kuliner bantul Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/kuliner-bantul/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Wed, 23 Oct 2024 10:24:50 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 kuliner bantul Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/kuliner-bantul/ 32 32 135956295 “Sego Godog” Khas Bantul di Warung Bakmi Gilang https://telusuri.id/sego-godog-khas-bantul-di-warung-bakmi-gilang/ https://telusuri.id/sego-godog-khas-bantul-di-warung-bakmi-gilang/#respond Wed, 23 Oct 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42904 Sedap bawang menguar di udara. Seperti biasanya, ibu memesan nasi goreng, sedangkan saya, lagi-lagi menjatuhkan pilihan pada seporsi sego godog. Salah satu menu khas Bantul yang enak dan kemepyar di lidah saya, meski acap kali...

The post “Sego Godog” Khas Bantul di Warung Bakmi Gilang appeared first on TelusuRI.

]]>
Sedap bawang menguar di udara. Seperti biasanya, ibu memesan nasi goreng, sedangkan saya, lagi-lagi menjatuhkan pilihan pada seporsi sego godog. Salah satu menu khas Bantul yang enak dan kemepyar di lidah saya, meski acap kali konsepnya dipertanyakan oleh beberapa teman dekat saya. 

Seperti seorang kawan yang menikahi orang Bantul. Ia mengomentari status Whatsapp saya, yang baru saja menghabiskan seporsi sego godog di Warung Bakmi Gilang. “Aku sampai sekarang nggak habis pikir dengan konsep sego godog ini. Tapi suamiku doyan.”

Saya hanya tertawa membaca pesannya malam itu. Ia merasa aneh dengan menu sedap khas Bantul yang satu ini. Bukan cuma dia. Ada beberapa kawan yang mempertanyakan hal senada pada asal usul menu yang “mengawinkan” nasi dengan mi tersebut.

“Sego Godog” di Warung Bakmi Gilang
Kaldu ayam kampung, kunci kelezatan sego godog/Retno Septyorini

Perkenalan Pertama dengan Sego Godog

Sego godog merupakan menu yang dibuat dari kombinasi nasi dan mi, yang dibumbui layaknya bakmi rebus (godok atau godog). Porsi nasi yang digunakan lebih dominan. Di sekitaran Jogja, menu sego godog bisa ditemukan di berbagai warung bakmi jawa. 

Bagi sebagian orang, sego godog mungkin terlihat agak aneh. Selain perkara nasi yang umumnya dimasak liwet atau bubur saja, sekilas sego godog terdengar seperti menu yang kurang sehat karena menggabungkan dua jenis karbohidrat dalam satu masakan. 

Padahal konsep menu dengan dobel karbo macam itu banyak kita temukan di pasaran. Mulai dari magelangan, jenang-jenangan yang bercita rasa manis, hingga camilan tradisional macam klepon cenil ataupun gatot tiwul yang sering disajikan bersamaan dalam satu porsi. 

Walaupun dikenal sebagai salah satu kuliner khas Bantul, tapi sego godog pertama yang saya coba bukan berlokasi di Bantul. Melainkan di kedai mi yang berada sisi timur Terminal Jombor, Sleman. Sayang saya lupa nama warungnya. Saking enaknya menu ini, kalau sedang berada di sekitar Jombor, saya rela buat mampir lagi untuk sekadar mencicipi sego godog-nya saja. 

“Sego Godog” di Warung Bakmi Gilang
Tampak depan Warung Bakmi Gilang di Manding, Bantul/Retno Septyorini

Sego Godog ala Bakmi Gilang, Kedai Bakmi Legendaris di Bantul

Setelah jarang main ke kota, akhirnya saya menemukan lagi menu sego godog di Warung Bakmi Gilang. Itu pun tidak sengaja. Jadi, setiap bulannya saya ada jadwal mengantar simbah kontrol ke salah satu rumah sakit di ujung selatan Bantul. Karena jadwal kontrolnya selalu malam hari, otomatis menu yang tersedia di jalan pun cukup terbatas. Kebanyakan, ya, cuma warung mi atau bakso saja.

Awalnya kami sering mampir di Warung Bakmi Gilang yang berada di Jalan Bantul. Menu yang selalu saya pesan bukan sego godog, melainkan capcai rebus. Kebetulan kalau sudah malam saya lebih suka makan yang ringan di pencernaan. Saat Warung Bakmi Gilang langganan cabang Jalan Bantul itu berkali-kali tutup, saya beralih ke Warung Bakmi Gilang yang berada di Jalan Parangtritis. Lokasinya tidak jauh dari perempatan Manding, berhadap-hadapan dengan gudang JNE.

