hutan Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/hutan/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Wed, 25 Jun 2025 14:57:38 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 hutan Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/hutan/ 32 32 135956295 Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah https://telusuri.id/surat-terbuka-menentang-rencana-deforestasi-pemerintah/ https://telusuri.id/surat-terbuka-menentang-rencana-deforestasi-pemerintah/#respond Fri, 07 Feb 2025 00:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=45564 Wacana membuka 20 juta hektare lahan hutan yang keluar dari lisan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni seperti tidak menunjukkan marwah kementerian yang mengurusi hutan. Sekalipun itu untuk dalih mendukung proyek ambisius food estate, memperkuat cadangan...

The post Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah appeared first on TelusuRI.

]]>
Wacana membuka 20 juta hektare lahan hutan yang keluar dari lisan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni seperti tidak menunjukkan marwah kementerian yang mengurusi hutan. Sekalipun itu untuk dalih mendukung proyek ambisius food estate, memperkuat cadangan pangan, energi, dan air. Hal ini diperparah pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyamakan perkebunan sawit dengan hutan, yang menganggap deforestasi bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan.

Riset Satya Bumi menyebut daya dukung tampung lingkungan hidup untuk perkebunan sawit di Indonesia sudah mendekati ambang batas. Angka ambang batas atas (cap) sawit di Indonesia adalah 18,15 juta hektare, dengan daerah cakupan terluas ada di Pulau Sumatra dan Kalimantan, yang luasannya sudah melampaui kebutuhan (surplus). Sementara menurut data MapBiomas, luas perkebunan sawit saat ini sudah mencapai 17,7 juta hektare. Daripada memaksakan ekspansi sawit, mestinya pemerintah memerhatikan tata kelola yang lebih baik.

Arah kebijakan yang tidak memiliki sensitivitas pada alam tersebut berpeluang menimbulkan bahaya berupa bencana ekologis, mengancam ketahanan dan diversifikasi pangan lokal, serta merebut ruang hidup masyarakat adat. Belum lagi pemusnahan habitat satwa-satwa endemis yang populasinya sudah makin kritis.

Padahal, keanekaragaman hayati dan masyarakat yang majemuk justru menjadi nilai plus Indonesia. Masyarakat atau komunitas adat lokal, yang telah hidup berharmoni dengan hutan secara turun-temurun, terbukti mampu melestarikan tegakan hutan—baik itu hutan tropis di daratan maupun hutan mangrove di kawasan perairan—sekaligus menjaga ekosistem kehidupan di dalamnya. 

Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah

Deforestasi untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit oleh PT Permata Nusa Mandiri (PNM) di wilayah adat Namblong, Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura. PT PNM mendapatkan izin lokasi seluas 32.000 hektare dari Bupati Jayapura Mathius Awoitauw pada 2011. Kemudian izin konsesi kawasan hutan dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan lewat SK.680/MENHUT-II/2014 tanggal 13 Agustus 2014 dengan luas wilayah 16.182,48 hektare. Kawasan seluas itu telah mencaplok lebih dari separuh wilayah adat suku Namblong seluas 53.000 hektare yang membentang di Lembah Grime. Izin konsesi tersebut kemudian dicabut oleh Menteri Kehutanan Siti Nurbaya Bakar lewat SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022. Namun, aktivitas PT PNM masih berjalan. Pembabatan hutan terus berlangsung dan ratusan hektare lahan berhutan milik sejumlah marga telah rata dengan tanah. Meski belum ada kegiatan penanaman, tetapi perusahaan yang tidak memiliki kantor tetap itu telah menyiapkan bibit-bibit sawit siap tanam. Keberadaan industri ekstraktif ini sedang “dilawan” oleh masyarakat lokal dengan beragam cara, di antaranya pengelolaan sumber daya alam oleh Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA)/Foto oleh Deta Widyananda

Inilah cara kreatif “menjual” hutan tanpa harus membabat hutan

Pengalaman dari perjalanan ekspedisi Arah Singgah oleh TelusuRI di Sumatra, Kalimantan, dan Papua dalam dua tahun terakhir telah memberikan sudut pandang nyata soal harmoni manusia dan alam, serta tantangan internal-eksternal yang bisa mengancam eksistensinya. TelusuRI ingin mengajak pemerintah maupun para pemangku kepentingan dengan kesadaran penuh untuk bercermin dari jalan hidup para local champion dan masyarakat adat tersebut. Mereka cerdas dan bijak dalam memanfaatkan hasil hutan dan mendapat keuntungan ekonomi, tetapi tanpa harus merusak hutan.

Inilah cara-cara mereka, yang (seharusnya) bisa menjadi pedoman nyata pemerintah agar lebih kreatif dan bijaksana dalam membuat kebijakan ramah lingkungan.

1. Ekowisata Tangkahan, Langkat, Sumatra Utara

Sepanjang 1995–2000, sekitar 400 hektare hutan di Tangkahan dibabat habis oleh pembalakan liar. Masyarakat dan cukong bekerja sama dalam bisnis kotor pada balok-balok kayu damar senilai jutaan rupiah. Padahal, kampung di pinggiran Sungai Sei Batang Serangan ini berbatasan langsung dengan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Satu dari lima taman nasional tertua di Indonesia, satu-satunya tempat empat mamalia besar endemis berada dalam satu ‘rumah’: harimau, gajah, orang utan, dan badak.

  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah

Pada 2001, sejumlah pembalak liar mulai menemukan kesadaran dan berubah haluan, yang kemudian membentuk komunitas pemuda Tangkahan Simalem Ranger tanggal 22 April. Salah satu inisiatornya adalah Rutkita Sembiring. Tugas utamanya antara lain menghentikan illegal logging, juga mengajak rekan-rekan pembalak untuk bertobat dan mencari jalan hidup yang lebih baik.

Inisiatif tersebut lalu berkembang melahirkan Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT). Terinspirasi dari ekowisata Bukit Lawang, yang telah membuktikan upaya “menjual” hutan tidak dengan menebang, tetapi melalui ekowisata. LPT menggerakan ekonomi alternatif dan merestorasi alam melalui ekowisata berkelanjutan. Sampai sekarang, LPT bekerja sama dengan Conservation Rescue Unit (CRU) dan TNGL, yang bertanggung jawab menampung gajah-gajah sumatra di Pusat Latihan Satwa Khusus (PLSK) Tangkahan. Gajah-gajah tersebut umumnya dievakuasi dari konflik manusia-satwa di Aceh-Sumatra Utara. Di PLSK, sejumlah induk dan anak gajah dirawat oleh mahout (pawang gajah), yang juga bertugas memberi edukasi konservasi kepada para tamu LPT, baik domestik maupun mancanegara.

2. Kelompok Tani Hutan Konservasi, Langkat, Sumatra Utara

Tidak hanya di Tangkahan. Selama lebih dari tiga dekade, riwayat perusakan kawasan penyangga TNGL  juga merambah 16.000 hektare hutan di daerah pedalaman Besitang. Alih fungsi lahan yang masif mengubah area hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan karet. Mafia tanah pun merajalela, konflik horizontal antara masyarakat dengan pemangku kawasan konservasi tak terelakkan.

