Kudus Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/kudus/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 27 May 2025 15:25:05 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 Kudus Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/kudus/ 32 32 135956295 Waroeng Kita Reborn: Destinasi Wisata Kuliner Keluarga di Kudus https://telusuri.id/waroeng-kita-reborn-destinasi-wisata-kuliner-kudus/ https://telusuri.id/waroeng-kita-reborn-destinasi-wisata-kuliner-kudus/#respond Mon, 07 Apr 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=46564 Kudus memiliki sejumlah kuliner khas yang masyhur, seperti soto, sate, lentog, dan nasi pindang. Juga, Kudus memiliki sejumlah destinasi wisata kuliner yang biasa jadi jujugan para pengunjung saat berada di Kota Kretek itu.  Selain Taman...

The post Waroeng Kita Reborn: Destinasi Wisata Kuliner Keluarga di Kudus appeared first on TelusuRI.

]]>
Kudus memiliki sejumlah kuliner khas yang masyhur, seperti soto, sate, lentog, dan nasi pindang. Juga, Kudus memiliki sejumlah destinasi wisata kuliner yang biasa jadi jujugan para pengunjung saat berada di Kota Kretek itu. 

Selain Taman Bojana, destinasi kuliner lainnya yang mulai populer adalah Waroeng Kita Reborn atau akrab disebut dengan akronim Warkit Reborn. Letak pusat kuliner ini termasuk strategis karena lokasinya tidak jauh dari Masjid Menara Kudus. Tepatnya berada di pojok perempatan Sucen, Langgardalem, Kudus, atau sekitar 450 meter sebelah utara Menara Kudus.

Kepada saya, pengelola Waroeng Kita Reborn, Istiyanto (44) mengatakan pusat kuliner Waroeng Kita Reborn didirikan pada bulan Januari 2019. Awalnya bernama Waroeng Kita. Belum ada kata ‘Reborn’.

Konsep Warkit Reborn serupa food court (pujasera), yang di dalamnya terdapat sejumlah gerai yang menjual beraneka pilihan kuliner yang sangat beragam. Ada sembilan gerai di sini yang menawarkan beragam kuliner, baik kuliner khas Kudus, Indonesia, hingga mancanegara. 

Waroeng Kita Reborn: Destinasi Wisata Kuliner Keluarga di Kudus
Tampak depan bangunan pusat kuliner Waroeng Kita Reborn di Kudus/Badiatul Muchlisin Asti

Ujian Pandemi dan Kebakaran

Setahun eksis sejak berdiri, pusat kuliner ini mulai dikenal masyarakat. Beragam pilihan menu menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Namun, pandemi COVID-19 yang melanda dunia pada awal tahun 2020, termasuk Indonesia, menjadi ujian tersendiri bagi keberlangsungan pusat kuliner ini.

“Saat pandemi, ya, kita bertahan dengan menerapkan subsidi,” jelas Istiyanto kepada saya.

Pusat kuliner ini memang menerapkan satu sistem, pembayaran menyatu dalam satu kasir. Tidak ada uang sewa bagi yang membuka gerai di pusat kuliner ini. Pengelola menerapkan sistem bagi hasil 15% sesuai omzet yang diperoleh.

Setelah pandemi dinyatakan melandai, Waroeng Kita kembali bangkit. Namun, sebuah musibah besar kembali menimpa pusat kuliner ini. Pada Senin (17/10/2022), kebakaran yang diduga berasal dari hubungan arus pendek listrik melahap seluruh bangunan pusat kuliner tersebut. Seluruh bangunan rata dengan tanah.

“Kerugian yang kami alami atas kebakaran itu mencapai sekitar 350-an juta (rupiah),” cerita Istiyanto.

Tak berselang lama, Waroeng Kita kembali dibangun dan beroperasi lagi melayani para pelanggan yang sudah merindukannya. Dari sinilah rupanya rahasia di balik tambahan kata ‘Reborn’.

Waroeng Kita Reborn: Destinasi Wisata Kuliner Keluarga di Kudus
Suasana di Waroeng Kita Reborn pada suatu siang/Badiatul Muchlisin Asti

Jadi Destinasi saat Sambangan Santri

Banyaknya menu menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung untuk berwisata kuliner ke Waroeng Kita Reborn. Tercatat, pusat kuliner ini menyediakan lebih dari 365 menu meliputi: Indonesian food, traditional food, modern food, Arabian food, Chinese food, Japanese food, dan Korean food. 

Keragaman menu yang sangat banyak itu menjadikan Waroeng Kita Reborn memiliki daya tarik kuat sebagai destinasi wisata kuliner keluarga. Selain menunya komplet, juga sesuai untuk lintas usia, mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa. Harganya pun sangat terjangkau.

