jalan ijen Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/jalan-ijen/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Wed, 25 Jun 2025 12:26:32 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 jalan ijen Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/jalan-ijen/ 32 32 135956295 Menyingkap Luka Lama di Kawasan Jalan Ijen Kota Malang https://telusuri.id/menyingkap-luka-lama-di-kawasan-jalan-ijen-kota-malang/ https://telusuri.id/menyingkap-luka-lama-di-kawasan-jalan-ijen-kota-malang/#comments Wed, 25 Jun 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=47532 Hari Minggu pagi, saya putuskan untuk belajar sejarah tentang Kota Malang bersama History Fun Walk. Kami diajak lebih mengenali kota yang banyak menyimpan sejarah masa kolonialisme Belanda dan pendudukan Jepang.  Selama ini, setiap melewati kawasan...

The post Menyingkap Luka Lama di Kawasan Jalan Ijen Kota Malang appeared first on TelusuRI.

]]>
Hari Minggu pagi, saya putuskan untuk belajar sejarah tentang Kota Malang bersama History Fun Walk. Kami diajak lebih mengenali kota yang banyak menyimpan sejarah masa kolonialisme Belanda dan pendudukan Jepang. 

Selama ini, setiap melewati kawasan Jalan Ijen dan sekitarnya, saya selalu dibuat kagum dengan rumah-rumah megah bergaya arsitektur Belanda. Ternyata setiap bangunan dan wilayah memiliki sejarah yang mungkin saja tak banyak orang tahu.

Selama hampir tiga jam saya diajak berkeliling di sekitar Bouwplan VII Malang. Perjalanan kami diawali dari Simpang Balapan, Ijen Boulevard, Jalan Dempo, Jalan Tanggamus, berlanjut ke arah Jalan Cerme, dan berakhir di titik awal, yakni Jalan Pucuk. Sepanjang tiga kilometer perjalanan, banyak cerita yang saya dapatkan dari Mas Han dan Mas Yehezkiel, sang pemandu. Dari perjalanan tersebut, saya baru mengetahui bahwa ada kisah kelam yang dikenal dengan masa interniran.

  • Menyingkap Luka Lama di Kawasan Jalan Ijen Kota Malang
  • Menyingkap Luka Lama di Kawasan Jalan Ijen Kota Malang

Dari Arena Pacuan Kuda sampai Hamid Rusdi

Sebelum menceritakan interniran, saya akan membagikan cerita yang saya dapatkan. Pertama tentang Simpang Balapan, yang sempat saya kira namanya demikian karena sering dijadikan sebagai sirkuit balap liar. Rupanya anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar.

Pada tahun 1920, area yang kini menjadi Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kemenkes Malang, masih berupa lahan tebu. Kemudian sekitar bulan Mei 1920 dibangunlah sebuah arena pacuan kuda. Akses jalan dari pacuan kuda tersebut langsung menghadap ke timur sehingga dijuluki Simpang Balapan. Salah satu keunikan dari pacuan kuda tersebut ialah latar pemandangannya yang sangat indah, yakni Gunung Arjuno. Bahkan sekitar tahun 1938 area pacuan kuda itu dijadikan lokasi jambore internasional dari organisasi kepanduan sedunia.

Tepat di seberang Simpang Balapan, terdapat sebuah patung pria yang berdiri gagah bernama Hamid Rusdi. Ia merupakan pahlawan asli dari Pagak, Malang sekaligus pencetus bahasa walikan yang identik dengan Kera Ngalam (Arek Malang), digunakan untuk mengecoh musuh.

Pada masa pendudukan Jepang, Hamid Rusdi bergabung sebagai Tentara Pembela Tanah Air (PETA). Setelah PETA dibubarkan, banyak anggota yang bergabung pada Badan Keamanan Rakyat (BKR) termasuk Hamid Rusdi. Pada peralihan masa bersiap itulah banyak terjadi spionase dari para sekutu. Guna menjaga kerahasiaan, informasi disampaikan menggunakan bahasa walikan sehingga hanya orang tertentu yang memahaminya. Bahkan beberapa anak buah pun tidak mengetahui artinya.

Singkat cerita, pada 8 Maret 1949, tepatnya saat Agresi Militer Belanda II, Hamid Rusdi gugur di daerah Cemorokandang. Ia dimakamkan di daerah Buring, lalu tahun 1970-an makamnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan. Untuk mengenang jasa Arek Malang itu, dibangunlah monumen Hamid Rusdi yang berada di Simpang Balapan, tepat di depan Poltekkes Malang.