  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah

Pada 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membentuk program Kelompok Tani Hutan Konservasi (KTHK) sebagai upaya memulihkan kawasan. Terdapat 16 KTHK yang masing-masing beranggotakan petani mitra sekitar dengan cakupan lahan mencapai hampir 1.000 hektare. Setiap petani diberi lahan garapan seluas dua hektare untuk menanam komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK), seperti durian, jengkol, cempedak, aren, petai, dan rambutan. Tanaman-tanaman HHBK ini disebut juga Multi-Purpose Tree Species (MPTS). Program KTHK membuat masyarakat anggota kemitraan tersebut memiliki potensi ekonomi alternatif sekaligus merestorasi kawasan hutan, sehingga tidak lagi bergantung pada perambahan, pembalakan, maupun sawit.

Salah satu kelompok yang masih aktif sampai sekarang adalah KTHK Sejahtera pimpinan Hatuaon Pasaribu. Mantan guru yang getol menggalakkan semangat konservasi dan ekonomi restoratif di tengah keterbatasan dan masih adanya ancaman mafia tanah. Sejauh ini, Pasaribu dan para anggota maupun sejumlah kelompok lainnya telah membuktikan hasil positif dari KTHK. Mereka hanya perlu dukungan pemerintah untuk menjamin keamanan pekerjaaan di lapangan, serta menjangkau akses pasar dan sarana-prasarana budidaya lebih luas lagi.

3. Hutan Mangrove Teluk Pambang, Bengkalis, Riau

Bertahun-tahun, setidaknya sampai 2002, Desa Teluk Pambang, Kabupaten Bengkalis rutin dihajar rob setengah meter setiap Oktober–Desember. Permukiman, rumah penduduk, dan lahan pertanian terendam air asin. Produktivitas karet menurun. Air kelapa tidak lagi segar. Hutan mangrove menyusut akibat perambahan dan pembalakan liar oleh panglong, perusahaan penebangan kayu setempat. Data mencatat, terjadi penurunan luas hutan mangrove sebanyak 5,25 persen di Pulau Bengkalis dalam kurun waktu 1992–2002. Dari sekitar 8.182,08 hektare pada tahun 1992 menjadi 6.115,95 hektare pada tahun 2002.

  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah

Situasi itu menggerakkan hati Samsul Bahri, seorang nelayan kecil berdarah Jawa untuk menyelamatkan ekosistem mangrove. Pada 2002, ia mulai membudidayakan dan menanam bibit-bibit mangrove di hutan rawa belakang rumahnya. Dua tahun kemudian, Samsul membentuk dan mengetuai Kelompok Pengelola Mangrove (KPM) Belukap, yang diperkuat surat keputusan Bupati Bengkalis saat itu. Selain Belukap, juga ada KPM Perepat yang dipimpin M. Ali B. Dua kelompok ini merupakan pelopor pengelolaan mangrove dengan skema perhutanan sosial.

Lambat laun, 40 hektare hutan mangrove berhasil direstorasi. Pohon tertingginya bisa mencapai 20 meter. Banjir rob sudah berkurang signifikan. Kerja kerasnya mendapat atensi pemerintah dan sejumlah lembaga nirlaba internasional, yang kemudian memberi bantuan pendanaan kegiatan dan advokasi sampai terbentuknya legalitas Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Teluk Pambang. Kini, bukan hanya konservasi semata, Samsul dan masyarakat Teluk Pambang menatap masa depan ekonomi restoratif melalui ekowisata dan perdagangan karbon dari 1.001,9 hektare ekosistem mangrove yang telah merimbun.

4. Kampung Merabu, Berau, Kalimantan Timur

Masyarakat suku Dayak Lebo di Kampung Merabu adalah jagawana ekosistem karst Sangkulirang-Mangkalihat. Ekosistem karst terbesar di Kalimantan. Meski dikepung sawit yang tumbuh menjamur di kampung tetangga, orang-orang Merabu masih gigih mempertahankan hutan yang menjadi sumber penghidupan utama mereka. Sebab, Dayak Lebo lama dikenal sebagai suku pemburu dan peramu obat-obatan tradisional. Madu hutan alami juga jadi salah satu produk unggulan. Sejak 2014, ekowisata menjadi sumber ekonomi alternatif yang dikelola berbasis masyarakat dan berkelanjutan.

  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah

Perbukitan karst Sangkulirang-Mangkalihat benar-benar jadi berkah untuk Merabu. Selain menyimpan jejak prasejarah lewat gua-gua purba, kawasan ini juga memiliki bentang alam yang menjadi daya tarik wisata, seperti Danau Nyadeng dan Puncak Ketepu. Pengelolaan ekowisata berada di tangan Badan Usaha Milik Kampung (BUMKam). Sudah tak terhitung tamu yang datang untuk berwisata di Merabu, terutama mancanegara.

Program menarik yang memanfaatkan nilai hutan Merabu adalah adopsi pohon. Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Kerima Puri. selaku penanggung jawab program, telah menghimpun hampir 300-an pohon yang diadopsi oleh banyak pihak, mulai dari turis biasa, lembaga nirlaba, hingga instansi pemerintahan. Rata-rata jenis pohon yang diaopsi antara lain damar, meranti merah, dan merawan. Nama yang disebut terakhir diadopsi sejak 2016 oleh Vidar Helgesen, Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia periode 2015–2018. Dana hasil adopsi pohon tersebut kemudian dialokasikan untuk biaya sekolah anak-anak Merabu dan biaya sosial warga kampung yang kurang mampu.

5. Ekowisata Malagufuk, Sorong, Papua Barat Daya

Suku Moi merupakan komunitas adat terbesar di Kabupaten Sorong, gerbang barat Tanah Papua. Masyarakat Moi dikenal dengan tradisi egek, yang membatasi atau melarang kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu di hutan maupun kawasan pesisir, agar kelestarian alam dan keanekaragaman hayatinya terjaga. Meski sejumlah daerah di Sorong sudah beralih fungsi menjadi area pertambangan maupun perkebunan kelapa sawit, ada satu titik yang masih keras mempertahankan tanah ulayatnya, yaitu Malaumkarta Raya. 

  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah

Di antara lima kampung, hanya Malagufuk yang menempati pedalaman rimba Hutan Klasow. Sisanya berada di pesisir. Jalan kaki sejauh 3,5 kilometer di atas jembatan kayu adalah satu-satunya cara mencapai Kampung Malagufuk. Keterisolasian ini justru jadi nilai lebih Malagufuk, yang kemudian mendunia karena daya tarik ekowisata pengamatan burung (birdwatching). Terdapat lima spesies cenderawasih yang bisa ditemukan di Malagufuk, yaitu cenderawasih kuning-kecil, cenderawasih kuning-besar, cenderawasih raja, cenderawasih mati kawat, dan toowa cemerlang. Tidak hanya cenderawasih, burung-burung endemis lainnya juga ada, antara lain julang papua, mambruk, dan kasuari. Satwa unik seperti nokdiak atau landak semut dan kanguru tanah juga bisa ditemukan di sini.

Perputaran ekonomi restoratif melalui ekowisata dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat gelek (marga) Kalami dan Magablo di Malagufuk. Mulai dari pemandu, pengelola homestay, porter, hingga juru masak terlibat di dalamnya. Masyarakat Malagufuk mampu melihat nilai lebih dari hutan mereka tanpa harus merusak hutan. Keberagaman potensi burung dan satwa di Malagufuk mengundang turis pegiat birdwatching lintas negara. Di Papua, Malagufuk kini jadi destinasi pengamatan burung paling populer selain Raja Ampat, Pegunungan Arfak, dan Jayapura.

