gunung argopuro Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/gunung-argopuro/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 27 May 2025 15:16:14 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 gunung argopuro Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/gunung-argopuro/ 32 32 135956295 Pesan buat Para Pendaki Gunung https://telusuri.id/pesan-buat-para-pendaki-gunung/ https://telusuri.id/pesan-buat-para-pendaki-gunung/#respond Fri, 11 Apr 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=46613 Musim pendakian telah tiba. Beberapa gunung di Indonesia, terutama yang masuk kawasan konservasi (taman nasional atau suaka margasatwa), telah membuka pintunya untuk pendaki yang rindu menjelajah rimba. Taman Nasional Gunung Rinjani di Lombok, telah membuka...

The post Pesan buat Para Pendaki Gunung appeared first on TelusuRI.

]]>
Musim pendakian telah tiba. Beberapa gunung di Indonesia, terutama yang masuk kawasan konservasi (taman nasional atau suaka margasatwa), telah membuka pintunya untuk pendaki yang rindu menjelajah rimba.

Taman Nasional Gunung Rinjani di Lombok, telah membuka enam jalur resminya untuk pendakian per 3 April 2024 lalu. Para pendaki bisa memilih jalur Senaru, Torean, Aikberik, Sembalun, Timbanuh, atau Tetebatu. Registrasi pendakian sepenuhnya daring lewat aplikasi eRinjani, yang sayangnya baru tersedia di Google Play Store. Satu hal yang menarik dari pembukaan jalur ke gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia ini adalah Go Rinjani Zero Waste 2025, sebuah komitmen bersama untuk mewujudkan alam Rinjani bebas sampah yang harus dipatuhi seluruh pihak, mulai dari pendaki, porter, pemandu, operator, maupun pihak pemangku kawasan itu sendiri.

Di Jawa Tengah, gunung sejuta umat, Merbabu, bahkan sudah buka secara bertahap untuk sebagian jalur sejak Februari lalu. Pendakian ke gunung yang bertetangga dengan Gunung Merapi tersebut buka sepenuhnya setelah libur lebaran kemarin. Reservasi kuota pendakian dilakukan secara daring di booking.tngunungmerbabu.org.

Lalu pemilik jalur pendakian terpanjang di Pulau Jawa, Gunung Argopuro, resmi membuka pintunya bagi calon pendaki sejak 8 April 2025. Jalur pendakian gunung yang masuk dalam kawasan konservasi Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Hyang itu dikelola oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur (BBKSDA Jatim). Namun, untuk saat ini baru jalur Baderan, Situbondo saja yang dibuka, sehingga belum bisa lintas untuk turun ke Bermi, Probolinggo. Sama seperti Rinjani dan Merbabu, pengurusan izin pendakian dilakukan daring. Calon pendaki bisa mengunjungi tiket.bbksdajatim.org, yang juga tersedia untuk izin masuk kawasan konservasi lainnya, yaitu Taman Wisata Alam (TWA) Ijen, TWA Baung, dan TWA Tretes.

‘Berita baik’ tersebut tentu bersambut dengan euforia calon pendaki dari seluruh Indonesia. Namun, para pendaki mesti mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Tidak hanya fisik, mental, dan logistik yang cukup, tetapi juga kesadaran moral dan lingkungan yang terkadang masih terabaikan.

Pesan buat Para Pendaki Gunung
Para pendaki antusias memotret pemandangan dengan ponsel di camp Puncak Pemancar saat sore hari. Tampak serpihan-serpihan sampah di rerumputan hasil buangan pendaki yang berkemah sebelumnya/Rifqy Faiza Rahman

Upayakan semangat minim sampah itu

Seperti sudah kronis, sampah adalah momok yang mencoreng wajah gunung dan menunjukkan sisi buruk dari manusia yang tidak bertanggung jawab. Dari sebelum era masifnya media sosial, berita sampah berserakan di gunung-gunung selalu jadi pergunjingan. Sejumlah gunung memiliki riwayat penumpukan sampah—terutama anorganik—seperti Gunung Gede dan Gunung Pangrango, Gunung Merbabu, Gunung Lawu, Gunung Semeru, hingga Gunung Rinjani. 

Pelakunya bisa siapa saja. Tidak hanya pendaki, tetapi juga operator trip pendakian, mencakup di dalamnya porter atau pemandu lokal yang disewa jasanya. Peraturan dan sanksi yang kurang tegas dari pengelola jalur, biasanya hanya tertulis di atas kertas sebagai imbauan, menyebabkan sampah-sampah hasil kegiatan pendakian banyak tertinggal secara sengaja di jalur atau area berkemah (camp area). 

