jawa timur Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/jawa-timur/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Sun, 25 Aug 2024 08:31:47 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 jawa timur Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/jawa-timur/ 32 32 135956295 Menyusuri Waduk Pacal Bojonegoro, Bangunan Warisan Belanda Sejak 1933 https://telusuri.id/menyusuri-waduk-pacal-bojonegoro-bangunan-warisan-belanda-sejak-1933/ https://telusuri.id/menyusuri-waduk-pacal-bojonegoro-bangunan-warisan-belanda-sejak-1933/#respond Fri, 30 Aug 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42582 Waduk Pacal seolah memiliki magnetnya tersendiri, bahkan sebelum saya berkunjung. Cerita mitos dan sejarahnya yang menyelimuti hingga kini, menjadi dominasi kuat sebagai salah satu destinasi menarik di Bojonegoro.  Tetangga dan saudara saya bahkan tidak berani...

The post Menyusuri Waduk Pacal Bojonegoro, Bangunan Warisan Belanda Sejak 1933 appeared first on TelusuRI.

]]>
Waduk Pacal seolah memiliki magnetnya tersendiri, bahkan sebelum saya berkunjung. Cerita mitos dan sejarahnya yang menyelimuti hingga kini, menjadi dominasi kuat sebagai salah satu destinasi menarik di Bojonegoro. 

Tetangga dan saudara saya bahkan tidak berani berkunjung ke tempat tersebut. Alasannya pun beragam, salah satunya karena tempat ini angker. Dulunya saat waduk dibangun, banyak warga setempat dipekerjakan secara paksa, hingga berujung meninggal dunia.

Namun, terlepas dari cerita dan berbagai mitos yang beredar di masyarakat, Waduk Pacal menjadi tujuan wisata yang paling membuat saya penasaran. Saya bersama keluarga pun langsung pergi ke waduk yang dibangun pemerintah Hindia Belanda pada 1927 dan diresmikan tahun 1933 tersebut.

Menyusuri Waduk Pacal Bojonegoro, Bangunan Warisan Belanda Sejak 1933
Perbukitan hijau yang mengelilingi Waduk Pacal/Annisa Fatkhiyah Sukarno

Perjalanan Menuju Waduk Pacal 

Kami berangkat hari Jumat pagi waktu itu. Perjalanan terbilang sebentar, hanya setengah jam saja dari rumah. Sepanjang perjalanan menuju Waduk Pacal tidak terasa membosankan. Kondisi jalan sudah beraspal atau cor.

Jalanan menuju Waduk Pacal melewati hutan jati dan tebing-tebing yang digunakan sebagai ladang oleh masyarakat setempat. Tidak banyak warga yang tinggal di daerah yang dilalui. Ini terlihat dari jumlah rumah di sepanjang jalan yang bisa dikatakan tidak terlalu padat. 

Sesampainya di waduk, kami membayar tiket masuk Rp5.000 per orang dan parkir roda empat sebesar Rp5.000. Terbilang cukup murah untuk kawasan objek wisata. Menurut juru parkir, tempat ini biasanya akan ramai pengunjung pada hari Sabtu dan Minggu saja. Selebihnya, hanya nelayan dan pemancing yang berkunjung dari dalam maupun luar kota. 

Kami harus sedikit berjalan kaki sedikit menanjak ke area waduk yang berlokasi di Dusun Tretes, Desa Kedungsumber, Kecamatan Temayang itu. Bagi orang tua maupun lansia, bisa menyewa tukang ojek yang ada di area parkir dengan membayar Rp5.000 sekali jalan menuju lokasi tepat di depan waduk. 

Menyusuri Waduk Pacal Bojonegoro, Bangunan Warisan Belanda Sejak 1933
Sudut pohon di tepi waduk tempat nelayan bersiap memancing/Annisa Fatkhiyah Sukarno

Dibangun Sebelum Indonesia Merdeka

Waduk ini dibangun untuk menampung air dari Sungai Pacal, dan menjadi bendungan beton pertama di Indonesia pada tahun 1933. Dibangun sebelum Indonesia merdeka.

Pembangunan waduk terjadi pada masa malaise, yakni situasi dan kondisi di mana depresi ekonomi sedang melanda Indonesia. Dimulai pada tahun 1929 hingga 1930–an akhir. Pada masa tersebut juga kesengsaraan dan kelaparan terjadi karena daya beli masyarakat semakin melemah akibat krisis ekonomi. 

Oleh sebab itu, saat pembangunan waduk, pemerintah Belanda mengerahkan banyak tenaga kerja dari masyarakat sekitar agar bisa meningkatkan sumber penghasilannya. Sebagai bangunan bersejarah peninggalan kolonial, waduk ini masih berfungsi hingga kini sebagai irigasi lahan pertanian di Bojonegoro. Bahkan, air dari waduk ini bisa mengalir hingga jembatan Kedungjati yang berlokasi di Kecamatan Temayang.

Menyusuri Waduk Pacal dengan Perahu

Keindahan alam di sekitar waduk menjadikannya lebih dari sekadar tempat penampungan air semata. Pepohonan rindang dan perbukitan kecil yang mengelilingi waduk ini menambah suasana asri dan kesejukan bagi para pengunjung. 

Kami duduk di depan warung yang berada di dekat waduk sembari menikmati suasana. Udara segar menyeruak, kami melepaskan penat sejenak. Tak lama seorang bapak menawarkan jasanya pada kami untuk menyusuri waduk menggunakan perahu miliknya yang tengah bersandar. Tanpa pikir panjang, kami bersedia. Cukup membayar Rp10.000 per orang, kami bisa menyusuri Waduk Pacal lebih dekat.

Mengunjungi Waduk Pacal pada pukul 10 pagi terbilang panas. Namun, akhirnya tetap menjadi pilihan tepat karena langit sedang cerah. Terlihat beberapa pemancing melemparkan kail mereka ke waduk setelah memasang umpan. Ada juga beberapa nelayan yang memancing dari atas perahu, sambil menjelajahi lokasi-lokasi potensial untuk mendapatkan ikan. Sementara jaring-jaring nelayan terlihat dengan adanya botol plastik sebagai pelampung untuk memberi tanda lokasi perangkap ikan berada.

Para pemancing bisa menyewa perahu milik warga dengan tarif sekitar Rp20.000 selama setengah hari. Sementara nelayan biasanya mulai berdatangan ke waduk setelah subuh. Sebelum berangkat dengan perahunya, mereka memastikan memantau kondisi air terlebih dahulu. Jika kondisi air tenang, maka para nelayan memutuskan untuk mencari ikan.

Menurut Pak Samin, pemilik perahu yang kami sewa, banyak pengunjung memanfaatkan Waduk Pacal ini untuk memancing. Terutama ikan nila, dengan menggunakan umpan lumut. Jika menggunakan umpan cacing, kemungkinan besar yang didapat adalah ikan bloso atau betutu. 

Selain dua jenis tersebut, ikan lainnya yang biasa ditangkap oleh para nelayan di waduk ini antara lain wader dan udang. Para nelayan biasanya menjual hasil tangkapan mereka ke pengepul yang terletak di sisi selatan waduk, atau langsung menawarkannya ke warung makan sekitar waduk.

Menyusuri Waduk Pacal Bojonegoro, Bangunan Warisan Belanda Sejak 1933
Kuliner khas di warung sekitar Waduk Pacal/Annisa Fatkhiyah Sukarno

Mencicipi Kuliner Khas Waduk Pacal

Setelah berkeliling dengan perahu, kami pun bergegas untuk mencicipi ikan bloso yang menjadi kuliner khas dari Waduk Pacal. Kami memutuskan untuk mampir ke Warung Makan Ikan Kali. Lokasinya tidak jauh dari area waduk.

Selain bloso, beragam menu lainnya antara lain ikan wader, udang, dan nila. Ada pilihan nasi putih dan nasi jagung yang bisa diambil sesuai porsi yang diinginkan. Untuk harga seporsi berkisar Rp25.000 sudah termasuk paket nasi, ikan, tempe, tahu, dan sambal. 

Daging ikan bloso terkenal dengan tekstur lembut dan tidak berserat. Sebenarnya saya sendiri sedikit kurang suka. Padahal ikan ini memiliki kandungan protein yang tinggi. Untungnya, masih ada pilihan ikan wader yang gurih dan crispy dipadu dengan sambal tomat matang.

Mengunjungi Waduk Pacal menjadi momen berkesan saya saat berada di Bojonegoro. Terlepas dari cerita mitos yang beredar turun-temurun hingga sekarang, waduk ini memiliki daya tarik tersendiri, termasuk kisah sejarahnya, yang akan tetap abadi.