6. BUMMA Yombe Namblong Nggua, Jayapura, Papua

Inisiatif luar biasa dalam mewujudkan ekonomi restoratif berbasis masyarakat lahir di Kabupaten Jayapura. Tepatnya di Lembah Grime, kawasan adat suku Namblong seluas 53.000 hektare yang menempati tiga distrik: Nimbokrang, Nimboran, dan Namblong. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Mitra BUMMA, dan Samdhana Institute berkolaborasi dengan masyarakat adat Namblong membentuk Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA) Yombe Namblong Nggua pada 12 Oktober 2022. Per Oktober 2024 lalu, BUMMA resmi berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT), dengan 44 Iram (pemuka marga) sebagai pemegang saham. 

  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah
  • Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah

BUMMA Yombe Namblong Nggua merecik harapan ekonomi kerakyatan di tengah tekanan deforestasi akibat alih fungsi lahan perusahaan kelapa sawit PT Permata Nusa Mandiri (PNM), yang hak konsesinya sudah dibatalkan pemerintah sejak 2022 lalu. Langkah progresif tersebut pertama di Papua, seiring penetapan pengakuan ribuan hektare hutan adat Namblong oleh pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selain Jayapura, BUMMA juga dibentuk di Mare, Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya.

Pendirian BUMMA muncul atas keinginan mengelola sumber daya alam berbasis masyarakat adat secara berkelanjutan. Setidaknya terdapat tiga sektor unggulan yang dikerjakan, yaitu budi daya vanili, ekowisata, dan perdagangan karbon melalui restorasi hutan—termasuk memulai penanaman sagu di lahan-lahan terdampak konsesi sawit.

Jalan Panjang Pengakuan Hutan Adat di Sorong dan Sorong Selatan
Hamparan hutan tropis di kawasan ekowisata Malagufuk, Sorong, yang dijaga dan disakralkan berdasarkan ketentuan adat. Sebatang pohon pun akan sulit dipulihkan dan butuh waktu lama untuk tumbuh seperti semula, apalagi jika sampai 20 juta hektare hutan hilang/Deta Widyananda

Tunggu apa lagi, Pak Presiden dan Pak Menteri?

Contoh riil di akar rumput tersebut mestinya sudah lebih dari cukup sebagai bukti agar pemerintah membuka mata lebar-lebar. Pemahaman sederhana soal keseimbangan ekosistem mestinya juga sudah didapat jika memang pernah melewati masa pendidikan sekolah dasar. Bahwa jika memutus satu rantai dalam ekosistem, maka akan menghapus entitas kehidupan yang bergantung padanya. Sebagaimana menghilangkan pohon-pohon pembentuk ekosistem pemberian Tuhan. Tidak hanya akan memusnahkan habitat keanekaragaman hayati, tetapi juga identitas kebudayaan masyarakat lokal yang bergantung pada hutan.

Dampak keserakahan dan ambisi akibat menjadikan lahan hutan sebagai ladang bisnis telah nyata merusak segala lini kehidupan yang menjadi hak rakyat. Suku-suku adat terusir dari tanahnya sendiri, satwa-satwa endemis mengais-ngais makanan di tempat yang tidak semestinya—karena hutannya sudah hilang. Belum lagi konflik antara manusia dan satwa, yang sudah amat sering terjadi hingga soal bencana ekologis yang akan timbul. Banjir bandang, sungai meluap, dan tanah longsor merenggut banyak hal, yang seringkali hujan lebat maupun cuaca ekstrem menjadi sasaran tuduhan pemerintah, yang tutup mata pada masalah sebenarnya: hilangnya pohon-pohon di hutan sebagai penyerap dan penahan air.

Ayolah, Pak Presiden dan Pak Menteri. Masyarakat adat dan komunitas lokal lebih memahami hutan mereka. Mereka hanya perlu pengakuan legal dan pendampingan, agar hutan alami yang menghidupi mereka terjaga sampai anak cucu. Sebab, jika masih tutup mata, slogan Indonesia sebagai paru-paru dunia sejatinya sudah menjadi sekadar romantisme belaka. Setop mengoceh soal Indonesia yang kaya sumber daya alam, jika kebijakan-kebijakan di tingkat elite tidak berpihak pada alam itu sendiri.


Foto sampul oleh Deta Widyananda


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Surat Terbuka untuk Rencana Deforestasi 20 Juta Hektare Hutan oleh Pemerintah appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/surat-terbuka-menentang-rencana-deforestasi-pemerintah/feed/ 0 45564
Merengkuh Keelokan Nan Mistis De Djawatan https://telusuri.id/merengkuh-keelokan-nan-mistis-de-djawatan/ https://telusuri.id/merengkuh-keelokan-nan-mistis-de-djawatan/#respond Fri, 07 May 2021 02:15:26 +0000 https://telusuri.id/?p=27851 Kawasan ujung timur Pulau Jawa selalu dikenal dengan kesan magis nan mistis. Keberadaan hutan belantara dan kehadiran salah satu taman nasional, menjadikan wilayah ini semakin dekat dengan unsur gaib. Belum lagi baru-baru ini, komunitas berisikan...

The post Merengkuh Keelokan Nan Mistis De Djawatan appeared first on TelusuRI.

]]>
Kawasan ujung timur Pulau Jawa selalu dikenal dengan kesan magis nan mistis. Keberadaan hutan belantara dan kehadiran salah satu taman nasional, menjadikan wilayah ini semakin dekat dengan unsur gaib. Belum lagi baru-baru ini, komunitas berisikan para dukun, yang menyebut dirinya sebagai Perdunu (Persatuan Dukun Nusantara) akan mengadakan Festival Santet. 

Ya, Banyuwangi yang dikenal sebagai Sunrise of Java, tidak hanya menyimpan keindahan alam khas pesisir pantai. Namun berbagai kekuatan spiritual dalam aktivitas keseharian masyarakatnya begitu erat kaitannya dengan Banyuwangi. Sehingga timbul keengganan dan kekhawatiran saya untuk mengunjungi sebuah hutan disana. Pikiran buruk terkait hutan, mulai dari angker dan banyak arwah bergentayangan terus menghantui. Hanya keyakinan dan tekad bulat yang pada akhirnya menjadi modal saya untuk memberanikan diri.

Bukan Taman Nasional Baluran atau Alas Purwo yang diduga sebagai latar belakang cerita KKN Desa Penari sebagai tujuan. Tetapi De Djawatan, lebih lengkapnya ialah De Djawatan Benculuk. Dari namanya saja, yang ada di benak saya adalah hutan dengan sentuhan modernitas khas Eropa. Sehingga kecurigaan mulai pupus digantikan oleh rasa penasaran.

Benar saja, ucapan rasa takjub tidak terasa terlontar begitu saja keluar dari mulut. Indah, segar, dan sejuk, tiga kata yang saya patut sandingkan untuk De Djawatan. Hutan ini membuat ingatan saya melalang buana kepada cuplikan Film Lord of The Rings, yaitu seperti Hutan Fangorn. Hutan ini dipenuhi rangkaian pepohonan trembesi yang tersusun rapi.

De Djawatan Benculuk

De Djawatan/Melynda Dwi

De Djawatan Benculuk terletak di Desa Benculuk, sesuai namanya, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi. Ditempuh dengan jarak sekitar 38 km dari Pantai Pulau Merah, salah satu pantai terkenal di Banyuwangi. Serta hanya merogoh uang sebesar Rp5 ribu, saya begitu dimanjakan dengan suasana ijo royo-royo .

