kawah ijen Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/kawah-ijen/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 20 May 2025 14:06:49 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 kawah ijen Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/kawah-ijen/ 32 32 135956295 Secuil Cerita Perjalanan dari Kawah Wurung https://telusuri.id/secuil-cerita-perjalanan-dari-kawah-wurung/ https://telusuri.id/secuil-cerita-perjalanan-dari-kawah-wurung/#respond Fri, 16 May 2025 03:12:00 +0000 https://telusuri.id/?p=47057 Berawal dari kebiasaan saling mengirim video-video perjalanan di media sosial, memantik keinginan saya dan Trisna, sahabat saya, untuk bermain kembali setelah bertahun-tahun terkungkung aktivitas yang monoton. Malam itu, dengan diskusi singkat pilihan kami mengerucut ke...

The post Secuil Cerita Perjalanan dari Kawah Wurung appeared first on TelusuRI.

]]>
Berawal dari kebiasaan saling mengirim video-video perjalanan di media sosial, memantik keinginan saya dan Trisna, sahabat saya, untuk bermain kembali setelah bertahun-tahun terkungkung aktivitas yang monoton. Malam itu, dengan diskusi singkat pilihan kami mengerucut ke Kawah Wurung. Kami berencana tidak hanya menikmati pemandangannya dari pos, tapi menyusuri jalan setapak yang masih belum jelas penanda arahnya menuju ceruk kawah. Tempat sapi-sapi dilepas dan dibebaskan di rimbunnya rerumputan. Kami akan berkemah semalam di sana. 

Kawah Wurung memberi hamparan sabana dikelilingi bukit-bukit mungil. Di sekitar Kawah Wurung juga menyimpan banyak pemandangan yang tak kalah memukau. Sejalur dengan Kawah Ijen, Kawah Ilalang, Kawah Hapera, dan Bukit Jabal Kirmit, membuat wisatawan bisa berkunjung ke pelbagai wisata alam dalam sekali jalan.

Kami memilih Kawah Wurung untuk menghindari keramaian dan bau belerang, khususnya dari Kawah Ijen. Menurut kami, ini sangat sesuai untuk seseorang yang mendamba sunyi.

Secuil Cerita Perjalanan dari Kawah Wurung
Pemandangan alam berupa sabana dan asap belerang Kawah Ijen saat perjalanan ke Kawah Wurung/Kriselda Dwi Ghisela

Tekad di Awal Perjalanan

Kami bertekad menjelajahi sisi lain dari wajah Kawah Wurung dan berkemah semalam di ceruk sabananya. Sebelumnya, saya sempat berkunjung ke Kawah Wurung bersama teman-teman lain dan hanya berhenti di posnya. Jika parkir di pos, kami hanya mendapatkan pemandangan Kawah Wurung saja. Sebab, terdapat jurang curam yang memisahkan antara pos dan Kawah Wurung itu sendiri. Menurut saya, kurang memuaskan. 

Maka pada saat itu, di pikiran saya, kami ingin mencoba sedekat mungkin untuk merasakan rumput di kawahnya yang hijau rimbun dan terlihat empuk itu. Ditambah lagi, saat kunjungan pertama di sana, siangnya kami disambut hujan dan salah satu teman mengusulkan agar segera turun dan pulang secepatnya. Alhasil semakin tidak memuaskan. Saya tidak jadi jalan-jalan di punggung bukit-bukit mungil itu. Luar biasa kecewanya. Sepulangnya dari sana, didorong oleh rasa penasaran yang kuat, saya berjanji untuk mengunjungi Kawah Wurung sekali lagi dan menjelajahi keindahan alamnya secara utuh. 

Pukul 14.00 WIB, kami memulai perjalanan dari Jember. Berbekal Google Maps, kami berangkat dengan perasaan membuncah dan yakin akan bisa menemukan ceruk sabana itu. Menyusuri rute Kecamatan Ijen, Bondowoso yang meliuk-liuk tajam. Memasuki gerbang pos Kawah Wurung, kami disambut penjaga loket untuk membayar tiket masuk sebesar Rp5.000/orang dan Rp15.000/tenda. 

