kebun teh Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/kebun-teh/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 13 Dec 2022 04:34:21 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 kebun teh Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/kebun-teh/ 32 32 135956295 ‘Nge-teawalk’ ke Takokak https://telusuri.id/ngetiwok-ke-takokak/ https://telusuri.id/ngetiwok-ke-takokak/#respond Thu, 22 Dec 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36422 Di antara lengkungan bukit-bukit dan gunung-gunung yang mengepung sebagian wilayah Cianjur Selatan, Jawa Barat, hamparan-hamparan kebun teh turut pula melengkapi panorama, memberikan nuansa hijau alami yang menyejukkan mata dan boleh jadi  menentramkan hati. Hamparan-hamparan kebun...

The post ‘Nge-teawalk’ ke Takokak appeared first on TelusuRI.

]]>
Di antara lengkungan bukit-bukit dan gunung-gunung yang mengepung sebagian wilayah Cianjur Selatan, Jawa Barat, hamparan-hamparan kebun teh turut pula melengkapi panorama, memberikan nuansa hijau alami yang menyejukkan mata dan boleh jadi  menentramkan hati. Hamparan-hamparan kebun teh itu bisa kamu temukan, misalnya, di kawasan Takokak dan Sukanagara. Keduanya adalah kecamatan yang berada di sisi selatan Kabupaten Cianjur.

Kalau kalian suka mbolang menikmati panorama alam pegunungan, dan juga suka teawalk, baik sendirian atau pun bareng kawan-kawan se-gank, boleh coba sekali-kali mblusuk ke Takokak atau Sukanagara. Dari pusat Kota Cianjur ke Takokak berjarak sekitar 54 kilometer.  Adapun jarak ke Sukanagara dari pusat Kota Cianjur adalah 48 kilometer.

kebun teh
Hamparan Teh di Takokak/Djoko Subinarto

Selain dari pusat Kota Cianjur, Takokak dan Sukanagara dapat diakses dari wilayah Sukabumi. Kawasan Takokak beririsan langsung dengan kawasan Nyalindung, Sukabumi. Dari Nyalindung menuju Takokak sekitar 10 kilometer. Sementara dari Takokak ke Sukanagara berjarak sekitar 29 kilometer. 

Kamis (3/11/2022) pagi lampau, saya mencoba menjajal rute Nyalindung-Takokak-Sukanagara. Untuk sampai Nyalindung, dari daerah Sukaraja, Sukabumi, saya terlebih dahulu harus menuju daerah Baros. Dari kawasan Baros inilah, jalan menuju Nyalindung terbentang.

Salah satu yang ikonik dan menjadi penanda penting kawasan Baros yaitu Jembatan Leuwi Lisung—sering juga disebut Jembatan Jubleg. Jembatan ini membentang di atas Sungai  Cimandiri. Sebagian angkot yang melayani trayek Jubleg-Nyalindung kerap ngetem menunggu penumpang di atas jembatan ini.

Jembatan Leuwilisung
Jembatan Leuwilisung/Djoko Subinarto

Dari Jembatan Leuwilisung ke arah Nyalindung, jalan cenderung menanjak tipis dan bekelak-kelok. Posisi jalan berada di punggung perbukitan. Secara umum, kondisi jalan relatif lengang. Cuma, permukaan jalannya tak seluruhnya mulus. Di beberapa titik, permukaan jalan didominasi batu dan tanah. Di pagi hari, saat jam masuk sekolah, tak jarang kita dapat menyaksikan sejumlah anak berjalan bareng-bareng menuju sekolah mereka.

Untuk mencapai Takokak dari arah Nyalindung, patokannya adalah Indomaret Nyalindung. Setelah Indomaret ini, ada jalan ke arah kiri. Di mulut jalan, terdapat plang penunjuk arah. Lurus: Sagaranten. Belok kiri: Takokak dan Sukanagara.

Maka, kita ambil jalan ke kiri jika tujuannya adalah perkebunan teh di Takokak dan Sukanagara.

Perbatasan Takokak-Nyalindung
Perbatasan Takokak-Nyalindung/Djoko Subinarto

Memasuki jalan yang menuju Takokak-Sukanagara, jalan tampak lebih sunyi jika dibandingkan dengan jalan Raya Baros-Nyalindung. Kanan-kiri penuh oleh lanskap hijau. Ada belukar, padang rumput, kebun, sawah, hutan, juga sejumlah permukiman penduduk, yang tak terlalu padat. Tak ada angkot di jalur ini. Satu-dua motor yang ditumpangi warga melaju kencang. Terkadang terlihat juga truk atau mobil bak terbuka.

Setelah beberapa kilometer merayapi jalan, akhirnya saya sampai di perbatasan Takokak-Nyalindung. Ada sebuah tugu sederhana yang menjadi batas wilayah. Di kanan depan saya, tampak sebagian perkebunan teh. Luas wilayah Kecamatan Takokak  adalah 14.216,47 hektare. Berada di ketinggian rata-rata 1.167 meter di atas permukaan laut. Dengan demikian, cukup ideal bagi budidaya tanaman teh.

