebih jauh nisan lain yang tersisa di Kerkhof Gombong. Tiba-tiba Hans Boers mengirim pesan kembali mengenai C.F.H. Campen. Dalam pesan singkatnya, berikut detail mengenai C.F.H. Campen.

Letnan 1 Prajurit Infanteri C.F.H. Campen, Instruktur Sekolah Siswa militer Gombong. Kala itu, bernama Militaire Pupillen School Gombong. Inisiatif dari Institusi Pendidikan Angkatan Darat Hindia Belanda atau Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL). Sekolah Militer Gombong, didirikan untuk melatih anak-anak terlantar menjadi prajurit KNIL. 

Sekolah militer Gombong pertama kali dibangun tahun 1835 atas perintah Mayor Jenderal Hubert de Steurs. Kala itu sekolah militer masih menempati rumah sang mayor. Barulah di tahun 1848 dibangunkan sebuah gedung permanen di Kedong–Kebo oleh Mayor Jenderal Von Lutzow. Sekolah Militer dari Kedong–Kebo kemudian dipindahkan menuju Gombong, dan menempati areal di Benteng Van Der Wijck. 

Sebelum bernama Van Der Wijck, benteng itu bernama Fort Cochius. Letnan Campen adalah Instruktur Sekolah Militer Gombong, ketika sekolah berada di Benteng Van Der Wijck. Namun sayang, C.F.H. Campen tidak berumur panjang. Hans Boers menambahkan, “Campen terbunuh dengan cara ditusuk belati oleh seorang pribumi, tidak diketahui motifnya apa.” 

Letnan Campen dikenal aktif menulis mengenai perkembangan Sekolah Siswa Militer Gombong. Karena pentingnya karya tulis Letnan Campen mengenai sekolah militer Gombong, pihak pemerintah Belanda menggandakan sebanyak 1000 eksemplar dan diberikan secara cuma-cuma ke warga sekitar sekolah. Salah satu judul artikelnya yakni Het Korps Pupillen te Gombong. 

Sebelum tugas di Gombong, Letnan Campen diketahui dirotasi bersama beberapa prajurit lain dari Surabaya. Letnan Campen wafat usia 33 tahun pada 24 Januari 1886, pemakaman dihadiri Asisten Residen Kebumen, Kepala Distrik Kebumen dan Gombong, seluruh warga Gombong dan siswa Sekolah Militer Gombong

H. Heffelaar, Makam Prajurit lain di Kerkhof Gombong

Puas mengabadikan detail nisan makam dan mendapat informasi mengenai Letnan C.F.H. Campen, langkah saya berikutnya berhenti di makam milik H. Heffelaar. Nisan masih utuh, tapi kalau tidak jeli membaca hurufnya seakan berbunyi “HFFFFLPPP”.  

Informasi siapa Haffelaar, masih saya dapatkan dari Hans Boers. Makam ini milik Hermanus Heffelaar lahir di Rotterdam 6 Maret 1881, dan wafat di Gombong 29 April 1924 usia 43 tahun. Sang istri bernama Nyonya Painam, pernikahanya digelar di Kotaraja 25 Mei 1916. 

“Nikah di Kotaraja, jauh sekali, Pak?”

 “Iya. Karena, Hermanus Haffelaar, prajurit militer KNIL tugas akhir di Gombong!” 

Makam Hermanus Heffelaar
Makam Hermanus Heffelaar/Ibnu Rustamadji

H. Heffelaar anak dari Johannes Bernardus Heffelaar dan Anna van Hoewijk. Hermanus Heffelaar, dan Poepaart satu kesatuan di militer Angkatan Darat. Tapi, H. Heffelaar lebih banyak di KNIL-nya, begitu informasi yang saya dapat dari Hans Boers. 

Pantas mereka dimakamkan di Kerkhof Gombong, dekat Benteng Van Der Wijck dan Kamp militer Gombong tempat Heffelaar dan Poepaart bekerja. Nisan milik H. Heffelaar bertuliskan, “Hier Rust. Mijn Lieve Man en Vader H. Heffelaar in Der Ouderdom Van 41 Jaaren. R.I.P.”. 