Mengetahui kami hanya berdua dan sama-sama perempuan, bapak penjaga loket agak kaget. Ia berinisiatif menunjukkan arah jalan yang harus kami tempuh untuk menuju sabana. Arahan darinya sudah cukup jelas. Namun, lagi-lagi kami disambut kecewa. Sebab, melalui jalur tersebut, sepeda motor bebek kami jelas tidak bisa lewat karena terjalnya lereng sekitar kawah. Kami juga tidak mungkin meninggalkan motor di pos, sedangkan kami berkemah di bawah.

  • Secuil Cerita Perjalanan dari Kawah Wurung
  • Secuil Cerita Perjalanan dari Kawah Wurung
  • Secuil Cerita Perjalanan dari Kawah Wurung

Bertemu Penyelamat

Kami mencoba mengisi waktu dengan berfoto sebentar lalu mencari jalan alternatif, yakni jalan memutar dan mengelilingi kawah untuk sampai di sabana. Kami sempat kebingungan di antara ladang petani, sampai akhirnya bantuan datang juga. Bagai malaikat yang turun di siang bolong, ada seorang petani yang mau menunjukkan jalan. Ia juga mengantar sampai ke sabana karena rumahnya juga satu arah menuju sabana Kawah Wurung. 

“Mau lihat sapi, ya?” tanya bapak petani itu. Ya, di sabana Kawah Wurung memang terdapat beberapa ekor sapi milik warga yang sengaja digembalakan di sana. Dengan semangat kami mengangguk dan mengikutinya dari belakang.

Rutenya cukup mudah diingat, tapi sulit ditempuh. Jalannya tidak beraspal, agak berpasir, dan sangat bergelombang. Kami sarankan jika melalui jalur ini menggunakan motor bebek atau motor trail, karena jalannya tidak ramah untuk motor matic. Kita hanya perlu memilih belokan ke kanan terus sampai ke sabana. Jalan menuju sabana agak sulit ditemukan karena minimnya sinyal dan tidak ada plang penunjuk arah.

Waktu tempuh dari lereng curam menuju jalan landai ke Kawah Wurung sekitar 20 menit. Tentu saja ini terasa lebih singkat karena ada bantuan bapak petani, sang penunjuk jalan. Kami berterima kasih dan berpisah di pertigaan jalan terakhir menuju ceruk sabana. Tepat di depan pandangan kami, terbentang luasnya sabana, lengkap dengan sapi dan lereng curam yang tadi siang kami lihat. Kami berdua terpesona lebih lama dari perkiraan. Ketika cahaya matahari mulai redup dan kabut mulai turun, barulah kami bergegas membangun tenda.

Mendirikan Tenda di Ujung Senja

Di tengah sabana, terdapat pohon kecil yang tumbuh sendirian. Tepat di samping pohon itu kami memutuskan membangun tenda. Tidak ada masalah berarti ketika membangun tenda. Tanahnya cukup mudah ditembus pasak dan pohon mungil itu cukup berguna sebagai penghalang angin. Lalu lapar menyerang dan kami segera memasak setelah membersihkan dan menata barang kami di dalam tenda.

Awalnya hanya ada kami berdua di sabana. Sempat ada orang-orang yang sama kebingungannya seperti kami di punggung bukit. Suaranya menggema, bertanya ke salah satu temannya, bagaimana caranya bisa turun ke sabana. Sungguh, sama seperti yang kami pikirkan tadi siang. Kemudian beberapa orang memutuskan langsung turun ke bawah tanpa membawa motornya. Ketika hari mulai gelap, ternyata ada rombongan lagi yang berkemah di sabana lewat jalan yang sama seperti kami, memutar dan lewat jalan landai.