Fasilitas yang ditawarkan pun cukup lengkap, mulai dari toilet, musholla hingga kantin. Alhasil ketakutan akan stigma negatif hutan Banyuwangi lenyap sudah. Karena Hutan De Djawatan telah dipermak sedemikian rupa sehingga patut dijadikan salah satu tempat wisata favorit.

De Djawatan Benculuk dinaungi langsung oleh Perhutani KPH Banyuwangi. Walaupun hutan lindung ini nampak tidak terlalu luas, hanya berkisar 3,8 hektar. Namun pesona sekitar 800-an pohon trembesi yang nampak kokoh nan gagah peninggalan zaman Belanda ini sangatlah memanjakan mata.

Bahkan wisatawan akan dibuai dengan beragam alternatif wahana, seperti delman dan mobil ATV. Dibangunnya jembatan dan rumah pohon juga menambah nilai estetika bagi pengunjung yang mengejar spot foto instagramable. Rerumputan yang tersaji di hamparan tanah juga terlihat rapi dan bersih. Sehingga banyak orang yang memanfaatkannya sebagai alas untuk menggelar tikar.

Pohon Trembesi/Melynda Dwi

Sebenarnya atmosfer mistis masih begitu kental di sini akibat tumbuhnya benalu jenis pakis-pakisan yang mengelilingi batang pohon trembesi hingga menjulur ke bawah. Suara kepakan sayap kelelawar semakin menambah suasana horor. Aroma tanah lembab, dedaunan berguguran, dan sarang kelelawar menjadi keunikan tersendiri. Apalagi jika pengunjung tiba saat matahari mulai kembali ke peraduan. Dijamin bulu kuduk mulai berdiri, tapi tenang, hutan ini selalu ramai kunjungan. Sayangnya, hutan ini hanya dibuka sampai pukul 17:00 WIB. Bagi penggemar jenis wisata yang memacu adrenalin, harus menelan kekecewaan karena tidak bisa merasakan suasana malam.

Dibalik keangkeran De Djawatan Benculuk, pohon trembesi menyimpan berbagai manfaat luar biasa. Sebagai tumbuhan yang memiliki masa pertumbuhan relatif cepat, 75 cm – 150 cm per tahun. Trembesi mampu menyerap karbondioksida (CO2) lebih tinggi dari jenis tumbuhan lainnya, yaitu sebesar 28,5 ton CO2/pohon/tahun. Tidak mengherankan apabila udara di De Djawatan sangatlah segar. Padahal di sekitar hutan ini terdapat riuh aktivitas perdagangan di Pasar Benculuk. Pohon Trembesi juga dikenal sebagai tumbuhan yang kuat karena mampu bertahan hidup pada berbagai musim dengan perubahan suhu ekstrim. Tumbuhan dengan nama latin Samanea Saman ini mampu tumbuh mencapai ketinggian 20 meter. Di Sunda, tumbuhan ini dikenal dengan nama Ki Hujan, karena mampu meneteskan air hujan dari tajuk pohonnya.

Jembatan Membelah Pohon Trembesi/Melynda Dwi

Konon katanya, De Djawatan Benculuk didirikan mulai tahun 1950-an, yang dulunya diperuntukkan sebagai tempat untuk menimbun kayu. Juga terdapat sisa rel kereta api di sekitar hutan ini, yang menandakan bahwa Benculuk pernah berjaya karena menjadi salah satu wilayah pusat ekonomi di Banyuwangi. Namun ketenaran De Djawatan sebagai lokasi penghasil kayu berkualitas telah meredup akibat penebangan kayu secara besar-besaran. Hingga pada akhirnya areal Djawatan tidak terurus, tetapi malah menambah nilai keeksotisannya.

Sungguh saya tidak menyesal telah mengunjungi De Djawatan Benculuk. Saat berpergian ke Banyuwangi, sempatkanlah mampir. Dengan biaya yang sangat terjangkau, tentunya tidak akan memberatkan dompet. Jadikan De Djawatan Benculuk sebagai salah satu tempat yang wajib didatangi di Banyuwangi. Karena menikmati pesona hutan tidak hanya sebagai cara untuk menyegarkan pikiran semata. Namun juga sebagai wujud kecintaan kepada alam Indonesia.

The post Merengkuh Keelokan Nan Mistis De Djawatan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/merengkuh-keelokan-nan-mistis-de-djawatan/feed/ 0 27851
Hubungan Budaya dan Hutan https://telusuri.id/hubungan-budaya-dan-hutan/ https://telusuri.id/hubungan-budaya-dan-hutan/#respond Wed, 03 Feb 2021 03:51:00 +0000 https://telusuri.id/?p=26739 Saya salah satu orang yang sangat berminat untuk berpetualang ke alam bebas dan daerah yang masih berdekatan dengan hutan. Ada banyak hal yang bisa dipelajari di sana, mulai dari bagaimana alam berhubungan erat dengan budaya...

The post Hubungan Budaya dan Hutan appeared first on TelusuRI.

]]>
Saya salah satu orang yang sangat berminat untuk berpetualang ke alam bebas dan daerah yang masih berdekatan dengan hutan. Ada banyak hal yang bisa dipelajari di sana, mulai dari bagaimana alam berhubungan erat dengan budaya dan kehidupan kita hingga bagaimana alam menjadi tempat satu-satunya yang tepat untuk melarikan diri dari hiruk pikuk keriuhan kota.

Pulang dari perjalanan biasanya saya mendapat pelajaran baru, pelajaran yang tidak saya dapatkan di bangku sekolah. Kali ini, saya ingin menceritakan satu pelajaran tentang budaya warga lokal di Desa Air Tenam yang berhubungan erat dengan hutan yang masih terjaga dengan baik.

Kunjungan saya pada Maret 2020 lalu ke Desa Air Tenam di Bengkulu Selatan, sebelum pandemi COVID-19 membatasi ruang gerak untuk berpetualang lagi, saya belajar satu budaya sederhana yang bermakna dan mencerminkan sifat ‘merasa cukup’ dari warga lokal.

Berawal dari menyantap hidangan rendang rusa yang dimasak oleh ibu-ibu untuk menyambut kedatangan kami. Saya lalu bertanya kepada mbak Nur Qomariyah yang akrab dipanggil Qoqom, daging rusa ini didapatkan dari mana. Menurut penjelasan Mbak Qoqom, daging rusa ini khusus dihidangkan untuk kami yang dianggap tamu agung.

Proses pengambilan rusa ke hutan pun tidak sembarangan, jadi sebelum kami datang warga bermusyawarah untuk ke hutan dan berburu menggunakan tombak (secara tradisional). Berburu daging rusa di sini sangat jarang, mungkin hanya 1 ekor per tahun atau berdasarkan musyawarah dan saat tertentu saja, bahkan ada peraturan adat yang dibuat jika ada yang melanggar kesepakatan, besar denda pun ditetapkan secara bermusyawarah yang artinya saat ini tidak ada kisaran tepat karena denda akan disesuaikan dengan nilai tukar uang pada saat kejadian.

Menarik perhatianku hukum adat ini dibuat oleh warga atas kesadaran mereka terhadap kelestarian ekosistem hutan yang mereka jaga dengan ketat, bahkan hingga saat ini belum pernah ada kejadian yang melanggar hukum adat ini. Contohnya, untuk menyambut kedatangan kami mereka hanya berburu 1 ekor rusa yang beratnya sekitar 25-30 kg.