Kiri: Pemandu menjelaskan tentang arena pacuan kuda yang dulu ada di depan Jalan Simpang Balapan/Lutfia Indah M. Kanan: Dokumentasi pacuan kuda yang populer semasa kolonialisme Belanda/SIKN Kota Malang.

Jalan Ijen dan Rumah-rumah Mewah Orang Belanda

Simpang Balapan bersandingan dengan Jalan Ijen yang dikenal teduh, memiliki tata ruang yang cantik dengan jajaran rumah khas Belanda. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Jalan Ijen menjadi kawasan yang populer dan masuk dalam ajang bergengsi tata kota terbaik di Paris, sekitar 1930-an.

Kawasan tersebut didesain oleh arsitek Belanda bernama Thomas Karsten yang juga mendesain daerah Bandung dan Semarang bagian atas. Pernak-pernik yang sampai sekarang masih eksis, seperti pohon palem, rumah beserta taman kecil, trotoar, jalan raya dengan diisi boulevard di tengahnya, merupakan konsep yang sudah dicanangkan sejak zaman Belanda. 

Jalan Ijen diambil dari nama gunung yang ada di Indonesia. Penamaan ini merupakan bagian dari konsep Bouwplan VII yang menggunakan nama-nama gunung sebagai salah satu temanya. Nama-nama jalan bertema gunung lainnya adalah Jalan Kawi dan Jalan Semeru. Tak terkecuali Jalan Salak, sebuah gunung di Jawa Barat yang jadi nama awal jalan di sekitar Taman Makam Pahlawan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP). Penamaan tersebut masih dalam satu kesatuan dengan Bouwplan VII. Namun, untuk mengenang jasa para pahlawan yang gugur mempertahankan Kota Malang, nama jalan tersebut diubah menjadi Jalan Pahlawan TRIP.

Selain bertemakan gunung, beberapa kawasan diberi nama dengan tema beragam, seperti silsilah kerajaan Belanda. Untuk tema ini digunakan pada Bouwplan I, yakni Wilhelminastraat (Jalan Dr. Cipto), Willemstraat (Jalan Diponegoro), Julianastraat (Jalan Kartini), dan Emmastraat (Jalan Dr. Sutomo).

Di Jalan Ijen juga terdapat Katedral Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel, gereja Katolik kedua di Kota Malang setelah gereja Kayutangan. Gereja ini didirikan pada 1934 setelah Malang menjadi kota praja dan mulai banyak penduduk.

Gereja ini dirancang oleh Rijksen en Estourgie dengan menggunakan konstruksi beton bertulang. Metode tersebut termasuk konstruksi baru dan pertama kali diterapkan di Hindia Belanda. Gereja Ijen pun akhirnya berdiri dengan sumbu lebih lebar dan panjang tanpa pilar di tengahnya. Gereja yang dibangun pada Februari–Oktober 1934 ini memiliki sebuah lonceng untuk doa kepada Santa Maria yang dibunyikan setiap pukul 06.00, 12.00, dan 18.00 WIB.

Menyingkap Luka Lama di Kawasan Jalan Ijen Kota Malang
Gereja Ijen berada tepat menghadap Jalan Salak (Jalan Pahlawan TRIP) dan berada di kawasan Jalan Ijen/Lutfia Indah M

Kisah Gugurnya Pasukan TRIP Mempertahankan Tanah Air

Tak jauh dari gereja tersebut, terdapat Taman Makam Pahlawan TRIP yang mengandung cerita tragis. Peristiwa tersebut terjadi pada saat Agresi Militer Belanda I, 21 Juli 1947. Warga saat itu telah mundur ke Blitar. Namun, terdapat sekelompok pemuda TRIP dari Brigade VII Batalyon 5000 ingin mempertahankan Kota Malang. Ketika mendengar bahwa pasukan Belanda akan melintasi Kota Malang, mereka bersiap untuk mengadang. 

Untuk mengadang Belanda, mereka disebar di beberapa titik. Berbagai upaya dilakukan, mulai dari menebang pohon di Singosari, hingga membumihanguskan Kota Malang. Setidaknya terdapat 1.000 bangunan berupa hotel, bioskop, kantor pemerintahan yang berhasil terbakar. 