Referensi:

Kemdikbud. Malaise. Ensiklopedia Sejarah indonesia. Diakses pada 27 Juni 2024, https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Malaise.
Putri, J. R. (2019). Pembangunan Waduk Pacal dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian Masyarakat Bojonegoro Tahun 1927–1998. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. https://lib.unnes.ac.id/35453/1/3111413014_Optimized.pdf.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menyusuri Waduk Pacal Bojonegoro, Bangunan Warisan Belanda Sejak 1933 appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menyusuri-waduk-pacal-bojonegoro-bangunan-warisan-belanda-sejak-1933/feed/ 0 42582
Kelenteng Eng An Kiong dan Perayaan Imlek 2023 https://telusuri.id/kelenteng-eng-an-kiong-dan-perayaan-imlek-2023/ https://telusuri.id/kelenteng-eng-an-kiong-dan-perayaan-imlek-2023/#respond Mon, 13 Mar 2023 04:00:24 +0000 https://telusuri.id/?p=37651 Perayaan Tahun Baru Imlek pada 22 Januari 2023 lalu merupakan pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Kelenteng Eng An Kiong, Kota Malang. Kelenteng tersebut merupakan bangunan tua yang berdiri sejak 1825 atas inisiasi dari Letnan...

The post Kelenteng Eng An Kiong dan Perayaan Imlek 2023 appeared first on TelusuRI.

]]>
Perayaan Tahun Baru Imlek pada 22 Januari 2023 lalu merupakan pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Kelenteng Eng An Kiong, Kota Malang. Kelenteng tersebut merupakan bangunan tua yang berdiri sejak 1825 atas inisiasi dari Letnan Kwee Sam Hway. Konon Letnan Kwee Sam Hway merupakan keturunan ketujuh dari seorang jenderal pada masa Dinasti Ming, di Tiongkok. Dan, menjadi tempat beribadah untuk tiga umat beragama atau Tri Dharma, yakni Khonghucu, Tao, dan Buddha.

Saya datang pagi hari, ketika pertunjukkan barongsai sudah meramaikan halaman depan kelenteng. Saat itu banyak warga yang juga berkunjung untuk menyaksikan pertunjukkan tersebut. Pasalnya, pada saat perayaan Imlek, tak hanya umat Tri Dharma saja yang dapat mengunjungi Kelenteng Eng An Kiong, namun juga masyarakat umum.

Saya sempat dibuat penasaran terkait barongsai yang sangat identik dengan perayaan Imlek. Beruntungnya, saya mendapatkan kesempatan untuk bercengkrama dengan Ketua Umum Yayasan Kelenteng Eng An Kiong yakni Pak Rudy Phan. Beliau menjelaskan bahwa barongsai sudah menjadi tradisi yang diwariskan oleh para leluhur. Masyarakat dahulu percaya bahwa barongsai dapat mengusir roh-roh jahat, dan saat ini roh-roh tersebut diibaratkan juga sebagai aura jahat. Maka dari itu barongsai identik dengan perayaan Imlek dan tetap dipertahankan hingga saat ini.

  • Kelenteng Eng An Kiong
  • Kelenteng Eng An Kiong

Usai pertunjukan barongsai, perayaan berlanjut dengan pertunjukan liang-liong atau tari naga. Para penari membawa tiang-tiang untuk menyangga badan naga. Mereka dengan terampil dan cekatan membentuk liukan yang sangat indah pada badan naga. Tak heran pertunjukkan tersebut berhasil memukau masyarakat yang berkerumun.

Saat pertunjukkan sudah berakhir, umat Tri Dharma terlihat semakin banyak yang berdatangan. Dengan langkah yang sedikit ragu, saya akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kelenteng. Meskipun dibuka untuk umum, namun saya khawatir keberadaan saya justru akan mengganggu kenyamanan para umat yang beribadah. 

Asap dan semerbak bau dupa menyambut kedatangan saya. Dupa tersebut berasal dari umat Tri Dharma yang tengah berkeliling dari satu altar menuju altar lainnya yang menggenggam beberapa dupa di tangannya. Ada banyak sekali patung dewa dan dewi di sini. Ada sekitar 18 altar untuk memuja mereka. Sementara itu, patung dewa-dewi yang ada di sana kurang lebih berjumlah 28, dan satu di antaranya merupakan patung tertua yakni patung Dewa Bumi, Hok Tek Ceng Shin, yang berusia lebih dari 3.000 tahun.

Saat itu saya hanya memperhatikan patung-patung tersebut dari balik pintu masing-masing altar. Saya tidak ingin dengan memasuki altar yang ada, karena tidak mau mengganggu peribadatan umat Tri Dharma di Kelenteng Eng An Kiong.

Kelenteng Eng An Kiong
Altar dan salah satu patung dewa di Kelenteng Eng An Kiong/Lutfia Indah

Kendati tak memasuki altar, namun beragam ornamen yang ada di Kelenteng Eng An Kiong sudah dapat membuat saya takjub. Nuansa budaya Tionghoa sangat kental sekali di Kelenteng yang telah menjadi bangunan cagar budaya di Kota Malang tersebut. Mulai dari warna bangunan, dupa, hingga tempat untuk meletakkan dupa, didominasi dengan warna merah dan kuning keemasan. Bahkan di bagian dalam kelenteng juga terdapat ornamen kolam ikan koi dengan patung biksu yang tengah bermeditasi. 

Pak Rudy Phan juga menjelaskan bahwa di Kelenteng Eng An Kiong ini tak hanya sebagai sarana umat untuk beribadah. Mereka juga mengusung misi untuk melestarikan kebudayaan Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya sanggar tari dan karawitan, pertunjukan barongsai yang menerima permintaan untuk tampil di acara besar, hingga olahraga pingpong maupun wushu. Pak Rudy juga menuturkan, di bagian belakang kelenteng juga terdapat Puskesmas kecil yang digunakan untuk melayani masyarakat sekitar. 

Berdirinya kelenteng bermula saat kaum Tionghoa yang bermukim di Kota Malang semakin banyak, lebih dari 600 tahun lalu. Mereka memiliki kecenderungan untuk membuat rumah secara terpusat. Hingga akhirnya membangun permukiman yang berada di Jalan R.E. Martadinata nomor 1, Kotalama, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.

“Mereka biasanya kumpul di suatu tempat, makanya di daerah sini dinamakan Pecinan. Orang China di Indonesia sudah ratusan tahun, mereka di sini dagang. Mereka ingin berdoa, sembahyang, ya akhirnya mendirikan kelenteng,” sambung Pak Rudy.

Berkunjung ke Kelenteng Eng An Kiong membuat saya semakin merasa indahnya toleransi umat beragama di Indonesia. Bukan hanya perihal satu bangunan kelenteng yang menampung tiga umat beragama saja. Namun pada saat perayaan Imlek pun masyarakat umum dapat turut serta memeriahkannya, bahkan dipersilakan memasuki bagian dalam kelenteng.

Bentuk kebersamaan lainnya juga ditunjukkan pada rangkaian terakhir perayaan Imlek, yakni saat Cap Go Meh. Ketika perayaan Cap Go Meh, Kelenteng Eng An Kiong menyiapkan ribuan porsi lontong Cap Go Meh yang dihidangkan kepada masyarakat umum. 

Rupanya menghabiskan akhir pekan saya untuk menyambangi Kelenteng Eng An Kiong  menjadi hal catatan hari yang menyenangkan. Bangunan tersebut bukan hanya menjadi tempat peribadatan umat Tri Dharma, namun juga salah satu bukti sejarah berbaurnya berbagai kebudayaan yang ada di Kota Malang.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kelenteng Eng An Kiong dan Perayaan Imlek 2023 appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kelenteng-eng-an-kiong-dan-perayaan-imlek-2023/feed/ 0 37651
Berziarah ke Komplek Wisata Religi Sunan Ampel https://telusuri.id/berziarah-ke-komplek-wisata-religi-sunan-ampel/ https://telusuri.id/berziarah-ke-komplek-wisata-religi-sunan-ampel/#respond Sat, 16 Jul 2022 01:47:00 +0000 https://telusuri.id/?p=34559 Wisata religi memang menjadi salah satu genre wisata minat khusus. Umumnya wisata ini cukup lekat dengan kegiatan menyejukkan batin maupun rohani dan tidak terlalu memfokuskan kepada urusan duniawi semata. Meski demikian, wisata religi tetap mendapatkan...

The post Berziarah ke Komplek Wisata Religi Sunan Ampel appeared first on TelusuRI.

]]>
Wisata religi memang menjadi salah satu genre wisata minat khusus. Umumnya wisata ini cukup lekat dengan kegiatan menyejukkan batin maupun rohani dan tidak terlalu memfokuskan kepada urusan duniawi semata. Meski demikian, wisata religi tetap mendapatkan tempat sebagai pilihan wisata. Di Surabaya, Komplek Wisata Religi Sunan Ampel menjadi salah satu destinasi wisata religi para peziarah.

Warga asli Surabaya mengenalnya sebagai Komplek Masjid Ampel karena memang terdapat masjid besar yang berusia cukup tua dan memiliki rekam sejarah panjang di dalamnya. Jika kamu pernah melakukan wisata religi khususnya untuk napak tilas perjalanan Wali Songo di tanah Jawa, pastinya tidak asing dengan tempat ini. Namun ternyata, tidak hanya keberadaan Sunan Ampel—salah satu anggota Wali Songo—saja yang menjadi daya tarik tempat ini.

