jakarta Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/jakarta/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Wed, 18 Dec 2024 22:09:26 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 jakarta Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/jakarta/ 32 32 135956295 Angkutan dan Karikatur Perjalanan di Jakarta https://telusuri.id/angkutan-dan-karikatur-perjalanan-di-jakarta/ https://telusuri.id/angkutan-dan-karikatur-perjalanan-di-jakarta/#respond Tue, 17 Dec 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=44604 Jakarta punya segudang cerita. Sebagai kota metropolitan, beribu fenomena bisa ditemukan di Jakarta. Sayangnya, karena metropolisnya Jakarta pula, kehidupan Jakarta terasa membosankan dan menjemukan. Sudah sejak lama, citra negatif seperti macet dilekatkan pada Jakarta. Kenyataan...

The post Angkutan dan Karikatur Perjalanan di Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
Jakarta punya segudang cerita. Sebagai kota metropolitan, beribu fenomena bisa ditemukan di Jakarta. Sayangnya, karena metropolisnya Jakarta pula, kehidupan Jakarta terasa membosankan dan menjemukan. Sudah sejak lama, citra negatif seperti macet dilekatkan pada Jakarta. Kenyataan ini sulit dibantah, apalagi jika melihat warga Jakarta yang berbondong-bondong keluar Jakarta tiap musim liburan. 

Tidak salah jika cara untuk mengisahkan keseharian dengan menarik adalah melalui karikatur. Wagiono Sunarto dalam buku Perang Karikatur: Mengangkat dan Menjatuhkan Soekarno Tinjauan Sejarah 1959-1967 (2013), mengartikan karikatur sebagai ungkapan visual tentang keadaan masyarakat yang melebih-lebihkan salah satu karakteristiknya dan umumnya untuk menyindir. Penggambaran Jakarta melalui karikatur ini dapat dilihat dari karya-karya Benny Rachmadi dan Muh. ”Mice” Misrad alias Benny dan Mice.

Angkutan dan Karikatur Perjalanan di Jakarta
Sampul depan buku Roikan. Buku ini merupakan karya terpilih dalam program Akuisisi Pengetahuan Lokal BRIN/Karunia Haganta

Angkutan Umum dalam Karikatur

Buku Angkutan Umum dan Gaya Hidup: Etnografi Semiotika Kartun Lagak Jakarta Karya Benny Rachmadi Edisi Transportasi (2021) yang ditulis Roikan ini menganalisis penjelajahan yang dilakukan oleh Benny melalui karikaturnya, terutama dalam Lagak Jakarta: Transportasi (1997). Uniknya, Roikan menggunakan autoetnografi untuk menuliskan telaahnya. Autoetnografi adalah cara penulisan etnografi yang menggunakan pengalaman personal untuk memeriksa, mengkritisi fenomena kultural dalam lingkup yang lebih luas (hal. 18). 

Alhasil, kita dibawa menjelajahi pengalaman Roikan mengeksplorasi penjelajahan dalam karikatur Benny dan Mice. Penulisan ini diawali dengan pengalaman Roikan menumpangi bus-bus di Yogyakarta. Menurut Roikan, aspek keseharian ini adalah bagian dari proses kreatif, apalagi bagi seniman. Proses kreatif melalui perjalanan ini yang juga mendorong Roikan untuk melihat kreasi tentang perjalanan transportasi umum, seperti yang dibuat Benny Rachmadi.

Lagak Jakarta: Transportasi memang disusun sendiri oleh Benny, setelah Lagak Jakarta: Trend dan Perilaku (1997) disusun oleh Mice. Beberapa karakter yang ditampilkan di antaranya tukang bajaj, ibu dan anak, tukang tidur dalam bus, dan Benny sendiri. Benny menganggap bahwa karakternya hadir bukan sebagai bentuk narsisme, melainkan pelengkap penderita. Transportasi umum lain juga ada, kecuali KRL. Alasannya adalah KRL saat itu belum tersebar dengan jalur yang “di situ-situ aja” (hal. 40).

Walaupun judul edisinya “Transportasi”, Roikan melihat karikatur ini menggambarkan keseharian warga Jakarta bukan hanya di transportasi umum, melainkan aspek kehidupan lain yang berkaitan dengannya. Kutipan wawancara dengan informan bernama Rendra menggambarkannya secara tepat, “masuk jam delapan berangkat jam enam, artinya ada persiapan dua jam dan itu juga tercatat dalam kartun Lagak Jakarta itu, digambarkan macetnya Jakarta terus, dan kekerasan yang ada di sana” (hal. 51). 

Pasalnya, sebagai “kota yang tidak pernah mati”, mobilitas transportasi umumlah yang menghidupkan Jakarta. Pilihan transportasi umum di Jakarta juga sangat beragam dan terkadang untuk pergi ke suatu tempat, seseorang memang harus menggunakan beragam moda transportasi umum. Roikan menjelaskan bahwa Benny menggambarkan masing-masing jenis transportasi umum, seperti ojek, bajaj, maupun bus berdasarkan karakteristik kendaraannya, pengemudinya, penumpangnya, atau keluh kesah mereka. 

Masing-masing moda transportasi memiliki cerita uniknya. Contohnya, pengalaman salah antar yang dialami Roikan saat menggunakan jasa tukang ojek (hal. 64). Ini karena ojek tidak punya trayek, tetapi berdasarkan tujuan yang disebutkan penumpang. Alhasil, karena salah mendengar tujuan, tukang ojek jadi salah mengantarkan. 

Hal serupa bisa dialami juga ketika menaiki bajaj. Bukan karena bajaj tidak memiliki trayek atau salah dengar, melainkan karena supir bajaj kerap merupakan perantau yang baru sampai di Jakarta dan belum mengenali daerah sekitarnya (hal. 83). Setiap kisah unik transportasi umum ini oleh Roikan dipadukan antara pengalaman pribadi, wawancara informan, dan dengan karikatur Benny.

Angkutan dan Karikatur Perjalanan di Jakarta
Beberapa contoh kreatif penggambaran karakter dalam komik Benny yang diulas oleh Roikan/Karunia Haganta

Angkutan yang Bergerak, Kisah yang Berserak

Ini membuktikan bahwa transportasi umum bukan hanya sarana mobilitas. Ada banyak cerita, termasuk interaksi orang-orang di dalamnya, mulai dari pengemudi dengan penumpang, antarpenumpang maupun antarpengemudi, yang telah dikemas dalam karikatur Benny. Terkadang interaksi ini terjadi tidak hanya dalam transportasi umum, tetapi juga lokasi lain, seperti pangkalan ojek. Sebab, transportasi umum tidak hanya berisikan orang-orang yang ingin bepergian, tetapi juga mencari nafkah dari transportasi umum itu. 

Tidak hanya sopir, tetapi juga kondektur dan kernet yang membantu sopir. Ada pula yang turut mencari nafkah di dalam transportasi umum, seperti pengamen, pedagang asongan, atau bahkan yang cenderung negatif seperti pengemis dan pencopet. Semuanya punya cerita masing-masing dan saling membentuk perjalanan setiap orang saat menggunakan transportasi umum.

Tidak salah jika Roikan akhirnya membedah masyarakat dan gaya hidup metropolitan setelah bercerita mengenai transportasi umum. Kutipan wawancara dari informan bernama Irmayanti berikut menjelaskan alasannya: “Mobilitas masyarakat metropolitan tinggi sekali… di situ kan digambarin dari anak-anak, ibu-ibu… ibu-ibunya pun mulai sing dandan rapi sampek sing gawe kebaya segala macem itu menggunakan transportasi Jakarta, jadi seandainya transportasi diilangin yo mati… mati wong Jakarta kebosanan gak bisa ke mana-mana,” (hal. 224). 

Tangkapan layar buku Roikan tentang taksonomi angkutan umum Kota Jakarta (kiri) dan dokumentasi pribadi Roikan saat memotret pengamen bus/Karunia Haganta

Transportasi umum adalah bagian penting gaya hidup metropolitan warganya. Namun, seperti karikatur Benny, transportasi umum juga menjadi tempat warga Jakarta menunjukkan gaya hidupnya, dari pakaian yang digunakan, moda transportasi yang dipilih, sampai dengan komunikasi yang terjadi.

Dalam pandangan saya, buku ini menarik karena mengangkat dua hal yang selama ini kurang diberi perhatian. Pertama, komik yang—sebagai media hiburan—dianggap kurang serius, apalagi untuk dikaji secara ilmiah. Kedua, keseharian warga Jakarta dan transportasi umum yang dianggap membosankan dan terlalu menjemukan untuk dibahas. Penyajian yang dilakukan Roikan dengan turut menuturkan pengalaman pribadinya membuat kedua hal tersebut jadi makin menarik.

Pembaca disuguhkan banyak lapis perjalanan yang mungkin bagi sebagian pembaca juga akan merasa dekat dengan apa yang dikisahkan. Apalagi, buku ini sebenarnya diangkat dari skripsi penulis yang disusun pada 2007. Alhasil, pembaca disuguhkan tidak hanya kisah tentang transportasi umum, tetapi juga nostalgia melalui cerita pengalaman, catatan lapangan, serta foto-foto dari masa itu.

Buku ini, akhirnya, menjadi “artefak” dari perjalanan sejarah transportasi umum di Jakarta itu sendiri, yang bisa pembaca nikmati sekian tahun berselang. Terlebih dengan banyaknya perubahan moda transportasi di Jakarta dan status Jakarta yang sudah tidak lagi menjadi ibu kota negara. Buku ini juga dapat diunduh gratis melalui situs penerbitnya di tautan LIPI Press (sekarang Penerbit BRIN).


Judul buku: Angkutan Umum dan Gaya Hidup: Etnografi Semiotika Kartun Lagak Jakarta Karya Benny Rachmadi Edisi Transportasi
Penulis: Roikan
Penerbit: LIPI Press
Cetakan: Pertama, Desember 2021
Tebal: xxviii + 264 hlm.
ISBN: 978-602-496-292-0

Foto sampul: Tangkapan layar salah satu potret karikatur karya Benny Rachmadi dengan judul “Derita Naik Ojek 1” dalam Lagak Jakarta: Transportasi


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Angkutan dan Karikatur Perjalanan di Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/angkutan-dan-karikatur-perjalanan-di-jakarta/feed/ 0 44604
Menyusuri Lapak Pedagang Pasar Loak Jembatan Item Jakarta https://telusuri.id/menyusuri-lapak-pedagang-pasar-loak-jembatan-item-jakarta/ https://telusuri.id/menyusuri-lapak-pedagang-pasar-loak-jembatan-item-jakarta/#respond Wed, 20 Nov 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=43073 Kegiatan thrifting atau membeli barang bekas untuk digunakan kembali menjadi tren akhir-akhir ini. Kegiatan yang sudah banyak orang lakukan sejak lama, tetapi belakangan semakin ramai. Terutama di kalangan anak muda. Banyak yang berbondong-bondong mengubah lifestyle...

The post Menyusuri Lapak Pedagang Pasar Loak Jembatan Item Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
Kegiatan thrifting atau membeli barang bekas untuk digunakan kembali menjadi tren akhir-akhir ini. Kegiatan yang sudah banyak orang lakukan sejak lama, tetapi belakangan semakin ramai. Terutama di kalangan anak muda. Banyak yang berbondong-bondong mengubah lifestyle dengan barang-barang bekas. Mulai dari pakaian, tas, sepatu, dan sandal.

Di Jakarta sendiri ada beberapa pasar barang bekas yang masyhur, seperti Pasar Ular (Jakarta Utara), Pasar Senen (Jakarta Pusat), Taman Puring dan Kebayoran (Jakarta Selatan), Pasar Tanah Abang (Jakarta Barat), dan Pasar Jembatan Item (Jakarta Timur). Meskipun sama menjual barang bekas, tapi setiap lokasi memiliki ciri khas masing-masing. Misalnya, Pasar Senen terkenal dengan pakaian-pakaian bekas, sedangkan Pasar Jembatan Item dicari sebagian besar warga Jakarta jika ingin mencari barang loak.