Namun, ternyata perkiraan tentang arah kedatangan pasukan Belanda meleset. Pergerakan Belanda sempat terhenti di sekitar Gereja Ijen. Pasukan TRIP hanya bermodalkan senjata seadanya, tetap melawan Belanda dengan gagah berani. Pertarungan terjadi hingga di Jalan Salak. Belanda dengan masif melayangkan serangan, menyebabkan banyak pasukan TRIP tertembak. Bahkan terdapat salah satu pelajar datang membawa granat untuk dilemparkan ke arah tank, tetapi gagal. 

Agar tidak banyak memakan korban, pasukan yang masih selamat harus bersembunyi dan berpura-pura mati di parit sekitar Jalan Salak. Sore harinya, mereka kembali ke markas dan berlari ke perkampungan yang ada di daerah Gadingkasri.

Butuh waktu 3–4 hari untuk memastikan suasana sudah aman dari pergerakan Belanda. Pada saat itulah jenazah pemuda TRIP baru dapat dikuburkan. Terdapat 35 jasad yang ditemukan dan dikubur secara massal di lahan kosong Jalan Salak. Kini makam para Pahlawan TRIP telah direnovasi oleh Pemkot Malang. 

Di jalan tersebut juga dibangun sebuah monumen untuk mengenang pahlawan TRIP. Bahkan setiap bulan Juli, terdapat kelompok masyarakat yang tergabung dalam Komunitas Reenactor memperingati peristiwa tersebut dengan aksi teatrikal.

Kiri: Gambaran peta kawasan kamp interniran yang digunakan untuk menahan orang Belanda pada masa pendudukan Jepang/History Dun Walk Malang. Kanan: Peta kamp interniran di Kota Malang/japanseburgerkampen.

Jepang Datang, Orang Belanda Tertahan di Kamp Interniran

Setelah perjalanan yang panjang, kami dibawa ke depan bangunan SMPN 1 Kota Malang yang berada di Jalan Lawu. Ternyata bangunan sekolah tersebut dulunya dimiliki oleh Yayasan Freemason. Tak hanya itu, Jalan Lawu juga termasuk dalam kamp interniran atau kamp konsentrasi atau penjara bagi warga keturunan Belanda pada masa pendudukan Jepang di Kota Malang.

Kamp interniran berada di dua wilayah, yakni daerah Rampal dan kawasan Jalan Ijen serta Oro-oro Dowo. Kamp Ijen berada di seluruh area yang berbatasan dengan Jalan Ijen, Jalan Wilis, Jalan Anjasmoro, Jalan Buring, Jalan Bromo, hingga Jalan Semeru. Pada saat Jepang menguasai Kota Malang, orang Belanda khususnya perempuan dan anak-anak ditahan di rumah-rumah dan bangunan yang berada di kawasan Ijen. Kamp tersebut dikelilingi dengan gedek dan kawat berduri.

Terdapat tiga pintu gerbang yang dijaga ketat oleh Tentara Jepang di Jalan Ijen, Jalan Oro-oro Dowo, dan Jalan Bromo. Setiap rumah dapat dihuni lebih dari 50 orang dan berlangsung hingga tiga tahun, dimulai saat Jepang datang ke Kota Malang pada 1942. Terdapat satu dapur umum yang terpusat di daerah Welirang dan rumah sakit di Jalan Argopuro. Namun, suplai makanan dan minuman yang disediakan sangat terbatas, bahkan untuk mengakses pakaian layak pun mereka kesulitan.

Saat ditahan dan dipaksa meninggalkan rumah masing-masing, tidak banyak barang yang dapat mereka bawa. Jepang menyita barang-barang milik Belanda yang tersisa, termasuk pagar rumah untuk digunakan sebagai bahan pembuat alat-alat perang.

Diketahui bahwa penahanan tersebut salah satunya disebabkan oleh ketidaksukaan Jepang terhadap orang-orang kulit putih. Jepang ingin menunjukkan supremasi kekuasaan dan kedudukannya yang lebih tinggi dibandingkan Eropa. 