Bangunan Masjid Ampel Dari Sisi Selatan (Zahir)
Bangunan Masjid Ampel dari sisi selatan/Zahir

Bangunan Masjid Megah Berusia Tua

Di area komplek Wisata Religi Sunan Ampel terdapat sebuah masjid tua yang dikenal dengan nama Masjid Ampel. Masjid yang tergolong cukup besar ini menjadi salah satu masjid tertua di Kota Surabaya, bahkan menjadi salah satu masjid tertua di Provinsi Jawa Timur. Menurut penuturan beberapa orang, konon Masjid Ampel dibangun sejak abad ke-13 oleh Raden Rachmat, nama asli Sunan Ampel.

Sunan Ampel membangun masjid bersama para sahabat dan murid-muridnya kala itu dengan mengambil corak  perpaduan arsitektur Jawa kuno dan meletakkan sentuhan gaya Timur Tengah di beberapa sudut bangunan masjid. Selain itu di beberapa bagian masjid terdapat tiang-tiang dari kayu jati, menambahkan kesan kuno pada bangunan masjid.

Setiap harinya masjid selalu ramai oleh para pengunjung baik mereka yang beribadah maupun para pengunjung yang sekedar ingin menikmati arsitektur klasik dari bangunan Masjid Ampel tersebut.

Gerbang Masuk Area Makam Sunan Ampel (Zahir)
Gerbang masuk area makam Sunan Ampel/Zahir

Makam Sunan dan Keluarga

Lazimnya tempat ziarah, area Komplek Wisata Religi Sunan Ampel memiliki beragam tempat ziarah yang tersebar di sekitar area Masjid Ampel. Lokasi ziarah utama yakni adalah tempat pemakaman Sunan Ampel beserta para keluarga dan muridnya. Lokasi makam ini berada tepat di belakang bangunan Masjid Ampel.

Sunan Ampel sendiri dikisahkan lahir di negeri Champa yang kini masuk wilayah antara negara Vietnam dan Laos. Beliau lahir pada tahun 1401 dan wafat pada tahun 1481, dimakamkan di area barat Masjid Ampel. Beliau dikenal sebagai salah satu Wali Songo yang turut andil dalam penyebaran islam di Nusantara khususnya di Pulau Jawa.

Area Komplek Makam KH Mas Mansyur (Zahir)
Area komplek makam KH Mas Mansyur/Zahir

Selain makam Sunan Ampel, di sini juga terdapat beberapa makam lain dan makam pahlawan nasional. Salah satu pahlawan nasional yang dimakamkan di area Masjid Ampel adalah KH. Mas Mansyur. Beliau merupakan salah satu tokoh pergerakan nasional yang cukup aktif dalam dunia politik khususnya perpolitikan umat muslim kala itu. Makam beliau menjadi satu dengan makam dari Keluarga Gipo yang juga merupakan tokoh masyarakat dalam pergerakan umat Islam di Kota Surabaya.

Tidak jauh dari lokasi makam ini terdapat sebuah makam yang terbilang cukup unik, yakni sebuah makam dari seorang murid sekaligus marbot Masjid Ampel, Mbah Soleh. Fakta menariknya, Mbah Soleh dikisahkan meninggal sembilan kali. Hal inilah yang membuat makam beliau terdapat sembilan pusara di lokasi yang sama.

Makam Mbah Sonhaji atau Mbah Bolong (Zahir)
Makam Mbah Sonhaji atau Mbah Bolong/Zahir

Sebuah makam dengan nama Mbah Sonhaji atau lebih dikenal dengan nama Mbah Bolong berdiri di samping kanan area makam Sunan Ampel. Semasa hidupnya, beliau dipercaya memiliki sebuah “karomah” atau kelebihan yang tidak bisa dinalar logika. Kelebihan beliau yakni mampu melihat Ka’bah di Kota Mekkah langsung dari Surabaya. Padahal pada masa itu hampir mustahil melihat langsung Ka’bah yang berjarak ribuan kilometer dari Kota Surabaya dengan mata telanjang.

Kisah ini diyakini juga menjadi salah satu penentu arah lokasi kiblat saat pembangunan Masjid Ampel. Sebenarnya, kemampuan Mbah Sonhaji dirasa cukup masuk akal karena beliau juga dikenal sebagai seorang nahkoda kapal yang sangat menguasai ilmu perbintangan.

Area Pasar Masjid Ampel (Zahir)
Area pasar/Zahir

Area Pasar yang Selalu Ramai

Di area komplek Wisata Religi Sunan Ampel juga terdapat dua pasar yang menjual beragam pernak-pernik ziarah dan kebutuhan umat islam. Mulai dari baju koko dan busana muslim, kitab-kitab dan Al-Qur’an. Ada juga beragam aksesoris khas Timur Tengah.

Tak hanya itu, beberapa pedagang menjual beragam makanan khas Surabaya seperti rujak cingur, lontong balap hingga kuliner khas dari Timur Tengah seperti nasi kebuli, kopi rempah, gule maryam, dan beragam kuliner lainnya.

Kapan-kapan, kamu tertarik berkunjung?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Berziarah ke Komplek Wisata Religi Sunan Ampel appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/berziarah-ke-komplek-wisata-religi-sunan-ampel/feed/ 0 34559
Majapahit dan Sejarah dalam Pandangan ‘Majapahit Lelono’ https://telusuri.id/majapahit-dan-sejarah-dalam-pandangan-majapahit-lelono/ https://telusuri.id/majapahit-dan-sejarah-dalam-pandangan-majapahit-lelono/#respond Wed, 23 Feb 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=32891 Sembari menyusuri beranda Instagram, saya melihat like seorang teman pada sebuah postingan. Postingan ini tentang sebuah petilasan yang terletak di sebuah desa di Mojokerto. Penasaran dengan isi postingannya, saya kemudian membuka profil dan melihat sebuah...

The post Majapahit dan Sejarah dalam Pandangan ‘Majapahit Lelono’ appeared first on TelusuRI.

]]>
Sembari menyusuri beranda Instagram, saya melihat like seorang teman pada sebuah postingan. Postingan ini tentang sebuah petilasan yang terletak di sebuah desa di Mojokerto. Penasaran dengan isi postingannya, saya kemudian membuka profil dan melihat sebuah akun bertemakan sejarah dan budaya, yang mengangkat kembali khazanah budaya Jawa kepada khalayak umum. Mojopahit Lelono merupakan sebuah komunitas yang eksis dengan tinggalan budaya khususnya di daerah Mojokerto, berdiri semenjak tanggal 6 Juni 2016. 

Awal mula berdirinya komunitas ini dilandasi oleh rasa prihatin, banyak situs-situs bersejarah yang terbengkalai dan rusak di daerah Mojokerto yang kurang diperhatikan. 

Tokel, Muhammad Zazuly, dan Mujiono merasa terpanggil untuk melestarikan tinggalan nenek moyang yang sudah menjadi sejarah hidup bangsa ini, apalagi banyak yang tidak tercatat oleh buku-buku sekolah. 

Majapahit Lelono
Pendataan di situs kuno Pacet, di Desa Sajen/Istimewa

“Pada akhirnya hal itu mendorong kami untuk membuat Komunitas Mole yang merupakan singkatan dari Mojopahit Lelono pada 2016 silam,” ungkap Tokel.

Nama Mojopahit Lelono sendiri mereka ambil dari kata Majapahit yakni merupakan kerajaan Hindu Buddha terakhir di Nusantara antara abad ke-13 sampai abad ke-16 Masehi, dan lelono artinya berkelana (perjalanan),” tambahnya. Kegiatan Mojopahit Lelono biasanya blusukan mencari keberadaan situs peninggalan sejarah ke punden-punden desa atau makam danyang (leluhur) desa dan kemudian mengabarkan hasil penyelidikan mereka ke media sosial.

Keberadaan situs atau benda cagar budaya itu paling banyak kami jumpai di tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Tetapi ada pula tinggalan yang baru ditemukan oleh komunitas ini yaitu sebuah jobong sumur yang terbuat dari batu dengan inskripsi yang menunjukkan tahun 1284 Saka/1369 Masehi. Dengan segera komunitas melaporkannya pada pihak terkait untuk ditinjau dan diteliti lebih mendalam.

Anggota komunitas ini pada awal berdirinya cukup banyak, yakni sekitar 40 orang. Seiring waktu, jumlah ini menyusut karena berbagai ihwal, dari kesibukan keluarga maupun pekerjaan. Namun tidak aktif bukan berarti berpisah, mereka semua masih menjalin komunikasi satu sama lain. Sekarang anggota aktif yang tersisa berjumlah 20 orang. Cara bergabung dengan Mojopahit Lelono sebenarnya cukup mudah, siapapun dan dimanapun dapat menjadi anggota Mojopahit Lelono asalkan mencintai sejarah. Tapi memang yang diprioritaskan adalah yang tinggal di sekitar Mojokerto.