Ketika malam menyergap pun, di sabana masih tidak terlalu gelap. Di dekatnya, ada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) milik PT Medco Energi Geothermal yang menyumbang cahaya menyala kecil di balik punggung bukit. Didukung oleh udara yang bersih dan minim polusi, langit malam itu bertabur bintang. Kami bisa melihat dengan jelas hamparan bintang dengan latar langit pekat. Tanpa cahaya rembulan pun, pemandangan langitnya begitu memikat.

Kami mengeluarkan matras hanya untuk berbaring melihat bintang. Walaupun angin berembus dan hawa dingin menyerang, kami tetap bertahan sejenak menikmati pemandangan yang tidak bisa didapat ketika kami di kota. Usai bercerita dan melepas stres sebentar, kami merasa menggigil dan memutuskan untuk kembali ke tenda, berselimut sleeping bag yang hangat. Malam begitu hening dan tenang. Ini yang saya cari, ketika tidur di kos terasa memuakkan.

Secuil Cerita Perjalanan dari Kawah Wurung
Langit pagi di atas Kawah Wurung/Kriselda Dwi Ghisela

Pagi harinya, ketika kabut masih bergulung di dekat rumput, kami terbangun disambut udara dingin dan basah di luar tenda. Cahaya matahari masih minim di ufuk timur, tapi kami sudah bersiap keluar tenda. Berjalan-jalan menelusuri setiap lekuk bukit dan sesekali menanjak menuju punggung bukit, menangkap gambaran sabana dan bukit-bukit di sekitarnya.

Gerombolan sapi juga terlihat memulai aktivitasnya, mengunyah rerumputan dengan hikmat di dekat kaki mereka. Mereka terlihat tenang meski ada satu-dua orang yang melintas di dekatnya dan berusaha berfoto bersama. Puas berkeliling sabana, kami kembali ke tenda untuk memasak sarapan dan membuat minuman hangat. Setelah itu kami beres-beres dan bersiap pulang, karena hanya tinggal kami berdua saja di hamparan sabana.

Secuil Cerita Perjalanan dari Kawah Wurung
Gubuk terbengkalai di antara kebun bunga berwarna ungu/Kriselda Dwi Ghisela

Tersesat di Jalur Pulang

Di perjalanan pulang, lagi-lagi kami tersesat. Namun, sebelum menyadari jalur yang kami lewati berbeda dengan kemarin, kami menemukan kebun yang dipenuhi bunga berwarna ungu, yang belum kami ketahui namanya. Seluas mata memandang terlihat hamparan bunga ungu tersebut dan di tengah kebun terdapat gubuk tanpa atap. Tampak reyot, tapi enak dipandang, meskipun sudah tidak berfungsi. Kami menyempatkan berhenti dan berfoto sebentar di lokasi tersebut. Di kebun bunga itu kami bisa melihat bukit-bukit yang terlihat begitu dekat. Jalanan begitu sepi, hanya ada bapak-bapak dengan hasil rumputnya yang melewati jalanan itu.

Kami memutuskan untuk putar balik, sembari mengingat-ingat jalan kemarin. Ketika melihat tanda di tikungan, kami memilih jalan menukik tersebut. Diselingi rasa ragu kami meneruskan jalan, sampai bertemu bapak-bapak di ladang. Kami pun bertanya arah jalan menuju gerbang Kawah Wurung.

Beruntungnya, kami bertemu dengan bapak petani kemarin. Ya, orang yang sama, sekali lagi menunjukkan jalan pulang hingga akhirnya kami bisa sampai di gerbang Kawah Wurung. Di dekat area parkir, kami memilih ngopi dulu. Merebahkan rasa lelah dan gundah setelah tersesat beberapa saat, ditemani sinar matahari yang mulai menyeruak di balik bayang-bayang pepohonan.

