kopi Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/kopi/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Thu, 22 May 2025 14:21:57 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 kopi Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/kopi/ 32 32 135956295 Beranda, Kopi, dan Etika Bertamu Masyarakat Sumenep https://telusuri.id/beranda-kopi-etika-bertamu-masyarakat-sumenep/ https://telusuri.id/beranda-kopi-etika-bertamu-masyarakat-sumenep/#respond Fri, 07 Mar 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=45881 Siang itu, saat libur tahun baru, saya pergi mengantar ibu dengan motor, bersilaturahmi ke teman lamanya di desa sebelah. Teman ibu itu menyilakan kami duduk di beranda rumahnya. Betapa pun ia kaya, tetapi ia tak...

The post Beranda, Kopi, dan Etika Bertamu Masyarakat Sumenep appeared first on TelusuRI.

]]>
Siang itu, saat libur tahun baru, saya pergi mengantar ibu dengan motor, bersilaturahmi ke teman lamanya di desa sebelah. Teman ibu itu menyilakan kami duduk di beranda rumahnya.

Betapa pun ia kaya, tetapi ia tak mengubah begitu saja bentuk rumahnya; masih nuansa kuno yang oleh orang Madura disebut Roma Pacenan, rumah dengan fitur beranda yang luas sebagai tempat untuk menjamu tamu. Saya pun bertanya banyak tentang beranda. Teman ibu bercerita perihal beranda.

Percakapan ibu dengan teman lamanya sungguh begitu karib, diselingi tawa dan canda khas masa lalunya yang kadang tidak saya pahami. Keduanya seperti tengah meluapkan rasa rindu yang selama ini tertahan. Semua luap dalam aktivitas bertamu siang itu.

  • Beranda, Kopi, dan Etika Bertamu Masyarakat Sumenep
  • Beranda, Kopi, dan Etika Bertamu Masyarakat Sumenep

Filosofi Beranda bagi Orang Sumenep

Bagi orang Sumenep, Madura, beranda bukan semata fitur eksterior bangunan untuk orientasi estetik. Juga tidak sekadar transformasi desain fasad dari imaji-imaji artistik. Lebih dari itu, ia adalah manifestasi dari karakter ramah pemiliknya. Lambang rasa empati. Atribut kesolidan yang dicandrakan untuk menunjukkan rasa sosial yang tinggi.

Beranda dibangun sebagai podium kultur guna merepresentasikan spirit kesetiakawanan melalui aktivitas moy-tamoyan (kegiatan bertamu), yang biasanya berlangsung dengan komposisi percakapan seputar aktivitas keseharian. Tentu saja dilengkapi dengan seruputan kopi, hidangan camilan, dan nyala rokok yang mengepulkan asap. Semua larut dalam cakap yang setara, upaya menarik simpul temali ukhuwah, agar kian erat dan kuat.

Di beranda, denah posisi antarkursi tamu ditaja saling berhadap-hadapan, meja berada di tengah-tengah sebagai pola sekat minimalis dengan fungsi pokok sebagai tempat saji aneka suguhan. Sehingga dengan posisi seperti itu, percakapan bisa dimungkinkan untuk lebih energik dan komunikatif karena tamu dan tuan rumah bisa saling tatap atau bermuwajahah.

Bagi orang Sumenep, menatap wajah lawan bicara adalah sebuah etika, agar si lawan bicara merasa betul-betul diresapi, direspons, dan dihormati dengan baik. Kecuali ketika lawan bicara adalah orang-orang yang disegani, seperti kiai, guru, mertua, dan lainnya, maka hendaknya direspon dengan cara menunduk takzim. Demikian beranda bagi orang Sumenep dimaknai sebagai tempat pergulatan beragam bentuk etika guna menghadirkan eksistensi diri sebagai manusia yang berbudaya. Beranda juga sebagai bukti historis untuk menaut temali persaudaraan di tengah konfigurasi wilayah hunian yang terpecah-pecah karena terpisah oleh bentang ladang sebagaimana yang digambarkan Ma’arif (2015: 131).

Dari beranda dan percakapan ringan itulah kemudian muncul gagasan-gagasan brilian, rencana-rencana prospektif, yang bersintesis membentuk muara konsensus dari beragam perspektif. Sebagai masyarakat agraris, topik yang sering diperbincangkan di beranda—terutama oleh masyarakat desa—biasanya lebih pada kupasan perihal pertanian. Obrolan seputar etos dan mekanisme kerja agraris itulah yang menggebukan spirit berdiskusi masyarakat Sumenep kian hidup di beranda. Bahkan di masa penjajahan, beranda jadi sentra komunikasi bagi tumbuhnya embrio perjuangan, yang diimplementasikan jadi perlawanan-perlawanan heroik dalam rangka meredam praktik-praktik kolonial yang mengancam kehidupan bangsa dan negara.

Konon, orang Sumenep yang rumahnya tak memiliki beranda, bisa disimpulkan sebagai orang yang cenderung individualis, kurang membuka pintu untuk aktivitas sosial, dan seperti dengan sengaja membuat garis demarkasi yang berjarak dengan interaksi warga pada umumnya. Maka orang-orang menjadi sungkan untuk bertamu.

Kalaupun misalnya di dalam rumah itu ada ruang tamu khusus, tetapi bagi orang Sumenep, ruangan interior lebih dipahami sebagai wilayah privasi, macam semesta mini bagi aktivitas intern keluarga yang bersifat rahasia, atau sebagai tempat barang-barang yang tak boleh dijangkau publik. Itulah alasan deduktif yang lahir atas pertimbangan konstruksi kultur azali yang dianggap—mendekati—suci.

Kiri: Tuan rumah menyajikan kopi dengan posisi gagang cangkir searah tangan kanan tamu. Kanan: Di Sumenep, rokok yang disuguhkan dengan posisi korek ada di atas bungkusnya, itu pertanda rokok tak boleh diambil, tamu yang paham etika akan mengabaikan rokok tersebut. Berbeda jika korek ditaruh di samping bungkus rokok/A. Warits Rovi

Konstruksi Etika di balik Secangkir Kopi

Tradisi bertamu, kopi, dan beranda merupakan media silaturahmi integratif dari budaya luhur yang memiliki rasa sosial yang tinggi. Aktivitas bertemu dan bertamu dimafhumi sebagai ruang berbagi rasa antarjiwa yang didapuk sebagai pondasi primer dalam membangun hubungan yang harmonis, mempererat tali solidaritas, hingga menciptakan ruang komunikasi yang mutualistis.

Spirit bertemu dan bertamu ini oleh tetua Sumenep—dan Madura secara umum—sampai diabadikan dalam pantun lawas yang biasa diucapkan ketika seseorang dengan orang lain lama tidak bertemu: abit ta’ ajamu, orongnga lencak daja; abit ta’ atemmu, kerrongnga tada’ pada. Isi pantun tersebut jika diayak ke dalam redaksi bahasa yang sederhana akan bermakna seperti ini: kita lama tidak bertemu, betapa beratnya rasa rindu.

Rindu adalah emosi personal yang tumbuh kuat karena adanya faktor keterikatan yang intim antara batin ke batin. Kondisi psikologis ini tumbuh dari embrio cinta yang dahsyat—berbiak sebagai taja substantif dalam menakar dan menakir spirit kebersamaan bahkan hingga pada sendi-sendi yang menjurus ke medan kemanusiaan yang terdalam.

Di sela obrolan hangat yang terus berlangsung, kemudian teman ibu itu menyuguhi kami kopi dan camilan. Betapa hati-hatinya ia menurunkan cangkir kopi dari talam ke atas meja, lantas tak lupa memutar cangkir itu perlahan hingga gagangnya tepat sejalur dengan posisi tangan kanan tamu.

Di beranda, konstruksi etika didemonstrasikan sebagai nilai-nilai luhur yang konkret dan elegan. Hal itu bisa dilihat dari cara tuan rumah menyajikan suguhan. Dimulai dengan menyuguhkan secangkir kopi dengan posisi gagang cangkir tepat sejajar dengan tangan kanan si tamu, dengan maksud agar mudah diminum; menjulur rokok yang bungkusnya sudah dibuka, lengkap dengan korek apinya lalu diletakkan secara berjajar. Sebab, jika korek api ditaruh di atas bungkus rokok, hal itu bagi orang Sumenep dimaknai sebagai larangan agar tamu tidak mengambil rokok itu.

Tuan rumah juga disarankan untuk tidak melihat mulut tamu yang mengunyah makanan agar tamu tak merasa sungkan. Si tamu juga punya senarai etika tersendiri; ia tidak boleh mencicipi suguhan tuan rumah sebelum si tuan rumah menyilakan untuk dinikmati. Si tamu tidak etis memakan suguhan tuan rumah dalam porsi yang banyak seperti di rumahnya sendiri.

Selain itu, si tamu tidak etis berbincang tema-tema jorok saat bercakap-cakap, juga tak boleh bercakap dengan suara dan tawa yang nyaring. Si tamu tidak sopan bila menyantap makanan dengan acuh tak acuh, semisal hanya mengulek-ulek hingga berantakan tapi cuma dimakan sedikit, dan masih banyak etika lain dalam aktivitas bertamu. Intinya, beranda adalah ruang demonstrasi etika sekaligus atribut sensitivitas sosial yang merepresentasikan kecenderungan jiwa luhur pemiliknya.

Beranda, Kopi, dan Etika Bertamu Masyarakat Sumenep
Tata letak beranda rumah masyarakat Sumenep di masa sekarang untuk menerima tamu/A. Warits Rovi

Menjaga Ruang Temu di tengah Modernisasi

Namun, pada dinamika roda evolusi yang berputar—etika yang maujud sebagai produk kultur—tak melulu berdiri di umpak yang konstan. Ia secara perlahan bermetamorfosa pada  replika baru, tetapi tetap hadir dalam substansi sebagai rumusan nilai-nilai standar umum antara wajar dan tidak atau benar dan salah. Seiring masuknya desain rumah dengan arsitektur kontemporer, maka dengan perlahan, dalam waktu yang agak lama, warga Madura juga mulai adaptif dengan ruang tamu indoor. Walau di luar itu, hati orang Sumenep sebenarnya juga masih tak bisa menampik suara nostalgia beranda—yang keberadaannya tetap lekat dalam hati—dengan ragam kenikmatan esoterisnya yang tak terduakan.