“Seorang pelestari sejarah itu tidak bisa dipaksakan, kalau tidak ada niat dari hati yang tulus semua tidak akan bisa berjalan dengan baik. Oleh karena itu dibutuhkan orang yang memiliki niat tulus dan benar-benar mencintai peninggalan sejarah,” tegas Tokel.

Relevansi Kebudayaan Majapahit dengan Masa Sekarang

Bicara sejarah, tentu kita membicarakan kerajaan-kerajaan yang sempat eksis di masa lampau sebelum negeri ini terbentuk. Majapahit adalah salah satu kerajaan terbesar yang ada di Nusantara. Tentunya sebagai bagian dari masa lalu, ada pertanyaan “apa relevansi antara masa lalu dengan masa sekarang?” atau “bisakah masa lalu tersebut memberi kita manfaat?”

Sebagai komunitas sejarah yang paling dekat dengan lokasi kerajaan Majapahit, Mojopahit Lelono memandang warisan budaya Majapahit masih memiliki nilai relevansi tinggi bagi kehidupan masa kini. Karya budaya akan memiliki tiga macam kemanfaatan, yaitu ideologis, edukatif, dan ekonomis.

Majapahit Lelono
Punden Mbah Jenggot di Desa Pesanggrahan dengan tumpukan bata kuno/Istimewa

Nilai ideologis bermakna bahwa warisan budaya masa Majapahit bagi masyarakat kini merupakan sebuah kebanggaan sebab dalam warisan budaya tersebut terdapat nilai-nilai luhur. Nilai ekonomis dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi melalui sektor pariwisata. Nilai edukatif mendorong munculnya pesan-pesan edukatif karena artefak tampak dan tak tampaknya warisan Majapahit itu benar-benar nyata.

Trowulan dipercaya adalah bekas ibukota kerajaan Majapahit pada masa silam, dibuktikan dengan peninggalan sejarah berupa tinggalan bangunan suci, bekas pemukiman kuno, kanal kuno, gapura, batu prasasti, arca dan masih banyak lagi tinggalan budaya yang ada di Trowulan Mojokerto. Tentunya ini menambah semangat anggota komunitas Mojopahit Lelono untuk terus menelusuri tinggalan lainnya yang belum ditemukan.

Membumikan Ingatan Tentang Warisan Leluhur

Setiap generasi punya caranya tersendiri untuk belajar, termasuk generasi sekarang yang sudah banyak dijejali teknologi. Penyampaiannya tentu berbeda dengan generasi sebelumnya.

Majapahit Lelono
Temuan unfinished arca Ganesha oleh salah seorang penduduk Desa Gebangsari yang disimpan dan dirawat dengan baik/Istimewa

Mojopahit Lelono, dalam upaya melekatkan ingatan masyarakat tentang warisan budaya yang semakin terpinggirkan pada masa modern ini menggunakan alat-alat yang sesuai dengan zaman sekarang. “Misalnya dengan menggunakan media sosial. Karena generasi milenial sekarang sangat akrab dengan medsos, mereka tidak bisa lepas barang itu sedikitpun.”

“Maka dari itu kami rajin mengunggah konten-konten sejarah di Instagram, YouTube, TikTok dan Facebook,” tambahnya.

Pengenalan sejarah kepada masyarakat saat ini harus betul-betul memanfaatkan teknologi informasi. Pasalnya zaman serba digital ini semua orang dapat mengakses informasi dalam  satu genggaman melalui telepon seluler. Dalam setiap ada agenda blusukan ke situs-situs kuno, anggota komunitas juga mengedukasi kepada masyarakat sekitar untuk ikut serta menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di desa mereka. Agar tidak rusak atau hilang dicuri oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Majapahit dan Sejarah dalam Pandangan ‘Majapahit Lelono’ appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/majapahit-dan-sejarah-dalam-pandangan-majapahit-lelono/feed/ 0 32891
Sejenak Singgah ke Dendy Sky View https://telusuri.id/sejenak-singgah-ke-dendy-sky-view/ https://telusuri.id/sejenak-singgah-ke-dendy-sky-view/#respond Wed, 02 Feb 2022 11:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=32527 Memasuki libur akhir tahun, PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) di daerahku mulai longgar seiring dengan menurunnya kasus penyebaran COVID-19. Beberapa tempat wisata kembali membuka diri. Aku dan ketiga temanku—yang dengan uang pas-pasan tapi ingin berwisata—bersepakat...

The post Sejenak Singgah ke Dendy Sky View appeared first on TelusuRI.

]]>
Memasuki libur akhir tahun, PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) di daerahku mulai longgar seiring dengan menurunnya kasus penyebaran COVID-19. Beberapa tempat wisata kembali membuka diri. Aku dan ketiga temanku—yang dengan uang pas-pasan tapi ingin berwisata—bersepakat untuk menghabiskan waktu bersama ke Dendy Sky View.

Dendy Sky View terbilang ramai kunjungan sejak hari pembukaan pertamanya. Lokasinya berada di Jalan Raya Waduk Wonorejo, Bantengan, Mulyosari, Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung. Masih berada di dalam lingkar Waduk Wonorejo.

Rencana kami untuk berangkat pukul 2 siang terpaksa mundur dikarenakan langit yang sedari pagi cerah tiba-tiba meredup. Air hujan pun mulai mengguyur. Mau tidak mau kami harus bersabar untuk menunggu hujan berhenti. Sekitar pukul 3 sore setelah Asar, hujan berhenti dan kami memutuskan untuk berangkat saat itu juga. 

Suasana mendung masih tertinggal. Takut kalau hujan akan turun lagi, sempat membuat kami ragu untuk berangkat. Kami mengendarai motor sore itu, melakukan perjalanan singkat dari rumahku yang berlokasi di pusat Kota Tulungagung.

Dendy Sky View
Pemandangan dari rumah kaca Dendy Sky View/Nur Ainun

Memasuki kawasan Kecamatan Pagerwojo, kami disambut dengan udara yang terasa cukup berbeda dengan ketika berada di dataran rendah. Jalan berkelok-kelok dan tidak jarang menemui aspal berlubang menjadi tantangan tersendiri bagi saya yang bisa dibilang masih pemula dalam mengendarai motor. 

Tak perlu khawatir tersesat, Google Maps akan memandu perjalanan menuju ke sana. Selain itu juga terdapat papan-papan penunjuk arah menuju Dendy Sky View yang sangat membantu sampai tujuan. 

Alam menyuguhi kami dengan pemandangan yang indah. Sepanjang perjalanan. Udara sejuk khas selepas hujan juga menenangkan. Meskipun Dendy Sky View terletak di desa namun jalan yang dilalui ini tidak pernah sepi, selalu ada kendaraan yang lalu-lalang di karena daerah ini merupakan kawasan wisata. 

Jalanan yang mulai melandai dan di sisi kanan kiri yang bermunculan tempat parkir menandakan perjalanan akan segera tiba. Setelah tiba di lokasi dan memarkirkan motor, kami disambut dengan patung-patung kuda yang berjejer dan gapura bertuliskan “Dendy Sky View”. 

Pengunjung tidak perlu membayar tiket masuk untuk memasuki area wisata Dendy Sky View. Mengingat pandemi yang masih belum usai, syarat masuknya adalah seluruh pengunjung wajib mematuhi protokol kesehatan yang berlaku dan melakukan pengecekan suhu tubuh sebelum memasuki area wisata. 

Yang terlintas di kepalaku saat pertama kali memasuki Dendy Sky View adalah vibes atau suasana perkampungan ala Texas. Sebelum memilih tempat duduk kami antre untuk memesan minuman dan makanan. Tidak hanya berpusat di satu tempat, masih banyak stan yang menjual minuman, makanan, dan kudapan lainnya seperti sosis bakar, gorengan, es krim, dan popcorn.

Setelah selesai memesan makanan, pramusaji memberikan sebuah alat dengan alarm kecil yang berdering dan bergetar sebagai penanda bahwa pesanan sudah siap untuk diambil. Semua makanan dan minuman yang dijual di sini tergolong murah, tidak banyak merogoh kocek. Mulai dari tujuh ribu rupiah saya sudah bisa menikmati minuman es coklat ikonik milik Bu Dendy.

Pelbagai macam sudut, mulai dari lesehan dilengkapi bantal duduk, kursi-kursi yang mengarah langsung ke pemandangan Waduk Wonorejo, hingga yang berada di paling ujung yakni kursi-kursi di dalam rumah kaca bisa dipilih. Sentuhan live music yang berlangsung semakin mendukung suasana healing kami.

Tempat ini menjadi lebih ramai ketika akhir pekan. Ada fasilitas penunjang seperti musala dan toilet yang memadai membuat tempat ini family friendly. Pengunjung tidak hanya anak muda saja namun juga mereka yang sudah berkeluarga.