Saya beristirahat sebentar tak jauh dari kebun teh, sembari memastikan posisi saya lewat fasilitas Google Maps. Dari fasilitas Google Maps pula saya ketahui  di depan saya, setelah Kantor Kecamatan Takokak, terdapat Danau Cigunung. Dan setelah Danau Cigunung, jika saya meneruskan perjalanan, saya akan sampai ke Perkebunan Teh Ciwangi, Sukanagara. 

Lantaran penasaran, dan melihat cuaca cerah, saya putuskan meneruskan perjalanan. 

Mendekati Kantor Kecamatan Takokak, denyut kehidupan tampak lebih terasa. Suasana lebih ramai. Ada sekolah, toko-toko, sejumlah instansi di kanan-kiri jalan yang saya lewati. Setelah melewati pusat Kecamatan Takokak, suasana kembali relatif sunyi. Sampai akhirnya saya tiba di depan Danau Cigunung. Lokasi danau ini berada di kiri jalan, jika datang dari arah Kecamatan Takokak. Luasnya lima hektare dan dikelilingi hutan pinus. Di seberang Danau Cigunung berjejer beberapa warung, yang pengunjung dapat mampir di danau untuk sekadar beristirahat sembari ngopi atau ngemil.

  • Danau Cigunung
  • Plang Perkebunan Ciwangi

Saya sempat ambil gambar Danau Cigunung beberapa kali, sebelum meneruskan perjalanan. Hutan kecil, kebun, rumah-rumah penduduk kembali saya lewati, hingga setelah sebuah mushala, saya mendapati sebuah plang agak kusam. Tertulis di plang itu: PT Lamteh. Perkebunan Ciwangi Cianjur. Gelondongan-gelondongan kayu teronggok di pinggir jalan kebun teh. Entah siapa empunya. Suasana hening.  Tidak ada aktivitas apa pun. 

Mereka yang suka keheningan atau mereka yang kepingin sedikit menjauh dari kebisingan maupun hiruk pikuk kota sembari memanjakan mata dengan menikmati lanskap hijau hamparan pohon teh, saya pikir kawasan kebun teh Ciwangi cocok untuk dijadikan pilihan. Setelah bergerak beberapa puluh meter memasuki perkebunan teh, saya berhenti sembari menjeprat-jepret kamera ponsel untuk ber-selfie dan mengambil gambar panorama sekitar.

Dari tengah-tengah kebun teh, saya arahkan pandangan ke sisi timur laut, menatap lapisan perbukitan nun jauh di depan saya. Perkiraan saya, di balik bukit-bukit itulah, pusat Kecamatan Sukanagara berada.

Kembali ke Google Maps, saya ketahui dari tempat saya berdiri menuju Kecamatan Sukanagara masih sekitar 20 kilometeran. Saya lihat langit di sisi timur, selatan, dan barat, yang semula cerah, terlihat mulai mendung. Saya khawatir terjebak hujan. dan memutuskan bergegas kembali ke Sukaraja, Sukabumi.

Di tengah perjalanan, beberapa kali saya mendengar nyaring suara halilintar. Saya berharap hujan tidak segera turun. Tapi, toh harapan tinggal harapan. Langit justru semakin gelap. Sekitar  17 kilometer sebelum Pasar Sukaraja, Sukabumi, hujan deras turun tak terbendung.

Saya buru-buru menepi untuk berteduh di sebuah emperan warung yang tutup. Dalam hati, saya mengucap syukur karena beruntung hujan deras itu tidak turun selagi saya tengah berada di kebun teh atau di tengah-tengah hutan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post ‘Nge-teawalk’ ke Takokak appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/ngetiwok-ke-takokak/feed/ 0 36422
Mampir Sejenak ke Kampung Cakrawala di Kaki Gunung Gede—Pangrango https://telusuri.id/mampir-sejenak-ke-kaki-gede-pangrango/ https://telusuri.id/mampir-sejenak-ke-kaki-gede-pangrango/#respond Mon, 25 Oct 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30023 Mirip dengan Kota Bandung, Sukabumi dikelilingi gunung-gunung. Beranjak beberapa kilometer saja—terlepas mau ke barat, timur, selatan atau utara—kita segera dihadapkan pada kontur alam pegunungan. Nama Sukabumi sendiri berasal dari dua suku kata dalam bahasa Sunda,...

The post Mampir Sejenak ke Kampung Cakrawala di Kaki Gunung Gede—Pangrango appeared first on TelusuRI.

]]>
Mirip dengan Kota Bandung, Sukabumi dikelilingi gunung-gunung. Beranjak beberapa kilometer saja—terlepas mau ke barat, timur, selatan atau utara—kita segera dihadapkan pada kontur alam pegunungan. Nama Sukabumi sendiri berasal dari dua suku kata dalam bahasa Sunda, yakni ‘suka ‘ dan ‘bumen’. ‘Suka’ berarti ‘senang’ atau ‘gemar’, sedangkan ‘bumen’ berarti ‘bermukim’ atau ‘tinggal secara permanen’. 

Konon, kota ini dinamai Sukabumi karena pada dulu kala banyak pendatang yang begitu menjejakkan kaki di kota ini langsung merasa senang dengan suasana kota ini, sehingga mereka lantas memutuskan untuk bermukim di kota ini.

Dengan posisinya yang dikelilingi gunung-gunung, membuat siapa pun yang berada di Kota Sukabumi lebih mudah dan lebih cepat untuk bisa menikmati panorama pegunungan ketimbang panorama pantai atau lautan.

