Jember Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/jember/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 06 Feb 2024 17:25:11 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Jember Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/jember/ 32 32 135956295 Mengenang Letkol Mohamad Sroedji, Pahlawan dari Kota Tembakau https://telusuri.id/mengenang-letkol-mohamad-sroedji-pahlawan-dari-kota-tembakau/ https://telusuri.id/mengenang-letkol-mohamad-sroedji-pahlawan-dari-kota-tembakau/#respond Thu, 08 Feb 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41118 Sosoknya terabadikan dalam wujud sebuah patung yang berdiri tegap di depan kantor Pemerintah Kabupaten Jember. Saat masih kecil, saya penasaran siapa sosok tersebut dan apa yang telah dilakukannya sehingga berhak mendapat penghargaan sedemikian rupa. Entah...

The post Mengenang Letkol Mohamad Sroedji, Pahlawan dari Kota Tembakau appeared first on TelusuRI.

]]>
Sosoknya terabadikan dalam wujud sebuah patung yang berdiri tegap di depan kantor Pemerintah Kabupaten Jember. Saat masih kecil, saya penasaran siapa sosok tersebut dan apa yang telah dilakukannya sehingga berhak mendapat penghargaan sedemikian rupa. Entah pada masa SMA atau kuliah, saya mulai mengetahui profilnya. Dia adalah Letnan Kolonel (Letkol) Inf. (Anumerta) Mohamad Sroedji, seorang pahlawan yang gugur dalam upaya mempertahankan Republik Indonesia saat Agresi Militer Belanda II.

Memang Letkol Moh. Sroedji belum mendapatkan gelar sebagai pahlawan nasional, tetapi hal tersebut tetap terus diupayakan. Meskipun begitu, Letkol Moh. Sroedji mendapat penghargaan tanda jasa pahlawan Bintang Gerilya pada 5 Oktober 1949 dari Presiden Sukarno dan tanda jasa kehormatan Bintang Sakti dari Presiden Soeharto pada 8 Maret 1975.

Letkol Mohamad Sroedji, Pahlawan dari Kota Tembakau
Potret Letkol Mohammad Sroedji di atas pusaranya/Sigit Candra Lesmana

Kiprah Letkol Moh. Sroedji Mempertahankan Republik

Letkol Moh. Sroedji merupakan pemimpin dari Brigade III Damarwoelan Divisi I. Ia dan pasukannya turut andil dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dari agresi militer yang dilancarkan oleh Belanda.

Kala itu, pasukan yang dipimpin oleh Sroedji sedang dalam perjalanan pulang dari Blitar. Sekitar pukul 08.00 di Desa Karang Kedawung, sekitar 27 orang termasuk Sroedji dan Kepala Desa Karang Kedawung melakukan rapat koordinasi. Saat melakukan rapat inilah pasukan Belanda datang menyergap. Pertempuran tak bisa terhindarkan.

Karena pasukan Belanda lebih kuat dan pasukan Sroedji masih kelelahan setelah perjalanan jauh, mereka bermaksud untuk mundur. Namun, Sroedji kemudian tertembak di pundak bagian sebelah kiri dan terjatuh. Sroedji lalu dipapah oleh sahabatnya, dr. Soebandi yang juga merupakan dokter pasukan. Sayangnya, saat memapah Sroedji, Soebandi malah terkena tembakan dan gugur.

Peristiwa saat dr. Soebandi memapah Sroedji tersebut diabadikan dalam sebuah monumen yang terletak di tengah-tengah jalan raya Gajah Mada, Jember. Selain itu nama dr. Soebandi juga diabadikan menjadi nama sebuah rumah sakit umum daerah yang terletak di Patrang.  

Melihat sahabatnya tewas, Sroedji gelap mata dan menerjang pasukan Belanda dengan sebuah pistol di tangan. Beberapa tembakan berhasil melumpuhkan pasukan Belanda. Bahkan ketika kehabisan peluru, Sroedji terus menerjang dan menghajar pasukan Belanda dengan popor pistol. Namun, pada akhirnya dia juga gugur setelah terkena rentetan tembakan. Di tempat gugurnya Sroedji inilah kemudian didirikan Monumen Letkol Moh. Sroedji sebagai pengingat jasanya saat itu.

  • Letkol Mohamad Sroedji, Pahlawan dari Kota Tembakau
  • Letkol Mohamad Sroedji, Pahlawan dari Kota Tembakau

Monumen dan Masjid An Nuur, Persembahan untuk Para Pahlawan

Monumen Letkol Moh. Sroedji berbentuk persegi dengan sebuah prasasti bertuliskan nama-nama pahlawan yang gugur saat peristiwa itu terjadi. Di sampingnya terdapat pilar bambu runcing sebagai simbol perjuangan. Letak monumen ini berada di depan Masjid An Nuur, yang memang dibangun sebagai persembahan untuk para pahlawan yang gugur.

Bangunan masjid tersebut bergaya tahun 1990-an dan beratap limas. Ukurannya tidak terlalu besar. Kondisi masjid masih terjaga sampai saat ini dengan warna cat kombinasi hijau dan putih yang khas. Suasana masjid sangat sejuk karena di sekelilingnya rimbun oleh pepohonan.

Di halaman masjid juga terdapat beberapa tanaman bunga hias. Sementara di bagian belakang terhampar areal persawahan yang cukup luas. Duduk dan beribadah di masjid ini membuat hati dan pikiran tenang, dibarengi suara tiupan angin dan kicauan burung yang sesekali terdengar.

Masjid ini biasanya digunakan untuk melaksanakan ibadah salat oleh warga sekitar atau para petani yang sedang mengolah sawah di sekitar masjid. Saat saya berkunjung, halaman masjid sedang digunakan untuk menjemur gabah. Jadi, keberadaan masjid tersebut bukan hanya sebagai pengingat, tetapi juga memberikan manfaat.

