kuliner yogyakarta Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/kuliner-yogyakarta/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 24 Jan 2023 01:39:10 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 kuliner yogyakarta Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/kuliner-yogyakarta/ 32 32 135956295 Gudeg Yu Yah, Kuliner Malam Favorit Mahasiswa Jogja https://telusuri.id/gudeg-yu-yah-kuliner-malam-favorit-mahasiswa-jogja/ https://telusuri.id/gudeg-yu-yah-kuliner-malam-favorit-mahasiswa-jogja/#respond Tue, 24 Jan 2023 04:03:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36932 Mampir ke Yogyakarta, tentu rasanya belum sah jika belum mencicipi kuliner yang satu ini: gudeg. Masakan yang terbuat dari cacahan nangka muda yang diolah dengan gula merah dan dipadukan dengan potongan krecek yang ditumis dengan...

The post Gudeg Yu Yah, Kuliner Malam Favorit Mahasiswa Jogja appeared first on TelusuRI.

]]>
Mampir ke Yogyakarta, tentu rasanya belum sah jika belum mencicipi kuliner yang satu ini: gudeg. Masakan yang terbuat dari cacahan nangka muda yang diolah dengan gula merah dan dipadukan dengan potongan krecek yang ditumis dengan potongan cabai, dan siraman kuah areh yang terbuat dari santan. Kuliner yang bercita rasa manis ini memang menjadi primadona makanan berat di Yogyakarta, dan menjadi salah satu opsi oleh-oleh khas daerah selain bakpia pathok. Meski awalnya lidah saya kesulitan untuk beradaptasi dengan makanan manis, namun setelah lima tahun tinggal di Yogyakarta dan mencicipi berbagai gudeg, saya mulai terbiasa dan menikmati cita rasanya.

Dalam banyak kesempatan, ketika harus menjamu teman-teman maupun keluarga dari luar pulau yang hendak main ke Yogyakarta, tak jarang saya mendapat komentar dari mereka yang mencoba gudeg untuk pertama kali. 

Wah, enak sih, tapi manis sekali!” 

Saya biasanya akan memberikan gambaran dulu kepada para tamu tentang cita rasa yang akan diperoleh dari mencicipi kuliner yang satu ini.

Setelah mencoba berbagai jenis gudeg, saya akhirnya paham bahwa makanan ini punya banyak varian. Gudeg yang paling populer biasanya kita sebut sebagai gudeg kering, disebut demikian karena seluruh lauk dan isiannya relatif kering tidak berkuah. Gudeg kering menjadi varian gudeg yang paling sering menjadi incaran utama wisatawan yang datang dan menjadi oleh-oleh khas untuk dibawa ke kota asal. Gudeg kering biasanya memiliki cita rasa yang relatif sangat manis, bisa jadi karena harus dimasak lama dengan banyak gula merah untuk mendapatkan tekstur yang sedemikian rupa. Sepanjang pengamatan saya, gudeg kering biasanya dijual dari pagi sampai malam hari. 

Seporsi Nasi Gudeg
Seporsi Nasi Gudeg/Ully Shara

Kalau penasaran dengan rasa gudeg kering, kamu dapat mengunjungi Gudeg Yu Djum ataupun Gudeg Bu Amad di Jalan Selokan Mataram ataupun langsung menuju Sentra Gudeg Yogya di Kampung Wijilan, yang mana sepanjang jalan terdapat berbagai kedai yang menjual gudeg. Gudeg kering juga tersedia dalam bentuk kemasan kaleng, sehingga aman dibawa sebagai oleh-oleh.

Jenis lainnya biasa disebut sebagai gudeg basah, yang saya amati banyak dijual justru di tengah malam hingga dini hari. Maka dari itu, gudeg basah bahkan bisa dibilang sebagai salah satu kuliner malam. Gudeg basah biasanya tidak terlalu manis dengan sajian krecek yang dimasak berkuah dan relatif lebih pedas. Kuah areh yang diberikan juga lebih gurih dan encer. 

Di beberapa tempat, biasanya pilihan lauknya akan lebih bervariasi dan sudah pasti pedas. Sebut saja gudeg mercon, yang menyajikan tumisan daging dan tetelan sapi berkuah yang sangat pedas, sehingga disebut sebagai ‘mercon’. Kalau saya boleh bilang, agaknya gudeg basah lebih cocok untuk teman-teman yang tidak terlalu suka rasa manis.