Sekadar ilustrasi, untuk bisa menikmati panorama pantai, dari pusat Kota Sukabumi, kita perlu menempuh jarak sekurangnya 61 kilometer ke arah selatan. Adapun untuk menikmati panorama pegunungan, dari pusat Kota Sukabumi, cukup bergerak ke sisi utara, misalnya, sekitar 8 kilometer, kita sudah akan berada langsung di kaki Gunung Gede—Pangrango.

Gede—Pangrango, yang sering juga disingkat menjadi Gepang, memiliki ketinggian sekitar 2.958 meter di atas permukaan laut. Adapun ketinggian Pangrango sekitar 3.019 meter di atas permukaan laut. Gunung paling tinggi di Pulau Jawa adalah Ciremai, dengan tinggi 3.078 meter di atas permukaan laut.

Sejak 1977, Gede—Pangrango, yang masuk ke dalam tiga wilayah administrasi yakni Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, telah ditetapkan sebagai cagar biosfer oleh UNESCO.Dipandang dari arah mana pun, Gede—Pangrango senantiasa terlihat indah, gagah, dan anggun. Banyak orang ingin mendakinya. Di gunung ini, ada sebuah lembah bernama Mandalawangi, yang dihiasi oleh hamparan edelweis, yang menggoda bagi siapapun untuk mengabadikannya. Tentu saja, ada semacam kebanggaan tatkala kita dapat berfoto di Mandalawangi dengan hamparan edelweisnya.

Hamparan rumput dan pohon
Hamparan rumput dan pohon/Djoko Subinarto

Kampung Cakrawala

Ada banyak area wisata alam di sekitaran kaki Gede—Pangrango. Salah satunya adalah Kampung Cakrawala.

Di Minggu pagi, yang kebetulan berpayung langit biru, beberapa waktu silam, saya mencoba melipir ke Kampung Cakrawala di kaki Gede—Pangrango ini. Ceritanya, usai sepedaan di arena car free day, di depan Balai Kota Sukabumi, saya lantas ngacir ke arah Selabintana.

Tak sampai empat puluh menit, saya sudah berada tak jauh dari gerbang utama Selabintana. Terlihat serombongan goweser sedang mengaso sembari menikmati minuman dan makanan ringan, sebelum meneruskan perjalanan gowes mereka. Saya tidak berhenti dan cuma memberi salam kring-kring lewat bel sepeda kepada mereka.Persis sebelum gerbang utama Selabintana, ada jalan ke arah kanan. Saya belokkan sepeda ke sana. Ini adalah jalan yang menuju Kampung Cakrawala. Setelah melaju beberapa meter, terlihat ada pom bensin Pertamini. Setelah pom bensin itu, ada jalan kecil ke arah utara. Saya lantas ikuti jalan kecil tersebut. Tak butuh lama, mata saya segera disuguhi pemandangan kebun teh dan Gede—Pangrango yang anggun menjulang.

Kolam
Kolam/Djoko Subinarto

Di sebuah persimpangan, terlihat ada plang sederhana bertuliskan Kampung Cakrawala. Beberapa keluarga muda terlihat sedang berfoto-foto dengan latar belakang hamparan kebun teh dan Gede—Pangrango. Salah satu keluarga muda itu terlihat membawa anak berusia sekitar tiga tahunan.

Saya tuntun sepeda. Pasalnya, rutenya berupa tanah dan berbatu-batu. Kurang pas buat sepeda lipat mungil, yang saya gunakan hari itu. 

Beberapa meter dari situ, sampailah saya di depan sebuah loket sederhana. Penjaganya seorang perempuan berkerudung coklat. Ia memastikan apakah saya datang berombongan atau sendirian. Saya jelaskan bahwa saya sendirian. Ia menyodorkan tiket masuk. Harganya Rp10 ribu.

Hamparan rumput dan pohon-pohon rindang langsung menyergap pandangan saya. Terlihat ada sebuah kolam kecil di tengah-tengah hamparan rumput. Sebuah rakit kecil dari bambu tertambat di pinggir kolam itu. Tak jauh dari sana, tampak pula jembatan kayu yang membentang di atas sebuah sungai dengan bunyi airnya yang terdengar gemericik. Dua sejoli belia terlihat duduk santai menghadap ke arah jembatan. 

Jembatan kayu
Jembatan kayu/Djoko Subinarto

Saya parkirkan sepeda lipat di tepi kolam. Beberapa saat kemudian, sekelompok perempuan berseragam kaos senam berwarna merah darah menghampiri, meminta bantuan saya untuk memotretkan mereka di tepi kolam menggunakan ponsel milik salah seorang dari mereka. 

Saya minta mereka berpose. Selanjutnya, klik, klik, klik. Beberapa jepretan saya ambil. Setelah itu, saya minta mereka melihat langsung hasilnya. Begitu mereka terlihat puas melihat hasil jepretan, saya tinggalkan mereka untuk menjelajahi sejumlah sudut Kampung Cakrawala.

Secara administratif, Kampung Cakrawala masuk dalam wilayah Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi. Desa Perbawati sendiri merupakan hasil pemekaran wilayah Desa Karawang. 