“Tapi di sini cuma rumahku yang masih setia pada bentuk kuno dengan beranda seperti ini. Rumah yang lain sudah modern. Tanpa beranda. Sekadar teras mini untuk dua kursi ala-ala kota yang cukup menghidupkan suasana mengobrol suami-istri, tak representatif jika untuk tamu. Karena saat ini, anak-anak muda tak lagi suka ngobrol di beranda, mereka lebih memilih kafe-kafe,” ucapnya pada ibu, memantul respons yang semipahit bagi diri saya mengingat saya juga termasuk anak muda. Namun, setelah saya pikir dengan cermat, apa yang ia ucapkan itu memang betul.

Seiring dengan evolusi ruang tamu, di luar telah berkelindan laju perubahan cara bertamu yang bermutasi dari rumah ke kafe-kafe. Titik magnetis spirit bertamu di kafe-kafe sebenarnya tetap sama dengan yang di beranda, yaitu adanya faktor kebiasaan ngopi. Ya, lagi-lagi perihal kopi. 

Mutasi hasrat bertamu dari beranda ke kafe-kafe sebenarnya masih tergolong perubahan evolusi yang wajar. Meski dalam satu sisi sedikit merenggangkan kekariban esensial yang kulturnya diwariskan melalui aktivitas moy-tamoyan di beranda, tetapi bertamu di kafe masih melangsungkan sua jasad yang saling berinteraksi secara tatap muka dan melibatkan komunikasi langsung, sehingga interaksi psikologis masih lebih kuat terbangun. 

Lantas bagaimana dengan evolusi hasrat bertamu generasi Alpha di masa depan? Bisa dimungkinkan layar gawai bakal jadi ruang tamu virtual, kopi sudah malih wujud ke bentuk yang artifisial, dan keakraban akan mewujud dalam takar yang semi, semu, bahkan mungkin maya. Dan saat itulah beranda bakal jadi artefak masa lalu yang abadi dalam folder historis—yang mungkin dirindukan atau malah mungkin ditertawakan. Sebab, pada galibnya, masing-masing zaman memiliki eksistensi dan konstruksi etika tertentu yang tidak statis.

Setelah obrolan dirasa cukup, saya sengaja mengajak ibu untuk pulang dengan alasan tertentu. Sebab, obrolan ibu bagai kapal yang tak kunjung menemukan dermaga, terus berlanjut dan berlanjut. Etika tamu adalah tahu diri; siapa tahu tuan rumah masih ada acara, tamu tak boleh terlalu lama agar rencana tuan rumah tak terganggu.


Referensi:

Ma’arif. (2015). The History of Madura. Yogyakarta: Araska.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Beranda, Kopi, dan Etika Bertamu Masyarakat Sumenep appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/beranda-kopi-etika-bertamu-masyarakat-sumenep/feed/ 0 45881
Kedai Kopi Tolu, Cita Rasa Kopi Sumatra Utara di Jakarta https://telusuri.id/kedai-kopi-tolu-cita-rasa-kopi-sumatra-utara-di-jakarta/ https://telusuri.id/kedai-kopi-tolu-cita-rasa-kopi-sumatra-utara-di-jakarta/#respond Fri, 13 Jan 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36974 Kedai Kopi Tolu lahir atas kerinduan menikmati kebersamaan dengan keluarga sembari menyeruput kopi lokal (Sumatera Utara) di kampung halaman dan duduk bersama di teras rumah. Di tanah rantau, di antara penatnya ibukota yang semakin menghimpit...

The post Kedai Kopi Tolu, Cita Rasa Kopi Sumatra Utara di Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
Kedai Kopi Tolu lahir atas kerinduan menikmati kebersamaan dengan keluarga sembari menyeruput kopi lokal (Sumatera Utara) di kampung halaman dan duduk bersama di teras rumah. Di tanah rantau, di antara penatnya ibukota yang semakin menghimpit para pencari secercah kehidupan, kenangan indah akan kampung tersebut memacu semangat untuk membuka kedai kopi yang menyajikan biji – biji kopi pilihan dari Sumatera Utara. Selain itu,kopi dikenal sebagai demokrasi ala akar rumput, mampu menjadi pemersatu semua pihak, dan saya mengharapkan dengan bukanya Kedai Kopi Tolu mampu menyatukan kita semua sebagai “saudara sekopi”.

Pemilihan nama Kopi Tolu didasari dengan latar belakang adat istiadat saya sebagai suku Batak. Dalam bahasa Batak, tolu berarti tiga. Dalam adat istiadat Batak,ada sebuah filosofi yang berbunyi Dalihan Na Tolu, yang apabila diartikan secara bahasa adalah “tungku berkaki tiga”. Karena berkaki tiga, keseimbangan mutlak dibutuhkan, jika ada satu yang kurang, maka tungku tidak akan bisa berdiri tegak. Dalihan na tolu menjadi dasar yang meliputi hubungan kekerabatan (perkawinan dan darah) dalam satu kelompok masyarakat Batak. Dalihan Na Tolu dalam masyarakat Batak diterapkan dalam sebuah konstruksi sosial ke dalam tiga hal: somba marhulahula (sikap hormat kepada keluarga pihak istri), elek marboru (sikap mengayomi perempuan), manat mardongan tubu (sikap berhati-hati kepada yang semarga). Inti ajaran Dalihan Na Tolu adalah kaidah moral berisi ajaran saling menghormati, menghargai dan menolong. 

Di dalam keluarga, ada ajaran bahwa perempuan itu layaknya seperti tanah. Tugasnya merawat kehidupan serta menyayangi benih yang tumbuh di dalamnya. Tanah yang harus dirawat, disayangi dan juga dihormati. “Lahir dari seorang Ibu, berpulang ke pelukan Ibu Pertiwi.”

Tolu yang berarti tiga juga menjadi dasar pemilihan biji kopi. Kedai Kopi Tolu menyajikan tiga jenis biji kopi Sumatera Utara terbaik dari tiga perempuan atau tanah yang berbeda dan cita rasa yang berbeda.

Yang pertama, kopi Sidikalang. Sesuai namanya, kopi Sidikalang merupakan kopi yang berasal dari daerah Sidikalang, Kabupaten Dairi. Tingkat kafein kopi ini adalah termasuk yang tinggi, berkisar hingga 80%.Kopi ini punya aroma yang coklat dan ada sedikit rasa manis pada after taste-nya. Tingkat keasamannya pun cenderung rendah, jadi tidak akan mengiritasi lambung.

Kedua adalah kopi Mandailing berasal dari daerah Kabupaten Mandailing Natal, yang memiliki ketinggian sekitar 0-2.145 meter diatas permukaan laut. Karakteristik kopi ini ada pada aroma dan after taste rempah, bunga, coklat, dan buah-buahan. Karakteristik ini diperoleh karena memang tanah sekitar Mandailing Natal banyak didominasi oleh perkebunan. Kopi ini mempunyai tekstur kental dan tingkat keasaman yang juga rendah sehingga aman dikonsumsi bagi yang lambungnya tidak terlalu kuat.

Terakhir, ada kopi Lintong yang berasal dari daerah Lintong Nihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara. Kopi ini mempunyai aroma yang kuat dari paduan rempah dan herbal, juga aroma pedas Kalau penikmat kopi bisa lebih dalam menghayati rasanya, juga akan ditemukan sedikit percikan rasa kacang dan coklat. Walaupun aromanya tajam, tekstur dari kopi Lintong ini berbanding terbalik saat dicicipi. Selain itu, kopi Lintong punya tekstur yang kental dengan tingkat keasaman yang sedang.

  • kedai kopi tolu
  • kopi
  • kopi tolu

Ketiga biji kopi terbaik Sumatera Utara ini menjadi sorotan utama Kedai Kopi Tolu untuk membawa para penabuh-penabuh rindu di tanah rantau dan rasa yang dihadirkan menghidupkan bagian kecil di otak yaitu hippocampus, mengingat kembali kenangan indah di kampung halaman dan juga membawa siapapun yang ingin merasakan nikmatnya kopi lokal Sumatera Utara yang sudah mendunia serta berpetualang ke dalam pelukan tanah Batak.

Sambil meracik kopi, saya teringat sepenggal lirik dari lagu Lisoi yang diciptakan oleh Nahum Situmorang

Dongan sa par ti naonan, o parmitu

Dongan sa pang kila laan, o lotutu

Arsak rap mangka lu pahon, o parmitu

Tole marap mangandehon, o lotutu

Lisoi, lisoi, lisoi, liso, Lisoi, lisoi.

Teman satu perasaan, oh peminum

Teman satu dalam kesedihan

Kesedihan sama-sama kita lupakan

Mari kita sama-sama menyanyi

Lisoi, lisoi, lisoi, liso, Lisoi, lisoi.

Kopi Tolu juga merupakan cara saya untuk merawat kenangan indah dengan bapak yang telah mendahului, juga merakit kembali kepingan-kepingan puzzle hidup di mana saya tumbuh. Kalian yang berada di sekitar Jabodetabek, bisa mencoba untuk mampir ke Kedai Kopi Tolu yang beralamat di  Jl. Raya Casablanca No.8, RT.12/RW.4, Menteng Dalam, Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, tepatnya di seberang Mall Kota Kasablanka.

“Minum kopi mungkin tidak bisa menghilangkan separuh masalah hidup kita, setidaknya kita lupa ada masalah apa.”

Mari kita menyanyi dan merayakan apa saja di Kopi Tolu. Jangan lupa untuk berkunjung!