“Pusat kuliner ini (punya) kecenderungan menjadi jujugan para wali santri saat sambangan (kunjungan),” ungkap Istiyanto.

Lokasi Waroeng Kita Reborn yang strategis dan ‘dikepung’ oleh banyak pesantren memang sangat menguntungkan. Letaknya juga berada dekat dengan Masjid Menara Kudus, objek wisata religi yang banyak dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah.   

Maka tak heran bila Waroeng Kita Reborn akhirnya menjadi jujugan favorit para wali santri saat menyambangi anaknya yang nyantri di Kudus. Para wali santri biasa mengajak anaknya yang dijenguk ke pusat kuliner ini untuk makan bersama. Meski tentu, segmentasi pengunjung tidak hanya wali santri dan anaknya saja, tetapi juga para peziarah.

Waroeng Kita Reborn: Destinasi Wisata Kuliner Keluarga di Kudus
Beragam menu kuliner di Waroeng Kita Reborn Kudus/Badiatul Muchlisin Asti

Menu-menu Favorit 

Sebagai pelanggan Waroeng Kita Reborn, karena anak saya ada yang nyantri di Kudus dan pesantrennya berjarak hanya sekitar 100 meter dari warung ini, saya memiliki menu-menu favorit versi saya. Meski menu yang ditawarkan sangat banyak—ada ratusan jumlahnya—tapi saya mencatat hanya ada beberapa menu saja yang menjadi favorit saya, istri, dan anak.

Menu favorit artinya menu yang lebih sering kami pesan ketimbang menu yang lain yang sangat banyak itu. Menu pertama yang harus saya sebut sebagai menu favorit adalah nasi jangkrik. Hampir setiap saya sambangan dan mampir ke Waroeng Kita Reborn, menu ini yang paling kerap saya pesan. 

Nasi jangkrik sendiri adalah kuliner khas Kudus yang dulu hanya bisa dijumpai saat acara tradisi buka luwur (kelambu atau kain penutup) makam Sunan Kudus. Puluhan ribu porsi nasi jangkrik dibagikan secara gratis kepada masyarakat yang hadir pada acara buka luwur.

Waroeng Kita Reborn: Destinasi Wisata Kuliner Keluarga di Kudus
Nasi jangkrik khas Kudus di Waroeng Kita Reborn/Badiatul Muchlisin Asti

Saat ini, nasi jangkrik sudah diadaptasi menjadi menu di warung atau angkringan di Kudus. Waroeng Kita Reborn adalah pusat kuliner yang menyediakan menu nasi jangkrik, yang boleh dibilang, merupakan hidangan warisan Sunan Kudus.

Menu favorit saya lainnya di Waroeng Kita Reborn adalah lontong tahu telur. Mirip tahu gimbal khas Semarang. Bedanya, lontong tahu telur khas Kudus ini tampil dalam tiga varian, yakni lontong tahu, lontong tahu telur, dan lontong tahu telur gimbal. 

Di lontong tahu, lontongnya hanya diberi potongan tahu goreng, lalu disiram dengan saus kacang. Sementara lontong tahu telur, lontongnya diberi tahu potong yang digoreng dengan telur, lalu diguyur saus kacang. Adapun lontong tahu telur gimbal adalah paket komplet, yaitu lontong tahu telur diberi tambahan gimbal udang. 

Selain itu, pada masing-masing varian ada bubuhan taoge, potongan kubis, daun seledri, dan bawang goreng. Bila tidak suka lontong, bisa diganti nasi, sehingga di Kudus menu ini juga populer dengan sebutan nasi tahu atau nasi tahu telur. 

  • Waroeng Kita Reborn: Destinasi Wisata Kuliner Keluarga di Kudus
  • Waroeng Kita Reborn: Destinasi Wisata Kuliner Keluarga di Kudus
  • Waroeng Kita Reborn: Destinasi Wisata Kuliner Keluarga di Kudus

Sepertinya dua menu itu yang paling sering saya pesan saat berkunjung di Waroeng Kita Reborn. Meski saya juga pernah beberapa kali memesan menu lainnya sebagai variasi, di antaranya sate Padang dan bakmi Jawa—yang menurut saya juga enak. 

Adapun menu kegemaran istri dan anak saya adalah soto Lamongan, nasi goreng, dan nasi kebuli—baik nasi kebuli ayam maupun kambing. Namun, karena pilihan menu yang banyak, kami sering juga menjajal menu lain yang belum pernah kami cicipi sebelumnya. 