Di Pasar Loak Jembatan Item, dapat ditemukan berbagai jenis barang bekas atau disebut “palugada”, apa yang lu mau, gua ada. Mulai dari sepatu, tas, cincin, jam, ponsel, kaset, kamera, patung hias, piring, gelas, dan barang-barang lama yang antik.

Sekilas tentang Pasar Loak Jembatan Item

Tepat di dekat sebuah papan nama bertuliskan “Jl. Jatinegara Timur II”, saya menunggu kedatangan satu teman. Tiang ini tampak seperti baru terpasang beberapa hari atau minggu, karena warna dan tulisannya masih belum pudar. 

Kontras dengan nama di gapura, yang berada tepat di belakangnya, berukuran lebih besar persis di pintu masuk jalan. Selain karena tertutup dengan daun dan ranting pohon yang tumbuh di sampingnya, plang nama ini juga sudah penuh karat. Hanya kata “Item” yang terlihat lebih jelas dibanding kata lainnya. Namun, jika diperhatikan dengan saksama, tertulis “Pasar Loak Jembatan Item”.

Menurut cerita yang beredar, nama “Jembatan Item” berasal dari warna jembatan yang menghubungkan Kelurahan Rawa Bunga dengan Kelurahan Bali Mester di Jatinegara, Jakarta Timur. Sebelumnya, pasar loak ini berada di kawasan Jenderal Urip—tidak jauh dari lokasi sekarang. Pasar Loak Jembatan Item sudah dikenal sejak awal tahun 2000-an sebagai tempat mencari barang bekas atau barang antik dengan harga murah. 

Minggu pagi itu saya menemani teman saya yang berniat mencari barang-barang antik. Saat kami sampai di lokasi sekitar pukul 07.30, suasana pasar sudah sangat ramai. Ada yang tampak seperti kami, baru tiba, tetapi banyak pula pengunjung yang sudah menenteng kresek-kresek hasil buruan mereka dan berjalan menuju parkiran.

Utamanya, area pasar ini terdiri dari kios-kios pedagang yang berjejer di jalan sepanjang kurang lebih dua kilometer. Setiap hari pedagang menggelar dagangan mereka dari pukul 04.00 sampai sekitar pukul 11.00. Akan tetapi, ada pula para pedagang yang membuka operasional saat malam hari. 

Selain area utama, tidak sedikit pedagang yang menggelar lapak di trotoar, depan rumah atau warung yang belum buka, dan depan masjid. Pedagang di area tersebut lebih banyak menggelar dagangan di atas meja kecil atau spanduk bekas. Terlebih saat weekend atau hari libur, pedagang yang berjualan lebih banyak karena pengunjung akan lebih ramai dari biasanya.

Menyusuri Lapak Pedagang Pasar Loak Jembatan Item Jakarta
Lapak khusus buku-buku dan majalah bekas/Nita Chaerunisa

Sebuah Tips Pengunjung Pasar Loak Jembatan Item

Karena salah satu yang kami cari adalah jam tangan, maka kami selalu berusaha berhenti sejenak di lapak penjual yang memiliki dagangan tersebut. Tujuannya untuk melihat adakah jam tangan yang menarik.

Para pedagang tidak hanya menjual satu jenis barang, tetapi juga berbagai macam jenis barang di lapak mereka. Misalnya, dalam satu lapak ada mainan, perhiasan, dan alat elektronik. Maka, pembeli harus jeli melihat jenis barang incaran. Meskipun ada pula lapak yang menjual satu jenis barang saja.

Sebagai tips, jangan langsung gegabah saat ingin membeli suatu barang. Susuri pedagang-pedagang lain terlebih dahulu untuk mengetahui pilihan model atau membandingkan harga. Untung-untung dapat barang serupa dengan harga yang lebih murah. Namun, jika tidak menemukannya, segera kembali ke lapak awal supaya tidak cepat dibeli orang. Namanya saja barang bekas, pasti limited edition dan bisa disebut beruntung jika menemukan barang yang sama jenis sampai modelnya.

Seperti teman saya, yang tertarik dengan salah satu jam tangan di sebuah lapak. Namun, karena tidak ingin tergesa-gesa, kami berkeliling mengunjungi lapak-lapak lain. Setelah merasa tidak ada yang cocok di lapak lain, kami kembali ke lapak awal dan menawar barang incaran teman saya tersebut.

Saat itu sedang ada dua anak muda yang juga hendak membeli sebuah jam tangan. Terjadi tawar-menawar dengan pedagang, begitu pun yang kami lakukan. Kami berhasil mendapatkan jam tangan incaran dengan harga Rp75.000, dari harga awal Rp125.000. Mungkin bisa mendapat harga lebih murah jika bisa menawar lebih baik.

Ketika kami bergegas pergi, datang seorang perempuan yang sepertinya juga menaksir sebuah jam tangan di lapak tersebut. Padahal lapak tersebut lebih banyak menjual koleksi mobil mainan daripada jam tangan yang diletakkan di sudut bersama dengan aksesoris tangan dan beberapa kamera analog.

Menyusuri Lapak Pedagang Pasar Loak Jembatan Item Jakarta
Koleksi arloji bekas di antara dominasi mobil mainan/Nita Chaerunisa

Sama halnya dengan saya yang membeli sebuah gantungan kunci berisi mutiara berwarna merah. Letaknya di sebuah lapak hiasan rumah, kacamata, dan gelang. Saya sempat menemukan gantungan yang serupa di lapak lain, tetapi tidak sama persis. Sependek ingatan saya, hanya ada satu gantungan kunci di lapak tersebut—yang akhirnya saya beli.

Kami juga berhasil mendapatkan cincin, mobil mainan, dan lego. Untuk mainan lego, kami mendapatkannya bukan di lapak barang-barang bekas, melainkan pedagang yang menjual banyak mainan yang masih tersimpan dalam boks. Seperti mainan baru karena masih terbungkus rapi dalam kardus. Saya tidak paham apakah ini barang baru yang tidak layak jual di toko sehingga harga lebih murah, atau barang produksi yang sudah tertimbun lama. Entahlah. Namun, menurut saya mainan lego yang kami beli masih terbilang bagus dengan harga Rp10.000.

Dapat disimpulkan lapak-lapak di Pasar Loak Jembatan Item Jatinegara memang sangat beragam. Meskipun dominan penjual barang bekas, sedangkan penjual barang antik sudah jarang ditemukan. Pengunjung di sini pun beragam dari berbagai kalangan. Ada yang memang datang sebagai pemburu barang bekas dengan harga terjangkau, kolektor barang antik atau jenis barang tertentu, pengepul barang untuk dijual kembali, atau mungkin ada juga yang datang hanya ingin melihat-lihat.

Lokasi Pasar Loak Jembatan Item terbilang strategis. Berada di wilayah Jatinegara, pengunjung dapat memilih berbagai moda transportasi ke sini. Jika naik KRL Commuter Line, pengunjung turun di Stasiun Jatinegara, lalu berjalan sejauh satu kilometer. Jika naik Transjakarta, dapat turun di beberapa halte terdekat, seperti halte RS Premier Jatinegara dan Jatinegara Timur. Bisa juga dengan angkutan umum dan turun di Terminal Kampung Melayu. Bagi pengunjung yang ingin membawa kendaraan pribadi, sangat disarankan membawa motor saja karena parkir lebih mudah di sekitar pasar.

Pengunjung tidak perlu khawatir jika merasa haus atau lapar, karena banyak penjual makanan dan minuman di setiap sudut pasar. Seperti es selendang mayang yang sempat kami beli. Es selendang mayang merupakan salah satu minuman khas Betawi. Penjual es selendang mayang yang kami beli tepat berada di tengah pasar, di antara lapak para pedagang barang bekas.

Menyusuri Lapak Pedagang Pasar Loak Jembatan Item Jakarta
Lapak barang bekas yang menempati trotoar pejalan kaki/Nita Chaerunisa

Perlu Peran Pemerintah

Keberadaan Pasar Loak Jembatan Item sebenarnya sangat bagus sebagai salah satu cara menjaga lingkungan. Barang yang sebelumnya dianggap sudah tidak berguna, berubah di tangan orang lain yang menganggap barang tersebut masih memiliki nilai. Jadi, barang tersebut tidak terbuang sia-sia dan bisa saja merusak lingkungan. 

Meskipun secara ruang dan interaksi yang terbangun tampak seperti pasar informal, tetapi menurut saya pemerintah setempat harus memiliki andil. Kehidupan pasar sering kali mengganggu akses jalan utama maupun trotoar jalan. Bahkan bagi pengunjung seperti kami saja kurang nyaman dalam berbelanja, apalagi masyarakat umum yang tengah melintas area pasar. 

Pasar Loak Jembatan Item sudah ada sejak lama dan kini semakin berkembang. Alangkah baiknya pemerintah bertindak konkret agar pasar ini tertata, tetapi tetap mempertahankan ciri khasnya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menyusuri Lapak Pedagang Pasar Loak Jembatan Item Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menyusuri-lapak-pedagang-pasar-loak-jembatan-item-jakarta/feed/ 0 43073
Bandeng Rawa Belong: Kekerabatan Budaya Betawi dan Perayaan Imlek di Jakarta https://telusuri.id/bandeng-rawa-belong-kekerabatan-budaya-betawi-dan-perayaan-imlek-di-jakarta/ https://telusuri.id/bandeng-rawa-belong-kekerabatan-budaya-betawi-dan-perayaan-imlek-di-jakarta/#respond Fri, 09 Feb 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41136 Walau bukan penganut salah satu agama dari kebudayaan Tionghoa, tetapi aku selalu menantikan Imlek dan Cap Go Meh setiap tahunnya. Kemeriahan suasana menjelang Imlek di Glodok ataupun pertunjukan Barongsai dan Tatung yang dilakukan oleh komunitas...

The post Bandeng Rawa Belong: Kekerabatan Budaya Betawi dan Perayaan Imlek di Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
Walau bukan penganut salah satu agama dari kebudayaan Tionghoa, tetapi aku selalu menantikan Imlek dan Cap Go Meh setiap tahunnya. Kemeriahan suasana menjelang Imlek di Glodok ataupun pertunjukan Barongsai dan Tatung yang dilakukan oleh komunitas Tionghoa Krendang, Jakarta Barat ketika perayaan Cap Go Meh selalu menarik perhatianku.

Aku mulai mengacak tumpukan bukuku. Mencari bahan bacaan menarik bertemakan Imlek dan Cap Go Meh, selain tentang kemeriahan Glodok dan pertunjukan Barongsai. Di buku Waktu Belanda Mabuk Lahirlah Batavia karya Alwi Shahab—jurnalis senior dan pencerita terbaik tentang sejarah Betawi dan Jakarta—aku menemukan bacaan tentang tradisi membawakan ikan bandeng dan kue cina untuk calon mertua dari calon menantu sebelum Imlek.

Sementara di buku Kuliner Betawi Selaksa Rasa & Cerita dari tim Akademi Kuliner Indonesia, menceritakan tentang akulturasi budaya di kehidupan masyarakat Betawi yang multikultur dan berlangsung dalam kurun waktu lama sampai melahirkan tradisi lebaran gaya Jakarta yang “berwarna”. Sebutan “lebaran” sebagai perayaan agama membuat banyak lebaran di Betawi.

Di Islam, selain Lebaran Idulfitri dan Iduladha, ada juga Lebaran Anak Yatim di tanggal 10 Muharram. Di komunitas nonmuslim ada istilah Lebaran Serani yang merupakan sebutan untuk perayaan Natal. Istilah Serani mungkin berasal dari kata Nasrani. Begitu pun sebutan untuk pindang serani, yang merujuk pada pindangnya orang Nasrani. Makanan ini menjadi ciri khas pada saat Natal di komunitas warga Betawi keturunan Portugis di Kampung Tugu. Sementara untuk perayaan Imlek disebut Lebaran Cina dan pindang bandeng menjadi salah satu makanan yang wajib dihidangkan. 