Dendy Sky View
Lampu di salah satu sudut Dendy Sky View/Nur Ainun

Cuaca mendung yang masih tersisa membuat suasana sore itu sangat sejuk dan menenangkan. Setelah mengambil pesanan, kami memutuskan untuk duduk di bagian paling ujung yaitu rumah kaca. Kami bercengkrama mengenai banyak hal ditemani dengan makanan dan minuman pesanan kami serta pemandangan Waduk Wonorejo.

Beberapa saat kemudian hujan perlahan kembali turun. Para pengunjung yang duduk di area “terbuka” perlahan meninggalkan tempat dan mencari tempat untuk teduh. Dan tentu saja rumah kaca tempat kami duduk menjadi ramai seketika.

Para karyawan tempat wisata yang bertugas segera membereskan bantal-bantal duduk dan mengumpulkannya menjadi satu untuk kemudian ditutup menggunakan [semacam] kain/terpal agar tidak basah. 

Setelah puas mengobrol dan menikmati santapan, mengingat waktu yang juga semakin larut, menjelang Maghrib kami memutuskan untuk pulang. Terakhir sebelum pulang, aku dapat melihat dengan jelas sunset, langit yang mulai merah merekah.

Dendy Sky View buka mulai dari pukul 9 pagi hingga pukul 9 malam. Jangan lupa jaga protokol kesehatan ketika berkunjung ya!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Sejenak Singgah ke Dendy Sky View appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/sejenak-singgah-ke-dendy-sky-view/feed/ 0 32527
Menelusuri Wisata Sejarah di Nganjuk https://telusuri.id/menelusuri-wisata-sejarah-di-nganjuk/ https://telusuri.id/menelusuri-wisata-sejarah-di-nganjuk/#respond Thu, 27 Jan 2022 11:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=32476 Berada di Jawa Timur, Nganjuk dikelilingi oleh enam Kabupaten. Kabupaten tersebut antara lain yakni Kab. Jombang (sebelah timur), Kab. Kediri (sebelah selatan dan sebelah timur), Kab. Tulungagung (sebelah selatan), Kab. Madiun dan Kab. Ponorogo (sebelah...

The post Menelusuri Wisata Sejarah di Nganjuk appeared first on TelusuRI.

]]>
Berada di Jawa Timur, Nganjuk dikelilingi oleh enam Kabupaten. Kabupaten tersebut antara lain yakni Kab. Jombang (sebelah timur), Kab. Kediri (sebelah selatan dan sebelah timur), Kab. Tulungagung (sebelah selatan), Kab. Madiun dan Kab. Ponorogo (sebelah barat), dan Kab. Bojonegoro (sebelah utara). Wilayah Nganjuk terbilang strategis karena menjadi jalur lintas selatan dari arah Surabaya menuju Solo, Yogyakarta, dan Jabodetabek. Masyarakat Nganjuk masih lekat dengan tradisi, budaya, hingga sejarah. Oleh karenanya, menjadi hal yang lumrah jika Nganjuk memiliki potensi wisata terkait dengan nilai-nilai tersebut.

Kalau ke Nganjuk, sempatkan diri singgah ke tempat bersejarah ini, ya!

Candi Lor
Candi Lor/Imam Basthomi

1. Candi Lor

Candi Lor terletak di sebelah selatan dari pusat Kota Nganjuk. Tepatnya di Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk. Berdasarkan catatan sejarah, candi ini didirikan oleh Mpu Sindok pada tahun 859 Caka atau 937 M sebagai tugu peringatan kemenangan Sindok dari Melayu  dan sebagai penghargaan kepada rakyat Anjung Ladang atas dalam peperangan.

Menurut ahli sejarah, Candi Lor awalnya bertingkat dan bersifat Siwais. Candi Lor menghadap ke barat namun sekarang ini sudah tidak berbentuk lagi—sudah sangat rusak, tepatnya. Hal itu terjadi karena memang bangunan candi yang terbuat dari bata merah ini sudah tua, bahkan pohon Kepuh tumbuh di sekitar badan candi. 

Di bagian barat, terdapat arca, lingga, dan juga yoni. Ketiga dalam keadaan sudah rusak. Di sebelah baratnya lagi ada dua makam yang diyakini sebagai makam abdi kinasih Mpu Sindok yaitu Eyang Kerto dan Eyang Kerti.

Di komplek Candi Lor juga ditemukan sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Anjuk Ladang. Prasasti tersebut saat ini tersimpan di Museum Nasional. Secara garis besar, prasasti Anjuk Ladang berisi maklumat dari seorang pejabat tinggi kerajaan.

2. Candi Ngetos

Candi Ngetos terletak di Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, sekitar 17 km arah selatan dari Kota Nganjuk. Berdasarkan bentuk bangunannya, candi ini diperkirakan berdiri pada abad XV. Candi ini juga diperkirakan berfungsi sebagai tempat pemakaman Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit.

Bangunan utama Candi Ngetos terbuat dari batu merah. Secara fisik, keadaannya tak jauh beda dengan Candi Lor. Tampak rusak. Candi Ngetos memiliki 4 relief, namun sekarang ini hanya satu yang masih dapat dilihat, tiga lainnya sudah rusak. Berdasarkan arca-arca yang ditemukan di sana, Candi Ngetos dikatakan sebagai Candi yang bersifat Siwa-Wisnu.

3. Masjid Al Mubaarok

Masjid Mubaarok merupakan masjid salah satu yang tertua di Nganjuk. Lokasinya berada di Berbek, sekitar 8 km arah selatan dari pusat Kota Nganjuk. Masjid ini dibangun di atas tanah yang cukup luas. Di sampingnya ada beberapa bangunan lainnya seperti yoni yang sekarang difungsikan untuk melihat waktu Salat (bencet).

Di sebelah kiri bagian depan sekarang ini didirikan bangunan untuk Kantor Urusan Agama (KUA) Berbek. Di bagian sebelahnya juga ada Taman Pendidikan Quran (TPA) dan Madrasah Ibtidaiyah. Di belakang masjid digunakan sebagai pemakaman dan sampai saat ini oleh masyarakat sering dikunjungi untuk wisata religi. 

4. Monumen Pahlawan

Nganjuk juga merupakan wilayah yang memiliki rekam jejak sejarah perjuangan para pahlawan Indonesia. Untuk mengenang dan mengingat jasa-jasa para pahlawan, maka dibuatkan sebuah monumen. Yang pertama adalah Monumen Kapten Kasihin. Monumen tersebut terletak di alun-alun Kota Nganjuk.

Monumennya berupa patung yang berdiri megah dan gagah yang menggambarkan Kapten Kasihin sedang memakai baju militer lengkap dengan pedangnya. Monumen ini dibangun untuk menunjukkan bahwa di daerah Nganjuk pernah terjadi perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Yang kedua adalah Monumen Jenderal Sudirman. Monumen tersebut dibangun di Desa Bajulan. Lokasinya sangat strategis, yaitu terletak di tikungan dekat jembatan yang agak panjang dan persis di sebelah barat SD bajulan 1.

Pada monumen ini Jenderal Sudirman digambarkan sebagai sosok yang utuh, berdiri tegak, dan memakai jas/mantel panjang dan memakai blangkon. Monumen ini dibangun di Desa Bajulan karena untuk mengenang perjuangan gerilya Jenderal Sudirman beserta pasukannya melawan pasukan penjajah.

Yang terakhir adalah Monumen Dokter Soetomo. Monumen ini terletak di Desa Ngepeh Kecamatan Loceret (7 km dari pusat Kota Nganjuk). Dibangun di sana karena merupakan tanah tempat kelahiran Dokter Soetomo. Secara keseluruhan monumennya berdiri di atas tanah seluas 3-4 ha.

Monumen Dokter Soetomo terdiri dari patung Dokter Soetomo, pendopo induk, dan bangunan pringgitan. Di monumen ini juga terdapat foto-foto kenangan dan kegiatan Dokter Soetomo baik pada masa kanak-kanak, masa muda, dan masa dewasa.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menelusuri Wisata Sejarah di Nganjuk appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menelusuri-wisata-sejarah-di-nganjuk/feed/ 0 32476
Melihat Pameran Lukisan Self Matter di Galeri Raos https://telusuri.id/melihat-pameran-lukisan-self-matter-di-galeri-raos/ https://telusuri.id/melihat-pameran-lukisan-self-matter-di-galeri-raos/#respond Wed, 26 Jan 2022 05:45:41 +0000 https://telusuri.id/?p=32493 Manusia dengan segala kerumitannya menjadikan ia sebagai makhluk yang sangat istimewa. Bagaimana tidak? Manusia diberi wewenang untuk berpikir dengan waras. Berpikir tentang dunia, makhluk lain, terlebih tentang dirinya sendiri. Namun kini, semakin banyak manusia yang...

The post Melihat Pameran Lukisan Self Matter di Galeri Raos appeared first on TelusuRI.