Waroeng Kita Reborn menurut saya memang destinasi wisata kuliner yang cocok bagi keluarga. Selain pilihan menunya banyak dan variatif, cita rasanya umumnya enak, juga harganya terjangkau. Jadi, bila berkunjung ke kota Kudus, pusat kuliner ini layak menjadi target kulineran. Selamat mencoba!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Waroeng Kita Reborn: Destinasi Wisata Kuliner Keluarga di Kudus appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/waroeng-kita-reborn-destinasi-wisata-kuliner-kudus/feed/ 0 46564
Mengunjungi Taman Bojana, Destinasi Wisata Kuliner di Kudus https://telusuri.id/mengunjungi-taman-bojana-destinasi-wisata-kuliner-di-kudus/ https://telusuri.id/mengunjungi-taman-bojana-destinasi-wisata-kuliner-di-kudus/#respond Thu, 05 Sep 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42612 Selain kuliner ikonis dan legendaris, Kudus juga kaya destinasi wisata kuliner yang bisa dijadikan jujugan saat berkunjung ke Kota Kretek ini. Salah satunya adalah Taman Bojana yang terletak di pusat kota, tepatnya di sebelah timur...

The post Mengunjungi Taman Bojana, Destinasi Wisata Kuliner di Kudus appeared first on TelusuRI.

]]>
Selain kuliner ikonis dan legendaris, Kudus juga kaya destinasi wisata kuliner yang bisa dijadikan jujugan saat berkunjung ke Kota Kretek ini. Salah satunya adalah Taman Bojana yang terletak di pusat kota, tepatnya di sebelah timur laut Simpang Tujuh (alun-alun) Kudus.

Taman Bojana bisa menjadi pilihan destinasi wisata kuliner. Selain lokasinya yang strategis di pusat kota, di pusat kuliner ini juga berkumpul sejumlah legenda kuliner Kudus. Nama-nama populer, seperti Pak Ramidjan, H. Sulichan, Mbak Mar, H. As’ad, dan Gasasa, bisa dijumpai di pusat kuliner Taman Bojana.

Mengunjungi Taman Bojana, Destinasi Wisata Kuliner di Kudus
Akses masuk ke Pusat Kuliner Kudus Taman Bojana/Badiatul Muchlisin Asti

Legenda Soto Kudus

Pak Ramidjan tentu nama yang tak asing di belantika kuliner Kudus. Nama ini termasuk masyhur untuk menu soto kudus. Soto Pak Ramidjan telah mewarnai wajah persotoan Kudus sejak tahun 1950-an.

Soto Pak Ramidjan terletak di Jalan Raya Kudus–Jepara 79A, Purwosari, Kecamatan Kota, Kudus. Letaknya sebelah utara Pasar Jember yang sangat strategis dan mudah dijangkau dari kedua arah. Adapun yang ada di Taman Bojana merupakan cabang sotonya yang diberi nama Soto Bu Ramidjan.

Pun termasuk nama H. Sulichan, yang juga populer di dunia persotoan Kudus. Bahkan bila saya berkunjung ke Taman Bojana saat jam makan siang, kedai H. Sulichan ini terbilang paling ramai.

Menurut cerita, H. Sulichan memulai usaha soto kudus sejak tahun 1968 di pusat kuliner Tosera. Sebelumnya, ia ikut pamannya berjualan soto secara berkeliling sekitar tahun 1950-an. Dari Tosera, H. Sulichan pindah usaha ke Taman Bojana pada 1997 sampai sekarang.

Mengunjungi Taman Bojana, Destinasi Wisata Kuliner di Kudus
Kedai H. Sulichan di Taman Bojana yang selalu ramai oleh para pelanggannya, terutama saat jam makan siang/Badiatul Muchlisin Asti

Ada Menu Favorit Bondan Winarno di sini

Di Taman Bojana juga ada nama Mbak Mar. Meski secara jenama tak sepopuler Ramidjan dan H. Sulichan, tetapi Mbak Mar punya keistimewaan pada kuliner khas Kudus lainnya, yaitu nasi pindang. 

Meski juga berjualan soto kudus, nasi pindang Mbak Mar lebih menonjol karena (pernah) menjadi favorit pakar kuliner mendiang Bondan Winarno semasa hidupnya. Bondan Winarno menyebutkan nasi pindang Mbak Mar sebagai kuliner khas Kudus favoritnya di buku masterpiece-nya yang berjudul 100 Mak Nyus Makanan Tradisional Indonesia terbitan Penerbit Buku Kompas tahun 2013.

Tak hanya nasi pindang dan soto kudus, Mbak Mar juga menawarkan sup dan bakso kerbau yang menggoda untuk dicicipi. Terutama baksonya, yang menurut saya sangat eksotis.

  • Mengunjungi Taman Bojana, Destinasi Wisata Kuliner di Kudus
  • Mengunjungi Taman Bojana, Destinasi Wisata Kuliner di Kudus

Saat pertama kali mencicipi bakso kerbau Mbak Mar, saya menemukan sensasi yang berbeda dengan cita rasa bakso pada umumnya. Kuahnya sangat gurih, lebih mirip kuah sup yang diperkaya bumbu. 