Aku bahkan sempat bertanya, kenapa tidak beberapa ekor agar semua warga bisa menikmatinya juga? Jawaban Bapak Nasiun yang dikenal dengan nama akrabnya Cik Nas membuatku terkejut dan merasa malu telah bertanya, “karena kalian tamu agung kami, jadi kami hanya mengambil 1 ekor rusa saja di dalam hutan, tidak perlu semua warga menikmati daging rusa ini, turut mencicipinya saja saat memasak sudah cukup bagi kami, yang penting kalian merasakan ketulusan kami dan ini juga salah satu budaya kami di sini.”

Menurut Mbak Qoqom, rendang rusa ini dimasak dengan bumbu rendang pada umumnya seperti cabai merah, bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas, serai, daun kunyit, daun jeruk, daun salam, garam, dan pala yang mayoritas ditanam sendiri oleh warga di kebun dan hutan tanaman rakyat mereka, namun yang sedikit berbeda adalah semua bumbu dihaluskan lalu dituangkan santan kelapa kental yang dimasak pada temperatur sedang, kemudian baru daging rusanya dimasukkan.

Daging rusa lebih lembut dari daging sapi namun sedikit lebih amis, oleh sebab itu cuma butuh waktu 1,5 jam hingga 2 jam saja untuk memasaknya agar daging menjadi empuk dan enak, namun perbanyak rempahnya agar amis daging tidak terasa. Benar saja, rasa rendang daging rusa kala itu membuatku dua kali nambah nasi dan bahkan minta lagi untuk lauk saat kami berkemah di malam harinya.

Santapan daging rusa ini membuat saya belajar satu hal yaitu budaya sangat erat hubungannya dengan hutan, jika kita menjaga hutan dan alam dengan baik, ada banyak sumber makanan dan protein di sana, akan tetapi kita juga harus bijak ketika mengambilnya, karena semua yang ada di hutan bisa menopang kebutuhan kita manusia namun kelestarian ekosistemnya juga perlu kita jaga.

Artinya kita hanya perlu ‘merasa cukup’ agar hutan dan alam kita tetap lestari, dengan lestarinya hutan dan alam kita, sumber makanan dan budaya kita juga akan tetap ada. Terbukti, untuk mengambil 1 ekor rusa warga lokal tidak perlu jauh masuk ke hutan karena hutan di sini masih sangat terjaga, banyak hewan yang berkeliaran dengan bebas tanpa takut akan diburu oleh manusia. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Hubungan Budaya dan Hutan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/hubungan-budaya-dan-hutan/feed/ 0 26739
Di Tengah Gegap-Gempita Media Sosial, Isu Hutan Timbul-Tenggelam https://telusuri.id/di-tengah-gegap-gempita-media-sosial-isu-hutan-timbul-tenggelam/ https://telusuri.id/di-tengah-gegap-gempita-media-sosial-isu-hutan-timbul-tenggelam/#comments Thu, 07 Jan 2021 08:32:34 +0000 https://telusuri.id/?p=26207 Forest Digest didirikan oleh para alumni Institut Pertanian Bogor dengan tujuan mengkampanyekan pengelolaan hutan yang lestari. Sejak didirikan, Forest Digest mengeluarkan media cetak yang menyasar para alumni Fakultas Kehutanan IPB dan pemerintahan karena sarat akan...

The post Di Tengah Gegap-Gempita Media Sosial, Isu Hutan Timbul-Tenggelam appeared first on TelusuRI.

]]>
Forest Digest didirikan oleh para alumni Institut Pertanian Bogor dengan tujuan mengkampanyekan pengelolaan hutan yang lestari. Sejak didirikan, Forest Digest mengeluarkan media cetak yang menyasar para alumni Fakultas Kehutanan IPB dan pemerintahan karena sarat akan penelitian ilmiah yang sekiranya bisa membantu dalam penentuan kebijakan.

Dengan terbatasnya capaian distribusi untuk produk media cetak, mendorong Forest Digest memutuskan untuk membuat website di 2018 agar dapat diakses dari seluruh penjuru Indonesia. Khawatir akan tenggelamnya website mereka di tengah banjir informasi di masa sekarang, dibuat lah media sosial, agar konten mengenai lingkungan di website mereka bisa merambah generasi muda. 

Kang Bagja, pemimpin redaksi Forest Digest. Foto: Kang Bagja

Pemimpin redaksi Forest Digest, Kang Bagja bercerita banyak sekali selama kiprahnya mengelola media yang berfokus pada lingkungan. Sebagai alumni dan pemimpin redaksi Forest Digest, beliau menceritakan ragam permasalahan lingkungan saat ini hingga gaya hidup yang perlu digubah untuk menanggulangi krisis iklim dan pencemaran lingkungan di Indonesia.

Mengangkat isu dan masalah lingkungan

Kondisi lingkungan global berada di titik yang mengkhawatirkan. Isu di media sosial saat ini sedang marak krisis iklim, termasuk soal pemanasan suhu bumi yang diakibatkan oleh produksi emisi karbon yang berlebihan pada setiap aktivitas manusia.

Pada kenyataannya manusia tidak bisa menanggung kenaikan suhu bumi jika lebih dari 2 derajat celcius. Bahkan di tengah pandemi seperti saat ini, walaupun kegiatan ekonomi melambat, tingkat kenaikan suhu bumi ternyata tidak menurun. Hal ini diakibatkan energi yang dibutuhkan untuk aktivitas daring lebih besar dibandingkan aktivitas offline, sehingga emisi yang dikeluarkan pun lebih banyak. 

Kemudian bagaimana dengan Indonesia? Kang Bagja menjelaskan “akibat pengelolaan hutan tak lestari, sekitar 34 juta hektar hutan tidak lagi menjadi hutan akibat degradasi dan banyaknya pembakaran liar.”

Sayangnya kebijakan ekonomi di Indonesia masih menjadi fokus utama dan paling besar jika dibandingkan dengan kebijakan yang menunjang kelestarian lingkungan. Forest Digest berharap ke depannya hutan-hutan di Indonesia bisa dilindungi oleh masyarakat adat. Hal ini dikarenakan warga lokal lah yang tahu betul keadaan hutan-hutan mereka, sehingga jika terjadi kerusakan pada hutan-hutan mereka, maka imbasnya pun akan dirasakan oleh mereka sendiri.

Namun di tengah banjir informasi di media sosial dan media digital, isu lingkungan dan HAM menjadi isu-isu yang mudah timbul-tenggelam. Hal ini diakui betul oleh Forest Digest, maka dari itu, selain ingin menyasar para pemangku kebijakan, Forest Digest juga menyasar masyarakat luas, terutama para anak muda yang kreatif. Kunci utama Forest Digest agar tetap relevan bagi masyarakat, khususnya di kalangan muda adalah dengan mengaitkan pengaruh isu lingkungan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.

Walaupun masih banyak kegiatan umat manusia yang mencemari lingkungan, Forest Digest selalu ingin menyorot secercah harapan dari masyarakat lokal yang peduli dan berhasil merubah lingkungannya menjadi lebih lestari dan ramah lingkungan. Kang Bagja mengambil contoh masyarakat di Desa Bendungan, Kabupaten Bogor yang menyulap selokan kotor yang penuh sampah menjadi kolam budidaya ikan. Beliau menunjukkan bahwa ini adalah salah satu contoh dimana kebijakan yang fokus kepada kelestarian lingkungan akan menghasilkan perekonomian yang baik pula.