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kedai Kopi Tolu, Cita Rasa Kopi Sumatra Utara di Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kedai-kopi-tolu-cita-rasa-kopi-sumatra-utara-di-jakarta/feed/ 0 36974
Makan Roti Kaya di Toko Kopi Kongca https://telusuri.id/makanan-enak-di-toko-kopi-kongca/ https://telusuri.id/makanan-enak-di-toko-kopi-kongca/#respond Wed, 20 Jul 2022 01:35:00 +0000 https://telusuri.id/?p=34625 Akhir-akhir ini toko kopi menjadi satu dari sekian bahasan menarik untuk diperbincangkan dan juga diulik. Para penikmat kopi seakan bercita-cita untuk menyuarakan bahwa kopi memang berhak untuk menjadi minuman favorit semua orang. Toko kopi tersebar...

The post Makan Roti Kaya di Toko Kopi Kongca appeared first on TelusuRI.

]]>
Akhir-akhir ini toko kopi menjadi satu dari sekian bahasan menarik untuk diperbincangkan dan juga diulik. Para penikmat kopi seakan bercita-cita untuk menyuarakan bahwa kopi memang berhak untuk menjadi minuman favorit semua orang. Toko kopi tersebar di setiap sudut kota, bahkan hingga pelosok desa. Setiap toko kopi memiliki ciri khas tersendiri. Ada yang menonjolkan cita rasa kopi, bahan baku berupa biji-biji kopi pilihan, ragam varian minuman kopi, hingga yang sekadar menyuguhkan interior apik sehingga menarik pengunjung untuk foto OOTD atau outfit of the day. Kali ini, saya akan membawamu ke sebuah toko kopi legendaris: Toko Kopi Kongca.

Toko Kopi Kongca
Toko Kopi Kongca/Nur Nadya Nafis

Toko Kopi Kongca berada tidak jauh dari Stasiun Malang Kota Baru, tepatnya di Jalan Trunojoyo No. 23. Toko ini berada di ruko sederhana peninggalan Belanda. Empunya mendesainnya dengan nuansa Cina dan sentuhan klasik. Namun, meski ruko yang digunakan terbilang tidak terlalu luas, tempat ini cukup ramai setiap harinya. Bahkan pengunjung rela mengantri untuk bisa mencicipi menu minuman hingga makanannya. Saat jam makan siang, pengunjung Toko Kopi Kongca jauh lebih banyak dari jam-jam lainnya.

Jika kebanyakan toko kopi menyorot kopi sebagai bintang utama, maka berbeda dengan Kongca. Keunikannya justru datang dari hidangan pendamping kopi itu sendiri. Tapi katanya sih, ada salah satu menu kopi yang unik, enak, dan jarang ditemukan di toko kopi lain. Mereka menyebutnya butter coffee, kopi dengan campuran butter. Namun sayang sekali karena toko kopi ini lumayan ramai, stok kopi jenis ini sering habis.

Tidak perlu khawatir jika kehabisan butter coffee, kita bisa mencicipi beragam makanan andalan dari Kongc karena sebagian besar pengunjung memang datang ke sini buka untuk minum kopi. Iya, mereka datang untuk mengenyangkan perut dengan berbagai makanan enak dengan harga terjangkau. Semua varian kopi dan menu makanan bisa dinikmati dengan harga mulai dari sepuluh ribuan saja. 

Alih-alih membahas kopo, kali ini saya akan mengulas beberapa menu pendamping kopi yang bisa dibilang menjadi menu favorit di sini.

Menu Andalan kongca
Roti kaya menu andalan Kongca/Nur Nadya Nafis

Roti Kaya, Mendoan, Mantou, dan Bakmi

Roti kaya masuk dalam menu utama di Kongca karena menjadi salah satu menu favorit pengunjung. Roti kaya terbuat dari roti tawar lembut dengan isian selai srikaya kemudian dimasak dengan cara dipanggang sampai tekstur luarnya sedikit kering. Saat memakannya, rasa garing di luar, lembut dan manis di dalam. Roti kaya sangat cocok dimakan pagi hari sebagai makanan pendamping kopi.

Menu andalan lain yakni mendoan dan mantou. Nama mendoan mungkin sudah tidak lagi asing, makanan berbahan baku kedelai dan biasa kita sebut dengan nama tempe mendoan. Dimasak dengan cara digoreng menggunakan adonan tepung yang sudah diberi berbagai macam bumbu dan daun bawang untuk menambah cita rasa. Mendoan di Konca tidak jauh beda dengan mendoan di tempat lain, namun rasanya tentu berbeda. Rating delapan dari sepuluh adalah nilai yang pas untuk mendoan Kongca.

menu andalan kongca (3)
Roti mantou dan mendoan/Nur Nadya Nafis

Tak seperti mendoan, mantou kerap terdengar asing di beberapa telinga orang. Roti mantou sendiri berasal dari Tiongkok dan merupakan jenis roti polos kukus. Namun di Kongca, roti ini dibuat sedikit berbeda. Di sini, mantou digoreng dan diberi isian kacang-kacangan dengan sedikit taburan gula halus di atasnya. Rasanya cenderung manis dengan takaran yang pas dan sedikit gurih sehingga tidak menimbulkan sensasi bosan dan enek saat memakannya. Nilai sembilan dari sepuluh sangat pas diberikan karena rasanya sungguh mendekati sempurna.

Bintang selanjutnya adalah bakmi. Bakmi goreng dan kuah juga menemani roti kaya sebagai makanan andalan di menu utama. Bumbu bakminya kuat, rasanya begitu menggugah. Saya rekomendasikan bakmi Kongca untuk kamu yang suka dengan makanan manis. Iya, bakmi Kongca dominan rasa manis ketimbang asin dan gurih.

Patut kita akui bahwa Kongca adalah salah satu toko kopi yang unik dengan menunya yang khas. Sisi keunikan Kongca justru memberikan peluang untuk menarik pelanggan yang tidak suka kopi agar tetap datang. Jadi, kalau kamu ke Malang, jangan lupa mampir ya!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Makan Roti Kaya di Toko Kopi Kongca appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/makanan-enak-di-toko-kopi-kongca/feed/ 0 34625
Doesoen Kopi Sirap: Wisata Kopi di Tengah Kebun https://telusuri.id/doesoen-kopi-sirap-wisata-kopi-di-tengah-kebun/ https://telusuri.id/doesoen-kopi-sirap-wisata-kopi-di-tengah-kebun/#respond Sat, 31 Jul 2021 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=29203 Kopi menjadi primadona di Indonesia. Konsumsi kopi meningkat pesat seiring bermunculan kedai-kedai kopi kekinian yang menjadi tongkrongan anak muda. Dulunya kopi sachet lah yang merajai penjualan kopi di Indonesia, tapi sekarang saat tren kedai kopi...

The post Doesoen Kopi Sirap: Wisata Kopi di Tengah Kebun appeared first on TelusuRI.

]]>
Kopi menjadi primadona di Indonesia. Konsumsi kopi meningkat pesat seiring bermunculan kedai-kedai kopi kekinian yang menjadi tongkrongan anak muda. Dulunya kopi sachet lah yang merajai penjualan kopi di Indonesia, tapi sekarang saat tren kedai kopi naik pesat, permintaan kopi juga meninggi. Berdasarkan data dari International Coffee Organization, konsumsi kopi di Indonesia periode tahun 2016 sebesar 4,6 juta bungkus mengalami kenaikan 174 persen dibanding periode tahun 2000 yang hanya 1,68 juta bungkus. Kopi yang dulunya hanya dinikmati oleh orang-orang tua, sekarang menjadi kegemaran semua umur.

“Wisata Edukasi Kopi & Budaya, Sirap Kelurahan Jambu Semarang.” Papan plang menyambut para pengunjung Doesoen Kopi Sirap, atau yang lebih dikenal dengan Dusun Sirap.

Uap panas menguap perlahan-lahan, tanda ada proses menghangatkan dalam tubuh, letaknya memang tepat di lereng Gunung Kelir, wajar saja udara sekitar sini terasa menggigit. Dusun ini terletak di Kabupaten Semarang, tepatnya Kelurahan Jambu. Dengan ketinggian bervariasi antara 600-1050 mdpl, dusun ini memang sangat cocok untuk berkebun kopi. 

Perjalanan Doesoen Kopi Sirap

Dusun Kopi Sirap
Panen Kopi/Annisa

Dusun Sirap awalnya hanyalah dusun petani kopi biasa sebelum menjadi desa wisata. Dusun ini sudah memproduksi kopi semenjak tahun 90-an. Baru pada 2011 kelompok tani dibentuk dengan nama Kelompok Tani Rahayu IV.

Dengan bantuan dinas pertanian dan dinas UMKM yang mengadakan pelatihan-pelatihan untuk para petani, dusun ini sekarang menjadi dusun wisata kopi. Swadaya masyarakat menghasilkan kedai dan wisata yang akhirnya bisa menjadi pemasukan lebih bagi masyarakat sekitar. Meski sekarang terkenal sebagai penghasil kopi, komoditi lainnya seperti aren juga dibudidayakan di sini.

Dusun ini memang dikenal menghasilkan kopi  arabika dan robusta. Mereka juga menghasilkan inovasi kopi lewat kopi hijau, sebagai jawaban atas  pasar yang menginginkan kebaruan. Konon kopi hijau adalah kopi terbaik untuk orang yang sedang diet, karena mengandung asam klorogenat yang lebih tinggi dari kopi biasa. Lahan yang digunakan sebagai kebun kopi seluas 35 Ha.

Sirap dimulai sebagai dusun wisata sejak 2017, bermula dari dukungan para pemuda desa dan warga lainnya. Secara swadaya mereka mengembangkan wisata kopi di dusun ini. Baru pada tahun 2019, BCA menawarkan Dusun Sirap sebagai desa binaan mereka. BCA banyak membantu dalam hal promosi dan pengemasan kopi, sedangkan dinas pertanian banyak membantu dalam hal peralatan.