Pelengkapnya juga lebih kaya dari bakso pada umumnya. Dalam seporsi bakso kerbau komplet, ada tambahan potongan tahu, potongan daging, telur rebus, kubis, bihun, irisan tomat, dan taburan irisan seledri serta bawang goreng. Bola-bola bakso kerbaunya juga bercita rasa lezat karena gurih dagingnya sangat terasa. 

Mbak Mar yang bernama lengkap Sumarni merupakan generasi kedua penjual kuliner khas Kudus. Pargi, ayah Mbak Mar, sudah berjualan sejak 1966. Awalnya Pak Pargi, begitu dia akrab disapa, berjualan bakso dan sup. Baru pada 1980, Pak Pargi juga berjualan soto dan nasi pindang khas Kudus.

“Bila pagi bapak saya berjualan soto dan nasi pindang, sore harinya bapak berjualan sup dan bakso,” tutur Mbak Mar.

Tahun 1985, kemudi usaha kuliner diteruskan Mbak Mar hingga kini. Pak Pargi sendiri tutup usia pada 2001. Sebagai generasi penerus, Mbak Mar tetap mempertahankan menu-menu warisan ayahnya: soto, sup, bakso, dan nasi pindang.

Bila ingin merasakan kuliner khas Kudus lainnya, di Taman Bojana juga hadir tahu telur H. As’ad yang dikelola oleh generasi ketiga alias cucu H. As’ad. Jangan lupakan juga garang asem RM Gasasa yang masyhur dan legendaris.

Mengunjungi Taman Bojana, Destinasi Wisata Kuliner di Kudus
Mbak Mar (kanan) dan salah satu karyawannya menyiapkan pesanan pelanggan/Badiatul Muchlisin Asti

Sejarah Taman Bojana

Menilik sejarahnya, sebelum menjadi pusat kuliner, Taman Bojana dulunya merupakan Gedung Nasional pada tahun 1976. Di lantai dua gedung tersebut dimanfaatkan sebagai tempat perkuliahan Sekolah Tinggi Ekonomi Kudus (STEK)—cikal bakal Universitas Muria Kudus (UMK).

Gedung Nasional kemudian beralih fungsi menjadi gedung bioskop Ramayana. Di bioskop tersebut, setiap 30 September selalu memutar film G30S/PKI dan dijadikan tempat nonton bareng oleh masyarakat Kudus.

Setelah era bioskop selesai karena hiburan masyarakat beralih ke siaran televisi dan munculnya pemutar DVD, tempat ini dialihfungsikan menjadi pusat kuliner. Alih fungsi sebagai pusat kuliner terjadi pada 1997 dan diberi nama Taman Bojana Kudus. Peresmiannya dilakukan oleh Soedarsono, bupati Kudus saat itu.

Para pedagang yang menghuni Taman Bojana merupakan para pedagang yang sebelumnya berjualan di pusat kuliner Tosera di sebelah timur alun-alun atau Simpang Tujuh Kudus. Mereka dipindah ke Taman Bojana karena lokasi pusat kuliner Tosera kemudian dibangun Mal Ramayana.

Sejumlah media menyebut, nama Bojana berasal dari kata “bejana” yang berarti tempat menanak nasi. Sehingga Taman Bojana bisa dimaknai sebagai taman (tempat) makanan-makanan alias pusat kuliner. Namun, hasil penelusuran di Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa) susunan Tim Balai Bahasa Yogyakarta (edisi kedua, 2011) menyebutkan Bojana sebagai “pista mangan énak”, yang bisa diartikan secara bebas sebagai taman tempat orang-orang “berpesta” dengan hidangan-hidangan yang lezat.

Karena sejujurnya, Taman Bojana memang tujuan bagi yang ingin “berpesta” dengan menyantap pelbagai kuliner khas Kudus yang enak dan legendaris. Jadi, bila berkunjung ke Kudus, silakan mampir ke pusat kuliner ini untuk mencicipi beragam kuliner khas Kudus yang sangat menggoda.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mengunjungi Taman Bojana, Destinasi Wisata Kuliner di Kudus appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mengunjungi-taman-bojana-destinasi-wisata-kuliner-di-kudus/feed/ 0 42612
Festival Jerami, Pelengkap Daya Tarik Desa Wisata Banjarejo  https://telusuri.id/festival-jerami-pelengkap-daya-tarik-desa-wisata-banjarejo/ https://telusuri.id/festival-jerami-pelengkap-daya-tarik-desa-wisata-banjarejo/#respond Tue, 29 Nov 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36248 Desa Banjarejo—salah satu desa wisata di Kabupaten Grobogan—belum lama ini kembali menghelat Festival Jerami selama sepuluh hari sejak 30 September hingga 9 Oktober 2022. Ini merupakan perhelatan yang ketiga kalinya, perhelatan pertama pada tahun 2018...