Belakangan, seiring masifnya media sosial, muncul kesadaran kolektif yang muncul dari kesadaran pribadi atau desakan pencinta alam dan aktivis lingkungan untuk menjaga kebersihan gunung. Di antara segelintir pengelola jalur pendakian, Basecamp Skydoors yang berwenang mengelola pendakian Gunung Kembang via Blembem di Wonosobo patut dicontoh. Pengecekan berlapis dan penerapan denda maksimal terhadap potensi sampah yang dihasilkan pendaki berbanding lurus dengan sterilnya jalur dari sampah organik maupun anorganik.

Di tempat lain, pendakian Gunung Semeru, Gunung Merbabu via Selo, Boyolali dan baru-baru ini Gunung Rinjani telah memberlakukan peraturan yang ketat. Setiap detail barang bawaan dan logistik pendaki dicatat, khususnya yang berpotensi menjadi sampah. 

Akan tetapi, yang perlu dipikirkan selanjutnya adalah pengelolaan sampah yang sudah dibawa turun gunung. Pemangku kawasan atau pengelola jalur pendakian harus memastikan distribusi sampah bisa terpilah dan terkawal sampai ke tempat pembuangan akhir (TPA). Oleh karena itu, kesadaran pada usaha minim atau bahkan nol sampah (zero waste) perlu ditumbuhkan di masing-masing individu. Tak terkecuali jika mendaki di gunung-gunung yang belum memiliki peraturan ketat soal penanganan sampah. Sampah tidak hanya sekadar membuat kotor dan tak sedap dipandang mata, tetapi juga merusak ekosistem hutan.

Pesan buat Para Pendaki Gunung
Petugas Basecamp Skydoor mengecek satu per satu barang bawaaan pendaki Gunung Kembang via Blembem. Basecamp ini termasuk salah satu pelopor pendakian nol sampah di Indonesia/Rifqy Faiza Rahman

Hormati warga lokal dan keanekaragaman hayati

Umumnya jalur pendakian di Indonesia melalui kawasan perkampungan warga yang hidup di lereng gunung. Setiap daerah memiliki adat istiadatnya sendiri. Sebagai tamu, para pendaki semestinya menghormati tradisi maupun kebiasaan setempat yang berlaku. Beragam mitos mungkin berkembang di tengah masyarakat, tetapi pendaki cukup diam dan menghargai eksistensinya.

Kemudian di antara permukiman terakhir dengan pintu hutan sebagai titik awal pendakian, biasanya melalui kawasan perkebunan atau lahan pertanian warga. Jangan sampai kegiatan pendakian mengganggu aktivitas masyarakat yang sedang bertani atau berkebun. 

Begitu pula dengan ritus-ritus tertentu, jika ada, yang terkadang diekspresikan melalui pemberian sesaji di dalam hutan—di pohon-pohon, pinggiran sungai atau danau, dan beberapa tempat lainnya yang dianggap sakral oleh masyarakat.

Status tamu masih melekat pada pendaki ketika masuk kawasan hutan dan gunung yang didaki. Di dalamnya hidup keanekaragaman hayati, mencakup flora dan fauna endemik, serta entitas kehidupan lain yang menghidupi gunung itu sendiri. 

Seperti yang umum terlihat di beberapa gunung, monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) biasanya mudah dijumpai di Merbabu, Rinjani, Butak, dan beberapa gunung lain. Dilarang keras memberi makan mereka karena akan mengubah sifat alami satwa liar dan bisa agresif mengganggu pendaki. Lalu bunga edelweiss yang tumbuh di atas 2.000-an mdpl, biarkan abadi tanpa harus dipetik untuk alasan apa pun.

Pendaki berpapasan dengan warga setempat yang membawa kayu bakar di jalur pendakian Gunung Sumbing via Banaran, Temanggung (kiri) serta tanaman edelweiss di Gunung Semeru/Rifqy Faiza Rahman

Bijaksana mengukur diri sendiri

Kunci utama dalam pendakian sejatinya hanya satu: tahu diri. Tahu batas diri. Seorang pendaki yang bijaksana seharusnya mampu memahami batas kekuatan fisik tubuhnya, ketahanan mental; serta sejauh mana mampu mengendalikan egonya selama pendakian, apalagi jika membawa banyak personel dengan latar belakang berbeda dalam satu tim.