Desa Wisata Edukasi

Sebagai desa wisata, mereka harus bersiap menyambut wisatawan dengan berbagai atraksi. Doesoen Kopi Sirap menyiapkan alur edukasi kopi sebagai bagian utama wisata mereka. Joglo digunakan sebagai tempat untuk belajar. Pengunjung bisa melihat bagaimana pengolahan kopi hingga menjadi secangkir kopi.

Kopi yang dihidangkan di meja kita tentu mempunyai perjalanan panjang sebelum bisa diseduh dengan air panas. Kita bisa menyaksikan bagaimana proses pemilihan biji kopi. Biji kopi terbaik dipisahkan dengan yang kualitasnya kurang baik, untuk tetap menjaga mutu kopi.

Biji kopi yang sudah dipilih kemudian disangrai menggunakan tungku kayu kurang lebih sampai kecoklatan. Aroma biji kopi saat disangrai sangatlah harum. Gazebo-gazebo tersedia untuk sekedar bersantai sembari menikmati pemandangan sekitar.

Dusun Kopi Sirap
Pembelajaran cara pemisahan biji kopi dan daging kopi pembuatan kopi/Annisa

Acara panen raya menjadi salah satu yang paling dinanti di Dusun Sirap. Panen raya merupakan acara besar saat memanen kopi serentak beserta festival jajanan dan tarian tradisional. Pengunjung bisa lebih memahami alur pembuatan kopi dari memetik hingga pasca panen. Pemetikan berlangsung dari Juli, Agustus, dan September. 

Tidak hanya sebatas menawarkan pembuatan kopi,  Doesoen Kopi Sirap berencana mengembangkan pariwisata lebih lanjut seperti jelajah kebun kopi. Menurut Annisa, Manager Cafe Doesoen Kopi Sirap, wisata ini dikembangkan untuk menarik minat pengunjung, terutama setahun setelah pandemi berlangsung. 

“Tiga bulan awal pandemi berlangsung, pengunjung turun drastis, kami sempat lockdown selama tiga bulan, untuk sekarang meskipun belum sepenuhnya normal, jumlah kunjungan relatif meningkat dibanding tahun lalu.” Promosi Dusun Sirap juga dilakukan via media sosial selain menggunakan website. Media sosial, tentu saja menjangkau lebih banyak audiens dari berbagai kalangan daripada situs web.

Dusun Kopi Sirap
Wisata keliling kebun menggunakan Jeep/Annisa

“Bulan depan sudah mau kita buka untuk trekking kebun kopi pakai mobil Jeep,” ungkapnya. Annisa juga berharap kedepannya Doesoen Kopi Sirap punya homestay yang lebih layak untuk para pengunjung yang ingin bermalam. Hambatan satu-satunya Doesoen Kopi Sirap yang sulit dihilangkan adalah medan yang agak jauh dari jalan raya. 

Aroma kopi arabika yang semerbak ke penjuru ruangan, hidung yang menghirup aromanya mulai merasakan panas uap air, lidah tidak sabar mencicipi pahitnya kopi. Saya berpikir mengenai perjalanan kopi ini untuk terhidang di sebuah cangkir, sebuah usaha dari merawat tanaman kopi hingga memasarkan, yang ternyata menghidupi banyak orang. Kopi, rasamu tidak hanya memanaskan lambung kami, juga bantu memanaskan perekonomian negeri.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Doesoen Kopi Sirap: Wisata Kopi di Tengah Kebun appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/doesoen-kopi-sirap-wisata-kopi-di-tengah-kebun/feed/ 0 29203
Kisah Kopi Hitam di Warung Tadasih https://telusuri.id/kisah-kopi-hitam-di-warung-tadasih/ https://telusuri.id/kisah-kopi-hitam-di-warung-tadasih/#respond Tue, 20 Apr 2021 07:44:57 +0000 https://telusuri.id/?p=27654 Tak dapat dipungkiri lagi bahwa penggemar kopi di tanah air semakin banyak, terlihat dari maraknya keberadaan kedai-kedai kopi baru di berbagai lokasi, dari mal besar di pusat kota hingga ruko-ruko pinggir jalan dan kompleks perumahan....

The post Kisah Kopi Hitam di Warung Tadasih appeared first on TelusuRI.

]]>
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa penggemar kopi di tanah air semakin banyak, terlihat dari maraknya keberadaan kedai-kedai kopi baru di berbagai lokasi, dari mal besar di pusat kota hingga ruko-ruko pinggir jalan dan kompleks perumahan.

Pada hari Minggu sore, paman saya mengajak kami sekeluarga untuk mengunjungi Tadasih, sebuah warung kopi yang berada di lantai 2 dari pusat perbelanjaan Metro Atom di Pasar Baru, Jakarta Pusat.  

Jalan menuju ke sana cenderung berliku dan kami sempat tersesat karena tidak biasa dengan denah gedungnya. Setelah bertanya kepada beberapa pegawai yang sedang berjaga di toko lain, akhirnya kami menemukan warung yang menurut sepupu saya seduhannya kopinya enak. 

Terhimpit diantara toko-toko sekitarnya yang sudah tutup, warung Tadasih bernuansa modern minimalis dengan gaya industrial, memadukan warna abu-abu semen dari dinding yang tidak dicat dan coklat dari sekat kayu pemisah area barista dengan ruang duduk pengunjung. Tirai biru pendek yang menjuntai di sisi kanan mengingatkan saya akan ramen shop di Jepang, hanya bedanya terdapat aksara Jawa pada tirai tersebut.

kopi warung tadasih
Ferza, pemilik Warung Tadasih/Nydia Susanto

Tadasih, punya arti merindukan bulan dalam Bahasa Jawa, mengacu pada era kopi gelombang ketiga, atau third wave coffee, yang mengedepankan kualitas biji dan metode penyajian kopi secara lebih detail untuk mendapatkan rasa terbaik.

Untuk diketahui, warung Tadasih hanya menyediakan kopi hitam tanpa gula, susu, creamer dan sejenisnya yang dibanderol Rp30 ribu per gelasnya. Otomatis, varian menu seperti caffe latte, cappuccino, serta  teman ngopi lain seperti biscott dan gorengan, tidak tersedia. 

Jenis kopi yang ditawarkan adalah arabika single origin, yang berarti biji kopinya berasal dari 1 daerah saja. Bila ditanya kopi dari daerah manakah yang umumnya disajikan ke konsumen setiap harinya, semua itu tergantung dari pilihan Ferza, sang barista sekaligus pemilik warung. 

Pada kunjungan kami, biji kopi yang tersedia adalah Toraja. Presisi dan konsistensi takaran kopi sangat diperhatikan dalam proses penyajian, seperti menimbang bubuk kopi hingga 12 gram yang diseduh dengan air yang suhunya antara 82 hingga 88 derajat celcius.

Selama pesanan kopi kami masih dalam proses, kami banyak berbincang dengan Ferza yang membagikan pengalaman menjalankan usahanya selama hampir 2 tahun terakhir.

Mengandalkan kekuatan sosial media

kopi warung tadasih
Berinteraksi di Warung Tadasih/Nydia Susanto

Ia mengakui bahwa lokasi yang kurang populer sebagai tempat nongkrong anak muda tidak membuatnya kesulitan mendapatkan pengunjung berkat kekuatan Instagram, @tadasih.jkt, sebagai alat komunikasi dengan masyarakat luas. 

Dalam Instagram yang sudah memiliki 17 ribu pengikut, Ferza lebih banyak menceritakan kejadian sehari-hari di warung dan pengalaman dengan para tamunya daripada melulu menbahas hal-hal teknis tentang kopi yang rumit. Feed yang enak dibaca dan tidak terkesan hard-selling mampu mengakrabkan para pembacanya, dari pengopi sejati hingga orang awam. Bahkan, banyak dari konsumennya adalah pemula yang ingin belajar menikmati kopi hitam.

Mungkin sebagian orang menduga bahwa penulis dibalik konten-konten tersebut adalah freelancer atau social media manager. Padahal, setiap narasi dalam feed Instagram Tadasih adalah hasil rangkaian kata Ferza sendiri, yang menunjukkan bahwa ia juga jago menulis selain jago soal kopi-kopian. 

Pastinya, keberadaan sosial media mampu menghemat banyak biaya operasional karena harga sewa di Metro Atom hanya Rp30 juta per tahun, yang tidak mungkin didapat di mal besar. Terlebih, Ferza tidak mempunyai pegawai untuk operasional karena baristanya hanya ia seorang.

Bahkan ketika warung dalam keadaan ramai, yang pernah menimbulkan antrian panjang hingga mencapai eskalator gedung, Ferza tetap tidak menambah pegawai untuk membantunya. 

Menyeduh kopi sama dengan memasak

kopi warung tadasih
Kopi bubuk Toraja/Nydia Susanto

Baginya, menyeduh kopi hampir sama dengan memasak. Lain tangan, lain hasil walaupun pegawai sudah memahami standarisasi dengan baik dan sering latihan. Maka menyeduh sendiri lebih baik supaya kualitas tetap terjaga.

Jumlah maksimum kopi yang dapat disajikan adalah sekitar 70 gelas per harinya. Diluar itu, ia memilih untuk tutup warung daripada kelelahan dan akhirnya tidak dapat memberi pelayanan terbaik untuk para tamunya. 

Saya sempat mencoba mengangkat teko yang Ferza gunakan untuk menyeduh kopi, dan ternyata cukup berat juga bila harus diangkat berulang kali dalam durasi cukup lama. Pantas saja ia membatasi diri bila sudah diluar kemampuannya.

Jam operasional pun berubah-ubah tergantung sikon dan ada libur di hari tertentu, yang selalu diberitahukan sehari sebelumnya melalui Instagram. Rata-rata warung beroperasi antara 5 hingga 6 jam per harinya.