Bandeng Rawa Belong: Kekerabatan Budaya Betawi dan Perayaan Imlek di Jakarta
Sampul depan buku karya Windoro Adi di situs Gramedia Digital/Gramedia

Jejak Kekerabatan Multietnis dari Seekor Bandeng

Membaca fakta itu aku mulai mencari lebih jauh tentang hubungan ikan bandeng dengan perayaan Imlek. Akhirnya aku menemukan kalimat “Sepekan menjelang Imlek tiba, pertigaan Rawa Belong ramai oleh pedagang dan pembeli ikan bandeng…” di buku Batavia 1740 — Menyisir Jejak Betawi tulisan Windoro Adi.

Aku pernah beberapa kali ke Rawa Belong yang terkenal dengan Pasar Bunganya itu. Terakhir ke sana, aku menyusuri daerah ini dari halte busway Slipi Petamburan 2 sampai ke Pasar Bunga Rawa Belong. Dari penelusuran itu aku mendapati beberapa bangunan tua berikut ini:

  1. Gedung Tinggi Palmerah. Bekas kediaman Andries Hartsinck, seorang pejabat VOC, yang sekarang menjadi kantor Polsek Palmerah. Gedung ini dibangun tahun 1790-an bergaya arsitektur Indische dengan ciri khas pilar besar di bagian depan, langit-langit yang tinggi, serta jendela dan pintu besar.
  2. SD Negeri Palmerah 07 Pagi. Bangunan yang dibangun tahun 1936 ini dulunya gedung sekolah Tionghoa, Kwa Ming School.
  3. Kelenteng Hian Thian Siang Tee Bio. Kelenteng yang telah ada dari abad ke-19 ini berdiri di dekat Pasar Palmerah.

Rawa Belong juga terkenal sebagai kampungnya para jawara. Istilah ini mungkin berawal dari zaman Andries Hartsinck menjadi tuan tanah di Palmerah sampai Grogol. Penyebutan Palmerah berasal patok (paal) berwarna merah sebagai penanda batas tanah dari Andries Hartsinck. Dengan tanah seluas itu, Andries Hartsinck membutuhkan penjaga yang disebut centeng dan mandor. Kampung di depan Gedung Tinggi dikenal dengan nama Kampung Kemandoran. Kemungkinan dahulu daerah itu menjadi tempat tinggal para mandor dan centeng, jawara-jawaranya Andries Hartsinck.

Si Pitung, tokoh legenda masyarakat Betawi pun diceritakan lahir di Rawa Belong. Bahkan makamnya bisa ditemukan di depan gedung Telkom, Jl. Palmerah No. 80. Di buku Iwan Mahmoed Al-Fattah, Pitung (Pituan Pitulung): Jihad Fi Sabilillah Para Pejuang Menyelamatkan Jayakarta, menjelaskan Pitung bukan nama orang, melainkan nama kelompok yang terdiri dari tujuh orang jawara yang membela kaum lemah dari penindasan kaum kafir penjajah. Salah satu aliran silat khas Betawi, Silat Cingkrik, juga berasal dari Rawa Belong dan makin menguatkan frasa kampung jawara di Rawa Belong.

Bandeng Rawa Belong: Kekerabatan Budaya Betawi dan Perayaan Imlek di Jakarta
Seorang ibu memilih bandeng yang akan dibeli di lapak bandeng Rawa Belong, Pamelah, Jakarta Barat/Daan Andraan

Mencari Bandeng di Rawa Belong

Tiga hari menjelang Imlek, dengan menumpang ojek daring, aku menuju ke Rawa Belong. Sehari sebelumnya aku telah mencari info tentang lokasi para penjual ikan bandengnya. Motor pun berhenti di pertigaan Jl. Rawa Belong dan Jl. Sulaiman. Lapak-lapak penjual ikan bandeng yang hanya ada ketika menjelang perayaan Imlek ini berjejer di sisi jalan. Lapak tersebut begitu sederhana. Hanya terbuat dari meja kayu yang di empat sudutnya ada tiang bambu sebagai penyangga atap yang terbuat dari plastik, dan di atas meja berderet-bertumpuk ikan bandeng.

Setelah berkeliling, aku berhenti di salah satu lapak. Pak Ujang, nama bapak penjual bandeng bercerita tentang tradisi “Nganter Bandeng”. Hantaran bandeng ini biasanya dilakukan oleh calon menantu kepada calon mertua. Bandeng yang dibawa dalam bentuk besar sebagai tanda keseriusan dan ketulusan. Bandeng ini kemudian dimasak pindang oleh calon menantu perempuan dan dihidangkan ke keluarga calon mertua laki-laki. Tradisi warga Betawi tersebut kemudian diadopsi oleh orang-orang Tionghoa waktu itu dan menjadikan bandeng sebagai sajian Imlek.

Mengutip dari warisanbudaya.kemendikbud.go.id, J. J. Rizal mengatakan sajian ikan bandeng untuk Imlek hanya ada di Indonesia dan tidak ada di Tiongkok. Orang Tiongkok di Batavia pada saat itu menyerap bandeng dari kultur Betawi sejak abad ke-17. Dalam jamuan makan tatkala Imlek, bandeng disajikan di akhir sebagai lambang dan harapan rezeki berlimpah di masa mendatang. Makin besar ukuran ikan, maka makin besar pula rezeki yang akan diperoleh di masa mendatang.

Bandeng Rawa Belong: Kekerabatan Budaya Betawi dan Perayaan Imlek di Jakarta
Seorang calon pembeli dari atas motornya mengamati tumpukan bandeng jumbo di salah satu lapak Rawa Belong/Daan Andraan

Tradisi “Nganter Bandeng” Kini

Seorang Ibu yang sedang membeli ikan pun ikut nimbrung di percakapan kami. Zaman dahulu apabila ada ikan bandeng yang digantung di pagar rumah, itu menandakan ada seorang gadis yang belum menikah di rumah tersebut dan siap dipinang. Apabila bandengnya hilang, berarti ada seorang pemuda yang tertarik dengan sang gadis. Di masa sekarang, kalau ada yang menggantung ikan di pagar bukan diambil oleh pemuda yang akan datang melamar sang gadis, tetapi dicomot oleh kucing oren yang kelaparan, cerita sang ibu sambil terkekeh.

Tradisi “Nganter Bandeng” untuk menyenangkan hati mertua pun mulai pudar. Namun, ibu itu menambahkan pandangan menarik. Membeli dan memasak pindang bandeng pada saat Imlek, yang kemudian dimakan bersama-sama atau diberikan kepada keluarga yang lebih tua, masih menjadi tradisi yang mengakar di masyarakat Betawi di Jakarta.

Hal paling unik di lapak para penjual bandeng ini adalah ukuran bandeng yang jumbo. Pak Ujang mengatakan, ikan-ikan ini memang dipelihara sampai berukuran besar dan dipanen untuk dijual menjelang Imlek. Tambak di daerah Cilincing dan Tangerang menjadi sentra pemasok bandengnya. Sementara di lagu Penjual Ikan yang didendangkan Lilis Suryani saja, penyanyi lawas tahun 1960-an, bercerita tentang penjual ikan bandeng yang mengambil ikannya di empang Muara Karang.

Aku pun membeli dua ekor bandeng jumbo seberat tiga kilogram dengan harga Rp240.000 di lapak Pak Ujang. Di atas ojek daring yang mengantarku pulang, anganku dipusingkan, akan ke mana ikan-ikan bandeng ini kuberikan. Pasangan saja tidak punya, apalagi calon mertua!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Bandeng Rawa Belong: Kekerabatan Budaya Betawi dan Perayaan Imlek di Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bandeng-rawa-belong-kekerabatan-budaya-betawi-dan-perayaan-imlek-di-jakarta/feed/ 0 41136
Durga Singosari, Kengerian di Balik Keindahan https://telusuri.id/durga-singosari-kengerian-di-balik-keindahan/ https://telusuri.id/durga-singosari-kengerian-di-balik-keindahan/#respond Wed, 27 Dec 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=40740 Sebagai seorang mahasiswa ilmu purbakala, museum sudah menjadi tempat wisata wajib untuk dikunjungi. Selain menjadi tujuan melepas penat, tak jarang banyak tugas kuliah yang juga mewajibkan kami, para mahasiswa untuk mengambil data di museum. Salah...

The post Durga Singosari, Kengerian di Balik Keindahan appeared first on TelusuRI.

]]>
Sebagai seorang mahasiswa ilmu purbakala, museum sudah menjadi tempat wisata wajib untuk dikunjungi. Selain menjadi tujuan melepas penat, tak jarang banyak tugas kuliah yang juga mewajibkan kami, para mahasiswa untuk mengambil data di museum. Salah satu museum yang jadi langganan tentu saja Museum Nasional—atau banyak yang mengenalnya sebagai Museum Gajah.

Mungkin bagi sebagian orang aneh rasanya harus datang ke museum yang sama berkali-kali. Apalagi bisa dibilang koleksi di museum tersebut hampir tak pernah berubah. Dan dengan pede-nya saya selalu bilang ini bukti cinta, atau mungkin sebenarnya semacam kegilaan. Namun, kalaupun harus dianggap gila, saya tak akan menyangkal karena memang museum yang satu ini punya daya tarik sendiri secara personal.

Durga Singosari, Kengerian di Balik Keindahan
Salah satu bagian lorong di Museum Nasional/Muhammad Faqih Akbar

Salah satu sumber kegilaan itu adalah koleksi arca di Museum Nasional. Meskipun terkesan diletakkan dan ditata ala kadarnya di sepanjang lorong, tetapi selalu membuat saya betah berlama-lama di dalamnya. Dan kegilaan ini makin menjadi ketika berada di selasar bagian barat; ada beberapa arca dari era Klasik Muda tersimpan di sana. Saya rasa wajar jika saya bisa menghabiskan waktu beberapa menit untuk memandang sebuah arca. Apalagi kondisinya yang relatif baik, berukuran besar, dan detail pengerjaannya tidak main-main.

Saya ingat selalu bercerita ada sebuah arca, Harihara namanya, yang sebenarnya sering dijumpai karena menjadi logo universitas ternama di Kota Malang. Arca tersebut sering dianggap wujud dari Raja Brawijaya. Padahal berdasarkan penelitian, Harihara adalah penggambaran sosok Raja Kertarajasa Jayawardana alias Raden Wijaya, sang pendiri Majapahit yang telah mangkat.

Namun, bagi saya pribadi, arca Harihara bukanlah bagian terbaik untuk dikagumi. Masih di selasar yang sama, ada mahakarya yang selalu membuat saya betah memandangnya lama sambil berujar, “Andai bisa kembali ke masa lalu, arca inilah yang paling ingin aku lihat dalam kondisi utuh.”

Sayang memang, kondisi arca ini sudah rusak. Akan tetapi, dengan segala ketidaksempurnaannya, keindahan arca tersebut berada pada level yang berbeda.

Arca Durga dari Singosari

Durga Mahisasuramardini. Bisa dibilang arca yang cukup mainstream, karena dia adalah salah satu pantheon utama dalam ajaran Shaiva (kultus terhadap Dewa Syiwa)—dahulu memang jadi kultus yang banyak dipeluk oleh raja-raja Jawa. Bahkan sosok patung Roro Jonggrang yang terkenal dari percandian Prambanan, sejatinya adalah arca Durga yang disalahtafsirkan sebagai wanita yang dikutuk menjadi batu. Sebab arca Roro Jonggrang ini memiliki detail yang luar biasa. Namun, kemolekan Roro Jonggrang pun bagi saya pribadi masih kalah dengan arca Durga yang ada di Museum Nasional ini.

Sosok Durga satu ini punya pose yang lebih garang dengan posisi kaki mengangkang. Berbeda dengan kebanyakan arca Durga, termasuk arca Roro Jonggrang, yang digambarkan berdiri anggun di atas iblis lembu yang ia kalahkan.

Seperti halnya arca Durga lain, ia digambarkan memiliki empat pasang tangan. Sepasang digunakan untuk memegang ekor lembu raksasa dan menarik iblis yang merasukinya, dan tiga pasang lainnya ia gunakan untuk memegang enam senjata berbeda: pedang, gada, trisula, cakra, perisai, dan kulit kerang.