Tak ada kata yang bisa menggambarkan hari itu, kecuali rasa puas yang merebak di hati. Hati kami terasa penuh. Pengalaman unik ini tak akan lekang begitu saja dimakan waktu.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Secuil Cerita Perjalanan dari Kawah Wurung appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/secuil-cerita-perjalanan-dari-kawah-wurung/feed/ 0 47057
Eksotisme Panorama Kawah Ijen https://telusuri.id/eksotisme-panorama-kawah-ijen/ https://telusuri.id/eksotisme-panorama-kawah-ijen/#respond Sun, 24 Dec 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=40650 Kawah Ijen adalah salah satu destinasi wisata yang terletak di kawasan Geopark Ijen. Dapat diakses dari Bondowoso maupun Banyuwangi. Dengan ketinggian mencapai 2.386 meter di atas permukaan laut (mdpl), Gunung Ijen adalah tujuan pendakian yang...

The post Eksotisme Panorama Kawah Ijen appeared first on TelusuRI.

]]>
Kawah Ijen adalah salah satu destinasi wisata yang terletak di kawasan Geopark Ijen. Dapat diakses dari Bondowoso maupun Banyuwangi. Dengan ketinggian mencapai 2.386 meter di atas permukaan laut (mdpl), Gunung Ijen adalah tujuan pendakian yang ramah, bahkan untuk pemula yang belum pernah mendaki gunung sebelumnya. Perjalanan ke Kawah Ijen tergolong ringan dan aksesnya sangat mudah.

Dalam perjalanan kali ini, saya beserta delapan orang dalam satu rombongan memilih rute Bondowoso. Meskipun lebih panjang, tetapi lebih menantang dan kami lebih suka menggunakan sepeda motor daripada mobil. Total ada lima motor yang digunakan.

Kami memutuskan berangkat sore, dengan perkiraan sampai di Pos Paltuding sebelum pukul 20.00 WIB. Kemudian beristirahat di sana sampai loket pendakian dibuka pada pukul 02.00. Alasan kami memilih perjalanan malam adalah untuk menyaksikan fenomena blue fire di Kawah Ijen, yang hanya bisa dilihat pada dini hari hingga menjelang Subuh.

Eksotisme Panorama Kawah Ijen
Kami melakukan perjalanan ke Kawah Ijen melalui Kabupaten Bondowoso/Agus Miftahorrahman

Perjalanan ke Kawah Ijen via Bondowoso

Perjalanan kami dimulai dari pusat kota Bondowoso menuju Tapen dengan sepeda motor sekitar 30 menit. Setibanya di Tapen, kami berbelok kanan ke Jalan Ijen sampai tiba di minimarket terakhir. Letaknya di Desa Sumber Gading. Kami beristirahat sejenak dan membeli beberapa keperluan lain di minimarket tersebut. Setelah merasa cukup istirahat dan perbekalan kami lengkap, sekitar pukul 17.00 perjalanan kami lanjutkan menuju Pos Paltuding.

Kami mengambil belokan ke kiri di pertigaan minimarket Ijen, lalu mendaki jalan berkelok yang memakan waktu sekitar 45 menit. Jika Anda menggunakan sepeda motor, sebaiknya menggunakan sepeda motor bebek atau sport bike agar perjalanan terasa nyaman saat melewati tanjakan. Bagi yang menggunakan sepeda motor matic, disarankan membawa yang memiliki kapasitas mesin 150cc.

Perjalanan panjang menuju titik pemberhentian selanjutnya, yaitu Pos 1 Malabar terasa menyenangkan. Hijaunya pepohonan dan sinar senja dari ufuk barat menyertai perjalanan kami. Rute Bondowoso memang menawarkan lebih banyak destinasi tambahan dibandingkan dari arah Banyuwangi.