Sebagai kawasan outbound dan camping ground, Kampung Cakrawala sudah ada sejak tahun 2001. Namun, kemudian sempat terbengkalai selama beberapa tahun lamanya. Setelah direvitalisasi, baru pada tahun 2019, kawasan ini kembali dibuka untuk wisatawan.Lokasinya yang persis berada di kaki Gunung Gede—Pangrango menjadikan udara di Kampung Cakrawala demikian sejuk sehingga benar-benar pas buat kalian yang hobi ngadem sembari menikmati nuansa alam pegunungan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

The post Mampir Sejenak ke Kampung Cakrawala di Kaki Gunung Gede—Pangrango appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mampir-sejenak-ke-kaki-gede-pangrango/feed/ 0 30023
Jalan-Jalan ke Pabrik Teh PTPN IV Bah Butong https://telusuri.id/jalan-jalan-ke-pabrik-teh-bah-butong/ https://telusuri.id/jalan-jalan-ke-pabrik-teh-bah-butong/#comments Sun, 18 Jul 2021 11:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=28676 Betul juga kata orang, jika tidak direncanakan, liburan justru akan lebih berkesan.  Kunjungan kami ke Sidamanik, sebuah kecamatan di Provinsi Sumatera Utara, bisa dibilang tanpa rencana. Memang, papa terlebih dahulu ada rencana pergi kesana karena...

The post Jalan-Jalan ke Pabrik Teh PTPN IV Bah Butong appeared first on TelusuRI.

]]>
Betul juga kata orang, jika tidak direncanakan, liburan justru akan lebih berkesan. 

Kunjungan kami ke Sidamanik, sebuah kecamatan di Provinsi Sumatera Utara, bisa dibilang tanpa rencana. Memang, papa terlebih dahulu ada rencana pergi kesana karena ikut dalam acara kumpul karyawan yang diadakan oleh kantor, katanya mau trabas-trabas, atau dalam bahasa gaulnya balapan, ala ala off-road.

Sambil mengemas baju, celana, sepatu dan helm khusus untuk off-road, papa kemudian bertanya, “Bagaimana kalau ikut ke Sidamanik saja besok Kak, sambil nonton Bapak trabas-trabas?”

Sejujurnya aku belum pernah ke Sidamanik, jadi langsung kubuka internet mencari tahu ada apa disana, maklum aku suka jalan-jalan jadi tawaran semacam ini memang agak sulit ditolak.

Melihatku masih asik memegang handphone, papa kemudian kembali berkata “Ayo ikut saja, acaranya di perkebunan teh, tempatnya bagus kok bisa foto-foto.” Pernyataannya membuatku tertawa. Akhirnya ajakan papa aku iyakan, dan kami berangkat ke Sidamanik di keesokan harinya. 

Perjalanan dari Kota Medan ke Sidamanik memakan waktu sekitar 4 jam menggunakan tol, maka dari itu kami berangkat pagi-pagi buta supaya bisa sampai di lokasi trabas-trabas pada pukul sembilan pagi. Sebelum ada jalan tol, perjalanan Medan – Siantar mungkin bisa memakan waktu 7 jam atau lebih.

Betul juga kata papa, lokasi perkebunan teh ini sangat keren, sepanjang mata memandang kita disuguhi dengan pepohonan teh yang hijau nan rapi dan terawat. Udara juga sangat sejuk, cocok sekali dinikmati sambil minum teh dan Indomie rebus.Sembari menunggu papa dan karyawan lainnya trabas-trabas, kami memutuskan untuk menyewa ATV untuk mengelilingi perkebunan teh. Rupanya, perusahaan perkebunan di sini memberikan izin bagi masyarakat untuk mengelola perkebunan sebagai objek wisata, maka tidak jarang pula pengunjung menemui saung, warung makan, dan penyewaan ATV di tengah-tengah perkebunan. Biaya sewa ATV ini pun terbilang murah, hanya Rp50.000 per 30 menit, sudah cukup untuk merasakan sensasi berkeliling kebun teh layaknya tuan tanah. Setidaknya itu yang aku bayangkan selama mengendarai motor.

Setelah puas mengelilingi kebun teh, kami pun memutuskan untuk kembali mencari tempat wisata lain di Sidamanik sambil menunggu rombongan offroad kembali ke pos. Belum sempat browsing tiba-tiba supir kami berkata “Ayo Shara, kita lihat pabrik teh, ada teman saya kerja di sana.”

Pas sekali pikirku, sudah lama aku penasaran melihat proses pembuatan teh. Maklum, setiap hari selalu dibuka dengan teh panas, tapi sama sekali tidak tahu proses pengolahannya. Untungnya, lokasi kami menuju pabrik teh tidak terlalu jauh, hanya sekitar 15 menit dengan menggunakan mobil. Lokasi yang kami datangi ini bernama pabrik teh Bah Butong yang merupakan salah satu anak usaha dari PT. Perkebunan Nusantara atau yang akrab disebut dengan PTPN. Perkebunan Bah Butong ini merupakan pusat pengolahan teh terbesar di Asia Tenggara, dengan kualitas teh berstandar dunia yang sayangnya hanya diekspor keluar negeri.