Monumen Letkol Moh. Sroedji terletak di Dusun Krajan, Karang Kedawung, Mumbulsari, Jember. Jika ingin berkunjung ke sana dari pusat kota Jember, bisa mengambil jalan menuju Jembatan Gladak Kembar, lalu belok kiri ke Jl. Letjen Panjaitan ke arah Kecamatan Mayang. Sesampainya di SPBU Mayang, belok kanan kemudian lurus menuju Desa Seputih. Dari Kantor Desa Seputih, monumen ini tinggal berjarak sekitar tujuh kilometer lagi.

Letkol Mohamad Sroedji, Pahlawan dari Kota Tembakau
Prasasti dan makam Letkol Moh. Sroedji di TPU Tunjung Jember/Sigit Candra Lesmana

Mengunjungi Makam Letkol Moh. Sroedji

Lalu di mana lokasi jenazah Letkol Moh. Sroedji disemayamkan? Sebelum itu, saya akan mengajak Anda untuk mengingat kisah memilukan setelah kematiannya. 

Jenazah Sroedji digunakan tentara Belanda sebagai media propaganda. Almarhum diikat di belakang truk militer, lalu dengan kejam diseret puluhan kilometer berkeliling Kota Jember, sebagai peringatan bagi para pejuang kemerdekaan lainnya. Selama tiga hari jenazah Sroedji diletakkan begitu saja di depan Hotel Jember. 

Kyai Dahnan, seorang pemuka agama bersama beberapa rakyat Jember, nekat mendatangi Hotel Jember untuk menjemput jenazah Sroedji lalu menguburkannya. Setelah mendapat izin, jenazah Sroedji yang penuh luka dengan cabikan bayonet dibawa ke sebuah musala kecil untuk dimandikan dan disalatkan. Kemudian jenazah dimakamkan di sebuah tempat pemakaman umum (TPU).

Ya. Letkol Moh. Sroedji memang tidak dimakamkan di taman makam pahlawan (TMP) seperti pahlawan lainnya. Lokasi makam pahlawan dari Kota Tembakau itu berada di TPU Tunjung, Jember Lor, Kecamatan Patrang.

Jalan akses ke TPU Tunjung lumayan sulit untuk ditemukan, sebab berada di tengah-tengah perkampungan. Jika dirinci, rutenya bisa dimulai dari jalan utama P. B. Sudirman. Tepat di depan sebuah dealer motor, belok ke Jalan Belimbing lalu arahkan menuju Jalan Belimbing Barat. Di jalan tersebut, areal pemakaman sudah terlihat. Gerbang TPU Tunjung berada persis di seberang Panti Asuhan Nurul Husna.

Setiap Hari Kemerdekaan atau Hari Pahlawan, selalu ada pengunjung yang berziarah ke makam Letkol Moh. Sroedji. Datang mendoakan sang pahlawan, menabur bunga, serta mengenang jasa-jasanya untuk Republik Indonesia.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mengenang Letkol Mohamad Sroedji, Pahlawan dari Kota Tembakau appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mengenang-letkol-mohamad-sroedji-pahlawan-dari-kota-tembakau/feed/ 0 41118
Mencicipi Menu Khas Jepang di Fujiyama Sushi Jember https://telusuri.id/mencicipi-menu-khas-jepang-di-fujiyama-sushi-jember/ https://telusuri.id/mencicipi-menu-khas-jepang-di-fujiyama-sushi-jember/#respond Tue, 09 Jan 2024 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=40874 Jepang menjadi salah satu negara dengan kebudayaan, wisata, dan kuliner yang memiliki banyak penggemar. Penggemarnya pun bukan hanya orang Jepang saja, melainkan juga orang dari luar Jepang. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang menggemari hal-hal berbau...

The post Mencicipi Menu Khas Jepang di Fujiyama Sushi Jember appeared first on TelusuRI.

]]>
Jepang menjadi salah satu negara dengan kebudayaan, wisata, dan kuliner yang memiliki banyak penggemar. Penggemarnya pun bukan hanya orang Jepang saja, melainkan juga orang dari luar Jepang. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang menggemari hal-hal berbau Jepang.

Orang-orang yang menggemari segala sesuatu tentang Jepang dikenal dengan sebutan Wibu. Sebenarnya banyak yang salah paham dengan sebutan Wibu ini. Banyak yang mengira bahwa Wibu hanya sebutan bagi mereka yang menggemari manga atau anime. Padahal, sebutan itu juga berlaku untuk mereka yang menggemari budaya, makanan, wisata, dan segala sesuatu yang lekat dengan Jepang. Meskipun yang bersangkutan tidak suka manga dan anime sekalipun.  

Bagi para pencinta kuliner Jepang, kali ini saya akan mengajak kalian untuk berkunjung ke salah satu restoran khas Jepang yang ada di Jember, Jawa Timur. Restoran ini memiliki berbagai macam menu, mulai dari sushi, udon, hingga steak.

Mencicipi Menu Khas Jepang di Fujiyama Sushi Jember
Tampak depan restoran Fujiyama Sushi Jember/Sigit Candra Lesmana

Salah Satu Restoran Jepang Autentik di Jember

Nama restoran ini adalah Fujiyama Sushi. Bagi seorang yang menggemari Jepang, maka tentu tidak asing dengan nama Fujiyama. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah Gunung Fuji, gunung paling ikonis di Jepang. 

Dari namanya saja sudah sangat menggambarkan kesan yang “Jepang banget”. Tak hanya dari nama saja, tetapi desain restoran ini juga dirancang sedemikian rupa agar bisa menyajikan suasana seperti yang terdapat di restoran-restoran Negeri Sakura.