Hasil seduhan kopi di Tadasih memberikan sensasi baru di indera pengecap saya. Diawali dengan rasa asam khas kopi arabika yang tidak terlalu intens, lalu disusul aftertaste manis buah yang lembut. Sebagai pengopi awam, baru kali ini saya dapat menikmati kopi tanpa susu dan gula karena tidak pahit apalagi gosong. Bahkan lebih terasa ngeteh daripada ngopi

Kopi yang disangrai secara medium roast dan suhu air yang tidak melebihi 100 derajat merupakan segelintir faktor penentu yang membuat kopi tidak terlalu pahit. Menurut paman saya, sebelumnya Ferza pasti berguru dengan roaster yang sangat piawai. Bisa jadi betul.

Namun, saya percaya bahwa kecintaannya akan dunia kopi juga memegang peranan penting yang membuat kegiatan sehari-harinya di warung dilakukan dengan sepenuh hati tanpa menganggapnya sebagai pekerjaan, sehingga hasilnya optimal dan memuaskan para tamunya.Hal lain yang menarik perhatian saya adalah gelas-gelas tanah liat yang digunakan memiliki warna, corak dan ukuran berbeda, yang membuatnya nampak artistik bila dipajang berbarengan. Bentuknya pun mengingatkan saya akan gelas teh di restoran Jepang daripada gelas kopi. Desainnya yang berseni ini membuatnya sarat dengan peminat yang ingin membelinya untuk koleksi pribadi, yang harus dipesan sebelumnya karena tidak ready stock di warung.

The post Kisah Kopi Hitam di Warung Tadasih appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kisah-kopi-hitam-di-warung-tadasih/feed/ 0 27654
Warung Kopi Klotok sebagai Penjaga Keberadaan Kuliner Khas Nusantara https://telusuri.id/warung-kopi-klotok-sebagai-penjaga-keberadaan-kuliner-khas-nusantara/ https://telusuri.id/warung-kopi-klotok-sebagai-penjaga-keberadaan-kuliner-khas-nusantara/#respond Mon, 01 Feb 2021 08:00:10 +0000 https://telusuri.id/?p=26342 Dewasa ini manusia Indonesia lebih sering disuguhi pemandangan sajian kuliner-kuliner non-nusantara di restoran-restoran cepat saji. Varian menu seperti sandwich, omelette, pizza, spaghetti, dan sejenisnya sejatinya telah mengancam keberadaan kuliner nusantara di negerinya sendiri. Hal semacam...

The post Warung Kopi Klotok sebagai Penjaga Keberadaan Kuliner Khas Nusantara appeared first on TelusuRI.

]]>
Kopi Klotok Jogja

Foto: Akhmad Idris

Dewasa ini manusia Indonesia lebih sering disuguhi pemandangan sajian kuliner-kuliner non-nusantara di restoran-restoran cepat saji. Varian menu seperti sandwich, omelette, pizza, spaghetti, dan sejenisnya sejatinya telah mengancam keberadaan kuliner nusantara di negerinya sendiri.

Hal semacam inilah yang disebut oleh Kuntowijoyo sebagai sebuah bentuk ancaman terhadap nasionalisme piring. Stigma tentang pizza dipandang lebih prestise daripada koci-koci; dadar gulung; dan semacamnya, telah telanjur mengudara.

Akibatnya, kuliner lokal kehilangan rumah di tanahnya sendiri. Suka atau tidak, masyarakat Indonesia harus bersedia mengakui bahwa ada seorang anak kecil tak berdosa yang dikucilkan oleh orang tuanya sendiri.

Oleh sebab itu, masyarakat nusantara harus berbangga terhadap warung-warung lokalitas yang terus mempertahankan menu-menu khas nusantara, seperti sayur lodeh; telur dadar; sayur tewel, dan seterusnya.

Terhadap yang di dalam piring, manusia berbangga dan terhadap yang di luar piring, manusia berserah. 

Warung Kopi Klotok sebagai Penjaga Keberadaan Kuliner Khas Nusantara

Kopi Klotok Jogja

Foto: Akhmad Idris

Satu di antara warung yang layak diapresiasi (meskipun apresiasi dari dalam negeri sendiri sejatinya kurang berbunyi) atas upayanya dalam mempertahankan kuliner nusantara adalah Warung Kopi Klotok, Yogyakarta.

Warung dengan konsep tradisional ini terletak di samping area persawahan yang kental dengan nuansa kehijauan. Warung yang juga terletak di Jalan Kaliurang KM 16, Pakem ini memiliki daya tarik yang cukup kuat disebabkan oleh dua hal mendasar (disebut mendasar, karena ada hal-hal lain yang juga menarik tapi lebih arah ‘menyabang’ daripada ‘mendasar’).

Dua hal tersebut adalah suasana dan rasa. Warung Kopi Klotok telah identik dengan bangunan joglo khas bangunan-bangunan tradisional Jawa Tengah, sehingga mengunjungi warung ini menjadi semacam perjalanan rohani ke masa lalu tentang kursi dan meja kayu; gelas dengan corak putih hijau; lampu teplok; radio lawas; dan beberapa benda lainnya yang mampu menyihir suasana.

Kopi Klotok Jogja

Foto: Akhmad Idris

Sementara perihal rasa adalah usaha tentang pemberdayaan makanan-makanan khas nusantara yang tidak disisipi satu pun menu non-nusantara. Menu-menu seperti oseng jipang, lodeh terong, lodeh kluwih, lodeh tempe lombok ijo, tempe, telur dadar, dan ikan asin.

Varian menu tersebut benar-benar diolah dengan optimal agar rasa dari setiap bumbunya terasa nyaman di lidah. Agaknya memang pilihan bumbu dan bahan menjadi pertimbangan utama sebelum disajikan kepada para pelanggan. Selain menu makanan berat, sajian minuman dan makanan ringannya juga menyuguhkan sajian khas nusantara. Sebut saja seperti jadah, pisang goreng, kopi hitam, dan teh tarik. Semua menu sengaja disajikan secara fresh dari penggorengan, sehingga di Warung Kopi Klotok aspek rasa memang menjadi faktor utama dalam penyajian makanan.

Menikmati sajian pisang goreng dan jadah hangat dilengkapi seruput teh tarik atau kopi hitam (yang juga hangat) akan menjadi selaksa waktu yang sendu untuk mengurai rasa gelisah yang kelabu. Ditambah lagi, suasana hijau di sekeliling warung juga akan menambah rasa tenang, nyaman, dan kesadaran bahwa hidup dan kehidupan adalah dua hal yang sangat jauh berbeda.

Pada Kenyataannya, Kuliner Khas Nusantara juga Layak Diperhitungkan dalam Percaturan Khazanah Kuliner Dunia

Kopi Klotok Jogja

Foto: Akhmad Idris

Warung Kopi Klotok sudah dibuka sejak pukul 07.00 dan saat itu pula pengunjung akan berbaris rapi mulai dari dalam warung hingga area luar warung. Secara ‘harfiah’, fakta ini mengisyaratkan makna bahwa Warung Kopi Klotok diminati banyak orang karena dua hal mendasar yang telah disebutkan sebelumnya (suasana dan rasa) sesuai dengan selera kebanyakan orang. Padahal dalam arti ‘yang lain’, fakta tersebut sejatinya juga menyiratkan makna bahwa kuliner khas nusantara juga siap ‘bertarung’ di meja makan lintas-negara.

Asumsi ini bukanlah asumsi tak mendasar, sebab dapat dibuktikan dengan beberapa pelanggan yang mengunjungi Warung Kopi Klotok tidak hanya berasal dari wisatawan domestik, tetapi juga dari beberapa wisatawan mancanegara. Jika orang yang bukan dari negeri sendiri saja menyukai masakan nusantara, maka bukankah kuliner khas nusantara ini layak disandingkan (atau kalau perlu dimenangkan) dengan beberapa kuliner dunia yang telah terkenal di seantero bumi? 

Persoalan utama masyarakat negeri tanah surga ini adalah minder dengan milik pribadi dan takjub dengan milik orang lain. Padahal, kunci kesejahteraan adalah berbahagia dengan segala yang telah dimiliki, tidak malah sibuk berhalusinasi tentang hal-hal yang di luar kendali diri.

Analogi sederhananya seperti ini, terhadap yang di dalam piring, manusia berbangga dan terhadap yang di luar piring, manusia berserah. Setiap orang telah memiliki ‘jatah’ di piringnya masing-masing, sehingga satu-satunya yang bisa dilakukan adalah berbahagia sekaligus berbangga atas yang ada di hadapannya.

Hal yang lebih berbahaya dari semua yang telah disebutkan adalah jika semua masyarakat Indonesia lebih membanggakan ‘jatah’ di piring ‘masyarakat lain’, maka siapa yang akan membanggakan ‘jatah’ di piring masyarakat Indonesia (bila ‘masyarakat lain’ telah berbangga dengan ‘jatahnya’ sendiri)? 

Akhir kata, mari belajar dari Warung Kopi Klotok.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Warung Kopi Klotok sebagai Penjaga Keberadaan Kuliner Khas Nusantara appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/warung-kopi-klotok-sebagai-penjaga-keberadaan-kuliner-khas-nusantara/feed/ 0 26342
Warisan Keringat Kopi di Ambaidiru https://telusuri.id/warisan-keringat-kopi-di-ambaidiru/ https://telusuri.id/warisan-keringat-kopi-di-ambaidiru/#respond Wed, 23 Dec 2020 06:49:26 +0000 https://telusuri.id/?p=26015 “Kalau kita tidak melanjutkan tete pu keringat sebagai petani kopi, nanti dia punya arwah bisa menangis." kata Adrianus Maniamboi, petani kopi di Ambaidiru.

The post Warisan Keringat Kopi di Ambaidiru appeared first on TelusuRI.

]]>
Dari Kampung Sarawandori, dua mobil bak Mitsubishi L200 penuh alat pertanian dan alat medis selain plus sebuah mobil gardan-ganda membawa Tim Ekspedisi menuju ke empat kampung, yaitu Ambaidiru, Manainin, Ramangkurani, dan Numaman. 