]]>
Manusia dengan segala kerumitannya menjadikan ia sebagai makhluk yang sangat istimewa. Bagaimana tidak? Manusia diberi wewenang untuk berpikir dengan waras. Berpikir tentang dunia, makhluk lain, terlebih tentang dirinya sendiri. Namun kini, semakin banyak manusia yang hilang. Bukan raganya, tapi hilang jiwanya.

#SelfMatterExhibition merupakan tagar yang menjadi tema utama pameran lukisan di Galeri Raos. Pameran lukisan kali ini menekankan pada makna masalah diri sendiri. Masalah diri yang kompleks, masalah diri yang sukar diceritakan dengan orang lain, masalah diri yang harus dipecahkan sendiri. Karena memang sejatinya, manusia harus bisa hidup di atas kakinya sendiri.

Galeri Raos
Pameran Lukisan Self Matter di Galeri Raos/Nur Nadya

Pameran ini diselenggarakan di Galeri Raos tepatnya di Kota Batu. 21 seniman berhasil membuat sebuah karya yang sangat menakjubkan. Sebagian besar makna dari karya tersebut berisikan keresahan-keresahan yang menumpuk selama pandemi COVID-19. Manusia yang merasa kehilangan tujuan hingga maknanya sebagai manusia. Memang perlu diakui bahwa dampak dari pandemi tidak hanya pada ekonomi, namun juga mental manusia itu sendiri.

Pameran lukisan bertema Self Matter ini merupakan hasil karya dari Himaprodi Seni Rupa Murni Universitas Brawijaya. Universitas Brawijaya atau yang biasa disingkat UB adalah salah satu universitas favorit di Kota Malang. Tidak heran jika UB menghasilkan mahasiswa yang keren diberbagai bidang, termasuk seni rupa. Jadi bukan hal tabu jika karya-karya lukisan ini sangat menarik dan patut diapresiasi. 

Pengunjung galeri sangat antusias menikmati hasil karya para seniman. Lukisan-lukisan yang terpajang di dinding memang memiliki arti tersendiri, bahkan mungkin hanya empunya lukisan yang mengetahui makna tersembunyi dari sebuah karya tersebut. Namun, karya seni memiliki maknabagi penikmatnya. Hal itu pula yang membuat seni menjadi seru untuk ditelaah.  Tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar dari penafsiran suatu karya seni, sejatinya, karya tersebut dapat ditafsirkan sesuai dengan perasaan, bisa saja hari demi hari makna tersebut menjadi berbeda, karena manusia bisa dengan cepat berubah; perasaan, emosi, bahkan pikiran-pikirannya.

Selain lukisan, terdapat acara lain yang membuat pengunjung galeri semakin tertarik untuk berlama-lama, yaitu performance art atau pertunjukan seni. Pertunjukkan tersebut dilakukan di tengah galeri dan kelilingi pengunjung. Sungguh pertunjukan yang sangat menakjubkan. Mungkin memang ada beberapa alur yang sangat sulit untuk dimengerti, namun pengunjung tetap bersemangat memperhatikan para penampil. Terlihat dari sorot mata yang hampir tidak berkedip dari setiap cerita. Terdengar bisik-bisik pengunjung yang mencoba menebak arti dari pertunjukan tersebut.

Ada salah satu pertunjukan yang masih menjadi favorit hingga saat ini. Memang sangat sulit untuk diartikan. Pertunjukan tersebut dimainkan oleh kurang lebih 4-5 orang dengan satu perempuan. Perempuan tersebut berkeliling dan berinteraksi dengan pengunjung tanpa berbicara hanya menunjuk dirinya dan salah satu pengunjung. Sebelumnya pengunjung sudah diberi notes dengan tulisan “you” dan ditempelkan saat perempuan itu datang. Setelah itu, pemeran laki-laki menempelkan lakban di atas lukisan yang bertuliskan lafadz Allah, kemudian ada dua laki-laki yang bersujud di bawahnya sambil menangis tersedu-sedu.

Satu kalimat yang masih teringat adalah, “Pe’en dunyomu, Rek,” yang berarti adalah ambil duniamu. Kalimat tersebut seakan menjadi pengingat sekaligus menyindir manusia yang sangat sibuk dengan dunianya. Manusia yang selalu memikirkan kepentingan duniawi, sibuk kesana kemari mencari pundi-pundi yang dirasa adalah segalanya. Manusia lupa bahwa Tuhan sedang menunggu untuk sujud dan doanya.

Self Matter, sebuah acara seru untuk dihadiri. Sebagian besar pengunjung yang datang dari kalangan pelajar dan mahasiswa Rentang umur  remaja sering kali merasakan kehilangan diri sendiri, kehilangan keinginan diri, dan bentuk kehilangan yang tidak seharusnya dirasakan. Entah apa makna sesungguhnya dari tema, lukisan dan pertunjukan yang ditampilkan. Setiap orang bebas mengartikan tanpa perlu dinilai orang lain. 

Tidak salah jika tema ini diangkat di masa-masa sekarang. Hal yang dirasakan setiap individu semasa pandemi berlangsung. Entah bagaimana caranya kembali menjadi manusia yang sama seperti sebelumnya. Yang bisa melakukan segala hal tanpa cemas, yang dapat berguna bagi orang lain. Banyak manusia berpikir bahwa hidup di dunia ini harus melulu tentang membantu orang lain. Namun apakah sudah ditelisik lebih jauh tentang membantu diri sendiri?

Menengok ke dalam dan merasakan apa yang sedang dilalui. Mencoba mengerti tentang apa-apa yang dibutuhkan. Mengajak bicara diri sendiri mengenai rasa perih tanpa mengelak bahwa diri sedang tidak baik-baik saja. Karena hal terpenting dari proses mengobati luka diri adalah menyadari bahwa luka itu memang ada dan nyata meski tidak terlihat. Mari berdamai dengan diri sendiri, memeluk diri tanpa ada lagi kalimat menghakimi. Setiap diri memiliki hebatnya tersendiri yang tidak layak untuk disakiti dan dibandingkan dengan diri yang lain. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Melihat Pameran Lukisan Self Matter di Galeri Raos appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/melihat-pameran-lukisan-self-matter-di-galeri-raos/feed/ 0 32493
Monumen Kresek dan Kisahnya https://telusuri.id/monumen-kresek-dan-kisahnya/ https://telusuri.id/monumen-kresek-dan-kisahnya/#respond Sun, 18 Apr 2021 08:12:51 +0000 https://telusuri.id/?p=27581 Suatu hari, saya dan salah seorang kawan ditugasi untuk survei tanah wakaf yang ada di Madiun. Tanah ini akan digunakan untuk pembangunan Masjid Kampus Urup, Pusat Pembelajaran Gratis. Siang hari kami berangkat dari Malang menuju...

The post Monumen Kresek dan Kisahnya appeared first on TelusuRI.

]]>
Suatu hari, saya dan salah seorang kawan ditugasi untuk survei tanah wakaf yang ada di Madiun. Tanah ini akan digunakan untuk pembangunan Masjid Kampus Urup, Pusat Pembelajaran Gratis. Siang hari kami berangkat dari Malang menuju Nganjuk menggunakan bus. Meski dalam keadaan pandemi, bus masih beroperasi, mengantarkan kami yang hendak melakukan perjalanan. Tentu dengan menggunakan protokol kesehatan, seperti memakai masker, hand sanitizer, dan lain-lain. 

Kami sampai di Terminal Nganjuk sore hari, kawan saya langsung menelpon dua orang teman untuk menjemput kami dan dibawa ke rumahnya untuk beristirahat menunggu pagi tiba, rencana pagi harinya kami akan melanjutkan misi ke Madiun, kota yang lekat dengan guru bangsa Hos Tjokroaminoto. 

Berada di bus, dari Malang menuju Ngajuk/Atmaja Wijaya

Pagi harinya, setelah sarapan, kami pun bersiap-siap untuk mencari lokasi tanah wakaf tersebut. Bermodalkan Google Maps kami meluncur dengan motor Karisma yang sudah lumayan tua, sekira keluaran tahun 2000an. Motor Karisma tua itu melaju dengan kecepatan cukup kencang, berada diantara bus-bus yang berseliweran di jalan raya dari Nganjuk-Madiun. Setelah menempuh perjalanan 1 jam lebih dengan jarak 60-an km/jam, kami sampai di Madiun.

Jalan yang kami tempuh kebanyakan jalan kecil dan terjang, sekira sepanjang 15 km jalan sepi dan gersang. Kiri kanannya dipenuhi tanaman pohon jati. Konon, katanya pohon jati ini adalah proyek pemerintah yang suatu waktu tanah tersebut bisa di klaim menjadi milik pemerintah, itu salah satu pembicaraan kami di sembari mengendara sepeda motor.

Rasa haus dan ngantuk dengan perjalanan yang kami tempuh membuat kami memutuskan untuk beristirahat sebentar di warung milik warga, cukup minum es cappucino berharap rasa ngantuk kami hilang. Kami pun langsung melanjutkan perjalanan, menuju lokasi yang terlihat tinggal beberapa kilometer lagi pada layar Google Maps.