Di restoran ini, baik eksterior maupun interiornya, bertebaran pelbagai ornamen serta hiasan khas Jepang, seperti lampion, aksara kanji, dan mural lukisan khas Jepang bermotif gunung dan bergambar wanita Jepang di bawah pohon sakura. Dekorasi tersebut biasa dijadikan sebagai background foto saat berkunjung.

Fujiyama Sushi juga menerapkan konsep open kitchen, sehingga kalian bisa melihat proses memasak menu yang dipesan. Berkunjung Fujiyama Sushi membuat kita dapat benar-benar merasakan seolah berada di Jepang. Restoran ini bisa jadi salah satu pilihan untuk yang penasaran atau mengobati kangen terhadap suasana dan rasa khas Jepang.

Tak hanya hiasan dinding saja yang diperhatikan, tetapi cahaya lampu yang lembut juga membuat momen makan di restoran ini menjadi nyaman. Cocok jadi tempat makan berdua bersama pasangan, ramai-ramai bareng keluarga atau teman, atau bahkan mengadakan meeting dengan rekan kerja.

Mencicipi Menu Khas Jepang di Fujiyama Sushi Jember
Suasana interior restoran Fujiyama Sushi Jember/Sigit Candra Lesmana

Spesialis Aneka Menu Sushi 

Sesuai namanya, menu utama di sini adalah aneka sushi. Tidak hanya itu, terdapat pula menu lain, seperti sashimi, udon, tempura, miso soup, dan chicken katsu.

Menu yang direkomendasikan tentu saja aneka sushi dengan beragam isian. Selain lengkap, bisa dikatakan restoran ini menyajikan sushi dengan rasa paling autentik. Selain itu bahan yang digunakan juga segar. Jadi, tidak perlu khawatir jika kalian memesan menu sushi atau sashimi yang berbahan dasar daging mentah.

Terdapat pula menu aneka steak, seperti steak sapi, steak salmon, steak dori, dan steak ayam. Buat kalian yang ingin tubuh tetap sehat, tersedia aneka menu salad dengan lebih banyak sayur.

Harga makanan memang lebih mahal daripada restoran sushi lain di Jember. Akan tetapi, makan di Fujiyama Sushi dijamin membuat kita puas dan tidak menyesal walau merogoh saku sedikit lebih dalam. Semua menu makanan di Fujiyama Sushi berkisar antara Rp25.000—150.000, tergantung menu dan paket yang dipesan.

Untuk pilihan minumannya terdapat ocha, air mineral, serta aneka jus. Jika ingin suasana Jepang makin terasa, maka minuman yang harus kalian pesan tentu saja ocha. Lebih seru lagi, ocha di sini gratis isi ulang. Adapun harga menu minuman lainnya dibanderol Rp6.000—18.000.

Saat pertama kali ke restoran ini, saya cukup kaget dengan penyajian nasi yang terkesan sedikit. Saya yang biasa makan banyak nasi awalnya merasa agak menyesal. Namun, setelah saya makan ternyata nasi yang tampak sedikit itu membuat saya kenyang. Bahkan hampir tidak mampu untuk menghabiskannya.

Entah dari cara penyajiannya yang membuat nasi terlihat sedikit, atau memang jenis nasinya yang berbeda sehingga makan sedikit saja sudah kenyang. Jangan-jangan pakai beras dari Jepang. Entahlah, yang jelas nasinya enak dan pulen.

  • Mencicipi Menu Khas Jepang di Fujiyama Sushi Jember
  • Mencicipi Menu Khas Jepang di Fujiyama Sushi Jember

Lokasi dan Jam Operasional Restoran

Fujiyama Sushi terletak di Jl. Gajah Mada, Perumahan Argopuro No. AB 14, Kaliwates, Kabupaten Jember. Restoran ini buka setiap hari dari pukul 12.00 sampai dengan 21.30 WIB.

Letaknya mudah dijangkau. Dari alun-alun Jember, ambil rute ke arah selatan lalu belok kanan ke Jalan Trunojoyo. Selanjutnya lurus saja melewati lampu merah Pasar Tanjung. Di pertigaan depan KFC, kemudian belok kiri memasuki Jalan Gajah Mada hingga tiba di lampu merah Perumahan Argopuro. Sekitar 200 meter dari gerbang perumahan, Fujiyama Sushi sudah bisa terlihat di kanan jalan.

Bagi kalian yang berasal dari luar Jember, jika menggunakan transportasi kereta api, kalian bisa pesan ojek daring untuk mengantarkan ke Fujiyama Sushi dari Stasiun Jember. Jika menggunakan bus, bisa memesan ojek daring pula dari Terminal Tawang Alun.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mencicipi Menu Khas Jepang di Fujiyama Sushi Jember appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mencicipi-menu-khas-jepang-di-fujiyama-sushi-jember/feed/ 0 40874
Toko Roti Sentral Jember: Bertahan dengan Cinta dan Kenangan https://telusuri.id/toko-roti-sentral-jember-bertahan-dengan-cinta-dan-kenangan/ https://telusuri.id/toko-roti-sentral-jember-bertahan-dengan-cinta-dan-kenangan/#respond Sun, 24 Sep 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39863 Termenung saya memandang sebuah toko tua dengan plang nama kecil ini. Sejenak saya menghela napas dalam-dalam, memandangi dinding depan atas yang kehitaman akibat lembap dan jamur. Awalnya saya tak begitu yakin ada tanda-tanda kehidupan di...

The post Toko Roti Sentral Jember: Bertahan dengan Cinta dan Kenangan appeared first on TelusuRI.

]]>
Termenung saya memandang sebuah toko tua dengan plang nama kecil ini. Sejenak saya menghela napas dalam-dalam, memandangi dinding depan atas yang kehitaman akibat lembap dan jamur. Awalnya saya tak begitu yakin ada tanda-tanda kehidupan di dalam sana. Hingga akhirnya, seorang lelaki bertopi keluar dari toko. Tangannya menjinjing seplastik roti.