The post Festival Jerami, Pelengkap Daya Tarik Desa Wisata Banjarejo  appeared first on TelusuRI.

]]>
Desa Banjarejo—salah satu desa wisata di Kabupaten Grobogan—belum lama ini kembali menghelat Festival Jerami selama sepuluh hari sejak 30 September hingga 9 Oktober 2022. Ini merupakan perhelatan yang ketiga kalinya, perhelatan pertama pada tahun 2018 dan yang kedua tahun 2019.

Festival Jerami sempat absen selama dua tahun karena pandemi COVID-19, yaitu pada tahun 2020 dan 2021. Seiring penyebaran virus corona yang mulai melandai, tahun 2022 Desa Banjarejo kembali bisa menyelenggarakannya. Kali ini, Festival Jerami #3 mengangkat tema “Peradaban Nusantara”. 

Festival Jerami merupakan festival yang di dalamnya mempertunjukkan  pelbagai patung berukuran raksasa yang terbuat dari jerami. Melimpahnya jerami seusai panen padi di Desa Banjarejo memantik ide penyelenggaraan festival ini. Sebagaimana helatan sebelumnya, pada Festival Jerami #3 kali ini juga menampilkan pelbagai patung berukuran raksasa. Ada 23 patung jerami dalam festival yang terselenggara di lapangan Desa Banjarejo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah itu.

Sesuai tema yang diusung, yakni Peradaban Nusantara, patung-patung yang ditampilkan melukiskan rangkaian perkembangan peradaban di Nusantara, sejak zaman prasejarah, zaman purba, masa kerajaan, era kolonial, hingga era modern. 

Patung Jerami Gajah Mada
Patung Gajah Mada, salah satu tokoh di era kejayaan Majapahit/Badiatul Muchlisin Asti

Patung Dewi Sri

Beberapa patung yang ditampilkan di antaranya merupakan replika dari fosil, karakter dewa-dewi, tokoh kerajaan, karakter hewan, kendaraan, dan aneka bentuk lainya. Salah satu patung yang tampak menonjol karena berukuran paling besar di antara patung-patung jerami lainnya adalah patung Dewi Sri—simbol kemakmuran dalam mitologi Jawa karena sosoknya yang lekat dengan mitos asal mula terciptanya tanaman padi. 

Patung Dewi Sri memiliki tinggi 7 meter dan lebar 2,5 meter. Tampak kokoh dan cantik, sehingga sepertinya patung ini paling banyak dijadikan sebagai spot atau latar foto oleh para pengunjung.  Selain patung Dewi Sri, ada juga patung Gajah Mada. Dalam historiografi Nusantara, Gajah Mada merupakan sosok panglima perang dan mahapatih yang sangat populer di era kejayaan Kerajaan Majapahit.  Sosok Gajah Mada populer dengan Sumpah Palapanya.

Dewi Sri Jerami
Berpose dengan latar belakang patung Dewi Sri/Badiatul Muchlisin Asti

Ada juga replika kereta kencana yang merupakan kereta kuda yang dulu jamak dijadikan sebagai alat transportasi andalan kaum bangsawan, di masa kerajaan maupun di masa kolonial. Ada juga pelbagai patung dengan karakter hewan seperti gajah, banteng, ular, dan tikus, rusa, dan lainnya. Berbagai patung atau replika fosil juga ditampilkan serta replika sepeda motor, monas, dan lain sebagainya.   

Pelbagai patung dan replika yang ditampilkan semuanya berbahan dasar jerami. Membuatnya tentu membutuhkan kemampuan seni tinggi, di samping juga menelan biaya yang tak sedikit. Untuk membuat 23 patung yang ditampilkan dalam Festival Jerami #3 menghabiskan setidaknya 10 ton jerami dan biaya mencapai puluhan juta rupiah.

Pesta Rakyat 

Festival Jerami #3 Desa Wisata Banjarejo tidak sekedar festival yang “menyulap” melimpahnya jerami menjadi aneka patung yang indah—yang menarik untuk dilihat, akan tetapi sepertinya juga didesain menjadi semacam “pesta rakyat”.

Oleh pihak panitia, perhelatan ini dilengkapi dengan aneka acara pendukung yang menjadi magnet bagi masyarakat luas untuk berkunjung dan menikmati pelbagai hiburan yang ditampilkan, selain tentu saja melihat dan mengambil dokumentasi dengan latar aneka patung jerami. Festival ini memang tidak gratis. Pengunjung harus membeli tiket. Tapi sepadan dengan hiburan yang disuguhkan. Pengunjung bisa memilih sendiri jenis hiburan yang dipilih sesuai yang agenda. Selama sepuluh hari,  panitia memang menampilkan aneka hiburan yang berbeda setiap harinya.