Ternyata, Warung Bakmi Gilang merupakan salah satu warung bakmi legendaris di Bantul. Warung yang sudah ada sejak zaman simbah saya kini membuka beberapa cabang, salah satunya di kawasan Manding yang jadi favorit saya. Setelah beberapa kali mencoba, saya memerhatikan satu perbedaan yang terlihat dalam penyajian menu ini. Kedai mi di Jombor memberi tambahan mi kuning bertekstur besar, sedangkan sego godog versi orisinal di Warung Bakmi Gilang menggunakan mi putih atau bihun. 

Namun, pernah suatu malam saya penasaran. Apakah sego godog di Warung Bakmi Gilang ini bisa ditambahi dengan mi lethek saja? Ternyata, bisa-bisa saja. Bahannya memang ada, karena mi lethek juga termasuk salah satu menu yang tersedia di warung ini. 

Setelah dicicipi berulang kali, ternyata sego godog bihun putih versus sego godog mi lethek itu sebenarnya sama-sama enak. Bedanya hanya terletak di tekstur mi lethek-nya saja. Karena dibuat dari campuran tepung gaplek dan tepung tapioka, sifat mi lethek jadi mudah menyerap air. Seiring berjalannya waktu, tekstur mi lethek jadi lembek dan berukuran besar. Padahal sego godog itu enak dinikmati pelan-pelan saja. 

Maka kalau ditanya, sego godog mana yang cita rasanya lebih cocok di lidah? Saya lebih memilih sego godog versi orisinal, yang dimasak dengan tambahan bihun. Di mana pun kedainya, kemungkinan besar saya akan memilih tambahan mi putih itu saja. Plus tanpa kecap. Bagi lidah saya, tambahan kecap malah merusak cita rasa gurih dari kaldu ayam kampung yang digunakan dalam sego godog.

Perbandingan sego godog bihun putih tanpa kecap (kiri) dan sego godog mi lethek dengan kecap (kanan)/Retno Septyorini

Cara Pas Menikmati Sego Godog

Menurut saya pribadi, sego godog merupakan menu andalan buat mengusir meriang. Konon sego godog dibuat memang untuk mengusir masuk angin. Cocok pula dinikmati di tengah musim bediding yang biasanya berlangsung sampai September. Pertama, tentu karena cita rasanya yang nikmat sehingga dapat meningkatkan nafsu makan. Seperti halnya memasak bakmi jawa, umumnya sego godog juga dimasak menggunakan kaldu ayam kampung. Ibarat kata, baru nyeruput kuahnya saja sudah enak.

Kedua, tambahan bumbu bawang, suwir ayam kampung, dan telur bebek semakin menambah kelezatan dan nilai gizinya. Rasa-rasanya durasi panasnya sego godog juga terasa lebih lama dari berbagai menu lain yang ditawarkan. Rasa kemepyar-nya juga tahan lama.

Dalam penyajiannya, sego godog di Warung Bakmi Gilang diberi tambahan berupa kacang tanah goreng, bawang goreng, seledri, irisan kol dan timun. Terakhir saya mencoba, seporsi sego godog di sini dibanderol dengan harga Rp18.000. Harga yang sama untuk menu lainnya. Beberapa menu yang pernah saya coba, seperti nasi goreng dan mi lethek rebus maupun goreng, rasanya tidak ada yang gagal.

Di warung ini, kalau pesan teh panas sepaket dengan jogjogan-nya. Artinya, pesan minuman teh akan dapat dua gelas sekaligus. Yang saya ingat, minuman jeruk panasnya juga enak. Sungguh-sungguh panas dan rasa asam jeruknya pas. 

Jadi, kalau berkesempatan jalan-jalan ke Bantul, teman-teman wajib mampir ke warung bakmi lawas yang satu ini.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post “Sego Godog” Khas Bantul di Warung Bakmi Gilang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/sego-godog-khas-bantul-di-warung-bakmi-gilang/feed/ 0 42904
Kuliner Mi Pentil Khas Bantul di Pasar Imogiri https://telusuri.id/kuliner-mi-pentil-khas-bantul-di-pasar-imogiri/ https://telusuri.id/kuliner-mi-pentil-khas-bantul-di-pasar-imogiri/#respond Thu, 29 Feb 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41262 Saat berkesempatan untuk liburan ke Jogja, sebagian kawan saya biasanya tidak akan melewatkan kesempatan untuk mbakmi. Istilah yang merujuk pada aktivitas menikmati bakmi jawa di kedai mi favorit masing-masing. Sayangnya, warung bakmi jawa di Jogja...

The post Kuliner Mi Pentil Khas Bantul di Pasar Imogiri appeared first on TelusuRI.