Ketika lelaki paruh baya tersebut menyeberang ke arah saya, ia tersenyum. Senyumnya seakan menenggelamkan keraguan dan meminta saya mengikuti jejaknya. Akhirnya, saya memutuskan menyeberang jua. Setibanya di depan toko, sekilas saya membaca plang nama “Sentral” berulang kali, lalu mengucap salam pada seorang lelaki sepuh.

Ia menyambut saya lewat senyuman hangat dan memperkenalkan diri sebagai Tee San Tiong. Sebagaimana seorang kawan lama tak berjumpa, begitulah caranya menyapa. Padahal saya tak pernah memasuki toko yang berada di Jalan Raya Sultan Agung, jalur utama yang terletak di tengah-tengah Kabupaten Jember ini.

Sekian detik saya terpana. Dugaan saya sungguh keliru. Begitu kaki menginjakkan diri beberapa langkah, saya tahu jika di tempat ini ada banyak cerita yang sedang mengajak bicara. Etalase kaca yang memburam, pigura berisi foto-foto hitam putih yang terpasang di depan lukisan alam, atau toples kaca zaman dahulu yang di dalamnya menyimpan roti, sementara sebagian toples lain menyimpan beberapa perabotan. Suasana di dalam toko benar-benar berbalikan dengan pemandangan di luar. Amat terawat nan bersahaja.

Mencintai Sepak Bola dan Roti

“Itu kakak saya, Tee San Liong,” katanya ketika saya menatap sebuah foto hitam putih tertempel di dinding. Tampak Presiden Soekarno sedang bersalaman dengan seorang pemain.

Barangkali karena mendapati saya memandang foto ini begitu lama, akhirnya beliau bercerita jika sang kakak adalah pemain Timnas Indonesia. Foto ini diambil pada tahun 1951 saat timnas akan berangkat ke Asian Games yang pertama kali terselenggara di New Delhi, India. Sang kakak bermain sebagai pemain depan. Legendaris pada masanya yang memberi assist pada Ramang, dan berjuluk “Sang Naga dari Jember”.

Toko Roti Sentral Jember: Bertahan dengan Cinta dan Kenangan
Foto Tee San Liong (paling kiri) saat bersalaman dengan Presiden Soekarno/Nurillah Achmad

Pada multi event inilah, namanya mulai melejit. Ketika Indonesia mengalahkan Singapura 6-0, Tee San Liong mencetak 4 gol. Sementara ketika Indonesia mengalahkan Jepang 5-3 di Asian Games 1954 Manila, ia mencetak 2 gol. Bila dilihat dari prestasi, tentu sangat membanggakan. Namun, di balik itu semua sebetulnya orang tua Tee San Liong tak merestuinya sebagai pemain sepak bola. Sayangnya, makin dilarang, maka makin berulah. Makin ditentang, makin keras perlawanannya. Beruntung orang tuanya tak pernah menghukum Tee San Liong secara fisik.

Kiprah sang kakak ternyata diikuti sang adik. Meski tak sampai menembus timnas, ia menjadi gelandang andalan Persid Jember. Tee San Tiong turut andil dalam masa-masa kejayaan Persid. Salah satunya menjadi juara di wilayah Karesidenan Besuki (Jember, Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso, Lumajang). Bahkan pengalamannya bertanding dengan Bangkalan seakan menjadi ingatan yang paling membekas.

“Saya masih ingat, tahun 1960-an saya bermain di Bangkalan. Setelah bertanding, saya membeli salak yang langsung dipetik dari pohon. Rasanya sangat manis dan berbeda dengan salak di sini,” kenangnya seraya tertawa.

Dari sorot matanya itu, saya tahu ada bahasa cinta di sana. Kecintaannya pada sepak bola sama persis dengan kecintaannya menjaga warisan toko roti keluarga. Dibangun pada tahun 1928, yang bersamaan dengan berdirinya gereja Katolik Santo Yusup, sang ibu memutuskan membangun usaha roti. Pada awalnya, bangunan berada di BII (Bank Internasional Indonesia) yang berada di Jalan Baru dan telah berganti nama menjadi Jalan Gatot Subroto. Namun, akhirnya pindah ke Jalan Raya Sultan Agung hingga sekarang.

Toko Roti Sentral Jember: Bertahan dengan Cinta dan Kenangan
Potret kedua orang tua Tee San Liong/Nurillah Achmad

Pemberian nama Sentral karena Jalan Sultan Agung menjadi pusat kehidupan orang-orang kota. Pelanggannya kebanyakan orang Belanda. Dalam sehari bisa mengirim seratus roti tawar ke para kompeni. Umumnya kepada mereka yang bekerja di pabrik gula. Entah pabrik gula Jatiroto di Lumajang, Semboro di Jember, ke Situbondo atau Banyuwangi.

“Orang Belanda sukanya itu roti tawar. Nanti sama mereka dicampur selai atau margarin. Kalau ke Situbondo, biasanya dikirim lewat bus intern. Kalau dekat, biasanya memakai Jawatan Pos (sebutan PT Pos Indonesia zaman dahulu).”

Setelah orang tua Tee San Tiong wafat, usaha ini tak serta-merta tutup. Malah diteruskan sang anak. Kendati beda generasi, resep kuno masih tetap bertahan hingga sekarang. Bahkan oven yang dipakai bukanlah oven layaknya pembuatan roti modern. Tee San Tiong masih menggunakan tungku yang bawahnya terdapat bara api kayu bakar.

Tidak Sekadar Menjual Rasa

“Tak ada keinginan menjual roti modern, Ko?” kata saya penasaran melihat cintanya yang begitu besar terhadap resep peninggalan orang tuanya. Lelaki kelahiran 1935 ini menggeleng.