Proses bongkar muat hasil panen daun teh/Ully Shara

Ketika pertama kali memasuki wilayah pabrik, rasanya seperti membayangkan era kolonial dulu, bangunanya terbilang tua dengan banyak mesin-mesin besar. Memang sepertinya hari ini rejeki kami, baru saja kami memasuki wilayah pabrik, berdatangan truk-truk besar membawa hasil panen teh menuju tempat pengolahan. Selama kami di sana, ada sekitar 4 atau 5 truk berdatangan.

Menurut cerita salah satu pegawai pabrik yang kami temui di lokasi, dalam satu hari ada sekitar 70 ton daun teh basah yang dipanen dan diolah, bahkan sebelum masa pandemi, angka ini bisa mencapai 100 ton daun basah per hari. Biasanya, pabrik ini banyak dikunjungi oleh rombongan anak sekolah baik dari Kota Medan maupun daerah lainnya di sekitar Sidamanik, namun selama pandemi ini belum ada kunjungan rombongan lagi ke Pabrik Bah Butong. Setiap pengunjung akan dapat melihat proses pembuatan teh dari bentuk daun segar hingga bentuk teh yang biasa kita konsumsi. Karena sudah biasa menghadapi rombongan, para pekerja di Pabrik Bah Butong sangat edukatif dan komunikatif dalam menyampaikan informasi mengenai proses pembuatan teh. 

Tahapan pertama dalam proses pengolahan teh adalah tahap pelayuan, Hasil panen daun teh segar ini ditebar pada banyak meja untuk dilayukan terlebih dahulu selama satu malam. Dalam tahapan ini juga teh disortir secara manual untuk menghilangkan benalu, batang dan ranting yang mungkin ikut masuk dalam tumpukkan daun teh. Harap maklum, proses panen tidak lagi dilakukan secara manual, melainkan sudah dilakukan secara masif menggunakan mesin. 

Setelah dilayukan, tumpukan daun teh ini kemudian dimasukkan kedalam mesin perajang yang juga berfungsi sebagai alat sortir teh berdasarkan kualitasnya. Cacahan yang paling halus berarti kualitasnya tinggi karena murni berasal dari daun khususnya daun muda, semakin kasar hasil cacahan maka kualitasnya semakin menurun karena telah bercampur daun tua dan sedikit batang teh. 

Untuk menjamin kualitas teh, setelah dirajang dan dipisahkan, daun teh kembali melalui proses pengayakan guna memisahkan hasil rajangan. Baru, setelah dipisahkan teh kemudian masuk dalam tahapan fermentasi menjadi berbagai jenis teh, sesuai dengan permintaan konsumen.

Pabrik Teh Bah Butong ini memiliki banyak konsumen mancanegara khususnya pasar di Eropa dan Asia salah satunya Malaysia. Pabrik-pabrik ini tinggal memesan ke Pabrik Bah Butong sesuai dengan cara olah yang mereka inginkan, seperti lama fermentasi, derajat panas, lama penjemuran, Bah Butong akan mengolahnya sesuai dengan keinginan konsumen. Bahkan menurut cerita salah satu pegawai, banyak loh brand teh luar negeri memasok bahan bakunya dari pabrik Bah Butong, sayangnya ketika saya rayu untuk membocorkan nama brand-nya si Bapak enggan menjawab. “Rahasia perusahaan,” katanya. 

Proses pelayuan dan penyortiran daun teh/Ully Shara

Si bapak bercerita katanya kualitas teh yang dihasilkan di Bah Butong ini kualitas dunia, nomor satu di kelasnya. Lalu bagaimana dengan teh yang sering kita temui di supermarket? Si bapak menjawab “Ah itu mah kualitas paling akhir, yang banyak batang-batangnya, tidak laku di ekspor.” Sedih juga ya, sebagai negara produsen teh terbaik, justru rakyatnya tidak pernah merasakan teh kualitas dunia. 

Tetapi jangan sedih dulu pembaca, si bapak tetap memberikan informasi penting, khususnya bagi yang ingin merasakan teh kualitas dunia ini. Dalam beberapa tahun terakhir, pabrik teh Bah Butong memproduksi teh hitam kemasan dengan nama dagang Butong. Teh ini merupakan teh hitam berkualitas tinggi yang sayangnya masih diproduksi dan dipasarkan dalam jangkauan wilayah Sidamanik dan sekitarnya.

Saya sendiri membeli beberapa bungkus, untuk oleh-oleh dan konsumsi sendiri. Setelah di seduh, memang rasanya beda dari teh lain yang kita temui di supermarket. Warnanya lebih hitam, wanginya lebih harum dan rasanya lebih legit. Jadi, jika pembaca memiliki teman atau saudara yang kebetulan tinggal di Sidamanik, silahkan menitip pesan teh ini yang bisa didapatkan di Pabrik Bah Butong secara langsung. Atau, pembaca bisa mencarinya secara online melalui berbagai platform marketplace.