Tampaknya terbilang cukup sering insiden terjadi menimpa pendaki. Mulai dari hipotermia, terjatuh di jalur pendakian, atau kehabisan bahan makanan dan minuman karena kurangnya persiapan. Tak sedikit pendaki yang menganggap remeh perjalanannya, sampai “kesialan” itu menimpanya.

Memang benar tidak ada satu pun manusia yang tahu apakah hari itu memberi nasib baik atau buruk. Namun, persiapan pendakian dan kedewasaan pikiran yang matang memudahkan langkah serta memitigasi kejadian-kejadian tak diinginkan.

Akan lebih bijak jika mengetahui batasan tubuh yang bisa dijangkau. Pulang ke rumah lebih awal jauh lebih selamat dan aman—serta tidak merepotkan sesama rekan pendakian—daripada memaksakan diri melaju lebih jauh tanpa perhitungan matang.

Selamat mendaki gunung!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Pesan buat Para Pendaki Gunung appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pesan-buat-para-pendaki-gunung/feed/ 0 46613
Tempat-tempat “Camping” yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro https://telusuri.id/tempat-tempat-camping-yang-harus-dicoba-di-gunung-argopuro/ https://telusuri.id/tempat-tempat-camping-yang-harus-dicoba-di-gunung-argopuro/#respond Fri, 26 Apr 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41765 Menyandang predikat sebagai jalur pendakian terpanjang di Pulau Jawa, hampir 45 km lintas Baderan (Situbondo)—Bermi (Probolinggo), menjadikan Argopuro sebagai gunung favorit yang harus dikunjungi para pendaki. Pendakian Gunung Argopuro memang tidak seramai gunung-gunung lainnya, seperti...

The post Tempat-tempat “Camping” yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro appeared first on TelusuRI.

]]>
Menyandang predikat sebagai jalur pendakian terpanjang di Pulau Jawa, hampir 45 km lintas Baderan (Situbondo)—Bermi (Probolinggo), menjadikan Argopuro sebagai gunung favorit yang harus dikunjungi para pendaki. Pendakian Gunung Argopuro memang tidak seramai gunung-gunung lainnya, seperti Rinjani, Merbabu, atau Semeru—yang kini tutup lama karena aktivitas vulkanis. Namun, gunung ini menuntut pengelolaan fisik, mental, dan manajemen logistik yang matang karena jauhnya jarak dan durasi yang diperlukan.

Meskipun kini telah banyak pendaki yang tektok atau mendaki dalam waktu singkat, rasanya sayang jika tidak singgah lebih lama untuk menikmati kekayaan alam gunung ini. Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Hyang memberikan variasi bentang alam yang menarik, seperti hutan lumut, sabana, sungai, hingga danau. Apabila beruntung, sejumlah satwa endemik bisa menyapa pendaki saat trekking di hutan. Misalnya, burung elang, babi hutan, musang, rusa, hingga merak.

Dengan alasan pengalaman seru dan menantang, setidaknya perlu meluangkan waktu enam hari lima malam untuk menikmati Gunung Argopuro secara santai. Merasakan menginap semalam untuk masing-masing pos atau tempat camp yang disinggahi. 

1) Mata Air 2 (2.165 mdpl)

  • Pos-Pos Tempat “Camping” yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro
  • Pos-Pos Tempat “Camping” yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro

Biasanya pos tanpa bangunan atau shelter tersebut jadi titik awal berkemah di hari pertama pendakian. Terutama bagi yang tidak diburu waktu atau harus ngoyo bablas ke Cikasur yang masih berjarak 4–5 jam dari pos ini. Pos Mata Air 2 bisa dicapai dengan berjalan kaki sekitar 2–2,5 jam dari Pos Mata Air 1 (1.815 mdpl) atau 4–4,5 jam dari batas makadam. 

Lahan datar untuk camp memang tidak terlalu luas. Meskipun begitu, keberadaan sumber air menjadi nilai plus. Pendaki mesti harus mengerahkan sedikit tenaga untuk mengambil air yang berada di dasar lembah dengan trek yang cukup terjal. Waspada dengan kehadiran musang, yang saat-saat tertentu bisa mengambil makanan pendaki.

2) Cikasur (2.216 mdpl)

  • Pos-Pos Tempat “Camping” yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro
  • Pos-Pos Tempat “Camping” yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro

Ada tiga daya tarik utama di Cikasur Dari sisi historis, di Cikasur terdapat jejak lapangan terbang dan sejumlah bangunan terbengkalai peninggalan Belanda. Selanjutnya, jelas hamparan sabana nan luas bak permadani yang berubah warna tergantung musim; hijau saat musim hujan, menguning kering ketika kemarau. Terakhir, keberadaan Sungai Qolbu yang tertutup selada air—bagian dari cagar alam—yang sumber airnya bisa dimanfaatkan seperlunya. Jika beruntung, pendaki akan menemui kawanan merak hijau yang bermain air atau bersahutan satu sama lain.