Semua kampung itu, sebagaimana Sarawandori, masih berada di Distrik Kosiwo, Kepulauan Yapen. Namun, jika Sarawandori berada di pesisir, keempat kampung itu terletak di Pegunungan Muman, di daerah dengan ketinggian antara 800-1.000 mdpl. Perlu waktu 2-3 jam lewat medan terjal untuk ke sana lewat medan terjal dan jalan yang banyak belum diaspal. Sekali waktu, mobil bak Tim Ekspedisi tersangkut di tengah jalan.Ambaidiru, Raja Ampat

Beberapa warga kampung dan bapak pendeta dari Sarawandori turut menemani kami. Dengan warga kampung-kampung yang akan kami datangi itu, penduduk Sarawandori masih satu kerabat sesama suku Onate.

Andi Leo Karubaba, warga kampung Sarawandori, bercerita waktu kecil dulu mereka terbiasa berjalan dari pesisir menuju permukiman di Ambaidiru. “Jalan dari jam 7 pagi sampai di atas bisa jam 8 malam,” kisahnya.

Sebelum dipecah menjadi empat kampung, wilayah itu dikenal sebagai Kampung Ambaidiru. Sejak dekade 1950-an, kopi sudah masuk ke wilayah itu dan kemudian dikenal secara luas. Selain kopi, Ambaidiru juga pemasok sayur dan buah untuk kota Serui. Kebun-kebun yang ada menggunakan pupuk dari kulit kopi; tanah mereka dikelola secara organik.Ambaidiru, Raja Ampat

Di kampung Manainin, Tim Ekspedisi bertandang ke rumah Adrianus Maniamboi. Sudah delapan bulan terakhir Adrianus menjadi bendahara KUD Rimba Kakopi Ambaidiru. Kegiatan-kegiatannya itu ia selingi dengan berkebun sayur yang hasilnya sebagian dikonsumsi dan sebagian lain dijual ke pasar.

Tahun 2017, ia lulus dari Jurusan Pertanian Universitas Papua di Manokwari, Papua Barat. Alih-alih bertahan di kota, ia pulang kampung untuk menjalankan usaha pertanian kopi keluarganya. Keinginannya adalah terus menjaga kualitas kopi, bersama para petani lain di kampung.

“Kalau kita tidak melanjutkan tete pu keringat sebagai petani kopi, nanti dia punya arwah bisa menangis karena kami sebagai cucu-cucunya tra bisa jaga jati diri,” tutur Bapak dua anak itu.

Terkait dampak pandemi terhadap pertanian kopi, Adrianus mengatakan bahwa ada satu perbedaan yang terasa, yakni berkurangnya pemesanan kopi. Sebelum pandemi COVID-19, permintaan kopi bisa datang mulai dari luar Serui sampai ke Jakarta. Namun, semenjak pandemi kopi-kopi hanya dijual ke kampung-kampung di Serui.Ambaidiru, Raja Ampat

Di rumah Yafet Rawai, Kepala Kampung Manainin, Tim Ekspedisi memberikan dukungan peralatan pertanian dan bibit kepada perwakilan dari keempat kampung.

Di sana tim juga bertemu dengan Dorteis Artemes Mora, pemuda lulusan Program Studi D3 Keperawatan Kepulauan Yapen-Serui yang sekarang jadi petugas pustu di Ambaidiru. Ia bertutur, meskipun kampung masih zona hijau COVID-19, kewaspadaan terus diterapkan. Sosialisasi soal COVID-19 masih terus dilakukan sembari melakukan pelayanan dan pengobatan di tengah-tengah masyarakat.Ambaidiru, Raja Ampat

“Di sini masyarakat tidak memakai masker, tapi kami selalu ingatkan jika ke pasar atau ke kota wajib menggunakan masker.” ucapnya. 

Dengan adanya bantuan alat medis seperti APD, masker, face shield, sarung tangan, dan alat rapid test, Dorteis merasa kebutuhan pustu cukup terpenuhi. Selama ini, jumlah alat pelindung diri sangat terbatas dan utamanya tersedia hanya di puskesmas.


Pada September 2020, M. Syukron dari TelusuRI mengunjungi beberapa lokasi di Raja Ampat untuk melihat langsung dampak pandemi COVID-19 di wilayah tersebut dalam ekspedisi bersama EcoNusa. Tulisan ini merupakan bagian dari seri catatan perjalanan itu. Nantikan terus kelanjutannya di TelusuRI.id. 

The post Warisan Keringat Kopi di Ambaidiru appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/warisan-keringat-kopi-di-ambaidiru/feed/ 0 26015
Ngopi di Masa Pandemi, Bagaimana Nasibnya? https://telusuri.id/ngopi-di-masa-pandemi-bagaimana-nasibnya/ https://telusuri.id/ngopi-di-masa-pandemi-bagaimana-nasibnya/#respond Thu, 10 Dec 2020 10:13:20 +0000 https://telusuri.id/?p=25817 Sejak tahun 2016, saat Pemerintah Provinsi Jawa Barat membidik kopi sebagai salah satu produk unggulan untuk mendulang devisa, bisnis kopi baik olahan maupun seduh bergeliat di Jabar. Pemprov Jabar bahkan secara rutin menggelar event promosi...

The post Ngopi di Masa Pandemi, Bagaimana Nasibnya? appeared first on TelusuRI.

]]>
Sejak tahun 2016, saat Pemerintah Provinsi Jawa Barat membidik kopi sebagai salah satu produk unggulan untuk mendulang devisa, bisnis kopi baik olahan maupun seduh bergeliat di Jabar. Pemprov Jabar bahkan secara rutin menggelar event promosi bertajuk Ngopi Saraosna (Ngopi se-Sedapnya).

Sampai sebelum COVID-19 merebak, kedai kopi di semua kalangan tumbuh berkembang. Kalau tidak ngopi, rasanya tidak ikut tren, karena Pemprov Jabar memang mendorong tidak hanya di hilir, namun juga di hulu, dengan menggelar penanaman pohon kopi di lahan lahan kritis dan lahan pertanian yang tanahnya sesuai dengan tanaman kopi.

Nyatanya sejak 2016 wisatawan luar daerah, bila ke Bandung selalu mencari kopi, karena variannya sudah sangat beragam, sehingga mengundang penasaran para wisatawan untuk sekedar ngopi sambil nongkrong di Kota Kembang ini.

Hanya saja, semenjak masa pandemic COVID-19, kondisi 2016 tidak terlihat lagi. Terlebih, sejak April sampai Juli diberlakukan PSBB. Kondisi yang “memaksa” warga di rumah, dan dibatasinya kegiatan di ruang publik, membuat kedai kopi dan kafé terpaksa harus tutup sementara waktu. Begitupun saat pertengahan Juli, sektor ekonomi mulai dibuka kondisi tidak bisa langsung Kembali seperti saat “normal” karena warga masih tidak boleh berkerumun, sehingga restoran dan kafé hanya boleh diisi setengah dari kapasitas penuhnya. 

Di pertengahan masa pandemic COVID-19, saya sempat mewawancara Ekonom Universitas Pasundan, Bandung, Acuviarta Kartabi, soal kemungkinan pulihnya ekonomi secara perlahan. Acu mengatakan di masa krisis ekonomi ini, diperkirakan UMKM masih dapat tumbuh membantu pergerakan ekonomi nasional karena  roda ekonominya masih ada dan konsumen UMKM masih memiliki daya beli yang cukup. Hanya saja Acu memberi catatan, agar UMKM dapat bertahan, karena pandemi COVID-19 yang masih belum bisa dipastikan berakhirnya, maka pemerintah harus memberikan dorongan penuh agar UMKM bisa terus berjalan.

Desa Jambudipa via Tempo Prima Mulia

Panen Kopi di Cisarua, Bandung via TEMPO/Prima Mulia

Apa yang disampaikan Acu, memang terlihat. Kedai-kedai kopi kecil khas UMKM memang masih bertahan, kontras dengan kafé besar yang mengalami pasang surut dan terlihat sudah ada beberapa yang harus tutup sementara. Haris Komeng, seorang konsultan kafé bahkan mengatakan perlu waktu untuk menumbuhkan Kembali kafé besar pada saat ini. Itu sebabnya Haris banyak bergerak di Jakarta, tempat roda ekonomi mulai terlihat bergeliat, meski PSBB Transisi masih diterapkan.

Di Bandung, meski jam buka restoran dan kafé serta pusat perbelanjaan masih dibatasi, begitu pula dengan kapasitasnya, namun bisnis kopi nampaknya masih memiliki peluang. Namun, ada sejumlah catatan yang perlu diperhatikan. Harga menjadi hal pertama yang perlu diperhatikan. Bila Haris Komeng melihat sulitnya untuk Kembali berdiri untuk kafé-kafé besar, maka dengan mematok harga di bawah kafé tersebut, masih dimungkinkan meraup keuntungan. Setidaknya ini yang saya perhatikan pada seminggu terakhir menyambangi kedai-kedai kopi yang tarifnya di bawah Rp20.000, ternyata animo masyarakat masih cukup tinggi. 

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tempat yang nyaman. Meski UMKM, bukan berarti cukup dengan kondisi yang seadanya. Meski tidak mewah, namun situasi yang nyaman dan membuat betah, akan menjadi magnet pengunjung. Di sepanjang Jl.Warung Contong Cimahi sampai Jl.Penembakan Utara Cimahi, kedai-kedai kopi dengan beragam variannya tumbuh cukup ramai. Seiring dengan dibangunnya Fly Over Padasuka, yang menghubungkan Jl.Penembakan Utara dengan Jl.Padasuka Kota Cimahi, maka peluang tumbuhnya ekonomi semakin terlihat.

Mereka yang melintas  di jalan tersebut adalah mereka yang akan Kembali ke Padalarang dan sekitarnya, yang bisa melintas di jalan utama Bandung Padalarang. Mereka sering terlihat mampir di sejumlah kedai kopi di daerah itu, sambil menunggu volume kendaraan menurun, agar lebih nyaman berkendara Kembali ke Padalarang. Di pinggiran kota lainnya, seperti di Jl. Cihanjuang arah Parongpong, Jl. Kolonel Masturi Cimahi arah Cisarua pun kedai-kedai kopi UMKM sampai saat ini masih mampu bertahan.