Teh Butong produksi Pabrik Bah Butong/Ully Shara

Yang terpenting, jika suatu saat datang ke Sumatera Utara, khususnya ke Sidamanik, jangan lupa mengunjungi Pabrik Teh Bah Butong, apalagi jika membawa banyak anak kecil. Saya yakin pengalaman mengunjungi pabrik teh ini tidak hanya menyenangkan, tetapi juga sangat informatif dan edukatif.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Jalan-Jalan ke Pabrik Teh PTPN IV Bah Butong appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/jalan-jalan-ke-pabrik-teh-bah-butong/feed/ 3 28676
Wayang Windu Pangalengan, Wisata Favorit Baru di Bandung Selatan https://telusuri.id/wayang-windu-pangalengan-wisata-favorit-baru-di-bandung-selatan/ https://telusuri.id/wayang-windu-pangalengan-wisata-favorit-baru-di-bandung-selatan/#respond Tue, 22 Jun 2021 01:10:00 +0000 https://telusuri.id/?p=28392 Berwisata ke Bandung Selatan, terkadang mengesalkan. Meski COVID-19 masih jadi pandemi saat ini, tak jarang kepadatan untuk menuju Ciwidey di akhir pekan masih terasa. Meski pemandangan di Ciwidey segar dipandang, namun kepadatan jelang lokasi seringkali...

The post Wayang Windu Pangalengan, Wisata Favorit Baru di Bandung Selatan appeared first on TelusuRI.

]]>
Berwisata ke Bandung Selatan, terkadang mengesalkan. Meski COVID-19 masih jadi pandemi saat ini, tak jarang kepadatan untuk menuju Ciwidey di akhir pekan masih terasa. Meski pemandangan di Ciwidey segar dipandang, namun kepadatan jelang lokasi seringkali menurunkan mood setelah sampai di tempat wisata yang dituju.

Seiring perjalanan waktu sejak masa pandemi COVID-19, tumbuh pula ragam wisata baru. Kemeriahan Ciwidey malah saat ini bergeser agak ke Timur. Tetangga kecamatannya, Pangalengan saat ini mulai jadi primadona, setelah sejumlah wisata alam dikembangkan secara serius, ada Point Sunrise Cukul, ada pula Wayang Windu Panenjoan.

Wayang Windu Panenjoan indah saat cerah dan berkabut

Wayang Windu Panenjoan adalah wisata alam, berupa hamparan kebun teh. Posisinya persis di ketinggian 1800 DPL. Menjadi puncak tertinggi dari Perkebunan Teh Kertamanah, Pangalengan. Karena berada di ketinggian ini lah, cuaca mudah berubah, faktor tekanan udara dan kelembabannya berbeda dengan di dataran rendah.

Wayang Windu Panenjoan

Saat cerah sunrise,  bisa jadi sejam kemudian turun kabut tebal. Begitu pula saat kabut turun, bisa jadi hujan rintik tiba-tiba datang. Namun demikian, jangan percaya kalau ada orang bilang Wayang Windu Panenjoan hanya asyik dinikmati saat cerah. Ternyata berada di lokasi ini saat gerimis sekalipun sangat berbeda suasananya.

Saat cerah, ketika matahari pagi baru muncul, memandang sisi barat, Gunung Malabar nampak  gagah berdiri. Sementara di bawah, tidak jauh dari puncak Perkebunan Teh Kertamanah terlihat kepulasan asap dari Geothermal Gunung Wayang. Pemandangan asap membumbung tinggi dari geothermal akan menjadi lebih dramatis saat kabut turun.

Ketika kabut turun pun, saat masih tipis, pohon-pohon tinggi diantara tanaman teh akan terlihat seperti siluet diantara kabut putih. Ini justru menjadi pemandangan yang eksotis. Apalagi ketika kabut masih tipis, putihnya kabut dan asap dari geothermal menjadi pemandangan indah tersendiri karena gradasi warna yang dimunculkannya.

Suasana di Wayang Windu Panenjoan

Ketika kita sudah berada di lokasi, tidak hanya pemandangan yang memanjakan mata, kita juga bisa berolahraga. Buat kamu yang suka gowes, ada track panjang yang  bisa kamu susuri. Kamu juga bisa sewa ATV untuk jelajahi sudut-sudut Wayang Windu Panenjoan.

Berkabut

Soal camilan tidak perlu khawatir, di sini ada kantin. Setidaknya bisa menghangatkan tubuh dengan kopi atau mie rebus yang bisa dipesan dan disantap di bagian atas paseban kantin. Kalau mau bawa makanan sendiri juga boleh, karena tidak ada larangan membawa makanan. Hanya saja, please dong sampahnya disimpan pada tempat yang sudah ada. Agak kesal juga sih melihat oknum pengunjung yang lempar buang sampah sembarangan. Untunglah ditegur masih mau pungut, walaupun wajah orang tersebut kemudian memerah dan manyun.

Para pesepeda Bandung dan sekitarnya, di akhir pekan sering kali ke sini. Kalau dari luar Pangalengan untuk menuju lokasi, stamina memang harus prima. Jangankan dengan sepeda, dengan sepeda motor saja, bolak-balik Bandung Pangalengan cukup melelahkan dengan jaraknya yang 60 km sekali jalan.

Bukan perjalanan yang mudah

Pemandangan kebun teh

Saat menuju lokasi, setelah lepas Banjaran kita akan terhibur dengan jalan yang meliuk-liuk. R4 dan R2 jenis kecil tentu sangat menikmati karena pemandangan di sela-sela perkampungan yang dilewati cukup membuat kita menahan lelah, dengan suasana yang memanjakan mata. Beberapa penjaja kuliner tradisional warungan juga dengan mudah kita temukan, sehingga kita bisa istirahat sejenak untuk sekedar mengisi perut karena perjalanan dari jalan provinsi menuju lokasi masih sangat jauh.

