lalab sunda Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/lalab-sunda/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 03 Feb 2023 07:31:24 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 lalab sunda Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/lalab-sunda/ 32 32 135956295 Lalab, Budaya Kuliner Sunda: Mengeksplorasi Kekayaan Vegetasi https://telusuri.id/lalab-budaya-kuliner-sunda-mengeksplorasi-kekayaan-vegetasi/ https://telusuri.id/lalab-budaya-kuliner-sunda-mengeksplorasi-kekayaan-vegetasi/#respond Wed, 15 Feb 2023 04:00:13 +0000 https://telusuri.id/?p=37231 Dalam khazanah kuliner Indonesia, budaya kuliner masyarakat Sunda telah lama identik dengan kebiasaan melalab. Jejak-jejak historis-arkeologis itu dapat dibaca di buku Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték Jilid 1 anggitan Dr. Riadi Darwis. Tradisi makan...

The post Lalab, Budaya Kuliner Sunda: Mengeksplorasi Kekayaan Vegetasi appeared first on TelusuRI.

]]>
Dalam khazanah kuliner Indonesia, budaya kuliner masyarakat Sunda telah lama identik dengan kebiasaan melalab. Jejak-jejak historis-arkeologis itu dapat dibaca di buku Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték Jilid 1 anggitan Dr. Riadi Darwis.

Tradisi makan lalab sebagaimana yang tertuang pada sejumlah prasasti dan naskah Sunda kuno, menurut Riadi Darwis, menegaskan bahwa budaya mengonsumsi lalab sudah cukup tua. Bisa jadi, umurnya sejak manusia hadir ke muka bumi.

Riadi Darwis lalu mengingatkan cerita dalam Alquran tentang kisah manusia pertama, Nabi Adam dan Siti Hawa, ketika tergoda ingin memetik dan memakan buah pohon khuldi karena terkena bujuk rayu iblis, hingga akhirnya mereka diturunkan dari surga ke bumi. 

Buku Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték
Buku Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték Jilid 2 diterbitkan oleh UPI Press, Bandung/Badiatul Muchlisin Asti

Lalab dan Citra Budaya Makan Sunda

Sejarawan kuliner Indonesia, Fadly Rahman, dalam artikel berjudul Sunda dan Budaya Lalaban: Melacak Masa Lalu Budaya Makan Sunda (Metahumaniora, nomor 3, Desember 2018) meneguhkan tradisi kuliner lalab pada masyarakat Sunda yang telah berlangsung sejak masa kuno berdasarkan telaah terhadap bukti tinggalan tertulis  dalam prasasti dan naskah.  

Menurut Fadly Rahman, tradisi lalab selaras dengan lingkungan alam Sunda berupa citra tanah suburnya yang mendukung pertumbuhan banyak jenis tanaman bermanfaat untuk bahan lalab. Tradisi itu kemudian membentuk keunikan budaya makan Sunda jika dibandingkan dengan budaya makan di wilayah lainnya di Indonesia.

Kedatangan orang-orang Eropa mempengaruhi kebiasaan makan orang Indonesia. Di antaranya dengan meningkatnya tingkat konsumsi daging. Hal itu seiring dengan pembudidayaan hewan ternak pada abad ke-19 di Jawa dan berbagai wilayah lainnya. 

Namun, kecenderungan itu tidak menampak di kawasan Jawa Barat. Populasi ternak di Jawa Barat ternyata tercatat rendah. Kondisi ini turut berpengaruh pada rendahnya konsumsi protein hewani di kalangan masyarakat Sunda. 

Hingga awal abad ke-20, menurut Fadly Rahman, kebiasaan makan orang Sunda ternyata tetap diidentikkan lekat dengan konsumsi nabati daripada hewani. Setidaknya dalam beberapa riset botani yang dilakukan sarjana kolonial, istilah groentengerechten (makanan sayuran) acap menyebut kata lălăb (sic.) sebagai makanan Soendaneezen (orang Sunda).

Sampai saat ini, lalab boleh dibilang merupakan budaya kuliner yang mencirikan orang Sunda. Sehingga ada yang berkelakar bahwa orang Sunda ‘suka daun muda’—yang dimaksud tentu adalah lalab yang sebagian besar merupakan dedaunan muda.

Kekayaan Vegetasi

Murdijati Gardjito, dkk dalam buku Kuliner Sunda, Nikmat Sedapnya Melegenda (2019) menyatakan, orang Sunda dapat memilah dan memilih daun yang akan dijadikan lalab. Mereka mendapatkan pengetahuan tentang tanaman secara turun-temurun dari orang tuanya. Sejak kecil mereka melihat orang tua dan masyarakat sekitar memakan jenis tumbuhan tertentu sebagai lalab. Kebiasaan ini mendorong masyarakat di sana memanfaatkan pekarangan dan halaman rumah mereka untuk menanam sayuran yang akan dijadikan lalab.

Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, jenis sayuran yang digunakan sebagai lalab antara lain: selada, kacang panjang, mentimun, tomat, daun pepaya, daun singkong, dan daun kemangi. Sedangkan bagi masyarakat Sunda, selain jenis yang sudah umum dikonsumsi tersebut, mereka juga mengonsumsi jenis tanaman lain seperti leunca, kenikir, buah nangka, serta honje atau bunga kecombrang.

Bahkan, beberapa jenis tanaman yang oleh sebagian orang dianggap sebagai hama yang tidak bermanfaat, oleh orang Sunda dapat dinikmati menjadi sajian yang lezat. Selain itu, berbagai jenis umbi-umbian seperti kunyit dan kencur, juga dapat dinikmati sebagai lalab.

  • Buku Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték
  • Buku Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték
  • Buku Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték

Jenis lalaban dalam tradisi makan orang Sunda memang ada banyak jumlahnya. Mengutip penelitian Prof. Unus Suriawiria, sampai tahun 2000 ditemukan tidak kurang dari 200 jenis tanaman yang bisa dijadikan lalab. Namun riset terbaru Dr. Riadi Darwis yang dituangkan dalam buku Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték Jilid 2 cukup mencengangkan, karena ia telah berhasil mendata tidak kurang 718 jenis tanaman lalab yang masih hidup dan tumbuh subur di kawasan budaya Sunda.

Riset dilakukan oleh Riadi Darwis untuk membuktikan kelangsungan keberadaan lalaban pada masa-masa klasik yang telah dirisetnya. Untuk pembuktian itu, Riadi Darwis melakukan sejumlah observasi ke sejumlah daerah yang ada di kawasan budaya Sunda. Di antaranya yang paling banyak ditemukan varian lalab-nya serta diperjualbelikan di lingkungan masyarakat adalah di daerah Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Bogor, dan Kota Bogor.

Menurut Riadi Darwis, sangat bisa jadi seluruh kabupaten dan kota tersebut adalah representasi daerah pegunungan, penghasil pertanian dan perkebunan. Tidak mengherankan apabila jumlah varian tanaman lalab akan dengan sangat mudah ditemukan.

Dari 718 jenis tanaman lalab yang didata Riadi Darwis, ada beberapa yang masih menggunakan istilah Latin ataupun bahasa daerah lain karena belum diketahui persamaan bahasa asli daerahnya. Misalnya tanaman bernama Latin Albelmoschus Manihot (L.) Medic (forma anisodactylus, Bakh) yang dikonsumsi sebagai lalab pada bagian daunnya. Ada juga tanaman Acacia rugata (L.) Merr yang dikonsumsi sebagai lalab bagian batangnya. Lalu ada Alocasia culculata Schott di mana yang dikonsumsi sebagai lalab adalah bagian umbinya. Dan banyak lagi, bisa dibaca di buku ini.Kekayaan vegetasi tanaman lalab di kawasan Sunda yang telah didata secara baik oleh Riadi Darwis bisa menjadi referensi dan dokumentasi penting serta bahan kajian lebih lanjut bagi upaya pengembangan gastronomi Sunda di masa-masa mendatang. Buku ini adalah sumbangan penting bagi dunia gastronomi Sunda khususnya, juga bagi dunia gastronomi Indonesia pada umumnya.  


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Lalab, Budaya Kuliner Sunda: Mengeksplorasi Kekayaan Vegetasi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/lalab-budaya-kuliner-sunda-mengeksplorasi-kekayaan-vegetasi/feed/ 0 37231
Lalab, Budaya Kuliner Sunda: Melacak Jejak Historis https://telusuri.id/lalab-budaya-kuliner-sunda-melacak-jejak-historis/ https://telusuri.id/lalab-budaya-kuliner-sunda-melacak-jejak-historis/#respond Tue, 14 Feb 2023 04:00:13 +0000 https://telusuri.id/?p=37230 Lalab sudah menjadi bagian dari budaya kuliner masyarakat Indonesia. Menyantap nasi plus ayam goreng, misalnya, serasa kurang sedap bila tak dilengkapi dengan lalab dan sambal. Mentimun, selada, kubis, dan daun kemangi, merupakan contoh lalaban yang...

The post Lalab, Budaya Kuliner Sunda: Melacak Jejak Historis appeared first on TelusuRI.

]]>
Lalab sudah menjadi bagian dari budaya kuliner masyarakat Indonesia. Menyantap nasi plus ayam goreng, misalnya, serasa kurang sedap bila tak dilengkapi dengan lalab dan sambal. Mentimun, selada, kubis, dan daun kemangi, merupakan contoh lalaban yang umum dijumpai  sebagai pelengkap makan.