Artinya “Di sini Beristirahat. Ayah sekaligus pria yang kami sayang, Hermanus Heffelaar di Umur 41 Tahun”.

Nisan K. Emor, Makam Tersembunyi di Balik Pohon

Makam berikutnya setelah Poepaart dan Heffelaar yang saya datangi ini pria kelahiran Manado tinggal di Gombong. Makamnya ditumbuhi pohon liar setinggi orang dewasa yang menyembunyikan batu nisannya.

Sebelum melihat nama mendiang lebih jauh, saya dikejutkan suara si bapak juru kunci. “Ini Mas nisannya, saya bersihkan dulu. Semoga kelihatan. Soalnya pohon ini tumbuh liar ini Mas, jadi makamnya rusak.”

Makam ini rusak bukan karena nisan marmer yang dicuri, tapi oleh pohon liar, yang menurut saya salah satu faktornya adalah karena tidak diziarahi dan dibersihkan secara rutin.

Inskripsi pada nisan, berbunyi “Hier Rust onze Innig Geleiefde Vader K. Emor, Overleden 19 September 1899 in den Ouderdom van 74 jaar”. K. Emor wafat usia 74 tahun pada 19 September 1899. Hanya saja tidak diketahui apa yang menyebabkannya wafat. Bahkan untuk siapa keluarga K. Emor, tidak banyak informasi.

Hans Boers, merujuk satu nama yakni Karel Emor. “Susah Mas, karena ada beberapa orang yang menyandang nama Karel Emor tapi tidak ada satupun yang cocok dengan keterangan nisannya.” 

“Juga ada seorang dokter dari Jawa yang terkenal bernama Jan Emor, lahir di Tana Kwangkot, Kecamatan Tombari, Minahasa, Manado; dan pada tahun 1711, dan seorang  perempuan bernama Ida Emor (nama Yahudi) dibaptis di Belanda.”

Juru kunci Kerkhof Gombong
Juru kunci Kerkhof Gombong, tengah membersihkan nisan milik Karel Emor/Ibnu Rustamadji

“Saya sendiri memiliki gagasan kuat kalau Karel Emor adalah orang kelahiran Manado dan dia pegawai militer KNIL,” lanjutnya. Karel Emor diketahui wafat di Karanganyar Kebumen di usia 74.

“Adakah keluarganya, Pak?” tanya saya penasaran.

Menurut Hans ada; yakni, Johanna Antoinette Emor meninggal 4 Oktober 1959 di Zwollerkerspel pada usia 75, lahir sekitar tahun 1884. Mungkinkah dia putri Karel Emor? 

“Saya belum menemukan data lebih jauh mengenai hubungan keduanya.” Alhasil, informasi mengenai keluarga K. Emor di Gombong hanya sebatas praduga, bahwa K. Emor bernama asli Karel Emor seorang perwira militer KNIL di Gombong.

Yang Tersisa dari Kerkhof Gombong

Sebelum mengakhiri penelusuran di Kerkhof Gombong, saya mengabadikan beberapa makam lain yang kondisinya rusak parah. Kerkhof Gombong, menurut saya sejatinya sudah selayaknya diselamatkan dan dilestarikan. Miris rasanya melihat berbagai nisan teronggok begitu saja tanpa terawat. 

Kerkhof Gombong bagi saya, adalah saksi bisu Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen, dari waktu ke waktu. Jelas, di balik orang Belanda dalam mengembangkan Gombong, tidak lepas juga dari peran warga Gombong sendiri.

  • Makam keluarga tidak teridentifikasi.
  • De Bruijn
  • Makam Obelisk
  • Makam Obelisk
  • makam unik

Situs peninggalan di Gombong sangat banyak. Selain kerkhof, ada juga ngebong atau areal pemakaman warga Tionghoa yang tidak kalah menarik untuk kami telusuri. Belum lagi, Benteng Van Der Wijck, Pabrik Rokok Klembak Menyan, satu lagi Rumah Martha Tilaar, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Oiya, saya hampir kelupaan. Tidak semua orang Belanda di Gombong yang wafat dikebumikan di Kerkhof Gombong. Ada juga yang di luar kota, atau mungkin kembali ke keluarga di Belanda. 