]]>
Saat berkesempatan untuk liburan ke Jogja, sebagian kawan saya biasanya tidak akan melewatkan kesempatan untuk mbakmi. Istilah yang merujuk pada aktivitas menikmati bakmi jawa di kedai mi favorit masing-masing. Sayangnya, warung bakmi jawa di Jogja itu biasanya baru mulai buka di sore hari. Walau demikian, ada juga sebenarnya jenis mi lokal lain yang siap santap di selatan Jogja, yang pagi-pagi sudah bisa dinikmati. Namanya mi pentil. 

Mi pentil merupakan mi tradisional khas Bantul yang biasa dijual di pasar-pasar tradisional. Dua di antaranya ada di Pasar Niten dan Pasar Imogiri. Tidak seperti mi pada umumnya yang terbuat dari tepung terigu, mi pentil dibuat dari tepung singkong alias tepung tapioka. Karena itulah meski bertekstur kenyal, tetapi mi pentil termasuk jenis mi yang bebas gluten. Gluten adalah sejenis protein yang ditemukan dalam gandum, gandum hitam (rye), dan jelai (barley).

Sebenarnya bagi orang normal tidak ada pantangan untuk mengonsumsi gluten. Namun, pada orang dengan kondisi kesehatan tertentu, konsumsi gluten dapat menyebabkan reaksi yang berbeda dengan orang normal pada umumnya. Saya salah satunya. Jika dibandingkan dengan mengonsumsi mi dari gandum, perut saya cenderung lebih cocok dengan jenis mi bebas gluten, seperti mi pentil ini. 

Kalaupun sedang ingin mengonsumsi roti berbahan gandum, saya lebih cocok dengan roti yang proses pembuatannya difermentasi dalam waktu yang lebih lama, yang dikenal luas dengan sebutan sourdough. Karena itulah senang rasanya mendapati kuliner lokal yang seiring jalan dengan selera perut sendiri. Apalagi sentra pembuatannya memang ada di Kabupaten Bantul, yang tidak lain merupakan domisili saya.

Kuliner Mi Pentil Khas Bantul di Pasar Imogiri
Salah satu penjual mi pentil di Pasar Imogiri Bantul/Retno Septyorini

Bentuk Olahan Mi Pentil Khas Bantul

Sesuai namanya, salah satu mi khas Bantul ini bentuknya gilik layaknya pentil sepeda. Penyebutannya juga sama persis dengan pentil sepeda. Bukan yang lain. Di sekitar tempat tinggal saya, mi pentil biasa dijual di pagi hari. Mi jenis ini bisa ditemui di berbagai pasar tradisional di kawasan Bantul. Kalau sedang kangen dengan mi yang satu ini, biasanya saya melipir sebentar di Pasar Niten atau Pasar Imogiri. Dua pasar yang acap kali saya sambangi saat kangen mencicipi mi tradisional khas Bantul yang satu ini. 

Pasar Niten merupakan pasar tradisional terdekat dari rumah, sedangkan Pasar Imogiri adalah pasar yang thiwul gurihnya merupakan jajanan favorit simbah. Jadinya kalau beli biasanya di antara dua pasar ini. Sebenarnya selain mi pentil, di Bantul sendiri ada jenis mi lokal lain yang rasanya mirip mi pentil. Namanya mides. Mides bisa dibilang “kakaknya” mi pentil. Bedanya hanya di ukuran mi yang lebih besar saja. 

“Kalau mi pentil dibuatnya dengan cara digiling, sedangkan mides dengan cara diiris,” ujar Bu Ngatirah, salah satu pedagang mi pentil yang saya temui pada Senin (15/01/2023) lalu. Meski dibuat dari bahan yang sama, tetapi mi pentil dan mides biasa diolah dengan cara yang berbeda. 

Kuliner Mi Pentil Khas Bantul di Pasar Imogiri
Memasak mides sendiri di rumah/Retno Septyorini

Mi pentil biasa dimasak dengan cara ditumis saja. Itu pun hanya diberi bumbu sederhana layaknya membuat mi pada umumnya. Bedanya, memasak mi pentil tidak diberi tambahan topping, seperti telur maupun potongan sayur, baik sawi hijau maupun kol. Paling mentok ditambahi dengan seuprit bawang merah goreng dan sambal. Kalau dilihat-lihat, wujud mi pentil itu persis mi goreng polosan. Meski terdengar sederhana, tetapi rasa mi yang tidak neko neko ini kadang ngangenin  juga.

Mi pentil matang biasanya ditempatkan di atas tampah yang dialasi daun pisang. Sampai saat ini belum pernah saya dapati mi pentil yang dimasak dengan cara direbus. Pun tidak pernah menemukan kedai khusus yang menjual mi pentil. Saya hanya menemukannya dijual matengan di berbagai pasar tradisional di sekitar Bantul. Berbeda dengan mides yang biasa diolah dengan cara digoreng maupun direbus dadakan sesuai pesanan. 