Sayang, hanya perisai yang ia pegang di salah satu tangan kirinya yang masih bertahan. Lima senjata lainnya sudah tidak ada, dan bahkan beberapa tangannya pun dalam kondisi rusak. Namun, perisai ini jugalah yang membuat saya begitu mengagumi keindahannya. Perisai tersebut dibuat dalam ukuran besar dengan bentuk lonjong dan penuh detail di bagian muka perisainya. Kebanyakan arca Durga biasanya menampilkan bentuk perisai bulat dengan ukuran kecil tanpa ada detail yang terlihat menonjol.

“Jika perisainya saja dibuat dengan detail seindah ini, bagaimana jika lima senjata lainnya masih ada?” batin saya. Anda pasti sepakat dengan pikiran saya bukan?

Hal lain yang menarik juga dari arca Durga tersebut adalah cerita di baliknya. Ia jadi bukti adanya sebuah kultus unik yang dianut oleh raja-raja di Jawa Timur saat itu—khususnya di era Singosari—bernama Bhairava. Berbeda dari ajaran Shaiva secara umum, di ajaran ini pemeluknya akan melakukan beberapa ritual yang cenderung dianggap tabu, seperti minum minuman keras, berhubungan badan, dan memakan berbagai daging, termasuk daging manusia.Di India sendiri saat ini ada sebuah sekte Bhairava bernama Aghora yang masih melakukan ritus-ritus ala ajaran Bhairava, termasuk kanibalisme.

Namun, di luar ritual keagamaannya yang mengerikan, raja Singosari pemeluk Bhairava tampaknya punya selera seni yang begitu tinggi. Dan ini tidak hanya tergambar di arca Durga saja, tetapi hampir semua arca di masa Singosari. Di samping arca Durga tadi misalnya, ada arca Ganesha yang juga punya detail yang sangat indah. Baik arca Durga maupun Ganesha ini sama-sama punya ciri khas, yaitu ornamen tengkorak dan bulan sabit sebagai simbol aliran Shiva Bhairava yang hanya ditemukan di arca-arca era Singosari.

Durga Singosari, Kengerian di Balik Keindahan
Arca Nandiswara, salah satu tokoh dalam mitologi Hindu. Di Jawa, tokoh ini biasanya terpahat di sebelah pintu masuk candi yang bersifat Siwaistik bersama pasangannya, Mahakala/Muhammad Faqih Akbar

Harapan yang Terwujud

Sepertinya ada satu hal yang lupa saya ceritakan di awal. Koleksi yang dimiliki Museum Nasional sebelumnya adalah replika! Artefak aslinya sudah dibawa oleh seorang pejabat Belanda sekaligus kolektor barang antik sejak awal abad ke-19. Arca-arca ini dicungkil dan diambil paksa dari Candi Singhasari dan mengakibatkan kerusakan permanen di badan candi.

Namun yang menggembirakan, tahun ini pemerintah berhasil melakukan repatriasi—pengembalian koleksi sejarah ke Indonesia. Dari sekian koleksi yang berhasil dipulangkan, di antaranya adalah arca-arca Singosari, termasuk arca Durga. Berita yang berembus membuat saya sangat bersemangat untuk bisa melihat arca-arca asli, yang selama ini saya kagumi lewat replika-replikanya secara langsung.

Harapan saya sempat putus ketika Museum Nasional mengalami kebakaran hebat beberapa waktu lalu. Meskipun dipastikan koleksi hasil repatriasi dalam kondisi aman, tetapi insiden itu jelas membuat hegemoni keberhasilan pemulangan koleksi berharga kita jadi tertunda.

Saya sendiri awalnya tidak berharap bisa melihat arca-arca itu dalam waktu cepat. Mungkin setidaknya sampai tahun depan. Ternyata perkiraan saya meleset. Koleksi hasil repatriasi akhirnya dipamerkan awal Desember kemarin. Meskipun tidak dilaksanakan di Museum Nasional—yang tentu saja masih berbenah—melihat arca-arca Singosari asli secara langsung ternyata bisa memantik sedikit rasa haru. Saya sendiri sampai memesan dua kali kunjungan demi bisa lebih puas melihat arca-arca ini; dan koleksi lainnya tentu saja.

Mari kita berharap proses pembenahan Museum Nasional bisa segera selesai, agar koleksi-koleksi berharga tersebut bisa dinikmati kembali oleh publik.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Durga Singosari, Kengerian di Balik Keindahan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/durga-singosari-kengerian-di-balik-keindahan/feed/ 0 40740
7 Tempat Nongkrong Kekinian dan Hunting Foto Seru di Jakarta https://telusuri.id/7-tempat-nongkrong-kekinian-dan-hunting-foto-seru-di-jakarta/ https://telusuri.id/7-tempat-nongkrong-kekinian-dan-hunting-foto-seru-di-jakarta/#respond Wed, 28 Jun 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39102 Sejak pandemi COVID-19, bekerja jarak jauh (remote working) atau bekerja dari rumah (work from home) telah menjadi kebiasaan baru yang masif. Selama gawai perangkat kerja terhubung dengan internet, seluruh pekerjaan bisa terkelola tanpa harus tatap...

The post 7 Tempat Nongkrong Kekinian dan Hunting Foto Seru di Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
Sejak pandemi COVID-19, bekerja jarak jauh (remote working) atau bekerja dari rumah (work from home) telah menjadi kebiasaan baru yang masif. Selama gawai perangkat kerja terhubung dengan internet, seluruh pekerjaan bisa terkelola tanpa harus tatap muka. Belakangan banyak tempat-tempat publik di kota-kota besar, termasuk Jakarta, yang mengakomodasi era baru ini.

Di sisi lain, saat bekerja pun kamu akan lebih mudah memanjakan diri dengan nongkrong bersama teman-teman. Tak hanya itu. Kamu juga bisa memuaskan hobi fotografi dengan tujuan bikin konten-konten keren. Lumayan loh untuk nambah stok foto atau unggah kiriman di media sosial. Setuju, nggak?

Setelah seharian kerja dan nongkrong, Tuju Arteri Pods cocok banget buat tempat kamu istirahat sepuasnya. Letaknya strategis di tepi Jl. Iskandar Muda (Arteri Pondok Indah) No. 75B, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Hanya 500 meter dari halte busway Transjakarta Kebayoran Lama Bungur. 

  • 7 Tempat Nongkrong Kekinian dan Hunting Foto Seru di Jakarta
  • 7 Tempat Nongkrong Kekinian dan Hunting Foto Seru di Jakarta
  • 7 Tempat Nongkrong Kekinian dan Hunting Foto Seru di Jakarta

Penginapan dengan gaya kekinian ini memiliki dua jenis kamar kapsul dengan harga mulai Rp135.000 per malam (harga dapat berubah sewaktu-waktu), yaitu Male Capsule untuk laki-laki dan Female Capsule untuk perempuan. Tempatnya bersih dan nyaman untuk melanjutkan pekerjaanmu sekaligus beristirahat. Cocok buat kamu yang bekerja sebagai digital nomad, freelancer, individual atau remote worker, bahkan backpacker.

Kalau kamu bekerja jarak jauh dari Tuju Arteri Pods, Kebayoran Lama, tempat-tempat ini cocok banget untuk menjadi tujuan hangout sembari work from anywhere (WFA) bareng rekan-rekan kantormu.

1. Senayan Park

Secara konsep Senayan Park tampak seperti pusat perbelanjaan pada umumnya. Namun, mal ini memiliki kawasan outdoor seluas 60% dari total area yang bertujuan menyasar pasar milenial dan keluarga. Terdapat banyak tenant makanan dan minuman, hiburan, maupun ruang untuk kebutuhan event, seperti peluncuran produk, konser musik, bazar, pameran, dan lain-lain.

Area-area dalam cakupan tersebut antara lain taman kota, promenade untuk fasilitas olahraga dan komunitas, serta danau buatan yang cocok buat spot menikmati sunset di tengah kota Jakarta. Jangan lewatkan fasilitas terbaru bernama Skywalk, yaitu sebuah area bebas bagi pengunjung untuk menikmati keindahan ibu kota dari atap tertinggi Senayan Park.

Selain ojek daring, kamu juga bisa mencoba pengalaman seru naik transportasi publik secara estafet untuk pergi ke Senayan Park dari Tuju Arteri Pods dengan rute berikut ini:

  • Jalan kaki 170 meter ke halte Kebayoran Lama Bungur, lalu lanjut naik busway koridor 8 Lebak Bulus—Pasar Buru dan turun di halte Pasar Kebayoran Lama
  • Dari halte Pasar Kebayoran Lama, kamu berjalan kaki di atas skywalk sejauh 500 meter ke Stasiun Kebayoran dan berganti moda transportasi KRL jalur hijau koridor Tanah Abang—Rangkasbitung untuk turun di Stasiun Palmerah
  • Usai tiba di Stasiun Palmerah, selanjutnya berpindah moda dengan berjalan kaki sekitar 175 meter ke halte busway untuk naik Transjakarta koridor 1F Stasiun Palmerah—Bundaran Senayan dan kemudian turun di halte Taman Ria
  • Dari halte Taman Ria, kamu tinggal berjalan kaki 350 meter ke Senayan Park

Senayan Park
Peta : https://goo.gl/maps/br8xgbw9XvkamGxb8
Alamat : Jl. Gerbang Pemuda No. 3, Tanah Abang, Jakarta Pusat
Jam buka : Setiap hari, pukul 10.00—21.00 WIB
Informasi : Website Senayan Park atau Instagram @senayan.park

2. MOJA Museum

MOJA adalah akronim dari Museum of Jakarta. Museum kekinian ini berisi banyak pameran seni kreatif dan interaktif, sekaligus sebagai tempat photo hunting yang menarik. Sesuai konsepnya, MOJA seperti menghapus paradigma umum tentang museum yang kuno dan kaku. 

Museum ini setidaknya memiliki tiga kawasan utama dengan daya tarik berbeda. Pertama adalah RoJA by MoJa, wahana dengan fasilitas sepatu roda untuk mengelilingi area museum. Kedua, wahana MoPaint buat kamu yang senang mengungkapkan ekspresi melalui aktivitas menggambar dan mewarnai. Terakhir, wahana bermain golf yang telah menyediakan stik golf dan bolanya buat kamu.

Kamu bisa sekalian mengunjungi MOJA Museum setelah hangout seru di Senayan Park, karena jaraknya hanya sekitar 800 meter dengan jalan kaki.

MOJA Museum
Peta : https://goo.gl/maps/3mpp2RRUvDf8DTE87
Alamat : Kompleks Stadion Utama Gelora Bung Karno, Zona Biru 8-9,
  Tanah Abang, Jakarta Pusat
Jam buka : Setiap hari, pukul 11.00—19.00 WIB
Informasi : Website MOJA Museum atau Instagram @mojamuseum

3. Hutan Kota Gelora Bung Karno (GBK)

Pasca revitalisasi, Hutan Kota GBK menjadi salah satu area terbuka hijau yang diminati banyak orang di Jakarta. Kamu bisa menikmati suasana taman dan pepohonan yang kontras dengan deretan gedung-gedung pencakar langit Jakarta. Kawasan paru-paru kota ini cocok banget buat kamu yang ingin refreshing sederhana selepas suntuk bekerja.

Berdiri di atas lahan seluas 14.711 meter persegi, area taman outdoor multifungsi ini memiliki beragam fasilitas untuk kamu nikmati. Di antaranya kolam trembesi yang penuh ikan hias, jogging track, bahkan kios-kios makanan sehingga kamu tidak usah khawatir bakal kelaparan. Selain itu kamu juga bisa membawa perlengkapan piknik sendiri untuk me time, atau nongkrong dan bikin photo session bareng teman-teman.

Hutan GBK terletak berdekatan dengan MOJA Museum, sehingga dapat kamu jangkau dengan jalan kaki saja sejauh satu kilometer menyusuri kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno.