Meski melalab (mengonsumsi lalab) sudah menjadi budaya komunal masyarakat Indonesia, namun tatar Sunda merupakan daerah yang disebut-sebut sebagai wilayah dengan warga yang memiliki budaya lalab paling kental. Bahkan budaya lalab sangat identik dengan wilayah yang juga dikenal dengan nama Priangan atau Parahyangan itu. 

Sebuah buku bertajuk Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték anggitan Dr. Riadi Darwis, M.Pd.—seorang dosen di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung—sangat menarik untuk disimak karena (salah satunya) mengangkat budaya kuliner lalab di kalangan masyarakat Sunda. Buku ini diterbitkan oleh penerbit UPI Press, Bandung, cetakan pertama Maret 2022.

Buku Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték
Buku Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték Jilid 1 karya Dr. Riadi Darwis diterbitkan oleh UPI Press, Bandung/Badiatul Muchlisin Asti

Sebelumnya, Riadi Darwis juga telah menerbitkan dua buku seri gastronomi tradisional Sunda, yaitu Khazanah Kuliner Keraton Kesultanan Cirebon (Selaksa Media, Agustus 2019) dan Khazanah Kuliner Kabuyutan Galuh Klasik (UPI Press, September 2020). Boleh dibilang, buku Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték ini adalah buku seri gastronomi tradisional Sunda ketiga karya Riadi Darwis. 

Riadi Darwis, penganggit buku ini, menyusun buku ini dengan sangat serius. Ia mengaku melakukan riset untuk buku ini selama 31 tahun, baik riset lapangan maupun riset pustaka. Hasilnya sebuah buku yang sangat tebal, sehingga oleh penerbit “terpaksa” dibagi menjadi dua jilid. Jilid pertama setebal (xlix +) 734 halaman dan jilid kedua setebal (lvi +) 336 halaman.

Di buku jilid pertama ini, Riadi Darwis mengajak pembaca berkelana melakukan pelacakan jejak historis–arkeologis lalab pada masa lalu, yakni melalui pembacaan terhadap sejumlah prasasti dan naskah Sunda kuno yang dibagi ke dalam dua bab (bab III dan IV). Dua bab sebelumnya (bab I dan II) berisi pendahuluan dan pengenalan lalab, rujak, sambal, dan tékték dalam budaya kuliner Sunda.

Sejatinya buku ini memang membedah empat kelompok varian kuliner khas Sunda meliputi lalab, rujak, sambal, dan tékték. Namun nampaknya dari keempat varian itu, lalab-lah yang lebih populer di blantika kuliner Indonesia dan identik dengan masyarakat Sunda—dibanding varian lainnya.     

Lalab sendiri, mengutip Kamoes SoendaIndonesia anggitan R. Satjadibrata (1950) didefinisikan sebagai, “Lalab, sajoeran (doen-daoenan at. boeah-boeahan) jang dimakan mentah sambil makan nasi; dilalab: dimakan mentah (sajoeran); ngalalab: hanya makan lalab sadja (bertapa); lalab-roembah: dikatakan kepada barang-barang yang tidak berharga.”

Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia, dan Budaya anggitan Ajib Rosidi (2000) mendefinisikan lalab sebagai “Tanaman yang dimakan sebagai teman nasi, disebut juga coel sambel, karena makan lalab hampir harus disertai sambal. Tanaman lalab ada beberapa jenis. Ada yang dipelihara, ada pula yang tumbuh liar; ada yang dimakan pucuknya, ada pula yang dimakan buahnya atau umbinya; ada yang tumbuh sebagai pohon, ada pula yang merupakan tanaman perdu; ada yang dimakan mentah-mentah, ada pula yang harus dimasak lebih dulu, biasanya direbus atau dikukus.”

Soal penulisan kelompok varian kuliner di buku ini, Riadi Darwis memilih mempertahankan penamaan atau ejaan dalam konteks asli budaya Sunda. Lalap (pakai p sebagaimana dalam KBBI V), ditulis lalab (pakai b) sesuai tata penulisan dalam bahasa Sunda. Alasannya adalah ingin lebih mengakrabkan hubungan emosional pada masyarakat Sunda sekaligus menandakan penciri asli yang melekat pada budaya Sunda. 

12 Prasasti dan 18 Naskah Sunda Kuno

Ada 12 prasasti yang diriset oleh Riadi Darwis, meliputi Prasasti Panggumulan A dan B, Prasasti Gulung-gulung, Prasasti Taji, Prasasti Watukura I, Prasasti Mantyasih I, Prasasti Mantyasih II, Prasasti Rukam, Prasasti Lintakan, Prasasti Sangguran, Prasasti jeru-jeru, Prasasti Alasantan, dan Prasasti Paradah. Ke-12 prasasti itu, oleh Riadi Darwis, diriset lalu dipetakan sebaran kosakata yang terkait dengan kegastronomian yang menggambarkan budaya kuliner yang berkembang pada masa itu—sesuai zamannya. 