“Meskipun secara ekonomi pendapatan kami menurun drastis karena jumlah roti modern meningkat pesat, tetapi saya tidak ingin menjual rasa saja. Saya juga ingin menjual cerita.”

Toko Roti Sentral Jember: Bertahan dengan Cinta dan Kenangan
Tee San Tiong, Pemilik Toko Roti Sentral (Nurillah Achmad)

“Cerita?” saya kembali takjub mendengar jawabannya.

“Ya, cerita bagaimana roti ini berdiri sejak zaman Belanda, cerita pelanggan yang umumnya berusia sepuh lalu mewarisi kenangan pada anak cucunya, dan anak cucu ini merasa terhubung dengan kakek nenek mereka hanya melalui roti, atau cerita bagi mereka yang belum pernah mencicipi dan ingin mengetahui perjalanan toko. Inilah yang ingin saya jual.”

Untuk sekian lama, saya hanya mampu tersenyum. Namun, saya tidak bisa berlama-lama karena ada rombongan guru dari Surabaya yang kebetulan datang ke Jember, sengaja mendatangi toko roti Sentral sebagai destinasi perjalanan wisata mereka. Saya segera memilih beberapa potong roti di etalase.

“Saya membuatnya tanpa pengawet. Kamu mau tahu cara menikmati roti ini yang paling nyaman di lidah?”

Saya manggut-manggut menunggu tips darinya.

“Sandingkanlah dengan secangkir teh. Maka kamu tidak sekadar menemukan rasa di sana, melainkan juga cerita.”

Saya senyum-senyum sendiri. Akhirnya, saya lekas pulang demi mengikuti saran dari pemilik toko roti ini. Anjurannya benar-benar terbukti. Dari gigitan pertama potongan roti kismis, saya merasakan aroma khas menyergap penciuman. Aroma ini tidak saya temui pada roti umumnya. Teksturnya lembut. Aroma wanginya mirip-mirip aroma cendana. 

Pada gigitan kedua saya tersenyum. Saya seakan terlempar ke masa silam dan melihat bayangan Ibu Oen Hwa Nio—ibu Tee San Tiong yang fotonya terpajang di depan lukisan—sedang mengelus dada, sebab anaknya memilih kabur ke Surabaya ketika ia melarang Tee San Liong bermain sepak bola.

Sementara pada gigitan roti cokelat, saya malah termenung. Saya teringat bagaimana Tee San Tiong bertahan di tengah gempuran bakery-bakery modern. Ia tahu betul, sedikit banyak, nama toko roti Sentral secara perlahan akan tenggelam. Proses produksinya menurun tajam. Namun, ajaran orang tua tak pernah memintanya putus asa apalagi menyerah.

Toko Roti Sentral Jember: Bertahan dengan Cinta dan Kenangan
Produksi roti Sentral yang kian sedikit/Nurillah Achmad

Selanjutnya pada gigitan roti kacang saya justru teringat novel Madre karya Dee Lestari. Saya kira, penulis favorit saya ini mesti ke Jember demi mencicipi roti Sentral. Satu-satunya alasan karena toko roti ini juga tak kalah bernilai dengan biang roti Madre di novelnya.

Gigitan demi gigitan saya nikmati. Banyak bayangan yang silih berganti dalam benak ketika saya tuntas mencicipi. Sampai akhirnya, teh teman bersanding juga tuntas saya teguk. Saat itulah, ketika semuanya tak ada sisa, saya menemukan apa yang Tee San Tiong maksud. Bahwa memang toko roti Sentral bukan sekadar menjual rasa, melainkan juga menyuguhkan cerita perjuangan sebuah keluarga serta saksi bisu peradaban sebuah bangsa.

Toko Roti Sentral Jember: Bertahan dengan Cinta dan Kenangan
Potongan roti yang saya nikmati/Nurillah Achmad

Inilah yang membuatnya bernilai. Aroma dan cerita seakan sepasang kekasih yang tak mengizinkan waktu memisahkan keduanya. Bila tak percaya, saya mengundang Anda untuk menikmati roti kuno yang resepnya mereka pertahankan sampai sekarang, lalu sandingkan dengan secangkir teh. Baik pagi atau sore hari, tak jadi soal. Satu-satunya perbedaan adalah dengan siapa kita menikmatinya. Niscaya, Anda akan serupa bintang-bintang berjatuhan. Manakala sekarat dalam senyum indah terakhir, bintang-bintang ini masih berterima kasih terhadap langit yang begitu lapang.

Persis roti Sentral. Pada gigitan terakhir, Anda akan tenggelam dalam aroma yang tak pernah ditemui sebelumnya. Namun, Anda masih berterima kasih atas balutan cerita yang berusia hampir 100 tahun lamanya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Toko Roti Sentral Jember: Bertahan dengan Cinta dan Kenangan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/toko-roti-sentral-jember-bertahan-dengan-cinta-dan-kenangan/feed/ 0 39863
Wisata Tembakau di Museum Tembakau Jember https://telusuri.id/wisata-tembakau-di-museum-tembakau-jember/ https://telusuri.id/wisata-tembakau-di-museum-tembakau-jember/#respond Sun, 06 Aug 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39558 Mendapat julukan Kota Tembakau, tidak ada lagi keraguan bagi Jember terhadap kualitas dan jumlah produksi tanaman yang awalnya dibawa dari Amerika ini. Pada musim tembakau, hampir di seluruh penjuru Kabupaten Jember kita bisa menemukan daun-daun...

The post Wisata Tembakau di Museum Tembakau Jember appeared first on TelusuRI.

]]>
Mendapat julukan Kota Tembakau, tidak ada lagi keraguan bagi Jember terhadap kualitas dan jumlah produksi tanaman yang awalnya dibawa dari Amerika ini. Pada musim tembakau, hampir di seluruh penjuru Kabupaten Jember kita bisa menemukan daun-daun tembakau yang berjajar. Masyarakat biasa menjemurnya di pinggir jalan atau tanah lapang, seperti lapangan sepak bola. 