Patokan yang paling mudah untuk mengarah ke lokasi adalah Banjaran. Melalui Jalan Raya Banjaran Pangalengan, ada dua indikator yang harus diingat. Pertama pertigaan Cimaung, yang ke dua Desa Cikalong.

Pertigaan Cimaung sangat terkenal, karena  menjadi akses menuju Gunung Puntang. Selepas Cimaung, kalian akan melewati desa Cikalong. Nah, selepas Desa Cikalong kalian akan menemukan pertigaan Kertamanah. Dijamin pertigaan ini tidak akan terlewat karena cukup besar dan ada tugu serta tulisan besar Perkebunan Teh Kertamanah.

Di pertigaan tersebut tekuk kiri, masuk ke arah perkebunan teh. Jangan senang dulu, setelah melalui 52 km perjalanan Bandung Kertamanah, di GPS kita bisa lihat, untuk menuju ke lokasi masih ada 10 km perjalanan harus ditempuh. Jalannya makin lama, makin menanjak. Sebagian sudah dibeton, sementara sebagian lagi jalanan berbatu kecil. Untuk pengendara roda dua tentu harus berhati-hati saat riding di jalan yang masih berbatu.

Untuk yang baru pertama kali menuju lokasi, setiba di Pertigaan Kertamanah, umumnya girang, karena dikira sudah mau sampai. Nyata 10 km menuju lokasi, perasaan lama banget. Oleh karenanya harus siap fisik dan juga mental. Terutama buat anak mall, pasti kaget dah. Tapi perjalanan mengasyikan kok. Kanan kiri hutan pinus, hutan heterogen dan juga hamparan teh. Perkampungan hanya ada jelang pemandian air panas, dan juga komplek pegawai perkebunan.

Di sisa perjalanan 10 km, kalian bisa rehat di beberapa spot untuk sekedar ngemil di warung, atau minum bandrek yang dijajakan warga. Kalau masih pagi, bisa juga mampir di Pemandian Air Panas Cibolang. Atau mau trekking dulu ke Kawah Wayang Windu yang jadi pusat geothermal? Nah kalau mau mampir sana sini di dekat lokasi, tentu perjalanan harus dilakukan sepagi mungkin, biar nggak nanggung berpetualang jauhnya.

The post Wayang Windu Pangalengan, Wisata Favorit Baru di Bandung Selatan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/wayang-windu-pangalengan-wisata-favorit-baru-di-bandung-selatan/feed/ 0 28392
Jaga Kesehatan dengan Jalan Kaki di Kebun Teh Sukawana https://telusuri.id/jaga-kesehatan-dengan-jalan-kaki-di-kebun-teh-sukawana/ https://telusuri.id/jaga-kesehatan-dengan-jalan-kaki-di-kebun-teh-sukawana/#respond Mon, 25 Jan 2021 10:10:11 +0000 https://telusuri.id/?p=26574 Imunitas menjadi kata kunci untuk menjaga kesehatan di semasa pandemi COVID-19. Selain faktor konsumsi, olahraga menjadi aktivitas yang disarankan agar kita tetap bugar. Jalan kaki atau trekking, adalah salah satu olahraga yang baik untuk menjaga...

The post Jaga Kesehatan dengan Jalan Kaki di Kebun Teh Sukawana appeared first on TelusuRI.

]]>
Kebun Teh Sukawana

Kebun Teh Sukawana/Foto: Morgen Indriyo Margono

Imunitas menjadi kata kunci untuk menjaga kesehatan di semasa pandemi COVID-19. Selain faktor konsumsi, olahraga menjadi aktivitas yang disarankan agar kita tetap bugar. Jalan kaki atau trekking, adalah salah satu olahraga yang baik untuk menjaga kesehatan, terutama dari sisi motorik.

Banyak pilihan untuk berjalan kaki, bisa di track atletik yang ada di lingkungan komplek. Kalau mau lebih menantang sambil menghirup udara segar, bisa dilakukan di alam bebas. Pilihan saya kali ini adalah Kebun Teh Sukawana di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.

Kebun Teh Sukawana

Kebun Teh Sukawana/Foto: Morgen Indriyo Margono

Akses ke Kebun Teh Sukawana

Menuju ke lokasi kebun teh ini, bisa ditempuh dari beberapa rute. Yang pertama melalui Curug Layung. Kamu bisa mulai trekking di Pertigaan Komando ke arah Dusun Bambu, kemudian masuk ke lokasi wisata Curug Layung. Dari Curug Layung lalu naik tebing di sisi utara untuk kemudian mengikuti jalan setapak yang akan menuntun  sampai di Sukawana.  Estimasi dari Pertigaan Komando sampai ke lokasi, dengan jalan santai, sekitar 120 menit.

Untuk rute kedua, kamu bisa masuk dari Curug Tilu Leuwi Opat. Dari lokasi Curug Putri, Curug paling ujung lokasi wisata Curug Tilu Leuwi Opat, lalu naik ke tebing utara untuk kemudian mengikuti jalur jalan setapak ke arah timur. Di ujung jalan yang menanjak, akan bertemu persimpangan jalan setapak. Bila belok ke kiri kamu akan menuju ke Curug Layung sementara ke kanan akan menuju Kebun Teh Sukawana. Estimasi waktu sekitar 120 menit berjalan kaki.