Sekarang, bukan saatnya menyalahkan mana yang benar dan yang salah. Tapi, bagaimana cara untuk menghargai apa yang telah diwariskan generasi sebelum kita. 

Seperti Kerkhof Gombong ini, bukti masa lalu untuk pelajaran hidup di masa depan. Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman penelusuran Kerkhof Gombong, teman-teman di Rumah Martha Tilaar yang setia menemani dan menerima kritikan dan saran saya, dan mohon maaf tidak bisa saya sebut semuanya.

Perjalanan ke Kerkhof Gombong berakhir dengan semua memori di kamera. Satu minggu tidaklah cukup untuk mengenal Gombong lebih jauh, suatu saat pasti kembali. “Sekarang, saatnya kembali ke Solo, dan buka bersama di kereta!”

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kisah di Balik Kerkhof Gombong (2) appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kisah-di-balik-kerkhof-gombong-2/feed/ 0 36803
Kisah di Balik Kerkhof Gombong (1) https://telusuri.id/kisah-di-balik-kerkhof-gombong-1/ https://telusuri.id/kisah-di-balik-kerkhof-gombong-1/#respond Tue, 03 Jan 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36791 Seorang rekan mengajak saya jalan, kali ini ke selatan Jawa Tengah, tepatnya Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Tujuan kami yakni menelusuri makam Belanda atau kerkhof di Gombong.  “Bro, minggu depan berangkat ke Gombong mau...

The post Kisah di Balik Kerkhof Gombong (1) appeared first on TelusuRI.

]]>
Seorang rekan mengajak saya jalan, kali ini ke selatan Jawa Tengah, tepatnya Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Tujuan kami yakni menelusuri makam Belanda atau kerkhof di Gombong. 

“Bro, minggu depan berangkat ke Gombong mau nggak?” begitu ajakannya.

Saya pun lantas menanyakan tujuan, “Mau ke mana, Rumah Martha Tilaar, apa benteng?”

“Jelajah Kerkhof Gombong, bagimana, setuju tidak?”

“Wah, pasti, berangkat kita!”

Ia mengajak saya berangkat sehabis Subuh, katanya sekalian ngabuburit di Gombong. Saya pun mengiyakan. Sehari sebelum keberangkatan, ia mengingatkan jadwal. Maklum, kami berbeda kota. 

Pagi-pagi sekali, kami berangkat menuju titik kumpul yakni Stasiun Balapan Solo. Kami membeli tiket kereta api pergi-pulang dari Solo menuju Gombong dan sebaliknya. Dari sini, butuh waktu sekitar empat jam untuk tiba di Gombong.

Setibanya di Stasiun Gombong, ada seorang rekan yang menunggu. Awalnya kami sama-sama bingung, benar orang yang saya maksud atau bukan. Sampai akhirnya ia menyapa terlebih dulu.

Berkumpul di Rumah Martha Tilaar

Jelajah Kerkhof Gombong saya awali dari Rumah Martha Tilaar di Jalan Sempor Lama. Melangkah masuk halaman Rumah Martha Tilaar, Alona Ong dan Mas Sigit, rekan saya di Gombong menyambut kedatangan kami.

Persiapan jelajah Kerkhof Gombong berlangsung sekitar satu jam. Mulanya, kami beranjak ke jalan menuju kerkhof  di Jalan Sempor Lama, Semanding Gombong Kebumen. Dari Rumah Martha Tilaar menuju lokasi tidak sampai 10 menit, lokasinya juga tidak jauh dari Benteng Van Der Wijck.

Gapura sederhana berpagar besi siap dibuka, menanti kedatangan siapapun untuk berziarah. Selepas dipersilakan masuk, yang pertama kali saya lakukan adalah mengirim doa untuk mereka yang beristirahat dengan damai di sini. Tidak ada rasa takut saat saya menginjakan kaki dan melihat-lihat nisan yang tersisa.

Mausoleum Familie Van Burm: Makam Keluarga yang Tersisa di Kerkhof Gombong

Tengah mengabadikan setiap sudut dan nisan makam, mata saya tertuju pada satu makam yang terlihat lebih besar dari sekitarnya. Ternyata, nisan ini adalah makam keluarga—mausoleum familie van Burm.