Lalu, anak muda bisa apa?

Tentunya tidak cukup hanya menyasar anak muda sebagai audiens, ketika sudah mendapatkan atensi dari anak muda Indonesia, lantas apa yang bisa mereka lakukan sebagai masyarakat yang berwawasan? Anak muda di desa lebih banyak mempraktekkan menanam pohon dan bertani, berbeda dengan anak muda di kota yang mungkin hanya tahu dari bacaan di media sosial dan berita. Kang Bagja menyayangkan kondisi pandemi ini tidak memungkinkan bagi mereka untuk melakukan beberapa program-program bagi anak-anak muda. 

Di tengah pandemi ini anak muda dan bahkan orang dewasa lebih sering menghabiskan waktu di dalam rumah dan berkegiatan di dunia maya. Forest Digest menyarankan agar teman-teman di rumah tidak terlalu banyak menghabiskan waktu di dunia maya, selain karena menambah produksi karbon emisi, akan lebih sehat jika kita menyisihkan waktu 2-3 jam beraktivitas di luar rumah; seperti berjalan kaki atau bersepeda, tentunya dengan mematuhi protokol kesehatan dan tidak beramai-ramai.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Di Tengah Gegap-Gempita Media Sosial, Isu Hutan Timbul-Tenggelam appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/di-tengah-gegap-gempita-media-sosial-isu-hutan-timbul-tenggelam/feed/ 1 26207
15 “Quotes” Hutan yang Bisa Kamu Jadikan “Caption” Foto Pendakian https://telusuri.id/quotes-hutan-caption-instagram/ https://telusuri.id/quotes-hutan-caption-instagram/#respond Thu, 06 Jun 2019 09:00:41 +0000 https://telusuri.id/?p=14351 Mau posting foto hiking atau mendaki gunung di Instagram tapi masih bingung mau ngasih caption apa? Jangan khawatir, Sob. TelusuRI sudah mengompilasi 15 quotes hutan dari pengarang terkenal dunia buat kamu jadiin caption foto pendakian...

The post 15 “Quotes” Hutan yang Bisa Kamu Jadikan “Caption” Foto Pendakian appeared first on TelusuRI.

]]>
Mau posting foto hiking atau mendaki gunung di Instagram tapi masih bingung mau ngasih caption apa? Jangan khawatir, Sob. TelusuRI sudah mengompilasi 15 quotes hutan dari pengarang terkenal dunia buat kamu jadiin caption foto pendakian di Instagram. Swipe up!

Hutan di malam hari via pexels.com/Pixabay

Quotes hutan dari Aleksandr Pushkin

“I would make my home, with joy and gladness, in dark forest.”

Aleksandr Pushkin

“Aku akan berdiam, dengan senang dan riang gembira, di hutan kelam.”

Aleksandr Pushkin lahir tanggal 6 Juni 1799 dalam keluarga bangsawan Rusia di Moskow. Ia adalah salah satu penulis terbesar di Rusia. Karya-karyanya beragam, dari mulai sajak, naskah drama, sampai novel. Pertama kali menerbitkan tulisan waktu berusia 15 tahun, setamatnya dari Tsarskoye Selo Lyceum nama Pushkin sudah dikenal luas di kalangan orang-orang melek literatur. Di antara banyak karyanya, dua yang paling legendaris adalah puisi “Ode to Liberty” dan naskah drama “Boris Godunov.” Pushkin mati muda di St. Petersburg, 29 Januari 1837.

Pernah coba menjelajahi hutan dalam gelap? Pengalaman mendaki Merbabu di malam hari ini mungkin bisa jadi cerita seru buat kamu.  

Manusia di kesunyian hutan via pexels.com/Lucas Piero

Quotes hutan dari Ralph Waldo Emerson

“In the woods we return to reason and faith.”

Ralph Waldo Emerson

“Di hutan kita kembali pada akal dan iman.”

Ralph Waldo Emerson (1803-1882) adalah seorang penyair, penulis esai, pendidik, dan filsuf aliran transendentalisme. Pidatonya yang berjudul “American Scholar” disebut-sebut sebagai Declaration of Independence-nya para intelektual Amerika. Ia ternyata juga sahabat sekaligus mentor dari filsuf naturalis Henry David Thoreau.

Menikmati suasana hutan via pexels.com/Kourosh Qaffari

Quotes hutan dari Henry David Thoreau

“I went to the woods because I wished to live deliberately, to front only the essential facts of life, and see if I could not learn what it had to teach, and not, when I come to die, discover that I had not lived.”

Henry David Thoreau

“Aku pergi ke hutan karena aku ingin hidup apa adanya, untuk menghadapi fakta-fakta esensial semata dari kehidupan, dan mencari tahu apakah aku bisa menangkap apa yang diajarkan olehnya, dan [agar] tidak, ketika aku akhirnya mati, mendapati bahwa aku tidak pernah benar-benar hidup.” 

Henry David Thoreau (1817-1862) pasti bakal repot kalau disuruh mengisi kolom pekerjaan, sebab ia adalah penulis esai, penyair, filsuf, naturalis, surveyor, yogi, dan sejarawan. Selain itu ia juga dikenal sebagai kritikus pembangunan dan pendukung penghapusan perbudakan (abolisionis). Alirannya, sama seperti Ralph Waldo Emerson, adalah transendentalisme. Ada dua karya Thoreau yang paling monumental, yakni sebuah buku berjudul Walden dan esai berjudul “Civil Disobedience.”

Milky way di hutan via pexels.com/Hristo Fridanov

Quotes hutan dari John Muir

“The clearest way into the Universe is through a forest wilderness.”

John Muir

“Jalan paling gamblang menuju Semesta adalah lewat hutan belantara.”

Ia lahir tahun 1838 di Dunbar, Skotlandia, sebagai anak ketiga dari Daniel Muir dan Anne Gilrye. Saat remaja, ia diboyong ke dunia baru, Amerika Serikat. Di pedalaman Wisconsin, John Muir mulai tergila-gila pada sains. Ia sempat belajar di Universitas Wisconsin selama empat tahun sebelum keluar dan menuntut ilmu di “Universitas Alam Bebas.” John Muir kemudian dikenal sebagai salah seorang naturalis paling legendaris Amerika Serikat. Ia meninggal 24 Desember 1914.

Hutan pinus di pinggir danau via pexels.com/Sebastian Beck

Quotes hutan dari Friedrich Nietzsche

“I am a forest, and a night of dark trees: but he who is not afraid of my darkness, will find banks full of roses under my cypresses.”

Friedrich Nietzsche

“Aku adalah sebuah hutan, dan sebuah malam penuh pohon-pohon kelam: namun ia yang tak gentar dengan kegelapanku, akan menemukan tepian sungai penuh mawar di bawah naungan pohon-pohon cemaraku.”

Friedrich Nietzsche, filsuf eksistensialis, penulis, dan filolog, lahir di Saxony, Prussia, 15 Oktober 1844. Namanya tenar karena aforisme “Tuhan telah mati” („Gott ist tot“) dalam Thus Spoke Zarathustra (Also sprach Zarathustra), juga konsep Übermensch dan the will to power (der Wille zur Macht). Ia meninggal di Weimar, 25 Agustus 1900 pada usia 50 tahun.