Selain bisa ditemui di berbagai pasar tradisional di Bantul, mi pentil juga kadang bisa ditemukan di warung sayur rumahan. Orang sini biasa menyebutnya dengan istilah warung tetangga. Pembeda keduanya hanya porsi mi pentil yang bisa dibeli saja. Kalau beli langsung di pasar sistemnya bisa minta berdasarkan porsi atau timbangan. Namun, jika beli di warung tetangga biasanya dijual per porsi kecil dengan harga mulai dua ribuan rupiah.

Saya sendiri lebih suka beli mi pentil langsung di pasar karena bisa pakai sistem timbangan atau atur harga sesuai kebutuhan, seperti beli lima atau sepuluh ribu rupiah. Kemarin seperempat mi pentil dibanderol dengan harga Rp7.000 saja. Selain porsi belinya bisa lebih banyak, jajan di pasar tradisional itu bisa sekalian bawa pulang aneka jajanan enak lainnya. Beda jauh kalau beli di warung tetangga yang satu atau dua kali lahap saja mi-nya sudah “lenyap”. 

Kuliner Mi Pentil Khas Bantul di Pasar Imogiri
Bentuk mi pentil seharga dua ribuan/Retno Septyorini

Tertambat Thiwul Bu Rustanganah di Pasar Imogiri

Di antara dua pasar tradisional yang pernah saya sambangi, yakni Pasar Niten dan Pasar Imogiri, pada Pasar Imogiri-lah hati ini kerap tertambat lagi dan lagi. Soalnya tepat di samping ruko tempat jualan mi pentil, saya juga menemukan ibu-ibu yang jualan aneka olahan singkong mulai dari kicak, thiwul, gatot, hingga sego jagung yang enak. Bu Rustanganah namanya. Thiwul di sini memang sesuai selera saya. Gurih manisnya enak jadi nggak bikin enek di mulut.

Spesialnya lagi, Bu Rustanganah juga menyediakan thiwul gurih tanpa gula. Biasanya dijual dengan pendamping berupa sambal terong dan daun pepaya rebus yang nggak pahit-pahit amat. Kebetulan thiwul gurih di sini merupakan salah satu jajanan favoritnya simbah saya. Jadi, kalau menyempatkan ke sana, biasanya saya langsung njujug di dua ruko tersebut. Kalau ada yang penasaran ingin mencicip mi di Pasar Imogiri, teman-teman bisa masuk lewat pintu depan pasar lalu belok kiri sampai menjumpai gapura bercat cokelat muda. Nanti kios keduanya berada di sisi kiri jalan.

Tidak seperti mi pada umumnya yang dijual dengan warna senada, mi pentil menawarkan dua pilihan warna yang perbedaannya terbilang mencolok. Ada yang berwarna kuning dan ada pula yang yang putih. Soal rasa tidak ada bedanya, kok. Sebab cara pengolahannya sama-sama ditumis dengan bumbu minimalis. Biasanya dalam setampah mi yang dijual di pasar, setengahnya berwarna putih, setengah lainnya berwarna kuning. Tinggal pilih sesuai selera saja. 

Kuliner Mi Pentil Khas Bantul di Pasar Imogiri
Pasar Rakyat Imogiri di Bantul/Retno Septyorini

Yang bikin mi pentil di Pasar Imogiri itu tambah spesial adalah karena mi di sini biasa dibungkus dengan daun jati, bukan mika atau plastik bening yang kini jamak dipakai oleh sebagian pedagang makanan. Sayangnya, sampai saat ini saya belum pernah menemukan mie pentil dalam kondisi mentah. Dari dulu nemu-nya, ya, mi pentil matang bercita rasa gurih yang hanya diberi topping seuprit sambal dan bawang merah goreng. Beda dengan mides yang dijual pula dalam kondisi mentah. Meski demikian, saya tidak pernah bosan dengan mi lokal dari Bantul ini. Soalnya selain enak dan murah, makan mi pentil tidak membuat perut saya terasa begah.

Bagi yang penasaran dengan rasanya, jangan lupa mencoba juga saat berkesempatan liburan di Jogja, ya! Apalagi kalau ada agenda jalan-jalan ke Imogiri. Bisalah mampir sebentar di Pasar Imogiri buat mencicipi salah satu ikon kuliner khas Bantul yang satu ini.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kuliner Mi Pentil Khas Bantul di Pasar Imogiri appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kuliner-mi-pentil-khas-bantul-di-pasar-imogiri/feed/ 0 41262