Jika tertarik mencicipi gudeg basah, kamu bisa datang ke Gudeg Yu Yah yang berlokasi di Jalan Magelang No. 129 A. Di sini, menyediakan 20 jenis lauk pauk yang bisa dipilih untuk mendampingi sensasi makan gudeg. Rata-rata lauk yang disajikan berupa tumisan yang tentunya memiliki banyak potongan cabai, sebut saja tumis mercon, tumis ikan teri, tumis jamur, ikan peda cabai. Kemudian ada juga baceman telur, tempe, tahu serta suwir ayam, telur sambal, dadar, gelatin kecap, hingga berbagai jenis sate seperti sate telur puyuh, sate usus, sate hati, sate brutu, dan berbagai jenis gorengan seperti tahu bakso, mendoan, dan lumpia. 

Memang mungkin rasanya jadi tidak sesuai dengan gudeg pada umumnya tetapi perpaduan cita rasa ini tidak kalah nikmat dari yang lainnya. Bagi saya justru membuat cita rasanya ini semakin komplit.

Makan gudeg tidak selalu identik dengan nasi di berbagai tempat—termasuk Gudeg Yu Yah—nasi  bisa diganti dengan bubur. Istilahnya bubur gudeg. Kadang kala juga banyak dijual di pagi hari sebagai opsi sarapan.

Gudeg Yu Yah cukup legendaris, apalagi bagi kalangan anak muda dan mahasiswa di Yogyakarta. Hanya buka di malam hari, mulai dari jam 20.00 sampai jam 03.30 dini hari, Gudeg Yu Yah jadi salah satu destinasi mahasiswa yang kelaparan tengah malam. 

Belum lagi mengingat harganya yang cukup murah, hanya sekitar 15.000-20.000 rupiah per porsi bergantung pada lauk-pauk yang kita pilih. Berbagai lauk khususnya tumisan dan sayur ini bisa kamu peroleh mulai dari harga Rp2.000 saja. Sedangkan berbagai jenis sate yang disajikan hanya dibanderol dengan harga Rp3.000.

Lokasi tempat makannya bisa dibilang cukup sederhana, berada di emperan beberapa ruko layaknya street food pada umumnya. Pengunjung nantinya dapat duduk di tikar-tikar yang digelar di bantaran ruko. Jangan heran kalau kuliner satu ini justru semakin malam akan semakin ramai, penuh dengan anak muda. 

Walaupun tempatnya sederhana, Gudeg Yu Yah ini relatif sangat bersih. Sensasi makan ini juga akan bertambah dengan iringan berbagai lagu yang dibawakan oleh para pengamen bersuara merdu. Tak jarang, banyak juga pengunjung yang akhirnya ikut me-request lagu, bernyanyi bersama, bahkan karaoke dengan diiringi lantunan musik. Secara suasana, cukup mirip dengan suasana makan di pinggiran Jalan Malioboro. 

Gudeg Yu Yah bisa dibilang favorit masyarakat lokal, belum banyak wisatawan yang tahu atau bahkan berkunjung ke sini. Kalaupun ada pendatang yang hadir, biasanya merupakan perantau yang dulunya berkuliah atau pernah tinggal di Yogyakarta. Tak jarang pula ada yang datang karena mendapat rekomendasi dari temannya. Menurut cerita si penjual, tempat makan inisendiri sudah buka dari tahun 2011, yang awalnya hanya berupa warung tenda kecil dengan pilihan lauk yang terbatas sampai terkenal dan ramai sampai sekarang,

Sudah bertambah satu nih daftar kuliner. Jadi kapan kamu ke Yogyakarta?

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Gudeg Yu Yah, Kuliner Malam Favorit Mahasiswa Jogja appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/gudeg-yu-yah-kuliner-malam-favorit-mahasiswa-jogja/feed/ 0 36932
Kuliner Prancis dan Arsitektur Jawa dalam Cinema Bakery Yogyakarta https://telusuri.id/kuliner-prancis-dan-arsitektur-jawa-dalam-cinema-bakery-yogyakarta/ https://telusuri.id/kuliner-prancis-dan-arsitektur-jawa-dalam-cinema-bakery-yogyakarta/#respond Sat, 25 Jun 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=34111 Upaya pemasaran dan promosi di era ini telah mencapai kemutakhiran, terutama di antara kawula muda. Saat ini istilah fear of missing out (FOMO) menjadi kata yang lekat bagi generasi muda yang cakap teknologi dan seakan...