Hutan Kota GBK
Peta : https://goo.gl/maps/PvEGpa96uoFBJadY9
Alamat : Pintu Tujuh Senayan, Jl. Jenderal Sudirman, Tanah Abang, Jakarta Pusat
Jam buka : Selasa—Minggu, pukul 06.00—10.00 dan 15.00—18.00 WIB
Informasi : Website reservation.gbk.id

4. ASHTA District 8

Sebagai mal atau pusat perbelanjaan baru, ASHTA District 8 memberi nuansa segar di area Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta Selatan. Arsitekturnya sangat mencolok dan mencuri perhatian, sehingga makin menambah gemerlap kawasan elit tersebut. Kamu bisa memuaskan hasrat fotografimu dengan memotret segala sudut desain mal yang buka sejak November 2020 tersebut. Saat ini ASHTA District 8 seperti menjadi tempat nongkrong wajib, terutama jika kamu ada urusan pekerjaan maupun bisnis di sekitar SCBD.

Selayaknya mal, di atas lahan seluas 15.000 meter persegi, ASHTA District 8 memiliki pelbagai tenant untuk kebutuhan primer hingga tersier. Mulai dari supermarket, jenama-jenama kelas dunia, maupun pusat hiburan lengkap. Tersedia pula sejumlah tempat kuliner dengan cita rasa Nusantara maupun mancanegara. Salah satu yang patut mendapat apresiasi adalah kehadiran ruang dan taman terbuka yang cukup lapang, serta area rooftop untuk nongkrong dan berfoto ria.

Selain ojek daring, kamu juga bisa menuju ASHTA District 8 dengan transportasi publik dari Tuju Arteri Pods dengan rute berikut ini:

  • Jalan kaki 170 meter ke halte Kebayoran Lama Bungur, lalu lanjut naik busway koridor 8 Lebak Bulus—Pasar Buru dan turun di halte Pasar Kebayoran Lama
  • Dari halte Pasar Kebayoran Lama, kamu berjalan kaki 300 meter ke halte Velbak untuk naik bus Transjakarta koridor 13 CBD Ciledug—Tendean dan turun di halte Tirtayasa
  • Usai tiba di halte Tirtayasa, kamu tinggal berjalan kaki menyusuri trotoar Jl. Gunawarman—Jl. Senopati sepanjang satu kilometer menuju ASHTA District 8

ASHTA District 8
Peta : https://goo.gl/maps/ierFmKxEB4hWhcNM7
Alamat : District 8 SCBD, Jl. Senopati No. 8, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Jam buka : Setiap hari, 10.00—22.00 WIB
Informasi : Website ASHTA atau Instagram @ashtadistrict8

5. M Bloc Space

Mulanya sebelum beroperasi dan terbuka untuk publik, M Bloc Space merupakan perumahan dinas pegawai Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri). Setelah tidak terpakai dan dilakukan revitalisasi, kini berubah menjadi ruang kreatif sekaligus tempat nongkrong anak-anak muda di Jakarta Selatan.

Selain lokasi yang strategis—dekat dengan terminal bus dan Stasiun MRT Blok M—daya tarik M Bloc Space antara lain banyaknya variasi kuliner dan spot foto yang bisa kamu nikmati. Tersedia pula beberapa kios yang menjual aneka suvenir, seperti pakaian, kerajinan tangan, aksesoris, topi, tas, dan lain-lain. Beberapa event-event kreatif untuk anak muda juga sering terselenggara di tempat ini.

Tak hanya ojek daring, kamu bisa banget menuju tempat nongkrong ini pakai moda transportasi umum dari Tuju Arteri Pods dengan rute berikut ini:

  • Jalan kaki 170 meter ke halte Kebayoran Lama Bungur, lalu lanjut naik busway koridor 8 Lebak Bulus—Pasar Buru dan turun di halte Pasar Kebayoran Lama
  • Dari halte Pasar Kebayoran Lama, kamu berganti bus Transjakarta koridor 8E Bintaro—Blok M dan turun di halte CSW 2 yang terintegrasi juga dengan Stasiun MRT Blok M 
  • Setibanya di halte CSW 2, kamu tinggal melanjutkan perjalanan kaki sejauh 270 meter ke M Bloc Space

M Bloc Space
Peta : https://goo.gl/maps/6DurLUgQg5d5eKUa7
Alamat : Jl. Panglima Polim No. 37, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Jam buka : Hari kerja pukul 10.00—23.00 WIB, akhir pekan pukul 07.00—23.00 WIB
Informasi : Instagram @mblocspace

6. Galeri Museum Peruri

Masih satu kawasan dengan M Bloc Space, kamu bisa menyempatkan mampir ke Galeri Museum Peruri. Di museum edukasi seluas 120 meter persegi ini, kamu dapat melihat sejumlah peralatan mesin yang dahulu berfungsi sebagai mencetak uang. Khususnya saat periode awal kemerdekaan Republik Indonesia.

Kebanyakan mesin lawas tersebut merupakan buatan Jerman. Setiap mesin memiliki fungsi tersendiri, di antaranya sebagai alat hitung, potong, dan cetak uang. Selain benda, kamu juga bisa menyaksikan pameran uang-uang kertas zaman dahulu yang disajikan dengan kecerdasan buatan. Sosok atau gambar di dalam uang kertas itu akan menampakkan rupa yang berbeda-beda seolah hidup.

Galeri Museum Peruri
Peta : https://goo.gl/maps/KxY3mQbQeTGK47e5A
Alamat : Jl. Panglima Polim No. 36B, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Jam buka : Setiap hari, pukul 09.00—18.00 WIB

7. Taman Literasi Martha Christina Tiahahu

Tidak jauh dari M Bloc Space, kamu harus mampir ke Taman Literasi Martha Christina Tiahahu. Taman yang sudah dibangun sejak tahun 1948 ini telah melalui proses revitalisasi dan terbuka untuk umum pada 18 September 2022. Berdiri di atas lahan seluas 9.170 meter persegi, taman ini memiliki sejumlah fasilitas lengkap, antara lain ruang baca dan diskusi, ruang literasi anak, area amphitheater, plaza anak, healing garden, kedai kopi, sampai dengan fasilitas penunjang (musala dan toilet).

Seperti disebutkan dalam situs resmi MRT Jakarta, Taman Literasi Martha Christina Tiahahu dirancang sebagai bagian dari kawasan transit Stasiun MRT Blok M, ruang terbuka hijau, serta ruang publik masyarakat Jakarta. Taman ini juga memiliki ruang perpustakaan hasil kolaborasi Perpustakaan Jakarta dan Gramedia.

Taman Literasi Martha Christina Tiahahu hanya berjarak sepelemparan batu dari kawasan M Bloc Space. Kamu tinggal berjalan 150 meter saja ke arah selatan.

Taman Literasi Martha Christina Tiahahu
Peta : https://goo.gl/maps/83Vmz7FAqz1h6wxh9
Alamat : Jl. Sisingamangaraja, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Jam buka : Setiap hari, pukul 07.00—22.00 WIB
Informasi : Instagram @tamanliterasi.jkt


Segera kunjungi tujuspace.com atau menghubungi WhatsApp Tuju Space untuk reservasi dan informasi lebih lanjut menginap di TUJU Hotel.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post 7 Tempat Nongkrong Kekinian dan Hunting Foto Seru di Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/7-tempat-nongkrong-kekinian-dan-hunting-foto-seru-di-jakarta/feed/ 0 39102
Melihat si Kecil Pengurai Sampah di Rumah Maggot Pasar Minggu https://telusuri.id/melihat-si-kecil-pengurai-sampah-di-rumah-maggot-pasar-minggu/ https://telusuri.id/melihat-si-kecil-pengurai-sampah-di-rumah-maggot-pasar-minggu/#respond Thu, 02 Mar 2023 04:00:08 +0000 https://telusuri.id/?p=37388 Sampah sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari manusia. Berbagai aktivitas yang dilakukan akan menghasilkan sampah, baik itu sampah organik atau nonorganik. Sampah-sampah tersebut ada yang mampu mengurai sendiri dan juga ada yang butuh ratusan tahun...

The post Melihat si Kecil Pengurai Sampah di Rumah Maggot Pasar Minggu appeared first on TelusuRI.

]]>
Sampah sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari manusia. Berbagai aktivitas yang dilakukan akan menghasilkan sampah, baik itu sampah organik atau nonorganik. Sampah-sampah tersebut ada yang mampu mengurai sendiri dan juga ada yang butuh ratusan tahun agar bisa terurai. Oleh sebab itu, masyarakat selalu mendapatkan himbauan untuk bijak dalam konsumsi agar sampah-sampah yang dihasilkan tidak menumpuk dan memberi pengaruh buruk terhadap lingkungan. 

Menurut data dari statistik.go.id dalam artikel yang berjudul “Sampah di DKI Jakarta Tahun 2021”, setiap harinya DKI Jakarta menghasilkan sampah sebanyak 7,2 ton. Sampah organik mendominasi dengan jumlah volume terbanyak yaitu sebesar 53,75%. Aktivitas rumah tangga setiap harinya turut menyumbang sampah yang cukup signifikan. Sampah dapur tersebut berupa sisa-sisa makanan, sayuran, buah-buahan, sisa minyak goreng dan lain-lain. Sebagian besar sampah dapur tersebut merupakan sampah organik.

Beragam edukasi lingkungan digaungkan agar setiap individu paham manfaat dan dampak dari sampah yang dihasilkan. Dewasa ini, berbagai strategi dilakukan oleh pihak-pihak terkait agar masyarakat bijak dalam mengelola sampah. Salah satu cara pengolahan limbah sampah organik yaitu dengan memanfaatkan hewan kecil bernama maggot, sejenis belatung merupakan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) atau Hermetia illucens dalam bahasa latin. 

Saya yang tidak pernah tahu tentang maggot sebelumnya, pagi itu tanpa sengaja saat mengunjungi Agro Edukasi Wisata Ragunan yang berada di Jalan Poncol Pasar Minggu setelah melihat sebuah spanduk bertulis “Rumah Maggot Pasar Minggu”. Saya berjalan menuju bangunan kecil berukuran sekitar 6×5 meter untuk melihat lebih dekat. Bangunan semi permanen ini menjadi untuk rumah metamorfosis maggot. Tampak tiga orang petugas mengenakan seragam bertuliskan UPK Badan Air sedang bekerja. Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Lingkungan Hidup dalam pelaksanaan penanganan Kebersihan Badan Air. Salah seorang dari mereka sedang asik mengupas kulit salak yang sudah busuk. Saya mendekat lalu menyapa petugas berseragam oranye tersebut. 

“Pagi, Pak. Lagi ngupas salak buat apa, Pak?” tanya saya.

“Ini untuk maggot di sana.” katanya, sembari menunjuk beberapa kotak yang ada di dalam ruangan.

“Maggot ini apa ya, Pak?” tanya saya penasaran.

“Ini nih buat ngancurin sampah-sampah. Kalau banyak sampah di rumah bisa diurai sama maggot.” ujar Yusuf singkat.

  • Rumah Maggot Pasar Minggu
  • Rumah Maggot Pasar Minggu
  • Rumah Maggot Pasar Minggu

Yusuf dan dua rekannya berasal dari petugas pintu air yang membantu mengelola maggot di Rumah Maggot Pasar Minggu. Saya meminta ijin untuk masuk melihat maggot lebih dekat. Tampak banyak kotak-kotak dan beberapa rak menempel di dinding bangunan. Tampak juga satu area yang tertutup oleh jaring kawat. Maggot-maggot dewasa mengeluarkan larva dari balik jaring kawat tersebut, sehingga tidak ada maggot yang terbang keluar dari ‘rumahnya’.

Dari ruang kawat, larva-larva dipindahkan ke dalam kotak khusus. Masing-masing boks berisikan maggot-maggot sesuai dengan usia, ada yang masih berusia tiga hari juga satu minggu. Ukuran pun berbeda. Petugas menjelaskan bahwa maggot yang ada di Rumah Maggot Pasar Minggu ini membantu mengolah sampah-sampah organik yang berasal dari Agro Edukasi Wisata Ragunan.