Seperti pada pembukaan festival, panitia menghadirkan Abah Lala—penyanyi dan pencipta lagu yang tengah naik daun karena popularitas lagu ciptaannya Ojo Dibandingke yang viral setelah dinyanyikan penyanyi cilik Farel Prayoga.  

  • Patung gajah jerami
  • Festival Jerami
  • Sepeda motor jerami

Di hari-hari selanjutnya, berturut-turut panitia menghadirkan penyanyi cover lagu yang juga lagi naik daun, Maulana Ardiansyah, dan juga Farel Prayoga—penyanyi cilik yang viral setelah sukses “menggoyang” Istana Negara. Dan masih banyak lagi hiburan lain yang ditampilkan.

Sayang, di balik riuh dan gempita masyarakat menikmati Festival Jerami #3 Desa Wisata Banjarejo, cuaca nampak sedang tidak bersahabat. Hujan yang sering mengguyur menjadi kendala tersendiri. Selain menjadi ‘penghalang’ sebagian masyarakat untuk datang, juga menjadikan lapangan tempat festival becek.

Namun, dengan segenap kelebihan dan kekurangannya, Festival Jerami #3 merupakan contoh baik (best practice) sebuah desa yang berhasrat menggeliatkan roda ekonomi melalui sebuah daya tarik wisata berupa festival berbasis kearifan lokal (local wisdom).  

Festival Jerami ini bisa menjadi pelengkap daya tarik Desa Banjarejo—yang telah dikukuhkan sebagai desa wisata pada 2016 lalu, setelah pada Senin, 15 Agustus 2022, dua museum berbasis situs purbakala yaitu Museum Banjarejo dan Museum Situs Gajahan Sendang Gandri yang berada di Desa Banjarejo diresmikan oleh Bupati Grobogan, Sri Sumarni.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Festival Jerami, Pelengkap Daya Tarik Desa Wisata Banjarejo  appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/festival-jerami-pelengkap-daya-tarik-desa-wisata-banjarejo/feed/ 0 36248
Masjid Menara Kudus, Kemegahan Arsitektur Kuno Warisan Sunan Kudus https://telusuri.id/masjid-menara-kudus/ https://telusuri.id/masjid-menara-kudus/#comments Thu, 10 Nov 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36047 Selain identik dengan jenang dan kretek, Kudus juga lekat dengan Masjid Menara Kudus. Sebuah masjid dengan bangunan megah yang sukses mengakulturasi secara padu budaya Islam, Hindu, dan Buddha. Boleh dibilang, Kudus adalah simbol nyata toleransi...

The post Masjid Menara Kudus, Kemegahan Arsitektur Kuno Warisan Sunan Kudus appeared first on TelusuRI.

]]>
Selain identik dengan jenang dan kretek, Kudus juga lekat dengan Masjid Menara Kudus. Sebuah masjid dengan bangunan megah yang sukses mengakulturasi secara padu budaya Islam, Hindu, dan Buddha.

Boleh dibilang, Kudus adalah simbol nyata toleransi dan kearifan syiar da’wah Islamiyah. Sunan Kudus yang menjadi tokoh sentral di balik keberadaan Masjid Menara Kudus dan syiar Islam di Kudus telah secara cemerlang melakonkan keanggunan sebagai seorang pendakwah.

Saat ini, Masjid Menara Kudus dengan makam Sunan Kudus yang satu kompleks, menjadi salah satu destinasi wisata religi favorit di Jawa Tengah. Setiap hari, selalu ramai dikunjungi oleh peziarah dari berbagai daerah. 

Masjid Kudus
Masjid Al-Aqsha Manarat Qudus/Badiatul Muchlisin Asti

Namanya Masjid Al-Aqsha Manarat Qudus

Populer dengan nama Masjid Menara Kudus atau Masjid Al-Manar, namun sejatinya nama resmi masjid ini adalah Masjid Al-Aqsha Manarat Qudus. Syekh Ja’far Shadiq atau yang populer dengan julukan Sunan Kudus yang mendirikannya. Lokasinya berada di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

Sejumlah sumber menyebutkan, Masjid Menara Kudus didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini didasarkan pada inskripsi berbahasa Arab yang tertulis pada prasasti batu berukuran lebar 30 cm dan panjang 46 cm yang terletak pada mihrab masjid. Peletakan batu pertama masjid ini konon menggunakan batu dari Masjid Al-Aqsa (Baitul Maqdis) di Palestina, sehingga masjid ini kemudian dinamakan Masjid Al-Aqsa.