Jamur di tengah hutan konifera via pexels.com/Egor Kamevel

Quotes hutan dari Robert Louis Stevenson

“It is not so much for its beauty that the forest makes a claim upon men’s hearts, as for that subtle something, that quality of air that emanation from old trees, that so wonderfully changes and renews a weary spirit.”

Robert Louis Stevenson

“Bukanlah keindahannya yang membuat hutan menarik bagi hati manusia, namun sesuatu yang lirih itulah, hawa yang memancar dari pohon-pohon tua, yang secara menakjubkan mengubah dan memperbaharui semangat yang memudar.”

Robert Louis Stevenson lahir di Edinburgh, Skotlandia, 13 November 1850. Karya-karyanya yang terkenal antara lain Treasure Island (1883), A Child’s Garden of Verses (1885), Kidnapped (1886), dan Strange Case of Dr Jekyll and Mr Hyde (1886). Selama hidup, ia pernah tinggal di Prancis, Amerika, Australia, dan Samoa. Ia meninggal 3 Desember 1894 di Vailima, Samoa, pada umur 44 tahun.

Bermain ayunan di pinggir jurang via pexels.com/Artem Beliaikin

Quotes hutan dari Knut Hamsun

“You are welcome to your intellectual pastimes and books and art and newspapers; welcome, too, to your bars and your whisky that only makes me ill. Here am I in the forest, quite content.”

Knut Hamsun

“Silakan saja kau menghabiskan waktu dengan hal-hal intelektual dan buku dan seni dan koran; silakan, juga, menghabiskan waktu di bar dengan gelas whisky-mu yang hanya bikin aku kesal. Di sinilah aku di belantara, cukup bergembira.”

Peraih Nobel Sastra 1920 ini lahir di Norwegia, 4 Agustus 1859. Ia dianggap sebagai pemimpin gerakan neo-romantik di awal abad ke-20. Karya-karyanya yang terkenal antara lain Hunger (1890) yang terbit di Indonesia sebagai Lapar (2013), Mysteries (1892), Pan (1894), dan Victoria (1898). Ia juga menulis sebuah travelogue berjudul In Wonderland (1903) yang mengisahkan perjalanannya menelusuri Russia, terus ke Kaukasius, kemudian ke Konstantinopel. Knut Hamsun meninggal 19 Februari 1952 di tanah kelahirannya, Norwegia.

Seekor gajah di tengah hutan via pexels.com/Pixabay

Quotes hutan dari Rudyard Kipling

“In the jungle, life and food depend on keeping your temper.”

Rudyard Kipling

“Di hutan, hidup dan makanan bergantung pada bagaimana menjaga perangaimu.”

Rudyard Kipling lahir di Bombay, India, 30 Desember 1865. Ia dikenal sebagai jurnalis, penyair, penulis cerpen, dan novelis. Sebagian besar karyanya bernuansa petualangan. Tulisan-tulisan Kipling sudah banyak yang diadaptasi menjadi film, di antaranya The Man Who Would be King (1888), The Jungle Book (1894), Captains Courageous (1897), Kim (1901), The Cat Who Walked by Herself (1902), dll. Kipling meninggal di London, 18 Januari 1936.

Jalan sepi via pexels.com/Andre Furtado

Quotes hutan dari Robert Frost

“Two roads diverged in a wood and I – I took the one less traveled by, and that has made all the difference.”

Robert Frost

“Dua jalan bercabang di tengah hutan dan aku—aku menempuh jalan yang lebih jarang dilewati, dan itulah yang membuat segalanya berbeda.”

Robert Lee Frost, penyair Amerika yang sudah 31 kali dinominasikan sebagai penerima Nobel Sastra, lahir di San Francisco 26 Maret 1874. Selama hidupnya, ia menerima empat Pulitzer Prize untuk puisi. Selain itu ia juga dianugerahi Congressional Gold Medal tahun 1960 atas sajak-sajaknya. Frost meninggal tanggal 29 Januari 1963 di Boston.

Melihat matahari terbit di gunung via pexels.com/Cliford Mervil

Quotes hutan dari D.H. Lawrence

“He went down again into the darkness and seclusion of the wood. But he knew that seclusion of the wood was illusory. The industrial noises broke the solitude, the sharp lights, though unseen, mocked it. A man could no longer be private and withdrawn. The world allows no hermits.”

D.H. Lawrence

“Ia kembali melangkah ke dalam kegelapan dan kepencilan hutan. Namun ia tahu bahwa kepencilan hutan adalah ruang ilusi. Kebisingan industrial memecah keheningan, cahaya-cahaya tajam, meskipun tak tamak, mengejeknya. Seorang manusia tak lagi bisa menjadi sendiri dan menarik diri. Dunia tak mengizinkan adanya pertapa.”

D.H. Lawrence lahir di Inggris, 11 September 1885. Sebagian besar karya-karyanya—novel, cerpen, dan sajak—adalah kritik terhadap modernitas dan industrialisasi, selain soal seksualitas, kesehatan mental, vitalitas, spontanitas, dan insting. Novel-novelnya yang terkenal antara lain Sons and Lovers (1913), The Rainbow (1915), Women in Love (1920), John Thomas and Lady Jane (1927), dan Lady Chatterley’s Lover (1928). Lawrence meninggal di Prancis, 2 Maret 1930 saat usianya baru 44 tahun.

Cahaya menerobos hutan via pexels.com/Johannes Plenio

Quotes hutan dari C.S. Lewis

“Any patch of sunlight in a wood will show you something about the sun which you could never get from reading books on astronomy. These pure spontaneous pleasures are ‘patches of Godlight’ in the woods of our experience.”

C.S. Lewis

“Petak-petak cahaya di sebuah hutan akan memberi tahumu sesesuatu tentang matahari yang takkan pernah kau dapat dari membaca buku-buku astronomi. Kenikmatan spontan yang murni itu adalah ‘petak-petak cahaya Tuhan’ di dalam belantara pengalaman kita.”

Clive Staples Lewis lahir di Belfast, Irlandia, 29 November 1898. Barangkali tak banyak yang tahu kalau pengarang serial The Chronicles of Narnia (1950-1956) ini pernah jadi akademisi di Oxford University dan Cambridge University. Selain Narnia, dari pikiran C.S. Lewis juga mewujud karya-karya legendaris seperti The Screwtape Letters (1942) dan serial The Space Trilogy (1938-1945). Lewis menghembuskan napas terakhir di Oxford, 22 November 1963.

Kawanan burung terbang di atas pepohonan via pexels.com/Efdal Yildiz

Quotes hutan dari Isaac Asimov

“Humanity is cutting down its forests, apparently oblivious to the fact that we may not be able to live without them.”

Isaac Asimov

“Umat manusia menebangi hutan-hutannya, jelas sekali lupa pada fakta bahwa kita mungkin tak bisa hidup tanpa mereka.”

Isaac Asimov adalah penulis Russia-Amerika dan profesor biokimia di Boston University. Ia lahir di Russia, 2 Januari 1920. Asimov dikenang sebagai salah seorang ilmuwan yang sukses mempopulerkan sains lewat karya-karya berupa fiksi ilmiah dan sains populer. Karya-karya besar Asimov antara lain serial “Foundation,” “Galactic Empire,” dan “Robot.” Isaac Asimove meninggal di Brooklyn, New York City, 6 April 1992.