The post Kuliner Prancis dan Arsitektur Jawa dalam Cinema Bakery Yogyakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
Upaya pemasaran dan promosi di era ini telah mencapai kemutakhiran, terutama di antara kawula muda. Saat ini istilah fear of missing out (FOMO) menjadi kata yang lekat bagi generasi muda yang cakap teknologi dan seakan tak bisa lepas dari sosial media. Fear of missing out atau diterjemahkan kasar menjadi ketakutan untuk menjadi yang tertinggal, marak digunakan sebagai strategi pemasaran untuk meningkatkan popularitas suatu produk, layanan, dan tempat.

Fenomena suatu tempat menjadi marak dikunjungi, café dilabeli istilah ‘hits’, serta restoran didatangi pelanggan secara berbondong-bondong merupakan buah dari FOMO tersebut. Sebuah bakeri dan kafe kecil yang tersembul di antara ramainya Jalan Palagan Yogyakarta menjadi bukti nyata akan fenomena yang satu ini.

Saya dan tiga orang teman—generasi Z yang hobi main sosial media—menjadi sasaran empuk bagi pemasaran berbasis FOMO. Berkunjunglah kami ke tempat ini, dengan harapan menemukan kudapan lezat dan tempat yang bagus untuk diabadikan dalam foto, menjadi bukti bahwa promosi dari mulut ke mulut dalam platform sosial media mampu menghadirkan rasa penasaran dan tidak mau ketinggalan dalam diri kami. 

Kala itu, sosial media Twitter dihebohkan oleh sebuah utas yang membahas tentang café cantik dengan estetika khas Prancis menjual pastry dan kue dengan harga sangat terjangkau. Lantas, kami tidak mau ketinggalan hype-nya dan langsung ingin bergegas ke sana. 

Perjalanan menuju Cinema Bakery dapat dikatakan cukup membingungkan dan unik. Meskipun terletak di Jalan Palagan, kami harus melewati perkampungan, kebun, hingga tambak lele. Jika tidak menggunakan maps, tentunya kami bisa tersesat saat itu. Kami pun sampai ke café mungil berwarna putih yang diapit oleh pepohonan setelah sepuluh menit mengendarai motor dari Jalan Palagan. 

Cinema Bakery Yogyakarta

Bangunan Cinema Bakery menimbulkan kesan vintage dari segi bentuk serta bahan penyusunnya. Bentuk bangunan Cinema Bakery menyerupai sebuah joglo, namun dengan atap yang didesain lebih sempit dan terlihat modern dari joglo pada umumnya. Bangunan tersebut disusun dari kayu yang dicat putih, memberikan kesan vintage namun cantik. 

Dua jendela besar membuat kami dapat mengintip ke interior Cinema Bakery dan jajaran kue yang dipajang di etalase. Tulisan berbahasa Inggris dan Prancis menghias jendela café, ditulis dengan font bergaya klasik. Eksterior café ini cantik untuk diabadikan dalam foto, sekaligus kian mengundang pengunjung untuk masuk.

Kesan vintage semakin kental saat kami sudah masuk ke bagian utama café. Paduan interior khas Eropa dan Jawa berkolaborasi apik untuk menciptakan interior yang nyaman dipandang mata. Ubin kuning khas arsitektur keraton, beberapa meja tua bergaya Jawa, lukisan dan pajangan ala Prancis, serta deretan kudapan favorit khas Jawa dan Eropa Menyusun ruangan tersebut. 

Pemandangan sore dan perangkat makanan estetis ala Cinema Bakery/Dyah Sekar Purnama

Berbagai menu pastry, kue, roti, pai, hingga es krim tersedia dalam café ini. Makanan tersebut dipajang dalam etalase dan lemari es ala bakery yang langsung menyambut kami begitu masuk. Croissant mengilat, kue cokelat menggugah selera, macaroon warna-warni, dan banyak jenis makanan lain berjajar rapi mengundang kita untuk membeli. 