Bahkan di Jember juga terdapat bangunan-bangunan berbentuk semacam rumah, tetapi dengan ukuran besar dan atap yang sangat tinggi. Atapnya terbuat dari jerami dan dindingnya berupa anyaman bambu. Bangunan yang seringkali banyak orang luar Jember menyangkanya sebagai rumah adat, padahal ternyata merupakan gudang tembakau. Salah satu produk olahan tembakau yang terkenal adalah cerutu. Cerutu Jember tersebut bahkan bisa menembus pasar internasional. Terutama negara-negara di Eropa, seperti Belanda dan Jerman.

Untuk edukasi sejarah, pengolahan, dan pelestarian tembakau sebagai komoditas warisan budaya bangsa, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Timur, membangun Museum Tembakau. Pengelolaan museum berada dalam kewenangan UPT Pengujian Sertifikasi Mutu Barang Lembaga Tembakau Jember, yang merupakan unit pelaksana tugas di bawah Disperindag Provinsi Jawa Timur.

Museum ini terbuka untuk kalangan umum yang ingin berwisata sekaligus belajar seputar tembakau. Terletak di pusat kota Jember, tepatnya Jl. Kalimantan 1, Sumbersari, lokasi museum cukup strategis dan mudah dijangkau dari arah Surabaya, Bondowoso, atau Banyuwangi.

Wisata Tembakau di Museum Tembakau Jember
Pajangan yang menyambut pengunjung di ruangan pertama/Sigit Candra Lesmana

Sejarah Tembakau

Pada ruangan pertama, pengunjung akan melihat papan nama museum yang terbuat dari kayu. Terdapat bambu sebagai latar belakang, dengan hiasan berbahan tembakau kering.

Di bawah papan nama itu terpajang beberapa jenis tembakau yang sudah dirajang, limbah daun tembakau, dan ruas daun tembakau kering. Kemudian di sebelahnya terdapat sebuah mural yang bergambar Ek Chuah, dewa pedagang dan pelindung dari suku Maya beserta penjelasan tentang mural tersebut. Dalam sejarahnya, dahulu suku-suku di Benua Amerika menggunakan tembakau untuk tujuan ritual keagamaan. 

Lalu ketika Christopher Colombus menemukan Benua Amerika, orang Eropa mulai mengenal tembakau dan menyebar ke seluruh dunia. Termasuk Indonesia. Terdapat sebuah diorama suku asli Amerika Utara yang sedang duduk sambil memegang alat isap tembakau. Ada juga replika alat isap tembakau yang berukuran kurang lebih sekitar satu meter. Alat isap ini biasanya digunakan dalam upacara-upacara sakral.

Wisata Tembakau di Museum Tembakau Jember
Gambaran dewa suku Maya/Sigit Candra Lesmana

Cara Menanam dan Memproses Tembakau

Memasuki ruang selanjutnya kita akan disuguhkan dengan narasi sejarah. Mulai dari masuknya tembakau ke Indonesia hingga mencapai Jember. Selain itu kita akan dikenalkan dengan benih tembakau, kemudian cara-cara dalam penanaman tembakau, pengeringan tembakau, menjaga tembakau dari hama kutu. 

Dalam ruangan ini juga tersimpan berbagai alat yang berfungsi untuk menanam tembakau sampai ke proses pengeringan. Terdapat pula sebuah replika gudang penyimpanan tembakau khas Jember, pajangan aneka jenis daun tembakau kering, dan tembakau yang sudah dicacah. Yang menarik, di sini juga ada daun tembakau kasturi yang berasal dari daerah Besuki, Situbondo. Tembakau jenis ini terkenal dengan harganya yang sangat mahal. Bisa mencapai jutaan rupiah per kilogram. 

Selanjutnya tersaji aneka alat yang digunakan dalam industri tembakau. Mulai dari alat-alat untuk pres, rajang, linting rokok, sampai cerutu. Tak hanya itu. Di sini juga terpajang aneka alat yang digunakan dalam laboratorium untuk meneliti dan menguji kualitas tembakau, sebelum akhirnya terbit izin edar. 

Wisata Tembakau di Museum Tembakau Jember
Alat-alat untuk memproduksi cerutu/Sigit Candra Lesmana

Olahan Lain dari Tembakau

Beranjak ke ruang berikutnya, terdapat pajangan batik khas Jember dengan motif daun tembakau. Di ruang ini kita tahu bahwa tembakau tak hanya diolah menjadi rokok dan cerutu saja. Lebih dari itu, tembakau bisa juga diolah menjadi aneka produk, seperti parfum, sabun, pupuk organik, asap cair, bahkan cairan pembersih tangan.

Ternyata stigma buruk tentang tembakau terpatahkan dengan adanya fakta tersebut. Tembakau punya banyak manfaat lain, bukan sekadar alat isap semata.

Selain memamerkan berbagai macam produk tembakau secara hulu dan hilir, museum ini memiliki perpustakaan. Letaknya berada di lantai dua. Perpustakaan museum berisi buku-buku tentang tembakau dan tema umum lainnya.  

Wisata Tembakau di Museum Tembakau Jember
Aneka bentuk cerutu di Museum Tembakau Jember/Sigit Candra Lesmana

Waktu Operasional Museum

Suasana di museum ini sangat nyaman dengan segala ornamen serta hiasan berbahan kayu maupun bambu. Sepintas menyerupai bangunan-bangunan di pedesaan. Penataan benda-benda pajangan pun kreatif, sehingga tidak membosankan untuk berkeliling di dalam museum. Selain itu kita akan dipandu untuk berkeliling sembari mendapatkan cerita dan informasi menarik.