Pohon berlumut di tengah hutan via pexels.com/mali maeder

Quotes hutan dari Paulo Coelho

“In a forest of a hundred thousand trees, no two leaves are alike. And no two journeys along the same path are alike.”

Paulo Coelho

“Di dalam hutan yang terdiri dari ribuan pohon, tak ada dua daun pun yang sama. Dan tak ada dua perjalanan melewati jalur sama pun yang serupa.”

Lahir di Rio de Janeiro, 24 Agustus 1947, Paulo Coelho adalah seorang penulis Brazil yang tenar lewat novel The Alchemist. Novel itu berkisah tentang seorang penggembala bernama Santiago yang bertualang dari Spanyol sampai ke Mesir demi satu tujuan: melihat piramida. Selain The Alchemist, buku Paulo Coelho lain yang seru buat dibaca adalah Aleph yang menceritakan pengalaman Coelho menumpang kereta api Trans-Siberia.

Pohon besar di hutan via pexels.com/Mark Burnett

Quotes hutan dari Stephen King

“A great whispering noise began to rise in the woods on either side of the tracks, as if the forest had just noticed we were there and was commenting on it.”

Stephen King

“Kebisingan seperti bisikan kencang mulai membahana di hutan pada kedua sisi jalur, seakan-akan hutan baru saja sadar kami di sana dan ia sedang memberikan komentar.”

Stephen King adalah rajanya cerita-cerita horor, fiksi supranatural, suspens, fiksi ilmiah, dan fantasi. Ia lahir di Portland, Maine, Amerika Serikat, 21 September 1947. Dalam cerita-ceritanya, Maine sangat sering dijadikan latar. Carrie (1978), The Shining (1980), Stand by Me (1986), Pet Sematary (1989 dan 2019), Shawshank Redemption (1994), dan The Green Mile (1999) adalah beberapa di antara puluhan film yang diadaptasi dari novel atau cerpen Stephen King.

Serigala via pexels.com/Pixabay

Quotes hutan dari Tim Cope

“When you hear that howl alone at night in the forest, it’s one of the most frightening sounds you’ll ever hear.”

Tim Cope

“Saat kau mendengar lolongan itu sendirian malam-malam di hutan, itu adalah salah satu bunyi paling mengerikan yang pernah kau dengar.”

Tim Cope lahir tahun 1978 di Australia. Sebagai anak dari bapak yang menggemari kegiatan alam bebas, Cope sudah berkenalan dengan surfing, bushwalking, kayaking, dan skiing pada usia belia. Umur 16 tahun, ia trekking dan rafting di Nepal. Usia 18 tahun, ia ikut semacam program pertukaran pelajar ke Inggris. Tiga bulan kemudian ia minggat dan sepedaan keliling Irlandia dan Skotlandia. Perjalanannya yang paling legendaris adalah berkuda 3,5 tahun menelusuri jalur penaklukan Genghis Khan yang ia abadikan dalam sebuah TV series dan buku (On the Trail of Genghis Khan: An Epic Journey through the Land of the Nomads, 2013).

Mana nih quotes hutan yang paling keren menurut kamu?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post 15 “Quotes” Hutan yang Bisa Kamu Jadikan “Caption” Foto Pendakian appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/quotes-hutan-caption-instagram/feed/ 0 14351
Pejalan! Lakukan 3 Hal Berikut untuk Cegah Kebakaran Hutan https://telusuri.id/pejalan-lakukan-3-hal-berikut-untuk-cegah-kebakaran-hutan/ https://telusuri.id/pejalan-lakukan-3-hal-berikut-untuk-cegah-kebakaran-hutan/#respond Wed, 05 Sep 2018 09:00:22 +0000 https://telusuri.id/?p=10446 Akhir-akhir ini banyak banget berita tentang kebakaran hutan. Beberapa bulan yang lalu, Gunung Lawu kebakaran. Seminggu atau dua minggu yang lalu, Pulau Gililawa Darat yang berkobar. Sebagai pejalan, kamu tentu nggak mau destinasi-destinasi wisata di...

The post Pejalan! Lakukan 3 Hal Berikut untuk Cegah Kebakaran Hutan appeared first on TelusuRI.

]]>
Akhir-akhir ini banyak banget berita tentang kebakaran hutan. Beberapa bulan yang lalu, Gunung Lawu kebakaran. Seminggu atau dua minggu yang lalu, Pulau Gililawa Darat yang berkobar.

Sebagai pejalan, kamu tentu nggak mau destinasi-destinasi wisata di Indonesia rusak karena terus-terusan dilalap si jago merah. Nah, sebenarnya kamu bisa berkontribusi dalam mencegah kebakaran hutan. Caranya gimana?

1. Selalu waspada saat jalan-jalan ke destinasi wisata yang berpotensi besar buat kebakaran

mencegah kebakaran hutan

Api unggun dalam wadah seng via pexels.com/Pixabay

Kalau tiba-tiba kegiatan pariwisata di destinasi-destinasi berupa sabana alias padang rumput dihentikan, bakal berpengaruh negatif juga sama perekonomian setempat.

Nah, makanya hal pertama yang bisa kamu lakukan sebagai pejalan untuk mencegah kebakaran hutan adalah selalu waspada pas jalan-jalan ke destinasi wisata yang berpotensi besar buat kebakaran. Jangan sembarangan bikin api atau melakukan tindakan-tindakan lain yang mungkin bisa memancing terjadinya kebakaran hutan. (Kalau mau total ya kamu skip dulu aja traveling ke destinasi-destinasi sabana.)

2. Jangan merokok di destinasi yang rawan kebakaran

mencegah kebakaran hutan

Berkemah di samping batu besar via pexels.com/Josh Willink

Kadang kalau lagi ngerokok, manusia suka lalai waktu menjentikkan asap atau membuang puntung. Masalahnya, percikan api sedikit saja di musim kemarau bakal bisa menyulut kebakaran hutan.

Waktu kamu trekking di sabana, misalnya. Kamu bisa tahan dulu hasrat buat ngerokok sampai kamu melewati sabana itu. Apa susahnya sih menahan keinginan untuk merokok barang beberapa jam? Ntar kalau sudah tiba di lokasi yang “aman,” kamu bisa ngerokok sepuasnya tanpa membahayakan alam, dirimu, dan orang lain.

3. Segera laporkan pada pihak berwenang begitu melihat asap mencurigakan di kejauhan

mencegah kebakaran hutan

Perapian via pexels.com/Vlad Bagacian

Kalau segera ditangani, mungkin api kecil nggak bakal jadi kebakaran hutan. Masalahnya kadang-kadang lokasinya nggak bisa diamati, entah karena sudutnya nggak pas atau mungkin memang terlalu jauh.

Makanya kalau kamu kebetulan melihat kolom asap mencurigakan—yang menurutmu bukan berasal dari dapur atau orang lagi masak—segera saja laporkan ke pihak yang berwenang. Katakan saja apa yang kamu lihat dengan mata kepalamu sendiri. Kalau mereka menganggap itu serius, mereka pasti bakal meninjaunya secara langsung dan—secara langsung pula—menanganinya.

Mudah-mudahan kebakaran-kebakaran hutan ini segera berkurang, Sob.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Pejalan! Lakukan 3 Hal Berikut untuk Cegah Kebakaran Hutan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pejalan-lakukan-3-hal-berikut-untuk-cegah-kebakaran-hutan/feed/ 0 10446