Mengenai asal-usul nama Kudus, terdapat sebuah cerita. Syahdan, dahulu kala Sunan Kudus pergi haji lalu menuntut ilmu di tanah Arab. Selepas itu, mengajar pula di sana. Suatu saat, di tanah Arab terjadi wabah penyakit yang membahayakan. Berkat jasa Sunan Kudus, wabah itu mereda. Sebagai ungkapan rasa terima kasih, seorang Amir (pemimpin) di sana berkenan memberikan suatu hadiah kepada Sunan Kudus. Akan tetapi beliau menolak. Beliau hanya meminta kenang-kenangan berupa sebuah batu.

Batu tersebut konon berasal dari Baitul Maqdis, Palestina. Maka sebagai peringatan kepada kota di mana Ja’far Shadiq atau Sunan Kudus pernah hidup serta bertempat tinggal, kemudian diberikan nama Kudus. Bahkan menara yang terdapat di depan masjid itu pun juga populer dengan sebutan Menara Kudus.

Mengenai nama Kudus atau Al-Quds, dalam buku Encyclopaedia Islam antara lain disebutkan, “AL KUDS, the usual Arabic name for Jerusalem in later times. The Older writers call it commonly Bait al Makdis (according to some: Mukaddas), with really meant the Temple (of Solomon), a translation of the Hebrew Bethamikdath, but it because applied to the whole town.”

Ciri Khas Menara Kudus 

Masjid Menara Kudus
Menara Kudus memiliki ketinggian 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10 x 10 m/Badiatul Muchlisin Asti

Menara Kudus merupakan salah satu bagian dari bangunan Masjid Menara Kudus. Arsitektur bangunannya begitu unik, berupa bangunan batu bata ekspose yang menjulang di depan masjid.

Ketinggiannya 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10 x 10 meter. Di sekeliling bangunan berhias piring-piring bergambar yang kesemuanya berjumlah 32 buah. 20 buah di antaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dengan unta, dan pohon kurma. Sementara itu, 12 buah lainnya berwarna merah putih dengan lukisan kembang.

Di dalam menara terdapat tangga yang terbuat dari kayu juga yang mungkin dibuat pada tahun 1895 M. Bangunan dan hiasannya jelas menunjukkan adanya hubungan dengan kesenian Hindu Jawa karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian: (1) kaki, (2) badan, dan (3) puncak bangunan. Menara ini dihiasi pula antefiks (hiasan yang menyerupai bukit/segitiga kecil).

Kaki dan badan menara memiliki ukuran dengan tradisi Jawa–Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen. Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat batang saka guru yang menopang dua tumpuk atap tajug.

Pada bagian puncak atap tajug terdapat semacam mustaka (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional di Jawa yang jelas merujuk pada unsur arsitektur Jawa-Hindu.

Simbol Toleransi

Masjid Menara Kudus beserta ikon-ikon yang mengitarinya diakui merupakan simbol toleransi yang tercermin dalam strategi kultural yang “mengakomodasi” budaya dari luar Islam. Saat agama Islam masuk ke bumi Nusantara pada sekitar abad ke-7, masyarakat Nusantara memang kental oleh pengaruh kebudayaan Hindu dan Buddha.

Akulturasi budaya dipilih oleh para pendakwah seperti Walisongo sebagai strategi penyebaran dakwah Islam. Termasuk Sunan Kudus yang dalam memperkenalkan Islam menggunakan strategi akulturasi Hindu dan Islam sebagai upaya agar masyarakat bisa tertarik dan mudah menerima ajaran Islam yang baru ketika itu.

Maka tak heran bila Masjid Menara Kudus didesain dengan arsitektur yang kental dengan simbol-simbol dari agama Hindu dan Buddha. Menara masjid yang dibuat sangat mirip dengan bangunan candi Hindu merupakan cermin kuat dari akulturasi itu.

Selain menara, saat berziarah ke Masjid Menara Kudus, kita juga akan menjumpai simbol-simbol lainnya yang mencerminkan adanya akulturasi budaya itu. Salah satunya adalah tempat wudhu yang unik, yang berada di sisi sebelah selatan masjid.

  • Masjid Menara Kudus
  • Masjid Menara Kudus
  • Masjid Kudus

Tempat wudu dengan panjang 12 m, lebar 4 m, dan tinggi 3 m itu memiliki 8 pancuran dan juga masing-masing pancuran dilengkapi arca yang diletakkan di atasnya. Konsep arsitektur tempat wudu seperti itu diyakini merupakan adaptasi dari ajaran Buddha yakni Asta Sanghika Marga yang berarti “Delapan Jalan Kebenaran”. Selain itu, di serambi depan masjid terdapat gapura paduraksa, yang biasa disebut oleh penduduk sebagai “lawang kembar”.