Titik utama mendirikan tenda di Cikasur berada di sebuah area yang dinaungi pohon besar dan dikelilingi semak-semak. Lokasinya lumayan terlindungi dari terjangan badai. Cukup untuk memuat paling sedikit 5–6 tenda dome berkapasitas 3–4 orang. Pastikan logistik tersimpan aman dari potensi serangan babi hutan. 

3) Cisentor (2.461 mdpl)

  • Pos-Pos Tempat “Camping” yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro
  • Pos-Pos Tempat “Camping” yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro

Tempat camp ketiga yang harus dicoba di jalur pendakian Gunung Argopuro adalah Cisentor. Sebuah pos yang khas dengan aliran sungai kecil untuk sumber air minum dan shelter berupa pondok kayu sederhana di area lembah. Lokasinya diapit bukit dan pohon-pohon cemara gunung menjulang. Lahan datar di dekat pondok tidak terlalu luas untuk mendirikan tenda. Jika sedang banyak pendaki yang berkemah, maka disarankan langsung menuju Rawa Embik yang hanya berjarak 2–2,5 jam berjalan kaki dari Cisentor.

Jarak dari Cikasur ke Cisentor sekitar 4–5 jam perjalanan dengan ritme santai. Vegetasi yang dijumpai hampir mirip dengan rute Mata Air 2 ke Cikasur. Beberapa kali keluar masuk hutan dan sabana. Pendaki harus berhati-hati dengan banyaknya tumbuhan jelatang atau jancukan yang cukup rapat ketika mendekati Cisentor. 

4) Rawa Embik (2.739 mdpl)

  • Pos-Pos Tempat “Camping” yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro
  • Pos-Pos Tempat “Camping” yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro

Alternatif tempat camp jika Cisentor sudah penuh. Pos air terakhir sebelum Sabana Lonceng dan kawasan puncak. Bentuknya aliran sungai kecil yang mengalir jernih di balik pepohonan. Pendaki harus mempersiapkan stok air yang cukup dari Rawa Embik karena di Sabana Lonceng tidak ada sumber air. Tidak hanya untuk pasokan air saat berkemah di Sabana Lonceng hingga mengeksplorasi tiga puncak tertinggi, tetapi juga bekal perjalanan turun menuju Danau Taman Hidup yang sangat panjang.

Beberapa orang bilang Rawa Embik adalah pos terdingin di sepanjang jalur lintas Baderan–Bermi. Areanya sangat terbuka. Salah satu yang harus diwaspadai di tempat ini adalah keberadaan babi hutan yang cukup agresif. Terutama ketika malam datang. Logistik mesti disimpan rapat-rapat atau dicantolkan ke ranting pohon yang tinggi.

5) Sabana Lonceng (2.973 mdpl)

  • Tempat-tempat “Camping” yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro
  • Tempat-tempat “Camping” yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro

Sejumlah pendaki kadang hanya sekadar istirahat di Rawa Embik. Mengisi ulang persediaan air kemudian melanjutkan langkah menuju Sabana Lonceng yang berjarak sekitar 2–2,5 jam perjalanan. Sebagian lagi memilih camp di Rawa Embik, lalu menaruh tas di Sabana Lonceng untuk summit—istilah lain dari muncak

Sabana Lonceng merupakan persimpangan jalur menuju Puncak Argopuro (3.088 mdpl) dan Puncak Arca (3.000 mdpl) yang satu punggungan, kemudian berpindah ke Puncak Rengganis (2.980 mdpl). Jarak dari Sabana Lonceng ke masing-masing puncak tidak terlalu lama, maksimal 30 menit berjalan kaki. Jika tiba di pos ini siang hari, maka lebih baik langsung naik ke Puncak Argopuro dan Arca, lalu keesokan paginya mengejar sunrise di Rengganis.

6) Danau Taman Hidup (1.965 mdpl)

  • Tempat-Tempat "Camping" yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro
  • Tempat-Tempat "Camping" yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro

Danau yang menjadi etape penutup di jalur pendakian Gunung Argopuro lintas Baderan–Bermi. Sekaligus menjadi batas kawasan suaka margasatwa dengan Perhutani. Tempat istirahat terakhir sebelum melanjutkan perjalanan turun menuju Bermi. Apabila beruntung, biasanya terdapat kawanan rusa yang sedang minum di tepi danau, tepatnya di kawasan hutan lumut di seberang tempat berkemah.