Beberapa sumber mengatakan bahwa rumah-rumah Belanda yang kosong akibat interniran, diserahkan kepada warga Tionghoa. Mereka dianggap lebih mampu merawat rumah-rumah tersebut, tetapi menimbulkan kecemburuan terhadap warga pribumi. Ada juga yang mengatakan bahwa setiap rumah yang kosong dapat dengan mudah ditempati oleh siapa pun. Hingga akhirnya, setelah Jepang menyerah kepada sekutu dan mundur dari Indonesia, para interniran mulai dibebaskan dan dipulangkan ke negara asalnya.  

Cerita-cerita itu merupakan sedikit dari rangkuman perjalanan mencari sejarah-sejarah yang masih terkandung di Kota Malang. Siapa sangka kota yang kini sering dilanda banjir saat hujan deras dan macet ketika akhir pekan panjang, memiliki sejarah kelam yang tak gagal membuat bulu kuduk merinding. Kendati demikian, kota yang menjadi tempat saya betah merantau hingga delapan tahun ini membuat saya semakin penasaran dan ingin menyelaminya lebih dalam lagi.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menyingkap Luka Lama di Kawasan Jalan Ijen Kota Malang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menyingkap-luka-lama-di-kawasan-jalan-ijen-kota-malang/feed/ 1 47532
Perjalanan Melihat Peninggalan Kolonial di Kawasan Idjen Boulevard Malang https://telusuri.id/perjalanan-melihat-peninggalan-kolonial-di-kawasan-idjen-boulevard-malang/ https://telusuri.id/perjalanan-melihat-peninggalan-kolonial-di-kawasan-idjen-boulevard-malang/#respond Sun, 27 Oct 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42919 Saya mengunjungi Malang setelah eksplorasi kampung pecinan di Kota Pasuruan. Saya membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam perjalanan dengan mobil. Setibanya di Kota Malang, saya putuskan menginap di Pondok Backpacker Dormitory Hostel, Jalan Tumenggung Suryo No....

The post Perjalanan Melihat Peninggalan Kolonial di Kawasan Idjen Boulevard Malang appeared first on TelusuRI.

]]>
Saya mengunjungi Malang setelah eksplorasi kampung pecinan di Kota Pasuruan. Saya membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam perjalanan dengan mobil. Setibanya di Kota Malang, saya putuskan menginap di Pondok Backpacker Dormitory Hostel, Jalan Tumenggung Suryo No. 28, Bunulrejo, Blimbing. Selesai check in, saya dikejutkan dengan banyaknya turis mancanegara yang menginap di sana. Mereka tak ubahnya saya, solo traveling di kota ini. 

Saya tidak perlu khawatir mencari sarapan, karena hostel ini dilengkapi makan pagi gratis untuk tamu. Selesai sarapan, saya segera pergi untuk eksplorasi Kota Lama Malang.

Perjalanan Melihat Peninggalan Kolonial di Kota Lama Malang
Pedestrian di sepanjang kawasan Jalan Ijen Kota Malang/Ibnu Rustamadji

Idjen Boulevard, Senandung Kota Lama Malang

Cara menikmati suasana kota atau kampung lawas adalah dengan berjalan kaki. Idjen Boulevard (atau Jalan Ijen) merupakan satu ruas jalan utama di Kota Malang, yang menjadi tujuan saya sudah cukup lama. Bagi saya, kawasan ini adalah kampung Eropa yang dihuni masyarakat Belanda di Malang kala itu. 

Tampak jejeran rumah indis mewarnai sepanjang kiri dan kanan koridor jalan. Mengindikasikan bahwa mereka yang tinggal di sini adalah para elit Belanda dan pengusaha. Ruas jalan lebar dengan pepohonan palem dan deru kendaraan bermotor menjadi pemandangan lazim setiap hari.

Semasa Jalan Ijen dihuni elit Belanda dan pengusaha, mungkin waktu itu tidak seramai sekarang. Laksana kampung lawas di Jawa Tengah yang nyaman meski ingar-bingar masyarakat silih berganti tiada henti.

Merujuk informasi dari rekan, Dwi Cahyono, Jalan Ijen merupakan kawasan hasil rancangan ketiga dari Ir. Herman Thomas Karsten, insinyur sekaligus ahli tata kota Hindia Belanda—Indonesia kala itu. Kawasan tersebut didesain dalam bentuk Villa’s en Tuin woningbouw, artinya “Vila dan Rumah Bertaman”.