Sesampai di lokasi sesuai petunjuk, kawan saya menerima telepon bahwa tanah yang akan diwakafkan belum bisa di survei. Katanya tanah itu belum selesai dibicarakan dengan keluarganya. Jadilah kami tak tahu harus kemana lagi.

Mengunjungi Monumen Kresek

Beberapa menit kami menunggu di sebuah gubuk tepi sawah, kami pun diperintah untuk melanjutkan survei untuk mencari tempat DIKSARNAS atau Pendidikan Dasar Nasional, sebuah pendidikan bagi kaum muda dari Yayasan Peneleh Jang Oetama tempat kami dibina. Kami diminta melakukan survei ke Monumen Kresek.

Melihat lokasi yang tidak jauh dari tempat kami istirahat, kami langsung menuju ke sana, akan tetapi jalan yang ditunjukkan Google Maps ini tetap jalan kecil dan terjal, di kiri kanan hanya ada satu dua rumah warga dan jarak antar rumah yang satu dengan yang lain pun cukup berjauhan.

15 menit dalam perjalanan, kami sampai di Monumen Kresek, di Desa Kresek, Kecamatan Dungus, Kabupaten Madiun. Monumen Kresek dijadikan tempat wisata bersejarah, tak sedikit orang yang mengunjungi. Saat tiba, kami bertemu dengan orang-orang yang berduyungan datang pergi sekeluarga besar meski hanya untuk sekedar makan bersama. 

Tugu Monumen Keresek/Atmaja Wijaya

Monumen Kresek merupakan salah satu peninggalan bersejarah, menjadi saksi bisu atas kejadian pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. Monumen ini dibangun dengan tujuan mengenang peristiwa tersebut dan juga mengenang jasa para korban.

Di sini terdapat rekam jejak para korban kekejaman PKI yang berjumlah 17 orang. Mulai dari TNI sampai pamong desa. Daftar nama-nama korban tertulis pada sebuah di area monumen yang dekat dengan sepasang gapura. Sedangkan tepat di depan tugu terdapat ornamen patung yang menggambarkan bagaimana PKI melukai para korban.

Monumen Kresek
Lorong keluar Area monumen/Atmaja Wijaya

Tak jauh dari tugu, terdapat sebuah pendapa berukuran sekitar 6 x 2 meter, berlantai keramik hitam. Di sini kami mengamati dua patung dengan makna yang berbeda. Untuk dapat melihat lebih dekat, kami harus menaiki tangga.

Patung tersebut menggambarkan kisah seorang kiai atau pemuka agama yang mengalami kekejaman oleh PKI. Diceritakan, PKI banyak menyerang pesantren dan membunuh kiai lantaran mereka tidak suka pada otoritas seorang kiai.

Di bawah patung terdapat aliran air langsung tersambung dengan kolam di bagian bawahnya. Dekat dengan area monumen terdapat taman-taman berisi gobuk-gobuk ramai diduduki pengunjung. Hiasan di jalan lorong jalan keluar area monumen menggunakan payung-payung gantung warna-warni. 

Selepas mengamati dan mempelajari sedikit cuplikan sejarah di Monumen Kresek ini, kami beranjak pulang ke Nganjuk, tempat kami menginap semalam. Sekira magrib, kami tiba di penginapan yang berjarak kurang lebih 60 km dari lokasi survei tadi.

The post Monumen Kresek dan Kisahnya appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/monumen-kresek-dan-kisahnya/feed/ 0 27581
Menengok Gugusan Karang di Pantai Watu Leter https://telusuri.id/menengok-gugusan-karang-di-pantai-watu-leter/ https://telusuri.id/menengok-gugusan-karang-di-pantai-watu-leter/#respond Tue, 13 Apr 2021 08:35:15 +0000 https://telusuri.id/?p=27579 Berkutat dengan skripsi memang sungguh melelahkan, menguras banyak energi, dan rawan terkena stres. Karena saat itu saya sedang menunjukkan gejala frustasi. Saya ajak saja teman-teman seperjuangan dan beberapa adik tingkat di kampus untuk sejenak berlibur....

The post Menengok Gugusan Karang di Pantai Watu Leter appeared first on TelusuRI.

]]>
Berkutat dengan skripsi memang sungguh melelahkan, menguras banyak energi, dan rawan terkena stres. Karena saat itu saya sedang menunjukkan gejala frustasi. Saya ajak saja teman-teman seperjuangan dan beberapa adik tingkat di kampus untuk sejenak berlibur. “Eh rek, ayo main,” pinta saya penuh harap melalui chat di grup Line. “Kemana?” salah seorang menimpali. “Gak tau, mau searching dulu, pokoknya harus ke pantai,” balas saya sedikit memaksa.

Semua teman sudah hafal betul jika saya sangat suka laut. Mereka manut saja ketika saya meminta untuk berwisata bahari. Setelah menimbang beberapa pantai yang ada di Malang Selatan, pilihan kami jatuh kepada Pantai Watu Leter yang terletak di Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Pantai ini berdekatan dengan Pantai Bajulmati dan Pantai Clungup. Kebetulan, kami berenam juga belum pernah ke pantai ini, jadilah kami berangkat mengunjunginya.

Karena kami sudah terbiasa melawat ke beberapa pantai di Malang Selatan, dengan keyakinan tinggi kami optimis untuk tidak menggunakan Google Maps. Tidak sesuai dengan rencana, kami tersesat dan terpisah jalur.

Pantai Watu Leter Malang
Pantai Watu Leter/Melynda Dwi

“Hayo, sombong sih,” umpatan meluncur begitu saja melalui mulut saya kepada adik tingkat. Peluh terus mengucur dari balik kerudung karena waktu perjalanan sedikit lebih lama akibat salah jalan. Walaupun begitu, kami tetap melanjutkan perjalanan dengan diawali sambutan dari petugas parkir dan loket pembayaran. Tarif masuk yang dikenakan di semua Pantai Kabupaten Malang terhitung sama, yaitu Rp10 ribu per orang dan Rp5 ribu untuk parkir kendaraan roda dua.

Nuansa sendu di Pantai Watu Leter

Kami segera membawa raga menuju bibir pantai. Saya begitu takjub ketika melihat kondisi pantai yang indah dipandang. Perpaduan air berwarna hijau tosca dan biru sungguh menyejukkan. Segera saya bertelanjang kaki agar merasakan halusnya pasir putih kekuningan. Langit pun membiru, diikuti susunan awan-awan putih. Tidak ada tanda-tanda ia ingin meredup, seakan menyetujui kedatangan kami.

Tak hanya kami, ada banyak manusia lain yang nampak asik berswafoto ataupun sekadar menikmati semilir angin. Matahari semakin meninggi, menjadi pertanda agar kami mencari sebuah tempat bernaung. Seketika kami memasrahkan diri untuk sejenak bersandar di bawah sebuah pohon yang berdiri kokoh. Sinar mentari berusaha menerobos sela-sela rimbunnya dedaunan. Mendengarkan deburan ombak yang begitu keras memecah karang yang ada di depannya. Buih-buih putih bergerombol mendorong diri menuju bibir pantai. “Bagus banget,” teriak salah satu teman diiringi suara nyaring bayu berhembus.

“Pilihanku nggak pernah salah kan?” balas saya membanggakan diri. 

Pantai Watu Leter Malang
Pantai Watu Leter/Melynda Dwi

Terlihat daun kering berlarian kesana kemari terbawa angin. Mata saya sayup-sayup segera ingin menutup. Karena suasana yang begitu menyejukkan. Namun kantuk segera pudar karena canda tawa teman-teman yang menyambar. Menikmati goresan tangan Tuhan dibarengi dengan mengupas kulit kacang sebagai bekal sangatlah mengasyikkan. Hingga tidak tersadar bahwa handphone tidak lagi terjamah dan terkapar.

Sekadar berjalan mengamati alam sekitar tidak akan membuat penyesalan, karena Pantai Watu Leter menyajikan beragam kemolekan. Saya lalu mencoba mendekat ke arah laut dan membiarkan kaki bersentuhan dengan dinginnya air laut. Seketika ingin rasanya menceburkan diri merasakan kesegaran. Namun itu hanya sebatas keinginan terpancar.

Walau letih telah menampakkan pengaruhnya. Saya tidak ingin menyia-nyiakan menelusuri setiap sisi pantai. Melihat muda mudi bersenda gurau atau mencelupkan badannya ke dalam air. Ada pula yang membiarkan dirinya terbawa gaya gravitasi dan merasakan basahnya pasir pantai. Kaki ini terus menyeret butiran pasir yang melimpah.