Karena merupakan museum di bawah pengelolaan pemerintah daerah, waktu operasional museum seperti halnya jam kerja perkantoran pada umumnya. Buka setiap Senin—Jumat, mulai pukul 09.00 hingga 17.00. Hari Sabtu dan Minggu tutup. Untuk mengunjungi museum ini, kita harus menemui petugas resepsionis terlebih dahulu untuk mengisi daftar hadir dan membayar tiket masuk sebesar Rp.10.000.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Wisata Tembakau di Museum Tembakau Jember appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/wisata-tembakau-di-museum-tembakau-jember/feed/ 0 39558
Situs Duplang, Peninggalan Nenek Moyang Zaman Megalitikum https://telusuri.id/situs-duplang-peninggalan-zaman-megalitikum/ https://telusuri.id/situs-duplang-peninggalan-zaman-megalitikum/#respond Thu, 05 Aug 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=28781 Ini adalah kedatangan saya yang keempat kalinya. Terik matahari tak begitu menyengat. Mega mendung yang nampak dari timur raung tak menciutkan nyali untuk mengunjungi Desa Kamal Kecamatan Arjasa. Padanya saya membulatkan tekad sebab Arjasa bukan...

The post Situs Duplang, Peninggalan Nenek Moyang Zaman Megalitikum appeared first on TelusuRI.

]]>
Ini adalah kedatangan saya yang keempat kalinya. Terik matahari tak begitu menyengat. Mega mendung yang nampak dari timur raung tak menciutkan nyali untuk mengunjungi Desa Kamal Kecamatan Arjasa. Padanya saya membulatkan tekad sebab Arjasa bukan sembarang tempat. Di sini, terdapat banyak sejarah yang barangkali tak semua daerah memiliki. Salah satunya adalah Situs Duplang.

Duplang adalah nama padukuhan di Desa Kamal. Jaraknya sekitar 16 km dari pusat Kota Jember. Melalui jalan nasional Jember—Bondowoso, situs ini dapat ditempuh memakai kendaraan pribadi. Letaknya berada di lereng Hyang Argopuro. Tak ayal udara begitu sejuk ala pegunungan. Apalagi situs berada di dataran yang lebih tinggi dibandingkan daerah sekitar.

Sebelum memasuki pintu masuk, terdapat sebuah rumah sederhana yang sebagian berdinding gedhek, sedang yang lain terbuat dari semen dan bata. Di sinilah Pak Sudarman tinggal. Selaku Juru Pelihara, dia bertanggung jawab menjaga, mengelola, dan merawat situs ini. Dari beberapa pigura yang terpajang, tampak beragam aktivitas yang diabadikan, salah satunya membersamai staf cagar budaya.

Pak Sudarman di Antara Deretan Batu Kenong/Nurillah Achmad

Sosok Pak Sudarman begitu hangat. Tak pelit cerita saat menjelaskan perjalanannya menjadi Juru Pelihara. Usianya memang tak lagi muda, tapi tubuhnya masih kuat berjalan. Ingatannya pun tak lekang zaman. Bahkan bibir saya sempat terkatup saat pertama kali berkunjung, Pak Sudarman menyapa saya memakai bahasa Indonesia. Bukan apa-apa, sebagian besar orang tua yang saya temui di desa-desa, kebanyakan berbahasa Madura atau Jawa. Apalagi Jember memiliki percampuran budaya keduanya.

Barangkali karena melihat mimik muka saya yang keheranan itulah, akhirnya Pak Sudarman bercerita jika dirinya lahir pada tahun 1938 dan bersekolah di Sekolah Rakyat yang letaknya di Candi Jati.

“Saat itu jarang ada pakaian. Kami biasanya menebang pohon bunut. Semisal butuh semeter, kami ukur batang pohon itu lalu dipukul-pukul. Begitu berulang-ulang sampai sekiranya kulit kayu bisa dikelupas. Nah, kulit kayu itu yang kami bentuk menjadi pakaian.”

“Bisa dicuci, Pak?”
“Lho, zaman dulu tidak ada sabun.”
“Lantas?” Kata saya yang penasaran.
“Ya, pakai buah lerak. Bijinya itu berbusa.”

Saya terpingkal-pingkal mendapati Pak Sudarman yang tertawa mengenang masa lalunya. Tetapi, mimik muka beliau seketika berubah serius saat saya bertanya asal mula menjadi Juru Pelihara.

Keriput tuanya seakan ikut bicara. Kedua kelopak matanya jauh memandang deretan pohon jati. Bibirnya bergetar saat ia mengingat masa lalu, pada masa di mana gurunya yang bernama Pak Karman bercerita bahwa pada zaman dulu kala, manusia purba tidak mengenal baca tulis dan semua peralatan menggunakan batu. Bukan besi. Sudarman kecil seketika teringat akan halaman rumahnya yang penuh batu-batu purba.

Sepulang sekolah, ia lekas-lekas menemui bapaknya yang ketika itu berusia sepuh. Konon, usianya mencapai 180 tahun. Sudarman kecil lantas bertanya pada sang bapak, dengan apa nenek moyang membuat batu kenong di halaman rumahnya itu? Apakah dipahat dengan batu atau pakai kapak batu?

Sang bapak yang perawakannya hemat bicara hanya menjawab singkat, “Semua batu itu, Cong, sebetulnya lunak. Tidak keras.” Sudarman kecil yang belum disunat mengernyitkan dahi. Ia mengulang pertanyaan serupa, dengan apa nenek moyang membuat batu kenong di halaman rumahnya. Lantas, bapaknya meminta sang anak memungut batu di halaman, dan Sudarman kecil segera mengambil batu.