Selain menggugah selera, pastry dan kue di Cinema Bakery dijual dengan harga bersahabat. Pastry ukuran kecil dibanderol dengan harga Rp7.500, sedangkan ukuran besar seharga Rp13.500. Terdapat berbagai jenis kue tart disini, semuanya dibanderol dengan kisaran harga Rp20.000 – Rp30.000. Roti-rotian, seperti baguette dan sourdough, juga dijual dengan harga terjangkau yakni di kisaran Rp10.000 – Rp20.000. 

Tersedia juga makanan asin seperti quiche dan pizza, yang dijual dengan harga sedikit lebih mahal yakni di kisaran Rp30.000 – Rp40.000. Namun mengingat pastry dan kue disini dibuat oleh chef berkebangsaan Prancis yang mulai naik daun, arga tersebut sangatlah terjangkau.

Mencicipi Kue Prancis Buatan Chef Cedric dalam Bangunan Bergaya Jawa

Kami diarahkan ke bagian belakang joglo Cinema Bakery untuk menikmati kudapan. Tempat duduk di Cinema Bakery tersedia dengan konsep semi-outdoor, kami duduk dalam ruang beratap, namun tidak ada yang membatasi kami dengan bagian luar café. Udara dingin membelai kulit sebagai sisa dari hujan yang turun sore itu. Suasana sore yang dingin dan interior Cinema Bakery yang hangat, dengan lampu kuning dan kursi bergaya vintage, membuat pengunjung betah berlama-lama disini. 

Oreo Cheesecake, Red Velvet, dan Lemon Tart khas Cinema Bakery/Dyah Sekar Purnama

Kami membeli beberapa pastry, roti, dan kue andalan Cinema Bakery, antara lain adalah baguette, lemon tart, cheesecake Oreo, kue opera, sable, pastry berupa pain au chocolat, dan quiche daging. Secara umum, semuanya enak serta membuat kami makan dengan lahap dan kenyang. Kami juga tidak memesan minum karena Cinema Bakery menyediakan satu botol besar air mineral, lengkap dengan set gelas cantik, untuk para tamu dine-in

Baguette milik Cinema Bakery memiliki tekstur yang keras seperti baguette pada umumnya. Terdapat sensasi remahan di bagian kulit baguette. Uniknya, rasa baguette ini sedikit asin dan gurih. Satu baguette dapat dibagi menjadi sepuluh potong, sehingga cocok untuk dimakan bersama-sama.

Sable (kiri) dan Roti Pain Au Chocolat (kanan)/Dyah Sekar Purnama

Pain au chocolat merupakan sejenis croissant dengan kulit meremah dan berkilat serta isian cokelat. Pain au chocolat di Cinema Bakery cukup cocok dengan selera saya, yakni renyah dan tidak terlalu berminyak. Bagian tengah dari roti ini terasa lembut, ditambah terdapat cokelat yang tidak terlalu manis. 

Kue andalan yang direkomendasikan Cinema Bakery adalah lemon tart. Lemon tart milik Cinema Bakery memiliki warna kuning lembut dengan krim meringue putih di atasnya. Kue tersebut memiliki cita rasa lemon yang kuat namun tidak terlalu asam, tekstur lembut, serta rasa manis dari meringue. Keunikan rasa lemon tart membuat kue ini pantas menjadi andalan Cinema Bakery. 

Kue lain yang kami coba adalah kue opera dan cheesecake Oreo. Tidak ada yang spesial dari cheesecake Oreo, rasanya manis, paduan tekstur lembut dan renyah mendominasinya, namun kurang terasa kejunya. Kue opera cukup membuat kami takjub. Kue tersebut memiliki cita rasa kopi yang kuat dan paduan cokelat yang tidak terlalu manis sehingga mampu memanjakan lidah.

Terdapat biskuit unik yang wajib untuk dicoba ketika mengunjungi Cinema Bakery yakni sable kacamata. Sable merupakan cookies asal Prancis, tepatnya dari wilayah Normandy, yang berbasis mentega dan memiliki tekstur meremah. Sesuai namanya, sable yang dijual di Cinema Bakery berbentuk menyerupai kacamata, dengan bentuk kapsul dan memiliki dua cekungan yang diisi selai stroberi. Biskuit yang satu ini layak menjadi favorit karena paduan rasa manis, asam, serta tekstur remahnya. Biskuit tersebut akan lebih berkesan jika dikonsumsi bersama secangkir teh atau kopi hangat.