Keunikan Pantai Watu Leter

Pantai Watu Leter Malang
Gugusan pulau karang di Watu Leter/Melynda Dwi

Mata ini kembali menjelajah kesana kemari. Menatap bongkahan batu karang yang tertutup hijaunya pepohonan. Hingga terhenti kepada sebuah batu karang yang memiliki permukaan rata. Penamaan Pantai Watu Leter menggunakan Bahasa Jawa, yang disebabkan oleh datarnya (leter) sebuah batu karang (watu). Warga setempat lebih mengenalnya dengan nama Pantai Ngleter.

Ombak begitu tinggi, membentuk formasi rapi saat menghantam karang, sehingga terlihat tulisan peringatan dilarang berenang. Tak mengapa, masih ada keelokan yang lain. Bibir pantai ini begitu panjang terhampar. Bahkan pantai ini terhubung dengan muara aliran Sungai Sitiarjo. Hingga pemandangan berupa hutan mangrove menjadi suguhan pelengkap. Tersedia pula penyewaan perahu untuk menerobos lebatnya susunan rapi berbagai spesies ekosistem mangrove. Pantai ini juga dikenal sebagai lokasi persinggahan penyu abu-abu. Serta sering menjadi tujuan untuk program pelepasliaran hewan pengelana samudera itu.

Pantai ini tidak hanya menjadi lokasi untuk mampir sebentar menikmati suasana. Ada pula yang mendirikan tenda untuk merasakan hidup bersama alam. Apabila ingin camping diharuskan membayar tambahan biaya Rp3 ribu per motor per hari. Karena masih tergolong asri, fasilitas yang tersedia belum terhitung lengkap. Namun hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri untuk saya khususnya berlama-lama di Pantai Watu Leter.

The post Menengok Gugusan Karang di Pantai Watu Leter appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menengok-gugusan-karang-di-pantai-watu-leter/feed/ 0 27579
Pantai Balekambang: Perjalanan yang Tak Direncanakan https://telusuri.id/pantai-balekambang-perjalanan-yang-tak-direncanakan/ https://telusuri.id/pantai-balekambang-perjalanan-yang-tak-direncanakan/#respond Thu, 21 Jan 2021 04:44:34 +0000 https://telusuri.id/?p=26481 Waktu itu akhir pekan hampir tiba, belum ada rencana ingin pergi kemana-mana. Dalam benak saya hanya ingin ‘me time’ sembari minum kopi dan membaca The Geography of Bliss karya Eric Weiner yang menganggur lama di...

The post Pantai Balekambang: Perjalanan yang Tak Direncanakan appeared first on TelusuRI.

]]>
Waktu itu akhir pekan hampir tiba, belum ada rencana ingin pergi kemana-mana. Dalam benak saya hanya ingin ‘me time’ sembari minum kopi dan membaca The Geography of Bliss karya Eric Weiner yang menganggur lama di rak buku. Tak lupa juga mendengarkan John Mayer “Love on the Weekend” dari albumnya The Search for Everything. Ah, benar-benar akhir pekan yang akan menyenangkan rasanya.

Alhasil, ekspektasi akhir pekan ini runtuh seketika dengan ajakan main dari teman saya, Serin. 

“Weekend, main ke Bromo yuk!” Kata dia antusias mengajak. Saya pun tidak kuat iman untuk menolaknya, dan langsung mantab menjawab, “ayo!”

Selepas kerja di hari jumat sore, saya pun langsung bergegas pulang menyiapkan berbagai kebutuhan untuk pergi ke Bromo. Malam hari tepat pukul 23:00 WIB kami berempat berangkat dari Sidoarjo. Sampai di tengah perjalanan, rencana ke Bromo goyah dengan ajakan teman saya, Juli.

“Eh daripada ke Bromo, mending ke Malang aja yuk! Ke pantai aja. Bagus-bagus banget lho, asli..” Katanya semangat merayu kami bertiga.

“Ah masa? Bagus mana sama pantai Indrayanti di Jogja?” Tanya saya memastikan. 

“Ya bagusan pantai di Malang, Pantai Balekambang namanya. Coba searching aja kalau nggak percaya!” Jawab Juli sedikit ngotot. 

Setelah saya searching mengenai pantai Balekambang, akhirnya saya dan kedua teman saya pun penasaran dan setuju. 

Perjalanan kali ini sungguh berlawanan dari rencana awal, namun tak apa. Setiap perjalanan memang memiliki keunikan tersendiri untuk dijalani. 

Tiba di pantai dini hari

 
Pantai Balekambang Malang

Menjelang pagi/Annisa S

Jalanan begitu lengang, bahkan hanya mobil kami yang melintasi sepinya jalan menuju pantai Balekambang. Aksesnya yang mudah, dan jalan yang tidak terlalu rusak juga memperlancar perjalanan kami menuju pantai ini. Hanya bermodal Google Maps, akhirnya kami bisa tiba di Balekambang tepat pukul 04:00 WIB dini hari.

Udara dingin langsung menyapa kami saat membuka kaca pintu mobil, dan pelan-pelan kembali menutupnya. Sembari menunggu matahari terbit dan memindah posisi parkiran, kami menyiapkan baterai dan memasangnya ke kamera. 

Setelah kami keluar dari mobil, kami baru tahu bahwa ada pengunjung yang camping di sini. Awalnya saya kira tidak ada orang, ternyata di samping pohon berjajar dua buah tenda. Tampak orang-orang berjaket lengkap dengan sarung, masih bersama api unggun sisa semalam siap menyambut terbitnya matahari. 

Ah indah sekali, saya duduk di pasir yang sedikit basah beralaskan sandal jepit Swallow warna kuning kesayangan. Menikmati suasana sunyi yang masih sedikit gelap, suara deburan ombak, pun terpaan angin segar, sungguh menjadi pagi yang menyenangkan dan berkesan.

Lokasi Pantai Balekambang

Pantai Balekambang Malang

Suasana pagi yang menyenangkan/Annisa S

Jujur, kami sepanjang perjalanan hanya mengandalkan Google Maps untuk sampai di pantai ini. Perjalanan lancar tanpa halangan, bahkan kami sempat mampir ke alun-alun Batu untuk menyeruput susu murni jahe sebentar. Pantai Balekambang memang mudah diakses, papan petunjuk yang terletak di pinggir bermanfaat untuk menambah keyakinan bahwa jalan yang kamu lalui sudah tepat.

Beralamat di daerah Dusun Jambe, Desa Srigonco Kecamatan Bantur, Malang. Butuh sekitar dua jam perjalanan dari kota Malang untuk sampai ke sini Tapi tenang, jalannya aman dan mudah dilalui. Hanya saja, jangan meniru kami yang melakukan perjalanan di malam hari karena jalanan sangat sepi.

Pura Amarta Jati

Pantai Balekambang Malang

Pura Amarta Jati/Annisa S

Begitu mata melihat ada Pura di sini, saya sungguh penasaran sekali. Tetiba teringat Tanah Lot yang ada di Bali. Ternyata, Pura Amarta Jati digunakan untuk pelaksanaan ritual. Bagi umat Islam, mereka melakukan ziarah dengan berkunjung ke makam Syaikh Abdul Jalil, orang pertama yang membuka kawasan pantai Balekambang.

Setiap tanggal 1 Sya’ban, kawasan ini ramai dikunjungi. Ada makam terpencil, letaknya di tepi kali Berek yang berjarak sekitar 1 km, sebelum masuk kawasan pantai Balekambang.   Uniknya, yang datang ke sini tidak hanya muslim saja. Umat Hindu juga berkunjung ke Pantai Balekambang setiap tahunnya saat perayaan Nyepi.

Suasana pantai

Pantai Balekambang Malang

Suasana pantai/Annisa S

Kawasan pantai ini begitu panjang, jalan kaki dari ujung ke ujung saja sudah membuat saya ngos-ngosan. Pantainya berpasir putih. Batu karang yang menjulang berada di bawah sebuah pura membuat ombak yang menggulung, pecah dan menimbulkan gemuruh ombak hingga ketepian.

Ombak di sini tidak terlalu besar jika dibanding pantai selatan pada umumnya. Bahkan di sini, para pengunjung boleh berenang di pinggir pantai saat siang hingga sore hari. 

Terdapat sebuah teluk di pojok pantai, menyenangkan, cocok untuk anak-anak kecil bermain-main air pantai. Para ibu pun merasa tenang  saat anak-anaknya berenang karena di sana tidak ada ombak. Pelampung dan ban anak-anak serta dewasa juga bisa disewa dengan harga yang cukup terjangkau, mulai dari Rp10.000 saja. Kalau berani, kita bisa juga menjajal wahana flying fox untuk melihat suasana pantai dari ketinggian. Bayarnya cukup murah, hanya Rp20.000 per orang. Pantai Balekambang bisa jadi pilihan pas kalau kamu akan camping, sudah tersedia camping ground dengan fasilitas yang yang memadai.

Walaupun ke Pantai Balekambang menjadi perjalanan yang tak direncanakan, namun malah jadi satu cerita berkesan untuk saya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI. Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Pantai Balekambang: Perjalanan yang Tak Direncanakan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pantai-balekambang-perjalanan-yang-tak-direncanakan/feed/ 0 26481