Menengok ke dalam, mausoleum ini sudah rusak dan penuh sampah. Lebih tepatnya terbengkalai, dengan meninggalkan satu nisan milik Loucia Burm dan Pieter Peelen. 

Tanpa pikir panjang, saya langsung menghubungi Hans Boers. Menurut keterangannya, keluarga Van Burm tertua di Gombong adalah Charles Louis Burm kelahiran 27 September 1805, wafat 25 November 1895. Tidak diketahui tinggal di mana semasa hidupnya, hanya keterangan lahir dan wafat yang ditemukan. 

“Charles Louis Burm, menikah dua kali, pernikahan pertama dengan keluarga Hammerich, dan pernikahan kedua dengan keluarga Boomhoff,” jelasnya. “Cuma, semuanya tidak ditemukan catatan hidupnya.” 

Istri pertama Charles Louis Burm bernama Carolina Frederik Hammerich kelahiran 7 Maret 1838, wafat 5 Desember 1854. Pernikahan mereka dikaruniai sekitar 5 anak, salah satunya Loucia Burm kelahiran 12 Mei 1851. Istri kedua bernama C.W. Burm-Bomhoff kelahiran 23 September 1923, wafat 10 Oktober 1893.

Loucia Burm istri dari Pieter Peelen, seorang prajurit militer KNIL Gombog. Pieter Peelen kelahiran Den Haag 12 Januari 1837, wafat 10 Maret 1910. Pernikahan keduanya digelar di Karanganyar, Kebumen pada 02 Februari 1877. 

Pasca menikah mereka tinggal di Gombong dan mendirikan usaha penginapan bernama Hotel  Gombong. Sebuah penginapan prestisius di zamannya, tentunya. Selain usahanya Hotel Gombong, mereka juga membuka usaha jasa perjalanan wisata.

Wisata di Gombong? Kemungkinan iya. Wisata ke Geopark Karst Karangsambung dan Goa Jatijajar penuh dengan ornamen nama-nama orang Belanda yang bermukim di Kebumen dan sekitarnya.

Sepeninggal Loucia, penginapan yang mereka rintis berakhir. Hotel Gombong terjual pada tahun 1901, atas nama Mevrouw Loucia. Hotel dan jasa wisata dijual lagi oleh Pieter Peelen, namun hingga sepeninggal Pieter Peelen, Hotel Gombong belum laku. 

Makam Maria Anna Elisabeth Cooke

Dari mausoleum familie van Burm, saya melanjutkan menuju nisan tersisa lain. Tujuan selanjutnya yakni makam perempuan muda bernama Maria Anna Elisabeth Cooke. 

Maria Anna Elisabeth lahir pada 26 Februari 1882 dan wafat 18 Mei 1884. Maria Anna Elisabeth anak dari Richard Henry Cooke III dan Carolina Frederika Prager.

“Keluarga Cooke ini rekan dari saudara saya, sama-sama meninggal di Pulau Bawean, di atas kapal HMS de Ruyter tanggal 27 Februari 1942,” lanjut Hans Boers. 

Maria Anna Eliza Cooke
Nisan milik perempuan muda, Maria Anna Eliza Cooke/Ibnu Rustamadji

Pada nisan Maria Anna Elisabeth, terdapat ukiran heraldic rumit dalam kondisi rusak dan tidak mudah untuk dibaca kembali. Padahal kalau ukiran tersebut masih utuh, akan terlacak dimana dan siapa keluarga Maria Anna Elisabeth berasal.

Floris Kraake, Perwira Militer dari Gombong

Saya berhadapan dengan makam Floris Kraake, kelahiran Utrecht 23 Juni 1824, wafat di Gombong 9 Oktober 1886. Floris Kraake, putra Jacob Kraake dan Wilhelmina Elisabeth de Nigtere. Floris Kraake menikah dua kali. Pertama dengan Georgia Alexander dan kedua dengan istri Jawa, bernama Samiem di Karanganyar Kebumen, tanggal 29 Agustus 1877.

Georgia Alexander wafat di Semarang 2 Agustus 1868, dan memiliki anak Floris Karel dan Wilhelmus Jacobus. Floris Kraake wafat sebagai pensiunan ajudan militer di Semarang. Kedua anaknya, juga berprofesi sebagai perwira militer. 