Maggot yang sudah kering juga dijadikan seagai sumber protein untuk pakan ternak yang berada di dalam kawasan. Jelas sekali siklusnya seperti sebuah lingkaran simbiosis mutualisme. Dari sebuah benih, tanaman tumbuh, bagian yang busuk diurai oleh maggot, maggot kering dimakan oleh ternak, kemudian kotoran ternak dijadikan untuk pupuk-pupuk tanaman. 

Utilitas Maggot dalam Kehidupan Sehari-Hari

Maggot merupakan larva dari lalat Hermetia illucens yang bermetamorfosis menjadi maggot atau belatung yang kemudian menjadi Black Soldier Fly (BSF) muda. Proses metamorfosis yang dilakukan larva lalat ini tidak begitu lama, hanya membutuhkan waktu kurang lebih 14 hari atau dua minggu.

Maggot mengalami lima tahapan selama siklus hidupnya, lima stadia tersebut yaitu fase dewasa, fase telur, fase larva, fase prepupa, dan fase pupa. Selama masa itu, satu lalat betina dewasa bisa menghasilkan hingga 500 butir telur yang akan menetas dalam waktu sekitar 4-5 hari.

Mengutip dari CNN Indonesia, sejak berbentuk telur lalat, maggot membutuhkan sampah organik untuk tumbuh selama 25 hari sampai siap panen. Maggot mampu mengurai sampah organik dengan kapasitas 1,3 hingga 5 kali bobot tubuhnya dalam 24 jam. Bahkan, satu kilo maggot mampu melahap 2 sampai 5 kilogram sampah organik per hari.

Tak hanya itu, maggot yang sudah menjadi prepura maupun bangkai lalat BSF masih bisa dipakai sebagai pakan ikan yang kaya protein. Kepompongnya juga dimanfaatkan sebagai pupuk sehingga tidak menimbulkan sampah baru. Larva BSF juga bukan vektor suatu penyakit, jadi sangat aman untuk kesehatan manusia. Utamanya untuk budidaya tidak menimbulkan penularan penyakit. Lewat budidaya maggot, ada nilai ekonomis yang didapat yakni Rp15 ribu sampai Rp50 ribu untuk 100 gram maggot kering. 

Budidaya Maggot untuk Pemula

Mengurangi sampah organik dengan maggot bisa kita mulai dari diri sendiri di rumah. Caranya pun tak sulit. Pertama, kita bisa menyiapkan media kandang lalat BSF dengan tutup kawat atau kasa. Tentunya kandang ini harus tetap terkena sinar matahari guna proses perkawinan lalat. Kita juga harus menjaga kelembaban kandang dengan menyemprotkan air berkala.

Lalat betina membutuhkan tempat untuk bertelur seperti kardus, kayu, atau papan yang memiliki celah. Telur-telur bisa di taruh di atas dedak yang sudah dibasahi, lalu beberapa hari setelahnya menetas. Terakhir, siapkan area untuk tempat tumbuh maggot dan mereduksi sampah organik rumah tangga.

Seorang ibu rumah tangga bernama Debby bercerita bahwa merasa terbantu dengan adanya maggot. Tinggal di kawasan yang minim lahan tanah, maggot menjadi pilihan untuk mengurai sampah rumah tangga. Bersama sang suami—Fadly—pasangan suami istri ini bekerja sama mengurusi sampah di rumah mereka. Fadly menyiapkan media maggot, kemudian memilih maggot yang sudah tidak layak lagi, sedangkan Debby bertugas memisahkan sampah.

“Sisa makanan kayak nasi, sisa sayur gitu atau sampah kertas harus dipecah terlebih dahulu,” gumam Debby. 

Mereka adalah salah satu contoh dari banyak pasangan yang memilih maggot untuk mengurai sampah rumah tangga. Momen kegiatan ini pun kerap dibagikan melalui media sosial pribadi. Semoga aksi yang dilakukan Debby dan Fadly ini memberi inspirasi kamu untuk lebih banyak berkontribusi dalam menyelamatkan bumi.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Melihat si Kecil Pengurai Sampah di Rumah Maggot Pasar Minggu appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/melihat-si-kecil-pengurai-sampah-di-rumah-maggot-pasar-minggu/feed/ 0 37388
Pameran CREATE Moments Jadi Ruang Menyuarakan Anti Kekerasan dan Keberagaman https://telusuri.id/pameran-create-moments-jadi-ruang-menyuarakan-anti-kekerasan-dan-keberagaman/ https://telusuri.id/pameran-create-moments-jadi-ruang-menyuarakan-anti-kekerasan-dan-keberagaman/#respond Mon, 05 Dec 2022 12:30:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36551 Konsorsium Creative Youth for Tolerance (CREATE) menyelenggarakan “CREATE Moments: Pameran Seni Siswa Nasional untuk Toleransi, Anti Kekerasan, dan Keberagaman”, pada 1-4 Desember 2022, di Museum Nasional, Jakarta. Kegiatan merupakan puncak dari pameran-pameran sebelumnya yang sudah...

The post Pameran CREATE Moments Jadi Ruang Menyuarakan Anti Kekerasan dan Keberagaman appeared first on TelusuRI.

]]>
Konsorsium Creative Youth for Tolerance (CREATE) menyelenggarakan “CREATE Moments: Pameran Seni Siswa Nasional untuk Toleransi, Anti Kekerasan, dan Keberagaman”, pada 1-4 Desember 2022, di Museum Nasional, Jakarta. Kegiatan merupakan puncak dari pameran-pameran sebelumnya yang sudah terselenggara secara serentak di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan pada September 2022 lalu.

“Mengedukasi orang muda mengenai toleransi dan perdamaian menjadi hal yang menantang bagi para orang tua, guru, pemerintah dan masyarakat sipil terutama dalam konteks pandemi dan konteks politik elektoral yang kerap penuh dengan kebencian, disinformasi dan kekerasan. Namun, menyaksikan bagaimana para siswa SMA, Madrasah Aliyah dan sederajat belajar mengelola perbedaan dan berkolaborasi satu sama lain membuat saya percaya bahwa ada masa depan yang lebih cerah bagi generasi yang akan datang dan bagi bangsa ini, ” ujar Dewi Suralaga, Board Yayasan Hivos.

CREATE Moments
Penjelasan terkait CREATE Moments/CREATE Moments

Bersamaan dengan serangkaian momentum seperti Tahun Toleransi 2022, Hari Toleransi Internasional 16 November 2022, Hari Hak Asasi Manusia 10 Desember 2022, hingga 16 Hari Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan/Anti Kekerasan Berbasis Gender (25 November – 10 Desember), CREATE Moments hadir sebagai ruang temu untuk menyuarakan isu-isu tersebut dan mengapresiasi karya seni yang dihasilkan oleh para seniman muda dari SMA dan sederajat. 

Pada pameran “CREATE Moments” di Jakarta kali ini, sebanyak 41 karya seni berupa instalasi, lukisan, kolase, cerita foto hingga drama pementasan yang dibuat oleh siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat ditampilkan untuk publik. Karya-karya seni tersebut dibuat oleh 49 siswa baik secara individu atau kolaboratif yang berasal dari Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, hingga Nusa Tenggara Timur.

Jeff Cohen, Direktur USAID Indonesia, mengungkapkan kebanggaannya melihat bagaimana generasi muda dapat mengekspresikan betapa toleran dan damainya masyarakat Indonesia secara luar biasa.

“Kami percaya bahwa tercapainya masyarakat yang damai dan toleran adalah tanggung jawab bersama dan bahwa setiap manusia dapat hidup dengan bebas dan bermartabat dalam masyarakat yang beragam. Kami berharap anak-anak muda ini terus menyosialisasikan pesan toleransi kepada semua orang di Indonesia,” jelasnya.

Sejak 2020, CREATE menggunakan pendekatan seni-budaya untuk meningkatkan toleransi di lingkungan sekolah. Siswa sebagai seniman muda diajak untuk merefleksikan diri mereka dalam menyikapi isu intoleransi di lingkungan terdekatnya untuk kemudian disalurkan melalui karya-karya kreatif yang akan dibuat. 

“Para siswa berkunjung ke tempat yang belum pernah dikenali sebelumnya seperti komunitas yang termarjinalkan dan rumah ibadah tertentu. Mereka merefleksikan persoalan tersebut melalui beragam media seni seperti fotografi, tari, kabaret, drama musikal, puisi, komik, poster, lukisan, dan seni instalasi mix media. Melalui pengalaman berproses di CREATE, para siswa menjadi dapat memahami keberagaman dan nilai-nilai kesetaraan,” ujar Angga Wijaya, sebagai kurator pameran CREATE.

  • CREATE Moments
  • CREATE Moments
  • CREATE Moments

Setelah 3 tahun berjalan, CREATE berhasil menjangkau 194 SMA dan Madrasah, 23 di antaranya mendapatkan pendampingan program intensif di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

“Program CREATE melalui pendekatan seni dan inovatif, telah berupaya membangun karakter siswa, menghargai perbedaaan, saling toleransi antar umat bangsa. Yang mana, yang dilakukan CREATE sejalan dengan rencana strategis pengarusutamaan kebudayaan melalui pendidikan,” jelas Binsar Simanulang, Kepala Pokja Ketahanan Budaya Kemenristekdikti RI mewakili Direktur Jenderal Kebudayaan Kemenristekdikti RI.

Sebagai praktik kreatif, seni sudah seharusnya dapat menyalurkan gagasan kritis agar lebih bermakna dan membawa perubahan. CREATE Moments tidak sekadar menampilkan beragam karya seni yang dibuat oleh siswa sebagai seniman muda, melainkan juga memaparkan temuan-temuan kunci untuk lebih memahami nilai-nilai toleransi di sekolah. Sebab sudah sepatutnya institusi pendidikan menjadi tempat yang aman dan inklusif  bagi semua.
Selain dilaksanakan secara luring, pameran ini juga dilaksanakan secara virtual melalui www.createmoments.id. Pameran tersebut bisa diakses secara gratis oleh masyarakat umum mulai tanggal 1-14 Desember 2022.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Pameran CREATE Moments Jadi Ruang Menyuarakan Anti Kekerasan dan Keberagaman appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pameran-create-moments-jadi-ruang-menyuarakan-anti-kekerasan-dan-keberagaman/feed/ 0 36551
Museum Layang-Layang Indonesia: Merawat Keelokan Budaya dengan Permainan https://telusuri.id/museum-layang-layang-indonesia/ https://telusuri.id/museum-layang-layang-indonesia/#respond Fri, 28 Oct 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=35977 Di salah satu jalan di daerah Jakarta Selatan, berdiri sebuah museum yang berisikan berbagai jenis layang-layang dari berbagai penjuru Indonesia dan mancanegara, Museum Layang-layang Indonesia namanya. Langit Jakarta yang cerah menemani perjalanan saya menuju Museum...

The post Museum Layang-Layang Indonesia: Merawat Keelokan Budaya dengan Permainan appeared first on TelusuRI.

]]>
Di salah satu jalan di daerah Jakarta Selatan, berdiri sebuah museum yang berisikan berbagai jenis layang-layang dari berbagai penjuru Indonesia dan mancanegara, Museum Layang-layang Indonesia namanya. Langit Jakarta yang cerah menemani perjalanan saya menuju Museum Layang-layang Indonesia, tak sulit untuk disambangi, bantuan peta elektronik mengantarkan saya tiba di tempat tujuan dengan mudah. 

Saat tiba di lokasi, seorang petugas parkir siap membantu dan menyambut ramah setiap pengunjung yang datang. Kemudian ia mengantarkan saya menuju loket tiket. Harga tiket masuknya cukup terjangkau, yakni Rp25.000 untuk orang dewasa, dan Rp20.000 untuk anak-anak. Tiket ini sudah termasuk dengan kegiatan menonton tayangan audio visual layang-layang, melihat koleksi, dan membuat kreasi layang-layang. Seorang pemandu akan mendampingi setiap rombongan pengunjung, ia juga  mengawal setiap rangkaian kegiatan yang ditawarkan. 