Dari Sabana Lonceng atau kawasan puncak Dataran Tinggi Hyang, jalur pendakian akan menurun tajam sampai kawasan hutan lumut. Setidaknya perlu waktu 4–5 jam menyusuri trek yang mengurut lutut. Ikon dari pos tanpa shelter ini adalah adanya dermaga kayu yang menjorok ke danau. Saat debit air meningkat, pendaki harus berhati-hati saat mengambil air di dermaga karena lapuknya kayu. Sebaliknya, ketika kemarau debit menyusut, tetapi meninggalkan jejak becek.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Tempat-tempat “Camping” yang Harus Dicoba di Gunung Argopuro appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/tempat-tempat-camping-yang-harus-dicoba-di-gunung-argopuro/feed/ 0 41765
Tak Perlu Buru-Buru di Argopuro https://telusuri.id/tak-perlu-buru-buru-di-argopuro/ https://telusuri.id/tak-perlu-buru-buru-di-argopuro/#comments Fri, 30 Jun 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39174 Saat ini banyak orang mendaki Gunung Argopuro dalam waktu singkat. Bahkan sanggup tektok lintas jalur kurang dari 24 jam. Namun, mengapa harus buru-buru? Teks & foto oleh Rifqy Faiza Rahman — Selamat pagi dari Cikasur,...

The post Tak Perlu Buru-Buru di Argopuro appeared first on TelusuRI.

]]>
Saat ini banyak orang mendaki Gunung Argopuro dalam waktu singkat. Bahkan sanggup tektok lintas jalur kurang dari 24 jam. Namun, mengapa harus buru-buru?

Teks & foto oleh Rifqy Faiza Rahman


Tak Perlu Buru-Buru di Argopuro
— Selamat pagi dari Cikasur, sabana terbesar Pegunungan Hyang di ketinggian 2.216 mdpl. Pak Yik (kiri) dan Meiga, kenalan pendaki baru dari Malang yang kami temui setibanya di Cikasur, berbincang santai sebelum menyantap sarapan. Meiga terhitung cukup sering mendaki gunung ini. Mereka membahas seputar detail-detail kecil jalur pendakian dari tahun ke tahun. Termasuk masih adanya pelanggaran sejumlah oknum, yang memasuki kawasan konservasi dengan sepeda motor (umumnya trail) dari arah Baderan.

Pertanyaan tersebut berbalik ke saya, “Mengapa harus seminggu di gunung? Ngapain aja?”

Malam sebelum keberangkatan ke Baderan, Kamis, 25 Agustus 2022, saya menemui Dadang di sebuah kafe di selatan Surabaya. Dia adalah adik kelas semasa berseragam putih abu-abu. Saya tidak sendiri. Dua rekan seperjalanan, Lukas dan Evelyne, ikut serta. Kami membahas persiapan pendakian yang akan kami mulai lusa. Di antara kami berempat, hanya Dadang yang pernah mendaki Argopuro. Itu pun sudah terjadi hampir satu dasawarsa lalu, ketika jasa tukang ojek basecamp Baderan ke batas makadam belum ditemukan. Sayang, Dadang batal ikut karena urusan genting yang tidak bisa ia sampaikan.

Kata Dadang, Gunung Argopuro dahulu umumnya memang didaki selama berhari-hari. Tanpa ojek, pendaki membutuhkan 6-7 jam perjalanan dari basecamp Baderan (784 mdpl) ke Pos Mata Air 1 (1.815 mdpl). Sekarang maksimal hanya 30 menit dengan ojek sampai batas makadam di tengah-tengah kebun kopi dan tembakau, lalu berjalan 2-3 jam ke pos pertama tersebut. Saat musim hujan bisa dua kali lipat lebih lama. Begitulah, Argopuro. Ketika memilih lintas jalur dengan penuh beban bawaan, naik dari Baderan dan turun lewat Bermi, maka menimbulkan konsekuensi pada waktu dan logistik. Setidaknya perlu 5—6 hari mendaki pergi-pulang. Perencanaan dan persiapan harus matang, tetapi dibuat seefisien mungkin.

The post Tak Perlu Buru-Buru di Argopuro appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/tak-perlu-buru-buru-di-argopuro/feed/ 4 39174