Nisan Floris Kraak,
Nisan Floris Kraak, masih ada keluarga yang menziarahinya/Ibnu Rustamadji

Wilhelmus Jacobus Kraake, anak kedua Floris Karel dan Georgia Alexander, diketahui memiliki hubungan dengan Willem Hendrik Poepaart yang sama-sama perwira militer di Gombong. Saya langsung  menuju makam milik W. H. Poepaart.

Willem Hendrik Poepaart, Saksi Perang Aceh Pertama dari Gombong

Makam Willem Hendrik Poepaart berada di sudut kiri gerbang masuk Kerkhof Gombong. Bagian nisan bertuliskan, “Hier Rust. Mijn Dierbare Man en Vader Liner Dankbare Kinderen W.H. Poepaart, geboren 16 Agustus 1857, overladen 9 April 1936”. 

Saya kira nisan asli utuh, ternyata sudah pernah dirusak dan baru selesai diperbaiki. Nisannya bertuliskan, Di sini beristirahat, suami sekaligus ayah dari anak-anak terkasih Willem Hendrik (W.H) Poepaart, lahir 16 Agustus 1857, wafat 9 April 1936”.

Bagian atas nisan sejatinya patung dewi bergaya Yunani berbahan marmer Italia. Untung saja, patung dewi tersebut tidak hilang tapi hanya digeser demi keamanan. Patung dewi Yunani berada di sudut bawah makam W.H. Poepaart. 

W.H. Poepaart lahir di Belgia 16 Agustus 1857, dan wafat di Gombong 9 April 1936. “W.H. Poepaart menikahi perempuan Jawa bernama Karsina pada 21 September 1891 di Bagelen Purworejo dan. pernikahan mereka dikaruniai 12 anak,” lanjut Hans Boer. 

Anak-anaknya, diantaranya adalah Ronsina lahir di Gombong 1891 wafat tahun 1958 di Enschede, Gedion Frederik Teo seorang perwira militer kelahiran Gombong 9 November 1906. Selain itu, Johanna Catharina kelahiran Gombong 21 April 1896 istri dari Hendrikus Hendrik, Charles Hendrik kelahiran Gombong 3 Februari 1883. 

W.H. Poepaart merupakan perwira militer Gombong, penerima medali kehormatan dari Keraton Yogyakarta. Atas dasar apa, beliau mendapatkan medali kehormatan? Ternyata, yang pertama, W.H. Poepaart lulusan terbaik sekolah perwira militer Gombong. Tidak lama kemudian. W.H. Poepaart tergabung dalam ekspedisi Perang Aceh pertama 1873-1874, dan terlibat peperangan dengan rakyat Aceh dipimpin Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah. Pihak kolonial dipimpin oleh Kohler. 

Atas kontribusinya, W.H. Poepaart pensiun sebagai veteran Perang Aceh pertama. Tak ayal, beliau mendapat penghargaan yang luar biasa dari Keraton Yogyakarta. Adapun penghargaan yang diraihnya, Kraton-Medaille, Atjeh-Kruis, dan Zilveren Medaille. W.H. Poepaart memilih Gombong sebagai tempat peristirahatan terakhir karena “welk plaatsje hij zeer life had” artinya tempat yang sangat dicintai”

“Wilhelmus Jacobus Kraake, hadir dalam pemakaman rekan militernya, beserta rekan lama dan kenalan almarhum (W.H. Poepaart),” ucap Hans Boer. Pemakaman dilakukan secara militer, hanya ucapan terima kasih dari istri dan rekan W.H. Poepaart yang bergema. 

Jadi. W.H. Poepaart adalah warga Belgia, yang berkontribusi besar terhadap Gombong dan Indonesia secara luas melalui jasanya di bidang militer. 

Selain makam Van Burm, Maria Anna Elisabeth, Floris Kraake dan W.H. Poepaart, masih ada yang menarik untuk dikulik lebih jauh. Perjalanan saya dalam jelajah Kerkhof Gombong belum berakhir, nantikan kelanjutannya!

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kisah di Balik Kerkhof Gombong (1) appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kisah-di-balik-kerkhof-gombong-1/feed/ 0 36791