Museum Layang-layang Indonesia
Ruang koleksi di Museum Layang-Layang/Atika Amalia

Mula-mula saya diajak masuk ke ruangan audiovisual. Terdapat satu buah televisi dan bangku-bangku berjejer rapi. Pengunjung bebas memilih bangku mana yang ingin diduduki,  kemudian sebuah tayangan mengenai layang-layang siap disuguhkan selama kurang lebih lima belas menit. Tayangan tersebut berisi tentang sejarah asal mula, fungsi, serta ragam dan jenis layang-layang di berbagai daerah di Nusantara. Tentunya, tontonan ini cukup mengedukasi saya. 

Setelah selesai, pemandu yang memperkenalkan dirinya dengan panggilan Lina mengajak saya menuju sebuah bangunan yang berisikan koleksi layang-layang. Di sekitar bangunan saya melihat anak-anak dan para orang tua menerbangkan layangan yang baru saja mereka buat. 

Sebelum memasuki ruangan koleksi, kita harus melepaskan alas kaki terlebih dahulu, agar kebersihan museum tetap terjaga. Lina menjelaskan koleksi layang-layang satu persatu,  mulai dari koleksi yang ditempel di selasar yang punya berbagai bentuk unik seperti menyerupai naga, kapal, ikan, rumah adat daerah, burung, wajah manusia, wayang, dan banyak lagi. 

Selanjutnya, Lina mengajak saya masuk ke dalam ruangan yang di dalamnya tersimpan lebih banyak lagi koleksi layang-layang. amun sebelum masuk kita diperingatkan bahwa tidak boleh merekam gambar saat berada di ruangan, hanya boleh  mengambil foto saja. 

Museum Layang-layang Indonesia
Bersama pemandu museum/Atika Amalia

Dari semua koleksi layang-layang ada beberapa jenis yang menarik perhatian saya,  di antaranya adalah sebuah layang-layang yang mengingatkan pada teman sepermainan saat tinggal di Sumatera Barat. Sebuah layang-layang maco dipajang gagah di dinding museum dan satu lagi bernama layang-layang patah siku juga berasal dari Sumatera Barat. Dalam keterangan gambar tampak tertulis dengan sebutan langlang maco. Saat kecil dulu, nenek sering menegur anak-anak yang bermain layang-layang pada tengah hari, beliau menyebutnya dengan sebutan olang-olang bukan langlang. Perbedaan sebutan tersebut saya tanyakan kepada Lina.

“Mengapa di sini tertulisdengan nama langlang, Bu?”

“Wah kenapa ya, sejauh ini saya hanya tau bahwa di Sumatera Barat disebut dengan nama langlang, malah saya baru tau dari anda ada sebutan lain,” ujar Lina dengan lagak yang agak ragu.

“Coba sebutkan lagi tadi namanya apa di Sumatera Barat?” Lina mulai penasaran dengan kosa kata yang baru ia dengar.

“Nenek saya menyebutnya dengan dengan olang-olang,” saya menjawab dengan yakin.

“Terdengar seperti orang-orang di Pasar Glodok ya,” ujar Lina bercanda.

Lalu saya dan Lina tertawa bersama. Bagi saya, apapun perbedaan sebutan untuk layang-layang, hal paling penting adalah budaya permainan layang-layang tetap dilestarikan.

Idiosinkrasi Pelayang Pancing Nusantara

Saya melihat koleksi lain yang menarik, sebuah layang-layang dimainkan di atas kapal juga dijadikan sebagai alat untuk menangkap ikan. Rekam gambar ini pernah diabadikan dalam uang kertas seribu rupiah. Berlatar belakang sepasang gunung yang disebut sebagai Pulau Maitara dan Tidore, terlihat dua orang nelayan di atas sampan, satu di antaranya sedang memegang layang-layang. 

Museum Layang-layang Indonesia
Pelayang pancing di Pulau Maitara dan Tidore dalam uang kertas Rp1.000/Atika Amalia

Selain Tidore, para nelayan di Teluk Lampung juga menjadikan layang-layang sebagai alat untuk menangkap ikan. Mereka disebut sebagai pelayang pancing. Di Museum layang-layang terdapat sebuah miniatur kapal berhiaskan daun loko-loko. 

Dahulu, para pelayang pancing di Teluk Lampung menggunakan layang-layang dari daun loko-loko yang sudah kering; benang diikatkan pada daun lalu umpan diikatkan pada benang. Tidak ada kail pada pancing layang-layang, umpan berupa potongan ikan tanjan yang dikaitkan pada benang pancing diikat simpul lasso. Mereka berburu ikan ciracas, yang di perairan Jawa disebut dengan ikan cucut (Rhizoprionodon acutus) atau dikenal sebagai milk shark dalam bahasa Inggris. Jenis ikan ini mudah dijumpai di Teluk Lampung, memiliki moncong panjang dan runcing, daging ikan dikonsumsi oleh sebagian masyarakat sebagai bahan pangan. Dewasa ini, para pelayang pancing sudah semakin sedikit jumlahnya.

Pernah Melihat Layang-layang dari Buku

Jauh sebelum melihat layang-layang secara langsung. Azzahra, putri kecil saya sudah pernah mengenal layang-layang dari sebuah buku. Sebagai anak yang tinggal di kota metropolitan, kecil sekali kesempatan baginya untuk bisa menyaksikan orang-orang bermain layangan lebih dekat, berbeda dengan masa kecil saya dimana layang-layang adalah permainan yang sangat dekat dan mudah di jumpai. 

Museum Layang-layang Indonesia
Buku Anak Pewarna Langit/Atika Amalia

Saya membeli sebuah buku yang berjudul Pewarna Langit, buah karya Eva Y. Nukman dan ilustrasi oleh Evi Shelvia, yang diterbitkan oleh Yayasan Litara. Buku itu kebetulan saya dapati di salah satu penerbit, yang menurut saya bagus sebagai pengantar anak-anak mengenal layang-layang dan masuk kedalam ruang imajinasi permainan tradisional. 

Buku ini bercerita tentang sepasang kakak beradik yang baru saja pindah ke kota Payakumbuh, Sumatra Barat. Mereka takjub ketika pertama kali melihat benda-benda penuh warna terbang di langit.  selain cerita, buku ini juga mengajarkan cara membuat layang-layang sederhana, menggunakan bambu, kertas, lem, benang dan hiasan sebagai pemanis.

Sebagai penutup tur di Museum Layang-Layang, saya diajak untuk membuat sebuah kreasi layang-layang. Satu paket bahan untuk dewasa dan satu paket bahan untuk anak yang lebih sederhana. Azzahra teringat akan buku Pewarna Langit yang pernah saya bacakan padanya. 

Berada di Museum Layang-Layang, melihat berbagai koleksi unik nan artistik yang masih terawat baik, serta membuat kreasi layang-layang sendiri kemudian mencoba menerbangkannya menjadikan pengalaman berharga bagi keluarga saya, terutama untuk putri kecil saya, Azzahra.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Museum Layang-Layang Indonesia: Merawat Keelokan Budaya dengan Permainan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/museum-layang-layang-indonesia/feed/ 0 35977
Hutan Kota Srengseng, Denyut Jantung Biodiversitas di Tengah Deru Kendaraan Jakarta  https://telusuri.id/hutan-kota-srengseng/ https://telusuri.id/hutan-kota-srengseng/#respond Sun, 11 Sep 2022 02:51:00 +0000 https://telusuri.id/?p=35176 “Jakarta panas, polusi semua!” Seorang teman mengomel dengan wajah masam.  Entah berbekal berita atau pengalaman pertama menginjakkan kaki di ibu kota, kesannya  terhadap Jakarta jelas kelabu. Tajuk bahwa Jakarta merupakan ibu kota dengan roda  pembangunan...

The post Hutan Kota Srengseng, Denyut Jantung Biodiversitas di Tengah Deru Kendaraan Jakarta  appeared first on TelusuRI.

]]>
Jakarta panas, polusi semua!” Seorang teman mengomel dengan wajah masam.  Entah berbekal berita atau pengalaman pertama menginjakkan kaki di ibu kota, kesannya  terhadap Jakarta jelas kelabu. Tajuk bahwa Jakarta merupakan ibu kota dengan roda  pembangunan bergulir dan ragam isu lingkungan tentu membuat teman saya yang biasa  hidup di kota yang tenang tersebut rewel. Namun pada siang hari di bulan Juni tersebut,  saya mendapat kesempatan untuk berkunjung ke titik hijau Jakarta. Bertolak ke arah  barat, tempat jantung biodiversitas berdenyut lembut bersama dengan deru kendaraan. 

Penanda Penangkaran Lebah Klanceng,_Mempermudah_Pengunjung_untuk_Menengok_Hewan_Unik_Ini
Penanda penangkaran lebah klanceng, mempermudah pengunjung untuk menengok hewan unik ini/Dyah Sekar Purnama

Tidak ada pencakar langit, tidak ada gedung-gedung beton menjulang. Jika tidak  melihat lambang provinsi DKI Jakarta di papan penanda, rasanya sulit dipercaya bahwa  kita tengah berada di ibukota. Pohon-pohon lebat memenuhi tempat tersebut, mengusir  terik mentari Jakarta yang berambisi membakar kulit. Tempat tersebut adalah Hutan Kota  Srengseng. Hutan Kota Srengseng menjadi salah satu denyut nadi biodiversitas dan  pelestarian lingkungan di Jakarta. 

Saya mengunjungi Hutan Kota Srengseng di Jakarta Barat bersama beberapa  rekan dari organisasi lingkungan. Awalnya, kami hanya terpanggil untuk melihat  ‘penghuni’ baru di tempat tersebut. Namun, saat memasuki wilayah Hutan Kota  Srengseng, komentar seperti, “Kok bisa ada hutan asri seperti ini di Jakarta? Dikira hanya  ada di wilayah Jakarta Utara saja!” terus melayang. Pohon dengan berbagai ukuran, bentuk, hingga spesies tumbuh subur di tanah seluas 15,3 hektar ini. Beberapa nama pohon dipajang pada papan penanda. Kami menemukan pohon mahoni, jati, hingga  akasia. Terkadang, berbagai jenis burung dan reptil, seperti biawak, melesat pesat di  depan kami.  

Suasana di hutan kota Srengseng
Suasana di Hutan Kota Srengseng/Dyah Sekar Purnama

Hutan kota yang diresmikan oleh pemerintah DKI Jakarta pada tahun 1995 juga  memenangkan hati warga Jakarta, terutama Jakarta Barat, sehingga dipilih menjadi  tempat jalan-jalan santai. Jalan setapak dari bebatuan yang mengular  di kawasan hutan menghadirkan fasilitas jalan santai dan jogging yang nyaman. Jalan  tersebut juga dilengkapi dengan jalur khusus difabel, sehingga menjadi sebuah tempat  yang inklusif. Beberapa pengunjung menggantung hammock di antara pohon-pohon  besar, bersantai sembari mendengarkan musik.

Hutan Kota Srengseng juga menyediakan tanah lapang berumput yang cocok untuk piknik, tersebar di beberapa titik. Sebuah danau membentang di jantung Hutan Kota Srengseng, diapit pepohonan lebat. Danau tersebut seringkali dipakai oleh para pengunjung atau warga untuk memancing. Warna gelap, kehijauannya menjadi media yang baik untuk kecantikan berkas cahaya matahari senja. Udara segar, suasana teduh, dan pemandangan menghijau menjadikan Hutan Kota Srengseng tempat yang baik untuk melarikan diri sejenak di hari yang sibuk.  

Hutan Kota Srengseng menyediakan ruang lapang untuk konservasi. Sarana  pembibitan pohon, dihadirkan dalam jajaran polybag dengan batang mungil yang  mencuat dari dalamnya dan rumah kaca penuh tunas, tersedia di kawasan hutan ini.  Polybag dan pot berisi tanaman berwarna-warni juga menarik mata pengunjung yang  tengah mampir ke bagian konservasi Hutan Kota Srengseng. Tak hanya pohon dan flora  menarik mata, Hutan Kota Srengseng juga melindungi spesies fauna. Salah satunya  adalah lebah trigona atau lebah klanceng. 