Rute ke tiga yakni dengan mengambil jalur Patrol. Dari Pertigaan Patrol di Pasar Parongpong, kamu bisa langsung menuju ke Kebun Teh Sukawana dengan estimasi waktu berjalan kaki sekitar 120 menit.

Kebun Teh Sukawana

Perjalanan menuju Kebun Teh Sukawana/Foto: Morgen Indriyo Margono

Ketiga rute ini semuanya menantang, tidak ada yang mudah. Namun, kondisi jalan naik turun dengan kontur jalan rata-rata berbatu membuat banyak pesepeda dan pegiat motor dan mobil offroad melalui rute Patrol. 

Saat saya menuju ke Sukawana akhir tahun lalu, rute yang saya ambil adalah melalui Curug Layung. Lepas dari obyek wisata Curug Layung, untuk meneruskan ke Sukawana dikenakan tarif Rp10.000 per orang.

Jalannya lumayan sulit, berupa jalan setapak dengan kiri lereng bukit bertanaman keras, sementara di kanan jurang yang 30 meter di bawahnya mengalir sungai dari Curug Layung menuju Curug Tilu Leuwi Opat.

20 menit berjalan kaki kita akan menemukan turunan yang cukup curam. Harus ekstra hati-hati di musim hujan karena sangat licin. Setelah melewatinya, kita akan menemukan hutan pinus dengan papan petunjuk menuju Sukawana, Curug Tilu Leuwi Opat, Curug Layung dan Ciwangun Indah Camp.

Kebun Teh Sukawana

Camping di Kebun Teh Sukawana/Foto: Morgen Indriyo Margono

Bikin betah

Sampai saat saya menulis, tidak diketahui secara pasti luas dari kebun teh yang berada di naungan PTPN VIII ini. Meski demikian, menelusuri kebun teh di sisi barat saja sampai menuju pabrik pengolahan tehnya perlu waktu dua jam lebih.

Kebun teh memanjang dari perbatasan Curug Tilu Leuwi Opat sampai lereng Burangrang di sebelah barat dan lereng Tangkuban Perahu di sebelah timur. Pengunjung umumnya menggelar tea walk sampai lereng Tangkuban Perahu atau Burangrang dan kemudian kembali ke bawah. 

Di antara tanaman teh, di Sukawana, tampak banyak tanaman keras lainnya. Pinus dan cemara pun tumbuh di beberapa titik. Inilah yang membuat pengunjung betah berlama-lama di sini karena ketika panas, masih ada tempat berteduh untuk sekedar ngopi dan menikmati cemilan yang dibawa dari rumah. Selain itu, aroma daun teh dan sejumlah pohon besarnya bisa menjadi terapi yang menyegarkan saat kondisi mood sedang tidak baik.

Kebun Teh Sukawana

Oleh-oleh/Foto: Morgen Indriyo Margono

Habis trekking bawa pulang teh sebagai oleh-oleh

Bila ambil dari jalur Curug Layung dan kembali ke kota melalui jalur Patrol, di beberapa titik yang kamu lewati kamu bisa beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan. Yang paling asyik adalah menikmati bala-bala hangat ditemani teh asli petikan para petani.

Rasanya pasti beda dengan teh kemasan. Terutama aromanya yang sangat pekat menusuk hidung. Terlepas dari teh hitam atau teh hijau, diminum manis atau tawar, teh olahan kooperasi perkebunan setempat sangat nikmat diminum di lokasi yang lumayan dingin.

Kamu juga bisa membeli teh olahan ini. Di sepanjang jalan, ada dua titik yang menjajakan teh olahan koperasi karyawan perkebunan. Tehnya per kemasan dibandrol dengan harga Rp20.000. Dalam kemasan tidak tertera berapa gram. Tapi dikonsumsi setiap hari pun, setengah bulan terakhir tehnya masih tersisa ¾ kemasan. 

Yang saya beli pada akhir tahun lalu adalah teh hijau. Teh yang dipercaya banyak orang bisa merampingkan tubuh. Teh ini harus disimpan di tempat yang kering, agar tetap terjaga aromanya. Semakin lama di simpan di tempat yang kering dan tidak terkena matahari langsung, akan semakin tajam aromanya saat diseduh. 

Teh memang dipercaya memiliki khasiat yang luar biasa. Sejumlah kandungannya, flavonoid, alkaloid, dan katekin dipercaya dapat mengikis kolesterol, kadar gula berlebih dan menurunkan resiko penyakit cardiovascular

Saya yang sempat terkena serangan jantung ringan imbas penyumbatan pembuluh darah jantung oleh kolesterol pada tahun 2013, pernah disarankan mengkonsumsi teh hitam untuk meluruhkan penyumbatan tersebut. Terbukti 8 tahun terakhir mengkonsumsi teh secara rutin, kondisi Kesehatan jantung saya berangsur menjadi lebih baik. Bila tahun 2015, jalan 100 meter saja masih megap-megap, saat ini sudah tidak pernah mencari alasan untuk berkata tidak, saat diajak trekking, meski belasan kilometer sekalipun.