Strategi dakwah kultural ala Sunan Kudus seperti itu bahkan juga merambah ke ranah kuliner. Sunan Kudus yang tidak mau melukai hati umat Hindu yang meyakini sapi sebagai satwa yang sakral, menjadikan Sunan Kudus melarang umat Islam menyembelih sapi. Sebagai gantinya, mereka menyembelih kerbau. Dari sinilah rahasia kuliner khas Kudus yang selalu memakai daging kerbau.

Sehingga saat berkunjung ke Kudus, maka kita akan mendapati khazanah kuliner Kudus yang sebagian besar masih bertahan menggunakan daging kerbau, seperti soto, nasi pindang, dan sate.

Makam Sunan Kudus

Masjid Menara Kudus
Para peziarah sedang berdoa dan berzikir di Makam Sunan Kudus/Badiatul Muchlisin Asti

Keberadaan Masjid Menara Kudus tidak bisa dilepaskan dari sosok di balik berdirinya masjid itu. Lalu siapakah Sunan Kudus? Sekilas dapat disebutkan, Sunan Kudus bernama asli Ja’far Shadiq. Beliau adalah putra dari R. Usman Haji yang bergelar dengan sebutan Sunan Ngudung di Jipang Panolan.

Solichin Salam dalam buku Sekitar Walisanga (1986) menyatakan, semasa hidupnya Sunan Kudus mengajarkan agama Islam di sekitar daerah Kudus khususnya, dan di Jawa Tengah pesisir pada umumnya. Beliau terhitung salah seorang ulama, guru besar agama, yang telah mengajar serta menyiarkan agama Islam di daerah Kudus dan sekitarnya.

Terkenal dengan keahliannya dalam ilmu agama, terutama adalah fak-fak ilmu tauhid, usul, hadits, sastra mantiq, dan lebih-lebih di dalam ilmu fiqih. Oleh sebab itu, beliau digelari dengan sebutan sebagai waliyyul ‘ilmi.

Menurut riwayat,  beliau juga termasuk salah seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-cerita pendek  yang berisi filsafat serta berjiwa agama. Di antara buah ciptaannya yang terkenal ialah Gending Maskumambang dan Mijil.

Makam ulama besar anggota Walisongo ini dapat dijumpai di komplek Masjid Menara Kudus, yakni terletak di sebelah barat masjid. Di kompleks pemakaman Sunan Kudus pula terdapat makam garwo (istri) beliau, berikut para ahli waris. Juga terdapat kompleks makam para pangeran, panglima perang, dan lain sebagainya. 

Makam KH. R. Asnawi

Masjid Menara Kudus
Seorang peziarah sedang berdoa di Makam KH. R. Asnawi/Badiatul Muchlisin Asti

Bahkan, di kompleks makam Sunan Kudus juga terdapat makam KH. Raden Asnawi. Beliau adalah pendiri Madrasah Qudsiyyah, salah satu madrasah tertua di Kudus. Tercatat, Madrasah Qudsiyyah dirintis sejak tahun 1917 M, namun saat itu belum memiliki nama dan tempat belajar yang tetap. Baru dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1919 M, yang bertepatan dengan tahun 1337 H, Madrasah Qudsiyyah resmi didirikan oleh K. H. R. Asnawi.

Selain sebagai pejuang di bidang pendidikan agama, KH. R. Asnawi juga dikenal sebagai salah seorang pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU). Bersama Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari dan K.H. A. Wahab Hasbullah, KH. R. Asnawi bersama-sama dengan para ulama yang hadir di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 M mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Dalam susunan pengurus NU yang pertama, KH. R. Asnawi menduduki jabatan sebagai salah seorang penasehat.

KH.R. Asnawi sendiri adalah keturunan dari Sunan Kudus yang ke XIV dan keturunan ke V dari KH. A. Mutamakin—seorang wali asal Kajen, Margoyoso, Pati yang hidup pada zaman Sultan Agung Mataram.  KH. R. Asnawi wafat pada 26 Desember 1959 M/25 Jumadil Akhir 1379 H sekitar pukul 03.00 dini hari.

Masjid Menara Kudus dengan segala keunikan arsitektur bangunannya dan romantika sejarahnya yang menawan telah menjadi daya pikat tersendiri bagi para peziarah. Jadi, bila berkunjung ke Kudus, jangan lupa berziarah ke masjid ini—menyaksikan kemegahan arsitektur bersejarah yang luar biasa, sekaligus menyusuri jejak sejarah pendakwah Islam Sunan Kudus dengan segenap kearifannya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Masjid Menara Kudus, Kemegahan Arsitektur Kuno Warisan Sunan Kudus appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/masjid-menara-kudus/feed/ 1 36047