Lebah trigona atau klanceng menjadi alasan utama saya dan teman-teman  berkunjung ke Hutan Kota Srengseng. Lebah yang lebih sering disebut ‘lebah tanpa  sengat’ ini menarik kami dengan julukannya, namun mempesona kami dengan fakta faktanya. Lebah trigona di Hutan Kota Srengseng dihadirkan dari Sumatera dan  Sulawesi, dengan tiga spesies yakni trigona itama, trigona thoracica, dan trigona biroi.  Mereka diberi tempat tinggal dalam belasan rumah kayu kecil dengan sekat-sekat yang  cocok untuk menyimpan makanan. Lebah berukuran mungil itu mendapatkan makanan  mereka dari beragam flora yang tumbuh di Hutan Kota Srengseng. Mereka memiliki  kemampuan terbang puluhan kilometer, namun tak akan lupa jalan pulang. Lebah trigona  menghasilkan madu dengan rasa yang lezat dan propolis yang punya sejuta manfaat,  terutama untuk kecantikan. Ranger Hutan Kota Srengseng yang menemani kami berkata  bahwa madu lebah trigona memiliki rasa yang lebih manis dan ‘bersih’ daripada madu  lebah biasa.  

Mencicipi Madu Lebah Klanceng dari Sarangnya
Mencicipi madu lebah klanceng dari sarangnya/Dyah Sekar Purnama

Kawasan konservasi lebah trigona di Hutan Kota Srengseng terbuka lebar untuk  para pengunjung. Kita bisa mengunjungi lebah yang populasinya terancam karena  perubahan iklim dan deforestasi tersebut. Bahkan, saat musim panen, para pengunjung  diperbolehkan untuk mencicipi madu langsung dari sarang lebah trigona.

Berbekal  sedotan kecil, kita bisa menyesap cairan manis dari relung-relung kecil tempat lebah menempatkan madu produksinya. Saya berkesempatan untuk mencicipi langsung lebah  madu trigona saat itu. Tidak usah khawatir, lebah trigona tidak punya sengat yang  menyakitkan dan berwatak cukup ‘ramah’ sehingga tidak akan mengganggu kita saat  mengambil madunya. Mata otomatis membelalak setelah lidah mengecap manisnya  lebah madu trigona, sekaligus didorong rasa senang karena pengalaman baru yang  ‘beda’ dan asyik.

Kegiatan interaktif tersebut ditujukan sebagai sarana edukasi sekaligus  pengingat bagi para pengunjung untuk peduli terhadap konservasi dan biodiversitas.  Tanpa biodiversitas, kita tidak bisa menikmati hal-hal yang tersaji di meja, melekat ke  tubuh, hingga tertangkap oleh mata. 

Jakarta tidak hanya tentang polusi udara dan pembangunan luar biasa. Jakarta  punya banyak wajah yang dapat kita telusuri, salah satunya adalah wajah kepedulian  terhadap konservasi. Hutan Kota Srengseng, dengan udara segar dan kanopi teduhnya,  berbisik pada kita bahwa harapan masih ada. Harapan akan kelestarian sumber daya  alam dan biodiversitas terus berdenyut, usaha untuk menghargai sahaja alam raya masih  ada, bahkan di ibukota Jakarta yang berada. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Hutan Kota Srengseng, Denyut Jantung Biodiversitas di Tengah Deru Kendaraan Jakarta  appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/hutan-kota-srengseng/feed/ 0 35176
Membeli Sayur Segar di Agro Edukasi Wisata Ragunan https://telusuri.id/membeli-sayur-segar-di-agro-edukasi-wisata-ragunan/ https://telusuri.id/membeli-sayur-segar-di-agro-edukasi-wisata-ragunan/#respond Tue, 30 Aug 2022 01:47:00 +0000 https://telusuri.id/?p=35020 Duduk-duduk di bawah pohon rindang sambil selonjoran dengan pemandangan sawah lepas, tenang sekali rasanya. Bayang-bayang ini selalu melintas di benak saya karena kerap kali terlalu lelah dengan keseharian yang padat. Belum soal rutinitas monoton setiap...

The post Membeli Sayur Segar di Agro Edukasi Wisata Ragunan appeared first on TelusuRI.

]]>
Duduk-duduk di bawah pohon rindang sambil selonjoran dengan pemandangan sawah lepas, tenang sekali rasanya. Bayang-bayang ini selalu melintas di benak saya karena kerap kali terlalu lelah dengan keseharian yang padat. Belum soal rutinitas monoton setiap hari yang lama-lama menumpuk kebosanan. Jari-jemari saya sibuk mencari informasi tempat yang memiliki nuansa kampung namun tak ingin jauh keluar kota. Situs pencarian Google memberi jawaban dengan cepat. Saya menemukan sebuah tempat yang tak begitu jauh dari rumah, adalah Agro Edukasi Wisata Ragunan. 

Agro Edukasi
Kawasan Agro Edukasi Wisata Ragunan/Atika Amalia

Dari beberapa referensi yang saya temukan saya mengetahui bahwa Agro Edukasi Wisata Ragunan merupakan program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, berada di bawah Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian. Tempat ini berfungsi untuk mengembangkan kawasan pertanian sekaligus sebagai kawasan produksi, edukasi, inovasi teknologi, inkubasi bisnis, konservasi lingkungan, serta tempat wisata. 

Rencananya, Pemprov DKI Jakarta akan membangun 12 lokasi Agro Edukasi Wisata lainnya. Pemprov DKI Jakarta pun akan bersinergi dengan Kementerian Pertanian untuk mendorong urban farming. Salah satu caranya adalah dengan menyalurkan bibit tanaman agar setiap orang bisa mulai bercocok tanam di rumah masing-masing.

Agro Edukasi Wisata Ragunan berada di Jalan Poncol Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan atau tepat berbatasan dengan Bumi Perkemahan Ragunan Jakarta Selatan. Jika menggunakan angkutan umum, kita bisa turun di halte Departemen Pertanian.

Gerbang Masuk Agro Edukasi Wisata Ragunan
Gerbang masuk Agro Edukasi Wisata Ragunan/Atika Amalia

Saat tiba di lokasi, saya melihat gerbang Agro Edukasi Wisata Ragunan tertutup. Seorang satpam paruh baya menghampiri dan bertanya ada keperluan apa datang ke tempat ini. Saya merasa agak sedikit aneh dengan pertanyaan beliau, biasanya saat berkunjung ke tempat wisata, pengunjung disambut tanpa diberi pertanyaan. Tapi tak ingin berpanjang lebar, saya pun mengutarakan tujuan datang kemari yaitu untuk berwisata.

Seketika satpam tersebut membukakan gerbang untuk masuk. Beliau juga menginformasikan bahwa tidak ada biaya retribusi untuk berkunjung. Semua tamu bisa masuk secara gratis. Sebuah danau menkecil jadi pemandangan utama saat masuk, namun danau tersebut berada di luar kawasan, terdapat pagar sebagai pembatas di sepanjang jalur yang saya lalui, sisi berlawanan merupakan tembok pembatas antara Bumi Perkemahan Ragunan dengan Agro Edukasi Wisata Ragunan dan juga di sepanjang dinding ini tampak tumbuh lebat tanaman keji beling (Strobilanthes crispa). 

Tanaman Kangkung yang siap panen/Atika Amalia

Saat turun dari mobil, saya langsung disambut oleh kebun kangkung (Ipomoea aquatica) dan bayam cabut (Amaranthus tricolor) yang ditanam di atas raise bed, menurut laman jurnal.com raised bed adalah lingkup lahan yang dibuat di atas tanah atau dak kemudian dibatasi dengan wadah atau bahasa sederhananya: bak tanaman. 

Saya juga melihat sekitar lima orang yang sedang beraktivitas di dalamnya, ada yang sedang mencangkul, ada yang duduk-duduk dan ada pula yang sedang merapikan tanaman. Beberapa orang dari mereka melihat kedatangan saya. Jujur saja, saya sempat bingung dengan situasi ini. Saya harus kemana dan bertanya ke siapa. Namun, pada akhirnya tanpa ragu, saya menyapa salah seorang petani dan bertanya mengenai alur kunjungan, petani tersebut mengarahkan saya untuk berjalanan ke arah sebuah bangunan yang tampak seperti gedung kantor. 

Saya melewati beraneka ragam tanaman di antaranya sereh (Cymbopogon citratus), terung (Solanum melongena), bunga telang (Clitoria ternatea), mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), kemangi (Ocimum basilicum), pandan wangi (Pandanus amaryllifolius), seledri (Apium graveolens), bayam cabut (Amaranthus tricolor), daun bawang (Allium fistulosum), dan berbagai jenis pohon buah. Selain itu juga terdapat beberapa jenis hewan ternak dan tempat pengembangbiakan maggot (Hermetia illucens). 

Masih terkagum dengan tempat ini, seorang lelaki menyapa saya dan menanyakan tujuan saya datang ke sini, lagi-lagi pertanyaan ini terasa agak janggal. Kemudian saya berbalik tanya, apakah ada yang bisa mendampingi saya. Tak lama berselang, seorang lelaki yang lebih muda terlihat berlari kecil mendekat, dengan ramah ia memperkenalkan diri, namanya Nanda dan ia akan mendampingi saya mengelilingi tempat ini. 

Azzahra Memberi Makan Sapi
Azzahra memberi makan sapi/Atika Amalia

Nanda mengajak saya untuk memberi pakan sapi. Rumput-rumput pakan  ditanam langsung di kawasan ini. Putri kecil saya Azzahra—yang juga ikut menemani saya saat berkunjung—sangat senang bisa memberi makan sapi secara langsung. Tak hanya sapi, Nanda juga mengajak saya melihat kandang ayam kampung, kambing, kelinci, dan ikan.

Hasil produksi dari ternak-ternak dijual, di antaranya susu sapi yang telah dipasteurisasi, telur ayam kampung, dan juga ikan. Sambil berkeliling Nanda juga bercerita bahwa Agro Edukasi Wisata Ragunan memang dihadirkan untuk memfasilitasi minat masyarakat untuk belajar urban farming atau bercocok tanam di perkotaan, mulai dari menanam, pembibitan, pemupukan, panen, hingga pengemasan dan pemasarannya. 

Hidroponik/Atika Amalia

Hal ini sejalan dengan upaya Pemprov DKI Jakarta untuk mendukung wisata pertanian. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan lahan kosong di Jakarta sambil memperkenalkan konsep ketahanan pangan keluarga dengan urban farming lokal. Selain itu, pengunjung bisa melihat tanaman superfood lokal, belajar teknik hidroponik, dan mengenal tanaman pangan lain seperti microgreens dan tanaman bunga yang bisa dimakan.

Setelah lelah berkeliling, Seorang wanita datang menghampiri kami, namanya Iyut, ia juga bertugas sebagai pendamping pengunjung. Ia baru saja menyiapkan bibit-bibit tanaman. Kemudian, Nanda dan Iyut memberi tahu saya bahwa sayur-sayur yang ditanam di lokasi ini bisa dibeli. Pengunjung juga boleh ikut turun memetik sayur-sayur segar. Seikat sayur kangkung (Ipomoea aquatica) dijual dengan harga lima ribu rupiah. Jika dibanding harga pasar, sayur di sini terbilang murah apalagi satu ikatnya sangat banyak .

Mereka juga bercerita sayuran yang di tanam di Agro Edukasi Wisata Ragunan kadang sudah pesanan pelanggan, dan setiap hari sudah ada daftar pembelinya. Pada pagi hari, calon pembeli pun sudah menunggu sayur-sayur dipetik oleh petani. Dari cerita Nanda dan Iyut akhirnya saya paham mengapa saat masuk satpam lebih dulu bertanya, karena beberapa kelompok tamu yang sering datang ke kawasan ini, ada yang hanya mengambil pesanan sayuran, sekedar berkunjung atau field trip rombongan taman kanak-kanak.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Membeli Sayur Segar di Agro Edukasi Wisata Ragunan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/membeli-sayur-segar-di-agro-edukasi-wisata-ragunan/feed/ 0 35020