Walaupun masa pandemi COVID-19 ini masih membuat ekonomi fluktuatif, setidaknya peluang bisnis kopi masih memiliki harapan karena budaya minum kopi di negeri kita sudah mengakar. Kalaupun pengunjung tidak datang langsung ke kedai, jasa ojek online dengan fasilitas membelikan dan mengantar pada konsumen masih menyimpan harapan akan tumbuhnya bisnis ini.

Bisnis kopi tidak hanya berhenti di kedai, berkebun dengan tanaman kopi ternyata memiliki peluang pula untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Dengan dukungan sejumlah desa wisata di Kabupaten Bandung, petani kopi menjadi salah tulang punggung agar desa wisata di sana dikenali. Petani kopi di Desa Rawabogo dan Desa Gambung Ciwidey, Kabupaten Bandung, bahkan sudah memiliki pembeli tetap, baik kafé, restoran, maupun produsen kopi yang cukup besar. 

Apapun yang terjadi, meski pandemi COVID-19 masih berlangsung dan belum tahu kapan akan berakhir, berjuang tidak boleh surut. Setidaknya membangun usaha melalui kopi selain survival di saat sejumlah pekerja di PHK dan sejumlah orang sulit mencari kerja, juga sebagai bagian membuat ekonomi di lingkungan Anda tetap tumbuh. Bila semua berfikir ke sana, bisa jadi Analisa UMKM bisa membantu ekonomi nasional di masa krisi ini, kan terwujud.

The post Ngopi di Masa Pandemi, Bagaimana Nasibnya? appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/ngopi-di-masa-pandemi-bagaimana-nasibnya/feed/ 0 25817
Nongkrong di Rimbun Espresso & Brew Bar Padang https://telusuri.id/rimbun-espresso-brew-bar-padang/ https://telusuri.id/rimbun-espresso-brew-bar-padang/#comments Tue, 24 Jul 2018 08:44:08 +0000 https://telusuri.id/?p=9872 Saya dan Abenk, sahabat karib sejak kelas 1 SMP, tak kesulitan menemukan Rimbun Espresso & Brew Bar. Letaknya strategis di kawasan ruko Jalan Kis Mangunsarkoro, tak seberapa jauh dari SMA 10 Padang. Kafe dua lantai...

The post Nongkrong di Rimbun Espresso & Brew Bar Padang appeared first on TelusuRI.

]]>
Saya dan Abenk, sahabat karib sejak kelas 1 SMP, tak kesulitan menemukan Rimbun Espresso & Brew Bar. Letaknya strategis di kawasan ruko Jalan Kis Mangunsarkoro, tak seberapa jauh dari SMA 10 Padang.

Kafe dua lantai itu tampak ramai malam itu. Beberapa meja yang ditaruh di teras dikelilingi oleh anak-anak muda yang sedang bercengkerama. Begitu pintu saya dorong, suara obrolan menguar bersama hawa sejuk yang dipancarkan pendingin ruangan.

Lantai satu Rimbun Espresso & Brew Bar bernuansa industrial khas kedai kopi. Sebagian besar mebel terbuat dari kayu yang disangga oleh besi-besi warna hitam. Di dindingnya terpajang beberapa artwork, rak kayu, dan sepeda onthel.

rimbun espresso & brew bar

Beranda depan Rimbun Espresso & Brew Bar/Fuji Adriza

Tapi yang paling menarik perhatian adalah sebuah mesin penyangrai kopi yang ditaruh dekat jendela. Di sampingnya, sejajar dinding, beberapa toples transparan mempertontonkan biji-biji kopi yang baru disangrai. Tulisannya: Kerinci. Ruangan ini adalah lokasi steril, bebas dari asap rokok yang berpotensi mengalterasi aroma kopi.

Di balik meja bar, Noverdy Putra alias Verdy, sang manajer, sedang sibuk melayani transaksi. Saya berkenalan dengan Verdy akhir 2014 di Omah Kopi, Jogja, lewat seorang kawan. Kala itu ia baru lulus dari salah satu perguruan tinggi di Bandung. Tak lama setelah itu ia memantapkan hati untuk kembali ke tanah kelahiran, Sumatera Barat, dan mengelola Rimbun Espresso & Brew Bar ini.

Tangannya menari-nari gesit di atas sebuah tablet dan beberapa mesin EDC untuk mencatat pesanan dan mencetak bukti pembayaran. Di sekitarnya beberapa orang barista asyik meracik minuman. Setelah agak sela barulah ia melotot menyadari keberadaan saya. Kami berjabat tangan. Karena sedang ramai, saya langsung saja memesan dua gelas americano dari biji kopi asal Kerinci.

rimbun espresso & brew bar

Mesin “roasting” kopi/Fuji Adriza

Metamorfosis Rumah Kopi Nunos

Karena areal merokok di lantai satu penuh, saya dan Abenk naik ke lantai dua lewat tangga kayu. Ternyata lantai dua tak kalah ramai. Beberapa kelompok anak muda berkumpul sambil berkelakar. Sebagian besar meja itu dipenuhi gelas plastik besar seperti di gerai-gerai kedai kopi internasional.

Sebagai pelengkap nongkrong, Rimbun Espresso & Brew Bar menyediakan puluhan majalah Rolling Stone yang digantung rapi di dinding. Tapi, agak-agaknya anak nongkrong zaman sekarang sudah tak terlalu meminati bacaan fisik seperti majalah—tak satu pun majalah yang lepas dari kaitan.

rimbun espresso & brew bar

Toples berisi biji kopi yang sudah disangrai (roasted bean)/Fuji Adriza

Mungkin zaman memang sudah berubah. Rimbun sendiri mulanya adalah sebuah kafe yang juga sempat jadi primadona di zamannya, yakni Rumah Kopi Nunos. Sekitar 2014 Nunos moksa. Gantinya adalah dua kafe Rimbun, satu di Bukittinggi (sekarang sudah tutup) dan satu lagi, yang muncul belakangan, Rimbun Espresso & Brew Bar Padang.

Sedikit banyak Verdy bertanggung jawab atas perubahan itu. Ia memperkenalkan beberapa hal baru, misalnya pendataan pesanan secara elektronik dan absensi barista dengan fingerprint. Ia juga membuat Rimbun jadi lebih semarak dengan koleksi CD—yang  bisa dibeli—dan buku serta majalah.

Sepuluh menit setelah kami duduk, dua gelas americano datang. Di tatakan disediakan dua kantong kecil gula, yakni gula merah dan gula pasir. Itulah yang menjadi teman kami mengobrol beberapa jam di Rimbun Espresso & Brew Bar.

rimbun espresso & brew bar

Noverdy Putra di balik meja bar/Fuji Adriza

Ruang bagi anak muda Padang

Loteng Rimbun sedang disulap Verdy menjadi semacam ruang diskusi bernama Pagu (secara harfiah pagu berarti loteng dalam bahasa Minang) yang penuh dengan buku dan CD lagu. Beberapa kali sudah ia mengadakan diskusi buku di sana. Peminatnya lumayan. Sayang sekali sekarang sedang vakum.

Itu adalah jawaban dari kegelisahannya terhadap kurangnya ruang bagi anak muda Padang untuk mengekspresikan diri. Sekitar sepuluh tahun di Bandung yang semarak, Verdy sadar betul pentingnya sebuah ruang publik—secara fisik—bagi anak muda. Dari ruang publik itulah muncul ide-ide kreatif dan kolaborasi.

Tak heran nama Rimbun semakin menggaung, bahkan sampai Ibu Kota Jakarta. Tokoh-tokoh tenar pernah muncul di Rimbun. Verdy menyebutkan tiga nama: Budi Rahardjo (akademisi dan blogger), Riri Riza (sutradara), dan Triawan Munaf (Kepala Bekraf). Namun ia mengklaim bahwa Rimbun tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap para pelanggan. Egaliter. Mau terkenal atau tidak mereka akan dilayani dengan sebaik-baiknya.

rimbun espresso & brew bar

Salah satu pojok Rimbun/Fuji Adriza

“Akhir-akhir puasa kemarin kami sampai nambah kursi bakso (kursi plastik),” ia bercerita dengan semangat ketika akhirnya sela dan bisa menghampiri kami. Di pengujung bulan Ramadan, Rimbun mendadak ramai oleh pemuda-pemudi Padang, sebagian besar mahasiswa dari Jawa, yang sedang mudik lebaran.

Verdy tak ragu-ragu menambah kursi plastik. Ia sadar yang dicari dari sebuah kafe lebih dari sekadar kopi itu sendiri—atau ornamen-ornamen kekinian untuk dipotret dan diunggah ke Instagram. Ruanglah yang mereka cari. “Mereka ‘kan sebenarnya cuma mau ketemu teman-temannya,” lanjutnya.

rimbun espresso & brew bar

Nuansa industrial/Fuji Adriza

Beberapa tembakau lintingan mesin tandas selama kami mengobrol. Karena awak Rimbun mesti kembali membuka kedai keesokan pagi jam 8, aktivitas malam ini harus diakhiri. Kami pun berpamitan. Dari Rimbun, saya dan Abenk kembali menelusuri jalanan Kota Padang. Kami lewat Taplau, tempat “gaul” anak muda Padang jauh sebelum Rimbun Espresso & Brew Bar muncul ke permukaan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.


Pemutakhiran terakhir: 24/07/18 17:15

The post Nongkrong di Rimbun Espresso & Brew Bar Padang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/rimbun-espresso-brew-bar-padang/feed/ 2 9872
11 Destinasi Wajib buat Pencinta Kopi https://telusuri.id/destinasi-kopi/ https://telusuri.id/destinasi-kopi/#comments Tue, 10 Oct 2017 03:49:55 +0000 http://telusuri.id/?p=2729 Baru beberapa hari yang lalu di Yogyakarta diadakan acara bagi-bagi kopi gratis buat memperingati Hari Kopi Internasional. Ribuan orang rela antre lama-lama buat bisa menyeruput secangkir kopi hitam yang diracik sama ratusan barista. Soal kopi,...