Jan Pieterszoon (J.P.) Coen Plein atau Alun-alun Tugu Malang saat ini dijadikan sebagai sumbu imajiner. Kawasan lain yang turut serta dibangun antara lain loji Freemasonry “De Sirius” karya Th. Muller di depan Taman Cerme Klojen Utara (kini the Shalimar Boutique Hotel), HBS School karya Ir. W. Lemei, dan Balai Kota Malang karya H.F. Horn di depan J.P. Coen Plein.

Kawasan Ijen menjadi kian mewah dengan dibangunnya Gereja Katedral Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel di simpang Jalan Guntur dan Jalan Buring. Gereja katedral tersebut merupakan hasil rancangan Henri Estourgie dan Biro Arsitek “Sitzen en Louzada” dari Surabaya

Saat itu, 11 Februari 1934, upacara peletakan batu pertama pembangunan katedral dilakukan oleh Mgr. Clemente van der Pas O Carm. Tidak lama setelah memulai pembangunan gereja, sang monseigneur (monsinyur) wafat. Sebagai bentuk penghormatan, di salah satu kaca patri rose window terukir coat of arm sang monsinyur.

Gereja Katedral Ijen sejatinya berdiri di atas reruntuhan gereja Katolik pertama di Kota Malang. Demi mengimbangi jumlah penduduk Belanda yang beragama Katolik, anggota dewan kota menginginkan pendirian gereja lebih luas dari sebelumnya.

Gereja ini dibangun setinggi 19 meter. Tata ruang interior, termasuk altar utama, ruang pembersih dosa, ruang paduan suara, mimbar, kapel pembaptisan dan hiasan kaca patri, digarap biro arsitek “Sitzen en Louzada” sampai selesai pada tanggal 13 November 1938. Lalu pada 15 November 1938, digelar upacara peresmian Gereja Katedral Ijen pukul 08.00 oleh Everado Johannes Albers O. Carm. Dalam sambutannya, ia menyematkan nama St. Maria dan menutup pidato dengan menyatakan “rumahku akan disebut rumah doa”.

Upacara peresmian berlangsung khidmat, dihadiri wakil jemaat Katolik Jawa Timur dan warga Kota Malang. Hanya saja, warga yang hendak hadir harus memberitahukan kepada pastor Bloemsath atau pastor Ardts di pastoran gereja. 

Perjalanan Melihat Peninggalan Kolonial di Kawasan Idjen Boulevard Malang
Luasnya pekarangan di kediaman Liem Bo Tjwan/Ibnu Rustamadji

Setelah makan siang di Toko Oen Malang, saya melanjutkan penelusuran di Jalan Ijen. Tepatnya di depan Museum Brawijaya. Terdapat rumah berwarna merah dengan halaman luas, yang diketahui milik Liem Bo Djwan.  

Rumah Liem Bo Djwan adalah karya arsitek Tionghoa bernama Liem Bwan Tjie. Liem, saat merancang hunian, selalu memadukan unsur alam dan manusia dalam setiap karyanya. Gaya arsitektur Liem Bwan Tjie banyak dipengaruhi oleh Frank Lloyd Wright. Jelas bukan sembarang orang yang mampu memiliki hunian di kawasan elit Idjen Boulevard.

Tidak jauh dari kediaman Liem Bo Djwan, mata lensa langsung tertuju pada sebuah rumah di sudut persimpangan Jalan Ijen dan Jalan Pahlawan. Huize Idjen, begitu sebutannya. Menurut catatan Dwi Cahyono, kediaman ini awalnya milik Insinyur H. Meelhuysen dari keluarga W.A. Meelhuysen, seorang kapten militer KNIL Surabaya. 

Penelusuran berlanjut ke Jalan Lawu. Rindangnya pohon randu di sepanjang jalan dan beragam hunian bergaya indis senantiasa menemani perjalanan saya. Lensa kamera tak henti mengabadikan peninggalan yang tersisa. Pukul lima sore, saya menyudahi penelusuran dan kembali ke hotel untuk istirahat sejenak.

  • Perjalanan Melihat Peninggalan Kolonial di Kawasan Idjen Boulevard Malang
  • Perjalanan Melihat Peninggalan Kolonial di Kawasan Idjen Boulevard Malang

Mengunjungi Panti Asuhan dan Sekolah Montessori di Klojen

Keesokan harinya, perjalanan saya lanjutkan menuju Bala Keselamatan (The Salvation Army) Panti Asuhan Putri Elim di Jalan Panglima Sudirman, Klojen, Malang. Menurut Dwi Cahyono, gedung Bala Keselamatan Klojen ini diresmikan pukul 17.00 pada tanggal 25 Februari 1937 oleh pimpinan Bala Keselamatan Hindia Belanda, yakni Kolonel De Groot. Upacara peresmian digelar sederhana, tetapi meriah. Kapten Harding Young dan pejabat Bala Keselamatan Hindia Belanda turut hadir.