Matahari sudah terbenam dan suhu udara mulai menusuk tatkala kami tiba di Pos 1 Malabar. Untungnya, di sana ada api unggun yang selalu menyala setiap malam untuk menghangatkan badan. Saya yang sedang menyetir langsung menuju api unggun, sementara anggota rombongan lainnya mengisi buku tamu. Kami rehat sejenak 15 menit di sini

Bagi yang kehabisan bahan bakar kendaraan, tidak perlu khawatir. Di Pos 1 Malabar, Anda dapat membeli sebotol Pertalite dengan harga 10 ribu rupiah. Jadi, pastikan Anda memeriksa bahan bakar kendaraan sebelum meninggalkan pos tersebut.

Suasana pegunungan dan angin malam yang dingin benar-benar terasa. Tanpa pakaian hangat dan sarung tangan, kami merasa agak menggigil saat menyetir.

Usai melewati perkebunan kopi Jampit, kami tiba di Sempol. Kami menemukan permukiman warga yang unik dan menarik. Jalan satu-satunya ke Ijen diapit oleh rumah-rumah warga berdempetan. Di desa ini juga terdapat masjid, puskesmas, dan beberapa toko kelontong bagi yang ingin berhenti sejenak untuk membeli keperluan.

Selepas Sempol, Pos 2 Belawan jadi titik terakhir sebelum Paltuding. Sebenarnya, di semua pos yang kami lewati tidak perlu membayar biaya. Cukup mencatat nama rombongan di Pos 1 Malabar untuk menuju Paltuding.

Sekitar pukul 19.45 akhirnya kami menginjakkan kaki di Pos Paltuding. Kami segera memarkirkan sepeda motor dan mencari tempat mendirikan tenda. Ada biaya juga untuk “parkir” tenda sebesar 5.000 rupiah, sangat terjangkau.

Ketika mendirikan tenda, beberapa pedagang lokal menawarkan aneka aksesoris untuk naik ke Kawah Ijen. Ada sarung tangan 10 ribu rupiah per pasang, kupluk rajut 10 ribu rupiah, dan jas hujan plastik seharga 20 ribuan. Meskipun sedikit lebih tinggi dari harga biasa, kami putuskan buat beli jas hujan plastik karena lupa membawa dari rumah.

Kira-kira 15 menit kemudian tenda telah selesai dirakit. Kami membangun tenda dekat bangunan untuk menghindari hujan. Dan benar saja, beberapa saat kemudian gerimis turun dan membuat suasana Paltuding makin dingin.

Setelah kami mengisi perut dengan mi instan dan kopi, kami lekas tidur sembari menunggu loket pendakian buka. Kami menggunakan matras dan sarung untuk menangkal dinginnya malam.

Pendakian ke Puncak Kawah Ijen

Tidak terasa, dini hari tiba. Kami terbangun sekitar pukul 01.30. Salah satu kawan saya membangunkan anggota lainnya yang masih tertidur. Kami bangun setengah jam lebih awal dari jam buka loket supaya bisa mempersiapkan tubuh agar tidak kram selama pendakian. Beberapa dari kami bahkan menempelkan koyo ke hidung untuk mengusir dingin dan membantu pernapasan.

Setelah semua anggota rombongan siap, kami menuju loket pendakian yang sudah penuh pengunjung. Beruntung kami telah melakukan reservasi daring sebelumnya. Kami tidak perlu mengantre lama dan bisa langsung mendaki setelah mendapat tiket pendakian. Tarif tiketnya Rp20.000 per orang.

Biasanya, loket pendakian Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen buka mulai pukul 01.00. Kemudian berubah menjadi pukul 02.00 untuk menghindari penumpukan wisatawan.

Namun, Anda masih bisa memulai pendakian pada pukul 01.00, asalkan bersedia membayar biaya tambahan sekitar 2,3 juta rupiah per orang. Biaya tersebut diklaim oleh agen perjalanan untuk mengurus SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) sehingga bisa masuk kawasan lebih awal. Dalam paket ini, Anda juga akan mendapatkan fasilitas, seperti taksi troli, senter, jas hujan, dan pemandu yang membantu membawa barang selama pendakian.