The post 11 Destinasi Wajib buat Pencinta Kopi appeared first on TelusuRI.

]]>
Baru beberapa hari yang lalu di Yogyakarta diadakan acara bagi-bagi kopi gratis buat memperingati Hari Kopi Internasional. Ribuan orang rela antre lama-lama buat bisa menyeruput secangkir kopi hitam yang diracik sama ratusan barista.

Soal kopi, Indonesia bukanlah anak bawang. Usaha buat menanam kopi secara sistematis pertama kali dilakukan di wilayah Indonesia, yang dulu bernama Hindia-Belanda sekitar paruh pertama abad ke-18. Ketenaran Indonesia sebagai produsen kopi—dulu—barangkali cuma bisa dikalahkan sama Yaman… dan Ethiopia yang disebut-sebut sebagai kampung halaman kopi. Sejak itu, kopi ditanam di banyak tempat di Indonesia.

Nah, ini 11 destinasi tempat kamu bisa menemukan perkebunan kopi:

1. Gayo

Anak petani kopi di Gayo via lintasgayo.co

Gayo bukanlah kota atau kabupaten, melainkan sebuah dataran tinggi di punggung Bukit Barisan yang terletak di Aceh. Dataran Tinggi Gayo lumayan luas, mencakup tiga kabupaten, yaitu Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues.

Wilayah ini dikenal sebagai salah satu produsen kopi arabika terbesar di Indonesia. Kalau main ke sini, jangan lupa buat mampir ke perkebunan kopi pertama di Tanoh Gayo, yakni Beleng Gele yang letaknya nggak seberapa jauh dari Kota Takengon. Kamu bisa pergi ke sini via Banda Aceh atau Medan.

2. Mandailing

Kebun kopi arabika mandailing via rumahkopiranin.com

Pernah memesan kopi mandheling? Terus kamu coba cari di google maps: “Mandheling”—nggak ketemu. Mungkin kamu keliru memasukkan kata kunci. Mandheling itu adalah ejaan orang Eropa bagi Mandailing, sebuah wilayah di Sumatera Utara yang juga dihuni oleh kelompok subetnis Batak bernama Mandailing.

Kopi arabika mandailing ditanam di wilayah Mandailing (yang sebagian di antaranya sekarang masuk ke dalam Kabupaten Mandailing Natal). Kalau mau ke sini, kamu bisa naik bis, entah dari Medan atau Padang.

3. Lintong Nihuta

Pemetik kopi lintong via kopilintong.com

Kopi lintong ternyata bukan nama varietas kopi, tapi merk dagang dari kopi-kopi yang ditanam di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Biji-biji kopi lintong berasal dari Kecamatan Lintong Nihuta, Dolok Sanggul, Paranginan, Pollung, dan Onan Ganjang.

Kabupaten Humbang Hasundutan ini berada di pinggir Danau Toba. (Jadi, kalau ke sini, kamu bisa sekalian main-main ke danau terbesar di Indonesia itu!) Bisa ditebak kalau hawanya lumayan dingin. Kecamatan-kecamatan itu berada di ketinggian antara 1000-1600 mdpl—cocok sekali buat menanam kopi arabika.

4. Solok

destinasi kopi
Di Solok juga ada perkebunan teh via travel.kompas.com

Sebelum dimekarkan pada dekade 70-an dulu, hanya ada Kabupaten Solok. Setelah pemekaran, Solok terbagi dua, yakni Kabupaten Solok dan Kota Solok. Seperti halnya Toraja, Solok juga adalah kota dingin yang terletak di lembah Bukit Barisan. Danau Singkarak—kalau kamu pernah dengar namanya—terletak sekitar 15-30 menit perjalanan dari Kota Solok.

Solok bisa dicapai lewat jalur darat dari Ibukota Provinsi Sumatera Barat, yaitu Padang. Kalau kamu biasa mabuk perjalanan, siapkan obat anti-mabuk sebab dari Padang kamu akan lewat jalan yang lumayan ekstrem, naik-turun bukit melewati jurang-jurang Sitinjau Lauik yang legendaris.

5. Pagaralam

destinasi kopi
Keindahan Pagaralam via kaskus.co.id

Cuma setengah hari perjalanan dari Palembang, kamu akan tiba di Kota Pagaralam. Kota ini sejuk dan asri. Banyak kebun teh. Dari sana kamu juga bisa menikmati keindahan Gunung Dempo yang menjulang. Konon, dulu kota ini adalah salah satu lokasi favorit orang Belanda Zaman Kolonial untuk plesir.

Hawa Pagaralam juga cocok buat kopi. Dan sekarang kopi pagaralam juga sudah banyak dipajang di kafe-kafe kekinian di kota-kota besar.

6. Banyuwangi

destinasi kopi
Penyangraian tradisional kopi banyuwangi via harnas.co

Kabupaten paling timur di Pulau Jawa ini juga adalah salah satu destinasi kopi. Coba deh kamu lihat-lihat toples-toples kopi di kafe. Cari tulisan “Kopi Ijen.” Nah, kopi ijen ini adalah salah satu kopi single origin dari Banyuwangi.

Tiap tahun, di Banyuwangi diadakan Festival Kopi Sepuluh Ewu di Desa Kemiren, Banyuwangi. Di sana kamu bisa—tentu saja—menikmati kopi, melihat eksebisi pengolahan kopi ala suku Osing (suku bangsa yang mendiami Banyuwangi), sekaligus mencicipi jajanan-jajanan tradisional yang khas. Biasanya, festival ini diadakan bulan November.

7. Kintamani

Gunung Batur/Syukron

Kopi Kintamani juga banyak beredar di warung kopi. Buat kamu yang belum tahu, Kintamani adalah sebuah kecamatan indah di Kabupaten Bangli yang tersohor karena tiga hal: Danau Batur (disebut juga Danau Kintamani), Gunung Batur, dan ras anjing lucu yaitu kintamani (seperti dalam lagu Shaggy Dog).

Kamu harus cobain ngopi di pagi hari di salah satu dari banyak kafe atau restoran di pematang Danau Batur. Tentu saja sambil menikmati panorama Kintamani yang nggak ada duanya. Nah, perkebunan kopi tersebar di mana-mana di lereng pematang Danau Batur itu. Kintamani cuma terpaut sekitar 2 jam perjalanan dari Denpasar (kalau ditempuh pakai kendaraan pribadi).

8. Toraja

destinasi kopi
Biji kopi yang dijual di Pasar Bolu di Toraja/Fuji Adriza

Iklim Toraja memang pas buat kopi. Anginnya tidak terlalu kencang, hawanya sejuk.  Nah, sebelum kopi-kopi single origin lain dari Indonesia mulai mendunia, kopi toraja sudah jauh lebih dulu dikenal. Aroma kopi toraja seolah menjadi standar dari aroma kopi kelas premium.

Toraja bisa kamu capai dalam perjalanan semalam dari Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Meskipun perjalanannya lumayan panjang, kamu pasti nggak bakal kecapekan sebab bis menuju Toraja rata-rata super eksekutif, seperti bis-bis dari Medan ke Banda Aceh.

9. Manggarai

destinasi kopi
Biji kopi sedang dijemur di Wae Rebo, Manggarai via landscapeindonesia.com/Widhi Bek

Wilayah Manggarai mencakup areal yang luas di Pulau Flores. Semula cuma ada satu Manggarai di Flores. Tapi setelah pemekaran, jadi ada tiga Manggarai, yakni Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Barat, dan Kabupaten Manggarai Timur.

Salah satu kopi single origin Manggarai yang terkenal adalah kopi ruteng, yang ditanam di sekitar Ruteng, Ibukota Kabupaten Manggarai. Makanya, nggak usah heran kalau dalam perjalanan dari Labuan Bajo (Manggarai Barat) ke Ruteng kamu bakal melihat banyak petani yang sedang menjemur kopinya secara sederhana di pinggir jalan (kalau kamu datang di musim yang pas).

10. Bajawa

destinasi kopi
Matahari terbit di Bajawa/Fuji Adriza

Kopi bajawa yang lumayan pahit juga sudah banyak beredar di warung atau kedai kopi di kota-kota besar. Bajawa, kota kecil di Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, berada kira-kira setengah hari perjalanan dari Labuan Bajo. Kota ini cuma bisa dicapai lewat jalur darat.

Terletak di ketinggian, kotanya dingin dan dihiasi banyak pohon cemara. Karena Bajawa minim polusi cahaya, jam 7 malam saja kamu sudah bakal bisa menyaksikan jutaan bintang di langit.

11. Wamena

Di sebuah sungai di Wamena/Syukron

Satu hal yang kamu perlu tahu sebelum jalan-jalan ke Wamena: jangan lupa bawa jaket. Kota terbesar di jantung Pegunungan Tengah Papua ini berada pada ketinggian 1800 mdpl. Jadi, tinggalkan saja kaos kutang bertuliskan “Bintang” dalam lemari. Dari Bandara Sentani Jayapura, kamu harus lanjut naik pesawat selama 45 menit naik pesawat kecil. (Berasa jadi Tintin!)

Ibukota Kabupaten Jayawijaya ini terkenal sebagai penghasil kopi arabika. Dari tahun 2008, kopi wamena sudah diekspor secara rutin ke Amerika Serikat. Karena terletak di lingkungan yang begitu mendukung untuk pertumbuhan tanaman kopi, Coffea arabica wamena ditanam secara alami alias organik!

Sebenarnya, selain tempat-tempat di atas, masih banyak lagi destinasi kopi di Indonesia. Mudah-mudahan 11 tempat itu bisa jadi pintu gerbang kamu buat menelusuri lebih banyak lagi destinasi kopi.

Jadi, mau ke destinasi kopi yang mana dulu, nih?

The post 11 Destinasi Wajib buat Pencinta Kopi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/destinasi-kopi/feed/ 1 2729