Satu kesan yang saya dapatkan dari Cinema Bakery adalah café ini estetis dan Instagramable secara natural. Mulai dari interior, peralatan makan, suasana, hingga pemandangan, menyiratkan kesan cantik dan nyaman untuk dikunjungi. Pengalaman menyenangkan dengan kudapan lezat dan tempat bernuansa homey tersebut pun didapatkan dengan harga yang bersahabat.  Lebih uniknya lagi, konsep makanan Prancis café ini mampu berkolaborasi unik dengan budaya lokal Yogyakarta, yaitu bangunan berbentuk Joglo. Cinema Bakery menjadi café-bakery Yogyakarta yang dapat dimasukkan ke dalam bucket list liburan. Harga terjangkau dan hidangan berkualitas mampu memikat pengunjung dari segala usia. Dijamin, Cinema Bakery akan membuat kita terpesona di kunjungan pertama!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kuliner Prancis dan Arsitektur Jawa dalam Cinema Bakery Yogyakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kuliner-prancis-dan-arsitektur-jawa-dalam-cinema-bakery-yogyakarta/feed/ 0 34111
5 Kuliner Otentik Yogyakarta, dari Keraton Sultan sampai Warung Jalanan https://telusuri.id/5-kuliner-otentik-yogyakarta/ https://telusuri.id/5-kuliner-otentik-yogyakarta/#comments Thu, 03 Feb 2022 09:04:00 +0000 https://telusuri.id/?p=32520 Apa yang menarik dari suatu tempat ketika kita lagi jalan-jalan? Sebagian besar pasti menjawab adalah kulinernya. Olahan kuliner suatu daerah adalah salah satu hal wajib untuk dinikmati ketika menjejakkan diri di suatu tempat. Kuliner lokal...

The post 5 Kuliner Otentik Yogyakarta, dari Keraton Sultan sampai Warung Jalanan appeared first on TelusuRI.

]]>
Apa yang menarik dari suatu tempat ketika kita lagi jalan-jalan? Sebagian besar pasti menjawab adalah kulinernya. Olahan kuliner suatu daerah adalah salah satu hal wajib untuk dinikmati ketika menjejakkan diri di suatu tempat. Kuliner lokal datang dengan sebuah cerita; bagaimana terbentuknya suatu masakan dari bahan-bahan yang ada, bagaimana ia kemudian dinisbatkan sebagai kebanggaan lokal.

Yogyakarta, pusat kekuasaan dari kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, terkenal dengan wisata budaya dan sejarah juga menyimpan sejumlah kuliner khas yang tidak ditemukan di daerah lainnya. Menyoal rasa, tentu yang paling diingat dari Yogyakarta adalah kuliner dengan rasa yang manis. Meski berbeda lidah dan preferensi rasa, semua pasti setuju bahwa kuliner Yogyakarta adalah salah satu kuliner paling enak di Indonesia. 

TelusuRI mencoba merangkum dari berbagai sumber dan mengumpulkan kuliner-kuliner otentik dari provinsi yang termasuk daerah istimewa; dari keraton sampai jalanan kota.

Gudeg Telur
Gudeg Telur via Flickr/Herman Saksono

1. Gudeg Telur

Gudeg telur merupakan salah satu kuliner dari keraton Yogya. Gudeg satu ini berbeda dengan gudeg yang biasa diolah di luar keraton yang berbahan dasar nangka muda karena menggunakan kluwih sebagai bahan dasar. Isian lainnya yakni sayurnya yang diolah dari daun melinjo, yang berbeda dengan gudeg kebanyakan yang menggunakan daun singkong ataupun pepaya. 

Sekilas, tampaknya tidak berbeda begitu jauh dengan gudeg pada umumnya. Orang luar Yogyakarta akan susah mengenali tampilan gudeg keraton dari pengamatan.