Berdasarkan pemetaan kosa kata pada 12 prasasti itu, ditemukan 34 kosa kata atau frasa yang menandakan tradisi masyarakat Nusantara yang sudah sejak lama mengenal pengonsumsian lalab—mentah maupun matang, rujak, dan tékték. 

Dan terkait sejumlah prasati yang diriset berasal dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, misalnya Prasasti Taji ditemukan di daerah Ponorogo, Riadi Darwis menyebut ada kemungkinan silang budaya terjadi pada masa lalu, berdasarkan bukti adanya hubungan kekerabatan leluhur kerajaan besar di Jawa yang berasal dari wilayah kerajaan di Sunda. Oleh karenanya, tidak mengherankan apabila dalam naskah prasasti yang diriset, meskipun dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, namun memiliki sisi kesamaan pada kosakata-kosakata tertentu.

Buku Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték
Ada 12 prasasti yang diriset oleh Riadi Darwis untuk mendapatkan jejak lalap di masa klasik/Badiatul Muchlisin Asti

Adapun 18 naskah Sunda Kuno yang diriset oleh Riadi Darwis berasal dari naskah transkripsi wawacan dan naskah pantun Sunda. Antara lain naskah Sanghyang Swawarcinta, Para Putera Rama dan Rawana, Pendakian Sri Ajnyana,  Kisah Bujanga Manik: Jejak Langkah Peziarah, Swaka Darma, Babad Panjalu, Babad Galuh Imbanagara, dan Pantun SriSadana dan Sulandjana.

Dari setiap naskah itu disigi dan diinventarisasi kosakata gastronomi, baik yang terkait dengan lalab, rujak, sambal, dan tékték, maupun kosakata dalam konteks dunia kuliner pada umumnya. Misalnya pada tilikan naskah Sanghyang Swawarcinta, Riadi Darwis memperoleh data, khususnya tanaman lalab, di antaranya ilalang, kelapa, rumput palias, dan rebung bambu.

Pada naskah itu juga, Riadi Darwis menemukan aneka kosakata terkait dengan konteks kuliner dalam kehidupan sosial maupun keagamaan kala itu. Kosakata itu dapat dikategorikan ke dalam bahan baku pangan, bahan baku papan, jenis sesajian untuk upacara keagamaan, teknik memasak, alat memasak, tempat, profesi, dan kata kerja lainnya. 

“Kaya Data”, Antara Kelebihan dan Kekurangan

Sebagai buku hasil riset, buku ini tampil dengan nuansa akademis yang lekat. Sangat kaya data. Daftar kosakata gastronomi  yang ditampilkan dari setiap prasasti atau teks naskah yang diriset, tidak hanya yang terkait dengan empat varian makanan yang menjadi tema sentral buku ini, melainkan juga kosa kata terkait dengan konteks kuliner secara umum.

Data yang sangat kaya di satu sisi memang merupakan kelebihan karena pembaca bisa mencecap lebih banyak “fakta-fakta kegastronomian” yang terjadi di masa lalu lewat buku ini. Namun, data yang “sangat kaya” itu sekaligus juga bisa menjadi kelemahan karena substansi dan pokok tema yang diangkat menjadi kurang bisa cepat diakses oleh pembaca. 

Apalagi kekayaan data yang ditampilkan tidak diimbangi dengan analisa yang cukup memadai atas setiap prasasti dan naskah Sunda kuno yang diriset. Sehingga pembaca seringkali harus melakukan semacam “dialektika dan interpretasi sendiri” atas data-data yang ditampilkan “apa adanya” oleh penulis.

  • Buku Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték
  • Buku Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Tékték

Bila merujuk pada dua buku seri gastronomi tradisional Sunda karya Riadi Darwis sebelumnya, buku ini pun sepertinya bukanlah sejenis “buku sejarah kuliner”  yang disajikan secara populer dengan gaya bahasa yang juga populer—sehingga mudah dinikmati dan dipahami oleh pembaca umum. Alih-alih kekayaan data dan gaya penyajiannya lebih menunjukkan buku ini sebagai buku akademis dan referensial.    

Terlepas dari itu, buku ini sangat menarik untuk dibaca dan didalami oleh siapapun yang meminati kajian (sejarah) kuliner tradisional Nusantara, terutama kuliner tradisional Sunda. Meski untuk membacanya, diperlukan kesabaran dan ketekunan tersendiri—sebagaimana penganggit buku ini yang sabar dan tekun melakukan riset dan menuliskannya menjadi buku tebal ini.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Lalab, Budaya Kuliner Sunda: Melacak Jejak Historis appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/lalab-budaya-kuliner-sunda-melacak-jejak-historis/feed/ 0 37230