Pada 9 Juni 1937, diadakan konser amal yang dimeriahkan Ansambel Van Zele atas inisiasi Gezinsbond Malang. Kemudian hari Minggu, 27 Juni 1937, Kolonel De Groot dan sang istri didampingi Mayor Pearce menggelar youth day selama tiga kali pertemuan untuk remaja usia 16–26 tahun. Gelaran pertemuan pertama bertempat di Bala Keselamatan Klojen Malang, lalu berlanjut di Surabaya dan Kabupaten Blitar.

Penutupan sekaligus puncak acara youth day digelar di Klojen yang dihadiri Nyonya De Groot. Warga sekitar boleh berpartisipasi secara gratis. Tidak lama kemudian, Kolonel De Groot dan istri kembali Belanda. Namun, selang setahun berikutnya, mereka kembali ke Klojen untuk menghadiri pemberkatan pernikahan keluarga Kapten Vervaal dan Kapten Sterk. Pemberkatan itu dilakukan di Societeit Concordia Malang pukul tujuh malam sampai selesai. 

Perjalanan Melihat Peninggalan Kolonial di Kawasan Idjen Boulevard Malang
Bala Keselamatan warisan Belanda yang kini menjadi Panti Asuhan Putri Elim Malang/Ibnu Rustamadji

Kolonel De Groot tinggal di Klojen selama beberapa hari. Selama mereka tinggal di Klojen, mereka disuguhi film dari K.L.M. FILMS dan dihadiri Mayor Uyling dari Surabaya. Pemutaran film sukses, lalu diakhiri pertunjukan musik waltz. Kini Bala Keselamatan menjadi panti asuhan puteri, seperti apa yang diharapkan pertama kali usai diresmikan. 

Perjalanan saya berlanjut menuju Omah Mode di Jalan Suropati, Klojen. Dahulu gedung ini merupakan Montessori School atau sekolah Montessori yang diresmikan tanggal 30 Juli 1926. Pendirian gedung tersebut beriringan dengan pembangunan sarana pendidikan lain, seperti Malangsche Frobeschool, perpustakaan Loge De Sirius, dan Neutraal Normaal School. Biaya pembangunan didapat dari anggota Freemasonry Malang, dibantu anggota Asosiasi Comenius untuk bimbingan pendidikan rohani.

Pembangunan gedung sekolah Montessori didasarkan atas pikiran bersama anggota masonik di Loji “De Sirius” Klojen. Upacara peresmian pembukaan gedung sekolah dilakukan di loji secara sederhana, dihadiri ratusan tamu, salah satunya Residen Pasuruan.

Perjalanan Melihat Peninggalan Kolonial di Kawasan Idjen Boulevard Malang
Bekas gedung sekolah Montessori Malang yang berubah menjadi Omah Mode/Ibnu Rustamadji

Sekolah Montessori dipimpin oleh Mr. Ultee, anggota dewan Neutraal Normaal School. Salah satu gurunya adalah Mevrouw A. Kranenburg. Sistem pendidikan Montessori di Malang mengacu pada ajaran Dr. Maria Montessori dari Italia. 

Keterbatasan waktu membuat kunjungan ke bekas gedung sekolah Montessori di Klojen mengakhiri penelusuran saya di Kota Malang. Kalau ingin menelusuri kota ini lebih jauh, tidak cukup dengan waktu hanya satu bulan.

Meski begitu, rasa ingin kembali menikmati kesejukan dan keunikannya pasti menggelayuti benak warga luar kota, baik yang pernah tinggal atau hanya singgah sejenak di Kota Malang. Zaman terus berubah, semoga saja peninggalan di Kota Malang mendapat perhatian lebih baik untuk generasi yang akan datang.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Perjalanan Melihat Peninggalan Kolonial di Kawasan Idjen Boulevard Malang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/perjalanan-melihat-peninggalan-kolonial-di-kawasan-idjen-boulevard-malang/feed/ 0 42919