Hal menarik lain yang kami temui di Kawah Ijen adalah taksi atau ojek troli. Ini adalah kendaraan berbentuk troli yang dimodifikasi dengan tempat duduk sofa dan dioperasikan tiga orang. Dua orang menarik troli dari depan, dan satu orang mendorong dari belakang. Bagi yang tertarik untuk mencoba naik troli, Anda harus merogoh kocek sekitar 500 ribu rupiah untuk naik dan 300 ribu rupiah untuk turun.

Namun, kami memilih berjalan kaki. Selama masih bisa melakukannya, mengapa tidak?

Rute pendakian ke Kawah Ijen sepanjang 3,4 kilometer dapat saya anggap cukup ramah. Meskipun selama pendakian menemui beberapa kelokan dan satu tanjakan panjang. Ritme pendakian kami di separuh awal pendakian cukup stabil, meskipun tidak secepat wisatawan asing yang kami temui. Beragamnya latar belakang wisatawan yang berkunjung menunjukkan Kawah Ijen sudah dikenal banyak orang.

Sekitar setengah perjalanan, ritme kami melambat. Kelelahan mulai terasa. Keringat mengalir deras, menghilangkan rasa dingin dini hari. Selain itu, jalur yang basah akibat hujan semalam membuat pendakian kian sulit.

Kami berhenti sejenak. Salah satu anggota rombongan merasa mabuk gunung dan perlu beristirahat. Dengan perlengkapan dan P3K yang kami bawa, ia bisa pulih kembali. Kami melanjutkan pendakian dengan ritme yang lebih pelan agar tidak terpisah satu sama lain.

Kami sampai di pos terakhir sebelum puncak tepat saat azan Subuh berkumandang. Kami mendengar deringnya dari ponsel salah satu anggota rombongan. Sinyal internet sepanjang pendakian memang cukup baik, terutama Pos Paltuding dan puncak.

Akhirnya pada pukul 05.00, setelah mendaki hampir tiga jam, kami tiba di puncak Kawah Ijen.

Panorama Pagi di sekitar Kawah Ijen

Pemandangan dari puncak Kawah Ijen sangat memukau. Bagi saya, Kawah Ijen memberikan pengalaman yang sangat berbeda daripada gunung-gunung lain.

Ketika tiba di puncak, kami melihat Gunung Raung menyambut di sebelah barat daya. Tak hanya itu. Selain vegetasi hijau yang tumbuh di pegunungan, terlihat juga pohon-pohon yang terbakar akibat hawa panas dari uap belerang Kawah Ijen.

Pemandangan pohon gosong memberikan nuansa yang sangat khas. Di sisi lain dari puncak kawah, terdapat sabana hijau kecil yang tampak kontras dan memiliki keindahannya tersendiri.

Meskipun kami tidak bisa melihat fenomena blue fire secara langsung, karena hujan dan pendakian yang berjalan lambat, pemandangan kolam belerang berwarna toska tetap memukau. Menikmati keindahan alam seperti ini adalah pengalaman yang luar biasa.

Bagi yang ingin membawa pulang kenang-kenangan, tidak perlu khawatir. Di area puncak, beberapa pekerja tambang menjual kerajinan tangan yang terbuat dari belerang. Harganya mulai dari 10 ribu rupiah. Anda dapat memilih aneka suvenir, seperti miniatur keranjang penambang belerang dan berbagai bentuk lainnya.

Jika ingin melihat kolam belerang lebih dekat, Anda dapat turun ke area penambangan. Pastikan untuk mengenakan masker pelindung terlebih dahulu. Jika tidak memiliki masker, Anda dapat menyewanya dari penduduk setempat.

Puas menikmati keindahan Kawah Ijen, kami pun turun kembali ke Pos Paltuding. Di Paltuding, kami istirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke rumah masing-masing.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Eksotisme Panorama Kawah Ijen appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/eksotisme-panorama-kawah-ijen/feed/ 0 40650