Tanpa banyak cakap, sang bapak menggenggam kuat-kuat batu tersebut. Seketika batu itu luluh menjadi abu. Sudarman kecil tercekat. Dalam benaknya tertancap heran, bagaimana bisa batu yang sedemikian keras dapat berubah wujud menjadi abu hanya dengan digenggam sang bapak? Tetapi, ia masih mengulang pertanyaan yang sama. Dengan apa nenek moyang membuat batu kenong di halaman rumahnya?

Sang bapak yang merasa putranya belum puas, akhirnya meminta Sudarman kecil mengambil batu berukuran lebih besar di hutan jati. Sudarman yang begitu semangat segera menelusuri hutan, lantas memikul sebuah batu berukuran agak besar. Setelah tiba dan menaruh di hadapan bapaknya yang tak sanggup berjalan, ia mengamati apa yang diperbuat orang tuanya itu. Betapa tergagapnya ia sewaktu bapaknya menyentuh batu, dan mengupas bagian atas hingga berbentuk seperti batu kenong di halaman rumahnya, dan itu hanya menggunakan tangan tanpa alat bantu. 

Batu Kenong/Nurillah Achmad

Peristiwa ini benar-benar menguras rasa takjub. Sontak Sudarman mengutarakan keinginannya agar sang bapak mewarisi ilmunya tersebut. Sang bapak mengangguk setuju asal Sudarman meneruskan pendidikan ke Sekolah Teknik. Sayangnya, saat Sudarman berada di tingkat lanjutan ini, sang bapak dipanggil Tuhan tanpa sempat mewarisi ilmunya.

“Ini yang menjadi penyesalan saya, kenapa tidak belajar dulu meskipun belum lulus dari Sekolah Teknik.”

Saya melihat aroma penyesalan dari mata tuanya. Kendati begitu, ia tak patah arang memelihara batu-batu purba yang berserakan di halaman rumahnya. Apalagi, selama di Sekolah Rakyat, ia menjadi murid terpandai nan piawai membuat peta. Kecintaannya akan sejarah seakan telah direstui zaman. Terbukti sejak zaman 1985, ia memelihara situs ini.

Karena letaknya di Dusun Duplang, peninggalan nenek moyang ini lebih dikenal sebagai Situs Duplang. Terdiri dari batu menhir, kenong tunggal dan kenong kembar, serta dolmen. Selain di lahan ini, sebetulnya batu-batu purba banyak berserakan di wilayah Arjasa. Pak Sudarman pun menuangkannya dalam sebuah peta. 

Tak heran, dalam kunjungan saya yang keempat kalinya ini, Pak Sudarman mengajak saya menelusuri batu-batu yang ada di peta. Layaknya pencari harta karun, kami menyusuri sungai-sungai terjal, jalan berkelok tajam, dan tak jarang terperosok dari atas pematang. Semisal, batu mata angin yang menunjukkan empat penjuru arah yang berada di rumah Bu Ika di Dusun Krajan. Belum lagi batu tulis, batu kursi serta dolmen dan menhir yang tak jauh dari tepi Kali Gumblung. Sebagian yang tercantum dalam peta Pak Sudarman, ditunjukkan dengan jalan menikung.

Batu Menhir/Nurillah Achmad

Menurut penelitian yang dilakukan BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala) Trowulan, batu-batu zaman megalitikum ini diperkirakan muncul pada abad 10 M, bergantian dengan munculnya candi Borobudur di abad ke-9. Namun, tak sedikit yang berujar jika batu ini telah ada pada abad ke-4.

“Selain Kendal dan Trowulan, wilayah yang saya tempati ini adalah wilayah purba,” kata Pak Sudarman. “Bahkan menhir di sebelah pohon mangga ini, diyakini sebagai stupa layaknya stupa Borobudur. Apabila benar, maka tidak menutup kemungkinan di bawah rumah saya terdapat candi.”

Mendapati Pak Sudarman yang lancar menceritakan batu-batu purba, saya teringat akan juru kunci gunung dan makam. Tapi, Pak Sudarman lekas-lekas menyangkal. Ia tak mau disamakan dengan juru kunci, layaknya juru kunci makam para wali.

“Sesuai amanat dari dinas, saya ini seorang Jupel. Juru Pelihara. Kalau juru kunci, ia ahli tirakat. Ahli doa. Saya tidak pandai begitu. Saya hanya ingin menjaga dan merawat batu-batu ini saja.”
“Apakah nanti ada penerus dari Bapak?”
“Oh, tentu. Anak saya yang sekolah di STM itu penerusnya.”

Seketika saya tersenyum. Ah, barangkali saya terlampau buru-buru menyimpulkan keadaan jika nantinya sepeninggal Pak Sudarman, tak bakal ada yang menggantikan sosoknya.

“Tapi, Nak,” sambungnya lagi. “Anak saya tidak akan sama dengan saya. Caranya menjelaskan tentang apa itu batu kenong tunggal dan batu kenong kembar, apa dan bagaimana batu-batu ini dulunya berada, serta cerita apa yang tersimpan pada masa lalu, tak semuanya sama dengan apa yang saya ketahui. Benar ia anak saya, tetapi kami beda kepala dan beda zaman.”

Saya mengangguk setuju tepat gerimis pertama jatuh ke atas pangkuan lereng Hyang Argopuro. Pak Sudarman benar. Ia tak bisa diganti meski telah menyiapkan seorang penerus. Sama persis seperti almarhum bapaknya yang telah menjaga batu-batu purba sejak zaman lampau, tapi ilmu dan tirakatnya tidak bisa digantikan. Yang ada hanyalah sosok anyar yang barangkali dengan sosok ini, situs Duplang tetap lestari dan jauh dari jangkauan pencuri seperti yang terjadi pada tahun awal tahun 2000


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami. Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Situs Duplang, Peninggalan Nenek Moyang Zaman Megalitikum appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/situs-duplang-peninggalan-zaman-megalitikum/feed/ 0 28781