Kue Kipo
Kue Kipo via Instagram/Selma Wahida

2. Kue Kipo

Kue Kipo adalah panganan tradisional yang berasal dari Kota Gede. Warnanya hijau, berbentuk lonjong, dan teksturnya kenyal karena terbuat dari tepung ketan dengan diisi kelapa. Tepung ketan yang digunakan biasanya tepung yang diolah sendiri dan bukan tepung yang sudah jadi, hal ini berguna untuk menjaga kekenyalan kue ini. Warna hijaunya berasal dari pandan, yang menjadi campuran utama selain air kapur sirih.

Isiannya berupa kelapa yang diberi gula merah. Kue Kipo dibuat dengan dipanggang pada tembikar dan diawasi agar mudah dibolak balik. Usut punya usut, ternyata kipo adalah kependekan dari iki opo, yang mana ceritanya ketika kue ini disuguhkan orang-orang bertanya “iki opo?”  yang akhirnya menjadi kipo. 

Mbah Mangun Irono berhasil membangkitkan panganan yang disukai oleh keraton Mataram ini dari kepunahan pada 1946, dan sekarang usaha kue kiponya diteruskan oleh anak cucunya yakni kios kue Bu Djito.

Entok Slenget
Entok Slenget via Twitter/Starindotravel

3. Entok Slenget

Yogyakarta tidak selalu lekat dengan ciri khas kuliner yang cenderung punya rasa manis, ada juga lho kuliner pedasnya! Salah satu yang paling terkenal (dan pastinya otentik) adalah entok slenget.

Entok Slenget Kang Tanir yang berada di daerah Sleman menyediakan entok (Cairina Moschata) yang populer dengan dagingnya yang lebih alot dari daging itik biasa, dimasak dengan bumbu cabai dan rempah-rempah lainnya dengan tingkat pedas yang bisa diatur. Meskipun terkenal alot, Kang Tanir berhasil menepis anggapan tersebut dan berhasil menyajikan daging entok yang lezat. 

Selain entok slenget, ada menu lainnya yang disediakan Kang Tanir yaitu balungan entok yaitu berupa tulang-tulang entok yang sudah diberi bumbu dan kuah serupa. Cara memasaknya masih menggunakan cara tradisional yaitu menggunakan anglo yang masih memakai arang untuk menyalakan api. Kang Tanir sudah mulai menggeluti usaha ini dari 2006, tidak heran kalau sekarang warung makannya terkenal seantero Yogyakarta bahkan luar daerah. 

Mie Lethek
Mie Lethek via Flickr/Alfianwidi

4. Mie Lethek

Ada berapa jenis mie di Indonesia? Sepertinya sangat sulit untuk menyebutkannya satu per satu. Salah satu jenis mie yang berasal dari Bantul adalah mie lethek yang terbuat dari tepung tapioka. Sesuai namanya yakni lethek atau kusam, warna mie ini memang kurang menarik jikalau dibandingkan dengan mie-mie lainnya. Bentuknya menyerupai dengan bihun yang berwarna coklat.

Pembuatan mie lethek pun masih dengan cara tradisional yaitu menggunakan tenaga sapi untuk memutar alat pembuat mienya. Warung-warung di sekitar Bantul banyak menyediakan bakmi Jawa dengan mie lethek sebagai bahan utamanya. Jadi penasaran kan bagaimana rasanya bakmi Jawa dengan mie lethek?

Sate Klatak
Sate Klatak via Flickr/Dyah Ksumastsyaningrum

5. Sate Klatak

Sate Klatak menjadi sate khas yang berasal dari Yogyakarta yang terbuat dari daging kambing. Asal mula disebut klatak konon dari pembakaran daging kambing yang ditaburi garam akan berbunyi “klatak klatak”.

Tidak seperti sate pada umumnya yang menggunakan bumbu kacang atau kecap, sate ini hanya menggunakan garam pada saat dibakar. Tusuk sate yang digunakan juga bukan terbuat dari kayu, melainkan dari besi jeruji sepeda yang dapat menghantarkan panas lebih baik hingga ke dalam daging.  Sate klathak disajikan dengan kuah gulai, cabe, serta irisan bawang merah. 

Warung yang terkenal menyajikan sate klatak di Yogyakarta antara lain Sate Klathak Pak Jede yang berada di Sleman dan Sate Klathak Pak Pong yang berada di Bantul.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post 5 Kuliner Otentik Yogyakarta, dari Keraton Sultan sampai Warung Jalanan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/5-kuliner-otentik-yogyakarta/feed/ 1 32520